You are on page 1of 13

MAKALAH

“HADIST SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA”


Untuk memenuhi mata kuliah studi hadist dan tafsir tarbawi
Dosen pengajar: Dr.supriadi M.Pd.I

Disusun oleh:
Diah Nanda Khoirun Nisak_ 234101030008
Intan Purnamasari_ 232101030104
Regita Jenitiasari anggraeni_ 234101030009
M.Alfan Madani_ 232101030107

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI ACHMAD SIDDIQ JEMBER


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
2023

i
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT, atas segala
karunianya. Penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Hadist
sebagai sumber ajaran agama. Tidak lupa sholawat serta salam selalu kita
haturkan kepada Baginda kita Nabi besar Muhammad SAW keluarga, dan rekan-
rekan semua. Kata Pengantar makalah yang telah kami buat berisi materi yang
disampaikan dalam perkuliahan dan kami sajikan sesuai dengan kurikulum yang
ada.
Dengan disusunnya makalah yang berjudul "hadis sebagai sumber ajaran agama"
Ucapan terima kasih untuk dosen pengampu mata kuliah studi hadits dan tafsir
Tarbawi Dr.supriadi M.Pd.I. Kita dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mengenai hal tersebut.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan maka segala kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan
demi kesempurnaan makalah ini. Terlepas dari kekurangan makalah ini, kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami semua dan menjadi refensi
ataupun tambahan materi bagi kita semua.

Jember,31 Agustus 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang....................................................................................................
Rumusan Masalah...............................................................................................
Tujuan Penulisan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN)
Dalil-dalil kehujaan hadits..................................................................................
Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an.....................................................................
BAB III PENUTUP)
Kesimpulan.........................................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................................10

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengenalan Hadits Nabi telah ada sejak awal berkembangnya Islam
merupakan sebuah fakta yang tidak perlu diragukan lagi. Hadits Nabi merupakan
sumber ajaran Islam, bersama dengan Al-Quran. “Hadits alias Sunnah adalah
segala sesuatu yang bersumber atau dilandasi Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrir. .
Hadits, sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Quran, maka sejarah
perjalanan hadis tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri.
Tetapi, dalam beberapa kasus terdapat beberapa ciri khusus, sehingga
mempelajarinya membutuhkan pendekatan khusus.
Pada zaman Nabi, hadits diterima berdasarkan hafalan para sahabat Nabi dan
hanya hadits tertentu yang ditulis oleh para sahabat Nabi.
Menurut sejarahnya, pada zaman Nabi SAW, penulisan hadits sudah
terjadi. misalnya berupa surat-surat Nabi mengajak Islam kepada pejabat dan
kepala negara tertentu yang non-Muslim. Beberapa sahabat Nabi yang menulis
hadis Nabi, misalnya Abdullah bin ‘Amr bin al-’As (meninggal 65 H/685 H),
Abdullah bin ‘Abbas (meninggal 68 H. 687 M), ‘Ali bin Abi Thalib (meninggal
40H) /661 M), Sumrah (Samurah) bin Jundab (meninggal tahun 661 M). 60 H),
Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M) dan Abdullah bin Abi Aufa' (wafat 86 H).
Namun, bukan berarti seluruh hadis terkumpul di arsip para sahabat tersebut.
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi umat islam setelah Al-
Qur'an Hampir seluruh tata cara ber ibadah dalam Islam dijelaskan secara
terperinci dalam hadist. ini dapat membantu umat islam mengetahui seperti apa
nilai hadist yang beredar saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja dalil kehujaan hadits?
2. Apa saja fungsi hadits terhadap Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dalil-dalil kehujaa n hadits
2. Untuk mengetahui fungsi hadits terhadap Al-Qur’an

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dalil-dalil Kehujaan Hadits


Hadits dalam islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Dimana
hadits merupakan salah satu sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an
akan sulit di pahami tanpa intervensi hadits. Memakai Al-Qur’an tanpa
mengambil hadits sebagai landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang
tidak mungkin, karena Al-Qur’an akan sulit di pahami tanpa menggunakan hadits.
Al-Qur’an merupakan sumber pertama, sedangkan hadits merupakan sumber
kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-Qur’an dan hadits. Terdapat dalil hadits
rasulullah SAW yang menegaskan kewajiban mengikuti ajaran-ajaran yang
dibawa oleh nabi SAW. Seperti sabda rasulullah SAW. Sebagai berikut,

‫َتَر ْك ُت ِفْيُك ْم َأْم َر ْيِن َلْن َتِض ُّلْو ا َم ا َتَم َّس ْك ُتْم ِبِهَم ا ِكَتاَب‬
‫ِهللا َو ُس َّنَة َر ُس ْو ِلِه‬
“Aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah RasulNya”.
(HR. Malik, Baihaqy).

‫َو َع َظَنا َر ُسْو ُل ِهللا َص لَّى هللا عليه وسلم َم ْو ِع َظ ًة َوِج َلْت ِم ْنَه ا َع ْن‬
‫ َو َذ ِرَفْت ِم ْنَه ا‬، ‫َأِبي َنِج ْيٍح اْلِع ْر َباِض ْبِن َس اريَة َر ضي هللا عن َقاَل اْلُقُل ْو ُب‬
: ‫ َق اَل‬،‫ َفَأْو ِص َنا‬،‫ َك َأَّنَه ا َم ْو ِع َظ ُة ُم َو َّد ٍع‬،‫ َي ا َر ُس ْو َل ِهللا‬: ‫ َفُقْلَن ا‬، ‫اْلُعُي ْو ُن‬
، ‫ َو الَّس ْم ِع َو الَّطاَع ِة َو ِإْن َت َأَّمَر َع َلْيُك ْم َع ْب ٌد‬،‫ُأْو ِص ْيُك ْم ِبَتْقَو ى ِهللا َع َّز َو َج َّل‬
‫ َفَع َلْيُك ْم ِبُس َّنِتي َو ُس َّنِة اْلُخَلَف اِء‬.‫َفِإَّنُه َم ْن َيِع ْش ِم ْنُك ْم َفَس َيَر ى اْخ ِتَالفًا ًك ِثْي رًا‬
‫ َف ِإَّن‬،‫ َو ِإَّياُك ْم َو ُم ْح َد َثاِت ْاُألُم ْو ِر‬، ‫الَّراِش ِد ْيَن اْلَم ْهِد ِّيْيَن َع ُّض وا َع َلْيَها ِبالَّنَو اِج ِذ‬
]‫ حديث حسن صحيح‬: ‫ُك َّل ِبْد َع ٍة َض َالَلٌة [َر َو اه داود والترمذي وقال‬

2
Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu dia berkata:
Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam memberikan kami nasehat yang membuat
hati kami bergetar dan air mata kami berlinang. Maka kami berkata: Ya
Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka berilah kami
wasiat. Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: “ Saya wasiatkan kalian
untuk bertakwa kepada Allah ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian
meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena di antara kalian
yang hidup (setelah ini) akan menyaksikan banyaknya perbedaan pendapat.
Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran
Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan
kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan,
karena semua perkara bid’ah adalah sesat “ (Riwayat Abu Daud dan Turmuzi, dia
berkata : hasan shahih)

B. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an


Sudah kita ketahui bahwa hadits mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam ajaran islam. Ia menempati posisi kedua setelah Al-Qur’an sebagai
sumber ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum (global), yang
perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci. Disinilah hadits menduduki dan
menempati fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas
(mubayyin) isi Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.

‫ِبٱْلَبِّيَٰن ِت َو ٱلُّز ُبِرۗ َو َأنَز ْلَنٓا ِإَلْيَك ٱلِّذْك َر ِلُتَبِّيَن ِللَّناِس َم ا ُنِّز َل ِإَلْيِه ْم َو َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُروَن‬

Arab-Latin: Bil-bayyināti waz-zubur, wa anzalnā ilaikaż-żikra litubayyina lin-nāsi


mā nuzzila ilaihim wa la'allahum yatafakkarụn

Artinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan


kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.

Dalam hubungann dengan Al-Qur’an, hadits berfungsi sebagai penafsir,


pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Apabila disimpulkan
tentang fungsi hadits dalam hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut.

1. Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah menerangkan ayat-ayat yang sangat
umum, mujmal, dan musytarak. Fungsi hadits dalam hal ini adalah memberi
perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih muthlaq, dan memberikan
takhshish ayat-ayat yang masih umum.
3

Diantara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti hadits yang menerangkan
ke-mujmal-an ayat-ayat tentang perintah Allah SWT. Untuk mengerjakan shalat,
puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan masalah ibadah
tersebut masih bersifat global atau secara garis besarnya saja. Contohnya, kita
diperintahkan sholat, namun Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana tata cara
sholat, tidak menerangkan rukun-rukun nya dan kapan waktu pelaksanaannya.
Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi SAW. Dengan
sabdanya.
‫َص ُّلوا َك َم ا َر َأْيُتُم وِنى ُأَص ِّلى‬
“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR. Bukhari).
Sebagaimana hadits tersebut, Rasul memberikan contoh tata cara shalat yang
sempurna. Bukan hanya itu, beliau melengkapi dengan berbagai kegiatan yang
dapat menambah pahala ibadah shalat.
Contoh lain, Allah SWT. Memerintahkan kepada umat islam untuk berzakat maka
hadits menerangkannya dengan sangat detail.
Nabi SAW. Bersabda tentang zakat emas dan perak,
‫َهاُتوا ُربَع ُع ْش َر َأْم َو اِلُك ْم‬
Berikanlah dua setengah persen dari harta-hartamu.
Untuk zakat binatang dan tumbuh-tumbuhan, Nabi Muhammad SAW.
menerangkannya dengan beberapa surat yang dikirim kepada pegawai zakat dan
beberapa hadis yang ma'tsur.
Demikian juga, dengan kewajiban berhaji. Hadits menjelaskannya dengan sabda
Nabi berikut ini.
‫ُخ ُذ وا َع ِّنى َم َناِس َك ُك ْم‬
"Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak
mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini". (HR. Muslim no.
1297).
Di antara contoh-contoh bayan at-tafsir musytarak fihi, adala menjelaskan tentang
ayat quru'. Allah SWT. berfirman,

‫َو الَّطَلْقُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأنُفِس ِهَّن َتَلَثَة ُقـ من أن يكمن َم ا َخ َلَق ُهللا ِفي َاْر َح اِم هَن ِإن ُك َّن ُيْؤ ِم َن ذلك باِهلل َو الَي ْو ِم اآلِخ ِر‬
‫َو ُبعولتهن أحِّق ِبَرِدِهـ ان ارادوا إْص اَل ًحا َو ُهَّن ِم ْث ُل اَّل ِذ ي َع َلْيِهَّن ِب اْلَم ْعُروِف ِبالِّر َج اِل َك َع َلْيِهَّن َد َر َج ة ة وقال‬
‫َد َر َج ًة َو ُهللا َع ِزيٌز َحِك يم‬.

٢٢٨ : ‫البقرة‬

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan din (menunggu) tiga kali quru'.
Tidak boleh mereka menyem bunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
4
merujukinya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang makruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al-
Baqarah [2]: 228)
Untuk menjelaskan lafazh quru'ini, datanglah hadis Nabi SAW. berikut ini,

‫ رواه ابن ماجها‬. ‫ َطاَل ُق اَأْلَم ِة اْثَنَتاِن َو َع َذ ا َح َض َتاِن‬Talak budak dua kali dan iddahnya dua
haid. (H.R. Ibnu Majah)
sehingga arti perkataan quru' dalam ayat Al-Quran Q.S. Al-Baqarah at 228 berarti
suci dari haid.

Contoh hadis Rasulullah SAW. yang men-taqyid ayat-ayat Al- Quran yang besifat
muthlag, antara lain hadis,

‫ال تقطُع َيُد الَّش اِرِق اَألرِفي ُرْبِع ِد يَناٍر َفَص اِع ًدا‬.

Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian sebilai)


seperempat dinar atau lebih. (H.R. Mutafaq'alaih menurut lafazh Muslim) Hadis
di atas men-taqyid Q.S. Al-Ma'idah [5]: 38, yaitu:

٢٨ : ‫َو الَّساِر ُق َو الَّساِرَقُة َفاْقَطُعوا َيِدَيُهَم ا َج َز اء َم ا َك َسَبا ایا ہما۔ نكاال من هللا وهللا عزيز حكيم ( المائدة‬

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al- Ma'idah [5]: 38)

Contoh lain adalah sabda Rasulullah SAW. berikut,

‫ َفَأما الُم َتَتاِن اْلُم وُت َو اْلَجَر ُد َو اَّم ا الَّد َم اِن َفاْلَك ِبُد َو الَّطَح اُل‬، ‫ أحَّلْت َلَنا َم َتَتاِن َو َد َم اِن‬.

Telah dihalalkan bagi kamu dua (macam) bangkai dan dua (macam) darah.
Adapun dua bangkai adalah bangkai ikan dan belalang, sedangkan dua darah
adalah hati dan limpa.s

Hadis ini men-taqyid ayat Al-Quran yang mengharamkan semua ngkai dan darah,
sebagaimana firman Allah SWT. dalam Q.S. Al- Maidah (5): 3 sebagai berikut,
‫ُحِّر َم ْت َع َلْيُك ُم اْلَم ْيَتُة َو الَّد ُم َو َلْح ُم اْلِخ ْنِزْيِر‬
Artinya: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, (Q.S Al-Ma’idah [5]:3)
5
Contoh hadis yang berfungsi untuk men-takhshis keumuman ayat-ayat Al-Quran
adalah Hadis Nabi SAW. berikut ini.

‫ ا رواه أحمد اَل َيِر ُث اْلَقاِتُل ِم َن الَم ْقُتوِل َش يًا‬-

Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan. (H.R Ahmad)

Hadis tersebut men-takhsis keumuman firman Allah SWT. Q.S. An-Nisa' [4]: 11
yaitu:

‫ هللا‬:‫ُيوِص يُك ُم ُهَّللا ِفي َأْو اَل ِد ُك ْم ال َك ر مثل حظ النيين النساء‬

Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


Yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. (Q.S.
An-Nisa' [4]: 11)

2.Bayan at-tagrir
Bayan at-tagrir atau sering juga disebut dengan bayan at-ta'kid dan bayan al-itsbat
adalah hadis yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-
Quran. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan
Al-Quran. Contoh bayan at-taqrir adalah hadis Nabi SAW. yang memperkuat
firman Allah Q.S. Al-Baqarah [2]: 185, yaitu,

، ۱۸۵ ‫هـ‬١٨٥ : ‫ َفَم ْن َش ِهَد ِم نُك ُم الَّش ْهَر َفْلَيُع ُم ُه ( البقرة‬... Karena itu, barang siapa yang
mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa....(Q AL-Baqarah
[2]: 185)
Ayat diatas di-taqrir oleh hadits Nabi SAW, yaitu,
‫ َو ِإَذ ا َر َأْيُتُم وُه َفَأْفِط ُروا‬,‫ِإَذ ا َر َأْيُتُم وُه َفُصوُم وا‬
... Apabila kalian melihat (ru'yat) bulan, berpuasalah, begitu pula apabila melihat
(ru'yat) bulan itu, berbukalah (H.R. Muslim dari Ibnu Umar)
Contoh lainnya adalah Q.S. Al-Ma'idah [5]: 6 tentang keharusan berwudhu
sebelum shalat, yaitu,
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َفاْغ ِس ُلْو ا ُوُجْو َهُك ْم َو َاْيِدَيُك ْم ِاَلى اْلَم َر اِفِق َو اْمَس ُحْو ا ِبُرُءْو ِس ُك ْم َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى‬
‫اْلَكْع َبْيِۗن‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
basuhlah mukamu dan tanganmu Vegeta un sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, .... (Q.S. Al-
Ma'idah [5]: 6)

6
Ayat Al-Quran di atas di-taqrir oleh hadis Nabi SAW., yakni,

‫ رواه البخاري عن أبي هريرة‬. ‫ اَل ُتْقَبل َص اَل ُة َم ْن َأَح َد َث َح َّتى َيَتَو َض َأ‬: ‫ قاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak diterima shalat seseorang yang berhadas
sebelum ia berwudhu." (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah)
Contoh berikutnya adalah ayat Al-Quran yang menjelaskan shahadat (Q.S. Al-
Hujurat [49]: 15), shalat dan zakat (Q.S. An-Nur [24]: 56), puasa (QS. Al-Baqarah
[3]: 182 dan 185), dan tentang haji (Q.S. Ali Imran [3]: 97). Ayat-ayat tersebut di-
taqrir oleh hadis Nabi SAW. riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Umar, yaitu,
‫ َش َهاَد ِة َأْن ال إله اال ُهللا َو َأْن ُمَحَّم ًدا َر ُسوُل‬، ‫َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِبِنَي اِإْل ْسالُم على خمس‬
‫ِهللا َو ِإَقاِم الَّص اَل ِة َو ِاْبَناِء الَّز َك اِة َو َأنَح َو َص ْو ِم َر َم َض اَن‬
Rasulullah SAW telah berkata, "Islam dibangun atas lima dasar, yaitu
mengucapkan kalimat syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
menunaikan ibadah haji, dan puasa pada bulan Ramadhan. (H.R. Bukhari)
Menurut sebagian ulama, bayan taqrir atau bayan ta'kid ini disebut juga bayan al-
muwafiq li nash al-kitab al-karim. Hal ini karena hadis- hadis ini sesuai dan untuk
memperkokoh nash Al-Quran.

3. Bayan An-Nasakh
Secara bahasa, an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al- ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir mengubah).
Para ulama, baik mutaqaddimin maupun muta'akhirin berbeda pendapat dalam
mendefinisikan bayan an-naskh. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan di antara
mereka dalam mendefiniskan kata naskh dari segi kebahasaan. Menurut ulama
mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara'
yang datang kemudian." Dari pengertian tersebut, menurut ulama yang setuju
adanya fungsi bayan an-nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan
yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Quran
yang datang kemudian.
Di antara ulama yang membolehkan adanya naskh hadis terhadap Al-Quran,
juga berbeda pendapat dalam macam hadis yang dapat dipakai untuk men-naskh
Al-Quran. Dalam hal ini mereka terbagi ke dalam tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-naskh Al-Quran dengan segala hadis, meskipun


hadis ahad. Pendapat ini di antaranya dikemukakan oleh para ulama
mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian besar pengikut Zhahiriah.

Kedua, yang membolehkan me-naskh dengan syarat hadis tersebut harus


mutawatir. Pendapat ini di antaranya dipegang oleh Mu'tazilah.

7
Ketiga, ulama yang membolehkan men-naskh dengan hadis masyhur, tanpa harus
dengan Mutawatir. Pendapat ini di antaranya dipegang oleh ulama Hanafiyah."

Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah sabda Rasul SAW.
dari Abu Umamah Al-Bahili,

‫ ا رواه أحمد واألربعة إال النسائى‬. ‫* ِإَّن هللا قد اْع َطى ُك َّل ِذ ي َح ٌّق َح َقُه َفاَل َو ِص َّيًة ِلَو اِر ٍب‬

Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknya (masing-


masing). Maka, tidak ada wasiat bagi ahli waris. (H.R. Ahmad dan Al-Arba'ah,
kecuali An- Nasa'i. Hadis ini dinilai hasan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi)
Hadis ini menurut mereka men-naskh isi Al-Quran surat Al- Baqarah [2]: 180,
yakni,

‫كتب عليكم إذا َحَضَر َأَح َد ُك ُم الَم ْو ُت ِإن َتَر َك َخبير الوصية الوالدين واألقربين بالمعروف حقا على السفين‬.
١٨٠ : ‫البقرة‬

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)


maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan
karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 180)

Kewajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat berdasarkan Q.S. Al-
Baqarah [2]: 180 di atas, di-naskh hukumnya oleh hadis yang menjelaskan bahwa
kepada ahli waris tidak boleh dilakukan wasiat.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seluruh umat Islam, tanpa kecuali, telah sepakat bahwa hadis merupakan salah
satu sumber ajaran Islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting
setelah Alquran. Kewajiban mengikuti hadis bagi umat Islam sama wajibnya
dengan mengikuti Al-Qur'an. Hal ini karena hadis merupakan mubayyim terhadap
Al-Qur'an. Dengan demikian, antara hadis dan Alquran memiliki kaitan yang
sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-
sendiri. Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadits dalam Islam tidak dapat
diragukan karena terdapat penegasan yang banyak, baik di dalam Alquran maupun
dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
Terdapat beberapa fungsi hadis antara lain :
1. Bayan at tafsir yang mana ia menerangkan ayat-ayat yang umum dan memiliki
fungsi untuk memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat Alquran
yang masih tidak jelas memberikan penjelasan bagi ayat-ayat Alquran yang belum
mutlak dan memberikan kekhususan ayat-ayat yang masih bersifat umum.
2. Bayan at taqrir berfungsi untuk memperkokoh atau memperkuat atau memperjelas
pernyataan dari Alquran
3. Bayan an nasakh memiliki fungsi yaitu menghapus ketentuan-ketentuan atau isi
Alquran yang datang kemudian.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.faiunwir.ac.id/index.php/Jurnal_Risalah/article/download/100/68
Utang Ranu Wijaya. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama. 1996, hlm, 26.
Abbas Al-Mutawali Hamadah. As-Sunnah An-Nabawiyah wa Makananik fi At-
Tasyri Kairo: Dar Al-Qaumiyah. t.t. him. 143. Lihat Ranuwijaya, op. cit. him. 27-
29.
Ibid. hlm. 169.
Musthafa As-Siba'i. As-Sunnah toa Makanatuha fi At-Tasyri' Al-Islami. Kairo: D
Qaumiyah. 1949. hlm. 360.
Ranuwijaya. op. cit. hlm. 37.
Hadis nomor 3.592 dalam Bab Ijtihad Al-Ra'yi fi Al-Qadhâ', Kitâb Al-
Aqdhiyah, dalam Abu Daud bin Sulaiman bin Al-Asy'as Al-Sijistani, Sunan Abi
Daud, Juz. 5 (Suriyah: Dâr Al-Hadîts, t.t.), hlm. 18.
Hamadah. op.cit. hlm. 173-175.
As-Suyuthi. Al-Jami' Ash-Shagir. Beirut: Dar Al-Fikr. t.t. hlm. 130
Abu Dawud. Sunan Abu Dawud. Jilid II. Beirut: Dar Al-Fikr. 1990 M./1410 H.
hlm 3. Muhammad 'Ajjaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Terj. HM. Qodirun Nur
dan Ahmad. 393.
Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2003. hlm. 29.

10

You might also like