You are on page 1of 12

MAKALAH SKI

TENTANG
FAKTOR KEBERHASILAN FATHU MAKKAH

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8

NAMA : 1. WAHYUNI
2. SYAHIRA HABIBA
3. WINDY ASKIA
4. UMMAIROH

Guru Pembimbing : IRPAN, S.Pd

MAN 2 PASAMAN BARAT


KABUPATEN PASAMAN BARAT
TP. 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sikap simpatik yang dilakukan pasukan Rasulullah Saw dan pasukan
kaum muslimin membuat penaklukan kota Makkah berjalan tanpa pertumpahan
darah. Dalam proses Fathu Makkah Rasulullah Saw melakukan suatu tindakan
yang amat bijaksana, yaitu memerintahkan kepada para sahabatnya untuk tidak
merusak dan mengotori kota Makkah dengan peperangan.

Kedatangan Rasulullah Saw dan kaum muslimin digunakan sebagai strategi


perang urat syaraf dan hanya untuk memberi peringatan kepada kafir Quraisy
bahwa umat Islam kini telah bangkit dan menjadi masyarakat maju yang siap
menghancurkan tradisi jahiliyah mereka.

Sebelum pasukan kaum muslimin memasuki kota Makkah, Rasulullah SAW


memerintahkan untuk membuat kemah di sekitar kota Makkah. Hal ini
dimaksudkan untuk menyiapkan segala sesuatunya dengan matang. Dalam
kesempatan ini Abu Sufyan mendatangi perkemahan Rasulullah Saw dan
menyatakan diri masuk Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Fathu Makkah?


2. Apa faktor keberhasilan Fathu Makkah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dimaksud dengan Fathu Makkah


2. Untuk mengetahui faktor keberhasilan Fathu Makkah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fathu Makkah


Fathu Makkah adalah peristiwa pembebasan kota Mekah oleh kaum
Muslimin. Kaum Muslim datang dengan 10.000 pasukan untuk menduduki
Mekah. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 8 H/629 M. Menurut sejarawan Ibnu
Ishak. Fathu Makkah dipicu oleh pengkhianatan kaum kafir Quraisy terhadap
perjanjian Hudaibiyah.
Ibnu Ishak mengemukakan, terjadi perselisihan antara Bani Khuza‘ah
dengan Bani Bakar, permusuhan tersebut reda setelah ada perjanjian Hudaibiyah.
Dalam perjanjian itu, disebutkan keduanya mengadakan perdamaian dan tidak
saling menyerang, keduanya juga boleh bebas memilih sekutunya. Bani Khuza‘ah
bergabung dengan Nabi Muhammad saw. dan Bani Bakar ke kafir Quraisy.
Namun demikian, Bani Bakar melanggar perjanjian ini, dengan bantuan kafir
Quraisy menyerang Bani Khuza‘ah. Dengan demikian, Bani Bakar melanggar
perjanjian Hudaibiyah.

B. Faktor Keberhasilan Fathu Makkah


Pada saat itulah, Bani Khuza‘ah meminta bantuan kepada Rasulullah saw.
Beliau menyiapkan 10.0000 pasukan guna membantu Bani Khuza‘ah. Mendengar
berita ini, kafir Quraisy mengutus Abu Sufyan ke Madinah, dengan maksud
supaya persetujuan itu diperkuat kembali dan diperpanjang waktunya. Perjanjian
tersebut sudah berlaku selama dua tahun. Kaum Quraisy menginginkan agar
perjanjian tersebut diperpanjang 10 tahun. Abu Sufyan, sebagai pemimpin mereka
dan sebagai orang yang bijaksana di kalangan mereka kini berangkat menuju
Madinah. Abu Sufyan menuju ke rumah putrinya, Ummu Habibah, istri Nabi
saw., Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Fatimah. Ia
mengemukakan maksud kedatangannya dan minta mereka untuk menjadi
perantara dialog dengan Rasul saw. Tetapi semua mengatakan bahwa tak ada
orang yang dapat mempengaruhi sesuatu yang telah menjadi keputusan Rasul saw.
Abu Sufyan lalu pergi ke masjid dan di sana ia mengumumkan bahwa ia sudah
meminta perlindungan khalayak ramai. Kemudian ia menaiki untanya dan
berangkat pulang ke Mekah dengan tanpa membawa hasil apa pun. Abu Sufyan
kembali ke Mekah, melaporkan kepada masyarakatnya segala yang dialaminya
selama di Madinah serta perlindungan Yang dimintanya dari masyarakat umum
atas saran Ali, dan bahwa Muhammad belum memberikan persetujuan.
Sebaliknya Rasulullah saw. mempersiapkan kaum Muslimin berjumlah
10.000 orang untuk merebut kota Mekah. Beliau percaya pada kekuatan sendiri
dan pada pertolongan Tuhan kepadanya. Dengan menyerang secara tiba-tiba,
diharapkan kafir Quraisy tidak sempat mengadakan perlawanan dan dengan
demikian mereka menyerah tanpa pertumpahan darah. Rasulullah juga berdoa
kepada Allah swt., mudah-mudahan kaum Quraisy tidak mengetahui berita
perjalanan kaum Muslimin. Selanjutnya pasukan kaum Muslimin sudah mulai
bergerak dari Madinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu serta
menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. Pasukan ini bergerak dalam jumlah yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Mereka terdiri dari kabilah-kabilah Sulaim, Muzainah,
Ghatafan dan yang lain, yang telah menggabungkan diri, baik kepada Muhajirin
atau pun kepada Anshar. Mereka berangkat bersama-sama dengan mengenakan
pakaian besi. Mereka yang terdiri dari ribuan orang itu telah mengadakan gerak
cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut bergabung, yang
berarti menambah jumlah dan menambah kekuatan juga. Mereka semua berangkat
dengan hati yang penuh iman, bahwa dengan pertolongan Allah mereka akan
mendapat kemenangan. Perjalanan ini dipimpin oleh Rasulullah dengan pikiran
dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci tanpa akan ada
pertumpahan darah sedikit pun.
Sementara kaum Quraisy tidak mengetahui hal ini. Mereka masih berbeda
pendapat, bagaimana cara menghadapi serangan Muhammad. Abbas bin Abdul
Muthalib, paman Nabi meninggalkan mereka dalam perdebatan dan berangkat
menemui Nabi Muhammad saw. di Juhfah. Abbas cemas dengan kekuatan
pasukan Islam. Meski beliau sudah masuk Islam, namun ia tetap khawatir akan
adanya bencana yang akan menimpa Mekah jika kekuatan pasukan yang belum
pernah ada bandingannya di seluruh Jazirah Arab itu kelak menyerbu Mekah.
Pihak Quraisy sudah mulai merasakan adanya bahaya yang sedang mendekati
mereka. Mereka mengutus Abu Sufyan bin Harb, Budail bin Warqa’ dan Hakim
bin Hizam (masih kerabat Khadijah) untuk menyelidiki seberapa jauh bahaya
yang mungkin mengancam mereka.

Sementara Abbas sedang di atas tandu Nabi saw. yang putih itu, tiba-tiba
ia mendengar ada percakapan antara Abu Sufyan dengan Budail. Abbas yang
telah mengenal suara Abu Sufyan, berkata, “Rasulullah berada di tengah-tengah
rombongan itu. Apa yang akan menimpa kaum Quraisy jika mereka memasuki
Mekah dengan kekerasan.” “Apa yang harus kita perbuat?” Jawab Abu Sufyan
dengan gusar. Abbas menaikkan Abu Sufyan di belakang tandu untanya dan
diajak berangkat bersama-sama, sedang kedua temannya disuruh kembali ke
Mekah. Dengan tanpa halangan, tandu itu sampai di depan api unggun Umar bin
Khattab, kemudian Umar pergi ke kemah Nabi saw. dan meminta izin untuk
memancung kepala Abu Sufyan, musuh bebuyutan Islam dan kaum muslimin.
Saat itu Abbas yang sudah berada di depan Rasulullah berkata, “Wahai
Rasulullah. Saya sudah melindunginya.” Menghadapi situasi seperti ini pada
waktu sudah larut malam juga, dan perdebatan yang seru antara Umar dan Abbas,
Nabi saw. berkata, “Bawalah dia dulu ke tempatmu, Abbas. Pagi-pagi besok bawa
kemari.” Keesokan harinya Abu Sufyan sudah dibawa lagi menghadap Nabi saw.
dan disaksikan oleh pembesar-pembesar dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Nabi saw. berkata, “Bukankah sudah tiba waktunya sekarang engkau harus
mengetahui, bahwa tidak ada tuhan selain Allah!?” Abu Sufyan menjawab, “Demi
ibu-bapakku! Sungguh bijaksana engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka
memelihara hubungan keluarga! Aku memang sudah menduga, bahwa tidak ada
tuhan selain Allah, itu sudah mencukupi segalanya.” Nabi saw. menjawab,
“Bukankah sudah tiba waktunya engkau harus mengetahui, bahwa aku
Rasulullah?” Abu Sufyan menjawab, “Demi ibu-bapakku! Sungguh bijaksana
engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!
Tetapi mengenai hal ini, sungguh sampai sekarang masih ada sesuatu dalam
hatiku." Kemudian Abbas meminta Abu Sufyan agar ia mau menerima Islam dan
bersaksi bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-
Nya. Akhirnya Abu Sufyan masuk Islam.
Atas saran Abbas, Rasulullah saw. membuat sebuah aturan. “Siapa datang
ke rumah Abu Sufyan, orang itu selamat, dan siapa menutup pintu rumahnya,
orang itu selamat dan siapa masuk ke dalam masjid orang itu juga selamat." Dari
kisah tersebut kaum Muslimin dan seluruh manusia bersaksi betapa cermat dan
pandainya Nabi Muhammad saw. dapat menguasai suatu peperangan terbesar
dalam sejarah Islam tanpa pertempuran dan tanpa pertumpahan darah. Islamnya
Abu Sufyan tidak akan mengurangi kewaspadaan dan kesiap-siagaan Nabi
Muhammad saw. dalam menyiapkan diri hendak memasuki Mekah.
Setelah melihat kekuatan kaum Muslimin, Abu Sufyan dibebaskan pergi
menemui golongannya dan dengan suara keras ia berteriak kepada mereka,
“Saudara-saudara Quraisy! Muhammad sekarang datang dengan kekuatan yang
takkan dapat kamu lawan. Tetapi bagi siapa yang datang ke rumah Abu Sufyan
orang itu selamat, siapa menutup pintu rumahnya, orang itu selamat dan siapa
masuk ke dalam masjid orang itu juga selamat!” Nabi Muhammad saw. sudah
berangkat bersama pasukannya sampai ke Dhu Tuwa. Setelah dilihatnya dari
tempat itu tak ada perlawanan dari pihak Mekah, pasukannya dihentikan. Beliau
membungkuk menyatakan rasa syukur kepada Allah swt., yang telah
membukakan pintu Lembah Wahyu dan tempat Rumah Suci itu kepadanya dan
kepada kaum Muslimin, sehingga mereka dapat masuk dengan perasaan aman dan
tenteram. Nabi Muhammad saw. merasa bersyukur kepada Allah swt. karena pintu
Mekah kini telah terbuka. Tetapi sungguh pun demikian ia tetap selalu waspada
dan berhati-hati. Beliau memerintahkan pasukannya supaya dipecah menjadi
empat bagian, dan jangan sampai melakukan pertempuran, serta jangan sampai
meneteskan darah, kecuali jika sangat terpaksa sekali.
Saat itu Zubair bin Awwam memimpin pasukan pada sayap kiri dan
memasuki Mekah dari sebelah utara. Khalid bin Walid berada pada posisi sayap
kanan dan diperintahkan supaya memasuki Mekah dari jurusan bawah. Sa'ad bin
Ubadah yang memimpin orang Madinah supaya memasuki Mekah dari sebelah
barat, sedang Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ditempatkan ke dalam barisan Muhajirin
dan bersama-sama memasuki Mekah dari bagian atas, di kaki Gunung Hind.
Ketika pasukan sudah memasuki kota, dari pihak Mekah tidak ada perlawanan,
kecuali pasukan Khalid bin Walid yang mendapatkan perlawanan dari mereka
yang tinggal di daerah bagian bawah Mekah. Mereka terdiri dari orang-orang
Quraisy yang paling keras memusuhi Nabi Muhammad saw. dan yang ikut serta
dengan Bani Bakar melanggar Perjanjian Hudaibiyah dengan mengadakan
serangan terhadap Khuza‘ah.
Ketika pasukan Khalid datang, mereka menghujaninya dengan serangan
Panah, tetapi dengan cepat Khalid berhasil mencerai-beraikan mereka walaupun
ada dua anggota pasukannya tewas karena mereka ini ternyata sesat jalan dan
terpisah dari induk pasukannya. Kaum kafir Quraisy kehilangan sekitar 13 sampai
28 orang. Melihat malapetaka yang sekarang sedang menimpa mereka, Shafwan,
Suhail dan Ikrimah cepat-cepat melarikan diri, dengan meninggalkan orang-orang
yang tadinya mereka kerahkan mengadakan perlawanan menghadapi kekuatan
dan pukulan Khalid yang heroik itu. Selanjutnya Nabi Muhammad saw. berhenti
di hulu kota Mekah, di hadapan Bukit Hind. Di tempat itu, beliau membangun
sebuah kubah (kemah lengkung), tidak jauh dari makam Abu Thalib dan
Khadijah. Kemudian beliau masuk ke dalam kemah lengkung itu, lalu beristirahat
dengan hati penuh rasa syukur kepada Allah swt., karena telah kembali dengan
terhormat, dengan membawa kemenangan ke dalam kota, di kota itu beliau telah
mengalami gangguan, siksaan, bahkan pengusiran yang dilakukan oleh kaum kafir
Quraisy. Saat itu juga Rasulullah merasa tugasnya sebagai komandan sudah
selesai. Tidak lama tinggal dalam kemah itu, ia segera keluar lagi. Beliau menaiki
untanya Al-Qashwa, dan pergi meneruskan perjalanan ke Ka'bah, bertawaf di
Ka‘bah tujuh kali dan menyentuh sudut (hajar aswad) dengan sebatang tongkat di
tangan. Selesai melakukan tawaf, beliau memanggil Utsman bin Thalhah dan
pintu Ka‘bah dibuka. Sekarang Nabi Muhammad saw. berdiri di depan pintu,
orang pun mulai berbondong-bondong. Ia berkhutbah di hadapan umat Islam serta
membacakan firman Allah swt.: “Wahai manusia! sungguh, Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Kemudian beliau bertanya kepada mereka, “Wahai orang-orang Quraisy!,
menurut pendapat kamu, apa yang akan kuperbuat terhadap kamu sekarang?”
“Yang baik-baik, saudara yang pemurah, sepupu yang pemurah,” jawab mereka.
“Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang sudah bebas!” kata beliau.

Dengan ucapan itu maka kepada orang Quraisy dan seluruh penduduk
Makkah telah diberikan ampunan. Alangkah indahnya pengampunan itu dikala ia
mampu! Alangkah besarnya jiwa beliau, jiwa yang telah melampaui segala jiwa
besar, melampaui segala rasa dengki dan dendam di hati! Jiwa yang telah dapat
menjauhi segala perasaan duniawi, telah mencapai segala yang di atas
kemampuan insani! Hal ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw., bukanlah
manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan membangkitkan
permusuhan di kalangan umat manusia. Dia bukan seorang tiran, bukan mau
menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Tuhan telah memberi keringanan
kepadanya dalam menghadapi musuh, dan dalam kemampuannya itu ia memberi
pengampunan. Dengan itu, kepada seluruh dunia dan semua generasi beliau telah
memberi teladan tentang kebaikan dan keteguhan menepati janji, tentang
kebebasan jiwa yang belum pernah dicapai oleh siapa pun!
Namun demikian, ada sekitar 17 orang dikecualikan dari
pengampunannya. Sejak beliau memasuki Mekah, sudah mengeluarkan perintah
agar mereka itu, golongan laki-lakinya dibunuh, meskipun mereka sudah
berlindung ke tirai Ka‘bah. Di antara mereka itu ada yang bersembunyi dan ada
pula yang sudah lari. Keputusan Nabi Muhammad saw. supaya mereka dibunuh
bukan didorong oleh rasa dengki atau karena marah kepada mereka, melainkan
karena kejahatan-kejahatan besar yang mereka lakukan. Beliau tidak pernah
mengenal rasa dengki. Di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Abi Sharah,
orang yang dulu sudah masuk Islam dan menuliskan wahyu, kemudian berbalik
murtad menjadi musyrik di pihak Quraisy. Dia menggembar-gemborkan bahwa
dia telah memalsukan wahyu itu waktu ia menuliskannya. Juga Abdullah bin
Khatal, yang dulu sudah masuk Islam kemudian membunuh salah seorang bekas
budak. Ia berbalik menjadi musyrik dan menyuruh kedua budaknya, Fartanah dan
temannya, menyanyi-nyanyi mengejek Nabi Muhammad saw. Di samping itu
Ikrimah bin Abu Jahal, orang yang paling keras memusuhi Nabi Muhammad saw.
dan kaum Muslimin dan sampai waktu Khalid bin Walid datang memasuki Mekah
dari arah bawah itu pun tiada henti-hentinya mengadakan permusuhan. Ketika itu
Abu Bakar datang membawa ayahnya yang saat itu belum memeluk Islam ke
hadapan Nabi, Nabi Muhammad saw. berkata, “Kenapa orang tua ini tidak tinggal
saja di rumah, biar saya yang datang ke sana.” “Rasulullah,” kata Abu Bakar,
“Sudah pada tempatnya dia yang datang kepadamu daripada engkau yang
mendatanginya." Nabi mempersilahkan orang tua itu duduk dan dielus-elusnya
dadanya, kemudian katanya, “Sudilah menerima Islam.” Kemudian ia menyatakan
diri masuk Islam dan menjadi orang Islam yang baik.

Faktor-faktor keberhasilan Nabi Muhammad saw. pada peristiwa Fathu


Makkah tidak terlepas dari perasaan seiman seagama (Islam) yang sudah terlebih
dahulu dibina oleh beliau. Umat Islam bersatu dalam satu kalimat tauhid, hanya
kepada Allah berserah diri, maka dengan kekuatan yang ada pada waktu itu
dengan 10.000 pasukan berkeyakinan dapat menaklukkan kota Mekah. Di
samping itu, persaudaraan Muhajirin dan Anshar yang sudah semakin mapan
karena telah dibina oleh Nabi Muhammad saw. selama keduanya tinggal di
Madinah, sehingga semakin memperkokoh persatuan. Di samping itu, beliau
melakukan diplomasi dengan memamerkan 10.000 pasukan kepada tokoh Mekah,
Abu Sufyan juga turut andil membuat penduduk kafir Quraisy Mekah merasa
ketakutan karena harus menghadapi bala tentara yang sangat banyak dan belum
pernah ada sebelumnya. Nabi Muhammad saw. juga melakukan cara persuasif,
walau dapat dipastikan menang, tetapi beliau tetap menyanjung tokoh Quraisy
Mekah, Abu Sufyan, dengan mengampuni setiap penduduk Mekah yang ingin
selamat dan aman maka harus masuk ke rumah Abu Sufyan. Perlu diketahui
bahwa Abu Sufyan sangat gila kehormatan, dengan cara seperti itu, maka para
penduduk Mekah berduyun-duyun masuk agama Islam, seperti tokohnya Abu
Sufyan yang juga masuk Islam menjelang Fathu Makkah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Fathu Makkah adalah peristiwa pembebasan kota Mekah oleh kaum


Muslimin. Kaum Muslim datang dengan 10.000 pasukan untuk menduduki
Mekah. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 8 H/629 M. Menurut sejarawan Ibnu
Ishak. Fathu Makkah dipicu oleh pengkhianatan kaum kafir Quraisy terhadap
perjanjian Hudaibiyah
Faktor-faktor keberhasilan Nabi Muhammad saw. pada peristiwa Fathu
Makkah tidak terlepas dari perasaan seiman seagama (Islam) yang sudah terlebih
dahulu dibina oleh beliau. Umat Islam bersatu dalam satu kalimat tauhid, hanya
kepada Allah berserah diri, maka dengan kekuatan yang ada pada waktu itu
dengan 10.000 pasukan berkeyakinan dapat menaklukkan kota Mekah. Di
samping itu, persaudaraan Muhajirin dan Anshar yang sudah semakin mapan
karena telah dibina oleh Nabi Muhammad saw. selama keduanya tinggal di
Madinah, sehingga semakin memperkokoh persatuan. Di samping itu, beliau
melakukan diplomasi dengan memamerkan 10.000 pasukan kepada tokoh Mekah,
Abu Sufyan juga turut andil membuat penduduk kafir Quraisy Mekah merasa
ketakutan karena harus menghadapi bala tentara yang sangat banyak dan belum
pernah ada sebelumnya. Nabi Muhammad saw.

B. Saran
Adapun dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
kami berharap agar kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan daan pengetahuan kita dalam sejarah kebudayaan islam.
DAFTAR PUSTAKA

https://pelajaransejarahislam.blogspot.com/2018/11/faktor-faktor-keberhasilan-
fathul-makkah.html

https://www.bacaanmadani.com/2018/02/faktor-faktor-keberhasilan-fathul-
mekkah.html

You might also like