You are on page 1of 20

Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi

Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang


Kebebasan Sipil di Indonesia
1
Violetta Lovenika Nur Anwar
Mahasiswa Program Studi S1 Sosiologi, Jurusan Sosiologi,
FISIP Universitas Brawijaya
violettalna@student.ub.ac.id
2
Bella Anggie Minata
Mahasiswa Program Studi S1 Sosiologi, Jurusan Sosiologi,
FISIP Universitas Brawijaya
bellaminata18@student.ub.ac.id
3
Andika Theo Pratama
Mahasiswa Program Studi S1 Sosiologi, Jurusan Sosiologi,
FISIP Universitas Brawijaya
andhika_theo_@student.ub.ac.id
4
Genta Mahardhika Rozalinna
Staff Pengajar Program Studi S1 Sosiologi, Jurusan Sosiologi,
FISIP Universitas Brawijaya
gmrozalinna@ub.ac.id

Keywords: Abstract
Civic; CSO; Freedom; Domestic workers or often known as household assistants or domestic helpers
Domestic; Welfare; are no stranger to their existence in the lives of Indonesian people, both in
Worker; rural and urban areas. Domestic worker or abbreviated as PRT is a job where
Kebebasan Sipil; the worker offers services to the employer to do various household chores,
Kesejahteraan; OMS; such as washing, cooking, cleaning the house, caring for children, and other
PRT household chores. The existence of domestic workers as informal workers or
domestic workers in the household has not been accompanied by clear and
concrete legal rules to recognize and protect domestic workers in their work,
so that domestic workers often become subjects that are ignored and
underestimated, from a status that is marginal and does not exist, not even
rare. Receiving treatment that is detrimental to domestic workers, such as
violations of rights, sexual harassment, to torture or violence perpetrated by
Vol. 2, No. 1, 2022 employers against domestic workers. Against the backdrop of cases of
violations of domestic workers' rights, domestic workers have begun to have
DOI:
the courage to strive for their rights to be protected by the state. Efforts to seek
https://doi.org/10.
decent work for domestic workers have been contained in the Domestic
21776/ub.bjss.202
Workers Bill and the existence of ILO Convention No.189. However, until now
2.002.01.5
the Indonesian state government has not ratified the Domestic Workers Bill to
become the Domestic Workers Law. Therefore it requires the participation of
Submitted: 2022-11-18 all elements of the state including the government and civil society. Through
Accepted:2022-12-25 Civil Society Organizations (CSOs), it is hoped that they can become a bridge

75
76 | Brawijaya Journal of Social Science

for people's aspirations and voices to push for the ratification of the PPRT Bill.
Apart from that, as a democratic country, CSOs are also needed to claim the
title of a democratic country for Indonesia so that civic freedoms can be
upheld for the sake of achieving people's welfare. Especially for marginalized
people like domestic workers.

Abstrak
Pekerja rumah tangga atau yang sering dikenal dengan asisten rumah tangga
atau pembantu rumah tangga sudah tidak asing lagi keberadaannya di
kehidupan masyarakat Indonesia, baik di perdesaan maupun di perkotaan.
Pekerja rumah tangga atau yang disingkat PRT merupakan sebuah pekerjaan
di mana pekerjanya menawarkan jasa kepada pemberi kerja untuk
mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci, memasak,
membersihkan rumah, mengasuh anak dan pekerjaan rumah lainnya.
Keberadaan PRT sebagai pekerja informal atau pekerja domestik di dalam
rumah tangga belum dibarengi dengan aturan hukum yang jelas dan konkrit
untuk mengakui dan melindungi PRT dalam pekerjaannya, sehingga seringkali
PRT menjadi subyek yang diabaikan dan disepelekan dari sebagai status yang
marginal dan tidak eksis, bahkan tidak jarang mendapatkan perlakuan-
perlakuan yang merugikan PRT, seperti tindakan pelanggaran hak, pelecehan
seksual, hingga penyiksaan atau kekerasan yang dilakukan pemberi kerja
kepada PRT. Berlatar belakang dari kasus-kasus pelanggaran hak PRT, PRT
mulai memberanikan diri untuk mengupayakan hak-hak nya agar dilindungi
oleh negara. Usaha untuk mengupayakan kerja layak bagi PRT telah tertuang
dalam RUU PPRT serta adanya Konvensi ILO No.189. Namun hingga saat ini
pemerintah negara Indonesia belum juga mengesahkan RUU PPRT menjadi UU
PRT. Oleh karena dibutuhkan peran serta dari seluruh elemen negara termasuk
pemerintah dan masyarakat sipil. Melalui Organisasi Masyarakat Sipil (OMS),
diharapkan dapat menjadi jembatan aspirasi dan suara masyarakat untuk
mendorong pengesahan RUU PPRT. Selain itu sebagai negara demokrasi, OMS
juga dibutuhkan untuk mengklaim sebutan negara demokrasi bagi Indonesia
agar kebebasan sipil dapat ditegakkan demi tercapainya kesejahteraan
masyarakat terutama bagi kaum marginal seperti PRT.

1. Pendahuluan
Pekerja Rumah Tangga atau yang sering dikenal sebagai pembantu rumah tangga
(disingkat PRT) merupakan salah satu pekerjaan di mana seseorang menawarkan
jasanya untuk melakukan suatu pekerjaan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga,
seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak-anak dan pekerjaan
rumah tangga lainnya yang diberikan oleh majikan. Dalam melakukan pekerjaannya, PRT
memiliki posisi sebagai orang yang membantu pemberi kerja untuk menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga dan mendapat perintah dari pemberi kerja. Di luar negeri
semisal Malaysia, Singapura, dan Hongkong para tenaga kerja yang bekerja pada sektor
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 77

rumah tangga (domestic worker) sudah dianggap sebagai pekerjaan yang ada dalam
sektor formal. Di Indonesia pekerja pada sektor rumah tangga masih masuk ke dalam
kategori pekerjaan pada sektor informal. Dalam sektor informal, jumlah pekerja
perempuan lebih kecil daripada laki-laki, namun pekerja informal perempuan lebih
banyak ditemukan pada pekerja domestik seperti pekerja rumahan atau pekerja rumah
tangga (Utama & Melinda, 2018).
Berdasarkan data terakhir dalam Siaran Pers Komnas Perempuan (2020)
menyebutkan bahwa lebih dari setengah angkatan kerja atau sekitar 70,49 juta orang
bekerja pada sektor informal dan sebesar 61 persen diantaranya pekerja perempuan.
Lebih lanjut, data terakhir juga memperlihatkan bahwa jumlah PRT di Indonesia berada
di kisaran 4 juta orang atau sekitar 60-70 persen dari keseluruhan 9 juta pekerja migran
Indonesia adalah perempuan PRT di luar negeri. Banyaknya PRT di Indonesia
dilatarbelakangi oleh ketersediaan lapangan pekerjaan yang terbatas sehingga sebagian
orang mau tidak mau menjadi pekerja di sektor informal yakni PRT yang melakukan
pekerjaan tanpa membutuhkan modal dan keahlian khusus seperti halnya pekerjaan
lain.
Di sisi lain, keberadaan PRT juga dikarenakan kebutuhan atas bantuan orang lain
untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dikerjakan sendiri oleh
anggota keluarga dalam rumah tangga. Seiring dengan meningkatnya mobilitas
masyarakat saat ini turut mendorong kebutuhan akan jasa PRT yang semakin meningkat
pula. Tingginya kebutuhan jasa PRT dikarenakan kesibukan pemberi kerja yang dimiliki
pemberi kerja untuk mencari penghasilan sehingga tidak memiliki banyak waktu
mengerjakan urusan rumah tangga. Kehadiran PRT menjadi sangat penting dalam
melakukan peran reproduktif atau kerumahtanggaan seperti membersihkan rumah,
memasak, dan mencuci. Dalam mengerjakan urusan rumah tangga sehingga pemberi
kerja dapat bekerja dengan tenang tanpa direpotkan oleh pekerjaan rumah tangga serta
dapat produktif dalam pekerjaannya (Utami, 2005). Oleh karena itu, masyarakat
menganggap bahwa keberadaan PRT dapat mempermudah dan meringankan segala
pekerjaan yang berkaitan dengan rumah tangga.
Namun, keberadaan PRT yang sangat dibutuhkan saat ini tidak dibarengi dengan
aturan yang jelas dan konkrit untuk memberikan pengakuan dan perlindungan hukum
kepada PRT. PRT seringkali menjadi subyek yang seringkali diabadikan dan disepelekan
sebagai status yang marginal dan tidak eksis karena pekerjaan tersebut dilakukan di
ranah domestik yakni di dalam rumah tangga. Secara normatif PRT sebagai suatu
pekerjaan tidak masuk ke dalam kategori pekerjaan pada instansi-instansi pemerintah
maupun swasta karena pekerjaan PRT jauh dari kegiatan produksi. Bahkan, secara sosial,
PRT juga tidak dianggap sebagai sebuah profesi sehingga pemenuhan hak-haknya
seringkali hanya didasarkan pada kemurahan hati, belas kasihan, atau perasaan iba
pemberi kerja. Hal itu yang kemudian menjadikan PRT berada dalam kondisi pekerjaan
yang tidak memiliki aturan hukum selayaknya pekerjaan di sektor formal atau
pengawasan dari lembaga yang berwenang. Dengan kondisi tersebut tentunya
78 | Brawijaya Journal of Social Science

mendorong munculnya berbagai permasalahan yang menjadikan PRT dalam


kerentanan, mulai dari upah yang rendah atau tidak dibayar, jam kerja yang tidak
terbatas, fasilitas keamanan, kesehatan, dan keselamatan bagi PRT yang belum
memadai, hari libur, permasalahan hari libur atau cuti, beban kerja yang tidak terbatas,
dan resiko pelanggaran hak, kekerasan hingga penyiksaan terhadap PRT (Hanifah, 2020).
Dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Sementara itu,
dalam pasal 28 G ayat (1) dan (2) UUD 1945 menegaskan bahwa “Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di
bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
manusia” dan “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain”. Namun, kenyataannya masih sangat banyak PRT di Indonesia yang menjadi
korban pelanggaran hak, pelecehan seksual dan kekerasan, baik kekerasan secara fisik
maupun non fisik (Fundrika, 2022).
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menetapkan hak-hak standar bagi pekerja di Indonesia yang didefinisikan sebagai
“Seseorang yang bekerja dan mendapatkan upah dan atau bentuk upah lainnya”.
Namun, PRT yang seharusnya masuk dalam undang-undang tersebut justru
mengecualikan PRT dari cakupannya dan pekerjaan PRT tidak memperoleh
perlindungan dari undang-undang tersebut. Situasi tidak menguntungkan yang dialami
PRT disebabkan kondisi PRT yang lemah, terutama posisi tawar (bargaining power) yang
tidak setara dalam hubungan ketenagakerjaan (antara pekerja dengan majikan), tidak
adanya organisasi pekerja yang dapat menampung aspirasi dan memperjuangkan
kepentingan pekerja dan kebijakan pemerintah yang kurang responsif dan akomodatif
terhadap kebutuhan PRT serta segala perubahan yang terjadi di dalam masyarakat
(Hanifah, 2020).
Dalam memperjuangkan kerja layak bagi PRT yang tertuang dalam RUU PPRT perlu
didukung oleh seluruh elemen, baik pemerintah maupun masyarakat. Namun hingga
saat ini RUU PPRT belum juga disahkan oleh negara selama 14 tahun. Untuk itu
dibutuhkan peran dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). OMS atau yang bisa dikenal
dengan sebutan Non Governmental Organization (NGO) merupakan organisasi yang
didirikan oleh individu atau kelompok secara sukarela. OMS bertujuan untuk mendukung
serta menopang aktivitas atau kepentingan publik tanpa bermaksud mengambil
keuntungan secara finansial (Herdiansyah & Randi, 2016). OMS juga merupakan
organisasi legal di mata hukum yang telah diatur dalam konstitusi dan sistem perundang-
undangan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 tentang jaminan
bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya.
Pada perkembangannya, peran OMS mulai meluas di banyak negara sejak abad 20,
termasuk di Indonesia. Di negara berkembang, OMS banyak digunakan sebagai jembatan
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 79

bagi lembaga bantuan yang memiliki kekecewaan terhadap negara karena gagal
mengupayakan perbaikan yang berkelanjutan. Selain itu, banyak juga negara industri
yang telah menggunakan OMS sebagai penyedia layanan publik (Probosiwi, 2018). OMS
atau identik dengan masyarakat sipil seringkali dikaitkan dengan adanya pembangunan
demokrasi. Tampaknya masyarakat sipil atau masyarakat madani semakin mendapat
tempat dalam wacana politik di Indonesia. Muhammad (1996) dalam (Probosiwi, 2018)
menjelaskan tiga ciri utama yang melekat pada masyarakat sipil: (1) memiliki
kemandirian yang tinggi dari individu maupun kelompok masyarakat, utamanya ketika
berhadapan dengan negara, (2) memiliki ruang kebebasan publik sebagai wahana bagi
keterlibatan politik secara aktif dari warga negara dan praksis yang berkaitan dengan
kepentingan publik, (3) memiliki kemampuan membatasi kuasa negara.
Masyarakat sipil sebagai suatu wadah atau ruang publik bebas untuk bertransaksi
komunikasi antar warga negara. Sebagai negara hukum dan demokrasi, negara
berwenang mengatur dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Regulasi mengenai
kebebasan publik juga telah diatur dalam UUD RI Pasal 28E ayat 3. Kemudian ditafsirkan
melalui UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “kemerdekaan menyampaikan pikiran dengan lisan,
tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku” (Nasution, 2020). Gerakan kebebasan sipil pada OMS terlihat
dengan banyaknya organisasi masyarakat sebagai wadah perkumpulan yang mandiri
dan komunikatif, serta memiliki peranan advokasi, penelitian dan pengabdian terhadap
kegiatan dan kasus di masyarakat.
Kebebasan publik dalam menyampaikan pendapat merupakan hak yang melekat
pada setiap individu. Hal serupa disampaikan oleh Rosana (38:2016) bahwa diakuinya
HAM merupakan salah satu ciri negara demokrasi. Negara demokrasi selalu ditandai
dengan diberikannya hak kebebasan kepada warga negaranya untuk menyampaikan
aspirasi dan pendapat baik lisan maupun tulisan. Singkatnya, Kamal (47:2015)
menyimpulkan bahwa demokrasi adalah suatu keadaan negara yang dalam sistem
pemerintahannya rakyat memiliki kedaulatan sehingga pemerintahan dilaksanakan oleh
rakyat, begitupun juga kekuasaan dilaksanakan oleh rakyat. Karakteristik mendasar
negara demokrasi adalah keterlibatan warga negara dalam mengambil keputusan
politik, sehingga setiap orang berhak untuk mendiskusi setiap kebijakan negara yang
mengatasnamakan rakyat. Namun permasalahan saat ini adalah adanya penyempitan
ruang publik terhadap beberapa kebijakan pemerintah yang menuai kritikan dari
masyarakat (YLBHI, 2022). Untuk mengekspresikan suara dan kritik terhadap pemerintah,
masyarakat dapat menggunakan OMS sebagai alat atau jembatan untuk mendorong
pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan sosial masyarakat.
OMS merupakan organisasi yang dibentuk masyarakat di luar pemerintah untuk
mendukung seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam suatu negara menjadi
kepentingan bersama. Pelaksanaan strategi yang mantap dibutuhkan OMS untuk
memaksimalkan dampak perubahan dan perbaikan bagi masyarakat, sehingga OMS
80 | Brawijaya Journal of Social Science

lebih banyak bergerak di ruang politik sebagai wujud dari demokrasi yang dianut
(Probosiwi, 2018). Dalam pengesahan RUU PPRT, terutama dalam memperjuangkan
kerja layak bagi PRT, diharapkan OMS ikut andil dalam menjembatani PRT dengan
pemerintah negara untuk segera mengesahkan RUU PPRT sekaligus agar PRT
mendapatkan hak kerja layak. Melalui forum atau organisasi-organisasi PRT, OMS
diharapkan berperan dalam pengembangan kegiatan maupun strategi yang harus
dilakukan PRT agar hak-hak nya dapat terpenuhi oleh negara.
Bagaimana peran OMS dalam menjembatani PRT untuk mendorong pemerintah
dalam mengesahkan RUU PPRT serta mendorong regulasi kerja layak bagi PRT akan
menjadi tujuan dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui bagaimana realitas dari penerapan kebebasan sipil di Indonesia, yang pada
kenyataannya di negara demokrasi seperti Indonesia justru terjadi penyempitan ruang
kebebasan sipil sehingga aspirasi dan keinginan masyarakat dibatasi oleh negara
(Probosiwi, 2018).

2. Metode Penelitian
Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang berusaha
untuk menggali dan menelaah data dengan lebih mendalam tentang upaya Organisasi
Masyarakat Sipil (OMS) dan Pekerja Rumah Tangga (PRT) untuk mendapatkan ruang
kebebasan sipil di Indonesia. Dalam studi ini menggunakan beberapa teknik
pengambilan data, yaitu 1) Pengambilan data melalui Focus Group Discussion (FGD),
proses FGD dilakukan bersama 14 mahasiswa yang diambil dari jurusan dan universitas
yang berbeda di Indonesia untuk menyebarkan relasi pengetahuan akan pentingnya
ruang kebebasan public bagi OMS dan PRT. Selain itu, pemilihan peserta FGD dipilih
berdasarkan jurusan yang berasal dari sains teknologi dan sosial humaniora. Pemilihan
dua jurusan tersebut dipertimbangkan guna mengetahui pengetahuan OMS dan PRT di
mahasiswa. Melalui FGD ini diharapkan juga dapat membahas persoalan-persoalan
sekaligus menyebarluaskan pengetahuan mengenai OMS, PRT, beserta isu RUU PPRT
yang belum disahkan. 2) Melalui data sekunder, dalam hal ini pencarian data sekunder
terkait dengan OMS dan PRT di Indonesia. Beberapa sumber data sekunder yang diambil
adalah melalui artikel berita, artikel jurnal, serta data pemerintah yang termaktub dalam
Badan Pusat Statistik (BPS).

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Kerentanan PRT terhadap Kasus-kasus Pelanggaran Hak, Kekerasan dan
Penyiksaan di Indonesia
Pekerja rumah tangga merupakan salah satu jenis pekerjaan di sektor informal
yang banyak didominasi kaum perempuan. Berdasarkan pada siaran pers Komnas
Perempuan (2020) ILO memperkirakan jumlah PRT di seluruh dunia mencapai kurang
lebih 67,1 juta orang dan 11, 5 juta atau 17,2 persen diantaranya adalah PRT migran.
Dalam konteks Indonesia lebih dari setengah angkatan kerja atau sekitar 70,49 juta orang
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 81

bekerja pada sektor informal dan 61 persen diantaranya adalah pekerja perempuan. Data
terakhir menunjukkan jumlah PRT di Indonesia kurang lebih mencapai 4 juta orang dan
sekitar 60-70 persen dari keseluruhan 9 juta pekerja migran Indonesia adalah perempuan
yang bekerja sebagai PRT di luar negeri (Siaran Pers Komnas Perempuan Peringatan Hari
Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional, 2020).
Namun, pekerjaan domestik yang dilakukan PRT seringkali diabaikan dan
disepelekan sebagai status yang marginal dan tidak eksis. Hal itu dikarenakan pekerjaan
di dalam rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan informal sehingga tidak ada
kebijakan atau aturan hukum yang mengaturnya dan akibatnya sering tidak
diperhatikan. Tidak adanya pengakuan dan perlindungan hukum yang memadai
membawa PRT dalam kerentanan yang berujung pada tindak diskriminasi, pelanggaran
hak, kekerasan hingga penyiksaan terhadap PRT. Kondisi itu dapat kita lihat dari Catatan
Tahunan Komnas Perempuan (2020) yang melaporkan adanya 17 kasus PRT sepanjang
tahun 2019 yang pengaduannya diterima secara langsung oleh Komnas Perempuan, 17
kasus PRT yang dilaporkan ditangani oleh Women Crisis Centre dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (WCC & LSM), dan 2 kasus PRT yang dilaporkan ditangani oleh pengadilan
negeri. Selain itu, catatan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA
PRT) dalam kurun waktu 2015 hingga 2019 terdapat sekitar 2.148 kasus PRT dalam
berbagai bentuk yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi bahkan
kekerasan berlapis yang berujung pada kematian (Siaran Pers Komnas Perempuan
Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional, 2021). Lebih lanjut, PRT
mengalami kerentanan berlapis selama pandemi Covid-19, sebagaimana temuan dalam
Kajian Komnas Perempuan tentang Dampak Kebijakan Penanganan Covid-19 yang
memperlihatkan bahwa PRT yang bekerja dan tinggal di rumah majikan rentan terpapar
virus corona karena melayani keluarga pemberi kerja terutama yang sedang dalam
kondisi sakit. Kerentanan itu juga diperparah dengan keadaan PRT yang tidak memiliki
jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan serta terabaikan dari skema bantuan
nasional, ditambah lagi lapis kerentanan PRT bertambah dengan ancaman kehilangan
pekerjaan tanpa gaji dan pesangon yang membuat PRT semakin sengsara. Hal ini pun
selaras dengan pengetahuan dari pernyataan peserta FGD yang menyebutkan bahwa gaji
PRT yang diberikan belum sesuai (Puspita, 2022).
“Berdasarkan pada majikan-majikan dimana dia bekerja sehingga
gaji yang layak ini perlu di apa ya perlu di garis bawahi berapa sih apa
yang harus dikategorikan gaji yang layak bagi PRT itu seperti apa.
Karena masih banyak dijumpai di luaran sana gaji – gaji PRT itu tidak
sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan sebagai untuk gaji
yang layak memang menjadi concern tersendiri dan harus digaris
bawahi. PRT itu berdasarkan majikanya atau dimana tempat para
PRT tersebut bekerja sehingga gaji yang layak itu perlu perlu sekali
ya di di gali ataupun disuarakan” (Hasil FGD, 16 Juli 2022)
82 | Brawijaya Journal of Social Science

Pada awal tahun 2022 hingga bulan Juni 2022 terdapat beberapa kasus PRT yang
muncul dalam pemberitaan media massa. Pertama, dilansir dari krjogja.com (Widyo,
2022) terdapat PRT asal Cilacap bernama Irnawati yang mendapat kekerasan oleh kedua
majikannya (suami-istri). Kekerasan yang diperoleh meliputi pukulan dengan shower,
kepala dibenturkan ke tembok, rambut dan baju digunting, hingga disiram air panas.
Lebih parahnya lagi, korban diminta untuk melukai dirinya sendiri dan divideo oleh
pelaku. Video rekaman tersebut kemudian diberikan kepada tetangga untuk dijadikan
alibi bahwa korban mengalami gangguan kejiwaan. Korban mengaku bahwa ia merasa
tidak betah dan merasa bekerja dalam situasi tidak kondusif karena banyaknya tekanan
dan sering disalahkan sehingga ia ingin berhenti bekerja tetapi diminta majikan untuk
mencarikan pengganti terlebih dahulu. Kedua, dikutip dari voi.id (2022) terdapat oknum
polisi di Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Kepolisian Daerah
Sulawesi Selatan diduga memperkosa PRT yang bekerja bersamanya dengan
menjanjikan korban yang berumur 13 tahun tersebut bahwa pelaku akan membiayai
pendidikan korban dan kebutuhan hidup keluarga korban. Korban sendiri menyatakan
bahwa dirinya memang hidup miskin bersama keluarganya dan menerima pekerjaan
sebagai PRT di rumah polisi tersebut. Korban juga mengakui bahwa dirinya selalu
diperkosa majikannya di rumah keduanya karena di rumah pertama terdapat anggota
keluarganya. Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Nana Sudjana mencopot jabatan oknum
perwira menengah di Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulsel
yang diduga memperkosa PRT yang bekerja dengannya untuk mempermudah kasus
tersebut. Ketiga, dilansir dari kumparan.com (2022) Polsek Cengkareng telah
menetapkan majikan berinisial S berumur 52 tahun sebagai tersangka atas kasus
pemerkosaan terhadap PRT berusia 19 tahun di Cengkareng, Jakarta Barat. Akibat kasus
tersebut, korban hamil dan bayinya dijual oleh pelaku seharga Rp. 10 juta. Kapolsek
Cengkareng Kompol Ardhie Demastyo mengatakan bahwa kasus pemerkosaan tersebut
sudah terjadi selama tiga tahun sejak korban berusia 16 tahun hingga 19 tahun dan
akhirnya hamil. Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan, korban bekerja sebagai
penjaga warung kelontong milik pelaku. Pada saat pelaku datang melihat warungnya,
tiba-tiba muncul hasrat pelaku untuk mencabuli korban hingga pada akhirnya terjadi
pemerkosaan. Saat itu, korban berusaha melawan tetapi pelaku mengancam memukul
korban apabila tidak menuruti kemauan pelaku untuk berhubungan intim. Keempat¸
dilansir dari kumparan.com (2022) seorang PRT berinisial R di Kabupaten Bandung
mendapatkan tindak kekerasan dari majikannya yang merupakan suami-istri berinisial
YK dan LF. Aksi kekerasan itu dilakukan mulai dari menggunakan tangan kosong hingga
perabotan rumah tangga, bahkan seringkali menyekap korban dengan cara
menguncinya di dalam rumah dan dilarang untuk berkomunikasi dengan siapa pun. Hasil
dari pemeriksaan, penyiksaan telah dilakukan sejak Agustus sampai dengan Oktober
yang mengakibatkan korban menderita sejumlah luka lebam di bagian wajah dan
punggung. Dalam pengungkapan itu juga terdapat sejumlah perabotan rumah tangga
yang turut diamankan polisi sebagai barang bukti penyiksaan pelaku terhadap korban.
Kelima, dikutip dari news.detik.com (2022) perempuan PRT berinisial F berumur 24 tahun
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 83

yang menjadi korban penyekapan laki-laki tidak dikenal di wilayah Pondok Petir, Depok.
Pada saat itu, korban sedang berjalan kaki menuju ke rumah pemberi kerja, tiba-tiba
terdapat pria misterius yang membekap korban dari belakang. Kemudian, pelaku
melarikan diri karena korban berusaha memberontak dan berteriak sambil menangis.
Menurut Kanit Reskrim Bojongsari Iptu Bowo menyatakan bahwa alasan korban tidak
melapor karena merasa malu dengan kejadian penyekapan yang dialaminya. Meskipun
demikian, pihak kepolisian setempat tetap akan mencari pelaku dan motif pelaku
melakukan penyekapan.
Kasus-kasus kerentanan PRT di Indonesia yang telah dipaparkan di atas
memperlihatkan bahwa dalam kasus tersebut PRT tidak mampu melarikan diri dari
berbagai tindak kekerasan karena posisi mereka yang rentan, tidak terlindungi hukum
secara penuh, dihantui rasa malu atau takut, tidak memiliki uang dan tidak mengenali
lingkungan tempat tinggal kerja sehingga mereka tidak mendapatkan kebebasan dan
terpinggirkan sebagai pekerja di dalam rumah tangga. Selain itu, kasus-kasus PRT yang
terjadi di Indonesia menunjukkan kelalaian pemerintah dalam memenuhi hak-hak warga
negara khususnya hak-hak para PRT yang dapat mengakui dan melindungi mereka
sebagai pekerja dalam sektor domestik yakni dalam rumah tangga. Pada akhirnya PRT
mendapatkan kebebasan sipil yang diakui dan dilindungi secara hukum sehingga pada
akhirnya dapat menyejahterakan kehidupan PRT.

3.2 Peran OMS sebagai Jembatan Aspirasi PRT


OMS berperan penting dalam mengisi kekosongan peran yang dibutuhkan untuk
pembangunan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat rentan dan termarjinalkan.
Oleh karena peran OMS sangat dibutuhkan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
sosial di Indonesia, OMS memiliki peranan yang sangat besar dalam membantu
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Bahkan di negara
berkembang seperti Indonesia, OMS memainkan fungsi penting dalam memberikan
fasilitas pembangunan yang partisipatif, memperkuat proses demokrasi dan
menciptakan kondisi pemberdayaan masyarakat (Wuliyanti & Laksmono, 2022).
Pentingnya keberadaan OMS ini mendorong masyarakat untuk membentuk sebuah
organisasi yang memiliki kemampuan dalam bertahan hidup demi keberlanjutan melalui
program-program dan layanan yang dimilikinya. Apalagi pada pengembangan era
reformasi dan otonomi seperti saat ini yang mana pemerintah, swasta dan masyarakat
dapat melakukan kegiatan yang aman, tentram, tertib dan teratur sesuai aturan yang
berlaku. Untuk itu diperlukan organisasi baik publik milik pemerintah maupun organisasi
non-pemerintah (NGO) yang terlibat didalamnya (Nur Efendi & Prihantika, 2019).
OMS merupakan potensi masyarakat yang harus didorong pengembangannya dan
diberikan kesempatan untuk berkembang serta memunculkan gagasan ide sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Berdasarkan data Kemendagri (2019) per
tanggal 31 Juli 2019 jumlah OMS yang terdaftar di Indonesia adalah 420.381, dengan
kategori sebagai berikut: (1) OMS yang mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
84 | Brawijaya Journal of Social Science

berjumlah 25.821 dengan rincian di Kemendagri berjumlah 1.688 di Provinsi berjumlah


8.170, dan di Kabupaten/Kota berjumlah 16.954, (2) OMS yang memiliki badan hukum di
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berjumlah 393.497 yang
terdiri dari Perkumpulan yang berjumlah 163.413 dan Yayasan yang berjumlah 230.084,
(3) Sedangkan OMS Asing yang terdaftar di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berjumlah
72 OMS Asing.
Banyaknya OMS yang terbentuk di Indonesia menunjukkan simbol kebangkitan
masyarakat masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak dan kepentingannya. Hal ini
pun menunjukkan bahwa masyarakat mulai kritis dan dapat memunculkan wacana
tandingan terhadap kebijakan yang dibuat oleh negara (Wuliyanti & Laksmono, 2022).
Banyak dan beragamnya OMS di Indonesia memungkinkan bahwa masyarakat sipil telah
berpartisipasi dan terlibat langsung dalam proses pembangunan dan pemberdayaan
dalam tata kelola negara. Secara tidak langsung OMS dapat membantu dalam
penyelesaian permasalahan pada kelompok rentan, marginal, bahkan melakukan
pemberdayaan masyarakat serta pembangunan negara guna terciptanya struktur negara
yang berpacu pada kesejahteraan sosial. OMS dalam hal ini sebagai elemen kritis ketika
pemerintah tidak dapat menjalankan pemerintahan dengan baik dengan menanggulangi
isu-isu tertentu, termasuk juga isu PRT terhadap kasus-kasus pelanggaran hak,
kekerasan, serta penyiksaan.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya OMS perlu memiliki sumber daya dan
kemampuan untuk menjalankan organisasinya dengan baik agar dapat berkelanjutan
sehingga perannya dapat optimal dalam memberdayakan masyarakat serta membantu
pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat sipil dalam
negara.

Gambar 1. Indeks Keberlanjutan OMS Tahun 2020

Tabel tersebut menunjukkan indeks keberlanjutan OMS di Indonesia pada tahun


2020 yang berada pada angka 3,9 (Wuliyanti & Laksmono, 2022). Indeks keberlanjutan
OMS tersebut mengukur keberlanjutan sektor masyarakat sipil yang meliputi tujuh
dimensi keberlanjutan yaitu lingkungan hukum, kapasitas organisasi, kemampuan
finansial, advokasi, penyedia layanan, infrastruktur sektoral, serta citra publik. Lebih
lanjut, keterangan indeks meliputi: (1) untuk angka indeks 1-3 artinya keberlanjutan
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 85

dapat dipertahankan, (2) angka indeks 3-5 artinya keberlanjutan masih berproses dan
berevolusi, sedangkan (3) angka indeks 5-8 artinya keberlanjutan mengalami
keterlambatan. Angka indeks 3,9 menunjukkan bahwa keberlanjutan OMS di Indonesia
masih berproses dan berevolusi.
Indeks keberlanjutan OMS di Indonesia memungkinkan untuk meningkatkan
aspirasi publik. Selain memperkuat pelembagaan demokrasi, OMS mampu menjadi
organisasi yang menyumbangkan dana bahkan menciptakan lapangan pekerjaan
(Wuliyanti & Laksmono, 2022). Ketika sektor negara masih sangat tertutup dan sektor
bisnis belum berkembang pesat sesuai dengan mekanisme pasar, disini peran OMS
sangat penting dalam memberikan solusi terkait permasalahan masyarakat. Untuk itu
diperlukan juga adanya aspirasi dari masyarakat terkait apa yang dibutuhkan dan apa
yang dikeluhkan. Dalam konteks jalannya sistem pemerintahan, aspirasi masyarakat
sangatlah penting. Caroline Sarojini Hart dalam (Setiyowati & Ispriyarso, n.d.)
menyatakan bahwa pentingnya aspirasi untuk mengejar perkembangan manusia dan
berkembang untuk semua. Aspirasi masyarakat sipil ini merupakan salah satu bentuk
partisipasi masyarakat dimana aspirasi merupakan keinginan kuat dari masyarakat yang
disampaikan dalam bentuk pernyataan sikap, pendapat, harapan, kritikan, maupun
masukan dan saran dengan tujuan yang ingin dicapai pada waktu yang akan mendatang.
Dalam konteks OMS, aspirasi masyarakat dibutuhkan guna menciptakan kesejahteraan
sosial dalam tatanan pemerintahan negara.
Berbicara mengenai aspirasi masyarakat, pada dasarnya seluruh masyarakat
Indonesia mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan aspirasinya kepada
pemerintah, maupun aspirasi untuk memperjuangkan hak dan kewajibannya. Dalam
konteks negara kesejahteraan, perlindungan hukum dibutuhkan bagi seluruh
masyarakat negara, termasuk juga bagi PRT. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk
tanggung jawab negara dalam upaya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi
hak dasar bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali, termasuk hak dasar PRT (Sofiani,
2020). Apalagi PRT merupakan salah satu pekerja yang seringkali disepelekan dengan
status yang marginal. Hal ini menyebabkan banyaknya penyelewengan hak PRT yang
dibuktikan dengan munculnya kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan bagi PRT di
Indonesia. Sehingga aspirasi dari PRT sangatlah penting guna mengentaskan PRT dari
kelompok marginal serta sebagai upaya dalam meminimalisir terjadinya kasus-kasus
penyelewengan hak bagi PRT. Aspirasi yang diutarakan oleh PRT tertuang dalam
Rancangan Undang-Undang (RUU) PRT.
Arah kebijakan perlindungan hukum bagi PRT tidak hanya dengan cara
pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, melainkan lebih luas lagi harus
melakukan pembaruan hukum agar perlindungan terhadap PRT dapat terwujud secara
maksimal. Disisi lain pembentukan kebijakan yang berkaitan dengan PRT tidak hanya
didominasi pemerintah. Melainkan juga harus melibatkan organisasi buruh dan OMS
(Sofiani, 2020). Disini peran OMS sangat dibutuhkan untuk turut serta menyusun RUU PRT
dan kemudian mengawal RUU tersebut hingga disahkan sehingga kasus-kasus
86 | Brawijaya Journal of Social Science

penyelewengan hak PRT dapat segera teratasi dengan memberikan efek jera dan proses
hukum bagi pelaku ataupun majikan.
Selain itu dalam menyampaikan aspirasi PRT, OMS juga berperan untuk
mengupayakan kepentingan PRT untuk meningkatkan kesejahteraan dan melakukan
perubahan sosial bagi PRT, dimana aspek kesejahteraan tersebut tidak dapat dipenuhi
hanya dari institusi pemerintahan. Menurut Bastian (2007) secara umum terdapat
karakteristik OMS dalam menjalankan peran dan fungsinya (Herdiansyah & Randi, 2016),
yaitu: (1) fokus pada kebutuhan masyarakat bawah dan berimplikasi terhadap
kebutuhan organisasi dalam penyaluran informasi serta pemberdayaan masyarakat, (2)
meningkatkan partisipasi bagi kelompok sasaran dalam mencapai program tujuan yaitu
kemajuan dan pemberdayaan, (3) memperkenalkan inovasi yang bermanfaat dan
memecahkan masalah pada kelompok sasaran yang mudah diadaptasi sesuai kondisi
kelompok sasaran, (4) memiliki program yang terbatas dalam skala kecil untuk
mempermudah pemantauan, pencapaian, serta ketepatan sasaran, (5) memiliki
komitmen tinggi dalam merealisasikan idealisme untuk memberdayakan dan membantu
kelompok sasaran yang membutuhkan atau termarjinalkan, (6) menyajikan transparansi
dalam penggunaan anggaran sehingga bebas dari kemungkinan terjadinya tindak
korupsi. Berdasarkan pernyataan karakteristik OMS dalam menjalankan peran dan
fungsinya, OMS diharapkan dapat mendorong perubahan sosial melalui pemberdayaan
PRT. Adanya OMS yang berperan dalam menjembatani aspirasi PRT ditandai dengan
intensitas interaksi antar anggota OMS dan anggota PRT yang diberdayakan.
“Kalau bisa sih untuk OMS itu selalu bisa menjalankan fungsi advokasi untuk
membela hak masyarakat juga memberdayakan masyarakat serta
lingkungannya seperti itu terkait kerjasama kurang lebih sama dengan yang lain
dengan kerjasama itu dapat mencapai tujuan lebih jauh lagi seperti itu” (Hasil
FGD, 16 Juli 2022)
Bahkan pada batasan tertentu OMS telah mengambil alih peran negara dalam
menyediakan ruang aspirasi bagi PRT, memberikan advokasi bagi PRT, serta menggali
partisipasi penuh terhadap PRT agar mereka dapat memperjuangkan hak nya untuk
mendapatkan keadilan dalam negara. Kemudian OMS juga berperan sebagai mediator
yang menjembatani jarak antara PRT dengan struktur negara atau pemerintah pada
tingkat pusat maupun daerah. Dengan demikian, di era demokrasi baru ini OMS memiliki
fungsi strategis sebagai pelopor yang melayani perubahan sosial dalam penguatan pada
ranah masyarakat sipil.

3.3 Ruang Kebebasan Sipil, untuk Siapa?


Pembatasan dan campur tangan negara terhadap aktivitas masyarakat seperti
berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat sipil menjadi ancaman bagi
masyarakat sipil. Hal ini menyebabkan menyempitnya ruang kebebasan publik bagi
aktivitas masyarakat sipil. Tak hanya itu, pemerintah juga terus berupaya untuk
membatasi ruang gerak masyarakat sipil. Pembatasan tersebut terlihat pada aspek
partisipasi gerak masyarakat sipil guna mengklaim hak-hak mereka serta mempengaruhi
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 87

struktur politik dan sosial di sekitarnya. Struktur yang dimaksud adalah pengekangan
pada Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang wajib mendaftar dan upaya pemerintah
terus terlibat dalam kegiatan mereka (Putra 2022). Tak hanya berhenti pada peraturan
untuk mewajibkan OMS mendaftar dan upaya campur tangan dari pemerintah turut serta
dalam aktivitas dan kegiatan OMS saja. Namun, pembatasan ruang kebebasan sipil
tersebut juga nampak pada pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Putusan PTUN Jakarta No.
211/G/2017/PTUN.JKT. Pembubaran Ormas HTI tersebut dinilai menjadi bentuk
pelanggaran terhadap warga masyarakat yang sudah dilindungi, yang berupa hak untuk
berkumpul, melaksanakan rapat, berserikat, berhak mendirikan partai politik, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi lainnya untuk berperan dalam jalannya
pemerintahan dan penyelenggaraan negara (Marfiando 2020). Tak hanya HTI, pada tahun
2020 organisasi Front Pembela Islam (FPI) pun ikut menyusul HTI terkait dengan
pembubaran dan pencabutan izin organisasi (Putra 2022). Melalui kasus tersebut dapat
diketahui bahwa negara pun juga ikut melakukan pembatasan terkait kegiatan
penggalangan dana dan pendanaan asing terutama untuk advokasi, kepentingan umum,
serta kelompok-kelompok lainnya yang tidak menguntungkan (Edwards 2011). Di
Indonesia sendiri kebijakan pendaftaran OMS akan menciptakan lingkungan yang tidak
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembang OMS. Selain itu dampak yang terjadi ketika
OMS tidak terdaftar adalah adanya stigmatisasi, pembatasan akses sumber daya,
pelarangan aktivitas, pembubaran organisasi, hingga tindak kriminalisasi (Anonim
2020b).
Menyempitnya ruang kebebasan sipil tidak hanya dirasakan pada OMS saja.
Menyempitnya atau bahkan tidak adanya ruang kebebasan sipil juga dialami oleh Pekerja
Rumah Tangga (PRT) yang masih kerap dipanggil dengan sebutan “pembantu”, “asisten
rumah tangga”, atau bahkan “rewang”. Salah seorang PRT bernama Yuni bercerita
bahwa ia tidak diperbolehkan tergabung dalam organisasi PRT oleh majikannya. Hal
yang menjadi menarik adalah peran dari majikan atau pengguna jasa terhadap
keikutsertaan Yuni tergabung ke dalam organisasi. Sebenarnya Yuni pun telah
menyampaikan kepada majikannya terkait keikutsertaannya di organisasi PRT dan telah
mengantongi izin serta mendapatkan respons yang positif. Selain itu Yuni juga telah
menyampaikan bahwa ia dapat melakukan serta mempelajari berbagai hal seperti,
mengikuti aksi, belajar Bahasa Inggris, komputer, beserta keterampilan lainnya. Namun,
Yuni menuturkan bahwa 2 hari setelah itu ia dikeluarkan dengan alasan suami sang
majikan tidak memperbolehkan jika tergabung dalam sebuah organisasi. Kemudian,
alasan yang dikatakan adalah takut akan menimbulkan masalah karena suami dari
majikan Yuni bekerja di suatu perusahaan besar (Anonim 2022). Padahal, organisasi
adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan waktu luang seseorang mungkin dipenuhi
oleh berbagai organisasi lainnya. Selain itu dengan berorganisasi dapat membentuk
jaring dan struktur sosial yang pada akhirnya memiliki rasa peduli terhadap kegiatan
pendidikan serta budaya (Parker et al., 1981). Berdasarkan cerita yang telah diungkap
88 | Brawijaya Journal of Social Science

oleh Yuni, nyatanya selaras dengan pengetahuan mahasiswa terhadap adanya relasi
kuasa yang dimainkan oleh majikan atau pengguna jasa dengan PRT itu sendiri.
“jadi sedikit banyak tau gitu praktek kerja, dan hubungan industrial
juga tau sedikit sih. dan yang saya lihat dari PRT ini ada apa yaa ee
relasi kuasa yang nggak seimbang gitu antara majikan dan buruh,
kebanyakan ya bukan berarti semua kayak gitu, dimana yang pada
akhirnya akan muncul potensi-potensi buat kekerasan baik
kekerasan fisik maupun kekerasan emosional gitu buat para
pembantu atau PRT, bahasa kasarnya pembantu kan, gitu.” (Hasil
FGD, 16 Juli 2022)
Cerita Yuni menunjukkan bahwa PRT di Indonesia tidak sepenuhnya atau bahkan
tidak diberikan ruang kebebasan untuk berorganisasi dan berserikat. Hal ini sebenarnya
bersinggungan dengan aktivitas PRT itu sendiri selama melakukan pekerjaan untuk
majikannya. Sehingga dengan banyaknya aktivitas yang dilakukan, PRT tidak banyak
memiliki waktu luang yang dapat dimanfaatkan untuk mengikuti organisasi maupun
waktu untuk dirinya sendiri. Maka hal ini juga menjadi salah satu penyebab PRT tidak
mendapatkan perlindungan serta pemenuhan hak-hak yang seharusnya didapatkan.
Terlebih lagi, PRT juga menjadi salah satu kelompok masyarakat yang rentan akan
eksploitasi, diskriminasi, gaji yang tidak sesuai, hingga pelecehan dan kekerasan seksual.
Seharusnya dengan keikutsertaan PRT untuk berserikat dan berorganisasi dapat menjadi
wadah bagi mereka untuk saling mencegah adanya KDRT maupun kekerasan, pelecehan
seksual, hingga perdagangan anak. Terlebih lagi, sampai saat ini di Indonesia tidak
kunjung mengesahkan RUU PRT yang telah mandek selama 18 tahun.
“PRT itu disebut sebagai pekerja rentan dimana mereka tuh rentan
terhadap tidak ada kepastian jam kerja ee tidak ada kepastian gaji
atau upah.”
(Hasil FGD 16 Juli 2022)

“Karena masih banyak dijumpai di luaran sana gaji–gaji PRT itu tidak
sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan sebagai untuk gaji yang
layak memang menjadi concern tersendiri dan harus digaris bawahi.”
(Hasil FGD 16 Juli 2022)
Pada akhirnya, segala upaya yang dilakukan oleh PRT dan organisasi PRT masih
saja terbatas oleh kuasa negara. Lebih lanjut lagi, peran OMS sebagai jembatan aspirasi
bagi PRT juga terancam karena negara telah melakukan pembatasan-pembatasan bagi
mereka. Lantas, apa yang dimaksud dengan kebebasan sipil? Pertanyaan tersebut
membawa kita pada definisi kebebasan sipil sebagai bagian dari hak-hak sipil dan politik
warganegara (civil rights) yang wajib dihormati, dipenuhi, dan dilindungi oleh negara
karena ia bersumber dari martabat setiap manusia dan melekat pada setiap manusia.
Kebebasan sipil juga dapat dimaknai sebagai sebuah nilai yang mendasari penghargaan
atas Hak Asasi Manusia (HAM) (Anonim 2020). Sedangkan, Rousseau mengartikan
kebebasan adalah masyarakat yang bebas dan bahagia, manusiawi dan berdasarkan
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 89

asas-asas kodrati manusia. Lebih lanjut lagi Rosusseau mengatakan bahwa masyarakat
yang bebas dan rakyat yang berdaulat bukanlah sekedar wawasan atau pemahaman,
melainkan mengalir dari kemauan yang kuat untuk mengembalikan, menjaga,
memelihara dan melestarikan keadaan yang ditandai oleh kebebasan (Piter and Saeng
2021). Berbicara tentang kebebasan sipil tak hanya berhenti pada definisi dan memaknai
kebebasan. Hal ini terkait dengan ruang kebebasan sipil. Dalam buku (Edwards 2011)
menyatakan bahwa ruang masyarakat sipil menyediakan suatu arena yang mana warga
negara terlibat satu sama lain di ruang publik yang dengan berbagai aktivitas seperti
berdebat dan berdiskusi tentang isu-isu hari ini, mengemukakan berbagai pendapat yang
berkenaan dengan arah masa depan masyarakat mereka, serta berpartisipasi dalam
demokrasi, pemerintahan dan politik dialogis.
Sayangnya tak ada lagi ruang yang bebas untuk masyarakat sipil. Negara telah
mengatur ruang-ruang itu, memperluas atau bahkan membatasinya dari waktu ke waktu
sesuai dengan kepentingan, sistem, partai, dan individu yang berkuasa. Hal ini menjadi
selaras dengan kondisi OMS yang mulai terancam perannya sebagai jembatan aspirasi
bagi PRT di Indonesia. Negara Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara yang
mengatur serta membatasi ruang-ruang itu. Dijelaskan pula bahwa pembatasan ruang
bagi masyarakat sipil di negara-negara demokratis telah mengikuti pola pembatasan
luas pada berbagai organisasi dan pembatasan langsung pada sejumlah kecil kelompok
dengan dampak mengerikan dan meluas pada berbagai organisasi. Namun, di negara-
negara demokratis, masyarakat sipil dapat melawan melalui proses hukum dan
kebijakan. Hal demikian dapat terjadi karena negara-negara demokratis dapat
menaikkan dan menurunkan pembatasan terhadap masyarakat sipil atas kebijaksanaan
mereka sendiri dengan hati-hati menyesuaikan ruang yang diberikan kepada berbagai
jenis organisasi, pekerjaan yang mereka lakukan dan kebutuhan negara atau partai yang
berkuasa (Edwards 2011). Hal ini pun terjadi di Indonesia bahwa negara telah campur
tangan dalam aktivitas maupun kegiatan OMS, bahkan hingga dalam tahapan
mewajibkan pendaftaran OMS ke pemerintah. Tak hanya itu, kondisi semacam itu pada
akhirnya juga dapat berdampak pada RUU PPRT yang tidak kunjung disahkan. Hal ini
kemudian diperkuat dengan hasil perhitungan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang
mengalami penurunan.

Tabel 1. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)


Tahun
Indikator Indeks Demokrasi Indonesia
2018 2019 2020
Ancaman/ penggunaan kekerasan oleh aparat 70,22 65,69 58,82
pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul
dan berserikat
Ancaman/ penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang 45,96 57,35 42,28
menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat
90 | Brawijaya Journal of Social Science

Ancaman/ penggunaan kekerasan oleh masyarakat 91,18 94,85 42,28


karena alasan gender, etnis, kelompok
Hak memilih atau dipilih terhambat 95,83 94,80 94,80
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Data tersebut merupakan 4 dari 30 indikator Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).


Melalui data yang telah dipaparkan dapat diketahui bahwasanya pada tahun 2020 empat
indikator tersebut mengalami penurunan. Sebagai contoh, pada indikator ancaman/
penggunaan kekerasan oleh aparat yang menghambat kebebasan berkumpul dan
berserikat menurun setiap tahun yang semula pada tahun 2018 sebesar 70,22 menjadi
65,69 di tahun 2019. Artinya, pada tahun 2018 ke 2019 IDI menurun sebesar 4,53.
Kemudian menurun lagi sebesar 6,87 di tahun 2020 menjadi 58,82. Melalui data tersebut
dapat diketahui bahwa pada indikator IDI, yakni ancaman berypa tindakan pelarangan/
penggunaan kekerasan oleh aparat yang menghambat kebebasan berkumpul dan
berserikat mengalami penurunan secara drastis pada tahun 2019 ke tahun 2020 (BPS
2022).
Bahkan, mempitnya ruang kebebasan sipil juga terlihat melalui kebijakan
infrastruktur komunikasi. Menurut ((Rodriuez et al. 2009,1) dalam (Edwards 2011))
menyatakan bahwa kebijakan komunikasi dapat didefinisikan sebagai prinsip dan
prosedur tindakan yang mengatur penggunaan sumber daya komunikasi. Hal ini
mencakup penyiaran, telepon, komputer, telekomunikasi, internet, kebebasan informasi
pemerintah, privasi, dan kekayaan intelektual. Dalam konteks ini menjadi bermasalah
ketika kepentingan masyarakat sipil dalam kebijakan komunikasi berada di bawah
keinginan industri dan pemerintah (Edwards 2011). Artinya kondisi ini juga dapat menjadi
masalah bagi kepentingan OMS untuk mewujudkan perannya dan juga PRT demi
memperjuangkan hak-haknya. Di sisi lain, selaras dengan pernyataan Edwards, faktanya
juga masih terdapat laporan dari masyarakat melalui Ombudsman terkait dengan
substansi laporan Informasi Publik bahwa terdapat berbagai dugaan maladministrasi,
seperti tidak memberikan pelayanan, dugaan penundaan berlarut, maupun tidak
tersedianya informasi layanan bagi masyarakat, sehingga masyarakat merasa kesulitan
dalam mengakses layanan. Lantas, sebenarnya untuk siapa ruang kebebasan sipil jika
segala kebijakan ada di tangan negara.

4. Penutup
Pada dasarnya isu-isu tentang PRT selalu tidak jauh dari kata kerentanan.
Kerentanan itu sendiri berupa kasus pelanggaran hak, kekerasan seksual, hingga
penyiksaan pada PRT. Tak hanya itu, hal ini diperparah dengan RUU PPRT yang telah
mandek selama 18 tahun. Berdasarkan pada hal tersebut, PRT termasuk kelompok
masyarakat karena keberadaannya tidak diakui secara hukum sebagai pekerja. Di sisi lain
juga terdapat pihak lain yang dapat menjadi jembatan aspirasi bagi PRT untuk
mewujudkan hak-haknya, yaitu OMS. OMS di Indonesia memiliki peran penting untuk
Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 91

mengisi kekosongan peran yang dibutuhkan bagi pembangunan masyarakat Indonesia,


khususnya masyarakat rentan dan termarjinalkan. Berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa negara tidak cukup mampu memberikan ruang kebebasan sipil di
Indonesia. Dengan kata lain, negara tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat sipil
untuk turut serta aktif dalam aktivitasnya. ini dibuktikan pada semakin sempitnya ruang
kebebasan sipil khususnya pada aturan yang memuat tentang pembatasan-pembatasan
pada aktivitas masyarakat. Tentunya hal ini menghambat peran OMS untuk
menjembatani keresahan dan permasalahan PRT, serta bagi PRT yang tidak mudah
untuk bisa mengikuti organisasi. Berdasarkan penelitian ini, sebenarnya diperlukan
adanya peninjauan kembali terkait dengan RUU PPRT yang mandek dan melibatkan
peran dari OMS sehingga dapat mewujudkan pembangunan serta kesejahtaraan bagi
masyarakat Indonesia.

Daftar Pustaka
Anonim. 2020a. “Kebebasan Sipil Dan Politik.” Indeks.

Anonim. 2020b. “YAPPIKA-ActionAid: Menyempitnya Ruang Masyarakat Sipil Akibat


Implementasi UU Ormas.” YAPPIKA. Retrieved (https://yappika-
actionaid.or.id/yappika-actionaid-menyempitnya-ruang-masyarakat-sipil-
akibat-implementasi-uu-ormas).

Anonim. 2022. “Cerita Yuni: Tak Semua Majikan Mendukung Pekerja Rumah
Tangganya Ikut Organisasi.” Konde.Co. Retrieved
(https://www.konde.co/2022/05/cerita-yuni-tak-semua-majikan-
mendukung-pekerja-rumah-tangganya-ikut-organisasi.html/).

BPS. 2022. “Ancaman Kekerasan Atau Penggunaan Kekerasan Oleh Aparat


Pemerintah Yang Menghambat Kebebasan Berkumpul Dan Berserikat.”
Badan Pusat Statistik. Retrieved
(https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/7595).

Edwards, Michael. 2011. The Oxford Handbook of Civil Society. New York: Oxford
University Press.

Hanifah, I. (2020). Kebijakan Perlindungan Hukum bagi Pekerja Rumah Tangga


melalui Kepastian Hukum. Jurnal Legislasi Indonesia, 17(2).

Herdiansyah, A. G., & Randi. (2016). Peran Organisasi Masyarakat (Ormas) dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam Menopang Pembangunan di
Indonesia. Pemikiran Dan Penelitian Sosiologi, 1, 46–67.
92 | Brawijaya Journal of Social Science

Hidayati, M. N. (2011). Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok


Masyarakat Yang Termarjinalkan di Indonesia. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA
SERI PRANATA SOSIAL, 1(1).

Kapolda Sulsel Copot Jabatan Oknum Perwira Polair Diduga Perkosa ART. (2022). VOI.
https://voi.id/berita/140381/kapolda-sulsel-copot-jabatan-oknum-perwira-
polair-diduga-perkosa-art.

Majikan yang Siksa dan Sekap ART di Bandung Barat Jadi Tersangka. (2022).
Kumparan. https://kumparan.com/kumparannews/majikan-yang-siksa-
dan-sekap-art-di-bandung-barat-jadi-tersangka-1z9jqHIYTuF/2.

Marfiando, Bayu. 2020. “Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ditinjau Dari
Kebebasan Berserikat.” Jurnal Ilmu Kepolisian 14:89–101.

Nasution, L. (2020). Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Ruang


Publik di Era Digital. ’ADALAH, 4(3).
https://doi.org/10.15408/adalah.v4i3.16200.

Nur Efendi, H., & Prihantika, I. (2019). DINAMIKA PERAN CIVIL SOCIETY DALAM RUANG
PUBLIK: STUDI WALHI LAMPUNG (Vol. 1).

Parker, S. R., Brown, R. K., Child, J., & Smith, M. A. (1981). The Sociology of Industry
(Fourth). Unwin Hyman Ltd.
https://www.researchgate.net/publication/269107473_What_is_governance
/link/548173090cf22525dcb61443/download%0Ahttp://www.econ.upf.edu/
~reynal/Civil wars_12December2010.pdf%0Ahttps://think-
asia.org/handle/11540/8282%0Ahttps://www.jstor.org/stable/41857625.

Piter, Romanus, and Valentinus Saeng. 2021. “Konsep Kebebasan Menurut Jean-
Jacques Rousseau Dan Relevansinya Bagi Demokrasi Indonesia Saat Ini.”
FORUM Filsafat Dan Teologi 50(1).

Putra, Antoni. 2022. “Penyusutan Ruang Kebebasan Sipil Dan Kemunduran


Demokrasi Indonesia.” Kompas.Com. Retrieved
(https://nasional.kompas.com/read/2022/07/26/10350921/penyusutan-
ruang-kebebasan-sipil-dan-kemunduran-demokrasi-indonesia).

Probosiwi, R. (2018). Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penciptaan Keserasian


Pekerja Rumah Tangga dan Organisasi Masyarakat Sipil: Persoalan Tentang Ruang
Kebebasan Sipil di Indonesia | 93

Sosial The Role of Civil Society Organization On Developing Social Harmony .

Rahmawati, D. (2022). ART Korban Pembekapan Pria di Depok Tak Lapor, Polisi Tetap
Cari Pelaku. Detik News. https://news.detik.com/berita/d-5975949/art-
korban-pembekapan-pria-di-depok-tak-lapor-polisi-tetap-cari-pelaku.

Siaran Pers Komnas Perempuan Peringatan hari Pekerja Rumah Tangga (PRT)
Internasional. (2020). Komnas Perempuan.
https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-
perempuan-peringatan-hari-pekerja-rumah-tangga-prt-internasional-16-
juni-2020.

Siaran Pers Komnas Perempuan Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT)
Nasional. (2021). Komnas Perempuan.
https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-
perempuan-peringatan-hari-pekerja-rumah-tangga-prt-nasional-15-
februari-2021.

Setiyowati, L., & Ispriyarso, B. (n.d.). UPAYA PREVENTIF DALAM RANGKA PENGAWASAN
TERHADAP APBD MELALUI PENJARINGAN ASPIRASI MASYARAKAT OLEH DPRD.

Sofiani, T. (2020). Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga Berbasis Hak


Konstitusional (Juni 2020). CV Budi Utama.

Tampang Majikan Laknat yang Perkosa ART hingga Hamil, Bayinya Dijual Rp 10 Juta .
(2022). Kumparan2.
https://kumparan.com/kumparannews/1yCSGl9BjTh?[object Object].

Fundrika, B. A. (2022). Jalan Panjang Berliku Mencari Perlindungan untuk PRT. Suara.
https://www.suara.com/news/2022/03/10/135000/jalan-panjang-berliku-
mencari-perlindungan-untuk-prt

Puspita, R. (2022). Komnas Perempuan: PRT Mengalami Kerentanan Berlapis Selama


Pandemi Covid-19. Republika.
https://www.republika.co.id/berita/rdtuwp428/komnas-perempuan-prt-
mengalami-kerentanan-berlapis-selama-pandemi-covid19

Utama, G. I., & Melinda, V. (2018). Pengaturan dan Perlindungan Hukum bagi Pekerja
Rumah Tangga di Indonesia. ARENA HUKUM, 11(1).
94 | Brawijaya Journal of Social Science

Utami, A. Y. (2005). PRTA (Pekerja Rumah Tangga Anak), Fenomena Pekerja Anak yang
Terselubung dan Termarjinalkan. Jurnal Perempuan, 39.

Widyo. (2022). Tragis, ART Ini Disiksa Majikan Disiram Air Panas dan Difitnah Alami
Gangguan Jiwa. Krjogja. https://www.krjogja.com/berita-
lokal/read/241023/tragis-art-ini-disiksa-majikan-disiram-air-panas-dan-
difitnah-alami-gangguan-jiwa.

Wuliyanti, S. N., & Laksmono, B. S. (2022). Kepemimpinan dan Keberhasilan


Keberlanjutan Organisasi Masyarakat Sipil: Aliansi Demokrasi untuk Papua
(ALDP) di Jayapura, Papua. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 114–134.
https://doi.org/10.26593/jihi.v0i00.5972.114-134.

YLBHI. (2021). 2 Tahun Pemerintahan Kedua Presiden Joko Widodo: Rakyat


Dikorbankan, Demokrasi Diabaikan. https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-
pers/2-tahun-pemerintahan-kedua-presiden-joko-widodo-rakyat-
dikorbankan-demokrasi-diabaikan/.

Yugo, I. (2022). Miris! Gaji Tak Dibayar, ART di Bengkulu Utara Ini Juga Disiksa Majikan.
Sindo News. https://daerah.sindonews.com/read/791955/174/miris-gaji-tak-
dibayar-art-di-bengkulu-utara-ini-juga-disiksa-majikan-1654661202.

You might also like