Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepercayaan diartikan sebagai anggapan atau
keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Dan yang dimaksud dengan
kepercayaan masyarakat Banjar adalah sesuatu yang diyakini atau dianggap oleh masyarakat
Banjar itu sendiri, sebagai sesuatu yang benar ada dan memang sesuatu yang nyata.
Berkaitan dengan mata kuliah Kepercayaan Masyarakat Banjar, penulis di sini akan
membahas salah satu kepercayaan itu. Dan tidak lepas dari kenyataan sekarang bahwa
masyarakat Banjar yang tinggal di desa khususnya masih mempercayai tentang kesialan-
kesialan yang terjadi apabila adat itu tidak dilakasanakan.
Tulisan ini akan membahas tentang ritual-ritual yang dilakukan masyarakat Banjar
sebelum melaksanakan pernikahan. Khususnya, upacara mandi pengantin yang menjadi adat
bagi masyarakat Banjar. Upacara mandi-mandi itu dalam bahasa Banjar disebut
dengan badudus atau bapapai. Upacara ini dianggap sebagai suatu hal yang penting sebelum
dilaksanakannya acara pernikahan bagi masyarakat Banjar.
Dalam makalah ini, penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana prosesi upacara
mandi pengantin itu dilaksanakan. Asal mula upacara mandi-mandi, siapa saja yang harus
melaksanakan upacara mandi pengantin ini, apa saja perlengkapan yang harus disiapkan,
kapan dan di mana upacara dilaksanakan, bagaimana prosesi mandi pengantin itu sendiri
dan nilai apa yang terkandung dalam upacara ini.
Pembahasan
A. Asal Mula Upacara Mandi-Mandi (Badudus/bapapai)
Upacara mandi-mandi (badudus/bapapai) diduga berasal dari tradisi kerajaan
Banjar pada masa dahulu, yaitu Kerajaan Dipa dan Kerajaan Daha. Masyarakat Banjar
mengadakan upacara mandi-mandi ini sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh
kerajaan tersebut.
Badudus dibagi menjadi tiga macam berdasarkan subjek yang melaksanakannya.
Diantara adalah sebagai berikut:
Pertama, pelaksanaan Badudus untuk peralihan status calon pengantin dalam rangkaian
upacara pernikahan adat banjar, atau sering disebut dengan istilahMandi Pengantin. Kedua,
ritual Badudus yang dilakukan oleh orang yang akan menerima gelar kehormatan. Ketiga,
adalah Badudus Mandi Tiang Mandaring, yakni ritual Badudus bagi perempuan Banjar yang
dilakukan pada saat masa kehamilan pertama.[1]
Tapi dalam tulisan ini hanya akan membahas secara khusus tentang ritual mandi
pengantin.
Pada awalnya mandi pengantin hanya dilaksanakan oleh orang yang merupakan
keturunan kerajaan. Namun, dengan runtuhnya kerajaan-kerajaan Banjar, maka masyarakat
melestarikan upacara mandi-mandi sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh
kerajaan, dan upacara mandi-mandi ini tidak hanya terbatas dilaksanakan bagi keturunan
kerajaan akan tetapi sudah meluas ke semua kalangan masyarakat.
Kemudian, selain bahan diatas, untuk orang yang memandikan pengantin yang
biasa disebut dengan paiyasan (orang yang merias pengantin),
diberikan piduduk dansasanguan. Piduduk dan sasangan itu mencakup di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Beras
b. Kelapa dan Gula Merah
c. Jarum dan benang
d. Pisau
Piduduk dan sasangan yang diberikan itu masing-masing mempunyai nilai
tersendiri untuk upacara pengantin tersebut. Beras melambangkan rezeki yang halal. Kelapa
dan gula merah melambangkan bahasa dan tingkah laku persaudaraan. Jarum dan benang
melambangkan kesedian untuk menyulam masa depan. Pisau melambangkan citra wibawa
yang kharismatik dan berpegang pada keyakinan yang teguh.[6]
D. Prosesi Upacara Mandi Pengantin
Setelah berbagai persiapan selesai, pengantin duduk di atas lapik mengahapi saji-
saji yang diperlukan. Dan yang akan memandu upacara mandi pengantin
adalahPaiyasan. Pertama-tama paiyasan mencukur rambut-rambut halus di sekitar dahi,
peilipis, kening, dan kuduk kegiatan ini dinamakan baiyas (dirias) atau bacacantung. Setelah
itu pengantin menuju ke tempat upacara mandi yang telah disiapkan dengan diiringi
pembacaan shalawat, yang disahuti beramai-ramai.
Di tempat upacara mandi, pengantin bersilih kain basahan kuning dan duduk
dengan kaki diluruskan ke arah timur. Paiyasan menggosok badannya dengan kasai temu
giring (sejenis bedak campuran dari temu giring, jeruk purut dan bedak beras), memercikkan
mayang dan daun halinjuang ke atas kepala pengantin sebanyak tiga kali atau tujuh kali
berturut-turut yang diikuti pula oleh perempuan-perempuan tua, menyiramkan air bunga, air
Yasin, dan air doa, yang dilakukan bergantian oleh paiyasandan perempuan-perempuan tua
yang membantunya.
Setelah itu badan pengantin dikeringkan dengan handuk dan bersilih pakaian lalu
naik dan masuk ke dalam rumah untuk duduk kembali di atas lapik. Paiyasan dan perempuan-
perempuan tua mendandaninya, lalu menepung tawarinya, ada yang mengatakan setelah itu
pengantin dilakukan ritual bacarmin yang dilakukan secara bergantian dan berputar sebanyak
3 atau 7 kali. Ritual Bacarmin yang dilakukan secara bergantian atau berputar sebanyak 7 kali
putaran sebagai simbol 7 lapisan langit, melambangkan manusia harus berkaca atau
intropeksi diri.[7] Terakhir dibacakan surah Yasin, pengantin mengempal sedikit ketan dan
memakannya, melempar kue apam dan cucur dan diperebutkan anak-anak kegiatan terakhir
ini dinamakan dengan batumbang.
Semua prosesi selesai, kemudian dilakukan selamatan atau syukuran.
E. Upacara Mandi Pengantin Menurut Pandangan Islam
Dalam hal boleh atau tidaknya mandi pengantin dalam pandangan Islam. Secara
eksplisit tidak ada dinyatakan dalam al-Quran dan hadis tentang hal tersebut. Namun tidak
dapat dipungkiri bahwasanya masyarakat Banjar yang mayoritas muslim, tetap berpegang
kepada adat yang bersifat kaku. Dan yang harus kita pegang di sini, apabila adat bertentangan
dengan agama maka kita harus memenangkan agama.
Menurut hemat kami, mandi pengantin itu tidak ada salahnya, asal tidak ada unsur
kemusyrikan di dalamnya dan tidak melanggar syariat. Mandi pengantin hendaknya
dilaksanakan di tempat yang tertutup. Selain itu, segala yang dilakukan dalam upacara
tersebut diawali dan diakhiri dengan doa yang dipanjatkan hanya kepada Allah.
Kesimpulan
Upacara mandi pengantin berasal dari tradisi kerajaan Banjar pada masa dahulu,
yaitu Kerajaan Dipa dan Kerajaan Daha. Masyarakat Banjar mengadakan upacara mandi-
mandi ini sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh kerajaan tersebut. Pelaksanaan
mandi pengantin awalnya terbatas pada golongan keturunan kerajaan tapi setelah masa
runtuhnya kerajaan-kerajaan Banjar, upacara ini dilaksanakan semua golongan. Dan pada
masa sekarang ini mandi pengantin sudah jarang dilaksanakan walau desa-desa tertentu di
Kalimantan Selatan masih melestarikan adat Banjar tersebut.
Ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaan upacara mandi pengantin ini, seperti
adanya piduduk dengan berbagai macam bahan, dilaksanakannya di dalam pagar mayang.
Apabila calon pengantin sudah melaksanakan pernikahan maka mandi pengantin
dilaksanakan kedua belah pihak, baik pengantin wanita maupun pria.
Ada juga nilai yang terkandung dalam bahan-bahan yang dijadikan
sebagaipiduduk, seperti beras melambangkan kehalalan rezeki, kelapa dan gula merah
melambangkan bahasa dan tingkah laku persaudaraan, jarum dan benang melambangkan
kesedian untuk menyulam masa depan serta pisau melambangkan citra wibawa yang
kharismatik dan berpegang pada keyakinan yang teguh.
Acara mandi pengantin dipandu oleh paiyasan dan wanita-wanita tua sebagai
pembantunya. Dengan berbagai rangkaian acara, diakhiri dengan acara selamatan atau
syukuran. Dalam pandangan Islam sendiri, penulis belum menemukan tentang hukumnya
secara pasti. Namun, menurut hemat penulis, melestarikan adat mandi pengantin boleh-boleh
saja, asalkan tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tidak menyebabkan kemusyrikan.