Professional Documents
Culture Documents
1
Faculty of Law, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia.
Abstract : The purpose of this research is to find out how the objection efforts by coffee shop owners to
cafe and restaurant tax levies are as follows. As a coffee shop owner, legal steps that can be taken against
cafe and restaurant tax levies collected by the regional government used is a type of normative legal
research which is research that aims to obtain legal materials through literature studies by analyzing legal
materials related to the issues discussed and disharmony between government laws and regional laws and
regulations.
The legal basis that can be used by coffee shop owners to reject cafe and restaurant tax levies that are
considered too high.
Thus, as an Indonesian citizen, the coffee shop owner has the right to object or protest against the amount
of tariffs or fees charged to your business. The legal basis that can be used to file this objection is Article
25 paragraph (1) of Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Retribution and
government regulation Number. 10 of 2021 concerning Regional Taxes and Regional Levies in the
Context of Supporting Ease of Doing Business and Regional Services. In practice, sanctions may not
need to be carried out if a regional regulation is designed based on a policy that takes into account market
aspects and business characteristics in an area to be implemented and deemed fair so that it is agreed
upon by a large number of actors in the area.
Efforts to Objection by Coffee Shop Owners to Tax Retribution. In the Regional Tax Regulations which
anatomically have similar policies to other taxes, namely Law Number 28 of 2009 concerning Regional
Taxes and Regional Levies, where the regulation stipulates Law number 28 of 2009 at the center to
determine the authority of regional governments and the maximum amount of tariffs that can be taken, in
its implementation it is necessary to establish a Regional Regulation, in this Regional Regulation earlier
the respective policies are regulated between the Head of the Autonomous Region and the Regional
People's Representative Council of the Autonomous Region, each of which forms policies autonomously
based on the characteristics of the region itself.
Abstrak : Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Upaya Keberatan
oleh pemilik kedai kopi terhadap retribusi pajak cafe dan resto Berikut adalah Sebagai pemilik kedai
kopi, langkah-langkah hukum yang dapat diambil terhadap retribusi pajak cafe dan resto yang dipungut
oleh pemerintah daerah Metode penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian hukum normatif
yang merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh bahan hukum melalui studi kepustakaan
dengan cara menganalisis bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dan
ketidak harmonisan antara Undang-undang pemerintah dan Peraturan Undang-undang Daerah.
Dasar Hukum yang dapat digunakan oleh Pemilik Kedai Kopi untuk melakukan penolakan terhadap
Retribusi Pajak Cafe dan Resto yang dianggap terlalu tinggi.
Demikian, sebagai warga negara Indonesia, Pemilik kedai kopi memiliki hak untuk mengajukan
keberatan atau protes terhadap besarnya tarif atau retribusi yang dikenakan kepada usaha Anda. Dasar
hukum yang dapat digunakan untuk mengajukan keberatan ini adalah Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan eraturan pemerintah Nomor. 10
Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Mendukung Kemudahan
Berusaha dan Layanan Daerah. Pada praktiknya sanksi dapat tidak perlu dilakukan apabila sebuah
Peraturan Daerah dirancang berdasarkan kebijakan yang memang memperhatikan aspek pasar dan
karakteristik usaha di suatu daerah untuk diterapkan dan dipandang adil sehingga disepakati oleh
sejumlah besar pelaku di daerah tersebut.
Upaya Keberatan oleh Pemilik Kedai Kopi terhadap Restribusi Pajak. Pada Peraturan Pajak Daerah yang
secara anatomi memiliki kebijaksanaan serupa dengan Pajak-Pajak lainnya, yaitu Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dimana secara regulasi ditetapkan
Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 di pusat untuk menetapkan kewenangan pada pemerintah daerah
dan besaran maksimal tarif yang dapat diambil, dalam pelaksanaannya diperlukan pembentukan
Peraturan Daerah, dalam Peraturan Daerah ini tadi diatur kebijakan masing-masing antara Kepala Daerah
otonom dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah otonom yang masing-masing membentuk kebijakan
secara otonom berdasarkan karakteristik daerah sendiri.
Dalam pasal tersebut penulis tertarik dengan apa pandangan masyarakat dari
peraturan terebut. Kemudian, pada ayat ketiga berbunyi “setiap pendatang yang
melakukan kegiatan ekonomi dan menetap sementara dalam Daerah wajib
menyetorkan uang jaminan ke Daerah melalui SKPD yang membidangi
kependudukan dan pencatatan sipil”, dalam pasal tersebut adanya kewajiban untuk
menyetorkan uang untuk orang yang melakukan kegiatan ekonomi, kegiatan
ekonomi ini sangat luas, dalam pasal tersebut dari orang terkaya sampai miskin
sekalipun yang melakukan kegiatan ekonomi wajib menyetorkan uang jaminan,
apakah itu cukup adil, bukankah hukum dibuat untuk menciptakan keadilan?. Disini
penulis tertarik membuat penelitian dengan judul PRESPEKTIF MASYARAKAT
TENTANG KEADILAN PADA PERDA NO. 14 TAHUN 2015 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERDA KOTA BANJARMASIN NO. 20 TAHUN 2013
PASAL 16 TENTANG PENYELENGGARAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN,
DAN KESEHATAN LINGKUNGAN.”
1. Bagaimaina dasar Pengaturan Hukum yang dapat digunakan oleh Pemilik Kedai
Kopi untuk melakukan penolakan terhadap Retribusi Pajak Cafe dan Resto yang
dianggap terlalu tinggi?
2. Bagaimana Upaya keberatan oleh pemilik kedai kopi terhadap pajak?
2. Metode Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normative,
yang secara deduktif dimulai analisis terhadap pasal-pasal dalam peraturan
perundang-undangan dan kaitannya dalam penerapannya dalam praktek.
Sifat Penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian deskriptif yaitu
dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan
dengan teori-teori dan praktek pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan
permasalahan.
Tipe Penelitian yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah aspek ketidak
harmonisan antara Undang-undang pemerintah dan Peraturan Daerah, Pembuatan
skripsi penulis menggunakan pendekatan terhadap bahan hukum yang berkaitan
dengan Peraturan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Jenis Bahan Hukum di lakukan dengan mengumpulkan memepelajari serta
menganalisis berbagai data yang bersumber secara tidak langsung atau melalui
data-data dari masyarakat. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) sumber data. Data
primer data yang di dapat langsung di lapangan selaku sumber pertama dalam
penelitian tersebut yang dikaji. Data skunder adalah bahan hukum yang berfungsi
untuk memberi petunjuk atas data primer.
Pengumpulan Bahan Hukum terdiri dari 2 yaitu, Pertama, Peraturan Perundang-
Undangan dikumpulkan dengan cara melakukan pencarian secara inventarisasi
terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan
ini. Kedua, Data Kepustakaan disusun dan dikumpulkan melalui studi kepustakaan
yang disusun berdasarkan pokok permasalahan.
3. Pembahasan
3.1. Dasar Hukum yang dapat digunakan oleh Pemilik Kedai Kopi untuk
melakukan penolakan terhadap Retribusi Pajak Cafe dan Resto yang
dianggap terlalu tinggi.
Pemilik kedai kopi yang ingin menolak pajak dari kafe dan restoran yang
dianggap terlalu tinggi dapat berkonsultasi dengan beberapa dasar hukum yang
relevan. Berikut adalah beberapa pengaturan hukum dasar yang dapat
digunakan:
Jadi, sebagai warga negara Indonesia, pemilik kafe berhak untuk menolak
atau menolak pajak atau biaya yang dikenakan pada bisnis Anda. Dasar hukum
yang dapat digunakan untuk mengajukan keberatan ini adalah Pasal 25 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Dalam pasal ini diatur bahwa setiap wajib pajak atau retribusi daerah
dapat mengajukan keberatan atas besarnya pajak atau retribusi yang ditetapkan.
Keberatan harus diajukan dalam waktu 30 hari sejak pemberitahuan pajak atau
pungutan. Setelah menerima keberatan, pemungut atau pemungut pajak harus
melakukan verifikasi dan mengeluarkan keputusan dalam waktu 30 hari sejak
diterimanya keberatan. Jika ada keberatan, tarif atau biaya yang dibebankan
kepada pemilik kafe akan diubah berdasarkan keputusan.
Namun, penting untuk diingat bahwa sebagai warga negara yang baik kita
juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
Oleh karena itu, Anda harus berusaha menyelesaikan masalah pembalasan pajak
dengan berdialog dengan pihak berwenang, daripada langsung menolak atau
memprotes tanpa alasan yang jelas dan masuk akal.
Bicara soal pemerataan, tentu tidak langsung mengarah pada sanksi, tapi
sanksi adalah langkah terakhir. Sebenarnya tidak perlu menjatuhkan sanksi jika
suatu peraturan daerah dirancang atas dasar kebijakan yang mempertimbangkan
aspek pasar dan karakteristik komersial di suatu daerah. hadir dan dianggap
wajar untuk diterima oleh bagian tertentu. sejumlah besar aktor di wilayah
tersebut. Namun dalam praktiknya, pembahasan Perda terkadang tidak
dilakukan seperti biasanya, yang menjadi problematis ketika Prolegda
diterapkan menjadi Perda, kemudian menjadi Perda pokok, apalagi jika
pembayarannya justru tidak diterima sebagian besar penduduk di Kabupaten.
Coffee shop adalah salah satu jenis usaha jasa minuman dimana anak
muda bahkan orang tua bisa berkumpul dengan teman-temannya dan
membangun coffee shop tidak seperti kafe dan restoran yang permanen atau
semi private. mendirikan. bangunan kokoh, dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk penyiapan, penyimpanan, penyajian dan penjualan
minuman untuk umum di tempat usahanya,
Pemerintah telah memastikan pemilik warung kopi atau kafe dan usaha
sembako alias usaha kecil menengah swasta berpenghasilan kurang dari Rp 500
juta per tahun tidak akan dikenakan pajak.
1
https://christiangamas.net/kajian-pajak-daerah-yang-berkeadilan-perlukah/ diakses 16-02-2023, 20.40 wita
Bicara soal pemerataan, tentu tidak langsung mengarah pada sanksi, tapi
sanksi adalah langkah terakhir. Dalam praktiknya, sanksi tidak perlu dijatuhkan
jika Perda dirancang dengan landasan kebijakan yang mempertimbangkan aspek
pasar dan karakteristik usaha di daerah yang ditunjuk. dilakukan dan dianggap
adil. diterima oleh mayoritas pemain di wilayah tersebut. Namun dalam
praktiknya, pembahasan Perda terkadang tidak dilakukan seperti biasanya, yang
menjadi problematis ketika Prolegda diterapkan menjadi Perda, kemudian
menjadi Perda pokok, apalagi jika pembayarannya justru tidak diterima.
sebagian besar penduduk di Kab.
Kalau kita lihat secangkir kopi di kafe harganya Rp 15.000, dalam sehari
hanya ada 5 tamu, omzetnya Rp 75.000 per hari, misalkan dalam sebulan kerja
ada 20 hari, sudah ada pemasukan Rp 1.500.000 dari hanya secangkir kopi dan
belum termasuk menu lainnya, jadi dari segi coffee shop atau kedai kopi sangat
berbeda dengan kafe atau restoran berstandar internasional tentang pajak
pendapatan daerah dan tidak melindungi usaha mikro dan kecil. Di sisi lain,
kekuatan finansial kedai kopi dan restoran dengan kapasitas luar biasa dan
pendapatannya bisa meningkat dan tidak secara umum, sehingga peluang untuk
bersaing otomatis tidak merata dan tidak langsung. Regulasi pajak lokal yang
berkelanjutan membunuh usaha kecil.
Jika kita kutip lagi kalimat pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa selain
mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah Republik Indonesia juga bertujuan
untuk memajukan kepentingan umum. Berdasarkan ilustrasi di atas, benarkah
kebahagiaan total bisa tercapai? Penulis pribadi memiliki pendapat yang
berbeda.
Pajak daerah secara tidak langsung mematikan usaha kecil, hal ini masih
kontroversial dan menurut saya sebagai penulis yang terjadi sekarang adalah
2
Buku Materi Pokok Sosiologi Hukum, Yoyok Hndarso, Universitas Terbuka, Tanggerang Selatan, 2019.hlm.15.
dengan peringatan kecil yaitu hidup membahas peraturan daerah seperti yang
telah digariskan di atas.
Bagaimana tidak mematikan usaha kecil, margin keuntungan kopi ini tipis.
Oleh karena itu, akibat tax forfeiture yang tinggi, tidak jarang para pelaku usaha
kecil memilih untuk “kabur” dengan cara diam saja, namun pada dasarnya diam
bukanlah solusi jangka panjang yang baik sob. perangkat. Keuangan di Daerah
juga memiliki beban tanggung jawab pemungutan, dan semakin besar
kebutuhan akan inovasi dari suatu daerah, maka semakin mendesak kebutuhan
penerimaan daerah, sehingga diterapkan sanksi. , karena penilaian yang
dihasilkan oleh perangkat untuk memprediksi wajib pajak yang "diam" ini,
bersama dengan denda besar dan denda bulanan, dan kemungkinan hukuman
pidana, serta kemungkinan pejabat yang menegakkan peraturan tanpa pandang
bulu, juga berkurang. Itu yang bisa terjadi Bagi sebagian besar pelaku ekonomi,
denda yang merupakan sanksi tersebut akan menjadi tidak adil jika penyebab
kejadian tersebut adalah penetapan tarif pajak. tidak adil karena penerapan yang
tidak proporsional.
Sayangnya, kalau boleh saya kritisi, masa jabatan kepala daerah dan
anggota DPRD yang relatif singkat tidak mendukung perumusan jenis Perda ini,
butuh komitmen yang sangat kuat untuk melakukannya. Demikian dan aspek
kebijakan ini jarang sekali terpikirkan karena akan kurang strategis untuk
mendukung seseorang dari pimpinan daerah karena masa jabatannya yang
relatif singkat dan dampak dari kegagalan dalam kebijakan. mencapai visi dan
misinya, namun pada dasarnya bagi sebuah instansi pemerintah atau kota, beban
pembuatan peraturan ini tidak hanya terletak pada eksekutif, dalam hal ini peran
Legislator dalam mengawasi eksistensi di masyarakat sangat penting, Legislator
duduk di DPRD bisa berkontribusi untuk mengubah peraturan daerah yang
dianggap tidak adil tentang pajak daerah untuk kafe pub dan restoran, apalagi
kafe.
Perlu dicatat bahwa proses dan persyaratan pajak mungkin berbeda dari
satu negara ke negara lain. Oleh karena itu, pemilik kedai kopi harus memeriksa
peraturan dan kebijakan daerahnya dan mengikuti langkah-langkah yang
ditentukan oleh otoritas pajak setempat.
4. Penutup
4.1. Kesimpulan
1. Dasar hukum untuk menolak pajak dari kafe dan restoran dianggap hukum
pajak yang berlebihan: Mereka dapat berkonsultasi dengan hukum pajak
yang berlaku untuk menilai apakah pajak yang dikenakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku atau tidak. Jika ada ketentuan yang tidak tepat atau
tidak wajar, pemilik warnet dapat mengajukan keberatan berdasarkan
undang-undang. Peraturan pemerintah atau daerah: Pemilik kedai kopi dapat
merujuk pada peraturan pemerintah atau daerah tentang pajak kafe dan
restoran. Mereka mungkin mencari argumen atau ketentuan yang
mendukung penolakan pembalasan yang dianggap tidak adil. Prinsip ekuitas
pajak: Prinsip keadilan pajak seperti keadilan vertikal, keadilan horizontal,
dan solvabilitas dapat menjadi dasar argumen mereka. Pemilik kafe
mungkin berpendapat bahwa pajak yang terlalu tinggi tidak sesuai dengan
prinsip keadilan pajak yang diterima secara umum.
2. Upaya yang dapat dilakukan pemilik kedai kopi untuk melawan pajak antara
lain meneliti peraturan dan ketentuan pajak yang berlaku untuk memahami
sepenuhnya kewajiban perpajakannya, menghubungi otoritas pajak setempat
untuk menjelaskan atau mengklarifikasi pajak yang berlaku dan mengajukan
keberatan. Ajukan keberatan formal kepada otoritas pajak dengan argumen
yang jelas dan kuat untuk mendukung keberatan pemilik kedai kopi. Penting
untuk selalu mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku serta menjaga
komunikasi yang baik dengan otoritas pajak. Dalam beberapa kasus,
peninjauan pajak dapat mengakibatkan perubahan jumlah atau ketentuan
pajak yang dibebankan kepada pemilik kafe.
4.2. Saran
1. Pemilik kafe dapat melakukan analisis politik terhadap pajak yang berlaku
pada kafe dan restoran secara keseluruhan. Mereka dapat mengidentifikasi
dampak ekonomi dan sosial dari biaya tinggi, seperti berkurangnya potensi
pendapatan atau dampak negatif terhadap pertumbuhan industri. Argumen
berdasarkan analisis kebijakan ini dapat mendukung penolakan tarif pajak
yang tidak sesuai dan peraturan pajak yang tidak jelas atau tidak konsisten:
ketika ada ambiguitas atau ketidakkonsistenan peraturan tentang pajak yang
berlaku untuk kafe dan restoran, pemilik kedai kopi dapat menggunakan
argumen tersebut sebagai alasan perlawanan. Mereka dapat menunjukkan
bahwa ambiguitas atau ketidakkonsistenan mengarah pada penerapan
hukum dan memberikan dasar yang kuat untuk melawan atau menolak pajak
yang dianggap tidak pantas.
2. Mengajukan surat keberatan resmi: Pemilik warnet harus mengajukan surat
keberatan resmi kepada otoritas pajak terkait. Surat tersebut harus memuat
argumentasi yang jelas dan rinci atas keberatan pajak yang dinilai tidak adil.
Pemilik kafe juga harus melampirkan bukti dan data yang relevan. Dan
kumpulkan bukti dan data pendukung: Penting untuk mengumpulkan bukti
dan data yang mendukung keberatan pemilik kedai kopi. Ini mungkin
termasuk informasi tentang pendapatan, biaya operasional, tarif pajak yang
berlaku untuk bisnis serupa, atau dampak ekonomi dari pajak yang tidak
adil. Data yang kuat dapat memperkuat argumen lawan dan memengaruhi
keputusan otoritas pajak.
Daftar Rujukan
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Peraturan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009.
PMK No. 18/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Boga atau Katering yang Termasuk Dalam Jenis Jasa
yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Peraturan pemerintah Nomor. 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka
Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
Yoyok Hndarso, Materi Dasar Sosiologi Hukum, Universitas Terbuka, Tanggerang Selatan, 2019.
Z.Heflin Frinces Menjadi Wirausaha Kajian Strategis Pengembangan Usaha, (Yogyakarta : Graha
Ilmu ,2011).
Azman. Kontribusi Pajak Pangan dan Pajak Terhadap Pendapatan Kotor Daerah Kota Banda Aceh Tesis.
Universitas Sumatra Utara.
Farouq Ishak Pajak Hotel, Pajak Reklame dan Pajak Restoran atas Pendapatan Daerah. Ouzar. Politeknik
Negeri Bandung.