You are on page 1of 3

KHOTBAH

Minggu, 09 Juli 2023

Nas Bacaan : Yeremia 29 : 1 – 9


Tema Bulanan : Bangunlah Hidup Bersama Yang Baik dan Berkualitas
Tema Mingguan : Upayakanlah Kesejahteraan Bersama

Hidup di tanah orang dan menerima tekanan sebagai bangsa buangan adalah kondisi hidup yang
sulit bagi siapa saja yang menjalaninya apalagi ketika Dikucilkan, direndahkan dan diperlakukan
sewenang-wenang, setiap orang akan memberontak dalam kondisi ini, dan segala cara akan dilakukan
untuk memperoleh kebebasan dan bisa hidup berdaya dalam kesejahteraan. Demikianlah yang dialami
oleh Yerusalem dan Yehuda dalam sejarah kejatuhan dan pembuangan ke Babel.

Dibalik isi surat yang dikirimkan Yeremia ke Babel itu, terdapat kisah memilukan yang dialami
Yehuda di masa-masa pemerintahan raja-raja terakhir mereka. Kejatuhan Yehuda tidak terlepas dari
kepemimpinan para raja yang bertindak tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Meskipun di Yehuda
terdapat para nabi Tuhan yang sudah sering memperingatkan penyimpangan yang dilakukan oleh umat
dan pemimpin mereka, namun peringatan itu tidak dihiraukan sehingga membawa mereka menuju Babel,
seperti yang pernah diperingatkan oleh nabi Yesaya kepada Raja Hizkia (II Raja-raja 20:17). Salah satu
nabi yang dikenal keras adalah Yeremia.

Yeremia adalah putra Hilkia, seorang imam Anatot, dari suku Benyamin (Yer.1:1). Ada
anggapan bahwa ia mulai bertugas di tahun 625 S.M, dan berlangsung sampai setelah jatuhnya
Yerusalem oleh bangsa Babilonia antara tahun 587/586 S.M. Yeremia sezaman dengan nabi Zefanya,
Habakuk, dan Nahum di Yehuda, serta Yehezkiel dan Daniel yang ikut dalam pembuangan Babel.
Yeremia termasuk nabi yang berani mencela dosa yang dilihatnya begitu merajalela di Yehuda. Perannya
sebagai seorang nabi dimulai ketika Yosia menjadi raja Yehuda. Meski Yosia adalah raja yang baik,
namun panggilan Yeremia sebagai seorang nabi memang penting karena umat di Yehuda ternyata
cenderung tidak setia kepada Tuhan. Hal itu terjadi setelah Yosia meninggal dan digantikan oleh
Yoyakim. Dalam kitab II Raja-raja 23: 34 diketahui bahwa Yoyakim atau Elyakim, adalah Raja yang
diangkat oleh Firaun Nekho yang waktu itu berhasil mengalahkan dan membunuh Yosia dalam perang di
Megido. Yoyakim melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, sehingga kepemimpinanya membawa umat
semakin jauh dari setia kepada Tuhan. Akibatnya, di masa pemerintahannya, Yehuda berhasil dikalahkan
oleh Nebukadnezar, raja Babel. Yoyakim menyerah, namun setelah tiga tahun berselang dibawah
kekuasaan Babel, ia kembali memberontak. Ironisnya di masa itu ia meninggal dan digantikan oleh
putranya Yoyakhin ( disebut juga Yekhonya) yang justru baru memerintah selama tiga bulan, namun
harus merasakan dibuang ke Babel bersama keluarganya serta warga Yehuda lainnya baik dari kelas atas
dan menengah (termasuk di dalamnya juga nabi Yehezkiel), sedangkan nabi Yeremia rupanya tidak ikut
dibawa ke Babel. (Dari Yerusalem Nabi Yeremia menyuarakan suara kenabiannya melalui surat bagi
orang Yehuda dalam pembuangan di Babel)
Agar Nebukadnezar tetap dapat mengontrol Yehuda, maka ia mengangkat Zedekia menjadi Raja
boneka di Yehuda. Jadi ketika Yeremia mengirimkan surat ke Babel, melalui Zedekia yang pada waktu
itu masih menjadi raja di Yehuda dan masih memiliki hubungan baik dengan Nebukadnezar. Hal itu
menunjukkan bahwa Yeremia masih berperan penting di Yehuda, bahkan di masa pemerintahan Zedekia.
Ia diketahui bahkan memberi peringatan keras kepada Zedekia untuk menyerah kepada Babel ketika
diketahui bahwa Zedekia mulai membelot dan berontak kepada Babel. Peringatan Yeremia taruhannya
adalah nyawanya sendiri, namun Zedekia pun ternyata juga tak berani menghukum Yeremia, meski ia
sudah diberi peringatan oleh Yeremia bahwa dirinya serta keluarganya tak akan selamat kalau tidak
menyerah kepada Babel.
Kondisi yang menimpa orang-orang Yehuda di pembuangan tentu sangat memprihatinkan. Menjadi
orang buangan tentulah berbeda dengan hidup di negeri sendiri. Dalam kondisi itu, harapan untuk
kembali pulang pasti ada. Namun hal itu tidak akan terjadi dalam waktu yang singkat. Problemnya
adalah, umat yang saat itu ada dalam titik rendah gampang sekali diberi harapan palsu oleh para nabi
palsu yang ada bersama-sama mereka di pembuangan. Akan sangat berbahaya bila mereka yang
gampang terpengaruh dengan nubuat palsu akhirnya tinggal dalam harapan semu. Oleh sebab itu surat
dari Yeremia yang berisi Firman Tuhan kepada mereka yang ada di pembuangan adalah petunjuk
langsung dari Tuhan tentang bagaimana harus menjalani hidup di tempat yang baru. Dengan petunjuk itu,
umat dapat terhindar dari harapan-harapan palsu yang digaungkan para nabi palsu, sebaliknya mereka
dapat menerima kenyataan sebagai orang buangan sambil perlahan menata diri dan membangun
kehidupan baru di negeri orang sesuai kehendak Tuhan.
Seruan untuk bangkit dari keterpurukan dengan cara tinggal menetap, meneruskan keturunan, dan
mengusahakan kesejahteraan di tempat mereka berada tidak hanya dilihat sebagai suatu upaya bertahan
hidup, melainkan juga mesti dilihat sebagai cara Allah mendidik umat-Nya untuk mengalami pertobatan
dan pembaruan hidup atas dosa-dosa mereka. Ada beberapa hal penting yang dapat dilihat pada pesan
tersebut yakni:
1. Ayat 5 mengandung pesan bahwa mereka akan lama tinggal di Babel. Oleh sebab itu mereka
harus punya tempat tinggal sendiri dan mampu menghidupi diri sendiri tanpa harus tergantung
dengan orang lain.
2. Ayat 6, ide meneruskan keturunan bukan hanya sekedar untuk mempertahankan generasi,
melainkan juga supaya jati diri ke-Yahudian mereka tidak hilang meskipun harus hidup di negeri
orang.
3. Ayat 7, dapat dilihat secara politis membantu mereka untuk tetap terlindungi, meski sebagai
warga kelas dua, tetapi juga melengkapi dua perintah sebelumnya pada ayat 5 dan 6 sehingga
secara tidak langsung meneguhkan janji Tuhan kepada Abraham seperti tertulis pada kitab
Kejadian 28:14, bahwa oleh keturunannya semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.
4. Ayat 8 dan 9 adalah konsekuensi dari melakukan perintah-perintah yang telah disebutkan tadi
yakni tidak boleh terpengaruh oleh nabi-nabi palsu. Jadi perintah dan larangan diberikan bersama
agar umat bisa menjalankannya sekaligus dapat menjaga diri dari hal-hal yang dapat merugikan
mereka sendiri.
Berkaca dari empat pokok penting di atas maka para pengkhotbah dapat menentukan ide sentral dari
bacaan tersebut dengan membangun pertanyaan tentang apa kehendak Tuhan bagi umat atau gereja di
masa kini. Konteks umat di pembuangan memang dimaknai sebagai hukuman atas perbuatan mereka
sendiri yang tidak setia kepada Allah. Dengan kata lain mereka telah menerima ganjaran dari perbuatan
mereka. Namun pada titik itu, kesetiaan Tuhan tetap ditunjukkan kepada umat melalui surat dari Yeremia
yang sesungguhnya adalah petunjuk hidup baru bagi umat. Petunjuk yang di dalamnya terdapat nasihat
dan larangan itu berguna bagi umat untuk memulai hidup yang baru dan memahami kehendak Tuhan pun
secara baru. Pandangan tentang Tuhan yang hanya dibatasi oleh tembok kota Yerusalem dan Bait Allah,
kini harus dimaknai di luar batas itu. Membangun hidup bersama pun dimaknai secara baru, yakni relasi
dengan orang lain atau bangsa lain demi kesejahteraan bersama yang tentu saja dalam kedamaian, tapi
tetap tidak kehilangan identitas dan imannya kepada Tuhan.

1. Pertobatan dan Pembaruan Diri. Surat Yeremia itu dapat dibaca sebagai Petunjuk Hidup Baru
dari Tuhan kepada kita bahwa selalu ada jalan meski di dalam kesulitan. Setiap orang yang
mengalami kesulitan hidup hendaknya tahu bahwa Tuhan selalu menyediakan jalan terbuka untuk
keluar dari kesulitan. Hanya saja perlu kesadaran diri untuk memandang bahwa kesulitan bisa
saja terjadi karena kesalahan dan dosa kita, sehingga harus ada pertobatan dan pembaruan hidup.

2. Pelayanan bagi mereka yang terbuang. Bagian ini agaknya lebih difokuskan kepada para
pelayan, baik pelayan khusus maupun badan pembantu pelayanan di jemaat. Tokoh Yeremia
dapat menjadi panutan di mana suara kenabiannya ternyata tidak terjadi hanya di Yerusalem, dan
berhenti setelah orang-orang Yehuda dibawa ke Bebel, melainkan terus berlanjut ketika mereka
sudah berada di Babel. Peringatan, nasihat dan larangan itu tidak boleh berhenti, meskipun
ganjaran sudah terjadi dan dirasakan umat akibat tidak mendengar suara Tuhan. Para pelayan
dapat berkaca dari apa yang dilakukan Yeremia bahwa proses pendampingan harus tetap
berlangsung dalam situasi apapun terhadap warga jemaat. “Barisan pelayan” adalah kekuatan
besar untuk membangun kehidupan jemaat dan masyrakat yang hidup dalam damai sejahtera.
Oleh karena itu, pelayanan kepada mereka yang lemah, terbuang atau termarjinal harus mendapat
perhatian utama, karena Tuhan telah memanggil umat menjadi milik-Nya dan juga telah memilih
pelayan-Nya untuk melayani umat-Nya.

3. Bergerak Bersama. Kesejahteraan itu harus diusahakan, dikerjakan, serta dinikmati bersama-
sama dan bukan secara individual. Hidup sejahtera bukan diukur dari seberapa kaya, mampu, atau
kuatnya seseorang, melainkan seberapa mampu suatu keluarga, negeri atau jemaat mengupayakan
kesejahteraan bersama. Jadi hindari kebiasaan malas, masa bodoh atau gaya hidup instan;
sebaliknya kembangkan kerja sama, kreatifitas dan inovasi secara bersama.
4. Tetap Waspada. Perkembangan teknologi memang menunjukan kemajuan manusia dalam
berpikir dan berkarya. Namun itupun belum menjamin kesejahteraan, karena teknologi pun bisa
dipakai untuk menyusahkan bahkan menghancurkan kehidupan. Mereka seumpama nabi-nabi
palsu yang menyampaikan “kabar baik” padahal ujungnya adalah bencana. Maka gereja harus
tetap waspada agar tidak terjebak pada pengaruh teknologi yang justru semakin menjauhkan kita
dari kehendak Tuhan.
5. Pemimpin yang Setia pada Tuhan adalah Tiang yang kokoh bagi Umatnya. Sejarah
kejatuhan Yehuda adalah tentang ketidak setiaan Pemimpin-pemimpin mereka. Suara kenabian
Yeremia juga menegur pera pemimpin Yehuda agar berjalan sesuai kehendak Tuhan.

You might also like