You are on page 1of 69

DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays

var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT


VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR

ARKANUDDIN SIREGAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hasil dan
Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan
Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Arkanuddin Siregar
NIM A24070150
ABSTRAK
ARKANUDDIN SIREGAR. Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays
var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN.

Penelitian ini merupakan tahap pengujian dalam mempelajari potensi


genotipe jagung manis SD-3 untuk dikembangkan menjadi varietas unggul yang
dapat bersaing dengan varietas komersial. Percobaan menggunakan Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), faktor tunggal, dengan lima perlakuan dan
empat ulangan. Perlakuan terdiri atas satu genotipe jagung manis (SD-3) dan
empat varietas pembanding (Super Sweet, Bonanza, Sweet Boy dan Sugar 75).
Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi penampilan, daya hasil dan kualitas
genotipe SD-3 serta empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor dengan
mengamati keragaan agronomi di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan generatif,
potensi produksi serta kuantitas dan kualitas hasil. Data dianalisis dengan
menggunakan analisis ragam (uji F) dan kemudian dilanjutkan dengan uji Dunnet
(α = 5 %) dan koefisien korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata pada beberapa peubah kuantitatif jagung manis.
Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Berdasarkan
keunggulan komparatif, genotipe SD-3 lebih baik dari pada semua varietas
pembanding.

Kata kunci : evaluasi, jagung manis, karakter, keunggulan

ABSTRACT

ARKANUDDIN SIREGAR. Yield and Quality of Sweet Corn (Zea mays var.
saccharata Sturt.) SD-3 Genotype with Four Comparison Varieties in Bogor.
Supervised by MEMEN SURAHMAN.

This research was a trial step in order to study the potential of SD-3 sweet
corn genotype to be developed into high-yielding variety which is able to compete
with commercial varieties. The experiment used Randomized Complete Block
Design, single factor, with five treatments and four replications. The treatment
consisted of one sweet corn genotype (SD-3) and four comparison varieties (Super
Sweet, Bonanza, Sweet Boy, and Sugar 75). This experiment was aimed to
evaluate the appearance, yield and quality of SD-3 genotype with four comparison
varieties in Bogor by observing agronomic character in the field, vegetative and
generative growth, production potential as well as quantity and quality of crop.
Data was analyzed with ANOVA (F-test) then continued with Dunnet test
(α = 5 %) and Pearson correlation coefficient. The results of research showed that
there was a significant different in several quantitative variables of sweet corn.
Genotype treatment did not significantly affect on the productivity. Based on
comparative advantage, SD-3 genotype is better than all comparison varieties.

Keywords : advantage, character, evaluation, sweet corn


DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays
var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT
VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR

ARKANUDDIN SIREGAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var.
saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas
Pembanding di Kabupaten Bogor
Nama : Arkanuddin Siregar
NIM : A24070150

Disetujui oleh
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr


NIP. 19630628 199002 1 002

Diketahui oleh
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr


NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, serta telah memberikan jalan dan kekuatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini. Skripsi
dengan judul Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata
Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor
disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Prof Dr Ir Memen Surahman, MscAgr selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan dan arahannya selama ini, yang dengan sabar dan bijaksana menuntun
penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian berikut skripsi ini. Penghargaan
berikut ucapan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MscAgr dan
Bapak Candra Budiman, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini, serta Bapak
Rahmat atas arahan dan bantuan yang diberikan pada saat berlangsungnya
penelitian di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Penulis juga sangat berterima
kasih kepada semua teman-teman yang telah mendukung, memberikan semangat
serta banyak membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian
hingga skripsi ini selesai, khususnya teman-teman dari Imatapsel Bogor dan
AGH. Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada Mama
dan Papa tercinta bersama adik-adik tersayang serta seluruh keluarga besar, atas
segala limpahan kasih sayang, doa, didikan, nasehat, dukungan, semangat,
kesabaran dan perhatiannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya saran dan kritik
yang membangun. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian.

Bogor, September 2014

Arkanuddin Siregar
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viiix


DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis 4
Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis 5
Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis 5
BAHAN DAN METODE 8
Tempat dan Waktu 8
Bahan dan Alat 8
Metode Penelitian 8
Pelaksanaan Penelitian 9
Pengamatan 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Keadaan Umum Percobaan 13
Daya Tumbuh dan Keseragaman Penampilan Jagung Manis 15
Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol Utama dan Diameter Batang 17
Panjang dan Lebar Daun 18
Umur Berbunga 19
Panjang dan Diameter Tongkol 20
Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol 22
Bobot Tongkol dan Tajuk pada Setiap Tanaman 23
Produksi per Plot 24
Indeks Panen dan Produktivitas 26
Penurunan Populasi Tanaman Produktif dan Kerusakan Tongkol 27
Korelasi antar Karakter Tanaman dalam Komponen Hasil Jagung Manis 30
Kadar Padatan Terlarut Total 32
Uji Organoleptik Jagung Manis 33
Keunggulan Genotipe SD-3 terhadap Varietas Pembanding 35
SIMPULAN DAN SARAN 38
Simpulan 38
Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 42
RIWAYAT HIDUP 57
DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah


kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding 14
2 Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 15
3 Hasil pengamatan terhadap berbagai peubah kualitatif jagung manis
pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang tidak berbeda
nyata menurut Uji F 16
4 Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang
pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 17
5 Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding 19
6 Nilai tengah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi pollen
dan selang waktu anthesis dengan silking pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding 20
7 Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah,
ujung) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembanding 21
8 Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol
jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 22
9 Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa
kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan
empat varietas pembanding 23
10 Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta
bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung
manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 24
11 Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol
tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 26
12 Nilai tengah tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang terserang bulai,
rebah batang, tanaman tidak menghasilkan dan jumlah tongkol yang
terserang ulat penggerek pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding 28
13 Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen
hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding 30
14 Nilai tengah kadar PTT penyerbukan sendiri dan kadar PTT bukan
penyerbukan sendiri pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding 32
15 Nilai tengah uji skor organoleptik terhadap penampilan tongkol,
kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji, dan tingkat penerimaan
(kesukaan) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembandinga 34
16 Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas
pembanding berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata menurut
analisis ragam (Uji F) dan hasil yang berbeda nyata menurut Uji Dunnet
pada taraf 5 % 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi sementara jagung manis genotipe SD-3 42


2 Karakteristik jagung manis genotipe SD-3 42
3 Deskripsi jagung manis varietas Super Sweet 44
4 Deskripsi jagung manis varietas Bonanza 45
5 Deskripsi jagung manis varietas Sweet Boy 46
6 Deskripsi jagung manis varietas Sugar 75 (SG 75) 47
7 Data klimatologi April – Juli tahun 2012 di Darmaga, Bogor 48
8 Form penilaian untuk uji skoring organoleptik pada jagung manis 48
9 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding 49
10 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) 50
11 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) 51
12 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan) 52
13 Layout petak percobaan pada lahan pertanaman jagung manis 53
14 Tongkol jagung manis genotipe SD-3 (V1) 54
15 Tongkol jagung manis varietas Super Sweet (V2) 54
16 Tongkol jagung manis varietas Bonanza (V3) 55
17 Tongkol jagung manis varietas Sugar 75 (V4) 55
18 Tongkol jagung manis varietas Sweet Boy (V5) 56
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung manis merupakan tanaman yang sudah lama dikenal di Indonesia.


Selain memiliki rasa yang lebih manis dan umur tanaman lebih singkat daripada
jagung biasa, jagung manis juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan pendapatan petani (Dewani 2004). Hal yang menarik bagi
petani untuk mengembangkan jagung manis adalah harga jual jual jagung manis
yang lebih menguntungkan dibandingkan jagung biasa. Walaupun sebenarnya
jagung biasa dapat dipanen saat tongkol masih muda seperti pada jagung manis,
namun harga jagung manis masih lebih tinggi daripada jagung biasa. Pada
umumnya jagung manis lebih digemari masyarakat luas daripada jagung biasa
(biji) karena rasanya yang manis, ini merupakan nilai lebih dari jagung manis.
Selain dikonsumsi segar jagung manis juga dikalengkan dan bijinya
dibekukan setelah dipipil dari tongkolnya. Jagung manis juga mempunyai aroma
yang khas, dan kandungan gizi yang lebih baik. Jagung manis dipanen saat
tongkol masih muda sehingga waktu panen lebih singkat. Hal ini menyebabkan
frekuensi penanaman jagung manis lebih tinggi (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Limbah jagung manis berupa brangkasan segar masih mempunyai nilai tambah
ekonomi yang berguna sebagai pakan ternak berkualitas tinggi, selain karena
gizinya, rasa manisnya disukai oleh ternak (Martajaya 2009).
Dewasa ini permintaan jagung manis terus meningkat, bukan hanya untuk
konsumsi rumah tangga melainkan juga untuk bahan baku industri (Iriany et al.
2011). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), volume impor
jagung manis pada tahun 2012 adalah sebanyak 2 674 ton, sedangkan volume
ekspor pada tahun yang sama hanya mencapai 359 ton. Hal ini menandakan
bahwa kebutuhan akan tersedianya jagung manis di dalam negeri saat ini sangat
besar, tetapi produksi jagung manis nasional belum dapat mencukupi permintaan
pasar yang ada. Produksi yang masih kurang menjadi salah satu penyebab masih
tingginya harga jagung manis di pasaran, baik yang dipanen untuk konsumsi segar
maupun dalam bentuk olahan. Keadaan yang demikian semakin mendorong minat
petani dalam usaha produksi jagung manis untuk mengisi kekurangan tersebut.
Penggunaan benih, teknologi pra panen, dan pasca panen yang seadanya
merupakan faktor yang menyebabkan produktivitas jagung manis di Indonesia
masih relatif rendah (Palungkun dan Budiarti 2000). Menurut Dewani (2004),
terbatasnya pengetahuan petani menyebabkan jumlah produksi jagung manis tidak
sesuai seperti yang diharapkan. Adanya anggapan bahwa jagung manis hanya
merupakan tanaman sampingan sehingga penggunaan varietas unggul, pengairan,
pengendalian hama dan penyakit, pemupukan secara tepat dan cara bercocok
tanam yang baik masih kurang mendapat perhatian.
Dalam pertanian maju, benih berperan tidak hanya semata-mata sebagai
bahan tanam, namun juga sebagai sarana pembawa teknologi (delivery
mechanism). Dampak keunggulan suatu varietas terhadap peningkatan produksi
dan mutu produk pertanian (pangan, pakan) hanya akan tampak bila benih
bermutu dari varietas tersebut tersedia bagi petani untuk ditanam dalam skala luas.
Ketersediaan benih akan menentukan luas penyebaran varietas (Nugraha et al.
2

2005). Ketersediaan benih bermutu yang dapat dijangkau oleh petani menjadi
permasalahan yang harus diperhatikan, berhubung harga benih jagung manis
masih relatif tinggi karena sebagian besar merupakan benih impor.
Menurut Iriany et al. (2011), ketersediaan benih bermutu dari varietas
yang telah dirilis oleh pemerintah masih relatif terbatas sehingga harga benihnya
mahal. Umumnya varietas yang beredar dirilis oleh perusahaan swasta yang
materi genetiknya merupakan hasil introduksi. Direktorat Jenderal Hortikultura
mengungkapkan bahwa total impor benih jagung manis pada tahun 2011 adalah
sebesar 744 301 kg dengan nilai impor 6 698 709 US $, sedangkan total ekspor
benih jagung manis 19 461 kg yang hanya bernilai 233 532 US $. Selanjutnya
pada tahun 2012 total impor benih jagung manis dikurangi yaitu menjadi
104 334.5 kg dengan nilai impor sebesar 2 817 032 US $, tetapi masih belum
dapat diimbangi dengan peningkatan jumlah ekspor benih jagung manis yang
hanya mencapai 40 151 kg senilai dengan 1 084 077 US $.
Permasalahan dalam mempertahankan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
produksi yang belum sepenuhnya dapat ditangani menyebabkan Indonesia belum
dapat bersaing di pasar dunia. Melalui pendekatan pemuliaan tanaman dapat
ditemukan beragam solusi, dimana pemuliaan tanaman berperan dalam
menghasilkan varietas unggul jagung manis yang memiliki daya hasil dan kualitas
hasil yang tinggi serta resisten terhadap hama dan penyakit penting. Selain itu,
kemampuan adaptasi dan tingkat toleransi terhadap kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan juga dapat ditingkatkan. Sehingga varietas unggul baru
jagung manis hasil pemuliaan tanaman diharapkan dapat digunakan secara luas
sehingga dapat mengurangi penggunaan benih impor.
Tujuan akhir dari pemuliaan tanaman yaitu dapat mengidentifikasi
genotipe unggul sehingga dapat dilepas sebagai varietas yang baru untuk
digunakan secara komersial oleh petani. Berbagai percobaan untuk genotipe-
genotipe yang memiliki heritabilitas tinggi dievaluasi kinerjanya di berbagai
macam kondisi lingkungan, pada beberapa musim dan tahun, dan di lokasi yang
berbeda-beda untuk bisa mencapai tujuan ini. Percobaan-percobaan tersebut
disebut sebagai uji daya hasil (Acquaah 2007).

Perumusan Masalah

Permintaan pasar terhadap jagung manis setiap tahun semakin meningkat,


namun produksi jagung manis nasional masih kurang. Rendahnya produksi jagung
manis di Indonesia disebabkan karena berbagai hal, misalnya karena skala
pengusahaan yang masih terbatas dan teknik budidaya yang kurang intensif.
Dalam teknik budidaya, persoalan benih menjadi faktor pembatas yang dihadapi
petani baik ketersediaannya, kualitasnya maupun harganya. Harga benih bermutu
cenderung mahal dan pada umumnya benih varietas hibrida harganya lebih tinggi,
namun harga benih varietas bersari bebas relatif lebih murah.
Program pemuliaan tanaman dengan menghasilkan varietas unggul baru
bersari bebas yang produksinya tinggi dan mempunyai kualitas tongkol yang baik
serta tahan terhadap penyakit bulai merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
permasalahan yang ada. Varietas yang baru akan dilepas harus menunjukkan
keunggulan dibandingkan dengan varietas yang telah ada sehingga diperlukan
3

suatu pengujian. Uji daya hasil adalah suatu tahapan pemuliaan tanaman yang
bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada genotipe
yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur atau kultivar unggul baru.
Genotipe SD-3 (Seleksi Darmaga-3) merupakan genotipe jagung manis
bersari bebas yang dirakit oleh Dr Fred Rumawas, pemulia dari IPB, dan
dipersiapkan untuk menjadi varietas baru. Dalam persiapan pelepasan varietas,
genotipe SD-3 perlu dievaluasi dalam hal penampilan, daya hasil dan kualitas
hasil sehingga genotipe SD-3 teruji berpotensi dan layak untuk dikembangkan
sebagai varietas unggul yang mempunyai nilai tambah dan daya saing yang tinggi.
Oleh karena itu, genotipe SD-3 harus dapat diperbandingkan dengan varietas
komersial jagung manis yang beredar luas di pasaran dan telah cukup lama
dikenal oleh petani jagung manis. Di daerah-daerah yang terdapat tempat-tempat
penelitian dan pengembangan tanaman pangan seperti di daerah Jawa Barat
mampu menghasilkan jagung manis (sweet corn) yang banyak digemari serta
semakin meluas dan berkembang. Kabupaten Bogor adalah salah satu sentra
produksi jagung manis, sehingga dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian ini
yang juga didukung oleh kondisi iklim dan topografi yang sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman jagung manis.

Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:


1. Mendapatkan informasi tentang keragaan agronomi dan penampilan jagung
manis genotipe SD-3.
2. Mengevaluasi daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3 yang
diuji dengan empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor.
3. Mempelajari peubah kualitatif dan kuantitatif pada jagung manis yang
dievaluasi, sehingga dapat diketahui keunggulan karakter yang menjadi
potensi pada genotipe SD-3 untuk dikembangkan sebagai varietas yang
mampu bersaing dengan varietas komersial.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Terdapat perbedaan keragaan pada jagung manis genotipe SD-3 dan varietas
pembanding.
2. Terdapat perbedaan daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3
yang dievaluasi dengan varietas pembanding.
3. Terdapat potensi genotipe SD-3 untuk dikembangkan menjadi varietas unggul.
TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis

Jagung manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) adalah tanaman herba
monokotil dan tanaman semusim (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis
atau sweet corn termasuk ke dalam famili Gramineae, subfamili Panicoideae dan
ordo Maydeae (Huelsen 1954). Jagung manis merupakan perkembangan dari
jagung tipe flint (jagung mutiara) dan jagung tipe dent (jagung gigi kuda)
(Leonard and Martin 1963).
Jagung manis memiliki daun-daun yang berukuran panjang, berbentuk rata
meruncing, dan memiliki tulang daun yang sejajar seperti daun-daun tanaman
monokotil pada umumnya. Perakaran jagung manis biasanya dangkal dan
berserabut (MacGillivray 1961). Jagung manis memiliki akar primer sebagai awal
memulai pertumbuhan tanaman, akar sekunder atau adventif yang berkembang
pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping, serta akar layang yang
tumbuh di atas permukaan tanah sebagai topangan untuk tumbuh tegak dan
membantu penyerapan hara. Batang tanaman tingginya berkisar antara 1.5 – 2.5 m
dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap
buku (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Jagung manis memiliki tipe pertumbuhan determinate, yaitu pertumbuhan
yang batang utamanya diakhiri dengan bunga. Perkembangan batang, daun, dan
akar diikuti oleh perkembangan bunga dan buah. Sehingga, semua tanaman yang
termasuk tipe pertumbuhan determinate, fase vegetatif dan reproduktifnya terjadi
beriringan (Edmond et al. 1957).
Jagung manis merupakan tanaman menyerbuk silang dengan tipe
pembungaan monoecious yakni bunga jantan dan bunga betina terpisah pada
bunga yang berbeda tetapi masih pada satu individu tanaman. Kemungkinan
terjadinya penyerbukan sendiri pada tanaman jagung kurang dari 1 %
(MacGillivray 1961). Bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (malai)
pada batang utama (poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai
perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini
memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis (Rubatzky dan
Yamaguchi 1998).
Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan
jagung biasa. Perbedaan antara keduanya terletak pada warna bunga jantan dan
bunga betina. Bunga jantan pada jagung manis berwarna putih sedangkan pada
jagung biasa berwarna kuning kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna
putih sedangkan jagung biasa berwarna merah. Perbedaan lainnya adalah jagung
manis berumur lebih genjah karena dipanen saat tongkol masih muda dan
memiliki tongkol lebih kecil daripada jagung biasa. Tongkol jagung manis
memiliki dua atau tiga pasang daun yang tumbuh di sisi kiri dan kanan yang
merupakan perpanjangan kelobot atau kulit buah (Palungkun dan Budiarti 2000).
Menurut Thompson dan Kelly (1957), hal yang membedakan antara jagung manis
dengan jagung lainnya yaitu dari kandungan gulanya yang tinggi pada stadia
masak susu dan permukaan kernel yang menjadi transparan dan berkerut
saat mengering.
5

Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis

Menurut Leonard dan Martin (1963) jagung manis merupakan salah satu
jenis jagung yang digolongkan berdasarkan sifat endospermanya. Endosperma
jagung manis mempunyai kadar gula lebih tinggi dibandingkan kadar pati,
transparan dan keriput pada saat kering. Keriputnya endosperma jagung manis
disebabkan oleh tingginya kadar sukrosa dalam biji saat proses pematangan.
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menjelaskan bahwa endosperma biji adalah
tempat menyimpan gula dan pati. Pengisian endosperma pada jagung manis mula-
mula adalah penimbunan gula, dan seiring dengan bertambahnya umur tanaman
patilah yang tertimbun. Gula endosperma utama adalah sukrosa dengan sedikit
glukosa, fruktosa dan maltosa. Komponen terbesar pati endosperma adalah
amilosa dan amilopektin.
Komposisi genetik pada jagung manis dan jagung tipe Dent hanya
dibedakan oleh satu gen resesif. Gen ini mencegah perubahan gula menjadi pati
(Jugenheimer 1958). Jumlah kromosom pada jagung manis sama dengan jumlah
kromosom pada jagung biasa yaitu 20 (Kaukis dan Davis 1986).
Jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus
su-1 (sugary-1), ini menyebabkan kandungan pati jagung manis mengalami
penurunan sehingga biji dari jagung manis menjadi keriput dan daya simpannya
menjadi berkurang dibandingkan jagung bijian. Pada jagung bijian, gen Su1 untuk
biji berpati dominan homozigous (Su1, Su1) sementara pada jagung manis gen
tersebut adalah resesif homozigous (su1, su1). Peningkatan kandungan gula pada
endosperma dipengaruhi oleh gen-gen resesif seperti gen peningkatan kandungan
gula (se1 – sugary enhancer), penyusut 2 (sh2 – shrunken 2), brittle 1 (bt-1),
brittle 2 (bt-2), amilosa extender (ae-1), dull-1 (du-1), dan waxy-1 (wx-1)
(Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Kadar gula dan pati pada endosperma jagung manis selain dipengaruhi
oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Kandungan sukrosa
pada endosperma jagung manis terus meningkat dari hari ke-5 sampai hari ke-15
setelah munculnya rambut tongkol dan kemudian menurun. Perubahan kadar gula
dan pati pada endosperma jagung manis terjadi akibat kandungan sukrosa yang
bersifat tidak mantap (Huelsen 1954). Kandungan gula tertinggi terdapat pada biji
yang berumur 16 hari setelah penyerbukan, sedangkan kandungan pati meningkat
pada 20 hari setelah penyerbukan kemudian konstan (Kaukis dan Davis 1986).

Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis

Jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah dengan syarat
drainase baik. Tanaman jagung manis tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara
5.5 – 7.0 tetapi pertumbuhan yang baik dan keefisienan pemupukan diperoleh
pada pH 6.0 – 6.5. Tanaman jagung manis dapat beradaptasi pada kondisi iklim
yang luas (Thompson dan Kelly 1957). Menurut MacGillivray (1961), tanaman
ini peka terhadap tanah masam dan tidak toleran terhadap embun beku (frost).
Tanah yang baik untuk jagung manis adalah gembur dan subur, karena
tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik
pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolaan yang baik. Tanah
6

dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.


Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang
baik bila pengolahan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerasi dan
ketersediaan air tanah berada dalam kondisi yang baik (Sutoro et al. 1988).
Tanaman ini tumbuh baik pada 50 oLU – 40 oLS serta sampai dengan
ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Suhu yang baik untuk pertumbuhan
jagung manis berkisar antara 21 – 30 oC. Sedangkan suhu optimum untuk
perkecambahan biji jagung manis berkisar antara 21 – 27 oC (Palungkun dan
Budiarti 2000). Suhu yang hangat merupakan kondisi terbaik untuk
perkembangan jagung manis, namun cukup banyak pertanaman jagung manis
yang ditumbuhkan pada daerah yang dingin (Thompson dan Kelly 1957).
Menurut Sutoro et al. (1988) suhu optimum untuk pertumbuhan jagung
berkisar antara 24 – 30 oC, dengan curah hujan kurang lebih 200 mm tiap bulan
dengan distribusi yang merata. Tanaman jagung manis memerlukan kelembaban
sekitar 500 – 700 mm per musim selama pertumbuhannya (Rubatzky dan
Yamaguchi 1998). Kelembaban yang kontinyu diperlukan untuk memperoleh
hasil tinggi pada pertanaman jagung manis, namun kelebihan air akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik (Thompson dan Kelly 1957).
Kondisi temperatur, kelembaban udara, intentitas cahaya, dan panjang hari untuk
pertumbuhan jagung manis yang optimum tidak jauh berbeda dengan kondisi
yang diperlukan jagung biasa (MacGillivray 1961).
Benih ditanam pada kedalaman 3 – 5 cm dengan jarak tanam 20 – 25 cm
dalam barisan dan 75 – 90 cm antar barisan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan pembentukan daun dan batang.
Lima daun pertama terbentuk dalam embrio dan daun-daun selanjutnya dibentuk
pada titik tumbuh sampai mencapai 20 – 25 daun. Setelah seluruh daun selesai
dibentuk maka inisiasi malai bunga jantan dimulai (Koswara 1985).
Tepung sari yang diproduksi oleh bunga jantan jumlahnya sangat banyak
sehingga tersedia ribuan tepung sari untuk setiap biji (kernel) pada tongkol jagung
manis. Penyebaran serbuk sari ini dibantu oleh angin dan gaya gravitasi
(MacGillivray 1961). Penyebaran tepung sari juga dapat dipengaruhi oleh suhu
dan kultivar jagung manis serta dapat berakhir dalam waktu 3 – 10 hari (Rubatzky
and Yamaguchi 1998). Putik muncul 1 – 3 hari setelah serbuk sari dihasilkan.
Namun pada jagung bertongkol banyak, putik dapat muncul sebelum malai bunga
jantan. Putik pertama umumnya muncul di dekat bagian ujung dari tongkol. Putik
pertama umumnya muncul pada tongkol yang terletak paling atas, diikuti pada
tongkol kedua, dan kadang-kadang ketiga (Hallauer dan Russel 1993).
Pertumbuhan tanaman jagung manis dipengaruhi oleh panjang hari, tetapi
pengaruhnya tidak terlalu tampak seperti halnya pada tanaman lain. Periode dari
fase perkecambahan sampai dengan pembungaan akan berkurang pada daerah
dengan panjang hari pendek dan semakin lama pada daerah yang mempunyai hari
panjang (MacGillivray 1961). Jagung manis merupakan tanaman berhari pendek
karena membutuhkan cahaya kurang dari 12 – 14 jam per hari untuk pembungaan
(Thompson dan Kelly 1957).
Selanjutnya Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menambahkan bahwa
kondisi hari pendek akan mempercepat pembungaan, sehingga pertumbuhan
vegetatif yang tidak memadai kurang mendukung perkembangan tongkol dan biji.
Pencahayaan kurang dari 8 jam dan suhu kurang dari 20 oC dapat menunda
7

pembungaan pada tanaman jagung manis. Menurut Koswara (1985), umur panen
dipengaruhi oleh umur berbunga. Tanaman yang lebih cepat berbunga akan
memiliki umur panen lebih genjah.
Menurut MacGillivray (1961), pertumbuhan jagung manis yang baik
memerlukan suhu yang hangat, sampai kurang lebih satu minggu sebelum panen.
Cuaca dingin diperlukan pada saat menjelang panen, karena hal ini dapat
meningkatkan kualitas jagung manis. Suhu yang tinggi dapat mempercepat
perubahan gula menjadi pati yang dapat mengurangi kualitas jagung manis.
Fase generatif berlangsung cepat. Pada fase ini sebagian besar energi
dipakai dalam penyempurnaan serbuk sari dan tongkol. Tongkol yang baik
mengandung 700 – 1000 bakal biji. Pada keadaan optimum semua bakal biji
berpotensi untuk menjadi biji. (Koswara 1985). Kualitas tongkol dapat ditentukan
dengan membuka kelobot dan memeriksa penampilan dari biji. Tongkol yang baik
adalah tongkol yang terisi penuh dan mengkilap, biji yang matang susu namun
cukup kuat saat ditekan. (MacGillivray 1961).
Jagung manis mempunyai ciri-ciri yaitu biji yang masih muda bercahaya
dan berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak akan menjadi
kering dan berkeriput. Umur jagung manis antara 60 – 70 hari, namun pada
dataran tinggi yaitu 400 meter di atas permukaan laut atau lebih, biasanya bisa
mencapai 80 hari (Aak 2010).
Pemanenan untuk mendapatkan kualitas terbaik dilakukan pada saat fase
masak susu (Thompson dan Kelly 1957). Pemanenan dilakukan pada saat tongkol
terisi sempurna, yang biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang
mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Waktu
pemanenan yang paling baik adalah pada waktu dini hari atau pada waktu malam
hari karena dapat membantu menurunkan panas lapangan serta menghemat waktu
dan energi untuk pendinginan pasca panen (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Menurut Harjadi (1986), pada umumnya produktivitas akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya populasi karena tercapainya penggunaan cahaya
secara maksimal di awal pertumbuhan. Namun peningkatan populasi ini ada
batasnya, yaitu sampai tidak terjadi kompetisi yang merugikan antara tanaman
dalam mendapatkan hara maupun unsur-unsur lingkungan lainnya.
Budidaya jagung manis pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara
budidaya jagung biasa (Thompson dan Kelly 1957). Komponen teknologi budi
daya jagung pada prinsipnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu (1) komponen
teknologi yang mempunyai adaptasi luas, seperti varietas, cara tanam, kerapatan
tanaman, serta pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan (2) komponen
teknologi yang mempunyai adaptasi sempit atau bersifat spesifik lokasi, seperti
persiapan lahan yang mencakup pengolahan tanah dan konservasi lahan dengan
kemiringan > 8 %, serta pemupukan. Komponen teknologi budi daya jagung
mencakup: persiapan lahan, varietas unggul, populasi dan pengaturan tanam,
pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan yang tepat,
dan pasca panen (Sudaryono et al. 1996). Metode pemuliaan untuk jagung biasa
dapat dipergunakan pada jagung manis, hanya berbeda pada tujuan seleksi dan
evaluasi hasilnya dimana pada jagung manis lebih ditekankan pada kualitas
(Kaukis dan Davis 1986).
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan


Darmaga, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 250 m di
atas permukaan laut, dengan jenis tanah latosol. Waktu pelaksanaan percobaan
dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe SD-3
yang merupakan jagung manis bersari bebas. Varietas jagung manis bersari bebas
dan hibrida yang digunakan sebagai varietas pembanding yaitu Super Sweet,
Bonanza, Sweet Boy, dan Sugar 75 (SG 75). Deskripsi dan karakteristik jagung
manis genotipe SD-3 serta keempat varietas pembanding yang dievaluasi dalam
penelitian ini disampaikan pada Lampiran 1 – 6.
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk urea 300 kg/ha,
pupuk KCl 200 kg/ha, pupuk SP-36 200 kg/ha, dan pupuk kandang 15 ton/ha.
Kapur diberikan dengan dosis 1.5 ton/ha. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peralatan budidaya tanaman standar, timbangan, jangka
sorong, meteran, dan refraktometer untuk mengukur kadar Padatan Total Terlarut
(PTT) pada biji jagung manis. Untuk melakukan penyerbukan sendiri dibutuhkan
kantong kertas, spidol, dan stapler.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu
genotipe. Perlakuan yang diberikan terdiri atas satu genotipe jagung manis dan
empat varietas pembanding, yang masing-masing diulang sebanyak empat kali,
sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan tersusun dalam
petakan berukuran 4 x 5 m2 yang memuat  200 tanaman.
Model linier aditif dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

Yij =  + i + j + ij

Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
 = rataan umum
i = pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5)
j = pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4)
ij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
9

Uji F digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan. Jika terdapat


pengaruh yang nyata dalam perlakuan maka dilakukan uji nilai tengah
menggunakan uji Dunnett pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan keeratan di
antara peubah-peubah yang diamati maka dilakukan analisis korelasi Pearson.

Pelaksanaan Penelitian

Luas lahan yang digunakan untuk pertanaman adalah  400 m2. Lahan
diolah satu minggu sebelum penanaman dengan diberikan kapur dan pupuk
kandang kemudian diratakan dan dibagi menjadi empat blok. Masing-masing blok
terdiri atas lima plot. Setiap plot berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar plot 0.5 m dan
jarak antar blok 1.5 m. Dalam satu plot terdapat lima baris tanaman dengan jarak
tanam 70 cm x 25 cm. Layout petak percobaan ditampilkan pada Lampiran 13.
Benih yang ditanam yaitu dua benih setiap lubang. Sebelum ditanam, benih diberi
perlakuan fungisida berbahan aktif Metalaxyl 35% dengan dosis 2 g/kg benih.
Pupuk dasar diberikan satu minggu setelah tanam dengan dosis setengah pupuk
urea yaitu sekitar 150 kg/ha, serta seluruh dosis pupuk KCl 200 kg/ha dan SP-36
200 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan sistem tugal berjarak 5 – 7 cm dari
lubang tanaman.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, pengairan,
penjarangan, pembumbunan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama serta
penyakit. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pengairan dilakukan untuk
mencegah tanaman kekurangan air dikarenakan curah hujan yang rendah.
Pengairan diberikan sebanyak dua kali setiap minggu selama musim pertanaman
dengan cara menggenangi parit-parit yang terletak di antara petak-petak
percobaan. Tanaman jagung manis dibumbun pada saat 3 MST. Pemupukan
kedua yaitu pemberian urea sisa dengan dosis 150 kg/ha dilakukan saat tanaman
berumur 4 MST. Pengendalian hama yaitu dengan pemberian pestisida berbahan
aktif Carbofuran ± 5 butir per lubang tanam saat penanaman. Pengendalian
penyakit bulai dilakukan dengan pencabutan atau eradikasi terhadap tanaman
terjangkit untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran lebih luas.
Penyerbukan sendiri dilakukan pada dua tanaman selain tanaman contoh di
setiap petak satuan percobaan saat tanaman berumur 46 – 53 HST. Persiapan
penyerbukan buatan dilakukan dengan cara menutup malai dengan kantong kertas
saat anther mulai pecah bagian porosnya dan menutup tongkol dengan kantong
plastik transparan sebelum tongkol keluar rambut. Penyerbukan dilakukan pada
saat tongkol sudah muncul rambut yang siap diserbuki dengan panjang > 2 cm.
Tongkol yang sudah diserbuki ditutup menggunakan kantong kertas. Tongkol
yang diserbuki sendiri digunakan sebagai sampel pengukuran kadar PTT.
Pemanenan dilakukan pada stadia masak susu saat tongkol jagung sudah
terisi sempurna ditandai oleh rambut tongkol yang sudah berwarna coklat
kehitaman dan mengering (sekitar 18 – 22 hari setelah penyerbukan). Umur panen
disamakan pada 73 HST karena pada sebagian tanaman yang produktif telah siap
panen lebih awal dan akan kehilangan masa optimal konsumsi jagung manis jika
waktu panennya diperlambat. Setelah pemanenan dilakukan pengukuran kadar
PTT dengan menggunakan refraktometer pada dua tongkol hasil penyerbukan
sendiri dan tiga tongkol yang bukan hasil penyerbukan sendiri dari setiap plot.
10

Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan mengambil 10 tanaman contoh dalam setiap


satuan percobaan. Tanaman contoh diambil dari tiga baris tanaman tengah setiap
plot dan bukan tanaman pinggir. Pengamatan ditujukan pada peubah-peubah yang
mencerminkan keragaan tanaman di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan
generatif, kuantitas, dan kualitas hasil. Peubah-peubah yang diamati adalah :
1. Daya tumbuh tanaman (%), pengamatan daya tumbuh dilakukan pada saat
tanaman berumur 9 HST.
2. Bentuk ujung daun pertama, diamati pada saat tanaman baru tumbuh dan telah
muncul di permukaan tanah, yaitu ketika tanaman berumur 10 HST.

1 = Runcing
2 = Runcing ke bulat
3 = Bulat
4 = Bulat ke lidah
5 = Lidah
3. Warna pangkal batang, diamati pada saat yang bersamaan dengan pengamatan
bentuk ujung daun pertama.
4. Tanaman yang terserang penyakit bulai per plot (%)
5. Umur muncul tassel (HST), dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk
sari (pollen) 50% jumlah tanaman masing-masing plot.
6. Warna malai (anther)
7. Lama produksi pollen (hari), dihitung sejak hari pertama terlepasnya serbuk
sari sampai hari terakhir serbuk sari dihasilkan pada setiap malai.
8. Interval waktu anthesis dengan silking (hari), merupakan perbedaan atau
rentang waktu yang dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk sari
sampai rambut tongkol telah keluar.
9. Umur reseptif (HST), dihitung ketika rambut telah keluar (silking) sepanjang
> 2 cm 50 % jumlah tanaman masing-masing plot.
10. Warna rambut tongkol
11. Warna daun, diamati dengan menggunakan bagan warna daun (BWD)
sebelum tanaman berbunga yaitu pada umur antara 40-42 HST.
12. Panjang daun (cm), diukur dari buku tempat melekatnya daun sampai dengan
ujung daun. Pengukuran daun pada daun di atas tongkol (yang paling atas)
setelah tanaman berbunga.
13. Lebar daun (cm), diukur pada daun yang sama yang digunakan untuk
mengukur panjang daun, diambil dari titik tengah panjang daun.
14. Tinggi tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai dasar malai
pada saat pertumbuhan vegetatif berhenti setelah tanaman berbunga.
15. Tinggi tongkol utama (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai buku di
mana tongkol teratas berada, diamati pada waktu yang sama dengan tinggi
tanaman.
11

16. Warna batang, ditunjukkan sampai tiga warna batang sesuai dengan frekuensi.
Diamati di antara 2 tongkol teratas pada saat berbunga.
1 = Hijau
2 = Kemerahan (sunred)
3 = Merah
4 = Ungu
5 = Coklat
17. Diameter batang (cm), diukur pada batang 10 cm di atas permukaan tanah
setelah tassel muncul.
18. Bentuk batang, pengamatan dilakukan untuk melihat apakah bentuk batang
tanaman bulat atau pipih. Batang tersebut diamati pada waktu dan posisi
lingkar batang yang sama dengan pengukuran diameter batang.
19. Rebah batang (%), dihitung pada tanaman yang mengalami patah pada batang
bagian bawah tongkol dan dihitung pada saat 2 minggu sebelum panen.
20. Tanaman sehat yang tumbuh (%)
21. Tanaman yang dipanen (%)
22. Tanaman tidak menghasilkan (%), dihitung pada tanaman yang tidak dapat
atau belum menghasilkan tongkol yang layak dipanen.
23. Bobot tajuk atas, diambil dari 10 tanaman contoh.
24. Jumlah tongkol berkelobot per plot.
25. Bobot seluruh tongkol berkelobot yang dipanen per plot.
26. Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot yang dipanen per plot.
27. Bobot per tongkol dengan kelobot (g), tongkol ditimbang beserta seluruh
kelobotnya.
28. Bobot per tongkol tanpa kelobot (g), tongkol ditimbang tanpa kelobot dan
tangkai tongkol.
29. Panjang tongkol (cm), yaitu diukur dari pangkal muncul biji sampai dengan
ujung tongkol.
30. Diameter tongkol (cm), diukur pada tiga bagian yaitu pada pangkal. tengah.
dan ujung tongkol.
31. Bentuk tongkol, diamati pada tongkol paling atas.
1 = Mengerucut
2 = Silindris mengerucut
3 = Silindris
32. Warna biji
1 = Putih
2 = Krem
3 = Kuning muda
4 = Kuning
5 = Oranye
6 = Ujung putih
33. Jumlah baris biji pada tongkol
34. Jumlah biji per baris pada tongkol
35. Tongkol yang terserang ulat penggerek (%)
36. Kadar Padatan Total Terlarut (PTT) pada biji jagung manis hasil penyerbukan
sendiri (oBriks). Kadar PTT dalam biji jagung manis diukur dengan cara
mencacah biji jagung manis kemudian diambil sarinya dan diteteskan pada
12

prisma refraktometer. Kadar PTT akan terbaca pada alat tersebut dan
dinyatakan dalam oBriks.
37. Kadar PTT pada biji jagung manis yang bukan merupakan hasil penyerbukan
sendiri (oBriks).
38. Nilai mutu atau intensitas sifat sensoris yang spesifik dan sifat hedonik pada
jagung manis berdasarkan uji organoleptik. Tipe pengujian yang dipergunakan
adalah tipe uji skoring. Uji skor dilakukan oleh 10 orang panelis (responden)
terhadap sampel (bahan uji) jagung manis dengan cara memberikan penilaian
menggunakan skala numerik berupa skor 1 – 5 (Lampiran 8). Atribut sifat jagung
manis yang dinilai adalah sebagai berikut.
a. Penampilan tongkol jagung manis
b. Kekerasan biji jagung manis
c. Tekstur biji jagung manis
d. Kemanisan biji jagung manis
e. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis
39. Indeks Panen Tongkol dengan Kelobot
bobot 10 tongkol dengan kelobot
Rumus =
bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol dengan kelobot

40. Indeks Panen Tongkol tanpa Kelobot


bobot 10 tongkol tanpa kelobot
Rumus =
bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol tanpa kelobot

41. Produktivitas (ton tongkol tanpa kelobot/ha)


10 000 m2
Rumus = bobot tongkol tanpa kelobot per plot kg × 80 % ×
luas per plot (m2 )

42. Potensi hasil (ton tongkol berkelobot/ha)


bobot tongkol dengan kelobot per plot kg 10 000 m2
Rumus = × populasi per plot × 80 % ×
tanaman yang dipanen per plot luas per plot (m2 )
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012 di Kebun


Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Bogor. Daya tumbuh benih
jagung manis di lapang cukup baik, ditunjukkan dengan jumlah seluruh tanaman
yang dapat tumbuh dan muncul ke permukaan tanah yaitu sekitar 91.22 % dari
jumlah benih yang ditanam. Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan kondisi
cukup air karena masih disuplai oleh hujan. Selama stadia vegetatif belum perlu
dilakukan pengairan secara manual. Data klimatologi selama penelitian
disampaikan dalam Lampiran 7. Data tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi
dan Geofisika Dramaga, Bogor.
Ketika tanaman berumur 3 MST (minggu setelah tanam) timbul gejala
serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Selama
fase vegetatif tanaman ditemukan adanya serangan bulai pada keseluruhan petak
percobaan jagung manis. Pengendalian selanjutnya yang dapat dilakukan adalah
dengan menyingkirkan tanaman terjangkit agar bulai tidak menyebar lebih luas
lagi. Selain bulai ditemukan beberapa penyakit lain dengan serangan yang tidak
parah seperti penyakit hawar daun (Helminthosporium sp.), penyakit karat daun
(Puccinia sorghi), penyakit gosong pada tongkol (Ustilago maydis), penyakit
virus mosaic kerdil jagung yang disebabkan oleh virus Maize Dwarf Mosaic Virus
(MDMV) serta gejala penyakit fisiologis.
Jenis hama yang menyerang tanaman jagung manis dalam percobaan ini
adalah belalang (Valanga nigricornis), ulat penggerek batang (Ostrinia
furnacalis) dan ulat penggerek tongkol (Heliothis armigera). Serangan dari ulat
penggerek tongkol tidak menurunkan kuantitas hasil panen, tetapi menurunkan
kualitas penampilan tongkol jagung. Sementara itu, gulma yang tumbuh pada
lahan didominasi oleh gulma jenis daun lebar dan rumput, serta sebagian kecil
teki-tekian. Beberapa macam gulma yang ditemukan di antaranya Digitaria
adscendens, Axonopus compressus, Borreria alata, Ageratum conyzoides,
Mimosa pudica, Phyllanthus niruri, dan Cyperus rotundus.
Pada saat tanaman berumur 6 – 8 MST, angin kencang dan terkadang
disertai hujan deras menyebabkan banyak tanaman mengalami kerebahan dan
patah pada batang. Akibatnya populasi dan produktivitas tanaman menjadi
semakin berkurang. Umur panen genotipe SD-3, Super Sweet, Bonanza, Sugar 75,
dan Sweet Boy tergolong genjah dan disamakan waktunya yaitu pada saat 73 HST
sehingga tidak ada perbedaan umur panen dalam percobaan.
Rekapitulasi analisis sidik ragam pada berbagai peubah yang diamati
menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap daya
tumbuh, tinggi tanaman, tinggi tongkol utama, selang (interval) waktu anthesis
dengan silking, jumlah baris biji pada tongkol, tanaman yang sehat, tanaman yang
dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, indeks panen tongkol berkelobot dan
indeks panen tongkol tanpa kelobot. Pengaruh yang nyata juga ditemukan pada
peubah jumlah tanaman yang terserang penyakit bulai, tanaman yang rebah, serta
pada uji skor organoleptik tekstur dan kekerasan biji jagung manis. Perlakuan
genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah-peubah lainnya (Tabel 1).
14

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah


kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding
No. Peubah KT F-hita Pr>F KK (%)
1 Daya tumbuh 74.51 10.57** 0.0007 2.91
2 Warna pangkal batang 58.13 2.43tn 0.1052 4.99
3 Tinggi tanaman 1983.35 5.06* 0.0127 12.35
4 Tinggi tongkol utama 2197.96 15.64** 0.0001 16.41
5 Diameter batang 0.0195 0.56tn 0.6950 12.33
6 Panjang daun 97.29 2.59tn 0.0906 7.84
7 Lebar daun 0.158 0.43tn 0.7831 7.55
8 Umur muncul tassel 1.45 0.55tn 0.7047 3.03
9 Umur reseptif 20.45 1.68tn 0.2192 6.08
10 Lama produksi pollen 0.164 2.43tn 0.1048 4.86
11 Anthesis silking interval 14.135 5.65** 0.0085 4.98
12 Panjang tongkol 4.19 1.38tn 0.2978 12.99
13 Diameter pangkal tongkol 0.069 0.37tn 0.8272 12.19
14 Diameter tengah tongkol 0.052 0.34tn 0.8491 10.99
15 Diameter ujung tongkol 0.052 0.41tn 0.7977 12.44
16 Jumlah baris biji 1.986 10.47** 0.0007 3.27
17 Jumlah biji per baris 14.59 0.46tn 0.7623 7.48
18 Bobot per tongkol berkelobot 2505.54 1.05tn 0.4208 7.83
19 Bobot per tongkol tanpa kelobot 1240.67 0.90tn 0.4954 9.57
20 Bobot tajuk atas 9786.7 1.07tn 0.4125 6.04
21 Tanaman sehat yang tumbuh 419.01 9.88** 0.0009 19.71
22 Tanaman yang dipanen 122.39 3.80* 0.0322 7.99
23 Jumlah tongkol yang dipanen 402.42 3.67* 0.0357 6.32
24 Bobot seluruh tongkol berkelobot 0.817 0.13tn 0.9696 5.60
25 Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot 0.230 0.07tn 0.9887 4.62
26 Indeks panen tongkol berkelobot 0.0043 9.60** 0.0010 7.54
27 Indeks panen tongkol tanpa kelobot 0.0033 5.08* 0.0125 12.25
28 Produktivitas 0.053 0.07tn 0.9887 2.81
29 Potensi hasil 29.42 2.00tn 0.1585 11.56
30 Tanaman terserang penyakit bulai 1620.00 47.48** <.0001 14.56
31 Rebah batang 316.16 132.20** <.0001 12.38
32 Tanaman tidak menghasilkan 131.97 8.63** 0.0016 7.26
33 Tongkol terserang ulat penggerek 30.35 0.30tn 0.8712 11.15
34 Kadar PTT selfing 0.991 0.81tn 0.5423 13.69
35 Kadar PTT bukan selfing 4.87 2.81tn 0.0739 15.25
36 Penampilan tongkol 0.305 0.32tn 0.8593 3.04
37 Kekerasan biji 0.651 4.44* 0.0196 12.45
38 Tekstur biji 0.441 5.06* 0.0127 9.55
39 Kemanisan biji 0.265 1.20tn 0.3610 1.54
40 Tingkat penerimaan (kesukaan) 0.646 3.13tn 0.0557 14.42
a
**: berbeda sangat nyata pada taraf 1%, *: berbeda nyata pada taraf 5%, tn: tidak berbeda nyata.
15

Daya Tumbuh dan Keseragaman Penampilan Jagung Manis

Daya tumbuh adalah peubah yang pertama kali diamati, yaitu pada saat
tanaman berumur 9 HST. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan genotipe
berpengaruh sangat nyata terhadap peubah daya tumbuh tanaman jagung manis.
Pada genotipe SD-3 jumlah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dan muncul
ke permukaan tanah adalah sebanyak 96.06 % dari jumlah benih yang ditanam.
Angka ini merupakan jumlah yang terbesar jika dibandingkan dengan keempat
varietas pembanding. Berdasarkan perbandingan nilai tengah dengan uji Dunnet
pada taraf nyata 5 %, daya tumbuh genotipe SD-3 (96.06 %) berbeda nyata lebih
besar terhadap varietas pembanding Bonanza (84.39 %) dan Sweet Boy
(90.64 %). Pada varietas pembanding Super Sweet (91.74 %) dan Sugar 75
(93.19 %) tidak ditemukan perbedaan yang nyata dengan genotipe SD-3. Menurut
Basry (2003) daya tumbuh tanaman di lapang dapat dipengaruhi oleh lingkungan
dan sifat genetik. Umumnya benih yang memiliki daya tumbuh lebih dari 80 %
mampu tumbuh baik pada lingkungan yang optimum, karena viabilitas dan
ketegaran benih lebih baik.
Selain karena pengaruh genetik dan lingkungan, diduga perbedaan daya
tumbuh di antara genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding juga disebabkan
oleh adanya perbedaan laju penurunan viabilitas dan vigor benih yang mungkin
dipengaruhi oleh umur simpan benih jagung manis. Menurut Justice dan Bass
(2002) beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih dintaranya
adalah: jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu
lingkungan di lapangan, penanganan panen, dan kondisi penyimpanan benih.

Tabel 2. Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Warna pangkal batang
Genotipe Daya tumbuh (%)
(% hijau)
SD-3 96.06 91.25
Super Sweet 91.74 100.00
Bonanza 84.39* 100.00
Sugar 75 93.19 100.00
Sweet Boy 90.64* 98.75
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Warna pangkal batang pada tanaman jagung manis adalah dominan hijau,
yang diamati pada saat tanaman masih memiliki daun pertama. Namun
bebeberapa tanaman muncul dengan penampilan berbeda, yaitu dengan pangkal
batang yang berwarna keunguan. Penyimpangan yang demikian membuat tingkat
keseragaman penampilan tanaman menjadi rendah (menurun). Dampak tersebut
terlihat pada kelompok jagung manis genotipe SD-3 dan varietas Sweet Boy
dengan persentase keseragaman yang hanya 91.25 % dan 98.75 %. Pada varietas
Super Sweet, Bonanza dan Sugar 75 diperoleh tingkat keseragaman tanaman yang
sangat tinggi yaitu mencapai 100 %, di mana keseluruhan tanaman muda yang
diamati pangkal batangnya seragam berwarna hijau. Karena nilai yang tidak
16

berbeda nyata, maka genotipe SD-3 dan semua varietas pembanding dapat
menunjukkan penampilan (ciri) yang sama dalam hal warna pangkal batang.
Peubah tersebut merupakan salah satu karakter kualitatif dalam pengamatan
jagung manis.
Beberapa peubah lainnya yang bersifat kualitatif yaitu : bentuk ujung daun
pertama, warna daun, warna malai (anther), warna rambut tongkol, warna batang,
bentuk batang, bentuk tongkol dan warna biji. Hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa perlakuan genotipe tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap peubah-peubah tersebut. Dengan demikian, percobaan ini
tidak dapat menunjukkan beda nyata karakter kualitatif tanaman jagung manis di
antara semua perlakuan.

Tabel 3. Hasil pengamatan terhadap berbagai peubah kualitatif jagung manis


pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang tidak berbeda
nyata menurut Uji F
Peubah kualitatif Ciri (tampilan)
Bentuk ujung daun pertama bulat
Warna daun hijau tua
Warna malai (anther) putih-kekuningan
Warna rambut tongkol putih-kehijauan
Bentuk batang pipih (elips)
Warna batang hijau
Bentuk tongkol silindris-mengerucut
Warna biji kuning

Pada awal pertumbuhan tanaman terlihat daun pertama genotipe SD-3


yang berbentuk bulat pada bagian ujungnya, sama seperti pada keempat varietas
pembanding. Pengamatan terhadap peubah warna daun dilakukan pada saat
tanaman masih dalam masa pertumbuhan vegetatif, yaitu sebelum tanaman
berbunga. Secara umum tanaman jagung manis yang dievaluasi mempunyai daun
yang warnanya hijau tua. Pada beberapa tanaman ditemukan daun yang warnanya
hijau muda, secara visual penampilan tersebut berbeda dari tanaman yang normal.
Hal ini mungkin terjadi bukan karena faktor perlakuan genotipe, tetapi lebih
kepada pengaruh faktor lingkungan dan fisiologi tanaman.
Karakter perbungaan seperti malai yang berwarna putih-kekuningan dan
rambut tongkol yang berwarna putih-kehijauan merupakan ciri fisik utama yang
membedakan jagung manis dengan jagung biasa. Bentuk dan tampilan bunga pada
genotipe SD-3 dan varietas pembanding yang diuji adalah sama. Tetapi masih
ditemukan penyimpangan penampilan bunga jagung manis pada beberapa
tanaman, yaitu adanya malai berwarna merah yang bukan mencirikan tanaman
jagung manis tetapi lebih mirip kepada jagung biasa. Hal tersebut mungkin terjadi
diduga karena adanya kontaminasi genetik yang disebabkan oleh faktor teknis
dalam produksi benih jagung manis.
Batang tanaman jagung manis pada dasarnya berwarna hijau dengan
bentuk yang pipih (elips). Bentuk batang yang relatif agak bulat biasanya terlihat
pada tanaman jagung manis dengan batang yang berukuran kecil. Sehingga dalam
17

pengamatan secara visual cukup sulit membedakan bentuk batang yang bulat atau
pipih (elips) jika hanya melihat penampang horizontal batang.
Bentuk tongkol dan warna biji merupakan bagian penting dari penilaian
kualitas hasil jagung manis. Jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembanding mempunyai tongkol yang berbentuk silindris mengerucut dengan biji
yang berwarna kuning. Ukuran tongkol mempengaruhi penampilan tongkol
jagung manis. Diameter tongkol pada bagian pangkal dan tengah tampak tidak
berbeda, kemudian diikuti dengan diameter yang semakin mengecil dari bagian
tengah ke ujung tongkol. Ukuran tongkol yang demikian menampilkan bentuk
yang berupa tabung (silinder) dengan ukuran yang semakin meruncing
(mengerucut) ke bagian ujung tongkol. Lampiran 14 – 18 menggambarkan
penampilan tongkol tanpa kelobot dari genotipe dan varietas jagung manis yang
mewakili masing-masing petak percobaan.

Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol Utama dan Diameter Batang

Pengamatan tinggi tanaman, tinggi tongkol utama, dan diameter batang


dilakukan setelah masa vegetatif berakhir sehingga ukuran tanaman tidak lagi
mengalami perubahan yang berarti karena proses fisiologi tanaman telah
memasuki fase generatif. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan genotipe
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan berpengaruh sangat nyata
terhadap tinggi tongkol utama. Pada peubah diameter batang tanaman tidak
terdapat pengaruh yang nyata.

Tabel 4. Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang
pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Tinggi tanaman Tinggi tongkol Diameter batang
Genotipe
(cm) utama (cm) (cm)
SD-3 157.36 75.64 1.47
Super Sweet 174.24 90.50 1.54
Bonanza 142.95 54.47 1.44
Sugar 75 136.38 42.65* 1.49
Sweet Boy 190.42 97.96 1.62
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Tinggi tanaman pada genotipe SD-3 adalah 157.36 cm, tidak berbeda
nyata terhadap ukuran tanaman varietas pembanding yang tingginya 174.24 cm
(Super Sweet), 142.95 cm (Bonanza), 136.38 cm (Sugar 75) dan 190.42 cm
(Sweet Boy). Ukuran tanaman tertinggi dimiliki oleh varietas Sweet Boy (190.42
cm) dan terendah dimiliki oleh varietas Sugar 75 (136.38 cm). Menurut
Goldsworthy (1975), tanaman jagung yang pendek dapat ditanam pada tingkat
kerapatan tinggi dan tidak mudah rebah sehingga memiliki produktivitas lebih
tinggi daripada tanaman jagung yang tinggi.
Pengurangan tinggi tanaman jagung dan tinggi tongkol jagung
berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil dan indeks panen jagung.
18

Peningkatan hasil dan indeks panen berkaitan dengan kemampuan tanaman


mengalokasikan sedikit bahan kering ke batang dan lebih banyak bahan kering
dalam proses pembungaan dan pengisian biji saat memasuki fase generatif.
Peningkatan indeks panen tidak selalu disebabkan karena tinggi tanaman dan
tinggi tongkol yang pendek karena ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi
indeks panen (Johnson et al. 1986).
Tinggi tongkol utama pada genotipe SD-3 (75.64 cm) mempunyai rataan
yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding
Sugar 75 (42.65 cm). Akan tetapi genotipe SD-3 tidak berbeda nyata terhadap
varietas Super Sweet (90.50 cm), Bonanza (54.47 cm) dan Sweet Boy (97.96 cm).
Letak tongkol yang lebih tinggi merupakan salah satu karakter yang tidak
menguntungkan dan mungkin dapat merugikan pada tanaman. Kekuatan batang
diduga dipengaruhi oleh tinggi tongkol, apabila terlalu tinggi dapat berdampak
pada kecenderungan rebahnya batang tanaman seperti yang banyak terjadi pada
genotipe SD-3, varietas Super Sweet dan varietas Sweet Boy. Pada varietas
Bonanza dan Sugar 75, tinggi tongkol yang cukup rendah ternyata lebih
mempermudah dalam hal pemanenan dan tidak memberikan beban terlalu berat
terhadap batang sehingga tanaman cukup tegar menopang tongkol tersebut.
Sejalan dengan pendapat Yuliandry (2004) bahwa keunggulan dari rendahnya
tinggi tongkol adalah mengurangi kemungkinan tanaman rebah akibat tidak
kuatnya batang menunjang tanaman akibat posisi tongkol, semakin tinggi tongkol
kemungkinan tanaman rebah akan semakin besar.
Diameter batang tanaman pada kelima genotipe dan varietas yang diuji
berkisar antara 1.44 – 1.62 cm, di mana genotipe SD-3 (1.47 cm) dinyatakan tidak
berbeda dengan empat varietas pembanding. Dilihat dari angka rata-rata, varietas
Sweet Boy (1.62 cm) memiliki diameter tanaman terbesar, sama halnya pada
peubah tinggi tanaman dan tinggi tongkol utama. Pada ketiga peubah yang
mencerminkan ukuran tanaman, yaitu peubah tinggi tanaman, tinggi tongkol
utama dan diameter batang terdapat hubungan yang saling berbanding lurus.
Apabila salah satu dari peubah tersebut mengalami peningkatan akan selalu
diikuti oleh peningkatan dua peubah lainnya, begitu juga sebaliknya. Selain itu,
jika diameter batang dan tinggi tanaman lebih besar biasanya bobot tajuk atas juga
akan lebih berat.
Sujiprihati et al. (2005) melaporkan bahwa karakter-karakter vegetatif
yaitu tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter tanaman, umur muncul tassel, umur
muncul silk, dan umur panen mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Nilai
heritabilitas yang tinggi untuk karakter tersebut menunjukkan bahwa pengaruh
faktor genetik lebih besar dibandingkan faktor lingkungan.

Panjang dan Lebar Daun

Pengukuran daun dilakukan pada saat tanaman telah memasuki fase


generatif. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh terhadap peubah panjang daun
dan lebar daun pada genotipe SD-3 yang diuji dengan empat varietas pembanding.
Oleh karena itu, ukuran daun dari lima kelompok jagung manis tersebut
disimpulkan secara nyata tidak berbeda, dengan panjang daun yang berkisar
antara 72.45 – 83.73 cm dan lebar daun antara 7.81 – 8.32 cm.
19

Tabel 5. Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding
Genotipe Panjang daun (cm) Lebar daun (cm)
SD-3 72.45 7.90
Super Sweet 81.28 7.81
Bonanza 73.62 8.32
Sugar 75 79.98 8.07
Sweet Boy 83.73 7.93

Dengan ukuran panjang dan lebar daun yang tidak berbeda nyata diduga
daun pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding akan memiliki luasan
yang relatif sama, sehingga peluang dan potensi tanaman dalam efisiensi
penyerapan cahaya matahari dan efektifitas proses fotosintesis juga hampir sama.
Hal ini sesuai dengan pendapat Martajaya (2009) bahwa dengan luas daun yang
tidak berbeda, juga tentunya menghasilkan bobot kering yang relatif sama, karena
fotosintat yang dihasilkan juga relatif sama. Menurut Mahfudz dan Isrun (2006),
luas daun nyata berkorelasi dengan pembentukan panjang dan diameter tongkol
serta bobot biji per tongkol.
Ukuran daun mempunyai hubungan yang berbanding lurus terhadap
ukuran tanaman, bobot tanaman, ukuran tongkol, bobot tongkol dan kapasitas
pengisian biji pada tongkol. Tanaman dengan daun berukuran lebih luas akan
mempunyai kemampuan dan kesempatan lebih besar dalam proses fotosintesis
yang berpengaruh terhadap peningkatan ukuran tanaman, karena penimbunan
fotosintat pada stadia vegetatif lebih tinggi. Selama stadia generatif berlangsung,
potensi fotosintat yang ditimbun ke tongkol juga akan lebih besar dan akan
berkontribusi meningkatkan ukuran dan bobot tongkol dengan biji penuh dan
lebih banyak. Kapasitas pengisisan biji dapat dilihat dari peubah jumlah baris biji
dan jumlah biji per baris pada tongkol. Dengan demikian, semakin luas ukuran
daun tanaman diduga semakin berpengaruh dalam meningkatkan daya hasil
tanaman dengan kualitas tongkol yang lebih baik.

Umur Berbunga

Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap waktu perbungaan


jagung manis, yang mencakup peubah umur muncul tassel, umur reseptif, lama
produksi serbuk sari dan interval waktu anthesis dengan silking. Kisaran nilai
tengah umur tanaman ketika tassel mulai anthesis yaitu 53.0 – 54.3 HST,
sedangkan umur reseptif rambut tongkol berkisar 55.3 – 61.0 HST.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, serbuk sari (pollen) dapat dihasilkan
oleh setiap individu tanaman selama lima hari dan tidak lebih dari enam hari sejak
awal pertama terlepasnya pollen pada setiap malai. Jadi, semua genotipe dan
varietas jagung manis yang dievaluasi mempunyai masa efektif produksi pollen
yang hampir sama untuk dapat menyerbuki rambut tongkol, dengan batas waktu
produktif antara 5 – 6 hari. Kebanyakan tanaman jagung manis menghasilkan
pollen sebelum rambut tongkol keluar (silking). Beberapa tanaman ada yang
terlambat anthesis dan didahului oleh munculnya rambut tongkol.
20

Tabel 6. Nilai tengah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi pollen
dan selang waktu anthesis dengan silking pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding
Umur muncul Umur reseptif Lama produksi Anthesis silking
Genotipe
tassel (HST) (HST) pollen (hari) interval (hari)
SD-3 53.0 57.8 5.2 3.8
Super Sweet 54.3 61.0 5.7 5.1
Bonanza 54.0 55.3 5.2 0.9
Sugar 75 54.0 55.8 5.3 1.3
Sweet Boy 53.0 57.3 5.4 4.4

Rambut tongkol biasanya muncul 1 – 3 hari setelah sari mulai tersebar dan
siap diserbuki (reseptif) ketika keluar dari kelobot (Rubatzky and Yamaguchi
(1998). Hallauer dan Russel (1993) menjelaskan bahwa pemunculan putik
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tanah dan kandungan hara tanah. Pada kondisi
optimum, putik tumbuh sempurna selama 2 – 3 hari. Pada suhu rendah, lama
pertumbuhan menjadi 5 – 7 hari. Pada kondisi yang ekstrim, pemunculan putik
dapat terhambat dan tidak sempurna.
Rata-rata perbedaan waktu terlepasnya serbuk sari (anthesis) dengan
waktu keluarnya rambut tongkol (silking) pada jagung manis genotipe SD-3 yaitu
sekitar 3.8 hari, dan tidak signifikan terhadap varietas pembanding. Perbedaan
yang nyata hanya berlaku di antara keempat varietas pembanding. Selisih waktu
yang paling cepat yaitu 0.9 hari pada varietas Bonanza, sedangkan yang terlama
terjadi pada varietas Super Sweet yang mencapai hingga 5.1 hari. Walaupun
demikian, kemunculan rambut tongkol tersebut masih dalam rentang waktu pollen
sedang diproduksi oleh malai pada tanaman yang sama. Sehingga rambut tongkol
jagung manis genotipe SD-3 dan keempat varietas pembanding masih siap dan
dapat diserbuki pada masa produktif dihasilkannya pollen. Basry (2003)
melaporkan bahwa selisih umur berbunga pada tanaman jagung manis
dipengaruhi oleh sifat genetiknya. Adanya cekaman lingkungan akan
memperpanjang selisih umur berbunga.
Apabila perbedaan (interval) waktu antara anthesis dengan silking semakin
lama maka akan memperkecil kemungkinan rambut tongkol dapat diserbuki
karena jumlah pollen yang diproduksi akan terus berkurang atau bahkan habis.
Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan dan kesempatan setiap
individu tanaman dalam proses pengisian biji pada tongkol. Semakin singkat
rentang waktunya dengan nilai interval yang lebih kecil akan memperbesar
peluang terjadinya penyerbukan secara menyeluruh dan sempurna yang akan
menghasilkan tongkol berbiji penuh. Agusta dan Santosa (2005) menegaskan
bahwa tingkat keberhasilan pembungaan akan sangat menentukan tingkat
produksi biji yang dapat dihasilkan tanaman.

Panjang dan Diameter Tongkol

Analisis ragam pada peubah panjang tongkol dan diameter tongkol


menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Hal tersebut menandakan
21

bahwa jagung manis genotipe SD-3 berpotensi untuk menghasilkan tongkol yang
berukuran relatif sama dengan empat varietas pembanding, dengan panjang dan
diameter tongkol yang tidak berbeda nyata. Pengamatan terhadap diameter
tongkol yang diukur pada tiga bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung bertujuan
untuk mendapatkan gambaran tentang bentuk tongkol. Panjang dan diameter
tongkol jagung manis yang diamati dalam percobaan ini tergolong kecil.

Tabel 7. Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah,
ujung) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembanding
Diameter Diameter Diameter
Panjang
Genotipe tongkol bagian tongkol bagian tongkol bagian
tongkol (cm)
pangkal (cm) tengah (cm) ujung (cm)
SD-3 12.33 3.46 3.45 2.82
Super Sweet 12.50 3.38 3.47 2.69
Bonanza 14.83 3.70 3.73 2.97
Sugar 75 13.83 3.66 3.61 2.93
Sweet Boy 13.52 3.59 3.60 2.92

Proses pembentukan tongkol pada tanaman jagung masih belum maksimal


sehingga ukuran tongkol yang dihasilkan cukup kecil. Pada genotipe SD-3
diketahui ukuran panjang tongkol hanya sekitar 12.33 cm, sedangkan pada
keempat varietas pembanding berkisar antara 12.50 – 14.83 cm. Kisaran diameter
tongkol pada semua genotipe dan varietas jagung manis yang dievaluasi yaitu
3.38 – 3.70 cm pada bagian pangkal, 3.45 – 3.73 cm pada bagian tengah dan
2.69 – 2.97 cm pada bagian ujung tongkol. Varietas Bonanza memiliki tongkol
yang paling panjang dengan diameter tongkol (pangkal, tengah, dan ujung) paling
besar, tetapi tidak signifikan terhadap genotipe SD-3.
Menurut Ridwan dan Zubaidah (2003), perbedaan ukuran panjang dan
lingkaran tongkol sudah merupakan sifat dari masing-masing varietas jagung.
Perbedaan ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan pengelolaan
tanaman. Koswara (1985) mengungkapkan bahwa pada keadaan yang tidak
menguntungkan, terutama bila ada gangguan metabolisme N dalam pembentukan
protein, ukuran tongkol akan terbatas. Kondisi kekeringan dan kekurangan nutrisi
10 – 14 hari sebelum tanaman berambut akan sangat mengurangi jumlah bakal biji
yang terbentuk.
Biasanya tanaman jagung manis mempunyai tongkol dengan diameter di
bagian ujung yang selalu lebih kecil daripada diameter di bagian tengah dan
pangkal. Pada varietas Sugar 75 dan genotipe SD-3 menghasilkan tongkol yang
bentuknya mengecil dari pangkal ke tengah dan kemudian secara drastis semakin
mengecil dari tengah hingga ke ujung. Sedangkan pada varietas Super Sweet,
Bonanza dan Sweet Boy memiliki bentuk tongkol dari pangkal ke tengah yang
semakin besar kemudian dari tengah semakin kecil ke bagian ujung tongkol.
Karena pada ketiga varietas tersebut diameter tengah tongkol ternyata lebih besar
daripada diameter pangkal dan ujung, maka dapat diduga bahwa penimbunan
fotosintat yang paling besar terjadi pada bagian tengah dibandingkan pada bagian
pangkal maupun ujung selama proses pembentukan tongkol.
22

Panjang dan diameter tongkol secara visual dapat memberikan gambaran


tentang ukuran tongkol yang merupakan karakter yang sangat diperhatikan dalam
hal penilaian kualitas tongkol hasil panen. Ukuran tongkol menentukan besar
kecilnya volume dan bobot suatu tongkol. Setiap pertambahan ukuran panjang dan
diameter tongkol sejalan dengan pertambahan berat tongkol tersebut. Selain itu,
ukuran tongkol menjadi indikator kapasitas muat biji pada tongkol.

Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol

Jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol merupakan
peubah-peubah yang termasuk komponen hasil dalam produksi jagung manis.
Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah baris biji pada
tongkol, tetapi pada peubah jumlah biji per baris pengaruhnya tidak nyata.

Tabel 8. Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol
jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Jumlah baris biji pada Jumlah biji per baris pada
Genotipe
tongkol (baris) tongkol (biji/baris)
SD-3 14.23 22.50
Super Sweet 12.65* 23.73
Bonanza 13.90 26.43
Sugar 75 12.83* 24.48
Sweet Boy 12.95* 27.13
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Genotipe SD-3 mempunyai jumlah baris paling banyak yaitu 14.23 baris
pada suatu tongkol. Angka tersebut berbeda nyata apabila dibandingkan dengan
varietas pembanding Super Sweet (12.65 baris), Sugar 75 (12.83 baris), dan Sweet
Boy (12.95 baris), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding
Bonanza (13.90 baris). Tidak seperti yang terjadi pada peubah jumlah baris,
sebaliknya genotipe SD-3 memiliki jumlah biji per baris paling kecil dengan nilai
tengah 22.50 biji per baris. Jumlah biji per baris pada varietas pembanding yaitu
23.73 – 27.13 biji per baris.
Tongkol yang lebih panjang dan diameter lebih besar menandakan tongkol
tersebut mempunyai biji yang lebih banyak. Pertambahan ukuran tongkol
pengaruhnya sangat nyata terutama pada penghitungan jumlah biji per baris, tetapi
tidak terlalu tampak pada peubah jumlah baris biji. Diameter tongkol paling besar
tidak selalu dapat menjamin bahwa tongkol tersebut akan mempunyai jumlah
baris biji yang paling banyak. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor ukuran
biji pada masing-masing genotipe atau varietas yang dievaluasi.
Terdapat korelasi positif antara peubah panjang tongkol dengan peubah
jumlah biji per baris, sehingga semakin panjang tongkol maka jumlah biji per
baris pada tongkol pun semakin banyak dan sebaliknya. Seperti yang terjadi pada
genotipe SD-3 yang memiliki tongkol paling pendek ternyata memiliki jumlah biji
per baris paling sedikit. Panjang tongkol merupakan karakter yang paling tegas
23

menggambarkan banyaknya biji yang diproduksi pada setiap tongkol, sehingga


panjang tongkol menjadi salah satu penentu kualitas tongkol jagung manis.
Menurut Agusta dan Santosa (2005), kapasitas penyimpanan hasil
fotosintat pada tanaman serealia sangat ditentukan oleh respon tanaman terhadap
lingkungan untuk proses pengisian biji. Berbagai perbaikan respon dan
karakterisitik vegetatif tanaman sangat bervariasi dan tidak selalu berbanding
lurus dengan produktivitas biji.

Bobot Tongkol dan Tajuk pada Setiap Tanaman

Tabel berikut memperlihatkan rata-rata bobot per tongkol dengan kelobot,


bobot per tongkol tanpa kelobot serta bobot tajuk atas tanaman. Bobot per tongkol
berkelobot merupakan bobot kotor dari tongkol jagung manis, sedangkan bobot
per tongkol tanpa kelobot merupakan bobot bersih dari tongkol jagung manis.
Dalam setiap bobot kotor suatu tongkol terdapat proporsi bobot kelobot pada
tongkol tersebut.

Tabel 9. Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa
kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan
empat varietas pembanding
Bobot per tongkol Bobot per tongkol
Genotipe Bobot tajuk atas (g)
dengan kelobot (g) tanpa kelobot (g)
SD-3 119.58 78.78 243.49
Super Sweet 100.55 70.24 227.45
Bonanza 151.30 108.50 291.53
Sugar 75 163.53 109.88 341.46
Sweet Boy 130.61 91.06 324.03

Bobot tajuk atas jagung manis berkisar antara 227.45 – 341.46 g, dan
tanaman jagung manis genotipe SD-3 mempunyai bobot tajuk atas yaitu 243.49 g.
Kisaran nilai tengah bobot tajuk atas yang demikian tergolong rendah. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif kurang baik dan
pada akhir fase generatif hingga panen tanaman jagung manis kekurangan suplai
air karena rendahnya curah hujan dan evapotranspirasi yang berlebihan. Sehingga
tajuk tanaman mengalami kekeringan yang cukup drastis dan kehilangan bobot
basah tajuk yang cukup besar. Menurut Badami dan Amzeri (2011), cekaman
kekeringan pada fase reproduktif menyebabkan penurunan jumlah biji, bobot
kering biji, bobot kering tongkol, bobot kering akar, bobot kering batang.
Peningkatan bobot tajuk atas sejalan dengan peningkatan bobot setiap
tongkol jagung manis, dan secara visual ditandai dengan ukuran tongkol yang
lebih besar dibandingkan tongkol pada tanaman yang bobot tajuknya rendah.
Terdapat proporsi bobot untuk tongkol dalam bobot setiap tajuk tanaman, karena
tongkol tersebut ikut dihitung dalam penimbangan tajuk atas tanaman. Sehingga
dengan meningkatnya bobot tajuk tanaman memungkinkan bobot tongkol juga
meningkat sampai batasan tertentu.
24

Varietas pembanding Sugar 75 memiliki bobot kotor dan bobot bersih


lebih tinggi yaitu 163.53 g dan 109.88 g, sedangkan bobot kotor dan bobot bersih
yang terendah dimiliki oleh varietas Super Sweet yaitu 100.55 g dan 70.24 g. Pada
genotipe SD-3 rata-rata bobot kotor yang ditimbang adalah 119.58 g, sedangkan
bobot bersihnya hanya 78.78 g. Berdasarkan analisis statistik, pada kedua peubah
tersebut menunjukkan pengaruh atau hasil yang tidak berbeda nyata.
Selisih antara bobot kotor dengan bobot bersih secara tidak langsung
menggambarkan bobot kelobot dari setiap tongkol. Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa genotipe SD-3 mempunyai tongkol dengan kelobot yang
berbobot rata-rata 40.80 gram atau sekitar 34.12 % dari bobot tongkol utuh. Pada
varietas pembanding rata-rata bobot kelobot yang dihitung adalah 30.31 – 53.65
gram atau sekitar 28.29 – 32.81 % dari bobot tongkol utuh. Tampaknya tongkol
jagung manis genotipe SD-3 dibungkus oleh kelobot yang beratnya mencapai
sepertiga dari bobot tongkol utuh, dan proporsi kelobot tersebut tergolong tinggi
jika dibandingkan dengan proporsi bobot kelobot pada tongkol jagung manis
varietas pembanding. Bobot kelobot yang semakin besar akan berpengaruh
terhadap proporsi bobot bersih tongkol yang akan semakin rendah.
Selain itu, karakter-karakter tanaman jagung manis yang dinilai saling
terkait dalam mempengaruhi tinggi rendahnya angka bobot tongkol yaitu ukuran
daun, ukuran batang tanaman, bobot tajuk atas, ukuran tongkol, dan banyaknya
biji pada tongkol. Jika terjadi peningkatan angka pada suatu karakter tersebut akan
direspon dengan peningkatan pada karakter lainnya yang akhirnya berujung pada
peningkatan angka bobot tongkol. Isrun (2006) menyebutkan bahwa secara
mandiri pupuk P dan jenis pupuk kandang nyata meningkatkan bobot tongkol
tanpa kelobot jagung manis.

Produksi per Plot

Perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap peubah tanaman yang


dipanen per plot dan jumlah tongkol yang dipanen per plot. Perlakuan genotipe
tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot seluruh tongkol dengan kelobot
per plot dan bobot seluruh tongkol tanpa kelobot per plot.

Tabel 10. Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta
bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung
manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
JTDP
Genotipe TDP (%) BSTDK (Kg) BSTTK (Kg)
(tongkol)
SD-3 30.98 59.0 6.81 4.54
Super Sweet 27.05 50.8 5.63 3.94
Bonanza 23.96* 35.5* 5.81 4.26
Sugar 75 19.28* 38.3 6.05 4.01
Sweet Boy 27.84 53.0 6.15 4.29
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%; TDP: tanaman yang dipanen; JTDP: jumlah tongkol dipanen;
BSTDK: bobot seluruh tongkol dengan kelobot; BSTTK: bobot seluruh tongkol tanpa kelobot.
25

Tanaman menghasilkan dan tongkol yang dihasilkan per plot ternyata


sangat sedikit pada semua perlakuan. Hal ini dikarenakan banyaknya individu
tanaman yang berkurang sebab tingginya serangan penyakit bulai diikuti dengan
banyaknya tanaman yang tidak selamat akibat rebahnya batang tanaman. Selain
itu, adanya tanaman yang tidak mampu dan terlambat menghasilkan tongkol juga
turut berkontribusi menambah jumlah tanaman yang tidak dapat dipanen. Dalam
hal produksi per plot, genotipe SD-3 mempunyai rata-rata paling tinggi pada
peubah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, bobot seluruh
tongkol berkelobot dan bobot seluruh tongkol tanpa kelobot.
Banyaknya tanaman menghasilkan per plot pada genotipe SD-3 mencapai
30.98 %, sedangkan pada keempat varietas pembanding berkisar antara 19.28 –
27.84 %. Persentase tanaman yang dipanen pada genotipe SD-3 berbeda nyata
lebih tinggi dengan varietas pembanding Bonanza (23.96 %) dan Sugar 75
(19.28 %). Jumlah tongkol jagung manis genotipe SD-3 yang dipanen adalah 59.0
tongkol per plot, angka tersebut hanya berbeda nyata lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan varietas pembanding Bonanza (35.5 tongkol per plot) dan
tidak berbeda nyata dengan tiga varietas pembanding lainnya.
Peubah tanaman yang dipanen berkorelasi sangat positif dengan peubah
jumlah tongkol yang dipanen per plot. Semakin banyak tanaman menghasilkan
yang dipanen maka akan semakin banyak tongkol jagung manis yang diperoleh.
Sebagian tanaman ada yang dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol layak
panen per batang, sehingga akan meningkatkan potensi pertanaman jagung manis
untuk memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi per satuan luas lahan.
Jumlah tongkol per plot yang besar tidak selalu diikuti oleh bobot tongkol
per plot yang tinggi. Pada varietas Super Sweet jumlah tongkol yang dihasilkan
lebih besar daripada varietas Bonanza, tetapi kedua varietas tersebut mempunyai
bobot tongkol per plot yang relatif sama. Varietas Sweet Boy juga menghasilkan
tongkol lebih banyak bila dibandingkan dengan varietas Sugar 75, tetapi bobot
tongkol per plot pada varietas Sugar 75 ternyata hampir sama dengan varietas
Sweet Boy. Hal ini disebabkan karena pada varietas Super Sweet dan Sweet Boy
tanaman yang dipanen jumlahnya lebih banyak serta kemampuan sebagian
tanamannya yang menghasilkan dua tongkol per tanaman, akan tetapi tongkol
yang dihasilkan memiliki ukuran yang kecil dan bobot yang rendah. Hal yang
sama juga terjadi pada kelompok jagung manis genotipe SD-3. Menurut Purnomo
(1988), jumlah tongkol yang dipanen dapat berbeda-beda di masing-masing plot.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tanaman steril (tanaman tidak
menghasilkan/tanaman barren) dan sifat prolific (menghasilkan > 1 tongkol/
tanaman) pada tanaman.
Bobot seluruh tongkol berkelobot per plot pada genotipe SD-3 adalah 6.81
kg/plot, sedangkan pada varietas pembanding bernilai 6.15 kg/plot (Sweet Boy),
6.05 kg/plot (Sugar 75), 5.81 kg/plot (Bonanza) dan 5.63 kg/plot (Super Sweet).
Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot per plot bernilai 4.54 kg/plot pada genotipe
SD-3, sedangkan pada varietas pembanding nilai rataan bobot tongkol tanpa
kelobot yaitu 4.29 kg/plot (Sweet Boy), 4.26 kg/plot (Bonanza), 4.01 kg/plot
(Sugar 75) dan 3.94 kg/plot (Super Sweet). Berdasarkan tabel di atas, kelima
genotipe/varietas jagung manis dalam percobaan ini mempunyai interval bobot
kotor tongkol 5.63 – 6.81 kg per plot dan bobot bersih tongkol 3.94 – 4.54 kg per
plot. Berhubung tidak terdapat pengaruh yang nyata, maka produktivitas tanaman
26

jagung manis yang diukur berdasarkan peubah bobot kotor per plot dan bobot
bersih per plot pada genotipe SD-3 yang dievaluasi dinyatakan tidak berbeda
dengan empat varietas pembanding.

Indeks Panen dan Produktivitas

Indeks panen menunjukkan proporsi bobot panen dari bobot tanaman


secara keseluruhan (Johnson et al. 1986). Berdasarkan analisis ragam, perlakuan
genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah indeks panen tongkol
berkelobot. Indeks panen tongkol berkelobot pada genotipe SD-3 (0.283) berbeda
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Super Sweet (0.233). Genotipe
SD-3 tidak berbeda nyata dengan varietas Bonanza (0.316), Sugar 75 (0.301) dan
Sweet Boy (0.263).

Tabel 11. Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol
tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Indeks panen Indeks panen Produktivitas Potensi hasil
Genotipe tongkol tongkol tanpa (ton tongkol tanpa (ton tongkol
berkelobot kelobot kelobot/ha) berkelobot/ha)
SD-3 0.283 0.205 2.19 10.32
Super Sweet 0.233* 0.170 1.90 10.07
Bonanza 0.316 0.247 2.05 14.49
Sugar 75 0.301 0.223 1.93 15.87
Sweet Boy 0.263 0.199 2.06 10.58
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Perlakuan genotipe berpengaruh nyata pada peubah indeks panen tongkol


tanpa kelobot. Nilai tengah indeks panen tongkol tanpa kelobot pada genotipe
SD-3 adalah 0.205, sedangkan pada keempat varietas pembanding bernilai sekitar
0.170 – 0.247. Akan tetapi genotipe SD-3 mempunyai indeks panen tongkol tanpa
kelobot yang tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding.
Hasil perbandingan nilai tengah perlakuan pada peubah indeks panen
tongkol berkelobot tidak selalu sejalan dengan hasil perbandingan nilai tengah
perlakuan pada peubah indeks panen tongkol tanpa kelobot. Pada peubah indeks
panen tongkol berkelobot, genotipe SD-3 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan
varietas pembanding Super Sweet. Sedangkan pada peubah indeks panen tongkol
tanpa kelobot, genotipe SD-3 sama sekali tidak berbeda nyata dengan varietas
Super Sweet. Hal ini diduga karena genotipe SD-3 menghasilkan tongkol yang
memiliki kelobot yang relatif lebih tebal.
Kelobot yang lebih tebal berkontribusi meningkatkan proporsi kelobot
dalam bobot setiap tongkol, selanjutnya diikuti dengan peningkatan proporsi
kelobot pada bobot tongkol per plot dan proporsi kelobot dalam indeks panen
tongkol. Dengan demikian, proporsi kelobot dalam setiap tongkol dinyatakan
berbanding terbalik dengan indeks panen tongkol tanpa kelobot.
27

Produktivitas pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang


dievaluasi dalam penelitian ini tergolong sangat rendah. Rendahnya hasil panen
per satuan luas lahan ditunjukkan oleh rataan bobot tongkol tanpa kelobot yang
hanya mencapai kisaran 1.90 – 2.19 ton per hektar. Genotipe SD-3 mempunyai
produktivitas dengan rataan yang relatif paling tinggi dibandingkan yang lainnya,
namun perlakuan genotipe belum dapat memberikan pengaruh yang nyata pada
peubah produktivitas jagung manis. Oleh karena itu, genotipe SD-3 berpotensi
mempunyai produktivitas yang masih setara dengan empat varietas pembanding
(Super Sweet, Bonanza, Sugar 75 dan Sweet Boy).
Tingkat produksi jagung manis sangat dipengaruhi oleh faktor lokasi dan
interaksi antara genotipe dengan lokasi. Jika dilihat dari sumbangan keragaman
yang diberikan oleh masing-masing pengaruh terlihat bahwa pengaruh lokasi
merupakan penyumbang terbesar, kemudian disusul oleh pengaruh genotipe dan
pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan. Dengan demikian tingkat produksi
jagung manis akan sangat tergantung pada kondisi lingkungan dimana jagung
manis tersebut ditanam, juga ditentukan oleh jenis genotipe yang ditanam
(Sujiprihati et al. 2006).
Tingginya angka pengurangan populasi seperti yang terjadi pada
pengamatan tanaman terserang bulai, rebah batang, tanaman yang berkurang
(mati, dicabut, hilang) dan disertai dengan adanya tanaman tidak menghasilkan
menjadi faktor utama penyebab rendahnya produktifitas jagung manis dalam
percobaan ini. Berkurangnya populasi tanaman awal akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah tanaman produktif yang dapat menghasilkan tongkol.
Apabila dalam kondisi tanpa faktor pengurangan populasi tanaman,
diperkirakan bahwa kemampuan jagung manis tersebut untuk dapat menghasilkan
tongkol layak panen sebenarnya masih tinggi. Dilihat dari kapasitas tanaman
produksi dengan populasi penuh, dapat dihitung bahwa jagung manis dalam
percobaan ini memiliki potensi hasil tongkol berkelobot yang berkisar 10.07 –
15.87 ton/ha, sangat jauh di atas angka rata-rata produktivitas. Potensi hasil tinggi
tidak selalu dapat menjamin produktivitas yang lebih tinggi karena berbagai faktor
di lapangan. Koswara (1985) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor penting
yang dapat mengurangi potensi hasil seperti populasi tanaman yang terlalu tinggi,
kompetisi tanaman pengganggu, kekeringan, kekurangan hara dan intensitas
cahaya rendah. Jika pembuahan telah terjadi, faktor-faktor di atas dapat
mempengaruhi ukuran biji yang dihasilkan.

Penurunan Populasi Tanaman Produktif dan Kerusakan Tongkol

Jumlah tanaman dalam percobaan ini telah banyak berkurang akibat


serangan bulai, rebahnya batang serta serangan hama dan penyakit lainnya. Oleh
sebab itu, tanaman sehat yang dapat tumbuh dengan baik jumlahnya menjadi
sangat sedikit dan bervariasi di antara kelompok jagung manis. Perlakuan
genotipe berpengaruh sangat nyata pada peubah tanaman sehat yang tumbuh.
Jumlah tanaman yang sehat menentukan banyaknya tanaman dan tongkol yang
bisa dipanen. Tanaman yang tumbuh sehat berpotensi besar untuk dapat
menghasilkan paling sedikit satu tongkol jagung manis.
28

Tabel 12. Nilai tengah tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang terserang bulai,
rebah batang, tanaman tidak menghasilkan dan jumlah tongkol yang
terserang ulat penggerek pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembandinga
Genotipe TST (%) TTPB (%) RB (%) TTM (%) TTUP (%)
SD-3 40.03 30.05 18.36 11.55 21.70
Super Sweet 41.61 22.98 18.89 16.92 21.81
Bonanza 21.30* 58.22* 2.38* 4.36 19.09
Sugar 75 22.43* 65.38* 3.15* 4.08 15.04
Sweet Boy 39.85 24.01 19.65 13.86 19.83
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%; TST: tanaman sehat yang tumbuh; TTPB: tanaman yang
terserang penyakit bulai; RB: rebah batang; TTM: tanaman yang tidak menghasilkan;
TTUP: tongkol yang terserang ulat penggerek.

Tanaman sehat yang tumbuh pada keseluruhan satuan percobaan yang


ditanami jagung manis berkisar antara 21.30 – 41.61 % dari total jumlah tanaman
yang seharusnya tumbuh. Pada genotipe jagung manis SD-3 jumlah tanaman sehat
yang dapat tumbuh tergolong besar yaitu 40.03 %, berbeda nyata lebih banyak
dibandingkan varietas Bonanza (21.30 %) dan Sugar 75 (22.43 %). Dalam hal ini,
genotipe SD-3 tidak berbeda nyata dengan varietas Super Sweet (41.61 %) dan
Sweet Boy (39.85 %).
Analisis ragam menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat nyata
terhadap peubah jumlah tanaman terserang penyakit bulai, rebah batang dan
tanaman tidak menghasilkan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
jumlah tongkol yang terserang ulat. Keempat peubah tersebut berkontribusi
langsung mengurangi daya hasil dan kualitas hasil pada komponen produksi per
plot. Serangan penyakit bulai dan rebahnya batang secara drastis mengurangi
populasi tanaman produktif sehingga potensi tanaman menghasilkan tongkol pada
petak pertanaman jagung manis juga menurun. Sementara itu, tanaman tidak
menghasilkan tongkol yang layak berakibat semakin rendahnya jumlah tongkol
yang dapat dipanen.
Tabel di atas menunjukkan bahwa ketahanan tanaman jagung manis
terhadap penyakit bulai tergolong rendah dan kondisi lingkungan sangat
mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit tersebut. Intensitas serangan
penyakit bulai pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding tergolong
sangat tinggi, terlihat dari besarnya persentase tanaman terserang bulai per plot
yang mencapai 22.98 – 65.38 %. Pada genotipe SD-3 (30.05 %) nyata lebih
rendah dibandingkan dengan varietas Bonanza (58.22 %) dan Sugar 75 (65.38 %),
tetapi tidak berbeda nyata terhadap varietas Super Sweet (22.98 %) dan Sweet
Boy (24.01 %). Jagung manis genotipe SD-3 memiliki daya tahan terhadap
serangan penyakit bulai yang cenderung lebih baik dibandingkan varietas
Bonanza dan Sugar 75. Tetapi tingkat ketahanan genotipe SD-3 relatif sama
dengan varietas Super Sweet dan Sweet Boy.
Pengendalian penyakit bulai perlu dilakukan secara terpadu, yang
mencakup penanaman serentak, pencabutan tanaman sakit diikuti pembakaran
atau pembenaman ke dalam tanah, pengaturan pola tanam, pemakaian fungisida,
29

penggunaan varietas tahan. Metode pemuliaan ketahanan jagung terhadap


penyakit bulai yang direkomendasikan adalah metode silang balik (backcross)
yang sesuai dan efektif untuk transfer gen ketahanan terhadap penyakit bulai dari
tetua tahan ke tetua rentan (Takdir et al. 2003).
Jumlah tanaman yang batangnya rebah pada genotipe SD-3 (18.36 %) jauh
lebih banyak dan berbeda nyata terhadap varietas Bonanza (2.38 %) dan Sugar 75
(3.15 %), tetapi masih berimbang dengan varietas Super Sweet (18.89 %) dan
Sweet Boy (19.65 %). Hal ini menandakan bahwa varietas Bonanza dan varietas
Sugar 75 merupakan kelompok tanaman yang mempunyai batang lebih kuat dan
tegar. Batang tanaman genotipe SD-3 dinilai lebih rentan terhadap kerebahan
batang, sama halnya dengan varietas Super Sweet dan Sweet Boy.
Rebah batang yang terjadi pada tanaman jagung manis lebih banyak
disebabkan oleh terjangan angin dan terpaan hujan yang terlalu deras saat curah
hujan sedang tinggi. Kecepatan angin di lokasi penelitian tergolong tinggi pada
waktu menjelang berakhirnya fase vegetatif dan selama fase generatif
berlangsung. Selain itu, diduga faktor ukuran tanaman ikut mempengaruhi
kekuatan dan ketegaran batang. Biasanya batang yang terlalu tinggi dengan
diameter yang kecil mengindikasikan lemahnya tegakan jagung manis, sehingga
akan lebih rentan terhadap kerebahan.
Genotipe SD-3, varietas Sweet Boy dan Super Sweet mempunyai rata-rata
tinggi tanaman dan tinggi tongkol utama di atas varietas Bonanza dan Sugar 75,
tetapi rata-rata diameter batang pada kelimanya hampir tidak berbeda. Pada
varietas Bonanza dan Sugar 75 jumlah tanaman yang rebah sangat sedikit karena
didukung oleh batang yang lebih kuat dan tidak terlalu tinggi. Menurut
Aswidinoor dan Koswara (1982), dengan diameter batang yang tidak berbeda,
tanaman yang terlalu tinggi serta tongkol utama yang lebih tinggi nampaknya
kurang menguntungkan dalam hal ketahanan terhadap kerebahan oleh angin.
Banyaknya tanaman tidak menghasilkan pada jagung manis genotipe SD-3
adalah 11.55 % dan tidak berbeda nyata dengan empat varietas pembanding Super
Sweet (16.92 %), Bonanza (4.36 %), Sugar 75 (4.08 %) dan Sweet Boy (13.86).
Tanaman yang dikategorikan tidak menghasilkan yaitu mencakup tanaman yang
tidak sehat (tidak nomal) dan tanaman yang belum siap panen. Hampir semua
tanaman tidak sehat yang diamati cenderung tidak mempunyai tongkol, mungkin
disebabkan karena terganggunya pertumbuhan dan perkembangan pada stadia
vegetatif maupun generatif telah membatasi kemampuan tanaman membentuk
tongkol. Tanaman yang belum siap (tidak layak) dipanen masih tergolong
tanaman sehat, namun karena pertumbuhan yang tidak seragam terutama pada
fase vegetatif maka pembentukan tongkol pada masing-masing tanaman menjadi
tidak serempak. Sehingga masih cukup banyak tongkol muda yang tidak dapat
dipanen karena belum sepenuhnya menghasilkan biji.
Jagung manis yang dipanen cukup banyak yang mengalami serangan hama
ulat penggerek tongkol. Intensitas serangan ulat penggerek tongkol ini cukup
merata pada semua kelompok perlakuan, ditunjukkan dengan kisaran jumlah
tongkol yang rusak mencapai 15.04 – 21.81 % dari jumlah tongkol yang dipanen.
Serangan ulat penggerek pada tongkol tidak mengurangi produktivitas jagung
manis, tetapi berpengaruh terhadap kualitas tongkol. Karena tidak ditemukan
pengaruh yang nyata, maka penurunan kualitas hasil panen jagung manis pada
genotipe SD-3 masih berimbang dengan empat varietas pembanding.
30

Korelasi antar Karakter Tanaman dalam Komponen Hasil Jagung Manis

Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan


hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi
tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi
semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah (Mattjik dan
Sumertajaya, 2006). Pada tabel 13 dapat dilihat nilai-nilai koefisien korelasi yang
menunjukkan keeratan hubungan antara berbagai karakter kuantitatif tanaman
terhadap komponen hasil seperti bobot tongkol per plot, indeks panen, potensi
hasil dan produktivitas. Rekapitulasi koefisien korelasi antar seluruh karakter
ditampilkan dalam Lampiran 9 – 12.

Tabel 13. Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen
hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Kode Koefisien korelasi antar karakter a
Peubah
peubah P PH IPTTK IPTDK BSTTK BSTDK
Produktivitas P 1
Potensi hasil PH 0,57** 1
Indeks panen tongkol tanpa kelobot IPTTK 0,38 0,67** 1
Indeks panen tongkol dengan kelobot IPTDK 0,30 0,60** 0,96** 1
Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot BSTTK 1,00** 0,57** 0,38 0,30 1
Bobot seluruh tongkol dengan kelobot BSTDK 0,99** 0,56** 0,35 0,29 0,99** 1
Bobot per tongkol tanpa kelobot BPTTK 0,62** 0,89** 0,75** 0,63** 0,62** 0,59**
Bobot per tongkol dengan kelobot BPTDK 0,60** 0,91** 0,74** 0,64** 0,60** 0,59**
Bobot tajuk atas BTA 0,62** 0,83** 0,56* 0,42 0,62** 0,61**
Jumlah baris biji pada tongkol JBB 0,46* 0,22 0,43 0,45* 0,46* 0,45*
Jumlah biji per baris pada tongkol JBPB 0,65** 0,70** 0,57** 0,38 0,65** 0,61**
Diameter tongkol bagian ujung DTU 0,58** 0,71** 0,66** 0,53* 0,58** 0,56*
Diameter tongkol bagian tengah DTT 0,59** 0,75** 0,64** 0,49* 0,59** 0,57**
Diameter tongkol bagian pangkal DTP 0,63** 0,74** 0,69** 0,56* 0,63** 0,61**
Panjang tongkol PT 0,59** 0,81** 0,81** 0,67** 0,59** 0,55*
Jumlah tongkol yang dipanen JTDP 0,58** -0,26 -0,36 -0,37 0,58** 0,62**
Tanaman yang dipanen TDP 0,55* -0,31 -0,38 -0,39 0,55* 0,58**
Tanaman sehat yang tumbuh TST 0,27 -0,52* -0,66** -0,67** 0,27 0,30
Tanaman tidak menghasilkan TTM -0,24 -0,70** -0,79** -0,80** -0,24 -0,22
Rebah batang RB -0,05 -0,62** -0,70** -0,76** -0,05 -0,02
Tanaman terserang penyakit bulai TTPB -0,04 0,67** 0,70** 0,75** -0,04 -0,05
Lebar daun LD 0,70** 0,71** 0,61** 0,50* 0,70** 0,67**
Panjang daun PD 0,40 0,29 -0,02 -0,17 0,40 0,39
Diameter batang DB 0,75** 0,50* 0,15 -0,01 0,75** 0,74**
Tinggi tongkol utama TTU 0,35 -0,31 -0,46* -0,60** 0,35 0,33
Tinggi tanaman TT 0,52* -0,02 -0,26 -0,42 0,52* 0,51*
Anthesis silking interval ASI -0,43 -0,75** -0,87** -0,85** -0,43 -0,41
Lama produksi pollen LPP -0,13 -0,10 -0,44 -0,53* -0,13 -0,15
Umur Reseptif UR -0,53* -0,74** -0,67** -0,59** -0,53* -0,51*
Umur Muncul Tassel UMT -0,53* -0,34 -0,28 -0,15 -0,53* -0,52*
Daya tumbuh DT 0,26 0,00 -0,33 -0,23 0,26 0,35
a
**: sangat nyata, *: nyata.
31

Produktivitas merupakan karakter utama dalam komponen hasil. Dalam


menentukan karakter-karakter yang ada kaitannya dengan karakter utama
diperlukan informasi tentang korelasi antar karakter (peubah). Peubah-peubah
yang nyata berkorelasi positif terhadap produktivitas jagung manis antara lain:
bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, bobot tajuk atas, jumlah
baris biji, jumlah biji per baris, ukuran tongkol (panjang dan diameter), lebar daun
dan ukuran tanaman (tinggi dan diameter batang). Apabila nilai dari masing-
masing peubah tersebut meningkat maka sejalan dengan peningkatan yang akan
terjadi pada produktivitas hasil. Peubah pengamatan yang paling menentukan
dalam perhitungan nilai produktifitas tanaman jagung manis adalah peubah bobot
seluruh tongkol tanpa kelobot, ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi positif
yang sempurna (r = 1).
Dalam kaitannya dengan umur panen, produktivitas jagung manis akan
meningkat jika umur berbunga dapat dipercepat, ditunjukkan dengan nilai
produktivitas yang berbanding terbalik (berkorelasi negatif) dengan rata-rata umur
muncul tassel dan umur reseptif. Selain itu, umur muncul tassel dan umur reseptif
yang kecil juga berkaitan erat dengan meningkatnya angka bobot tongkol, indeks
panen, dan potensi hasil tanaman. Potensi hasil tinggi mengindikasikan bahwa
tanaman mempunyai kapasitas produksi yang tinggi, namun hubungannya dengan
produktivitas dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Berdasarkan koefisien korelasi, dapat dilihat bahwa bobot suatu tongkol
dari suatu tanaman memberikan gambaran tentang indeks panen tongkol,
sedangkan bobot keseluruhan tongkol dari suatu plot (populasi tanaman)
menggambarkan produktifitas tanaman jagung manis. Umumnya peningkatan
bobot tongkol akan sejalan dengan peningkatan peubah indeks panen tongkol.
Berhubung karena ukuran tongkol berbanding lurus dengan peubah bobot tongkol,
maka peubah indeks panen tongkol juga memiliki hubungan korelasi yang positif
dengan peubah panjang dan diameter tongkol.
Pada setiap individu tanaman, karakter-karakter kuantitatif seperti lebar
daun, bobot tajuk tanaman, ukuran tongkol dan bobot tongkol serta banyaknya biji
pada tongkol diketahui berbanding lurus terhadap indeks panen tongkol dan
potensi hasil. Akan tetapi masih ada sebagian kecil yang keeratan hubungan
liniernya belum tampak nyata. Selain itu, dari segi populasi diketahui bahwa
peubah pengamatan seperti persentase daya tumbuh, jumlah tanaman sehat, serta
jumlah tanaman dan tongkol yang dipanen juga menentukan besaran bobot
tongkol yang dapat dihasilkan per satuan luas pertanaman jagung manis.
Walaupun tidak terdapat korelasi yang nyata, namun masih dapat dilihat bahwa
pengurangan populasi akibat serangan bulai dan rebah batang serta adanya
tanaman tidak menghasilkan hubungannya berbanding terbalik dengan peubah
bobot tongkol per plot. Hal tersebut selanjutnya dapat berpengaruh terhadap
menurunnya produktivitas jagung manis.
Karakter pertumbuhan vegetatif seperti panjang daun, lebar daun, tinggi
tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang nampaknya masih cukup erat
kaitannya dengan bobot tongkol yang dihasillkan per plot. Tidak semua hubungan
linier antara karakter pertumbuhan vegetatif tersebut dengan peubah bobot
tongkol akan tampak nyata, tetapi nilai koefisien korelasinya masih positif.
Tinggi tanaman dan tinggi tongkol mempunyai korelasi positif dengan
daya hasil (Johnson et al. 1986). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
32

tinggi tanaman, akan semakin meningkatkan daya hasil per tanaman. Tanaman
yang tinggi dapat mempersiapkan organ vegetatifnya lebih baik, sehingga
fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak. Mahfudz dan Isrun (2006)
melaporkan bahwa hasil analisis korelasi antara komponen tumbuh dan komponen
hasil tanaman jagung menunjukkan antara komponen tumbuh dan komponen hasil
tanaman jagung mempunyai nilai koefisien korelasi yang nyata.

Kadar Padatan Terlarut Total

Padatan terlarut total (PTT) merupakan salah satu kriteria penentu kualitas
jagung manis. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah kadar
PTT biji tongkol hasil penyerbukan sendiri (selfing) dan kadar PTT biji tongkol
yang bukan hasil penyerbukan sendiri (non selfing). Hasil pengukuran kadar PTT
jagung manis menunjukkan bahwa biji dari tongkol hasil penyerbukan sendiri
mempunyai kadar gula yang cenderung rendah. Kadar PTT jagung manis genotipe
SD-3 (8.03 oBriks), tetapi tidak ada perbedaan yang nyata dengan varietas
pembanding Super Sweet (7.70 oBriks), Bonanza (8.43 oBriks), Sugar 75 (8.73
o
Briks) dan Sweet Boy (7.53 oBriks).

Tabel 14. Nilai tengah kadar PTT penyerbukan sendiri dan kadar PTT bukan
penyerbukan sendiri pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding
Kadar PTT penyerbukan Kadar PTT bukan
Genotipe
sendiri (oBriks) penyerbukan sendiri ( oBriks)
SD-3 8.03 6.93
Super Sweet 7.70 8.27
Bonanza 8.43 9.00
Sugar 75 8.73 9.85
Sweet Boy 7.53 9.12

Sama halnya pada biji yang bukan hasil proses penyerbukan sendiri, kadar
PTT dari kelima genotipe jagung manis yang dievaluasi cukup rendah yaitu
berkisar antara 6.93 – 9.85 oBriks. Biji hasil penyerbukan silang (bukan
penyerbukan sendiri) mempunyai kadar PTT yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan kadar PTT pada biji penyerbukan sendiri, kecuali pada genotipe
SD-3. Pada genotipe SD-3 kadar PTT yang diukur pada biji hasil penyerbukan
sendiri ternyata lebih besar.
Penurunan kadar PTT yang diukur menggunakan refraktometer akan
sejalan dengan penurunan nilai mutu tingkat kemanisan yang diukur secara
organoleptik, begitu juga sebaliknya. Rendahnya kadar PTT pada kedua jenis
tongkol tersebut diduga disebabkan karena pengaruh suhu dan lama waktu
penyimpanan tongkol hasil panen sebelum dilakukan pengukuran kadar PTT.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), laju respirasi jagung manis
cukup tinggi dan perubahan gula menjadi pati dapat berlangsung cepat. Kurang
lebih 48 jam setelah panen, sukrosa dalam biji jagung manis akan berubah
perlahan menjadi dekstrin yang tidak manis. Gen su (gen penyebab rasa manis
33

pada jagung) bekerja lambat dan tidak efisien sehingga gula sukrosa dengan cepat
akan berubah menjadi dekstrin, lalu berubah lagi menjadi pati.
Salah satu cara untuk mengatasi berkurangnya rasa manis tersebut adalah
dengan segera dilakukannya pendistribusian jagung manis setelah pemanenan.
Panen dilakukan secepat mungkin ketika suhu udara masih rendah. Selain itu,
penggunaan kemasan plastik dan tempat penyimpanan pada suhu rendah bisa
digunakan karena dapat mengurangi kegiatan respirasi sehingga kualitas jagung
manis masih dapat dipertahankan (Dewani 2004).
Syukur dan Rifianto (2013) menyatakan bahwa semakin tua umur panen,
kandungan gula semakin sedikit. Kandungan gula tertinggi saat umur panen 20
hari setelah berbunga betina, setelah itu kandungan gula akan menurun. Menurut
Thompson dan Kelly (1957), penurunan kadar gula pada jagung manis mencapai
25% (dari kadar gula awal) pada suhu penyimpanan 20 oC dan 50 % (dari kadar
gula awal) pada suhu penyimpanan 30 oC dalam kurun waktu 24 jam.

Uji Organoleptik Jagung Manis

Penilaian terhadap mutu suatu produk pangan meliputi berbagai sifat


sensoris yang kompleks. Ada kalanya mutu produk pangan didasarkan pada
intensitas sifat sensoris spesifiknya. Jadi pada dasarnya mutu suatu produk pangan
merupakan kumpulan (composite) respon semua sifat sensoris yang spesifik yang
dapat berupa bau, rasa, cita rasa (flavour), warna dan sebagainya (Soekarto 1985).
Dalam kelompok pengujian intensitas sensoris dikenal tipe uji ranking, uji
skoring, dan uji deskriptif. Uji skor juga disebut pemberian skor atau skoring.
Pemberian skor adalah memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu
sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik
(Darmudiansyah 2011). Uji skor organoleptik yang dilakukan pada jagung manis
dalam penelitian ini meliputi atribut penampilan tongkol, kekerasan biji, tekstur
biji, kemanisan biji dan tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis.
Pada uji skoring ini, sepuluh orang panelis (responden) diinstruksikan
mencicipi jagung manis yang telah dimasak dengan cara direbus. Selanjutnya
panelis memberikan penilaian terhadap masing-masing sampel yang mewakili
setiap plot (petak) pertanaman jagung manis dengan skala kriteria tertentu berupa
skor 1 - 5 pada form penilaian uji organoleptik (dapat dilihat pada Lampiran 8).
Hasil analisis ragam untuk uji skor organoleptik pada jagung manis menunjukkan
bahwa perbedaan perlakuan genotipe berpengaruh secara signifikan terhadap
peubah (parameter) kekerasan biji dan tekstur biji jagung manis. Tidak ditemukan
pengaruh yang nyata pada parameter penampilan tongkol, kemanisan biji dan
tingkat kesukaan terhadap jagung manis.
Kualitas tongkol jagung manis yang dilihat dari tampilan bentuk tongkol
pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding dinilai tidak berbeda menurut
analisis statistik. Skala kriteria yang diberikan untuk parameter penampilan
tongkol pada semua genotipe/varietas ditunjukkan dengan skor 2.43 (agak
menarik) sampai 3.20 (menarik). Untuk jagung manis genotipe SD-3 diperoleh
skor 2.75 dan tanggapan dari panelis terhadap penampilan tongkol tersebut secara
umum dikategorikan menarik.
34

Tabel 15. Nilai tengah uji skor organoleptik terhadap penampilan tongkol,
kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji, dan tingkat penerimaan
(kesukaan) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembandinga
Tingkat
Penampilan Kekerasan Tekstur Kemanisan
Genotipe penerimaan
tongkol biji biji biji
(kesukaan)
SD-3 2.75 3.18 2.98 2.03 3.13
Super Sweet 2.43 3.15 3.00 2.33 3.15
Bonanza 2.80 3.40 3.60* 2.68 3.68
Sugar 75 3.20 3.28 3.18 2.48 3.25
Sweet Boy 2.75 2.38* 2.70 2.15 2.55
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.

Jagung manis genotipe SD-3 memiliki biji yang cukup lunak dengan skor
3.18 dan dinilai sama lunaknya dengan jagung manis varietas Super Sweet (3.15),
Bonanza (3.40) dan Sugar 75 (3.28). Genotipe SD-3 hanya berbeda nyata dengan
varietas Sweet Boy (2.38) yang memiliki biji keras, sehingga genotipe SD-3 lebih
diunggulkan karena bijinya yang lebih lunak. Dalam hal keras-lunak biji jagung
manis, panelis memberikan nilai mutu yang paling rendah terhadap varietas
pembanding Sweet Boy.
Dari segi tekstur, biji jagung manis genotipe SD-3 tergolong cukup lembut
(2.98), tetapi sangat jelas berbeda dengan jagung manis varietas Bonanza yang
memiliki biji dengan tekstur yang lebih lembut. Apabila genotipe SD-3
dibandingkan dengan varietas Super Sweet (3.00), Sugar 75 (3.18) dan Sweet Boy
(2.70) hampir tidak berbeda dalam hal kelembutan tekstur bijinya. Dalam uji
skoring organoleptik terhadap peubah tekstur biji, nilai mutu tertinggi diberikan
oleh panelis untuk jagung manis varietas Bonanza dengan skor 3.60 (lembut).
Umumnya varietas Bonanza menerima skor paling tinggi dalam skala kriteria
yang dipergunakan pada penilaian mutu sifat kekerasan biji, tekstur biji,
kemanisan biji dan tingkat penerimaan (kesukaan), tetapi tidak demikian halnya
pada parameter penampilan tongkol.
Kemanisan merupakan salah satu atribut sensoris yang berhubungan
dengan flavour (cita rasa). Rasa manis merupakan kategori yang sangat penting
dalam penilaian kualitas tongkol jagung manis, terutama dalam pengujian
organoleptik. Data yang diperoleh dari uji skoring menunjukkan kisaran tingkat
kemanisan dengan skor 2.03 (agak manis) sampai 2.68 (manis). Secara statistik,
nilai mutu tingkat kemanisan biji pada genotipe SD-3 tidak berbeda nyata dengan
semua varietas pembanding. Hasil uji organoleptik yang menunjukkan persamaan
tingkat kemanisan secara tidak langsung menggambarkan kesetaraan respon pada
pengaruh kandungan gula terhadap rasa manis biji tersebut. Pada pengukuran
kadar PTT dengan refraktometer juga tidak ditemukan perbedaan yang nyata pada
semua genotipe/varietas jagung manis yang dievaluasi dalam penelitian ini.
Terdapat hubungan korelasi yang sangat positif antara tingkat kemanisan
biji dengan kadar PTT biji jagung manis. Oleh karena itu, rendahnya skor tingkat
kemanisan biji jagung manis tersebut diduga disebabkan oleh faktor kadar PTT
35

yang nilainya juga cukup rendah. Selain itu, cara pengolahan dan penyajian bahan
uji jagung manis juga dianggap mempengaruhi hasil penilaian tingkat kemanisan
biji dan intensitas sifat-sifat sensoris lainnya dalam pengujian organoleptik.
Uji skoring pada parameter tingkat penerimaan bertujuan untuk
mengetahui intensitas kesukaan terhadap seluruh atribut organoleptik pada sampel
jagung manis. Kisaran tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis pada
berbagai perlakuan genotipe diperoleh skor 2.55 (agak suka) sampai dengan 3.68
(suka). Tingkat kesukaan panelis terhadap jagung manis genotipe SD-3 relatif
sama dengan varietas pembanding menurut penilaian mutu hedonik yang
diberikan oleh panelis.
Nilai mutu tingkat penerimaan (kesukaan) jagung manis diduga
dipengaruhi oleh hasil penilaian panelis terhadap parameter kekerasan biji, tekstur
biji dan tingkat kemanisan biji. Hal ini terlihat dari besarnya nilai korelasi positif
antara ketiga parameter tersebut terhadap tingkat penerimaan secara keseluruhan.
Sedangkan penampilan tongkol tidak terlalu tampak pengaruhnya terhadap cara
dan pertimbangan panelis dalam memberikan penilaian untuk parameter tingkat
penerimaan (kesukaan).

Keunggulan Genotipe SD-3 terhadap Varietas Pembanding

Pada beberapa peubah terdapat keunggulan genotipe SD-3 terhadap


varietas pembanding. Namun ada beberapa peubah di mana genotipe SD-3 sama
sekali tidak unggul tetapi diduga hasilnya minimal sama dengan varietas
pembanding. Hal ini disebabkan tidak ada perbedaan yang nyata antara genotipe
SD-3 dengan setiap varietas pembanding pada suatu peubah tertentu, karena
perbedaan yang nyata hanya terjadi di antara sesama varietas pembanding.
Di antara semua aspek peubah yang berpengaruh nyata berdasarkan
analisis ragam, hanya pada delapan peubah (karakter) di mana genotipe SD-3
berbeda nyata lebih unggul terhadap satu atau lebih varietas pembanding. Peubah
yang dimaksud yaitu peubah daya tumbuh tanaman, tanaman yang terserang
penyakit bulai, tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang dipanen, jumlah
tongkol yang dipanen, jumlah baris biji pada tongkol, indeks panen tongkol
berkelobot, dan kekerasan biji jagung manis. Hal ini diketahui setelah dilakukan
pembandingan nilai tengah masing-masing pasangan perlakuan antara genotipe
SD-3 dengan setiap varietas pembanding yang berbeda nyata menurut uji Dunnet
pada taraf 5%. Dari perbandingan tersebut dapat dilihat pada peubah apa saja
genotipe SD-3 mampu mengungguli masing-masing varietas pembanding.
Terdapat dua peubah di mana genotipe SD-3 lebih unggul, yaitu pada
peubah jumlah baris biji pada tongkol dan peubah indeks panen tongkol
berkelobot. Selain dari kedua peubah tersebut secara umum genotipe SD-3
memiliki potensi dan karakter yang hampir sama dengan varietas Super Sweet.
Tidak ada pada satu peubah pun yang menunjukkan bahwa Super Sweet
mengungguli genotipe SD-3. Dengan demikian, genotipe SD-3 yang diuji dalam
penelitian ini lebih unggul dibandingkan dengan varietas pembanding Super
Sweet yang sama-sama golongan jagung manis bersari bebas.
Sama seperti pada varietas Super sweet, varietas pembanding Sweet Boy
juga tidak mempunyai peubah yang dapat menunjukkan keunggulan terhadap
36

genotipe SD-3. Pada peubah daya tumbuh, jumlah baris biji pada tongkol, dan
kekerasan biji jagung manis terbukti bahwa genotipe SD-3 mempunyai hasil yang
nyata lebih baik daripada varietas Sweet Boy dan selain daripada peubah tersebut
hasilnya tampak sama. Dengan demikian, jagung manis genotipe SD-3 teruji lebih
unggul dibandingkan dengan varietas pembanding Sweet Boy.

Tabel 16. Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas
pembanding berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata menurut
analisis ragam (Uji F) dan hasil yang berbeda nyata menurut Uji Dunnet
pada taraf 5 %
Keunggulan SD-3 terhadap pembandinga
Peubah-peubah yang
No. Super Sugar Sweet
berpengaruh nyata Bonanza
Sweet 75 Boy
1 Daya tumbuh –  – 
2 Anthesis silking interval – – – –
3 Tinggi tanaman – – – –
4 Tinggi tongkol utama – – x –
5 Tanaman terserang penyakit bulai –   –
6 Rebah batang – x x –
7 Tanaman sehat yang tumbuh –   –
8 Tanaman yang dipanen –   –
9 Jumlah tongkol yang dipanen –  – –
10 Tanaman tidak menghasilkan – – – –
11 Jumlah baris biji  –  
12 Indeks panen tongkol berkelobot  – – –
13 Indeks panen tongkol tanpa kelobot – – – –
14 Kekerasan biji – – – 
15 Tekstur biji – x – –
a
: genotipe SD-3 lebih unggul daripada varietas pembanding, x: varietas pembanding lebih
unggul daripada genotipe SD-3, –: genotipe SD-3 tidak berbeda dengan varietas pembanding.

Pada varietas pembanding Bonanza, terdapat dua peubah di mana geotipe


SD-3 kalah unggul dibandingkan varietas Bonanza, yaitu pada peubah jumlah
rebah batang dan peubah tekstur biji jagung manis. Jagung manis varietas
Bonanza mempunyai batang yang lebih kuat (kokoh), terlihat dari jumlah tanaman
yang rebah pada varietas Bonanza secara nyata lebih sedikit dibandingkan dengan
genotipe SD-3. Tekstur biji jagung manis varietas Bonanza lebih lembut daripada
biji jagung manis genotipe SD-3. Genotipe SD-3 nyata lebih unggul dibandingkan
varietas Bonanza dalam hal daya tumbuh, ketahanan terhadap penyakit bulai,
tanaman sehat yang tumbuh, jumlah tanaman yang dapat dipanen dan jumlah
tongkol yang dipanen, sedangkan pada karakter lainnya genotipe SD-3 memiliki
penampilan (ciri), potensi dan hasil yang sama. Jika dinilai secara agregat,
genotipe SD-3 dinyatakan lebih unggul dibandingkan varietas Bonanza.
Selanjutnya jagung manis genotipe SD-3 juga lebih unggul dibandingkan
varietas Sugar 75. Genotipe SD-3 lebih tahan terhadap bulai ditunjukkan dengan
populasi tanaman sehat yang lebih besar dan potensi tanaman produktif yang bisa
37

dipanen lebih tinggi serta mampu menghasilkan tongkol dengan jumlah baris biji
lebih banyak dibandingkan varietas Sugar 75. Genotipe SD-3 hanya kalah unggul
pada peubah tinggi tongkol utama dan peubah rebah batang, sebab varietas
Sugar 75 mempunyai tinggi tongkol utama yang lebih rendah dengan batang yang
lebih kuat sehingga kecil kemungkinan batang mengalami rebah (patah).
Sedangkan pada peubah lainnya jagung manis genotipe SD-3 mempunyai karakter
dan potensi yang sama dengan varietas Sugar 75.
Berdasarkan perbandingan di atas, genotipe SD-3 mempunyai keunggulan
terhadap masing-masing varietas pembanding pada beberapa peubah tertentu.
Akan tetapi tidak ada peubah yang menunjukkan bahwa pada suatu karakter
genotipe SD-3 lebih unggul terhadap keempat varietas pembanding. Keunggulan
genotipe SD-3 yang paling mendominasi terletak pada peubah jumlah baris biji
pada tongkol. Karakter tongkol jagung manis dengan jumlah baris biji yang lebih
banyak dapat dinyatakan sebagai karakter yang unggul bagi genotipe SD-3.
Karakter unggul yang demikian menjadi nilai tambah dalam pengolahan dan
konsumsi jagung manis serta lebih menguntungkan dalam hal kuantitas produksi
benih jagung manis.
Pada kondisi lahan dan lingkungan yang kurang menguntungkan atau
tidak mendukung terhadap budidaya tanaman, jagung manis genotipe SD-3
ternyata dapat mengungguli varietas pembanding komersial. Jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding dapat tumbuh, berkembang serta
mampu berproduksi lebih maksimal lagi apabila kegiatan budidaya atau
percobaan jagung manis dilakukan pada kondisi lahan yang optimum dengan
lingkungan yang lebih baik. Dalam kondisi yang demikian, diduga genotipe SD-3
akan tetap dapat lebih unggul dibandingkan varietas pembanding dalam hal
keragaan agronomi, potensi produksi, kuantitas dan kualitas hasil. Keunggulan-
keunggulan pada genotipe SD-3 yang demikian diharapkan dapat meningkatkan
daya hasil tanaman dan kualitas tongkol jagung manis.
Karakter unggul jagung manis merupakan karakter-karakter yang
mendukung hasil tinggi dan kualitas tongkol prima. Karakter unggul tersebut di
antaranya, yaitu produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan
hama dan penyakit, daya simpan tongkol lebih lama, memiliki daya adaptasi
bagus, sesuai dengan keinginan konsumen, serta daya tumbuh benih tinggi
(Syukur dan Rifianto 2013).
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Evaluasi jagung manis genotipe SD-3 dengan empat varietas pembanding


(Super Sweet, Bonanza, Sugar 75 dan Sweet Boy) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan keragaan tanaman, potensi produksi, daya hasil dan kualitas hasil
tongkol. Genotipe SD-3 berbeda nyata lebih baik terhadap satu atau lebih varietas
pembanding yaitu pada peubah daya tumbuh tanaman, tanaman yang terserang
penyakit bulai, tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang dipanen, jumlah
tongkol yang dipanen, indeks panen tongkol berkelobot, kekerasan biji dan
terutama peubah jumlah baris biji pada tongkol. Pada peubah lainnya genotipe
SD-3 setara dengan varietas pembanding karena tidak ditemukan pengaruh
yang signifikan. Karakter tanaman yang lebih tahan terhadap bulai merupakan
karakter penting yang menjadikan genotipe SD-3 lebih baik daripada varietas
jagung manis hibrida seperti Bonanza dan Sugar 75.
Berdasarkan keunggulan komparatif, jagung manis genotipe SD-3 ternyata
dapat mengungguli varietas Super Sweet, Bonanza, Sugar 75 dan Sweet Boy.
Dengan demikian, genotipe SD-3 layak dan dapat dikembangkan sebagai jagung
manis varietas baru yang unggul serta dapat disetarakan atau bahkan melampaui
varietas pembanding komersial.

Saran

Perlu dilakukan pengujian daya hasil lanjutan dalam musim yang sama
dan juga musim yang berbeda pada lokasi dengan kondisi lingkungan tumbuh
yang lebih optimum. Hal ini bertujuan untuk melihat stabilitas genotipe serta
mengevaluasi peningkatan daya hasil, penampilan, kualitas hasil dan adaptabilitas
tanaman pada genotipe SD-3. Oleh karena itu, sebelum penelitian dimulai
sebaiknya terlebih dahulu dilakukan survey lahan dan percobaan pendahuluan.
Selanjutnya, dalam hal pasca panen diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
daya simpan tongkol terhadap kadar Padatan Terlarut Total (PTT) bersamaan
dengan uji organoleptik jagung manis.
DAFTAR PUSTAKA

Aak. 2010. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta (ID). Kanisius.


Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Oxford (GB):
Blackwell Publishing.
Agusta H, Santosa I. 2005. Ketidakmampuan produksi jagung hibrida C-7 di
lapang akibat penambahan cahaya kontinu pada kondisi terbuka dan
ternaungi. J Agrotropika. 10(2):65-74.
Aswidinoor H, Koswara J. 1982. Uji daya hasil jagung hibrida silang tunggal dan
introduksi bersari bebas. Bul Agron. 13(1):1-10.
Badami K, Amzeri A. 2011. Identifikasi varian somaklonal toleran kekeringan
pada populasi jagung hasil seleksi in vitro dengan PEG. Agrovigor. 4(1):
7-13.
Basry Z. 2003. Uji daya gabung khusus galur-galur jagung manis (Zea mays
saccharata Sturt) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Darmudiansyah. 2011. Uji skoring. http://darmudiansyah.blogspot.com. [diunduh
1 Juli 2012]
Dewani M. 2004. Pengaruh pemberian dosis pupuk N, P dan K terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays saccharata L.).
Habitat. 15(1):31-44.
[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Volume dan nilai impor-
ekspor benih sayuran tahun 2011-2012 [internet]. [diacu 2013 Juni 2].
Tersedia dari: http://hortikultura.deptan.go.id.
[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Volume impor dan ekspor
sayuran tahun 2012 [internet]. [diacu 2013 Juni 2]. Tersedia dari:
http://hortikultura.deptan.go.id.
Edmon JB, Musser AM, Andrews FS. 1957. Fundamental of Horticulture. Ed
ke-2. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc.
Goldsworthy PR. 1975. Some growth and yield characteristics of tropical maize.
Di dalam: Bauman LF, editor. High-Quality Protein Maize. Pennsylvania
(US): Dowden, Hutchinson & Ross, Inc. hlm 166-177.
Hallauer AR, Russel WA. 1993. Corn. Di dalam: Fehr WR, Hadley HH, editor.
Hybridization of Corp Plants. Madison (US): American Society of
Agronomy-Crop Science Society of America.
Harjadi SS. 1986. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): Gramedia.
Huelsen WA. 1954. Sweet Corn. New York (US): Intersci Publ, Inc.
Iriany RN, Sujiprihati S, Syukur M, Koswara J, Yunus M. 2011. Evaluasi daya
gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata)
hasil persilangan dialel. J Agron Indonesia. 39(2):103-111.
Isrun. 2006. Pengaruh dosis pupuk P dan jenis pupuk kandang terhadap beberapa
sifat kimia tanah, serapan P dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata
Sturt) pada inceptisols Jatinangor. J Agrisains. 7(1):9-17.
Johnson EC, Fischer KS, Edmeades GO, Palmer AFE. 1986. Reccurent selection
for reduced plant height in lowland tropical maize. Crop Sci. 26(2):253-260.
Jugenheimer RW. 1958. Hybrid Maize Breeding and Seed Production. Rome
(IT): FAO Agricultural Development Paper.
40

Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles
and Seed Storage Practices.
Kaukis K, Davis DM. 1986. Sweet corn breeding. Di dalam: Bassett MJ, editor.
Vegetable Breeding. Connecticut (US): The Avi Publishing Company, Inc.
hal 475-512.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2000. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 45/Kpts/TP.240/2/2000 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
___________________. 2005. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor
456/Kpts/SR.120/12/2005 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
___________________. 2006. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor
174/Kpts/SR.120/3/2006 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
___________________. 2009. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor
2071/Kpts/SR.120/5/2009 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
Koswara J. 1985. Diktat Jagung. Bogor (ID): Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB.
Leonard WH, Martin JH. 1963. Cereal Crops. New York (US): Macmillan
Publishing Co, Inc.
MacGillivray JH. 1961. Vegetable Production With Special References to Western
Crops. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc.
Mahfudz, Isrun. 2006. Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada berbagai
tingkat kerapatan gulma Bidens pilosa. J Agrisains. 7(1):1-8.
Martajaya M. 2009. Pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata
Sturt) yang dipupuk dengan pupuk organik dan anorganik pada saat yang
berbeda. Crop Agro. 2(2):85-95.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid I. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Nugraha US, Subandi, Hasanuddin A, Subandi. 2005. Perkembangan teknologi
budi daya dan industri benih jagung. Di dalam: Kasryno F, Pasandaran E,
Fagi AM, editor. Ekonomi Jagung Indonesia. Volume 1. Jakarta (ID):
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 37-72.
Palungkun R, Budiarti A. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Purnomo J. 1988. Daya hasil varietas jagung di lahan tegal di Ponorogo.
Penelitian Palawija. 3(2):61-65.
Ridwan, Zubaidah Y. 2003. Efek pengolahan tanah dan varietas terhadap hasil
tanaman jagung pada lahan kering. J Stigma. 11(2):128-131.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi.
Herison C, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: World
Vegetables: Principles, Production, and Nutritive Values.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara.
Sudaryono, Taufiq A, Prayitno S. 1996. Teknologi budi daya jagung untuk lahan
kering di Jawa Timur. Di dalam: Syam M, Hermanto, Musaddad A, editor.
41

Kinerja Penelitian Tanaman Pangan (Buku 4). Simposium Penelitian


Tanaman Pangan III; 1993 Agustus 23-25; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID):
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 1042-1057.
Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2005. Pendugaan ragam genetik dan
heritabilitas beberapa karakter vegetatif dan hasil jagung manis.
J Agrotropika. 10(2):75-78.
Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2006. Analisis stabilitas hasil tujuh populasi
jagung manis menggunakan metode Additive Main Effect Multiplicative
Interaction (AMMI). Bul Agron. 34(2):93-97.
Sutoro, Soelaeman Y, Iskandar. 1988. Budi daya tanaman jagung. Di dalam:
Subandi, Syam M, Adi W, editor. Jagung. Bogor (ID): Balai Penelitian
Tanaman Pangan. hal 49-59.
Syukur M, Rifianto A. 2013. Jagung Manis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Takdir A, Iriany RN, Dahlan MM, Baihaki A, Rostini N, Subandi. 2003. Kendali
genetik ketahanan jagung terhadap patogen bulai. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan. 22(2):101-105.
Thompson HC, Kelly WC. 1957. Vegetable Crops. New York (US): McGraw-Hill
Book Company, Inc.
Yuliandry A. 2004. Uji fenotipik dan karakter agronomis 22 genotipe jagung (Zea
mays L.) Quality Protein Maize (QPM) berbiji kuning di dua lokasi
pengujian [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
42

LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi sementara jagung manis genotipe SD-3

Parameter Keterangan
Nama Seleksi Darmaga-3 (SD-3)
Sifat Jagung manis
Asal Hawaii Supersweet yang disilangkan dengan
galur-galur jagung IPB tahan penyakit bulai
dan hawar daun. Tempat seleksi di kebun
percobaan IPB, Darmaga, Bogor.
Warna daun Hijau tua
Warna rambut Putih-kuning-muda
Warna malai Putih-kuning-muda
Tinggi tanaman 82 – 128 cm
Jumlah daun 12 – 13 helai
Umur panen (tongkol muda) 73 – 75 hari (di Darmaga, 240 m dpl)
Kelobot Menutup
Jumlah baris biji 14 – 18
Warna biji Kuning cerah
Derajat manis (brix) 15 – 18
Populasi tanaman 60 000 biji/ha atau sekitar 6 – 7 kg/ha
Potensi Produksi 15 ton tongkol muda
Ketahanan penyakit Tahan penyakit bulai (3 – 5% serangan)
Tahan penyakit hawar daun
Tahan penyakit layu stewartii
Pemulia Fred Rumawas
Alamat: Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

Lampiran 2. Karakteristik jagung manis genotipe SD-3

Umur
Karakter Keterangan
(hari)
12 Daun pertama: warna antosianin pada Tidak ada atau sangat
pelepah daun lemah
14 Daun pertama: bentuk ujung daun Bulat agak tumpul
61 Daun: sudut diantara helai daun dan batang Kecil (5 – 25o)
(pada daun di atas tongkol teratas)
61 Daun: Pola helai daun (menerangkan no. 3) Bengkok
65 Batang: derajat zigzag Ringan
65 – 75 Batang: warna antosianin pada akar Tidak ada atau sangat
tunjang lemah
65 Malai: Umur antesis (pada tengah pertiga Genjah hingga sedang
43

poros utama, 50% dari jumlah tanaman) (44.1 – 47 HST)


65 Malai: warna antosisnin pada dasar kelobot Tidak ada atau sangat
(pada tengah pertiga poros utama) lemah
65 Malai: warna antosianin tidak termasuk Tidak ada atau sangat
dasar kelopak (menerangkan no. 8) lemah
65 Malai: warna antosianin pada kepala sari Tidak ada atau sangat
yang masih segar lemah
65 Malai: kerapatan bulir (menerangkan no. 8) Sedang
65 Malai: sudut diantara poros utama dan Sedang (25.1 – 50o)
cabang samping (pada malai hingga pertiga
bawah)
65 Malai: letak percabangan samping Lurus agak bengkok
(menerangkan no. 12)
65 Malai: jumlah cabang samping utama Banyak (12.1 – 15)
65 Tongkol: umur munculnya rambut (50% Sedang hingga lambat
jumlah tanaman) (50.1 – 53 HST)
65 Tongkol: warna antosianin pada rambut Tidak ada
65 Tongkol: intensitas warna antosian rambut Tidak ada atau sangat
lemah
71 Daun: warna antosianin seludang daun Tidak ada atau sangat
(pada pertengahan tinggi tanaman) lemah
71 Malai: panjang poros utama di atas cabang Sangat pendek (< 10 cm)
samping terbawah
71 Malai: panjang poros utama di atas cabang Sangat pendek (< 10 cm)
samping bagian lebih atas
71 Malai: panjang cabang samping Sedang (23.1 – 29 cm)
(menerangkan no. 16)
75 Tanaman: panjang (termasuk malai) Panjang (200.1 – 250 cm)
75 Tanaman: rasio panjang letak tongkol Sangat kecil (< 0.5)
paling atas terhadap panjang tanaman
75 Daun: lebar helai daun (pada daun tongkol Lebar (9.1 – 11 cm)
teratas)
85 Tongkol: panjang tangkai Sangat pendek (< 5 cm)
92 Tongkol: panjang (tanpa kelobot) Panjang (15.1 – 20 cm)
92 Tongkol: keliling (di tengah-tengah) Besar (15.1 – 20 cm)
92 Tongkol: bentuk Silindris mengerucut
92 Tongkol: jumlah baris biji pada tongkol Banyak (12.1 – 14)
92 Tongkol: tipe biji (pada tengah pertiga Seperti mutiara
tongkol)
92 Tongkol: warna permukaan biji Kuning
92 Tongkol: warna sisi dasar biji Putih kekuningan
93 Tongkol: antosianin pada kelopak janggel Tidak ada
93 Tongkol: intensitas warna antosianin pada Tidak ada atau sangat
kelopak janggel lemah
44

Lampiran 3. Deskripsi jagung manis varietas Super Sweet

Parameter Keterangan
Nama Super Sweet
Asal Populasi varietas sintetik yang berasal dari
Chia Tai Seed Co, Ltd. Thailand kemudian
diuji dan dikembangkan di Indonesia oleh
PT BISI
Golongan Bersari bebas
Umur 50% keluar rambut 54 hari di dataran rendah
74 hari di daratan tinggi
Umur panen segar 72 hari di daratan rendah
107 hari di daratan tinggi
Batang Sedang, tegap dan seragam
Warna batang Hijau
Tinggi tanaman 200 cm
Daun Sedang agak terkulai
Warna daun Hijau gelap
Keragaman tanaman Agak seragam
Perakaran Baik
Kerebahan Tahan rebah
Bentuk malai Besar, terkulai
Warna sekam Hijau pucat
Warna anther Kuning pucat
Warna rambut Kuning
Ukuran tongkol Medium
Tinggi tongkol 112 cm
Kelobot Menutup biji dengan baik
Warna biji Kuning
Baris biji Lurus dengan rapat
Jumlah baris/tongkol 14 – 16 baris
Rata-rata hasil 12.7 ton/ha berkelobot
9.7 ton/ha tanpa kelobot
Potensi hasil 14.8 ton/ha berkelobot
11.3 ton/ha tanpa kelobot
Ketahanan terhadap penyakit Tahan terhadap karat daun
toleran terhadap bulai
Daerah adaptasi Beradaptasi baik di dataran rendah maupun
di dataran tinggi
Peneliti/pengusul Putu Darsana, Nasib Wignyo Wibowo dan
Setio Giri
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 45/Kpts/TP.240/2/2000 Tanggal: 25
Februari 2000
45

Lampiran 4. Deskripsi jagung manis varietas Bonanza

Parameter Keterangan
Nama Bonanza
Asal East West Seed Thailand
Silsilah G-126 (F) x G-133 (M)
Golongan varietas Hibrida silang tunggal
Bentuk tanaman Tegak
Tinggi tanaman 220 – 250 cm
Kekuatan akar pada tanaman Kuat
dewasa
Ketahanan terhadap kerebahan Tahan
Bentuk penampang batang Bulat
Diameter batang 2.0 – 3.0 cm
Warna batang Hijau
Ruas pembuahan 5 – 6 ruas
Bentuk daun Panjang agak tegak
Ukuran daun Panjang 85.0 – 95.0 cm, lebar 8.5 – 10.0 cm
Tepi daun Rata
Bentuk ujung daun Lancip
Warna daun Hijau tua
Permukaan daun Berbulu
Bentuk malai (tassel) Tegak bersusun
Warna malai (anther) Putih bening
Warna rambut Hijau muda
Umur mulai keluar bunga betina 55 – 60 hari setelah tanam
Umur panen 82 – 84 hari setelah tanam
Bentuk tongkol Silindris
Ukuran tongkol Panjang 20.0 – 22.0 cm
diameter 5.3 – 5.5 cm
Berat per tongkol dengan kelobot 467 – 495 g
Berat per tongkol tanpa kelobot 300 – 325 g
Jumlah tongkol per tanaman 1 – 2 tongkol
Tinggi tongkol dari permukaan 80 – 115 cm
tanah
Warna kelobot Hijau
Baris biji Rapat
Warna biji Kuning
Tekstur biji Halus
Rasa biji Manis
Kadar gula 13 – 15 oBrix
Jumlah baris biji 16 – 18 baris
Berat 1 000 biji 175 – 200 g
Daya simpan tongkol dengan 3 – 4 hari setelah panen
kelobot pada suhu kamar (siang
29 – 31 oC, malam 25 – 27 oC)
46

Hasil tongkol dengan kelobot 33.0 – 34.5 ton/ha


Jumlah populasi per hektar 53 000 tanaman (2 benih per lubang)
Kebutuhan benih per hektar 9.4 – 10.6 g
Keterangan Beradaptasi dengan baik di dataran tinggi
dengan altitude 900 – 1 200 m dpl
Pengusul PT. East West Seed Indonesia
Peneliti Jim Lothlop (East West Seed Thailand),
Tukiman Misidi dan Abdul Kohar (PT. East
West Seed Indonesia)
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 2071/Kpts/SR.120/5/2009 Tanggal: 7
Mei 2009

Lampiran 5. Deskripsi jagung manis varietas Sweet Boy

Parameter Keterangan
Nama Sweet Boy-02
Golongan varietas Hibrida silang tunggal F 2139 x M 2139
Umur mulai berbunga 51 – 59 hari setelah tanam
Umur mulai panen 69 – 82 hari setelah tanam
Bentuk tanaman Tegak
Tinggi tanaman 184 cm
Tinggi tongkol 89 cm
Kerebahan Tahan
Batang Hijau, kokoh
Warna daun Hijau gelap
Bentuk daun Agak terkulai
Bentuk malai (tassel) Agak terkulai
Warna sekam (glume) Hijau pucat
Warna malai (anther) Kuning pucat
Warna rambut Kuning
Ukuran tongkol Panjang 18.9 cm, diameter 4.8 cm
Berat per tongkol 338 g
Jumlah tongkol per tanaman 1
Warna biji Kuning cerah dan mengkilat
Baris biji Lurus terisi penuh
Jumlah baris biji 14 – 16 baris
Kadar gula 12.1 oBrix
Berat 1 000 biji 124.5 g
Hasil 18.0 ton/ha
Keterangan Beradaptasi baik di dataran rendah
sampai sedang
Pengusul/Peneliti PT. Benihinti Suburintani / Nasib W.W,
Putu Darsana dan Setio Giri
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 456/Kpts/SR.120/12/2005 Tanggal: 26
Desember 2005
47

Lampiran 6. Deskripsi jagung manis varietas Sugar 75 (SG 75)

Parameter Keterangan
Nama Sugar 75
Asal Syngenta Thailand Co.Ltd., Thailand
Silsilah SF 8717 (F) x 1035 (M)
Golongan varietas Hibrida silang tunggal
Umur mulai panen ± 75 hari setelah tanam
Tinggi tanaman 160 – 170 cm
Perakaran Kokoh
Kerebahan Tahan
Bentuk batang Bulat
Warna batang Hijau
Bentuk daun Bangun pita
Warna daun Hijau tua
Ukuran daun Panjang 90 – 110 cm; lebar 9 – 12 cm
Bentuk malai Tegak dan agak terbuka
Warna malai Putih
Warna rambut Putih
Bentuk tongkol Runcing memanjang
Ukuran tongkol Panjang ± 20 cm, diameter ± 5 cm
Berat per tongkol 350 – 400 g
Jumlah tongkol per tanaman 1 – 2 tongkol
Warna tongkol Hijau
Baris biji Berkelok
Jumlah baris biji 18 baris
Warna biji Kuning
Kadar gula 14.12 oBrix
Berat 1 000 biji ± 130 g
Hasil 19 – 21 ton/ha
Keterangan Beradaptasi dengan baik di dataran
rendah sampai tinggi dengan ketinggian
100 – 1 200 m dpl
Pengusul PT. Syngenta Indonesia
Peneliti Taweesak (Syngenta Thailand Co. Ltd.) dan
Harjono (PT. Syngenta Indonesia)
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 174/Kpts/SR.120/3/2006 Tanggal: 6
Maret 2006
48

Lampiran 7. Data klimatologi April – Juli tahun 2012 di Darmaga, Bogor

Bulan
Parameter iklim Tanggal
April Mei Juni Juli
Curah hujan bulanan (mm) 389.5 194.8 93.9 116.5
Jumlah hari hujan (HH) 25 21 12 10
Temperatur rata-rata (0C) 26.0 26.1 26.2 25.8
Kelembaban nisbi (%) 86 85 81 79
Penguapan (mm) 4.1 4.5 4.2 4.3
Kecepatan angin (km/jam) 3.9 4.0 3.7 4.2
Lama penyinaran matahari (%) 61 75 78 63
Intensitas penyinaran (kal/cm/menit) 257 254 297 272
Tekanan (mbar) 989.9 989.2 990.0 990.0
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun : Klimatologi Bogor
Balai Besar Wilayah II Elevasi : 190 m
Stasiun Klimatologi Kelas I Lokasi : 06.33 LS – 106.45 BT
Darmaga, Bogor

Lampiran 8. Form penilaian untuk uji skoring organoleptik pada jagung manis

FORM PENILAIAN UJI ORGANOLEPTIK JAGUNG MANIS

Kode bahan (varietas-ulangan) :


Nama panelis :

A. Penampilan (bentuk) tongkol


[1] Tidak menarik [3] Menarik [5] Amat sangat menarik
[2] Agak menarik [4] Sangat menarik
B. Kekerasan biji
[1] Sangat keras [3] Cukup lunak [5] Sangat lunak
[2] Keras [4] Lunak

C. Tekstur biji
[1] Sangat kasar [3] Cukup lembut [5] Sangat lembut
[2] Kasar [4] Lembut
D. Kemanisan biji
[1] Tidak manis [3] Manis [5] Amat sangat manis
[2] Agak manis [4] Sangat manis
E. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis
[1] Sangat tidak suka [3] Agak suka [5] Sangat suka
[2] Tidak suka [4] Suka
49

Lampiran 9. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis


genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding

Kode Koefisien korelasi antar karakter


Peubah
peubah DT WPT TT TTU DB PD
Daya tumbuh DT 1
Warna pangkal batang WPT -0,28 1
Tinggi tanaman TT 0,16 -0,10 1
Tinggi tongkol utama TTU 0,19 -0,19 0,91** 1
Diameter batang DB 0,20 -0,15 0,78** 0,58** 1
Panjang daun PD 0,02 0,21 0,74** 0,53* 0,74** 1
Lebar daun LD -0,15 -0,13 0,33 0,07 0,75** 0,40
Umur muncul tassel UMT -0,18 0,39 -0,59** -0,39 -0,68** -0,49*
Umur reseptif UR 0,11 0,12 -0,18 0,13 -0,53* -0,33
Lama produksi pollen LPP -0,09 0,37 0,33 0,36 0,14 0,37
Anthesis silking interval ASI 0,29 0,01 0,25 0,49* -0,21 -0,11
Panjang tongkol PT -0,25 0,08 0,17 -0,07 0,60** 0,41
Diameter tongkol bagian pangkal DTP -0,14 -0,05 0,29 0,05 0,65** 0,55*
Diameter tongkol bagian tengah DTT -0,16 0,00 0,37 0,12 0,71** 0,59**
Diameter tongkol bagian ujung DTU -0,16 -0,12 0,30 0,07 0,63** 0,55*
Jumlah baris biji pada tongkol JBB -0,01 -0,43 0,07 -0,01 0,18 -0,15
Jumlah biji per baris pada tongkol JBPB -0,18 -0,05 0,47* 0,26 0,81** 0,59**
Bobot per tongkol dengan kelobot BPTDK -0,05 0,02 0,13 -0,14 0,62** 0,44
Bobot per tongkol tanpa kelobot BPTTK -0,12 0,02 0,17 -0,10 0,64** 0,47*
Bobot tajuk atas BTA 0,00 -0,03 0,40 0,08 0,76** 0,64**
Tanaman sehat yang tumbuh TST 0,49* -0,24 0,65** 0,80** 0,29 0,18
Tanaman yang dipanen TDP 0,51* -0,44 0,66** 0,73** 0,42 0,23
Jumlah tongkol yang dipanen JTDP 0,54* -0,45* 0,66** 0,72** 0,44 0,23
Bobot seluruh tongkol dengan kelobot BSTDK 0,35 -0,31 0,51* 0,33 0,74** 0,39
Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot BSTTK 0,26 -0,28 0,52* 0,35 0,75** 0,40
Indeks panen tongkol dengan kelobot IPTDK -0,23 -0,10 -0,42 -0,60** -0,01 -0,17
Indeks panen tongkol tanpa kelobot IPTTK -0,33 -0,09 -0,26 -0,46* 0,15 -0,02
Produktivitas P 0,26 -0,28 0,52* 0,35 0,75** 0,40
Potensi hasil PH 0,00 0,10 -0,02 -0,31 0,50* 0,29
Tanaman terserang penyakit bulai TTPB -0,23 0,21 -0,64** -0,84** -0,18 -0,17
Rebah batang RB 0,36 -0,23 0,61** 0,80** 0,17 0,21
Tanaman tidak menghasilkan TTM 0,27 -0,01 0,36 0,60** -0,03 -0,05
Tongkol terserang ulat penggerek TTUP 0,10 -0,39 0,40 0,35 0,41 0,08
Kadar PTT selfing PTTS 0,09 -0,14 -0,48* -0,43 -0,09 -0,41
Kadar PTT bukan selfing PTTBS -0,27 0,21 -0,20 -0,28 0,18 0,03
Penampilan tongkol PET 0,09 -0,12 0,31 0,05 0,69** 0,46*
Kekerasan biji KKB -0,02 -0,03 -0,48* -0,44 -0,11 -0,35
Tekstur biji TB -0,36 -0,01 -0,56* -0,51* -0,18 -0,49*
Kemanisan biji KMB -0,33 0,06 -0,37 -0,35 0,02 -0,29
Tingkat penerimaan (kesukaan) TPKJM -0,16 -0,06 -0,31 -0,37 0,14 -0,27
50

Lampiran 10. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)

Kode Koefisien korelasi antar karakter


Peubah
peubah LD UMT UR LPP ASI PT
Lebar daun LD 1
Umur muncul tassel UMT -0,59** 1
Umur reseptif UR -0,81** 0,66** 1
Lama produksi pollen LPP -0,20 0,25 0,42 1
Anthesis silking interval ASI -0,67** 0,24 0,74** 0,38 1
Panjang tongkol PT 0,81** -0,40 -0,71** -0,10 -0,75** 1
Diameter tongkol bagian pangkal DTP 0,76** -0,48* -0,70** 0,04 -0,64** 0,89**
Diameter tongkol bagian tengah DTT 0,80** -0,51* -0,69** 0,14 -0,59** 0,89**
Diameter tongkol bagian ujung DTU 0,72** -0,49* -0,69** 0,07 -0,62** 0,85**
Jumlah baris biji pada tongkol JBB 0,44 -0,39 -0,47* -0,41 -0,34 0,27
Jumlah biji per baris pada tongkol JBPB 0,83** -0,58** -0,67** 0,03 -0,50* 0,90**
Bobot per tongkol dengan kelobot BPTDK 0,78** -0,44 -0,76** -0,05 -0,74** 0,91**
Bobot per tongkol tanpa kelobot BPTTK 0,80** -0,47* -0,76** -0,03 -0,75** 0,94**
Bobot tajuk atas BTA 0,78** -0,65** -0,83** -0,02 -0,61** 0,80**
Tanaman sehat yang tumbuh TST -0,20 -0,13 0,41 0,22 0,70** -0,44
Tanaman yang dipanen TDP 0,02 -0,32 0,17 0,04 0,38 -0,24
Jumlah tongkol yang dipanen JTDP 0,05 -0,35 0,11 0,01 0,35 -0,22
Bobot seluruh tongkol dengan kelobot BSTDK 0,67** -0,52* -0,51* -0,15 -0,41 0,55*
Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot BSTTK 0,70** -0,53* -0,53* -0,13 -0,43 0,59**
Indeks panen tongkol dengan kelobot IPTDK 0,50* -0,15 -0,59** -0,53* -0,85** 0,67**
Indeks panen tongkol tanpa kelobot IPTTK 0,61** -0,28 -0,67** -0,44 -0,87** 0,81**
Produktivitas P 0,70** -0,53* -0,53* -0,13 -0,43 0,59**
Potensi hasil PH 0,71** -0,34 -0,74** -0,10 -0,75** 0,81**
Tanaman terserang penyakit bulai TTPB 0,29 0,09 -0,49* -0,33 -0,80** 0,47*
Rebah batang RB -0,36 -0,20 0,43 0,33 0,80** -0,49*
Tanaman tidak menghasilkan TTM -0,46* 0,24 0,68** 0,37 0,92** -0,57**
Tongkol terserang ulat penggerek TTUP 0,27 -0,37 -0,01 0,16 0,07 -0,04
Kadar PTT selfing PTTS 0,19 0,32 -0,01 -0,38 -0,26 0,21
Kadar PTT bukan selfing PTTBS 0,38 0,15 -0,23 -0,02 -0,38 0,40
Penampilan tongkol PET 0,73** -0,47* -0,61** -0,05 -0,53* 0,68**
Kekerasan biji KKB 0,25 0,24 0,02 -0,22 -0,29 0,14
Tekstur biji TB 0,29 0,27 -0,10 -0,30 -0,44 0,27
Kemanisan biji KMB 0,37 0,27 -0,09 -0,08 -0,32 0,28
Tingkat penerimaan (kesukaan) TPKJM 0,57** 0,06 -0,26 -0,18 -0,47* 0,41
51

Lampiran 11. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)

Kode Koefisien korelasi antar karakter


Peubah
peubah DTP DTT DTU JBB JBPB BPTDK BPTTK BTA TST TDP JTDP BSTDK BSTTK IPTDK
Diameter tongkol bagian pangkal DTP 1
Diameter tongkol bagian tengah DTT 0,97** 1
Diameter tongkol bagian ujung DTU 0,97** 0,95** 1
Jumlah baris biji pada tongkol JBB 0,36 0,33 0,38 1
Jumlah biji per baris pada tongkol JBPB 0,88** 0,90** 0,87** 0,24 1
Bobot per tongkol dengan kelobot BPTDK 0,92** 0,91** 0,92** 0,31 0,85** 1
Bobot per tongkol tanpa kelobot BPTTK 0,94** 0,93** 0,93** 0,31 0,89** 0,99** 1
Bobot tajuk atas BTA 0,84** 0,85** 0,85** 0,20 0,85** 0,90** 0,90** 1
Tanaman sehat yang tumbuh TST -0,30 -0,28 -0,31 0,01 -0,15 -0,45* -0,44 -0,29 1
Tanaman yang dipanen TDP -0,06 -0,09 -0,07 0,28 0,00 -0,21 -0,20 -0,08 0,90** 1
Jumlah tongkol yang dipanen JTDP -0,04 -0,08 -0,05 0,29 0,02 -0,18 -0,17 -0,02 0,89** 0,99** 1
Bobot seluruh tongkol dengan kelobot BSTDK 0,61** 0,57** 0,56* 0,45* 0,61** 0,59** 0,59** 0,61** 0,30 0,58** 0,62** 1
Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot BSTTK 0,63** 0,59** 0,58** 0,46* 0,65** 0,60** 0,62** 0,62** 0,27 0,55* 0,58** 0,99** 1
Indeks panen tongkol dengan kelobot IPTDK 0,56* 0,49* 0,53* 0,45* 0,38 0,64** 0,63** 0,42 -0,67** -0,39 -0,37 0,29 0,30 1
Indeks panen tongkol tanpa kelobot IPTTK 0,69** 0,64** 0,66** 0,43 0,57** 0,74** 0,75** 0,56* -0,66** -0,38 -0,36 0,35 0,38 0,96**
Produktivitas P 0,63** 0,59** 0,58** 0,46* 0,65** 0,60** 0,62** 0,62** 0,27 0,55* 0,58** 0,99** 1,00** 0,30
Potensi hasil PH 0,74** 0,75** 0,71** 0,22 0,70** 0,91** 0,89** 0,83** -0,52* -0,31 -0,26 0,56** 0,57** 0,60**
Tanaman terserang penyakit bulai TTPB 0,31 0,29 0,29 0,05 0,14 0,53* 0,50* 0,36 -0,92** -0,75** -0,72** -0,05 -0,04 0,75**
Rebah batang RB -0,30 -0,27 -0,25 -0,08 -0,15 -0,47* -0,45* -0,29 0,84** 0,67** 0,65** -0,02 -0,05 -0,76**
Tanaman tidak menghasilkan TTM -0,50* -0,46* -0,52* -0,31 -0,32 -0,64** -0,64** -0,55* 0,80** 0,48* 0,45* -0,22 -0,24 -0,80**
Tongkol terserang ulat penggerek TTUP 0,02 0,08 0,01 0,17 0,11 -0,04 -0,01 0,06 0,41 0,52* 0,49* 0,37 0,39 -0,15
Kadar PTT selfing PTTS 0,09 0,03 -0,02 0,04 0,04 0,16 0,12 -0,04 -0,25 -0,20 -0,20 0,09 0,08 0,46*
Kadar PTT bukan selfing PTTBS 0,22 0,22 0,17 -0,40 0,36 0,37 0,36 0,35 -0,39 -0,40 -0,39 0,07 0,11 0,31
Penampilan tongkol PET 0,80** 0,73** 0,76** 0,38 0,75** 0,80** 0,79** 0,74** -0,04 0,23 0,25 0,80** 0,80** 0,41
Kekerasan biji KKB -0,04 0,04 -0,08 0,11 -0,02 0,10 0,07 -0,16 -0,35 -0,32 -0,35 -0,09 -0,08 0,33
Tekstur biji TB -0,03 0,02 -0,05 0,06 0,08 0,15 0,15 -0,07 -0,54* -0,50* -0,51* -0,11 -0,06 0,46*
Kemanisan biji KMB 0,05 0,10 0,00 -0,13 0,19 0,20 0,19 0,07 -0,37 -0,39 -0,39 -0,01 0,03 0,32
Tingkat penerimaan (kesukaan) TPKJM 0,22 0,30 0,14 0,25 0,27 0,35 0,33 0,15 -0,36 -0,27 -0,27 0,21 0,24 0,49*

51
52

52
Lampiran 12. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)

Kode Koefisien korelasi antar karakter


Peubah
peubah IPTTK P PH TTPB RB TTM TTUP PTTS PTTBS PET KKB TB KMB TPKJM
Indeks panen tongkol tanpa kelobot IPTTK 1
Produktivitas P 0,38 1
Potensi hasil PH 0,67** 0,57** 1
Tanaman terserang penyakit bulai TTPB 0,70** -0,04 0,67** 1
Rebah batang RB -0,70** -0,05 -0,62** -0,94** 1
Tanaman tidak menghasilkan TTM -0,79** -0,24 -0,70** -0,87** 0,81** 1
Tongkol terserang ulat penggerek TTUP -0,12 0,39 -0,03 -0,30 0,18 0,11 1
Kadar PTT selfing PTTS 0,38 0,08 0,20 0,38 -0,49* -0,13 -0,09 1
Kadar PTT bukan selfing PTTBS 0,33 0,11 0,45* 0,44 -0,52* -0,29 0,00 0,50* 1
Penampilan tongkol PET 0,48* 0,80** 0,73** 0,19 -0,24 -0,40 0,31 0,07 0,24 1
Kekerasan biji KKB 0,25 -0,08 0,19 0,45* -0,51* -0,24 0,00 0,56** 0,28 -0,05 1
Tekstur biji TB 0,43 -0,06 0,29 0,56** -0,67** -0,39 -0,03 0,56* 0,55* -0,05 0,82** 1
Kemanisan biji KMB 0,31 0,03 0,31 0,42 -0,55* -0,22 0,10 0,68** 0,84** 0,07 0,64** 0,84** 1
Tingkat penerimaan (kesukaan) TPKJM 0,47* 0,24 0,45* 0,48* -0,60** -0,35 0,16 0,64** 0,50* 0,20 0,83** 0,84** 0,82** 1
53

Lampiran 13. Layout petak percobaan pada lahan pertanaman jagung manis

Keterangan : V1 = Genotipe SD-3 U1 = Ulangan pertama


V2 = Varietas Super Sweet U2 = Ulangan ke-dua
V3 = Varietas Bonanza U3 = Ulangan ke-tiga
V4 = Varietas Sugar 75 U4 = Ulangan ke-empat
V5 = Varietas Sweet Boy
54

Lampiran 14. Tongkol jagung manis genotipe SD-3 (V1)

Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4

Lampiran 15. Tongkol jagung manis varietas Super Sweet (V2)

Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4


55

Lampiran 16. Tongkol jagung manis varietas Bonanza (V3)

Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4

Lampiran 17. Tongkol jagung manis varietas Sugar 75 (V4)

Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4


56

Lampiran 18. Tongkol jagung manis varietas Sweet Boy (V5)

Ket : U1 = ulangan ke-1, U2 = ulangan ke-2, U3 = ulangan ke-3, U4 = ulangan ke-4


57

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1989 di Padang Bolak,


Kabupaten Padang Lawas Utara (pemekaran dari Kab. Tapanuli Selatan), Provinsi
Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putra
dari Bapak Ir Birma Siregar dan Ibu Ir Hati Dermawan Siregar.
Penulis lulus dari SDN Sibatang Kayu pada tahun 2001, kemudian
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Padang Bolak dan lulus pada tahun
2004. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas dari SMA
Negeri 1 Padang Bolak Julu pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan S1
di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 dan diterima di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Pada tahun pertama kuliah, penulis menjabat sebagai ketua (komti) di
kelas B27 TPB dan juga menjadi ketua lorong 9 gedung C2 asrama putra TPB.
Pada periode 2007/2008 penulis aktif di organisasi kampus yaitu sebagai pengurus
pada Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia LDK DKM Al-Hurriyyah IPB.
Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa
Tapanuli Selatan (Imatapsel) Bogor dan menjabat wakil ketua pada periode
kepengurusan 2008/2009 serta menjabat ketua umum pada periode 2009/2010.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) Fakultas Pertanian IPB di Desa
Cipetung, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah pada bulan
Juni – Agustus tahun 2010. Kepanitiaan terakhir yang pernah diikuti oleh penulis
di kampus yaitu pada kegiatan Seminar dan Lokakarya Nasional Forum
Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se-Indonesia (FKPTPI) tahun 2013 yang
diselenggarakan di kampus IPB – Bogor.

You might also like