You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran guru dalam membangun karakter masyarakat tidak bisa kita pandang
sebelah mata, ia bisa melahirkan seorang presiden, dokter, dosen, wirausahawan, polisi
dan semua lapisan masyarakat yang berhasil mencapai cita-citanya maupun yang tidak.
Seseorang tidak akan pernah bisa melanjutkan studinya ke tahap yang lebih tinggi tanpa
bimbingan dari guru, bahkan ia orang pertama kali yang memperkenalkan dunia
pendidikan kepada mereka, mulai dari belajar menulis, membaca dan bertindak sesuai
dengan norma-norma agama. Akhir-akhir ini banyak oknum yang tidak menghiraukan
profesi dirinya sebagai orang nomor satu, dalam istilah jawa “Di gugu lan di tiru” sudah
lenyap sedikit demi sedikit dari diri seorang guru, kesadaran mereka sudah sedikit luntur
seiring perkembangan zaman, mereka menganggap seorang guru ketika ada di kelas saja,
sehingga mereka tidak bisa menjaga tingkah lakunya di luar kelas. Dan ini yang menjadi
problem besar dalam dunia pendidikan.
Maka dari itu, kami akan coba menjelaskan perilaku yang diakibatkan seorang
guru yang kurang bertanggung jawab menjalankan tugasnya sebagai pendidik anak
bangsa, beserta solusi untuk menangani permasalahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Faktor apa yang menyebabkan membiasnya image guru?
2. Bagaimana cara mengembalikan image guru yang telah membias?
3. Mengapa mengambil solusi yang seperti ini?
C. Tujuan
1. Mengetahui penyebab membiasnya image guru
2. Mengetahui cara untuk mengembalikan image guru
3. Mengetahui efektifitas solusi di atas

1
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Faktor yang Menyebabkan Membiasnya Image Guru


Sebelum ke pokok pembahasan, alangkah baiknya kita mengenalkan siapa itu
Guru.
Dalam salah satu istilah dijelaskan bahwa guru itu adalah sosok yang digugu dan
ditiru. Digugu artinya diindahkan atau dipercaya. Sedangkan ditiru artinya dicontoh atau
diikuti. Ditilik dan ditelusuri dari bahasa aslinya, Sansakerta, kata ‘Guru’ adalah
gabungan dari kata Gu artinya kegelapan, kemujudan atau kekelaman. Sedangkan ru
artinya melepaskan, menyingkirkan atau membebaskan. Jadi, guru adalah manusia yang
“Berjuang” terus menerus dan secara gradual melepaskan manusia dari kegelapan. Dia
menyingkirkan manusia dari kemujudan (kebekuan, kemandekan) pikiran. Dia berusaha
membebaskan manusia dari kebodohan yang membuat hidup mereka jauh dari ajaran
Tuhan. Dia berikhtiar melepaskan manusia dari kekelaman yang mengungkung yang
membuat perilaku mereka buruk layaknya hewan1.
Dari makna yang dikandung, sebutan atau julukan-nya jelas guru bukan sekedar
profesi yang mendatangkan uang sebagaimana lazimnya sebuah profesi. Bukan pula
profesi yang mendatangkan gemerlap dunia kepada yang melakoninya. Guru adalah
profesi dimana seseorang menanamkan nilai-nilai kebajikan ke dalam jiwa manusia.
Membentuk karakter dan keperibadian manusia. Lebih dari itu, guru adalah sosok mulia.
Seseorang yang berdiri di depan dalam teladan tutur kata dan tingkah laku, yang
dipundaknya melekat tugas yang sangat mulia menciptakan sebuah generasi yang
sempurna2.
Lepas dari semua kontroversi yang sering ditimbulkan oleh beberapa oknum guru,
kita tidak bisa menafikan peran penting guru dalam hidup kita. Kita sepakat bila
dikatakan guru adalah pelita kegelapan. Kegelapan ilmu dan pengetahuan serta
kekelaman hati dan kejumudan pikiran. Bisa dibayangkan betapa berat tugas guru dan
betapa besar perannya. Peran guru adalah kombinasi peran orang tua, pendidik, pengajar,
pembina, penilai dan pemelihara. Karena itulah sudah selayaknya kita memberikan
apresiasi yang tinggi kepada mereka yang berniat menjadi guru maka dia harus
menyadari tugas pertama seorang guru3.

1
Abdul Aziz Amka, 2012, Guru Profesional Berkarakter, Klaten: Cempaka Putih, Hal. 1
2
Ibid, Hal. 1
3
Ibid, Hal. 2
2
Memahami definisi serta hal lain yang berkaitan dengan guru pada pembahasan di
atas, guru bukan hanya profesi biasa yang hanya butuh modal fikiran, modal fisik dan
juga finansial, melainkan harus mempersiapkan segalanya dengan matang dan tidak
ceroboh dalam bertindak walaupun itu hanya sepele karena bisa jadi hal seperti ini yang
menjadi penyebab membiasnya image seorang guru.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan menyimpangnya image seorang guru
antara lain ialah;
1. Cara berpakaian yang kurang formal.
Tugas pokok seorang guru bukan hanya mengajar di dalam kelas, melainkan juga
memberikan teladan kepada peserta didik untuk selalu berperilaku baik dan
berpenampilan yang patut, sesuai dengan aturan yang diterapkan. Sebenarnya
masalah dianggap hal sepele oleh sebagian guru, Berpakaian ala pemuda dengan
celana jeans atau pensil bersepatu yang tidak mencerminkan seorang pendidik
atau malah berbaju yang tidak patut untuk seorang guru, memang hal ini bukan
problem besar, tapi ketika model berpakaian yang formal sudah tidak diindahkan,
maka ada kemungkinan seorang guru akan melakukan pelanggaran lain yang lebih
besar dan dampaknya bisa dilihat langsung oleh para siswa, sehingga mereka
tidak lagi menghormati guru sebagai orang nomor satu4.
2. Berperilaku yang kurang sopan.
Memahami definisi guru, maka seharusnya bagi para guru untuk menjadi suri
tauladan yang baik dengan cara bertingkah laku yang sopan dan jujur. Coba
bayangkan, bagaimana seandainya guru berperilaku kurang sopan dan ternyata ia
ditiru oleh siswanya. Setelah itu apa yang terjadi? Maka perilaku siswa tersebut
sulit untuk dirubah, bahkan ketika ditegur, mereka pasti punya alasan karena salah
satu gurunya ada yang berperilaku sama. Ketika hal itu sudah terjadi, maka apa
yang bisa kita harapkan dari siswa selaku penerus perjuangan bangsa5.
3. Menggunakan destructive discipline (Merusak kedisiplinan).
Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh peserta didik, bahkan
melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindakan melawan
hukum, melanggar tata tertib, melanggar moral agama, kriminal dan telah
membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Demikian halnya dengan
pembelajaran, guru akan menghadapi situasi yang menuntut mereka harus
melakukan tindakan disiplin.
4
Departeman Wakaf dan Urusan Islam Kuait, 2006, Mausu’ah Fiqhiyyah Al-Kuaitiyyah, Maktabah Syamilah,
Vol 29, Hal. 85
5
Ibid, Vol. 29, Hal. 85
3
Seperti alat pendidikan lain, jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang
benar, maka dapat melakukan kesalahan yang tidak perlu. Sering kali guru
memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang
kesalahan yang dilakukannya, tidak jarang guru yang memberikan hukuman
melampaui batas kewajaran pendidikan dan banyak para guru yang memberikan
hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan. Sering kali
guru memberikan tugas yang harus dikerjakan peserta didik di luar kelas, namun
sangat jarang guru mengkoreksi pekerjaan peserta didik dan mengembalikannya
dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik.
Tindakan tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan disiplin yang
deskruktif, yang merugikan perkembangan peserta didik. Bahkan tidak jarang
tindakan deskructive discipline yang dilakukan guru menimbulkan kesalahan yang
sangat fatal, yang tidak saja mengancam perkembangan siswa tapi juga
mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur, pernah ada kasus seorang murid
mau membunuh gurunya dengan seutas tali rapia hanya gara-gara gurunya
memberikan coretan dengan tinta merah hasil ulangan6.
4. Kurang tegas kepada siswa.
Kurang tegas disini bukan bersikap keras kepada siswa, melainkan bersikap
lembut kepada seluruh siswa dengan merata, tidak pilih kasih. Guru harus menjadi
pendidik yang komunikatif di dalam kelas dan menjadi impresif di luar kelas.
Bersikap lembut ketika suasana kelas dan kondisi siswa nyaman dan bersikap
tegas atau memberikan hukuman terhadap siswa yang menjadi penyebab kelas
tidak kondusif. Jika guru kurang begitu tegas, maka bisa jadi ia dipermainkan oleh
siswanya yang akan berdampak pada kinerja guru sebagai visioner7.
5. Kurang memahami mata pelajaran.
Sebagai seorang guru, seharusnya ia sudah memahami mata pelajaran yang akan
ia sampaikan, baik sebelumnya memang sudah di pelajari atau diulang ketika akan
mengajar. Banyak yang menyepelekan masalah ini, bahkan terkadang ada
sebagian guru yang mempunyai persepsi, “Murid tidak akan tau yang saya
sampaikan itu benar atau salah” ini yang akan menjadi problem besar, bisa jadi
pada waktu itu siswanya baru mengenal pelajaran yang ia sampaikan, tapi di masa
yang akan mendatang, mereka bisa saja lebih pintar dari gurunya sehingga ia
sadar kalau selama itu ia hanya menjadi korban kecerobohan guru. Setidaknya

6
Mulyasa, 2017, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Hal. 26
7
Abdullah Ad-Dawisy Muhammad, 2004, Al-Mudarris wa Maharatit Taujih, Maktabah Syamilah, Hal. 38
4
seorang guru harus mengulang dulu pelajaran yang akan ia sampaikan supaya
tidak terjadi kekeliruan yang berakibat fatal terhadap pemahaman siswa, dan
jangan sampai memberikan pemahaman yang ia sendiri masih kurang faham,
sehubungan dengan ini Allah Ta’ala berfirman, ‫ص َر‬ َّ ‫بِه ِعْل ٌم ِإ َّن‬
َ َ‫الس ْم َع َوالْب‬
ِ ‫ك‬ َ َ‫س ل‬
َ ‫ف َم ا لَْي‬
ُ ‫َواَل َت ْق‬

َ ‫َوالْ ُفَؤ َاد ُك ُّل ُأولَِئ‬


‫ك َكا َن َعْنهُ َم ْسُئواًل‬

Artinya; “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang katamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati
semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (QS. Al-Isra’ 36) 8
Dan juga cara memberikan pemahaman kepada siswa, harus menggunakan bahasa
yang mudah dipaham oleh mereka. Nabi Muhammad SAW bersabda, ‫اشَر اَأْلنْبِيَ ِاء‬
ِ ‫ُِأمرنَا مع‬
ََ ْ
‫َّاس َعلَى قَ ْد ِر ُع ُقوهِلِ ْم‬
َ ‫َأ ْن نُ َعلِّ َم الن‬.
Artinya, “Kami golongan para Nabi diperintah supaya mengajari manusia
dengan kadar akal mereka.” 9

B. Solusi Mengembalikan Image Guru yang telah Membias


Sebagai pemimpin, guru harus menjadi figur yang visioner, yaitu orang yang
berpandangan luas dan jauh ke depan, melewati sekat-sekat primordialitas, seperti
kedaerahan, kesukuan dan sebagainya. Adanya visi inilah yang membuatnya selalu
menyiapkan diri sebaik-baiknya untuk sebuah tugas mulia dan penting.
Untuk mengembalikan image guru yang telah membias, maka seorang guru
dituntut mengerjakan beberapa solusi di bawah ini;
1. Harus efektif dan efisien dalam penggunaan waktu. Efektif dalam penggunaan
waktu maksudnya adalah setiap kesempatan digunakan benar-benar untuk hal-
hal yang bermanfaat dan memberikan nilai tambah bagi dirinya dan
profesinya sebagai guru. Dia tidak ingin berleha-leha dan meninggalkan
waktu dengan sia-sia. Waktu benar-benar digunakan tepat sasaran.
Efisien dalam penggunaan waktu adalah bagaimana guru memanfaatkan atau
menggunakan waktu secermat mungkin sehingga tidak terjadi penumpukan
pekerjaan. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung
jawabnya menjadi lebih terukur.
2. Bertangan dingin, kita dapat mengartikan “Orang yang bertangan dingin”
adalah orang yang selalu berhasil dalam segala upayanya tanpa banyak bicara.

8
Sa’ad As-Sawiir Muhammad, 2007, Majallatul Buhuts Al-Islamiyyah, Maktabah Syamilah, Vol. 73, Hal. 18
9
Al-Mawardi Abul Hasan, 2004, Al-Hawi al-Kabir, Maktabah Syamilah, Vol. 14, Hal. 226
5
Dengan kata lain, orang yang bertangan dingin senantiasa bekerja atau
berkarya tanpa banyak cakap dan tanpa mempedulikan publikasi. Dengan
demikian, guru yang bertangan dingin ialah, guru yang mengajar, mendidik,
mengarahkan dan membimbing siswa dengan sepenuh hati, tanpa mengharap
imbalan dan tidak peduli dengan ada dan tidaknya pujian atas
keberhasilannya. Adapun ciri guru yang bertangan dingin sebagai berikut.
a. Memulai pembicaraan dengan salam. Memberi salam adalah aktivitas
ringan dan sering dianggap sepele. Bahkan di kalangan guru pun memberi
salam ini dianggap sebagai aktivitas yang kurang penting. Rasulullah
SAW, menyuruh kita memberikan dan meluaskan salam. Maksudnya agar
tercipta kedamaian dan ketenangan. Guru yang mengucapkan salam
sebelum dia mulai memberikan pelajaran, berarti dia telah siap
memberikan kedamaian dan ketenangan ke dalam hati siswanya, karena
salam mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat, yang bisa mengubah
benci menjadi cinta dan keengganan bertemu menjadi rindu. Hal ini
senada dengan sabda Rasulullah SAW.
‫أال أدلكم على ما إذا فعلتموه حتاببتم ؟ أفشوا السالم بينكم‬

Artinya, “Maukah kalian aku tunjukkan pada sesuatu, yang kalau kalian
lakukan, maka kalian akan saling mencintai? Yaitu tebarkanlah salam
antara kalian.” (H.R. Muslim)
Memberi salam adalah bagian dari mencintai. Ketika suasana saling
mencintai antara guru dan siswa telah terbina, maka sesungguhnya guru
telah menanamkan bibit-bibit kebaikan dan dia hanya menunggu
keberhasilan para siswanya. Kalau siswa merasa damai dan tenang
berjumpa atau berdekatan dengan guru mereka, maka ilmu dan
pengetahuan yang disampaikan oleh guru akan mudah mereka serap.
b. Berbicara lemah lembut. Mengajar dan mendidik adalah aktivitas yang
menggabungkan banyak kecerdasan. Oleh karena itu, seorang guru tidak
cukup hanya dengan membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan yang
menjadi bidang keahliannya saja. Dia juga harus membekali diri dengan
kecerdasan lainnya, yaitu kecerdasan emosional, spiritual dan sosial. Ini
sangat beralasan, karena guru menghadapi manusia yang mempunyai
pikiran dan perasaan.

6
Mungkin kita harus mengingat kembali cerita Fir’aun, seorang raja yang
mengaku dirinya menjadi Tuhan, bisa menghidupkan dan juga mematikan.
Untuk ukuran manusia, kedurhakaan Fir’aun kepada Allah melampaui
batas dan sudah tidak bisa ditolerir. Akan tetapi, walaupun keadaan
demikian, Allah masih saja memerintahkan Nabi Musa AS dan Nabi
Harun AS untuk menasehatinya dengan kata-kata yang lembut, dalam ayat
Al-Qur’an,
)44( ‫) َف ُقواَل لَهُ َق ْواًل لَِّينًا لَ َعلَّهُ َيتَ َذ َّك ُر َْأو خَيْ َشى‬43( ‫ا ْذ َهبَا ِإىَل فِْر َع ْو َن ِإنَّهُ طَغَى‬

Artinya, “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah


melampaui batas. (43) Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau
takut.” (QS. Thaha 43-44)
Seorang guru yang lemah lembut dalam sikap dan tutur kata akan
melahirkan siswa yang penyayang dan cendrung kedamaian dan
persahabatan. Sebaliknya guru-guru yang kasar dan emosional, akan
dibanci bahkan dijauhi oleh siswanya.
c. Berkata benar dan baik. Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
ِ ‫وقُل لِعِب ِادي ي ُقولُوا الَّيِت ِهي َأحسن ِإ َّن الشَّيطَا َن يْنزغُ بيَنهم ِإ َّن الشَّيطَا َن َكا َن لِِإْل نْس‬
)53( ‫ان َع ُد ًّوا ُمبِينًا‬ َ ْ ْ ُ َْ َ َ ْ َُ ْ َ َ َ ْ َ
Artinya, “Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan
itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isra’ 57)
Satu perilaku yang sekarang ini menjadi perilaku langka dan mahal, yaitu
berkata benar dan baik. Para guru diharapkan berkat baik dan benar
kepada siswanya, karena dengan begitu, para guru telah menanamkan
pohon kebajikan yang buahnya adalah pahala yang tidak ada putusnya.
Buah itu berasal dari sikap dan perilaku baik para siswa yang mereka
didik. Kata yang benar dan baik dari seorang guru mampu menjadi
motivasi bagi para siswa untuk melakukan hal yang sama dengan guru
mereka. Nama sang guru akan terpatri di dalam hati mereka sebagai
teladan hidup dalam sikap dan tutur kata.
d. Simpati dan empati. Seorang guru diharapkan memberikan simpati kepada
siswanya. Simpati adalah semacam penghargaan yang diberikan kepada
siswa yang dapat membuat mereka termotivasi untuk bangkit dari

7
keterpurukan. Disisi lain simpati juga menjadi pemicu bagi para siswa
untuk meraih prestasi puncak atau mempertahankan prestasi yang pernah
ia capai. Simpati yang tulus dan datang dari kejernihan hati bisa berubah
menjadi empati. Simpati adalah merasa senasib atau ikut merasakan
kedukaan dan kesenangan seseorang. Sedangkan empati ialah uluran
tangan seseorang yang merasa simpati. Dalam simpati terdapat perasaan
kasih. Sedangkan dalam empati terdapat perasaan cinta dan sayang.
Rasulullah SAW adalah orang yang simpatik sekaligus empatik. Beliau
bukan hanya ikut merasakan beban umatnya, tapi memberikan ulur tangan
dan seringkali berada di tengah-tengah umat beliau yang sedang
kemalangan. Hal ini senada dengan firman Allah.
)128( ‫يم‬ ِ ٌ ‫ول ِمن َأْن ُف ِس ُكم ع ِزيز علَيهِ ماعنِتُّم ح ِريص علَي ُكم بِالْمْؤ ِمنِني رء‬
ٌ ‫وف َرح‬َُ َ ُ ْ َْ ٌ َ ْ َ َ َْ ٌ َ ْ ْ ٌ ‫لََق ْد َجاءَ ُك ْم َر ُس‬
Artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang
terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah 128).
e. Nasihat berhikmah. Secara bahasa, nasihat artinya memberikan pelajaran
(Moral) atau anjuran agar orang lain berbuat baik dan mendatangkan
manfaat kebaikan. Tentu saja orang yang memberi nasihat harus lebih baik
atau telah melakukan kebaikan seperti yang ia nasihatkan kepada orang
lain. Guru adalah sosok yang paling pantas memberikan nasihat, karena
aktivitas kesehariannya adalah memberikan kebaikan dan mempunyai nilai
kebajikan. Memberikan nasihat hendaknya didasari oleh niat yang tulus,
ikhlas karena Allah, bukan untuk menunjukkan dominasi atau merasa
lebih mulia, lebih pintar dan lebih baik. Nasihat sebaiknya disampaikan
dengan bijaksana dan penuh hikmah, agar orang yang dinasihati bisa
menerima dengan segala hormat. Allah Ta’ala menyeru kita untuk
menyampaikan nasihat dengan hikmah dalam firmannya.
‫ض َّل َع ْن َسبِيلِ ِه َو ُه َو‬
َ ‫َأعلَ ُم مِب َ ْن‬
ْ ‫ك ُه َو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ك بِاحْلِك‬
ْ ‫ْمة َوالْ َم ْوعظَةِ احْلَ َسنَة َو َجادهْلُ ْم بِالَّيِت ه َي‬
َ َّ‫َأح َس ُن ِإ َّن َرب‬ َ َ ِّ‫ْادعُ ِإىَل َسبِ ِيل َرب‬

)125( ‫ين‬ ِ ِ
َ ‫َأعلَ ُم بالْ ُم ْهتَد‬
ْ
Artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa

8
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 125).
f. Berlaku adil. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempat sebenarnya
dan sesuai porsinya. Orang yang adil adalah orang yang pandai
menempatkan diri sesuai dengan yang ia inginkan. Hakim yang adil
memutuskan perkara berdasarkan banyak pertimbangan; akalnya, hatinya,
rasa keadilan masyarakat, tetapi di atas segalanya dia memutuskan perkara
berdasarkan hukum yang telah Allah tetapkan.
Seorang guru harus bersikap adil. Dia tidak boleh memandang rendah
murid yang satu, tapi meninggikan yang lain. Dia tidak boleh mengecilkan
yang satu, seraya membesarkan murid yang lain. Guru yang adil dalam
bersikap dan berbicara menunjukkan kematangan jiwanya. Dia adil dalam
bersikap karena tidak membedakan status sosial siswanya. Adil dalam
berbicara, karena selalu memberikan kesempatan kepada siswanya untuk
menyampaikan isi pikiran dan perasaan mereka. Allah Ta’ala berfirman,
‫ب لِ َّلت ْق َوى‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ‫يا َأيُّها الَّ ِذين آمنُوا ُكونُوا َق َّو ِام‬
ُ ‫ني للَّه ُش َه َداءَ بِالْق ْسط َواَل جَيْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآ ُن َق ْوم َعلَى َأاَّل َت ْعدلُوا ْاعدلُوا ُه َو َأْقَر‬
َ َ َ َ َ
)8( ‫َو َّات ُقوا اللَّهَ ِإ َّن اللَّهَ َخبِريٌ مِب َا َت ْع َملُو َن‬

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-


orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Maidah 8).
Guru tidak boleh bersikap diskriminatif, karena itu yang dilakukan, berarti
dia tidak berlaku adil. Ketidak sukaannya terhadap kelakuan siswa tidak
boleh menghalanginya menegakkan keadilan. Guru harus objektif
memandang masalah sehingga dia bisa bersikap adil dan bijaksana
memutuskan perkara10.

C. Mengapa Menggunakan Solusi di Atas

10
Abdul Aziz Amka, 2012, Guru Profesional Berkarakter, Klaten: Cempaka Putih, Hal. 77
9
Mungkin kalian bertanya-tanya, mengapa harus menggunakan solusi di atas?
Apakah solusi tersebut bisa membawa dampak? Kami akan arahkan dan mungkin bisa
menjawab kejanggalan kalian dengan beberapa poin penting.
1. Solusi yang pertama ialah, harus efektif dan efisien dalam memanfaatkan
waktu. Kenapa solusi ini ada diurutan pertama? Karena kedisiplinan seseorang
itu bisa dilihat dari ke efektifan dan efisiensi dalam mengatur waktu. Guru
yang bisa mengatur dan memanfaatkan waktu, berarti ia telah tangguh dalam
menghadapi problem hidup. Jika gurunya disiplin maka para siswa pasti akan
merasa sungkan ketika mereka melanggar peraturan sekolah.
2. Solusi yang kedua ialah, berbicara yang baik. Pembicaraan yang baik,
mencakup beberapa aspek. 1. Mengucapkan salam ketika akan malaksanakan
pembelajaran dan mengakhiri pembelajaran. Hal ini untuk melestarikan tradisi
ulama’ salaf yang serat dengan manfaat. 2. Bicara dengan lemah lembut.
Dalam artian pembicaraan yang lontarkan oleh guru selama proses belajar
mengajar tidak mengandung hal-hal yang negatif, bebas dari pembicaraan
propokatif, anarkis atau yang lain. 3. Sering-sering menyampaikan motivasi
untuk menarik kembali ghirah para siswa yang selama itu telah mengendor
dan menceritakan kisah yang inspiratif, supaya mereka tidak takut untuk
melangkah lebih jauh lagi.
3. Solusi yang ketiga ialah simpati dan empati. Memberikan penghargaan kepada
mereka yang termotivasi supaya siswa yang lain juga ikut mengerjakan hal
yang sama, dan memotivasi mereka yang masih belum berhasil. Setidaknya
seorang guru harus berusaha menjadi orang tua bagi anak didiknya, mendidik
mereka dengan ulet dan sabar.
4. Solusi yang keempat ialah berperilaku adil, tidak pilih kasih, mendidik siswa
dengan rata, dan menghukum siapapun yang melanggar dengan hukuman
yang setimpal.
Jika seorang guru menjalani solusi yang telah disebutkan, bukan tidak mungkin
seorang siswa akan mengikuti tingkah laku dan menghormat kepadanya, sehingga ia
mempunyai kedudukan tersendiri di hadapan siswanya11.

BAB III

11
Ad-Dzahabi Abu Abdillah, 2007, Nasha’ih wa Taujihat lil Mu’alimin wal Mu’allimat, Maktabah Syamilah,
Hal. 9
10
PEMBAHASAN

Pada bab ini kami akan mengulas sedikit pembahasan tentang mengembalikan
image guru yang telah membias yang hasil tersebut diperoleh dari hasil analisis lapangan.
Kualitas guru yang baik diharapkan dapat mendukung kualitas sekolah itu sendiri
baik dari segi pembelajaran, keperibadian guru serta keprofesionalnya dalam
menjalankan tugas dan kewajiban sebagai seorang guru. Kompetensi keperibadian guru
mencakup guru bertindak sesuai norma agama, hukum, sosial dan kebuadayaan nasional,
menunjukkan pribadi teladan, dewasa, memiliki etos kerja, tanggung jawab yang tinggi,
rasa bangga menjadi seorang guru serta menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Dalam proses analisa lapangan ini kami memperoleh sumber dari salah satu guru
di sekolah Dasar Negri Jambangan, adapun faktor-faktor yang menyebabkan
menyimpangnya image guru dari hasil wawancara kami;
1. Bagaimana pendapat anda cara berpakaian yang kurang formal?
Dalam hal berpenampilan/berpakaian ialah hal yang cukup penting juga,
karena dalam berpakaian merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan
siapa diri kita.
2. Bagaimana pendapat anda tentang pendidik yang berprilaku kurang sopan?
Sudah jelas guru itu panutan anak didiknya terlebih dalam cara berprilaku,
karena sikap dari seorang guru adalah salah satu faktor yang menentukan bagi
perkembangan jiwa anak didik yang akan mendatang.
3. Bagaimana pendapat anda dengan pendidik yang menggunakan destructive
discipline (Merusak kedisiplinan)?
Menjadi profesi ini memang akan mengalami situasi-situasi yang menuntut
mereka untuk melakukan tindakan disiplin, dan jika seorang pendidik tidak
memiliki rencana tindakan benar maka akan dapat melakukan kesalahan,
untuk karenanya seorang pendidik diupayakan mengetahui latar belakang
anak didiknya dan yang paling penting ialah senantiasa mendoakan anak
didiknya.
4. Bagaimana pendapat anda dengan sikap kurang tegas kepada siswa?
Pendidik memang dituntut tegas terhadap semua anak didiknya tanpa ada rasa
sikap pilih kasih didalam mendidiknya, karena apabila terjadi hal yang seperti
ini timbul rasa kecemburuan diantara sesama temannya dan dampak akhirnya
motivasi semangatnya akan menurun.
5. Bagaimana pendapat anda pendidik yang kurang memahami mata pelajaran?

11
Sebagai pendidik seharusnya selalu ingat bahwa mengajar tanpa persiapan
yang matang merupakan tindakan yang dapat merugikan perkembangan anak
didik tersebut termasuk kurangnya memahami mata pelajaran yang akan
disampaikan dan harus diingat bahwa dalam proses pembelajaran, tidak ada
pembelajaran yang berhasil tanpa persiapan yang matang.

BAB VI
12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam uraian yang telah kami sampaikan, setidaknya ada tiga pokok kesimpulan
yang akan kami ulas;
Pertama, faktor penyebab menyimpangnya image guru. Dalam hal ini ada lima
faktor, 1. Cara berpakaian yang kurang formal. 2. Berperilaku yang kurang sopan. 3.
Menggunakan destructive discipline (Merusak kedisiplinan). 4. Kurang tegas kepada
siswa. 5. Kurang memahami mata pelajaran.
Kedua, solusi untuk menangani masalah-masalah di atas ialah dengan cara
berikut, 1. Efektif dan efisien dalam penggunaan waktu. 2. Bertangan dingin, hal
inimeliputi antara lain, a. Memulai pembicaraan dengan salam. b. Berbicara lemah
lembut. c. Berkata benar dan baik. d. Simpati dan empati. e. Nasihat berhikmah. f.
Berlaku adil.
Ketiga, apakah solusi tersebut akan berdampak positif seandainya diterapkan oleh
guru? Dengan uraian yang telah kami sebutkan di sub C, kemungkinan besar solusi ini
akan berdampak positif.

B. Kritik dan Saran


Pada saat pembuatan makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan, dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan
dari banyaknya sumber, penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu
penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.

DAFTAR PUSTAKA

13
Amka Abdul Aziz, 2012, Guru Profesional Berkarakter, Klaten: Cempaka Putih

E. Mulyasa, 2017, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, 2013, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka
Cipta

Abuddin Nata, 2003, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa

Djoko Hartono, 2012, Kekuatan Spiritualitas Para Pemimpin Sukses, Surabaya: Ponpes Jagad
‘Alimussirry

Departeman Wakaf dan Urusan Islam Kuait, 2006, Mausu’ah Fiqhiyyah Al-Kuaitiyyah,
Maktabah Syamilah

Muhammad Abdullah Ad-Dawisy, 2004, Al-Mudarris wa Maharatit Taujih, Maktabah


Syamilah

Muhammad Sa’ad As-Sawiir, 2007, Majallatul Buhuts Al-Islamiyyah, Maktabah Syamilah

Abul Hasan Al-Mawardi, 2004, Al-Hawi al-Kabir, Maktabah Syamilah

Abu Abdillah Ad-Dzahabi, 2007, Nasha’ih wa Taujihat lil Mu’alimin wal Mu’allimat,
Maktabah Syamilah

14

You might also like