You are on page 1of 12

MAKALAH

TEORI SOSIOLOGI AGAMA


(ALI SYARIATI)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Agama

Dosen Pengampu:
Nasihun Amin

Disusun Oleh:
Muhammad Khisin Azmi (2104016059)

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang selalu berubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, serta dapat berinteraksi dalam
masyarakat sehingga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi tentang kajian
perubahan sosial.
Perubahan sosial termasuk perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem
sosial Secara sederhana, perubahan sosial adalah segala bentuk perubahan yang
ada dan berlangsung dalam lingkungan masyarakat yang juga berkaitan dengan
interaksi sosial dan pengaruh timbal balik antara sistem dan tatanan sosial
masyarakat Perubahan yang terjadi berkaitan dengan lapisan sosial, nilai, aturan
sosial, dan sebagainya.
Menurut teori fungsionalis, sistem sosial masyarakat harus selalu berada pada
posisi yang stabil, dan terintegrasi dengan baik, dalam hal ini agama memiliki
fungsi tersebut. Determinisme budaya dalam fungsionalisme struktural
merupakan elemen penting dalam menjaga sistem sosial, dan agama dalam hal ini
berperan sebagai penyedia nilai. keyakinan dan norma, yang kemudian dapat
menghambat perubahan sosial.1
Salah satu contohnya adalah revolusi Iran 1979, dimana gerakan tersebut
didorong oleh ajaran agama yang direkonstruksi oleh para intelektual dan mullah
(ulama) untuk mengubah tatanan sosial yang tirani dan menindas. Revolusi Iran
adalah salah satu revolusi terbesar yang pernah terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Dari Ali Syariati?
2. Bagaimana Konsep dari sosiologi menurut pandangan Ali Syariati?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Biografi Dari Ali Syariati.
2. Untuk Mengetahui Konsep dari sosiologi Ali Syariati

1
Zainuddin, A. (2015). TAWHĪD DAN SPIRIT PERUBAHAN SOSIAL: STUDI KOMPARATIF
ANTARA ALI SYARI’ATI DAN HASAN HANAFI (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ali Syariati
Ali Syariati lahir di Kahak, sekitar 70 kilometer dari Sabzevar(Persia), pada
24 November 1933 dan berasal dari keluarga terhormat. Ayahnya, Muhammad
Taqi' Syariati, adalah seorang Khatib terkenal, Seorang ahli Tafsir Al-Qur'an dan
tokoh penting dalam membawa pemuda Iran terpelajar kembali ke iman dan
Islam. Ibunya, Zahra, berasal dari keluarga yang memiliki pertanian yang sangat
kecil, dan juga seorang wanita pekerja keras dan berdedikasi. Ia tidak menempuh
pendidikan formal, sehingga mendidik anak-anaknya dengan keteladanan
langsung melalui perilakunya.
Ali Syariati juga merupakan salah satu sosiolog Muslim terkemuka pada
masanya. Pada tahun 1955 Syari'ati masuk Fakultas Sastra Universitas Masyhad.
Ia memperoleh gelar sarjana dengan tesis tentang terjemahan Dar Naqd wa Adab
(Kritik Sastra), karya penulis Mesir, dr. Mandor (1958). Atas Kecerdasan dan
ketulusannya dalam mencari ilmu, membuatnya mendapatkan beasiswa untuk
belajar di Prancis di Sarbonne University, Paris.
Di Prancis, Shariati merasakan peluang yang bagus untuk membebaskan diri
dari target dan ancaman penguasa Iran yang dipimpin oleh Shah Reza Pahlevi.
Syariati telah berada di Paris selama lima tahun, memperoleh berbagai
pengetahuan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan gerakan. Ia juga
mempelajari banyak buku yang tidak dapat ia temukan selama berada di Iran. Dia
bahkan memiliki dialektika dengan berbagai aliran pemikiran, baik sosial, politik
maupun filsafat, serta kesempatan untuk bertemu dengan para pemikir dunia,
filsuf, sosiolog, Islamolog, dan penulis buku seperti Henry Begson, Albert
Camus, Jean Paul Sartre, A.H.D. Chandell, Frantz Fanon, George Gurvitch, Jean
Berck, Jacques Schwartz dan Louis Massignon.2
Segera setelah Ali Syariati mempertahankan tesis doktornya pada tahun 1963,
ia kembali ke Iran pada bulan September 1964. Ketika Syariati tiba di Iran, dia
langsung ditahan oleh SAVAK (Dinas Polisi Rahasia). Ia dituding mencampuri
urusan Pemerintahan Syah saat berada di Prancis, lalu dijebloskan ke penjara
Syahrbani, lalu dipindahkan ke penjara Qezel Qal'Eh dekat Teheran sebelum
akhirnya dibebaskan. Dua tahun kemudian (1966) ia mengajar di Universitas
2
Riyanto, P. I. (2021). Agama dan Perubahan Sosial Perspektif Ali Syariati. JAWI, 4(2), 83-104.

2
Masyhad. Dia didedikasikan untuk orang-orang membimbing para cebdekiawan
muda. Kelas Syari'ati langsung menjadi pusat perhatian. Materi, isi, bahasa dan
metode Kuliah itu membuatnya terkenal di kalangan mahasiswa. Kritik ringan
terhadap pemerintah juga berkontribusi pada popularitasnya. Ali Syariati
memanfaatkan ruang kelasnya untuk menyebarkan ide-idenya. Tetapi, pihak
universitas tidak menyukai cara mengajar yang bebas dan tidak konvensional
seperti biasanya. Akhirnya, beberapa tahun kemudian, dia dipecat dari
Universitas Masyhad.
Setelah meninggalkan Universitas Masyhad, Ali Syariahti tetap melanjutkan
semangat perubahan yang masih membara dengan memberikan ceramah,
ceramah dan buku-buku gratis yang menganalisa isu-isu sosial dan keagamaan.
Setelah itu ia pindah ke kota Teheran dan menjadi anggota dewan direksi
Husyainiyah Irsyad. Dengan menjadikan Husyainiyah Irsyad sebagai lembaga
besar ilmu pengetahuan, penelitian dan dakwah Islam, Syariati mencoba
mempersiapkan pemuda Iran untuk perlawanan revolusioner. Di sana, Ali
Syari'ati mengajarkan bahwa Islam sebagai agama, bukan hanya seperangkat
keyakinan, tetapi sebuah ideologi yang melihat dalam segala bentuknya,
ketidakadilan dan kekerasan Barat terhadap Iran. Keberhasilan studinya di
Husyainiyah Irsyad membuat marah rezim. Shah Pahlevi kemudian
memerintahkan para anggota Pasukan polisi Iran mengepung dan menangkap
orang pengikut Syari'ati di Institut. Syariati tidak lepas menjadi sasaran
penangkapan, untuk mendekam di penjara lima ratus hari. Karena tekanan dari
organisasi-organisasi Lingkaran internasional dan intelektual Paris dan Aljazair,
pada 20 Maret 1975, dibebaskan oleh rezim Syah.3
Setelah dibebaskan, Syariati ditetapkan sebagai tahanan rumah, di mana
semua aktivitas dibatasi dan diawasi sepenuhnya. Ia kemudian memutuskan
untuk pindah ke Inggris pada Mei 1977. Setelah sebulan meninggalkan
negaranya, dia secara misterius menghembuskan nafas terakhirnya di
pengasingan, di rumah keluarganya. Pada tanggal 26 Juni 1977, jenazahnya
diterbangkan ke Damaskus di mana ia akan dimakamkan di dekat makam
Zaenab, saudara perempuan Hussein dan tokoh agama bersama dengan Ali
Syariahti.
B. Karya-Karya Ali Syariati
3
Riyanto, P. I. (2021). Agama dan Perubahan Sosial Perspektif Ali Syariati. JAWI, 4(2), 83-104.

3
Karya Ali Syariati termasuk karya serius yang memerlukan analisis tajam
untuk dapat mencapai pemahaman sebagaimana yang di kehendaki oleh beliau
sendiri. Di antara karya-karya monumental Ali Syariati adalah Abu Dzar, Kavir,
dan Eslamshenasi (Islamology).
Karya-karya Ali Syariati juga telah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. di antaranya: Ilmu Pengetahuan dan Isme-Isme Modern, Sosiologi
Kemusyrikan, Eksistensialisme dan Kekosongan Pemikiran, Abu Dzar Suara
Parau Menentang Penindasan, Humanisme: Antara Islam dan Mazhab Barat,
Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat Pikir Barat lainnya,

C. Konsep Revolusi Perubahan Sosial Ali Syariati


Dalam membangun kerangka perubahan sosial, Ali Syariati terlebih dahulu
menganalisa struktur sosial masyarakat pada saat itu yang menurutnya sudah
diterangkan dalam Al-Qur’an yang disimbolisasikan dengan struktur sosial Habil-
Qabil, dimana selalu terdapat kesenjangan yang terjadi dalam sejarah kehidupan
umat manusia. Ali Syariati kemudian menggunakan pendekatan Islam sebagai
basis dari pemikirannya tentang perubahan sosial, dengan melakukan tahapan-
tahapan reinterpretasi dan rekonstruksi doktrin-doktrin Islam agar dapat dijadikan
sebagai pendorong perubahan sosial. Peneliti mengidentifikasi setidaknya
terdapat tiga konsep utama pemikiran Ali Syariati tentang perubahan sosial, yaitu
Tauhid, Rausyanfikr, dan Ummah.4
Konsep struktur sosial Syari'ati mengacu pada dialektika sejarah masyarakat.
Menurutnya, manusia memiliki citra catatan sejarah dari rangkaian peristiwa
dinamis yang sedang berlangsung dalam proses kehidupan manusia dan usaha
manusia untuk membentuk citra diri. Dalam proses ini, sejarah selalu didominasi
oleh dialektika dan perang abadi antara dua pihak yang berlawanan, baik dan
jahat, yang digambarkan oleh Syariati sebagai perang antara agama yang benar
(true religion) dan agama yang salah(false religion). Berdasarkan penjelasan
tersebut, Syari'ati tertarik untuk melihat asal-usul dan dasar dari kejadian tersebut
mendukung keberlangsungan sejarah manusia, terutama yang berkaitan dengan
kisah-kisah dalam Al-Qur'an.

4
Jauhari, I. B. (2016). Agama Sebagai Kesadaran Ideologis: Refleksi Perubahan Sosial Ali
Syari’ati. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 16(1), 1-20.

4
Menurut Ali Syari'ati, dialektika sejarah kehidupan manusia berasal dari dua
dimensi kontradiktif dalam esensi dari Penciptaan Adam. Dia terbuat dari tanah
liat (hama 'masnun) dan Roh Tuhan. Menurut Syari'ati, tanah liat menunjukkan
kerendahan hati, stagnasi dan kepasifan mutlak. Adapun Roh Tuhan itu
menunjukkan gerakan tak terbatas menuju kesempurnaan dan kemuliaan tak
terbatas. Roh Tuhan membuat karakter ilahi yang mendorong manusia menuju
yang mutlak, yaitu Tuhan. Namun, ada faktor kuat yang menggairahkan orang
dan menyebabkan stagnasi, penghinaan, kejumudan dan kejahatan. Dari
perpaduan dua hal yang bertolak belakang ini, akhirnya muncullah perjuangan
dan gerakan. Sebagai Akibatnya, sintesa penyempurna menjadi terwujud.
Dalam kontradiksi antara sifat ilahiyah dan kekotoran manusia secara
fenomenal juga bisa dilihat dan dibaca realitas kehidupan sehari-hari, dari
dimensi sosial, politik, budaya dan agama. Bagi Ali Syariati, konflik antara Qabil
dan Habil yang disebutkan dalam Al-Qur'an pada awalnya sebagai bayangan
konflik internal abadi dalam diri manusia. Ini adalah titik awalnya dialektika
sejarah dan membentuk kerangka struktur sosial yang dibangun oleh Ali Syari'ati.
Awal dari pembunuhan Habil oleh Qabil, konflik sejarah dimulai. Dalam konteks
masyarakat, pengembangan masyarakat dibentuk oleh dua tren kontradiksi. Ali
Syari'ati menjelaskan bahwa proses Konflik yang menyebabkan pembunuhan
Habil oleh Qabil bukanlah persoalan pembunuhan semata, bukan hanya tentang
seksualitas. Menurutnya, apa yang lebih penting dari cerita tersebut adalah
masalah kepentingan ekonomi. Dilihat dari konsep struktur sosial, Habil
mewakili Era ekonomi berdasarkan padang rumput, yang merupakan sosialisme
primitif sebelum ada sistem kepemilikan pribadi, sedangkan Qabil mewakili
sistem pertanian dan kepemilikan perseorangan atau disebut juga monopoli.
Setelah itu, konflik abadi dimulai antara kelompok pihak pembunuh, yaitu
Qabil, dan kelompok yang korbannya, yaitu Habil, antara penguasa dan yang
dikuasai. Struktur sosial dibentuk atas dasar penguasaan atas satu kelompok atas
kelompok lain, dimana simbolisme Qabil adalah simbol dari kelompok penindas
dan Habil adalah simbol dari kelompok yang Opresi atau kaum tertindas, yaitu
mereka yang diperbudak sepanjang sejarah oleh penguasa. Sistem Qabil, dalam
terminologi kelompok sosial Karl Marx adalah sekelompok pemilik modal atau
dikenal menerapkan sistem hak milik individu. dengan proletariat yang secara
teratur ditindas oleh penguasa. Qabil adalah sistem kapitalis yang bekerja untuk

5
mencari keuntungan dan akumulasi kekayaan, di mana praktik ketidakadilan dan
penindasan terjadi untuk mendapatkan kekayaan terbesar, sementara Habil
mewakili kelas sosial yang melayani kepentingan mereka yang memiliki sumber
daya kekayaan.5
Dari pemahaman keseluruhan kontradiksi di atas, Ali Syari'ati menyimpulkan
dengan kesimpulan besar bahwa revolusi yang pasti akan dilakukan oleh Habil
untuk menggulingkan dominasi dari sistem sosial yang menindas atau
dilambangkan dengan Qabil. Kesamaan dan kesetaraan akan terwujud di seluruh
dunia. Melalui persamaan dan keadilan akan tercipta persatuan dan persaudaraan
manusia. Inilah arah pasti dari suatu sejarah, di mana sebuah revolusi besar akan
terjadi di semua dimensi kehidupan umat manusia.
a) Tauhid
Ali Syari'ati dalam membangun konsepsinya tentang perubahan sosial
menempatkan tauhid sebagai basis ideologis perubahan sosial. Menurut Ali
Syari'ati, tauhid adalah paradigma keagamaan humanistik, yang menganggap
seluruh alam semesta sebagai satu kesatuan tanpa pemisahan, trinitas antara tiga
hipotesis, yaitu Tuhan, manusia dan alam pada hakikatnya memiliki arah,
Kehendak, semangat, gerakan, dan kehidupan yang sama. Tauhid artinya semua
eksistensi sebagai bentuk Tunggal. Dampak dari pandangan tauhid ini
menurutnya, adalah menerima kondisi masyarakat dalam pertentangan konflik
kelas dan diskriminasi sosial, dan menerima perpecahan sosial dalam masyarakat
sebagai syirik yang merupakan kebalikan dari tauhid, yang bertentangan dengan
persatuan dari tiga substansi esensial, yaitu Tuhan, manusia dan alam. Syirik
adalah paradigma dunia yang memandang alam semesta sebagai disharmoni,
penuh perpecahan, kontradiksi, keragaman yang memiliki beberapa kutub
independen dan kontradiktif, kecenderungan yang saling bertentangan.
Tauhid melihat dunia sebagai kerajaan, sedangkan syirik melihat dunia
sebagai sistem feodal. Dalam pandangan ini, dunia memiliki kesadaran, kehendak
dan tujuan. Mengandalkan keyakinan ini, maka dari itu Ali Syariati menolak
panteisme, politeisme, trinitarianisme atau dualisme, dan hanya percaya pada
tauhid atau Monoteisme. Jadi, tauhid dimaknai dalam hal ini dalam pengertian
kesatuan alam dengan meta-alam, kesatuan manusia dengan alam dan sesamanya,

5
Riyanto, P. I. (2020). AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM PANDANGAN ALI
SYARIATI (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

6
dan Kesatuan Tuhan dengan alam dan manusia. Ali Syari'ati menggambarkan
semua ini sebagai dasar pembentukan sistem sosial yang harmonis, teguh, dan
berkesinambungan menuju satu tujuan, yaitu Tuhan. Konsekuensi dari pandangan
hidup tauhid adalah peniadaan ketergantungan manusia pada kekuatan sosial
tertentu tetapi menghubungkan manusia dengan kesadaran akan kehendak Tuhan.
Pandangan dunia tauhid mengharuskan orang hanya takut pada satu kekuatan,
yaitu kekuatan Tuhan, dan selain itu adalah kekuatan yang palsu dan tidak
mutlak.
Untuk membawa ideologi Islam menjadi ideologi yang transformatif, maka kesan
bahwa Islam adalah agama ketundukan atau kepasrahan yang bertujuan pada
kehidupan akhirat harus dibersihkan dari keyakinan umat Islam, karena Islam
selalu terlibat aktif dalam urusan dunia seperti yang dijelaskan oleh nabi
Muhammad SAW pada masa awal Islam. Ketika mengikuti logika agama yang
bersifat pasrah, maka agama akan dijadikan sebagai alat penindas penguasa,
melegitimasi tindakan eksploitatif dan sewenang-wenang. Bagi kelas sosial yang
lemah, agama dijadikan sebagai sandaran untuk tetap mendapat perlakuan dari
golongan yang penindas karena ajaran tentang takdir dan pahala surgawi yang
akan diterima jika dilakukan dengan kesabaran. Hal ini sesuai dengan ungkapan
fenomenal Karl Marx, bahwa agama adalah candu. Logika agama semacam ini
sangat menyesatkan, oleh karena itulah Ali Syari'ati meyakini bahwa Islam
adalah agama yang revolusioner, selalu berkembang dalam praktiknya. Islam
sebagai ideologi revolusioner kemudian dibawa oleh Rausyanfikr untuk
memimpin perubahan sosial nasyarakat.
b) Rausyanfikr
Rausyanfikr adalah kata Persia yang berarti pemikir yang tercerahkan. Pemikir
yang tercerahkan mengikuti ideologi yang dipilih secara sadar. Ideologi akan
membawa mereka pada realisasi tujuan ideologis, mereka akan memimpin
gerakan progresif dalam sejarah dan menyadarkan orang akan realitas kehidupan,
memprakarsai gerakan revolusioner untuk merevisi stagnasi sistem sosial,
sebagaimana para rasul selalu muncul untuk merubah sejarah dan menciptakan
sejarah baru. Memulai revolusi dan menciptakan revolusi dalam masyarakat.
Rausyanfikr merupakan model manusia yang diidealkan oleh Ali Syari'ati untuk
memimpin masyarakat menuju perubahan sosial. Rausyanfikr mengandung
pemahaman orang yang memahami kondisi manusia pada zamannya juga,

7
kondisi historis dan sosial, yang menerima rasa tanggung jawab sosial. Ia tidak
harus berasal dari kelas intelektual atau terpelajar. Mereka adalah pelopor
revolusi.
Di era modern, ketika manusia telah terjebak dalam perkembangan
masyarakatnya, maka peran rausyanfikr di sini yaitu menanamkan rasa tanggung
jawab dan kesadaran serta memberikan arahan intelektual dan sosial kepada
masyarakat. Pada prinsipnya, peran dan tanggung jawab Rausyanfikr sama
dengan peran dan tanggung jawab para nabi dan pendiri agama-agama besar yang
mendukung realitas perubahan struktural mendasar di masa lalu. Kehadiran para
nabi yang bangkit dari rakyat jelata dapat berkomunikasi dengan ummat untuk
menciptakan slogan-slogan baru dan mencerminkan pandangan mereka, memulai
gerakan baru, dan melahirkan energi di jantung kesadaran publik. Gerakan
tersebut merupakan gerakan revolusioner yang konstruktif, mengubah masyarakat
yang statis, beku, dan stagnan menjadi masyarakat yang memiliki arah, gaya
hidup, pandangan, budaya, dan takdirnya sendiri. Karyanya selalu didukung oleh
masyarakat dalam memerangi ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah,
karena keahliannya dalam berkomunikasi dengan masyarakat umum
menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Tujuannya yang utama adalah
membangkitkan Rahmat Tuhan yang agung yaitu kesadaran diri dari masyarakat
umum. Hanya kesadaran diri yang mungkin mengubah pribadi yang stagnan dan
dekaden menjadi pribadi yang dinamis dan kreatif. Perubahan ini akan mengarah
pada transformasi budaya dan peradaban yang hebat.
c) Ummah
Setelah ideologi Islam dibawa oleh rausyanfikr untuk menyadarkan dan
menggerakkan perubahan sosial masyarakat, maka selanjutnya adalah
menetapkan tujuan yang ideal. Suatu tatanan sosial berbasis kesetaraan, keadilan,
dan persaudaraan, atau dalam Islam dinamakan ummah. Kata ummah
menggantikan segala konsep serupa yang dalam bahasa-bahasa dan kebudayaan-
kebudayaan berbeda menunjukkan pengelompokkan manusia atau masyarakat.
Ummah merupakan semangat progresif dan menyiratkan visi sosial yang
komitmen, dinamis, dan ideologis.6

6
Nugroho, A. (2014). Potret Islam Revolusioner dalam Pemikiran Ali Syari’ati. Humanika, Kajian
Ilmiah Mata Kuliah Umum, 14(1).

8
Kata ummah sendiri berasal dari akar kata amma yang artinya bermaksud
(qashada) dan berniat keras (a’zima). Pengertian semacam ini terdiri atas tiga
makna, yaitu ketetapan hati yang sadar, gerakan, dan tujuan. Ummah merupakan
suatu masyarakat yang di dalamnya sejumlah individu yang memiliki keyakinan
ideologis dan tujuan kolektif, bergerak kolektif menuju tujuan kolektif.
Infrastruktur dari ummah adalah struktur ekonomi, karena ekonomi
merupakan kebutuhan dasar kehidupan duniawi, prasyaratan menuju kehidupan
spiritual. Sistem sosial Ummah didasarkan pada persamaan hak, keadilan dan
kepemilikan oleh manusia melalui sistem Habil, masyarakat yang menjunjung
tinggi persamaan, persaudaraan dan masyarakat tanpa kelas. Ini adalah prinsip
paling dasar ummah.
Ummah bukan hanya kumpulan individu, melainkan sasaran tujuan dari
perubahan sosial itu sendiri. Inilah tatanan sosial yang ideal untuk tujuan
perubahan sosial dalam pemikiran Ali Syari'ati.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah elaborasi dan analisis pemikiran keagamaan yang panjang dan
perubahan sosial Ali Syari'ati, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial yang
dikonseptualisasikan oleh Ali Syari'ati berangkat dari rekonstruksi ajaran Islam.
Dia melakukan studi mendalam tentang konflik dalam struktur sosial berdasarkan
cerita yang diceritakan dalam Alquran, yaitu antara Habil dan Qabil. Sebagai
representasi struktur sosial, Habil melambangkan struktur sosial kaum tertindas,
sedangkan Qabil sebagai struktur yang menindas. Butuh usaha untuk dapat
melakukan perubahan sosial menuju tatanan humanistik menurut Ali Syaraiati,
termasuk melakukan gerakan-gerakan revolusioner untuk mengubah tatanan
sosial. Gerakan ini didasarkan pada tauhid sebagai dasar ideologisnya. Tauhid
adalah sudut pandang tentang tatanan sosial di mana posisi semua individu adalah
sama, tidak ada yang bisa menindas satu sama lain, mereka juga tidak boleh
konflik kelas. Selain itu, dibutuhkan orang yang mau membawa ideologi Islam
progresif untuk memimpin dan menggerakkan masyarakat menuju tatanan sosial
yang ideal. Rakyat lahir atas dasar kesadaran akan peran sejarah, yang Ali
Syari'ati dipanggil rausyanfikr. Untuk ideologi dan penggerak massa sudah ada,
maka selanjutnya adalah tujuan perubahan sosial sendiri, yaitu ummah. Umah
adalah tatanan sosial ideal yang dimana nilai-nilai persamaan, keadilan dan
persaudaraan Inilah kerangka perubahan Ali Syari'ati sosial. Posisi pemikiran Ali
Syari'ati terhadap pemikiran sosiologi Barat adalah bahwa pemikirannya
cenderung emansipatoris dan penuh nilai-nilai, di mana ia membangun ide-idenya
berdasarkan ajaran agama Islam. Berlawanan dengan pemikiran sosiologi Barat
yang cenderung positivis dan bebas nilai. Pemikiran Ali Syari'ati mengutamakan
teori untuk praktik, bukan teori untuk teori seperti yang dikandung sosiologi
Barat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Jauhari, I. B. (2016). Agama Sebagai Kesadaran Ideologis: Refleksi Perubahan


Sosial Ali Syari’ati. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 16(1), 1-20.
M. Yusuf Wibisono, Sosiologi Agama. Bandung: Prodi S2 Studi Agama Agama UIN
Sunan Gunung Djati. 2020.
Nugroho, A. (2014). Potret Islam Revolusioner dalam Pemikiran Ali
Syari’ati. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 14(1).
RIYANTO, P. I. (2020). AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM
PANDANGAN ALI SYARIATI (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan
Lampung).
Riyanto, P. I. (2021). Agama dan Perubahan Sosial Perspektif Ali
Syariati. JAWI, 4(2), 83-104.
Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2010.
Zainuddin, A. (2015). TAWHĪD DAN SPIRIT PERUBAHAN SOSIAL: STUDI
KOMPARATIF ANTARA ALI SYARI’ATI DAN HASAN HANAFI (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

11

You might also like