You are on page 1of 17

TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
pada Fakultas Tarbiyah STAI Al-Gazali Soppeng

Oleh

Kelompok XI

WAHYU RAMADHAN
NIM.22.14.22.003
ANDI ASMAN SYAM
NIM.22.14.31.003
HIKMATUL AZIZAH
NIM.21.14.22.002
SINDI PURNAMA
NIM.21.14.22.003

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

AL-GAZALI SOPPENG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena Keagungan

dan Kemurahan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan

tepat waktu. Hembusan angin yang tidak ternilai harganya seoga dapat

menghantarkan salam kerinduan kita kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada

mata kuliah Ulumul Qur’an. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah

wawasan tentang Tafsir, Ta’wil dan Terjemah bagi para pembaca dan juga bagi

penulis.Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Ma’mum Ali Beddu,S.Q,M.Pd,

selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul Qur’an yang telah memeberikan tugas

ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi

yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang memebangun akan kami nantikan demi

kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Massalah...............................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
A. Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Terjemah.............................................................6
B. Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah...............................................................9
C. Klasifikasi Tafsir................................................................................................10
BAB III.......................................................................................................................15
PENUTUP..................................................................................................................15
A. Kesimpulan........................................................................................................15
B. Saran...................................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad

SAW. melalui malaikat Jibril yang digunakan sebagai petunjuk dan pedoman hidup

bagi seleruh umat manusia. Oleh karena itu, al-Qur’an menjadi sangat penting bagi

kita, dan bagi siapa yang membacanya merupakan ibadah. Untuk berpegang teguh

pada firman tersebut, yang dibutuhkan pertama kali tentu memahami kandungannya

serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Al-Qur’an itulah sumber tasyri’ pertama bagi umat Islam. Karena itu orang

Islam harus memahami artinya, mengetahui rahasianya, dan mengamalkan isi al-

Qur’an untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dunia akhirat. Tidak semua orang itu

dapat memahami lafadz-lafadz dan ibarat-ibarat, disamping menjelaskan keterangan

ayat-ayatnya itu. Cara dan lemampuan berfikir orang itu berlainan mengenai suatu

hal. Pada umumnya orang itu hanya memikirkan arti-artinya yang kelihatan saja dan

memikirkan ayat-ayat al-Qur’an hanya secara global. Oleh karena itu, makna al-
Qur’an secara mendalam, tidak cukup hanya dengan mengandalkan al-qur’an

terjemahan saja.

B. Rumusan Massalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :

1. Apa pengertian tafsir, ta’wil dan terjemah?

2. Apa perbedaan tafsir, ta’wil dan terjemah?


3. Bagaimana klasifikasi tafsir

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan yang akan dicapai dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian tafsir, ta’wil dan terjemah

2. Untuk mengetahui perbedaan tafsir, ta’wil dan terjemah

3. Untuk mengetahui klasifikasi dari tafsir


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Terjemah

1. Tafsir

Secara etimologi kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira”

yang berarti keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata “tafsir”

menurut pengertian bahasa adalah “Al-Kasf wa Al-Izhhar” yang artinya menyingkap

(membuka) dan melahirkan. Pada dassarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa

tidak akan lepas dari kandungan makna al-idhah (menjelaskan), al-bayan

(menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan), al-izhar (menampakkan), dan al-ibanah

(menjelaskan).1

Geneologi kata fassara dalam al-Qur’an hanya terdapat satu ayat yang

menyebutkan kata tafsir. Allah SWT berfirman dalam QS al-Furqan/25: 33

‫َو اَل َيْأُتْو َنَك ِبَم َثٍل ِااَّل ِج ْئَنَك ِباْلَح ِّق َو َاْح َس َن َتْفِس ْيًرا‬
Terjemahnya : “Tidaklah mereka datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
aneh, kecuali Kami datangkan kepadamu kebenaran dan penjelasan yang
terbaik”

Dalam Bahasa Indonesia, kata tafsir dapat diterjemahkan dengan

“penjelasan”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa secara etimologis kata tafsir

telah dipahami oleh para ahli bahasa sebagai kosakata yang bermakana penjelasan.

Inti dari istilah tafsir adalah upaya memahami al-Qur’an. Pemahaman ini

selaras dengan makna kebahasaan dari kata tafsir itu sendiri yang berarti “kejelasan”.

1
Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an (Cet.I;Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 163
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari tafsir adalah memahami ayat-ayat al-Qur’an

dengan berbagai tema yang didalamnya.2

1. Ta’wil

Kata ta’wil terambil dari kata dasar al-awl. Al-Awlmemiliki makna al-taqdir.

Menurut Az-Zahabi dalam at-Tafsir wa al-Mufassirun seperti dikutip dari al-Qamus

al-Muhith karya al-Fairuzzabadi kata ta’wil berasal dari kata al-awl, yang berarti

jara’a dan irtadda yang keduanya bermakna “kembali”. Ta’wil yang disebut-sebut
maknanya setara dengan tafsir dasasrnya adalah awwala al-kalaama ta’wiilan wa

ta’awwalahu artinya memaknai sesuatu

Ta’wil juga memiliki makna al-iyaalah yang berarti mengatur atau

mengarahkan, yang bahasa arabnya adalah al-siyasah. Maka ta’wil adalah

menyampaikan sesuatu sesuai dengan maknanya atau menatanya sesuai dengan

posisinya.

Secara terminologis, makna ta’wil tidak terlalu berbeda antara makna

istilahidengan lughawi. Secara istilah atau terminologis, kata ta’wil pemaknaannya

bisa dikelompokkan menjadi dua priode, yaitu menurut ulama salaf dan ulama

muta’akkhirin, seperi yang disebutkan oleh az-Zahabi. Menurut ulama salaf

(terdahulu, pasca wafatnya Nabi hingga abad ke ¾ H), kata ta’wil bisa berarti :
a. Tafsir al-kalaam wa bayanu ma’nahu (menjelasakan makna kalimat)

pertama dasarnya adalah ungkapan ulama-ulama salaf atau penulis

tafsir dimasa awal, semisal Ibn Jarir at-Thabari yang seringkali

mengucapkan dalam tafsirnya, ikhtalafa at-ta’wilu’an ma’an ayatin

kadza (ada perbedaan pendapat tantang maksud dari ayat tersebut)

2
Dr.H.Saifuddin Herlambang MA,Pengantar Ilmu Tafsir (Cet. I; Yogyakarta:Samudra Biru,
2020), h.43
b. Atau bisa juga berarti maksud dari kalimat itu sendiri (nafsu al-kalam

wa muradahu). Artinya, ketika disebutkan satu kata, maka yang

dimaksud dari kata tersebut adalah apa yang diwujudkan dalam

praktik dari kata tersebut. Misalnya kalimat tersebut menjadi perintah,

maka ta’wilnya adalah praktik dari perintah itu sendiri.

Sementara, menurut ulama modern-kontemporer ketika sudah mulai


ada diverifikasi keilmuan daalam islam sehingga dikenal ada pakar

fiqh, hadits, tasawuf, filsafat dan sebagainya. Kata ta’wil menjadi

memiliki makna yang khas, yang intinya adalah menjelaskan makna

yang khusus dari satu kata atau kalimat, yang berbeda dari maknanaya

yang zahir.

3. Terjemah

Menurut bahasa terjemah ialah menerangkan dengan bahasa yang lain. Sedangkan

menurut istilah, terjemah itu ada dua pengertian yaitu :

a. Terjemah harfiyah adalah memindahkan kata-kata dari suatu bahasa yang

sinonim dengan bahasa yang lain dimana susunan kata yang diterjemahkan
sesuaidengan susunan kata yang menterjemahkan, begitu pula tertib bahasa

yang diterjemahkan sesuai dengan tertib bahasa yang menerjemahkan.

b. Terjemah tafsiriyah adalah kalimat (pembicaraan) dengan bahasa yang lauin

tanpa keterikatan dengan tertib kalimat aslinya atau tanpa memperhatikan

susunannya.
Para ahli terjemah menyatakan bahwa terjemah harfiyah itu tidak akan mencapai

maksud yang diterjemahkan, sebab setiap bahasa mempunyai gaya bahasa masing-

masing begitu pula strukturnya. Karenanya kita melihat bahwa tak satupun buku

Bahasa Arab atau bahasa asing yang lain diterjemahkan secara harfiyah. Begitu pula

‫س‬dengan Kitabullah kita tidak melihat terjemah al-Qur’an secara harfiyah. Paling

tidak para ahli terjemah al-Qur’an itu menerjemahkan al-Qur’an dengan terjemah

tafsiriyyah, dengan tujuan memberikan kemudahan bagi umat untuk memahami al-
Qur’an lewat bahasa mereka.

B. Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah

Ada beberapa pendapat terkait dengan perbedaan tafsir, ta’wil dan terjemah.

Pendapat pertama mengatakan bahwa tafsir dan ta’wil kurang lebih memiliki makna

yang sama. Menurut imam al-Suyuthi ia menyandarkan pendapat ini kepada seorang

tabi’in bernama Abu ‘Ubayd dan beberapa orang yang sepakat dengannya. Ada

seorang pakar bernama Abu al-Abbas Ahmad bin Yahya Tha’lab : al-Ta’wil wa al-

Ma’na wa al-Tafsir wahid (Ta’wil, makna dan tafsir memiliki arti yang sama).

Kata al-Ta’wil diartikan sebagai al-fahm yang menunjukkan makna yang sama

dengan al-tafsir.

Selain itu, menurut Fahd al-Rumi ada banyak bukti-bukti yang menunjukkan kalau

tafsir dan ta’wil itu bermakna sinonim/muradif. Misalnya dibanyak karya tafsir

seperti al-tabari ada ungkapan-ungkapan yang diulang ikhtalafa ahl al-ta’wil.


Kalimat ahl al-ta’wil pada tafsir al-Thabari jelas menunjukkan kalau maksudnya

adalah para ahli tafsir al-mufassirun.

Menurut Husain Az-Zahabi pendapat yang kuat adalah tafsir dan ta’wil memiliki dua

makna yang berbeda meskipun kesamaannya adalah sama-sama ingin mengungkap

makna. Tafsir makna yang paling kuat terkait dengan riwayah,sedangkan ta’wil

makna yang paling kuat berhubungan dengan aspek diraayah.

Tafsir Ta’wil Terjemah

Menjelaskan makna ayat Mengalihkan lafaz-lafaz Hanya mengubah kata-

yang kadang dengan ayat al-Qur’an dari arti kata dari abhasa arab

panajng lebar, lengkap yang lahir dan rajih kedalam bahasa lain tanpa

dengan penjelasan, kepada arti lain yang memberikan penjelasan

hukum-hukum dan samar dan marjuh. arti kandungan secara

hikmah yang dapat panjang lebar dan tidak

diambil dari ayat itu dan menyimpulkan dari isi

seringkali disertai dengan kandungannya.

kesimpulan kandungan

ayat-ayat tersebut.

C. Klasifikasi Tafsir

Tafsir terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Tafsir bi al-Ma’tsur

Tafsir bi al-Ma’tsur dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an adalah jenis tafsir

yang berpedoman kepada riwayat yang shahih, baik itu dari al-Qur’an, hadits
maupun pendapat-pendapat sahabat atau pendapan tabi’in. Pola kerja tafsir

jenis ini dilakukan dengan menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-

Qur’an dengan hadits dan al-Qur’an dengan pendapat atau riwayat yang

bersumber dari sahabat. Adapun pendapat tabi’in dipertimbangkan sebagai

model tafsir bil ma’tsur karena diasumsikan bahwa tabi’in adalah orang yang

pernah bertemu dengan sahabat khususnya tabi’in priode alwal, sehingga

mereka juga memahami konteks diturunkannya al-Qur’an. Meskipun


demikian, kedudukan tabi’in dalam kaitannya dengan tafsir bi al-ma’tsur ini

masih diperdebatkan. Sebagian ulama menganggap bahwa keterangan tabi’in

adalah pendapat mereka sendiri, sehingga lebih tepat untuk dikatakan sebagai

tafsir bi al-ra’yi. Menurul al-Dzahabi keterangan tabi’in dalam tafsir al-

Qur’an masih dianggap sebagai tafsir bi al-ma’tsur sebab banyak dijumpai

dalam kitab-kitab tafsir dalam model ini yang mencantumkan riwayat tabi’in

didalamnya seperti kitab Jami al-Bayan karya al-Thabari dan sebagainya.

Model penafsiran semacam ini bergantung secara penuh kepada riwayat yang

berkaitan dengan penafsiran suatu ayat dalam al-Qur’an. Oleh sebab itu,

ulama tafsir yang menggunakan metode ini tidak akan berijtihad dengan
pendapatnya sendri ketika mereka tidak menemukan riwayat shahih untuk

menafsirka suatu ayat. Mereka lebih memilih untuk bertawaqquf atau tidak

mengutarakan pendapatnya dibandingkan harus memebrikan penafsiran

sepanjang riwayat yang dimaksud tidak ditemuakan.

Keistimewaan dari model penafsiran semacam ini adalah minimnya

perbedaan atau perdebatan yang muncul dikalangan sahabat dan tabi’in.


Menurut Ibn Taimiyyah perbedaan yang muncul tidak lebih sekedar

perbedaan dalam hal-hal kecil dan tidak sampai kepada pertentangan yang

tajam. Seperti ketika mereka berbeda dalam menafsirkan kata “Shirath al-

mustaqim” (Jalan yang lurus), sebagian sahabat menafsirkan dengan al-

Qur’an sebagai pedoman sebagian lain menafsirkannya dengan islam, yakni

ajaran yang harus diikuti. Masing-masing dari keduanya pada dasarnya

memiliki kesamaan makna dimata al-Qur’an adalah sumber ajaran islam dan
kedua-duanya adalah jalan yang lurus. Para ulama salaf juga berbeda dalam

menafsirkan ayat-ayat yang terkait isra’iliyat, seperti ketika mereka

menafsirkan siapa sajakah nama-nama Ashabul Kahfi, warna anjing mereka

dan terkait jumlah mereka. Perdebatan-perdebatan semacam ini wajar ketika

banyak informasi yang diterima oleh ulama salaf pada saat mereka

bersinggungan dengan Bani Israil.

2. Tafsir bi al-Ra’yi

Tafsir bi al-Ra’yi secara bahasa adalah menafsirakn al-Qur’an dengan akal

atau pikiran semata tanpa didasarkan kepada ruh syariat dan nash-nashnya.

Kelompok mufassirin yang menggunakan metode ini dianggap sebagai ahli


bid’ah, menganut pola pemikiran yang sesat, tidak sesuai dengan manhaj

salaf (sahabat dan tabi’in) tidak dalam pendapat mereka juga tidak dalam cara

salaf menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Pengertian ini diungkapkan oleh

Manna’ al-Qaththan dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Pengertian yang

berbeda diutarakan oleh al-Dzahabi, tafsir bi al-ra’yi adalah suatu upaya

untuk menafsirkan dengan ijtihad setelah memahami ujaran-ujaran orang

Arab, lafal-lafal orang Arab beserta maksudnya, syair-syair Jahiliyah,


Asbabun nuzul, naskh dan mansukh dari ayat-ayat al-Qur’an dan sebagainya

yang dibutuhkan dalam penafsiran al-Qur’an. Salah satu kelompok mufasir

yang diklaim menggunakan metode tafsir bi al-ra’ji adalah Abdur Rahman

bin Kaisan al-Ashamm, al-Juba’I, Abdul Jabbar, al-Rumman, Zamkhsyari,

dan lain sebagainya.

Masih dalam rujukan yang sama, menurut Manna al-Qaththan ebebrapa


model tafsir bi al- ra’yi digunakan untuk melakukan doktrin paham tertentu

seperti paham Mu’tazilah. Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya , Tafsur al-

kasysyaf dianggap menunjukkan dominasi kemu’tazilahannya dalam

menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Beberapa ayat sifat (ayat-ayat yang

menunjukkan sifat-sifat Allah seperti bahwa Allah memiliki tangan dan lain-

lain) ditakwil sesuai dengan kebutuhan madzhab pemikirannya. Cara

semacam ini diklaim tidak sesuai dengan cara yang dilakukan oleh ulama

salaf.

Jika yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra’yi adalah sebagaimana yang

disebutkan oleh Manna al-Qaththan di atas, maka hukum melakukannya


adalah haram. Dengan catatan bahwa cara menafsirkannya murni

menggunakan akad dan ijtihad tanpa dasar yang jelas sebagaimana yang

disebutkan di dalam al-Qur’an surah al-isra’ ayat 36, “wa laa taqfu maa laisa

laka bihi ilm (dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki

pengetahuan tentangnya)” Namun, jika yang dimaksud adalah sebagaimana

pengertian yang dikemukakan oleh al-Dzahabi dimana mufassir menuangkan

pemikirannya didalam hasil tafsirannya setelah ia mengetahui asbab nuzul


ayat, mengetahui dilalah dalam bahasa arab dan hal-hal pokok dalam

penafsiran. Maka menurut al-Dzahabi hal ini dibedakan kedalam dua

kelompok, antara yang melarang dan membolehkan. Kelompok yang

melarang dengan keras mengatakn bahwa meskipun mufassir mengetahui

pokok-pokok ajaran islam seperti fiqih, akidah, nahwu hadis dan lain

sebagainya namun tidak menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan riwayat yang

sampai kepada Rasulullah maka hal itu dilarang atau diharamkan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tafsir adalah ilmu al-Qur’an yang berfungsi sebagai pembuka hijab

dari ketidak jelasan, yang semula gelap akan menjadi terang dan yang telah

terang menjadi lebih terang lagi. Rahasia-rahasia yang ada dibalik ayat-

ayatnya ditemukan dengan menggunakan ilmu tafsir. Ta’wil adalah

pengertian yang samar/yang tersirat yang di istinbath-kan ( diproses ) dari

ayat-ayat al-Qur’an, yang memerlukan renungan dan pemikiran dan

merupakan prosesing membuka tabir atau makna yang terkandung didalamya.

Terjemah adalah pengalihan bahasa dari satu bahasa kedalam bahasa

lain tanpa haru menyamakan secara persis dengan karakteristik pertama.

Perbedaan antara ketiganya yaitu : Ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari

suatu perkataan. Dikatakan tafsir adalah apa yang telah jelas didalamnya

kitabullah atau tertentu ( pasti ) dalam sunnah yang sohih karena maknanya
yang telah jelas dan gamblang. Sedangkan terjemah hanya merupakan

pengalihan bahasa dari bahasa arab yang digunakan al-Qur’an kedalam

bahasa lain.

Klasifikasi tafsir dibagi menjadi dua yakni tafsir bi al-ma’tsur adalah

metode penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan al-Qur’an, hadis maupun

perkataan sahabat rosul. Sedangkan tafsir bi al-ra’yi menggunakan akal pada


umum penafsirannya dan hanya sedikit pengambilan dalil dari al-Qur’an dan

hadis tapi lebih menekan pada pemikiran dengan jalan berijtihad.

B. Saran

Makalah yang telah kami buat membahas mengenai Tafsir, Ta’wil dan

Terjemah dengan tujuan agar pembaca dapat memahami pokok pembahasan


dalam makalah ini. Isi kandungan yang ada di dalam al-Qur’an merupakan

salah satu hal yang sangat penting untuk kita pelajari agar dapat

meningkatkan cinta kita kepada al-Qura’an.


DAFTAR PUSTAKA

Herlambang, Dr. H. Saifuddin, MA. Pengantar Ilmu Tafsir. Yogyakarta:


Samudra Biru, 2020

Fuadlali, Drs. A. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa Bandung, 2005

You might also like