You are on page 1of 11

MAKALAH

Tentang:
Sumber Ajaran Islam Yang Disepakati Ulama

Dosen Pengampu:
Dr. Jamaludin, MA

Disusun Oleh:
Alda Rayani
Asifa Fonqalbu

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TGK CHIK PANTE KULU


DARUSSALAM, BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan
rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW. yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sumber Ajaran Islam Yang Disepakati Ulama”. Di samping itu, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
makalah ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka
kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu
mendatang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. Al Quran.....................................................................................................................................2
B. Hadits.........................................................................................................................................3
C. Ijma’...........................................................................................................................................4
D. Qiyas..........................................................................................................................................6
BAB III PENUTUP...............................................................................................................................7
A. Kesimpulan................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber hukum dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam menetapkan
hukum dan memecah masalah dalam mencari suatu jawaban adalah alQur’an dan al-Hadis.
Sebagai sumber paling utama dalam Islam, alQur`an merupakan sumber pokok dalam
berbagai hukum Islam. Al-Qur’an sebagai sumber hukum isinya merupakan susunan hukum
yang sudah lengkap. Selain itu juga al-Qur`an memberikan tuntunan bagi manusia mengenai
apa-apa yang seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam kehidupan kesehariannya.4
Sedangkan al-Hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an. Disamping
sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan mentaati
Rasulullah Saw, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al-
Qur’an mujmal, mutlak, amm dan sebagainya
Al-Qur’an merupakan hidayah Allah yang melengkapi segala aspek kehidupan
manusia. Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur’an, yang merupakan sumber
pokok bagi aqidah, ibadah, etika, dan hukum. al-Qur’an merupakan sumber primer karena
tidak lepas dari apa yang dikandung oleh alQur’an itu sendiri. Di dalam al-Qur’an sendiri di
jelaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan segala kebutuhan manusia demi
kelangsungan hidupnya. Meskipun al-Qur’an itu bukanlah ilmu pengetahuan dan bukan pula
ilmu filsafat.8 Tetapi didalamnya terkandung pembicaraan-pembicaraan yang penuh isyarat
untuk ilmu pengetahuan dan ilmu kefilsafatan. Sejak pertama kali di turunkan, alQur’an telah
merubah arah dan paradigma bangsa Arab dan manusia pada umumnya. Berbagai sisi
kehidupan manusia mengalami pergeseran arah yang lebih baik dengan hadirnya al-Qur’an.
Hal ini merupakan salah satu pengaruh ajaran dan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam
alQur’an. Sementara itu, ada yang mengatakan bahwa semua ilmu dan pengetahuan yang ada
di dunia dan akhirat sudah terangkum semua di dalam alQur’an.
Dalam al-Qur’an Allah Swt. berfirman, “… barangsiapa tidak memutuskan dengan
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (Q.S. alMa’idah/5:44).
Ayat tersebut mendorong manusia, terutama orang-orang yang beriman agar menjadikan al-
Qur’an sebagai sumber hukum dalam memutuskan suatu perkara, sehingga siapa pun yang
tidak menjadikannya sebagai sumber hukum untuk memutuskan perkara, maka manusia
dianggap tidak beriman. Hukum-hukum Allah Swt. yang tercantum di dalam al-Qur’an
sesungguhnya dimaksudkan untuk kemaslahatan dan kepentingan hidup manusia itu sendiri.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al Quran
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya
berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril. Al Quran juga merupakan hujjah atau
argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan
pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan. Hal ini untuk
mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan
atau kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun
manusia itu adalah orang pintar.1
Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:

‫ُقْل َّلِٕى ِن اْج َتَم َعِت اِاْل ْنُس َو اِجْلُّن َعٰٓلى َاْن َّيْأُتْو ا ِمِبْثِل ٰه َذ ا اْلُقْر ٰاِن اَل َيْأُتْو َن ِمِبْثِلهٖ َو َلْو َك اَن َبْعُضُه ْم ِلَبْع ٍض َظِه ْيًر ا‬

Artinya: Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."

Al-Quran menggambarkan dirinya sendiri sebagai pembeda atau Al-Furqan, kitab utama atau
Ummul Kitab, Penuntun atau Huda, kebijaksanaan atau Hikmah, Pengingat atau Dzikir, dan
sesuatu yang diturunkan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang rendah atau Tanzil.
 Isi dari Al-Quran
Al-Quran memiliki isi yang lebih pendek dibandingkan dengan perjanjian baru atau juga
kitab Ibrani. Al-Quran dibagi menjadi 114 surat, atau bisa disebut dengan bab. Dalam bab
atau surat itu, memiliki ayat atau butir-butir yang berbeda-beda. Surat di dalam Al-Quran
yang pertama adalah Al-Fatihah, namun bukan berarti Al-Fatihah adalah surat yang
diturunkan pertama kali oleh Allah SWT. Surat yang paling panjang adalah surat kedua atau
surat Al-Baqarah dan surat yang paling terpendek adalah surat Al-Kautsar.
Nama-nama surat di dalam Al-Quran diberikan dengan istilah yang paling banyak muncul di
dalam surat tersebut, namun hal ini tidak berlaku dalam semua surat di Al-Quran. Surat
dibagi lagi menjadi ayat-ayat yang secara literalnya memiliki arti ‘tanda’. Ayat di dalam Al-
Quran terdiri dari 6.236 ayat. Ayat di dalam Al-Quran juga memiliki panjang yang berbeda-

1
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Kementerian Agama RI.
2
beda, ada yang sangat panjang seperti paragraf, ada juga yang hanya terdiri dari beberapa
kalimat.
Di dalam ayat-ayat Al-Quran, umumnya menyebut dirinya sebagai ucapan ialhi yang
menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dan jamak yaitu saya dan kami, kata ganti ini
secara jelas mengacu kepada Allah SWT yang Maha Esa. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang
menggambarkan penghakiman di mana Allah SWT akan menyerahkan setiap manusia ke
surga atau neraka sesuai dengan amalannya di dunia.

B. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan
dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang
kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk
mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:

٣٢ - ‫ُقْل َاِط ْيُعوا الّٰل َه َو الَّر ُسْو َل ۚ َفِاْن َتَو َّلْو ا َفِاَّن الّٰل َه اَل ِحُيُّب اْلٰك ِف ِر ْيَن‬

Artinya: Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling,
ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya
tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad
SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad. 2
Istilah hadits berasal dari akar bahasa Arab h-d-th yang memiliki arti ‘terjadi’ atau
‘melaporkan’ atau ‘berita’. Hal ini bisa diartikan bahwa hadits merupakan sebuah berita atau
catatan. Dari hadits ini datanglah sunnah atau arahan yang mana umat Islam mengimani dan
menyesuaikan diri dalam perintah yang tertulis dalam hadits berdasarkan catatan atau
perilaku Nabi Muhammad.
Para sejarawan muslim mengungkapkan bahwa Khalifah Utsman bin Affan (Khalifah ketiga
dari kekhalifahan rashidun) yang dulunya selaku sekretaris Nabi Muhammad, diyakini
mendesak umat Islam untuk mencatat hadits-hadits seperti yang disarankan oleh Nabi
Muhammad kepada pengikutnya untuk menuliskan kata-kata dan tindakannya. Namun
sayangnya kerja keras Khalifah Utsman bin Affan terpotong karena insiden pembunuhannya

2
Kementerian Agama RI. 2011. Islam Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian Agama RI.
3
di tangan tentara pada tahun 656 M. Menurut sejarawan, beberapa koleksi hadits
dikumpulkan pada zaman Umayyah.
Dalam hukum Islam, penggunaan hadits yang ada seperti yang dipahami sekarang-sekarang
ini datang secara bertahap. Mazhab-mazhab hukum Islam menggunakan aturan-aturan dari
sahabat Nabi Muhammad, keputusan para Khalifah dan praktek-praktek yang telah diterima
secara umum oleh para ahli hukum Islam. Menjelang kematiannya, Khalifah Umar bin
Khattab memerintahkan umat Islam untuk mencari petunjuk dari Al-Quran.
Penggabungan hadits Nabi ke dalam Islam secara bertahap terjadi. Abu Abdullah Muhammad
bin idris al-Shafii atau yang biasa dikenal dengan Al-Syafii menekankan otoritas akhir dari
sebuah hadits Nabi Muhammad, sehingga Al-Quran digunakan untuk ditafsirkan ke dalam
hadits, bukan sebaliknya. Al-Syafii ini menegaskan bahwa sunnah Nabi dan Al-Quran berdiri
secara sejajar, karena menurutnya perintah Nabi Muhammad adalah perintah Tuhan. Untuk
melihat kumpulan hadits-hadits shahih bisa dilihat dalam buku Hadits Shahih Bukhari dan
Muslim yang disusun oleh Ulama Muhammad Fuád Abdul Baqi.

C. Ijma’
Secara bahasa, ijma berarti sebagai suatu hal berupa mengumpulkan berbagai macam perkara
yang kemudian memberi hukum atas perkara tersebut serta meyakini hukum tersebut. Sedang
secara umum, ijma adalah sebuah kebulatan atau keputusan dari pendapat-pendapat yang
berasal dari para ahli ulama ijtihad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW serta
menggunakan hukum syara’.
Selain itu, mengutip dari laman almanhaj, secara bahasa, ijma berasal dari kata ajma’a
yajimiu ijma’an dan memakai isim maf’ul mujma. Oleh karena itu, ijma mempunyai dua arti
atau dua makna. Pertama, kalimat ajma’a fulan ‘ala safar memiliki arti bahwa ia telah
bertekad dengan kuat untuk safat dan telah menguatkan niatnya. Kemudian, makna kedua
ijma adalah sepakat. Dalam kalimat ajma’ muslimun ‘ala kadza artinya adalah mereka akan
sepakat terhadap sebuah perkara atau masalah yang sedang terjadi. Dengan begitu, umat
Muslim menjadi lebih tenang ketika menghadapi suatu permasalahan dan tidak akan tersesat
dan berjalan di jalan yang baik dan benar.3
1. Kedudukan Ijma

3
Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih dan Kehidupan (2): Thaharah. Jakarta: DU Publishing.

4
Kedudukan ijma di kalangan beberapa ulama berbeda atau bisa dibilang beberapa ulama
memiliki pendapat yang berbeda tentang ijma. Mengutip dari laman
siswadywordpress.com bahwa menurut Jumhur ulama’ ushul Fiqh jika rukun-rukun ijma
sudah terpenuhi dengan baik, maka ijma yang telah dibuat dapat dijadikan sebagai hujjah
yang pasti (qath’i). Oleh karena itu, ijma tersebut wajib diamalkan atau dikerjakan serta
tidak boleh ada yang melanggarnya. Bagi seseorang yang melanggarnya bisa dianggap
sebagai kafir.
Selain itu, suatu permasalahan yang sudah ada hukumnya melalui kegiatan ijma, maka
generasi ushul fiqh selanjutnya tidak boleh membahas permasalahan yang sudah terjadi
sebelumnya. Hal ini dikarenakan hukum ijma merupakan hukum syara’ yang sifatnya
sudah qath’i atau pasti. Selain itu, hukum ijma ada diurutan ketiga dalam dalil syara’
setelah hukum berdasarkan Al-Quran dan Hadits.
Namun, bagi beberapa ulama kalangan Syi’ah, dan seorang tokoh Mu’tazilah, Ibrahim bin
Siyar al Nazzam memiliki pendapat bahwa ijma tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
Ibrahim bin Siyar al Nazzam mengungkapkan bahwa struktur social dan budaya pada
setiap daerah tidak selalu sama, sehingga ijma tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
2. Jenis Ijma
Menurut para ulama ushul fiqh, ijma terdiri dari dua jenis, yaitu ijma Al Sukuti dan ijma
Al Sarih.
a) Ijma Al Suukti adalah jenis ijma pada saat para ulama atau para ahli ijtihad
mengambil keputusan untuk diam, tetapi diamnya para ulama atau para ahli ijtihad
karena sudah setuju dengan semua pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli
ijtihad dan ulama lainnya.
b) Ijma Al Sarih adalah jenis ijma yang di mana para ulama dan ahli ijtihad masing-
masingnya menyampaikan pendapatnya terkait dengan permasalahan yang secara
terjadi, baik itu disampaikan dengan lisan atau secara tertulis. Pendapat yang
disampaikan ini berupa setuju atau tidak terhadap pendapat yang telah disampaikan
oleh para ulama dan ijtihad lainnya.

D. Qiyas
Qiyas adalah salah satu dari empat sumber hukum Islam yang sudah disepakati oleh para
ulama dan mujahid. Adapun ketiga sumber hukum Islam lainnya, yaitu Al-Quran, Hadits, dan
Ijma. Secara bahasa kata qiyas berasal dari akar kata, qaasa-yaqishu-qiyaasan yang berarti

5
pengukuran. Selain itu, secara bahasa qiyas berarti sesuatu tindakan untuk mengukur suatu
hal atau peristiwa yang kemudian disamakan. Para ukama ushul fiqh mengatakan bahwa
walaupun qiyas sangat beragam, tetapi masih mempunyai makna yang sama.
Sedangkan, menurut istilah, qiyas adalah suatu tindakan untuk menyamakan suatu hal yang
tidak mempunyai nash hukum dengan sesuatu hal yang memiliki nash hukum, kemudian
dilihat berdasarkan kesamaan illat yang diperhatikan sesuai dengan syara’. Menurut Imam
Syafi’i, kedudukan qiyas berada di bawah dari ijma, sehingga qiyas menjadi sumber hukum
Islam yang terakhir.
1. Jenis Qiyas
Qiyas dibagi menjadi 3 jenis, yaitu qiyas illat, qiyas dalalah, dan qiyas shabah.
a) Qiyas Illat
Qiyas illat adalah jenis qiyas yang sudah memiliki suatu kejelasan dari kedua
persoalan yang sudah dibandingkan dan diukur. Qiyas illat terdiri dari dua jenis, yaitu
qiyas jail, qiyas khafi, dan qiyas.
b) Qiyas Dalalah
Qiyas dalalah adalah jenis qiyas yang sudah memperlihatkan kepada hukum
yang sesuai dengan dalil illat. Qiyas dalalah bisa juga diartikan sebagai jenis qiyas
yang dapat diterapkan dengan cara menghubungkan pokok dan cabang hukum
berdasarkan illat.
c) Qiyas Shabah
Qiyas shabah adalah qiyas yang mempertemukan antara cabang qiyas dengan
suatu pokok permasalahan yang berfungsi hanya untuk penyerupaan.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril. Al Quran juga merupakan
hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah
kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan.
Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya
tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad
SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.
Ijma mempunyai dua arti atau dua makna. Pertama, kalimat ajma’a fulan ‘ala safar memiliki
arti bahwa ia telah bertekad dengan kuat untuk safat dan telah menguatkan niatnya.
Kemudian, makna kedua ijma adalah sepakat. Dalam kalimat ajma’ muslimun ‘ala kadza
artinya adalah mereka akan sepakat terhadap sebuah perkara atau masalah yang sedang
terjadi. Dengan begitu, umat Muslim menjadi lebih tenang ketika menghadapi suatu
permasalahan dan tidak akan tersesat dan berjalan di jalan yang baik dan benar.
Qiyas adalah suatu tindakan untuk menyamakan suatu hal yang tidak mempunyai nash
hukum dengan sesuatu hal yang memiliki nash hukum, kemudian dilihat berdasarkan
kesamaan illat yang diperhatikan sesuai dengan syara’. Menurut Imam Syafi’i, kedudukan
qiyas berada di bawah dari ijma, sehingga qiyas menjadi sumber hukum Islam yang terakhir.

7
DAFTAR PUSTAKA

As Suyuthi, Jalaludin. 2008. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.

Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Kementerian Agama RI. 2011. Islam Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Kementerian Agama RI. 2012. Tafsir al-Qur’an Tematik. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Mu’thi, Fadlolan Musyaffa’. 2008. Potret Islam Universal. Tuban: Syauqi Press.

Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih dan Kehidupan (2): Thaharah. Jakarta: DU Publishing.

Shihab, Quraisy. 1998. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Syaltut, Mahmud. 1990. Tafsir Al-Qur’anul Karim. Bandung: Diponegoro.

You might also like