You are on page 1of 7

WANPRESTASI PERJANJIAN KERJA SAMA

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PROPERTI


(Studi Kasus Putusan Nomor 930/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL)

Daffa Januar Muttaqien1, Kartika Andiani Haryanto2


Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Widyatama, Bandung

BAB I
PENDAHULUAN
Kerjasama merupakan sebuah proses di mana individu atau kelompok bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama. Ini melibatkan berbagi pengetahuan, keterampilan, sumber
daya, dan tanggung jawab antara individu atau kelompok yang terlibat. Dalam bidang
properti kerjasama merupakan suatu bentuk kolaborasi antara dua atau lebih pihak yang
memiliki tujuan bersama dalam membangun, mengelola, atau mengembangkan properti.
Kerjasama semacam ini dapat melibatkan berbagai jenis properti, seperti perumahan,
komersial, industri, atau properti rekreasi.
Kerjasama dalam bidang properti umumnya terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat
memiliki sumber daya, keahlian, atau modal yang saling melengkapi dan ingin
memanfaatkannya secara bersama-sama. Melalui kerjasama, pihak-pihak tersebut dapat
membagi risiko, mengoptimalkan penggunaan aset, meningkatkan efisiensi, dan memperluas
jangkauan pasar.
Dalam dunia bisnis, perjanjian kerja sama merupakan hal yang umum terjadi antara dua
pihak yang memiliki tujuan yang sama. Namun, tidak semua perjanjian berjalan sesuai
dengan harapan. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan: “Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
(Sinaga & Darwis, 2020). Namun, terkadang salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban
yang telah disepakati, yang dikenal sebagai wanprestasi.
Menurut Yahya Harahap (1986) wanprestasi adalah: “Pelaksanaan perjanjian yang tidak
tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama
sekali.”. Setiap perikatan yang dilahirkan dari perjanjian atau dalam setiap hubungan hukum,
hak dari kreditur dan debitur dijamin oleh hukum atau undang-undang, artinya apabila hak
kreditur menjelma menjadi tuntutan pemenuhan hak dalam perjanjian yang dibuat secara sah
tidak dipenuhi secara suka rela oleh debitur, dapat dijadikan dasar bahwa ia telah melakukan
wanprestasi, pihak kreditur dapat menuntut dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Jadi
wanprestasi merupakan suatu dasar dari gugatan perdata bagi kreditur untuk dapat menuntut
pemenuhan haknya melalui ketua pengadilan untuk mendapat realisasi keputusan yang tetap
dari hakim (Dsalimunthe, 2017). Untuk menyatakan debitur telah melakukan wanprestasi
jelas harus dihubungkan dengan perjanjian dimana wanprestasi dilakukan, maka perlu kita
uraikan terlebih dahulu bentuk perjanjian yang harus dipenuhi yang dibagi atas tiga (3)
macam, yaitu:
a. Perjanjian untuk menyerahkan sesuatu kebendaan
b. Perjanjian untuk melakukan sesuatu
c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Wanprestasi dapat berimplikasi serius pada perjanjian kerja sama dalam pembangunan
dan pengelolaan properti. Wanprestasi pada suatu perusahaan usaha properti adalah
kegagalan salah satu pihak dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan kontrak kerjasama
usaha properti. Hal ini dapat terjadi ketika salah satu pihak gagal memenuhi kewajiban yang
telah disepakati, seperti gagal menyelesaikan konstruksi tepat waktu, gagal menyediakan
sumber daya yang dijanjikan, atau melanggar ketentuan lain dalam perjanjian.
Salah satu permasalahan terjadi yaitu pada PT Hutama Karya dan anak usaha yang
bergerak di bidang properti yaitu PT HK Realtindo digugat oleh PT Kosala Agung
Metropolitan terkait perkara wanprestasi dalam kerjasama dalam pengembangan satuan
rumah susun The H Tower atau Kesatuan Bagunan Gedung The H Tower yang berlokasi di
Jalan H.R. Rasunda Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Gugatan yang dikeluarkan oleh PT
Hutama Karya didaftarkan pada 6 April 2022 dengan nomor perkara 320/Pdt.G/2022/PN
JKT.SEL. Dari permasalahan tersebut apakah perjanjian dari kedua perusahaan tersebut
dikatakan sah secara hukum dan apakah gugatan tersebut telah sesuai dengan teori dan
konsep wanprestasi.

BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Perjanjian
Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang lain
atau lebih.”. Subekti mengatakan, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal
(Sinaga, 2018). Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang meliputi:
a. Kesepakatan Mereka yang Mengikat Diri
Para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok
atau materi yang diperjanjikan. Kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada paksaan,
penipuan, atau kekhilafan.
b. Kecakapan Mereka yang Membuat Kontrak
Pasal 1330 KUHPerdata telah mengatur pihak-pihak mana saja yang boleh atau dianggap
cakap untuk membuat perjanjian. Di samping itu, ada orang yang dianggap tidak cakap
untuk membuat perjanjian, antara lain: 1) Orang yang belum dewasa; dan 2) Orang yang
ditempatkan di bawah kondisi khusus (seperti cacat, gila, dinyatakan pailit oleh
pengadilan, dan sebagainya).
c. Suatu Hal Tertentu
Apa yang diperjanjikan (objek perikatannya) harus jelas. Dengan kata lain, jenis barang
atau jasa itu harus ada dan nyata.
d. Suatu Sebab yang Halal
Tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang undang-undang atau yang
bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan, ataupun ketertiban umum.

Persyaratan “Kesepakatan Mereka yang Mengikat Diri” dan “Kecakapan Mereka yang
Membuat Kontrak” berkenan dengan subjek perjanjian atau syarat subjektif. Sedangkan,
persyaratan “Suatu Hal Tertentu” dan “Suatu Sebab yang Halal” berkenan dengan objek
perjanjian atau syarat objektif. Apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak terpenuhi maka
Perjanjian tersebut batal demi hukum atau perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum
menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi
maka Perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak
dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku (Gumanti,
2012).
2.2 Wanprestasi
Wanprestasi adalah sebuah tindakan dimana seseorang ingkar janji terhadap janji yang
sudah dibuatnya dengan pihak lain. Dasar hukum wanprestasi diatur dalam KUHP Pasal 1338
yang berbunyi, “seluruh persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang yang berlaku,
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut tidak dapat
ditarik kembali, selain dengan kesepakatan dari kedua belah pihak atau dikarenakan alasan
yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan ini harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Adapun dasar hukum wanprestasi lainnya turut diatur dalam pasal berikut ini. Pasal ini
memuat konsekuensi yang akan ditanggung pihak yang melakukan wanprestasi.
a. Pasal 1243 BW terkait kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh pihak kreditur
atau pihak lainnya akibat salah satu pihak.
b. Pasal 1267 BW yang mengatur terkait pemutusan kontrak perjanjian bersamaan dengan
pembayaran ganti rugi yang ada.
c. Pasal 1237 Ayat (2) BW penerimaan peralihan resiko sejak wanprestasi terjadi.
d. Pasal 181 Ayat (2) HIR tentang kewajiban menanggung biaya biaya perkara di

pengadilan.

BAB III
KASUS
3.1 Latar Belakang Kasus
PT Hutama Karya dan anak usaha yang bergerak di bidang properti yaitu PT HK
Realtindo digugat terkait perkara wanprestasi dalam kerjasama dalam pengembangan satuan
rumah susun The H Tower atau Kesatuan Bagunan Gedung The H Tower yang berlokasi di
Jalan H.R. Rasunda Said, Kuningan, Jakarta Selatan oleh PT Kosala Agung Metropolitan
dengan nomor perkara 930/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL. Awalnya PT Hutama sudah lebih dulu
menggugat PT Kosala Agung Metropolitan. PT Hutama Karya menggugat PT Kosala Agung
Metropolitan dengan perkara yang sama yaitu wanprestasi. Gugatan yang dikeluarkan oleh
PT Hutama Karya didaftarkan pada 6 April 2022 dengan nomor perkara 320/Pdt.G/2022/PN
JKT.SEL. Pada petium tertulis bahwa PT Kosala Agung Metropolitan meminta pengadilan
untuk menghentikan sementara dan tidak melakukan setiap dan segala bentuk tindakan-
tindakan mengalihkan pemilikan dan penguasaan atas sebagian maupun seluruh unit-unit
Satuan Rumah Susun The H Tower atau Kesatuan Banginan Gedung The H Tower dengan
cara apapun termasuk melalui PPJB bawah tangan maupun PPJB notariil sampai dengan
dijatuhkan putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap. Gugatan ini keluar dikarenakan PT
Hutama Karya dan anak usahanya telah melakukan perbuatan ingkar janji/wanprestasi atas
pelaksanaan isi Akta PKS KAM-HK 2009. Karena hal ini PT Kosala Agung Metropolitan
meminta pengadilan unutk menghukum PT Hutama Karya dengan tergugat membayar ganti
rugi secara tanggung renteng sebesar Rp. 1.490.000.000.000,00 dengan rincian Rp.
535.600.000.000,00 berupa kerugian materiil dan Rp. 959.930.000.000,00 berupa kerugian
immateriil. Selain itu PT Kosala Agung Metropolitan juga meminta pengadilan untuk
meletakkan sita jaminan di atas tanah seluas 6.772 m2. berikut dengan gedung diatasnya
milik PT Kosala Agung Metropolitan (liputan6.com, 2022).

BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus Wanprestasi yang dilakukan oleh PT Hutama Karya adalah terkait tentang
perjanjian kerjasama mengenai pembangunan dan pengelolaan rumah susun. Perjanjian yang
dikatakan sah harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Jika tidak terpenuhi syarat subjektif, maka
perjanjian dapat dibatalkan. Namun jika yang tidak terpenuhi adalah syarat objektif, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum (Hendra & Prihardiati, 2022).
PT Hutama Karya dan PT Kosala Agung Metropolitan telah memenuhi syarat subjektif
karena kedua belah pihak telah membuat kesepakatan bersama dalam isi Akta PKS KAM-HK
2009. Sedangkan terkait dengan syarat objektif perjanjian tentang kerjasama dalam
pengembangan satuan rumah susun The H Tower atau Kesatuan Bagunan Gedung The H
Tower yang berlokasi di Jalan H.R. Rasunda Said, Kuningan, Jakarta Selatan dan
dilaksanakan dihadapan notaris, yaitu notaris Dini Lastari Siburian dan Tetty Herawati
Soebroto. Maka syarat sah perjanjian telah terpenuhi.
Berdasarkan gugatan wanprestasi, PT Hutama Karya harus menanggung konsekuensi
akibat dari wanprestasi. PT Kosala Agung Metropolitan menggugat ganti rugi sebesar Rp
1.495.524.933.140 (satu triliun empat ratus sembilan puluh lima miliar lima ratus dua puluh
empat juta sembilan ratus tiga puluh tiga ribu seratus empat puluh rupiah).
Berdasarkan pasal 1243 BW terkait kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh
pihak kreditur atau pihak lainnya akibat salah satu pihak, menyebutkan “Penggantian biaya,
rugi dan bunga karena tidak depenuhinya sesuatu perikatan, barulah mulai diwajibkan,
apabila si berhutang, setelah lalai memenuhi perikatannya, tetap lalai, atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggat waktu yang
telah dilampaukannya”.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulakan :
a. PT Hutama Karya dan PT Kosal Agung Metropolitas ditinjau dari syarat sahnya
perjanjian, perjanjian kedua Perusahaan tersebut dikatakan sah.
b. Putusan ganti rugi PT Kosala Agung Metropolitan kepada PT Hutama Karya sesuai
dengan hukum wanprestasi yang menjadi tanggung jawab pelaku wanprestasi.
Sampai saat ini hasil dari gugatan PT Kosala Agung Metropolitan masih belum
mendapatkan hasil persidangan. Sejauh ini Mahkamah Agung (MA) baru mengeluarkan
putusan sela yaitu “ Menolak Eksepsi Kompetensi Absolut yang diajukan oleh Tergugat I,
Tergugat II, Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II; Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Perdata Nomor:
930/Pdt.G/2022/PN Jkt.Sel.;Memerintahkan kepada Penggugat, Tergugat I, Tergugat II,
Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ini;
Menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir”. Sehingga sampai saat ini gugatan dari
PT Kosala Agung Metropolitan masih dalam proses persidangan dan belum mendapatkan
hasil putusan Mahkamah Agung terkait gugatan yang di keluarkan nya.
Sidang lanjutan terkait gugatan PT Kosala Agung Metropolitan akan dilaksanakan pada
25 September 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dimana agenda pada persidangan
ini yaitu untuk membahas bukti Bukti Surat dari PT Hutama Karya selaku tergugat dan bukti
tambahan dari PT Hutama Karya.
5.2 Saran
PT Hutama Karya dan juga PT Kosala Agung Metropolitan sebaiknya melakukan
pengawasan dan pengendalian kualitas. Jika kontrak melibatkan kerjasama dalam
pengembangan satuan rumah susun The H Tower atau Kesatuan Bagunan Gedung The H
Tower yang berlokasi di Jalan H.R. Rasunda Said, Kuningan, Jakarta Selatan oleh PT Kosala
Agung Metropolitan sebaiknya kedua perusahaan sama sama melakukan pengawasan dan
pengendalian terkait kualitas pengembangan ari The H Tower. Selain itu, kedua perusahaan
perlu menjaga komunikasi dengan baik. Jika ada perubahan situasi atau masalah, segera
komunikasikan hal tersebut. Karena banyak sekali kasus wanprestasi yang diawali oleh miss
komunikasi antara kedua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, D. (2017). Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata (Bw). Jurnal AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan dan
Keperdataan, 3(1), 12-29.
Gumanti, R. (2012). Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata). Jurnal Pelangi
Ilmu, 5(01).
Harahap,Yahya : Segi-Segi Hukum Perjanjian, P.T Alumni, Bandung, 1986.

Hendra, H., & Prihardiati, R. L. A. (2022). Wanprestasi Perjanjian Kerja Sama Pembangunan
Ruko Ditinjau Dari Teori Perjanjian. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), 6(3).

Sinaga, N. A. (2018). Peranan asas-asas hukum perjanjian dalam mewujudkan tujuan


perjanjian. Binamulia Hukum, 7(2), 107-120.
Sinaga, N. A., & Darwis, N. (2020). Wanprestasi dan Akibatnya Dalam pelaksanaan
perjanjian. Jurnal Mitra Manajemen, 7(2).

Website :
Rahman Hakim, A. (2022, Oktober 18). Bisnis. From Liputan 6:
https://www.liputan6.com/bisnis/read/5100701/wanprestasi-hutama-karya-digugat-rp-
14-triliun

You might also like