You are on page 1of 10

Manusia: Tugas, Fungsi, dan Kedudukannya dalam Perspektif al-Qur`an

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an Integratif

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Makrum Kholil, M.Ag.

Disusun oleh:

M. Syahri Mubarok 50123012

MAGISTER HUKUM KELUARGA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H. ABDURRAHMAN WAHID
PEKALONGAN
2023
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia merupakan salah satu aktor utama dalam Al-Qur`an. Banyak ayat Al-Qur’an
yang membahas tentang manusia. Bahkan manusia adalah makhluk pertama yang disebut dua
kali dalam rangkaian wahyu Tuhan pertama.1 Manusia dalam Al-Qur`an sering mendapatkan
pujian Tuhan, seperti pernyataan terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-
baiknya.2 Kemudian penegasan tentang dimuliakannya makhluk ini dibandingkan dengan
kebanyakan makhluk-makhluk lain.3 Namun di samping itu, manusia juga sering mendapat
celaan Tuhan, seperti aniaya dan ingkar nikmat,4 dan sangat banyak membantah,5serta bersifat
keluh kesah dan kikir.6

Bagaimanapun, manusia adalah bagian dari makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT.


Disamping kelebihan yang dimiliki, manusia juga memiliki kekurangan yang ada pada dirinya.
Sebagian besar dia juga memiliki sifat-sifat yang sama dengan makhluk lain dan diciptakan
dengan unsur-unsur yang juga ada pada ciptaan lain. Namun manusia dikatakan sebagai makhluk
yang unik dalam jagad raya ini. Keunikannya sangat menarik dimata manusia sendiri, sehingga
banyak kajian-kajian tentang manusia terus berkembang karena pengetahuan manusia tentang
dirinya sangat terbatas. Disamping itu, Al-Qur`an mendorong manusia untuk bertafakkur yaitu
aktifitas befikir yang dilakukan secara mendalam sembari merenungkan semua ciptaan Allah
yang ada di alam semesta. Sebab, pengenalan manusia terhadap dirinya dapat mengantarkannya
pada ma’rifatullah, sebagaimana tersirat dalam Q.S at-Taariq ayat 5-7.

٦ ‫ُخ ِلَق ِم ۡن َّم ٓاٍء َداِفٍۙق‬٥ ‫َفۡل َيۡن ُظِر اِاۡل ۡن َس اُن ِمَّم ُخ ِلَؕق‬

٧‫َّيۡخ ُرُج ِم ۢۡن َبۡي ِن الُّص ۡل ِب َو الَّتَر ٓإِٮِؕب‬

Maka, hendaklah manusia merenungkan, dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air
yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.

1
QS. Al-‘Alaq: 1-5
2
QS. At-Tin: 5
3
QS. Al-Isra: 70
4
QS. Ibrahim: 34
5
QS. Al-Kahfi:54
6
QS. Al-Ma’arij:19
BAB II

PEMBAHASAN

A. Manusia
Definisi manusia yang dikemukakan ilmuan sangat beragam tergantung dari aspek
mana ia meneliti dan mengkajinya. Sebagian ilmuan berpendapat bahwa manusia
adalah makhluk sosial karena ia melihat dari aspek sosialnya. Sebagian lagi
berkomentar bahwa manusia adalah binatang cerdas yang menyusui atau makhluk
yang bertanggung jawab atau makhluk membaca dan tertawa,7 dan lain sebagainya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, manusia diartikan sebagai makhluk yang
berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).8 Dalam bahasa Inggris disebut man
(asal kata dari bahasa Anglo Saxon, man). Apa arti dasar kata ini tidak jelas, tetapi
pada dasarnya bisa dikaitkan dengan mens (Latin), yang berarti ada yang berpikir.
Demikian halnya arti kata anthropos (Yunani) tidak begitu jelas. Semua antrophos
berarti seseorang yang melihat ke atas. Namun saat ini, kata itu dipakai untuk
mengartikan wajah manusia.9
Menurut M. Dawam Raharjo istilah manusia yang diungkapkan dalam al-Qur’an
seperti basyar, insan, unas, ins, ‘imru’ atau yang mengandung pengertian perempuan
seperti imra’ah, nisa’ atau niswah atau dalam ciri personalitas, seperti al-atqa, al-
abrar, atau ulul al-albab, juga sebagai bagian kelompok sosial seperti al-asyqa, zu
alqurba, al-du‘afa atau al-mustad‘afin yang semuanya mengandung petunjuk sebagai
manusia dalam hakekatnya dan manusia dalam bentuk kongkrit. 10 Meskipun demikian
untuk memahami secara mendasar dan pada umumnya ada tiga kata yang sering
digunakan al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu insan dengan segala
modelnya, yaitu ins, al-nas, unas atau insan, dan kata basyar serta kata bani Adam
atau zurriyat Adam.

1. Makna al-Insan/al-ins/al-nas (‫ ﻦﺎﺴﻨﻻﺍ‬- ‫ ﺲﻨﻻﺍ‬- ‫)ﺲﺎﻨﻠﺍ‬


7
M. Quraish Shihab, Dia Ada Dimana-mana (Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 111.
8
TPKP3B (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Depdikbud dan Balai Pustaka, 1997), h. 629.
9
Loren Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 564-565.
10
Dawam Raharjo, Pandangan al-Qur’an Tentang Manusia Dalam Pendidikan Dan Perspektif al-Qur’an (Yogyakarta :
LPPI, 1999), h. 18.
Kata ‫ ﻦﺎﺴﻨﺍ ﺲﻨﺍ‬berakar kata ‫ ﺲ ﻦ ﺍ‬ins (‫ )ﻦﺎﺴﻨﺍ‬segala sesuatu yang berlawanan
dengan cara liar11, tidak biadab, tidak liar, jinak, dinamis, harmonis, dan
bersahabat12. Kata al-ins (‫ )ﺲﻨﻻﺍ‬biasanya berdampingan dengan kata al-jin (‫)ﻦﺠﻠﺍ‬.
Manusia “al-ins” makhluk yang nampak secara fisik ini sedangkan jin makhluk
yang tidak nampak (metafisik)13. Metafisik di sini identik dengan liar atau bebas,
karena jin tidak mengenal ruang dan waktu. Dengan sifat kemanusian itu,
manusia berbeda dengan jenis makhluk lain yang metafisis, yang asing, yang
tidak berkembang biak dan tidak hidup seperti manusia biasa.
Dalam Al Quran kata ins ( ‫ )ﺲﻨﺍ‬terulang 10 kali, 12 ayat diantaranya
berdampingan dengan kata “jin” (‫)ﻦﺠ‬14. Jin adalah jenis makhluk bukan manusia
yang hidup di alam antah beranta dan alam yang terindera. Di balik dinding alam
kita manusia dan dia tidak mengikuti hukum-hukum. Hukum yang dikenal dalam
tata kehidupan manusia15
Kata insan (‫ )ﻦﺎﺴﻨﺍ‬tentang 70 kali, kata: al-nas (‫ )ﺲﺎﻨﺍ‬terulang 240 kali.
Term ”al-nas” secara umum menggambarkan manusia universal netral tanpa
sifat. Sifat
tertentu yang membatasi atau mewarnai keberadaannya, sedangkan kata “insan”
pada umumnya menggambarkan makhluk manusia dengan berbagai potensi dan
sifat, makna-makna dari akar kata di atas paling tidak memberikan
gambaransepintas tentang potensi atau sifat makhluk tersebut, yakni ia memiliki
sifat lupa, kemampuan bergerak yang melahirkan dinamika. Ia juga adalah
makhluk yang selalu atau sewajarnya melahirkan rasa senang, harmonis dan
kebahagiaan kepada pihak-pihak lain.
Term al-nas (‫ )ﺲﺎﻨﻠﺍ‬menggambarkan manusia yang universal netral sebagai
makhluk sosial seperti pernyataan Al Quran QS. Al Hujurat (49): 13

‫ؕ ٰۤي َاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلۡق ٰن ُك ۡم ِّم ۡن َذ َك ٍر َّو ُاۡن ٰث ى َو َجَع ۡل ٰن ُك ۡم ُش ُع ۡو ًبا َّو َقَبٓإِٮَل ِلَتَع اَر ُفۡو ا‬

11
Abi Al Husain Ahmad Bin Faris bin Zakariya, Al Maqayis al Lugah, I (t,t.: Dar Fikr, t.th.), h.145
12
Ibrahim Anis, et.al., Al Mu’jam al Wasith, Juz I (Kairo:t.p), h.29. dan Lihat Al Ragib Al Asfahani, Mufradat Alfaz Al
Quran (Beirut: Dar Al Syamiyah, 1992), h.94
13
Aisyah Abd.Rahman Bint Syathi, Manusia dalam Perspektif Al Quran, h.5
14
Muh.Fuad Abd.Al Baqi, Al Mu’jam al Mufahras li Alfaz al Quran (Beirut: Dar al Fikr, 1987), h.93
15
Aisyah ………..h.6
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”

Berbeda dengan kata “al-nas” term “insan” yang secara umum


menggambarkan manusia yang memiliki potensi atau sifat yang beragam, baik
sifat positif maupun negatif. Perhatikan Firman Allah:

٥ ‫َع َّلَم اِاۡل ۡن َس اَن َم ا َلۡم َيۡع َلؕۡم‬٤ ‫اَّلِذ ۡى َع َّلَم ِباۡل َقَلِۙم‬
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

٦ ‫َك ۤاَّل ِاَّن اِاۡل ۡن َس اَن َلَيۡط ٰٓغ ۙى‬


“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas”.

Pada ayat 4-5 QS. Al Alaq di atas, Allah Swt menegaskan tentang
pemberian ilmu melalui “qalam”(tulisan). Ini merupakan salah satu anugrah
terbesar karena dengan tulisan satu generasi terdahulu dapat mentransfer ilmu
dan pengalamannya kepada suatu generasi yang akan datang kemudian. Sebagai
penerima ilmu, manusia (al-insan) ini memiliki potensi dan sifat positif.

Sedangkan ayat 6 QS.Al Alaq tersebut menandakan bahwa manusia juga


memiliki potensi atau sifat negatif yaitu ‫ ﻰﻐﻄﻴ‬yakni melampaui batas ( ‫ﻦﺎﻴﺸﻠﺍ‬

‫)ﻰﻔﺪﺤﻠﺍﺰﻮﺎﺠﺘ‬dengan cara melanggar hukum dan aturan-aturan yang


menjerumuskan ke lembah dosa.

2. Makna Basyar
Kata “‫ ”ﺮﺸﺑ‬yang terdiri dari huruf huruf ‫ ﺮ ﺶ ﺐ‬yang arti
dasarnya16tampaknya sesuatu baik dan indah. Kata “basyar” juga berarti
menggembirakan, menguliti, memperlihatkan dan mengurus sesuatu. Al Raghib
Al Ashfahani mengatakan bahwa “basyar” berarti al-jild (kulit). Manusia disebut
basyar karena kulitnya terlihat jelas, berbeda dengan binatang, kulitnya tidak

16
Abi Al Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Maqayis al Lugah, I, H.251
tampak karena tertutup oleh bulu. Dengan demikian manusia yang sudah jelas di
akui keberadaannya itulah yang disebut basyar.
Bintu syathi menyatakan bahwa basyar adalah manusia yang sudah diakui
keberadaannya manusia dewasa, namun kedewasaan secara jasmani (fisiologis
dan biologis) tanpa kedewasaan rohani (psikis). Pernyataan ini didasarkan pada
penelusuran ayat tentang basyar dalam susunan redaksi (tarkib) yang
menggunakan kata “mitslu” yang berarti seperti. Perhatikan QS Al Kahfi (18):
110

‫ُقۡل ِاَّنَم ۤا َاَنا َبَش ٌر ِّم ۡث ُلُك ۡم ُيۡو ٰٓح ى‬


“Katakanlah :Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku.”
Basyar dalam ayat seperti ini, menurut Bintu Syathi adalah manusia anak
turunan Adam, makhluk fisik yang suka makan dan jalan-jalan ke pasar. Aspek
fisik itulah yang membuat pengertian basyar mencakup anak turunan Adam
keseluruhan.
Berbeda dengan Bintu Syathi, H.A Muin Salim menuturkan dalam Al
Quran ditemukan 32 kali kata “basyar” adalah manusia dewasa secara fisik dan
psikis (biologis dan kejiwaan), sehingga dia mampu bertanggung jawab, sanggup
diberikan beban keagamaan bahkan mampu menjalankan tugas khalifah17.
H.A. Muin Salim berangkat dari term basyar seperti QS. Al Rum (30): 20

٢٠ ‫َو ِم ۡن ٰا ٰي ِتٖۤه َاۡن َخ َلَقُك ۡم ِّم ۡن ُتَر اٍب ُثَّم ِاَذ ۤا َاۡن ُتۡم َبَش ٌر َتۡن َتِش ُر ۡو َن‬
“Dan di antara ayat-ayat-Nya adalah ia menciptakan kamu dari tanah
(turab) kemudian kamu menjadi manusia (basyar) yang bersebar”
Demikian juga QS. Ali Imran (3): 47 dan QS Al Maryam (19): 20 dengan
klausanya berbunyi

‫َّو َلۡم َيۡم َس ۡس ِنۡى َبَش ٌر‬


“Padahal aku belum pernah disentuh oleh manusia (basyar)”.

17
Abd.Muin Salim, Fitrah Manusia dalam Al Quran (Ujungpandang: Lembaga Studi Kebudayaan Islam
(LSKI), 1990), h.22.
Ayat di atas QS Al Rum (30): 20 menunjukkan perkembangan kehidupan
manusia (basyar), karena dalam ayat tersebut dikemukakan min yang bermakna
ibtida dan lafadz tsumma yang bermakna tatib ma’a tarakhi18, artinya peruntutan
dan perselangan waktu.
Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kejadian manusia diawali
dari tanah kemudian cara berangsur-angsur mencapai kesempurnaan
kejadiaannya ketika ia telah dewasa
3. Makna Bani Adam
Kata Bani ( ‫ ) ﻰﻧﺑ‬berasal dari kata ban a ( ‫ ) ﻰﻧﺑ‬artinya membina,
membangun, mendirikan, menyusun. Jadi Bani Adam artinya susunan keturunan
anak cucu anak Nabi Adam dan generasi selanjutnya. Dalam Al Quran term Bani
Adam terdapat enam kali terulang seperti bunyi ayat dalam QS. Al Isra (17): 70

‫َو َلَقْد َك َّر ْم َنا َبِنٓى َء اَد َم َو َح َم ْلَٰن ُهْم ِفى ٱْلَبِّر َو ٱْلَبْح ِر َو َر َز ْقَٰن ُهم ِّم َن ٱلَّطِّيَٰب ِت‬
‫َو َفَّض ْلَٰن ُهْم َع َلٰى َك ِثيٍر ِّمَّم ْن َخ َلْقَنا َتْفِض ياًل‬
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Kemuliaan manusia sebagai Bani Adam dibanding dengan makhluk
lainnya,termasuk makhluk jin dan malaikat, hal ini bisa dilihat serangkaian
deskripsi QS. Al Hijr (15):29

‫َفِإَذ ا َس َّو ْيُت ۥُه َو َنَفْخ ُت ِفيِه ِم ن ُّر وِح ى َفَقُعو۟ا َل ۥُه َٰس ِج ِد يَن‬
“Maka apabila aku menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.”
Dari permulaan kehadiran anak cucu Adam (manusia) seperti halnya
hewan di bumi ini, hanya manusia yang mencapai tahapan Adam yang mampu
memikul tanggung jawab. “Beberapa pemikir mengatakan, manusia lah yang

18
Badaruddin Muhammad Ibnu Abdillah Al Zarkasyi, Al Burhan fi Ulum Al Quran (Mesir: Dar Ihya al
Kutub Al Arabiyah), h.415
beradab, sedangkan jin adalah makhluk yang tidak beradab 19. Namun
manusia/insan ini pun ada tingkatan-tingkatannya. Manusia yang sudah
mencapai tingkatan Adam, masih terus berlanjut dan akan berakhir dengan
kondisi yang lebih tinggi dibanding Adam. Dari beberapa term di atas dapat
dipadukan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan sebagai keturunan Adam yang
jelas wujudnya, mampu berbicara dan berpikir serta hidup dalam komunitas
kemasyarakatan.
B. Tugas Fungsi dan kedudukan
Tugas manusia di dunia adalah untuk beribadah secara ikhlas, karena Allah tidak
membutuhkan manusia melainkan manusia yang membutuhkan-Nya.
Hal ini berdasarkan (Q.S.al-Dzariyat (51): 56)

‫َو َم ا َخ َلْقُت ٱْلِج َّن َو ٱِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُد وِن‬


“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”
Jika Allah menciptakan sesuatu, pasti sesuatu tersebut mempunyai guna/fungsi,
tak terkecuali manusia.Sebagai hamba Allah, manusia merupakan makhluk ciptaan
Allah SWT yang kecil dan tak memiliki kekuasaan.Tugas Abdullah hanya
menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya.Menyembah Allah Swt
dengan arti sempit mengerjakan salat, puasa, zakat dll. Namun, dalam arti luas
sebagai hamba mempunyai kewajiban atas hablu minannas hubungan muamalat atau
sosial antar manusia) dan hablu mina Allah (hubungan baik antara hamba dengan
Allah SWT)
Sebagaimana disebutkan Ali ‘Imran Ayat 112

‫ُض ِر َبْت َع َلْيِهُم ٱلِّذَّلُة َأْيَن َم ا ُثِقُفٓو ۟ا ِإاَّل ِبَح ْبٍل ِّم َن ٱِهَّلل َو َح ْبٍل ِّم َن ٱلَّناِس َو َبٓاُء و ِبَغ َض ٍب‬
‫َٰذ‬
‫ِّم َن ٱِهَّلل َو ُض ِر َبْت َع َلْيِهُم ٱْلَم ْسَكَنُةۚ ِلَك ِبَأَّنُهْم َك اُنو۟ا َيْكُفُروَن ِبَٔـاَٰي ِت ٱِهَّلل َو َيْقُتُلوَن ٱَأْلۢن ِبَيٓاَء‬
‫ِبَغْيِر َح ٍّق ۚ َٰذ ِلَك ِبَم ا َع َص و۟ا َّو َك اُنو۟ا َيْعَتُد وَن‬
Artinya: Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika
mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia,
dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi
19
H.G.Sarwar, Filsafat Al Quran, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), h.109
kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan melampaui batas.
Manusia diciptakan Allah adalah sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka
bumi, maka secara otomatis manusia adalah pemimpin (khalifah) yang nantinya akan
dimintai pertanggung jawabannya.
Sebagaimana dalam (Q.S. al-Baqarah (2): 30)
‫َٰٓل‬
‫َو ِإْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم ِئَك ِة ِإِّنى َج اِع ٌل ِفى ٱَأْلْر ِض َخ ِليَفًةۖ َقاُلٓو ۟ا َأَتْج َع ُل ِفيَها َم ن ُيْفِس ُد ِفيَها‬
‫َو َيْس ِفُك ٱلِّد َم ٓاَء َو َنْح ُن ُنَس ِّبُح ِبَحْمِد َك َو ُنَقِّد ُس َلَكۖ َقاَل ِإِّنٓى َأْع َلُم َم ا اَل َتْع َلُم وَن‬
“Ingatlah ketikaTuhanmu berfirman kepada malaikat,’sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata, menapa Engkau
hendak menjdikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Sebagai khalifah berarti manusia adalah wakil Allah damuka bumi dan
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di bumi. Jika manusia dapat
menjalankan fungsinya sebagai khalifah, maka kesatuan manusia dan alam semesta
ini dapat terjaga dangan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abd.Muin Salim.1990. Fitrah Manusia dalam Al Quran. Ujungpandang: Lembaga


Studi Kebudayaan Islam (LSKI).
Abi Al Husain Ahmad Bin Faris bin Zakariya. Al Maqayis al Lugah. I (t,t.: Dar Fikr,
t.th.)
Aisyah Abd.Rahman Bint Syathi. Manusia dalam Perspektif Al Quran.
Badaruddin Muhammad Ibnu Abdillah Al Zarkasyi, Al Burhan fi Ulum Al Quran
Mesir: Dar Ihya al Kutub Al Arabiyah.
Dawam Raharjo.1999. Pandangan al-Qur’an Tentang Manusia Dalam Pendidikan
Dan Perspektif al-Qur’an. Yogyakarta : LPPI.
H.G.Sarwar. 1990. Filsafat Al Quran. Jakarta: Rajawali Pers
Ibrahim Anis, et.al.1992 Al Mu’jam al Wasith, Juz I Kairo:t.p
Loren Bagus.1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Muh.Fuad Abd.Al Baqi. 1987 Al Mu’jam al Mufahras li Alfaz al Quran. Beirut: Dar
al Fikr.
M. Quraish Shihab.2006. Dia Ada Dimana-mana Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati,
TPKP3B. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud dan Balai Pustaka.

You might also like