You are on page 1of 13

Jurnal Kajian Veteriner Vol. 2 N.

1 : 89-101
ISSN : 2356-4113

Evaluasi Cemaran Aflatoksin B1 pada Pakan Ayam Pedaging Komersial


Di Kota Kupang

(Evaluation of Aflatoxin B1 Contamination in Commercial Broiler Feed in Kupang)

Devi YJA Moenek


Laboratorium Kesehatan Hewan, Program Studi Kesehatan Hewan,
Jurusan Peternakan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Jln. Adisucipto, Penfui. P.O.Box 1152 Kupang 85111
Telp. (0380) 881600 – 881601, Fax (0380) 881601
Email : politanikoe@yahoo.co.id, deviyasintha@gmail.com

ABSTRACT

Aflatoxin B1 is a secondary metabolite of Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus, and


Penicillium puberulum, which is frequently found as contaminants of feed/raw materials of poultry
feed. Such compound has the toxic and carcinogenic effects that can cause damage to various organs,
which can further decrease the performance of broiler, and various degrees of immunosuppressive
effects.This study was designed to evaluate the aflatoxin B1 contamination on commercial broiler feed
that is given to 10 broiler farms in Kupang City. Physical examinations followed by a qualitative
examination using ultraviolet (UV). Analysis of aflatoxin B1 contamination was performed with high
performance liquid chromatography (HPLC). The results of physical examination of feed will be
analyzed descriptively, whereas the contamination levels of aflatoxin B1 will be analyzed statistically
using t-test. Based on the results, it can be concluded that the texture of feed in the storage of farms
was not changed, whereas the left over feed indicated an irregular texture, which was crushed, moist,
lumpy, sour-smelling, and glowing on irradiation with UV light. Statistical analysis using t-test
showed no significant difference (P>0.05) in the level of aflatoxin B1 among of feed samples from the
storage and left over feed.

Key words: aflatoxin, broiler feed, kupang city.

PENDAHULUAN pakan dan pakan jadi yang kurang baik,


kerapkali menimbulkan masalah bagi
Pakan bagi industri peternakan ayam, ternak ayam, salah satunya berkaitan
memegang peranan yang sangat penting dengan masalah mikotoksikosis
untuk mendukung pertumbuhan dan (Wiryawan 2008).
produksi dari ayam yang dibudidayakan Kejadian mikotoksikosis pada ternak
dan dipelihara peternak, sehingga pakan lebih disebabkan oleh penyimpanan pakan
yang diberikan harus dapat dijaga yang tidak memenuhi standar sanitasi dan
kualitasnya. Manajemen pengadaan, higiene, terutama banyak dijumpai di
penanganan dan penyimpanan bahan baku peternakan kecil. Pada proses
dan pakan jadi serta cara pemberian pakan penyimpanan yang baik, munculnya kasus
di lapangan, memegang peranan sangat mikotoksikosis dapat dikurangi. Kasus
penting untuk memastikan pakan yang mikotoksikosis sebetulnya relatif sedikit,
diberikan pada ayam tetap terjaga namun demikian kalau sampai terjadi
kualitasnya. Penanganan bahan baku

89
Jurnal Kajian Veteriner Agustus 2014 Vol. 2 No. 1 : 89-101

kasus mikotoksikosis, maka sulit untuk Penyimpanan pakan merupakan salah


ditangani (Rasa 2008). satu tahapan penanganan pakan yang
Mikotosikosis disebabkan oleh berpengaruh pada tinggi rendahnya
mikotoksin yang merupakan metabolit tingkat kontaminasi aflatoksin. Karena
sekunder dari fungi yang disintesis dan berbagai faktor penyebab, umumnya para
dikeluarkan selama pertumbuhan fungi peternak kurang memperhatikan kondisi
tertentu yang umum tumbuh dalam bahan penyimpanan pakan yang mereka berikan
baku atau pakan jadi. Di dalam bahan kepada ternaknya. Kemampuan teknis
baku atau pakan tersebut jarang peternak dalam hal pemeliharaan ayam di
ditemukan satu mikotoksin. Biasanya Kota Kupang masih rendah. Hal itu
ditemukan dua atau lebih jenis mikotoksin terlihat dari manajemen pemeliharaan
per jenis tanaman / biji-bijian. Satu yang belum sempurna, baik itu yang
spesies fungus dapat menghasilkan lebih menyangkut sistem perkandangan, sistem
dari satu mikotoksin dan beberapa jenis pemeliharaan, sistem gudang pakan,
fungi dapat mencemari sekumpulan bahan sistem pemberian pakan, dan program
baku atau pakan. Terdapat dua jenis kesehatan yang belum optimal, sehingga
mikotoksin yaitu field toxins (trikotesen) membuka peluang timbulnya pencemaran
merupakan mikotoksin yang paling sering oleh mikotoksin khususnya aflatoksin dan
ditemukan di lapangan dan storage toxins efeknya terhadap kinerja dan kesehatan
(aflatoksin) merupakan mikotoksin yang ayam. Pengetahuan peternak tentang
muncul/ditemukan pada bahan baku atau aflatoksin dan aflatoksikosis yang masih
pakan yang disimpan (Tabbu 2009). sedikit atau bahkan belum pernah ada
Kerugian akibat pencemaran fungi keluhan tentang aflatoksikosis. Masalah
dan aflaktoksin merupakan masalah yang yang sering dihadapi oleh peternak unggas
utama karena pangan dan pakan serta di kota Kupang adalah gangguan
komponennya banyak dirusak secara fisik pertumbuhan, dan letupan penyakit
dan kimiawi. Kerusakan fisik terjadi oleh khususnya penyakit ND. Data dari Dinas
pertumbuhan dan populasi fungi sehingga Pertanian Peternakan Perkebunan dan
warna, bentuk dan bau bahan tersebut Kehutanan Kota Kupang menunjukkan
berubah, sedangkan kerusakan kimiawi bahwa kejadian penyakit ND di Kota
terjadi oleh adanya mikotoksin dari fungi Kupang pada tahun 2007 sebanyak 9981
tersebut. Peluang pencemaran ini cukup kasus dan pada tahun 2009 menurun
besar karena iklim tropis di Indonesia menjadi 4275 kasus. Hal ini dapat
yang memiliki kelembaban dan menimbulkan pertanyaan apakah masalah
temperatur lingkungan yang tinggi sangat yang sering dihadapi oleh peternak unggas
mendukung untuk tumbuh dan di Kota Kupang tersebut ada hubungannya
berkembangnya fungi penghasil dengan aflatoksikosis.
mikotoksin (Rachmawati et al, 2004). Pakan ayam pedaging yang diberikan
Fungi penghasil mikotoksin sangat mudah oleh peternak ayam di Kota Kupang
tumbuh pada kelembaban lebih dari 70% adalah pakan jadi yang didatangkan dari
Relative Humidity (RH) dan temperatur pulau Jawa dengan menggunakan
lebih dari 20 °C dengan kadar air bahan transportasi laut. Hal ini bisa
baku pakan lebih dari 16%, terutama menimbulkan masalah ketika pakan
bahan baku pakan yang berasal dari biji- tersebut berada di dalam gudang
bijian (Wiryawan 2008). penyimpanan di pelabuhan,
selama

90
Moenek et al Jurnal Kajian Veteriner

pengangkutan, transportasi kapal, Pemeriksaan fisik


penyimpanan di tempat tujuan, dan
penyimpanan di gudang peternakan. Sampel yang diperoleh, dilakukan
Proses yang cukup panjang yang harus pemeriksaan fisik terhadap tekstur, warna,
dilalui oleh pakan dari pabrik sampai ke dan bau, serta pemeriksaan dengan sinar
peternak, memungkinkan adanya UV menggunakan White/2UV
pencemaran mikotoksin, khususnya transiluminator untuk pemeriksaan awal
aflatoksin selama proses tersebut. terhadap adanya aflatoksin yang
Penelitian ini bertujuan untuk mencemari pakan. Data yang diperoleh
mengevaluasi Cemaran aflatoksin B1 pada disimpan sebagai data primer.
pakan unggas yang diberikan pada
peternakan-peternakan ayam pedaging Pemeriksaan laboratoris (Pemeriksaan
yang ada di wilayah kota Kupang. dengan metode HPLC)

1. Persiapan HPLC
MATERI DAN METODE
Persiapan terhadap HPLC merk
Pelaksanaan penelitian ini yaitu Shimadzu tipe 6,1 dilakukan dengan cara
koleksi sampel dari sepuluh peternakan mengatur sistem HPLC dengan kecepatan
ayam di Kota Kupang, Propinsi Nusa alir 1 mL/menit, menggunakan fase gerak
Tenggara Timur. Pemeriksaan sampel methanol:aquabides (70:30), fase diam
dilakukan di Bagian Farmakologi, dan (kolom) Shimpack ODS C18 diameter
Bagian Mikroanatomi Fakultas 5µm panjang 150 mm, pembacaan
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah gelombang pada detektor
Mada. spektrofotometer ultraviolet γ 365 nm dan
Sampel yang digunakan dalam pada suhu kamar (25 °C).
penelitian ini adalah pakan ayam pedaging
yang diperoleh dari sepuluh peternakan 2. Ekstraksi sampel pakan
ayam yang ada di kota Kupang, Provinsi
NTT.Sampel pakan yang diambil adalah Sampel sebanyak 10 g dicampur
pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh dengan 1 g garam (NaCl) dan ditempatkan
ayam dan masih tertinggal di tempat di dalam mortir, kemudian dihaluskan.
pakan (sisa pakan), dan sampel pakan Selanjutnya sebanyak 100 ml methanol
yang belum diberikan kepada ayam dan air dengan perbandingan 80:20
(pakan yang masih di dalam karung). ditambahkan ke dalam pakan yang telah
Sampel yang diperoleh, dilakukan halus. Sampel pakan diaduk hingga
pemeriksaan fisik terhadap tekstur, warna, tercampur homogen dan dimasukkan ke
dan bau, serta pemeriksaan dengan sinar dalam tabung reaksi, kemudian tabung
UV menggunakan White/2UV tersebut dimasukkan ke dalam sentrifus
transiluminator untuk pemeriksaan awal lalu ditutup dan diputar pada kecepatan
terhadap adanya aflatoksin yang tinggi selama 1 menit. Kemudian penutup
mencemari pakan. Data yang diperoleh sentrifus diangkat, lalu tabung
disimpan sebagai data primer. dikeluarkan, dan ekstrak dituang ke dalam
kertas saring. Selanjutnya filtrate
(hasil

91
Jurnal Kajian Veteriner Agustus 2014 Vol. 2 No. 1 : 89-101

saringan) dikumpulkan di dalam wadah masih seragam (bentuk crumble), kering,


yang bersih. dan padat. Kondisi pakan dalam gudang
beberapa peternakan (C, D, E, F, G, H,
3. Ekstraksi cairan dan I) masih terlihat baik (70%), namun
pada sejumlah peternakan lainnya (A, B,
Ekstrak sebanyak 10 ml diambil, dan J) terlihat berwarna kehijauan (30%)
dan dengan perlahan-lahan dimasukkan ke (Gambar 1). Lama penyimpanan pakan di
dalam tabung VICAM® Aflatest kit; dalam gudang juga bervariasi; sekitar tiga
aflatoksin akan tertampung di dalam filter, hari sampai satu minggu, tergantung
sedangkan cairan yang keluar dibuang. peternakan masing-masing. Pakan sisa
Sebanyak 10 ml aquabidestilata konsumsi menunjukkan tekstur yang tidak
dimasukkan ke dalam tabung VICAM® teratur (hancur) dan lembab. Secara
Aflatest kit. Senyawa-senyawa yang larut keseluruhan, warna pakan belum berubah
air dan tidak terikat dengan aflatoksin (kecoklatan), walaupun terdapat beberapa
akan keluar, dan dibuang. Kemudian bagian yang kusam dan ada yang
metanol sebanyak 1 ml dimasukkan ke berwarna hijau-kehitaman. Di samping
dalam tabung VICAM® Aflatest kit. itu, pakan sisa telah tercampur air, sekam,
Selanjutnya larutan dikeluarkan dan menggumpal, dan berbau sedikit masam
ditampung di dalam wadah yang bersih. serta apek (Gambar 2).
Pemeriksaan fisik sampel pakan
4. Column Chromatography dengan sinar UV menunjukkan bahwa
pakan yang bersih dan tidak
Dari larutan yang ditampung tadi, terkontaminasi akan terlihat warna terang
diambil 1 ml, kemudian dimasukkan ke yang tidak berpendar, sedangkan pakan
dalam wadah bersih dan selanjutnya yang kotor akan terlihat berpendar
ditambahkan 1 ml aquabidestilata ke kebiruan (kemungkinan tercemar fungi).
dalam wadah tersebut. Sebanyak 20 µl Menurut Kartadisastra (1994) dan
larutan diambil, dan diinjeksikan ke dalam Mujnisa (2008), pakan yang diberikan
sistem HPLC (C18) merk Shimadzu tipe pada ayam harus mengandung berbagai
6,1, dirunning, dan dilihat hasilnya pada jenis nutrien yang dibutuhkan dan dalam
komputer. Hasil pemeriksaan fisik pakan keadaan berimbang. Pengontrolan kualitas
akan dianalisis secara deskriptif pakan sangat penting untuk keberhasilan
sedangkan hasil pemeriksaan laboratoris dan keuntungan suatu usaha peternakan
terhadap kadar aflatoksin B1 dalam pakan ayam. Pengujian kualitas pakan ayam
akan dianalisis secara statistik dengan uji- memerlukan perhatian dan pelaksanaan
t. yang serius. Kualitas pakan ayam dapat
diketahui dengan dua cara, yaitu secara
HASIL DAN PEMBAHASAN organoleptik dan analisis laboratorium.
Pada pemeriksaan organoleptik, kualitas
Hasil pemeriksaan fisik terhadap pakan dapat diketahui berdasarkan warna,
sampel pakan ayam yang diambil dari 10 bau, rasa, tekstur, dan tingkat
peternakan di wilayah Kota Kupang dapat kontaminasi.
dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1. dapat Menurut Herman (2001), warna yang
dibaca bahwa pakan yang berasal dari tidak normal pada bahan baku pakan
gudang kandang (peternakan), bentuknya mungkin menunjukkan telah
terjadinya

92
Moenek et al Jurnal Kajian Veteriner

pemanasan yang berlebihan. Di samping kondisi fisik pakan. Dharmaputra (2004)


itu, kerusakan biji-bijian karena hujan dan dalam Ahmad (2009), melaporkan bahwa
angin dapat menghasilkan warna terang cemaran kapang pada bahan pakan (biji-
atau gelap karena pertumbuhan fungi bijian) menyebabkan penurunan viabilitas,
pembusuk. Tekstur suatu bahan baku perubahan warna, kehilangan bobot,
pakan yang menunjukkan gambaran kontaminasi mikotoksin, dan kerusakan
tentang level homogenitasnya dapat sehingga berpengaruh terhadap kadar
diukur secara visual dan dengan metode mikotoksin dalam bahan pakan tersebut.
ayakan. Herman and Kuhl (1997), Pemeriksaan laboratoris terhadap sampel
melaporkan bahwa bau apek pada pakan pakan ayam pedaging untuk
ayam memberi petunjuk bahwa butiran mengetahui kemungkinan adanya cemaran
bahan baku penyusun pakan tersebut aflatoksin B1 dilakukan dengan metode
mungkin telah terserang serangga atau high performance liquid chromatography
fungi. Bau masam mengindikasikan (HPLC) (Tabel 2.) Pada tabel tersebut
infestasi serangga atau butiran yang dapat dibaca bahwa sampel pakan sisa
tercemar oleh fungi. Di samping itu, yang diambil dari 10 peternakan,
pencemaran oleh kotoran binatang menunjukkan hasil yang positif (terdapat
pengerat, misalnya tikus atau mencit dapat cemaran aflatoksin B1 ) pada tiga
menyebabkan bau yang kurang sedap. peternakan, yaitu peternakan B, D, dan F
Kerugian akibat pencemaran fungi berturut-turut dengan kandungan sebesar
dan produksi mikotoksin oleh fungi (salah 7,5 ppb, 3,2 ppb, dan 0,16 ppb.
satunya aflaktoksin) selanjutnya Pemeriksaan terhadap sampel pakan yang
merupakan masalah utama karena pakan diambil dari tempat penyimpanan pakan
serta komponennya banyak dirusak secara di dalam kandang (gudang kandang)
fisik dan kimiawi. Kerusakan fisik terjadi menunjukkan enam peternakan yang
oleh pertumbuhan dan populasi fungi memberikan hasil positif, yaitu peternakan
sehingga warna, bentuk, dan bau bahan A (21 ppb), B (70 ppb), C (3,4 ppb), D
tersebut berubah, sedangkan kerusakan (0,071 ppb), I (0,032 ppb), dan J (67 ppb).
kimiawi terjadi oleh adanya mikotoksin Berdasarkan data pada Tabel 2., maka
dari fungi tersebut (Rachmawati et al. hanya sampel pakan dari peternakan B
2004). Hal ini menunjukkan bahwa, jika dan J yang memiliki kandungan afltoksin
tingkat cemaran mikotoksin dalam pakan B1 di atas batas maksimum Standar
rendah, maka kondisi fisik pakan tidak Nasional Indonesia (SNI), yaitu 50 ppb
terlalu berubah, sedangkan jika tingkat (Suparto 2004).
cemarannya tinggi maka akan
merubah

93
Moenek et al Jurnal Kajian Veteriner

Tabel 1. Pemeriksaaan Fisik Terhadap Sampel Pakan dari peternakan ayam pedaging di
wilayah Kota Kupang
Kelompok Tekstur Pakan Warna Pakan Bau Penyinaran UV
Peternakan

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat, ada bintik Agak Berpendar kebiruan
a
Gudang (bentuk seragam hijau kehitaman, masam pada beberapa titik
crumble) pakan sedikit kotor
A (crumble)

Pakan sisa Hancur, bentuk tidak Coklat, agak Apek Warna coklat cerah
seragam, lembab kehitaman (kotor)

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat kusam, ada Agak Ada pendaran kebiruan
Gudang seragam warna hijau masam tetapi (tidak terlalu
kehitaman jelas)
B (crumble)

Pakan sisa Bentuk tidak seragam, Coklat kusam, kotor Apek Warna coklat cerah,
lembab meskipun pakan kotor

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat, Segar Warna coklat cerah
Gudang seragam

C (crumble)

Pakan sisa Kering, bentuk tidak Coklat, tercampur Agak Warna coklat cerah
seragam kotoran masam

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat Segar Warna coklat cerah
Gudang seragam (crumble)
D
Pakan sisa Padat, kering, bentuk Coklat Segar Warna coklat cerah
seragam

Pakan dalam Kering, padat, bentuk Coklat Segar Warna coklat cerah
Gudang seragam (crumble)
E
Pakan sisa Agak lembab, bentuk Coklat, sedikit kusam Segar Warna coklat cerah
crumble masih terlihat

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat, bersih Segar Warna coklat cerah
Gudang seragam (crumble)
F
Pakan sisa Agak lembab, bentuk Coklat, kotor, kusam Agak Pendaran kebiruan
tidak seragam masam jelas terlihat

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat, terang, bersih Segar Warna coklat cerah
Gudang crumble masih terlihat
G jelas

94
Jurnal Kajian Veteriner Agustus 2014 Vol. 2 No. 1 : 89-101

Pakan sisa Lembab, bentuk tidak Coklat, kusam, kotor Apek Ada pendaran kebiruan
seragam (agak hancur) pada beberapa titik

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat, bersih, Segar Warna coklat cerah
Gudang seragam (crumble)
H
Pakan sisa Padat, agak lembab Coklat, kusam, kotor Agak Warna coklat cerah
masam

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Coklat, bersih segar Warna coklat cerah

I Gudang seragam (crumble)

Pakan sisa Agak lunak, lembab Coklat, kotor, apek Warna coklat cerah

Pakan dalam Padat, kering, bentuk Kusam, hijau Masam Ada pendaran kebiruan
Gudang seragam (crumble) kehitaman pada beberapa titik
J
Pakan sisa Lembab, bentuk tidak Kusam, kotor Apek Pendaran kebiruan
seragam (hancur) jelas terlihat

Gudang Padat, kering, bentuk Coklat, terang Segar Warna coklat cerah
seragam (crumble)

a
Gudang pakan bukan dalam suatu ruangan khusus, tetapi hanya berbentuk tempat
penyimpanan pakan didalam kandang.

Tabel 2. Hasil Uji AFB1 dengan high performance liquid chromatography (HPLC)
Peternakan Sampel pakan

Gudang kandang (ppb) Sisa Pakan (ppb)

A 21 -

B 70 7.5

C 3.4 -

D 0.071 3.2

E - -

F - 0.16

G - -

H - -

I 0.032 -

J 67 -

95
Moenek et al Jurnal Kajian Veteriner

Tabel 3. Mean dan Standar Deviasi (SD) Kandungan Aflatoksin B1 pada Sampel Pakan
Ayam Pedaging

Kelompok Pakan Mean ± Standar Deviasi (SD)

Pakan dari gudang 26,92 ± 33,15

Pakan sisa konsumsi 3,62 ± 3,69

a b

Gambar 1. Gambar contoh pakan ayam pedaging yang diambil dari gudang peternakan.
Kondisi pakan baik. a. pemeriksaan fisik, b. pemeriksaan dengan white/2UV transiluminator.

A b

Gambar 2. Contoh pakan ayam pedaging sisa konsumsi yang diambil dari tempat pakan
ayam di peternakan. Kondisi pakan buruk. a. pemeriksaan fisik. b. pemeriksaan
dengan white/2UV transiluminator.

96
Jurnal Kajian Veteriner Agustus 2014 Vol. 2 No. 1 : 89-101

Gambar 3. Tempat penyimpanan pakan didalam kandang ayam. Tanpa gudang khusus.

Gambar 4. Cara pemberian pakan yang tidak tepat pada ayam pedaging.

Indikasi pencemaran multitoksin


Detector A (365nm)
95
devi aflatoxin
afla devi F1a
2,800
2,083

0,0005
2,600
2,283

3,000

Retention Time
3,183
0,808

aflatoksin
0,0000

-0,0005
1,400
1,783

-0,0010
0 2 4

Gambar 5. Hasil pemeriksaan HPLC pakan sisa konsumsi dari kelompok peternakan F.
Terlihat indikasi adanya pencemaran multitoksin.

97
Moenek et al Jurnal Kajian Veteriner

aflatoksin
Detector A (365nm)

1,167
devi aflatoxin

0,825

2,117
0,0005

2,642
afla devi I2a
Retention Time

0,0000

-0,0005

1,1,787550
-0,0010

0 2

Gambar 6. Hasil pemeriksaan HPLC terhadap pakan. terlihat adanya aflatoksin.

Sampel pakan dari kelompok batas maksimum yang diijinkan (50 ppb).
peternakan yang lain, walaupun Hal ini dapat dikembangkan dengan
memberikan hasil yang positif tetapi pendapat para ahli (Tabbu 2002, Rizal
kandungan aflatoksin B1 pada sampel- 2006), bahwa pakan dan bahan baku
sampel pakan tersebut masih di bawah pakan merupakan media yang baik untuk
batas maksimum SNI. pertumbuhan fungi dan pembentukan
Hasil analisis statistik dengan uji-t mikotoksin, misalnya aflatoksin.
menunjukkan bahwa, tidak ada perbedaan Aflatoksin merupakan mikotoksin yang
yang bermakna dalam kadar aflatoksin B1 dapat terbentuk selama penyimpanan
antara sampel pakan dari gudang kandang bahan baku atau pakan (storage toxins).
dan pakan sisa konsumsi (P>0,05). Dalam Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
hal ini dapat dikatakan bahwa tidak ada terbentuknya aflatoksin antara lain, usia
hubungan antara kandungan aflatoksin B1 pakan, kondisi penyimpanan, sistem
pada sampel pakan dari gudang dengan distribusi pakan, dan sistem pemberian
sampel pakan sisa konsumsi. Pada kondisi pakan pada ayam.
tersebut pencemaran aflatoksin B1 Pengambilan sampel pakan dari
cenderung terjadi di kandang selama peternakan, tidak bisa mengikuti prosedur
pemberian pakan. yang berlaku karena peternak hanya
Pada Tabel 3., dapat dibaca bahwa mengijinkan mengambil sampel pakan
mean ± SD kandungan aflatoksin B1 pada dari gudang kandang yang berasal dari
sampel pakan yang berasal dari gudang karung pakan yang sudah dibuka, dan
tergolong bervariasi, sedangkan mean ± tidak diijinkan mengambil dari tempat
SD kandungan aflatoksin B1 sampel pakan lain. Selain itu, usia pakan yang tersisa di
sisa konsumsi masing-masing kelompok tempat pakan ayam (tray) yang diambil
tidak berbeda jauh. sebagai sampel bervariasi karena tray
Hasil penelitian ini menunjukkan yang digunakan tidak sama, ada yang
bahwa kandungan aflatoksin B1 pada terbuat dari kayu dan tidak pernah
contoh pakan ayam broiler di Kota dibersihkan sehingga sampel sudah
Kupang masih berada di bawah bercampur dengan sisa pakan yang

98
Jurnal Kajian Veteriner Agustus 2014 Vol. 2 No. 1 : 89-101

lama yang mungkin sudah tercemar baku pakan dengan kadar yang
dengan fungi, dan ada yang menggunakan rendah
tray yang terbuat dari plastik yang mudah
dibersihkan sehingga umur sampel pakan
sisa konsumsi tidak cukup untuk
pertumbuhan fungi dan produksi
aflatoksin.
Pakan yang diberikan oleh peternak
ayam pedaging di Kota Kupang adalah
pakan jadi dari pabrik yang berasal dari
Pulau Jawa. Pakan tersebut diangkut
melalui transportasi laut (kapal laut)
selama dua sampai tiga minggu. Setelah
sampai di tempat tujuan, pakan disimpan
di dalam gudang sambil didistribusikan ke
berbagai peternakan. Lamanya
penyimpanan pakan didalam gudang
tergantung permintaan dari peternak. Di
berbagai peternakan ayam, pakan
disimpan di dalam tempat penyimpanan
pakan didalam kandang (bukan tempat
khusus berbentuk gudang), kemudian
diberikan kepada ayam (Gambar 3.).
Pakan yang disimpan dalam gudang
peternakan biasanya hanya untuk
mencukupi kebutuhan selama tiga sampai
tujuh hari pemeliharaan, dan akan dipesan
lagi dari gudang besar untuk memenuhi
kebutuhan berikutnya. Pakan yang
disimpan dalam kandang selama 3 – 7 hari
dapat saja menjadi lembab karena ayam
dalam kandang menghasilkan banyak
cairan, dan pakan yang bersifat
higroskopis. Pakan yang lembab akan
mendukung pertumbuhan fungi dan
selanjutnya pembentukan mikotoksin.
Pada kondisi tertentu, dapat
ditemukan adanya kasus aspergilosis
secara simultan dengan aflatoksikosis,
yang memberi petunjuk terhadap
kemungkinan adanya pertumbuhan
Aspergillus sp. di dalam pakan, litter, dan
lingkungan. Pencemaran mikotoksin
termasuk aflatoksin B1 pada pakan/bahan

99
Moenek et al Jurnal Kajian Veteriner

dapat mempunyai efek yang merugikan tidak diketahui jenisnya (Gambar 5).
pada ayam, khususnya pada sistem Pertumbuhan ayam pada satu kelompok
kekebalan dan pertumbuhan. Efek tersebut peternakan juga menunjukkan
berupa imunosupresif dan dapat ketidakseragaman pada umur yang sama
mempunyai efek sebagai antimikrobial, (Gambar 6). Gangguan pertumbuhan pada
yang selanjutnya dapat membunuh ayam pedaging dapat juga dihubungkan
mikroorganisme normal di dalam usus dengan berbagai jenis mikotoksin,
sehingga dapat mengganggu proses digesti misalnya aflatoksin, T2 toksin,
dan penyerapan nutrien dan kemudian okratoksin, sitrinin, fumonisin, dan
dapat berakhir dengan timbulnya feed rubratoksin.
passage (Tabbu 2002).
Aspergillus sp. membutuhkan KESIMPULAN
lingkungan untuk pertumbuhan yang
memenuhi persyaratan, antara Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
lain memiliki kelembaban relatif (RH) dapat diambil kesimpulan, yaitu terdapat
minimum sebesar 80%. Aspergillus flavus cemaran aflatoksin B1 pada sampel pakan
maupun Aspergillus parasiticus ayam pedaging yang berasal dari gudang
membutuhkan suhu sebesar 25 – 40°C kandang (60%) dan dari sampel pakan sisa
guna pembentukan aflatoksin. Derajat konsumsi (30%) pada peternakan ayam
keasaman (pH) medium yang dibutuhkan pedaging komersial di Kota Kupang.
untuk pembentukan aflatoksin adalah 5,5-
7,0. Selain persyaratan lingkungan, maka UCAPAN TERIMA KASIH
pembentukan aflatoksin sangat ditentukan Ucapan terima kasih yang sebesar-
pula oleh faktor potensial genetik fungi besarnya diberikan kepada Prof. Drh.
dan lama kontak antara fungi dengan Charles Rangga Tabbu, M.Sc., P.hD, Dr.
substrat. Drh. Aris Haryanto, MP., Dr. Drh.
Menurut Borutova (2010), mikotoksin Agustina, MP, dan Dr. Drh. Doddy
yang paling sering ditemukan pada kadar Yudabunthara, M.Sc
yang rendah dapat memberikan dampak
subklinis berupa penurunan produksi
daging dan telur, peningkatan kejadian DAFTAR PUSTAKA
dan tingkat keparahan penyakit, dan Ahmad RZ. 2009. Cemaran Kapang pada
penurunan kinerja reproduksi unggas. Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal
Pencemaran mikotoksin kadar rendah Litbang Pertanian.
dapat bersifat multitoksin (beberapa jenis Anonimus. 2006a. Mycotoxin.
http://en.wikipedia.org/wiki/Mycotoxi
mikotoksin) yang mungkin dapat
n.
menimbulkan interaksi sinergistik atau
Bahri S, Yuningsih R, Maryam, dan
aditif antara beberapa jenis mikotoksin Zahari P. 1994. Cemaran Aflatoksin
yang berbeda (Pedrosa and Borutova pada Pakan Ayam yang Diperiksa di
2011). Laboratorium Toksikologi Balitvet
Pada penelitian ini, terdapat indikasi Tahun 1988 – 1991. Jurnal Penyakit
adanya pencemaran multitoksin dalam Hewan 26(47).
sampel pakan yang diperiksa. Pada Borutova R. 2010. Mycotoxins as
pemeriksaan HPLC, terdapat indikasi undesirable substances in feed: sub-
adanya mikotoksin jenis lain, clinical effects in animal. Biomin
Newsletter
walaupun

100
Jurnal Kajian Veteriner Agustus 2014 Vol. 2 No. 1 : 89-101

Dharmaputra OS. 2004. Control of Peternakan dan Kesehatan Hewan.


Storage Fungi. Training Course on Edisi 164
Prevention and Control of Mycotoxin Rizal Y. 2006. Ilmu Nutrisi Unggas.
in Food and Feedstuff. SEAMEO Andalas University Press
BIOTROP. Bogor. Indonesia Suparto DA. 2004. Situasi Cemaran
Herman T. 2001. Evaluating Feed Mikotoksin pada Pakan di Indonesia
Component and Finished Feeds. MF dan Perundang-Undangannya.
2037. Kansas State University Prosiding Seminar Nasional
Research and Extension. Manhatan Parasitologi dan Toksikologi
Herman T And Kuhl G. 1997. Grain Veteriner. Pusat Penelitian dan
Grading Standards in Feed Pengembangan Peternakan. Bogor .
Manufacturing. MF 2034. Kansas Hal : 131-142.
State University Research and Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan
Extension. Manhatan Penanggulangannya, Penyakit Asal
Kartadisastra HR. 1994. Pengelolaan Parasit, Noninfeksius, dan Etiologi
Pakan Ayam. Penerbit Kanisius. Kompleks. Volume II. Penerbit
Yogyakarta Kanisius. Yogyakarta
Mujnisa A. 2008. Peningkatan Aktivitas Tabbu CR. 2009. Pemeriksaan Serologik
dan Prestasi Belajar Mahasiswa pada Ayam. Yogyakarta
dalam Matakuliah Bahan Pakan dan Wiryawan W. 2008. Problem
Formulasi Ransum. Laporan Modul Mikotoksikosis dan Dampaknya Bagi
Pembelajaran Berbasis SCL. Kesehatan dan Produktivitas Ayam,
Lembaga Kajian Pengembangan Infovet Majalah Peternakan dan
Pendidikan (LKPP). Fakultas Kesehatan Hewan. Edisi 164
Peternakan. Universitas Hasanuddin
Pedrosa K, and Borutova R. 2011.
Synergistic Effects Between
Mycotoxins. Biomin Newsletter
Rachmawati S, Lee A, Murdiati TB, dan
Kennedy I. 2004. Pengembangan
Enzyme Linked Immunosorbent
Assay (ELISA) Teknik untuk Analisis
Aflatoksin B1 Pada Pakan Ternak.
Prosiding Seminar Nasional
Parasitologi dan Toksikologi
Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor
Rasa FST. 2008. Racun Jamur dan Uji
Mutu Produk Ternak. Infovet Majalah

101

You might also like