Professional Documents
Culture Documents
Produksi Bonanza Jagung Manis
Produksi Bonanza Jagung Manis
ARKANUDDIN SIREGAR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hasil dan
Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan
Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Arkanuddin Siregar
NIM A24070150
ABSTRAK
ARKANUDDIN SIREGAR. Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays
var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN.
ABSTRACT
ARKANUDDIN SIREGAR. Yield and Quality of Sweet Corn (Zea mays var.
saccharata Sturt.) SD-3 Genotype with Four Comparison Varieties in Bogor.
Supervised by MEMEN SURAHMAN.
This research was a trial step in order to study the potential of SD-3 sweet
corn genotype to be developed into high-yielding variety which is able to compete
with commercial varieties. The experiment used Randomized Complete Block
Design, single factor, with five treatments and four replications. The treatment
consisted of one sweet corn genotype (SD-3) and four comparison varieties (Super
Sweet, Bonanza, Sweet Boy, and Sugar 75). This experiment was aimed to
evaluate the appearance, yield and quality of SD-3 genotype with four comparison
varieties in Bogor by observing agronomic character in the field, vegetative and
generative growth, production potential as well as quantity and quality of crop.
Data was analyzed with ANOVA (F-test) then continued with Dunnet test
(α = 5 %) and Pearson correlation coefficient. The results of research showed that
there was a significant different in several quantitative variables of sweet corn.
Genotype treatment did not significantly affect on the productivity. Based on
comparative advantage, SD-3 genotype is better than all comparison varieties.
ARKANUDDIN SIREGAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, serta telah memberikan jalan dan kekuatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini. Skripsi
dengan judul Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata
Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor
disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Prof Dr Ir Memen Surahman, MscAgr selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan dan arahannya selama ini, yang dengan sabar dan bijaksana menuntun
penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian berikut skripsi ini. Penghargaan
berikut ucapan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MscAgr dan
Bapak Candra Budiman, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini, serta Bapak
Rahmat atas arahan dan bantuan yang diberikan pada saat berlangsungnya
penelitian di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Penulis juga sangat berterima
kasih kepada semua teman-teman yang telah mendukung, memberikan semangat
serta banyak membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian
hingga skripsi ini selesai, khususnya teman-teman dari Imatapsel Bogor dan
AGH. Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada Mama
dan Papa tercinta bersama adik-adik tersayang serta seluruh keluarga besar, atas
segala limpahan kasih sayang, doa, didikan, nasehat, dukungan, semangat,
kesabaran dan perhatiannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya saran dan kritik
yang membangun. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian.
Arkanuddin Siregar
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
2005). Ketersediaan benih bermutu yang dapat dijangkau oleh petani menjadi
permasalahan yang harus diperhatikan, berhubung harga benih jagung manis
masih relatif tinggi karena sebagian besar merupakan benih impor.
Menurut Iriany et al. (2011), ketersediaan benih bermutu dari varietas
yang telah dirilis oleh pemerintah masih relatif terbatas sehingga harga benihnya
mahal. Umumnya varietas yang beredar dirilis oleh perusahaan swasta yang
materi genetiknya merupakan hasil introduksi. Direktorat Jenderal Hortikultura
mengungkapkan bahwa total impor benih jagung manis pada tahun 2011 adalah
sebesar 744 301 kg dengan nilai impor 6 698 709 US $, sedangkan total ekspor
benih jagung manis 19 461 kg yang hanya bernilai 233 532 US $. Selanjutnya
pada tahun 2012 total impor benih jagung manis dikurangi yaitu menjadi
104 334.5 kg dengan nilai impor sebesar 2 817 032 US $, tetapi masih belum
dapat diimbangi dengan peningkatan jumlah ekspor benih jagung manis yang
hanya mencapai 40 151 kg senilai dengan 1 084 077 US $.
Permasalahan dalam mempertahankan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
produksi yang belum sepenuhnya dapat ditangani menyebabkan Indonesia belum
dapat bersaing di pasar dunia. Melalui pendekatan pemuliaan tanaman dapat
ditemukan beragam solusi, dimana pemuliaan tanaman berperan dalam
menghasilkan varietas unggul jagung manis yang memiliki daya hasil dan kualitas
hasil yang tinggi serta resisten terhadap hama dan penyakit penting. Selain itu,
kemampuan adaptasi dan tingkat toleransi terhadap kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan juga dapat ditingkatkan. Sehingga varietas unggul baru
jagung manis hasil pemuliaan tanaman diharapkan dapat digunakan secara luas
sehingga dapat mengurangi penggunaan benih impor.
Tujuan akhir dari pemuliaan tanaman yaitu dapat mengidentifikasi
genotipe unggul sehingga dapat dilepas sebagai varietas yang baru untuk
digunakan secara komersial oleh petani. Berbagai percobaan untuk genotipe-
genotipe yang memiliki heritabilitas tinggi dievaluasi kinerjanya di berbagai
macam kondisi lingkungan, pada beberapa musim dan tahun, dan di lokasi yang
berbeda-beda untuk bisa mencapai tujuan ini. Percobaan-percobaan tersebut
disebut sebagai uji daya hasil (Acquaah 2007).
Perumusan Masalah
suatu pengujian. Uji daya hasil adalah suatu tahapan pemuliaan tanaman yang
bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada genotipe
yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur atau kultivar unggul baru.
Genotipe SD-3 (Seleksi Darmaga-3) merupakan genotipe jagung manis
bersari bebas yang dirakit oleh Dr Fred Rumawas, pemulia dari IPB, dan
dipersiapkan untuk menjadi varietas baru. Dalam persiapan pelepasan varietas,
genotipe SD-3 perlu dievaluasi dalam hal penampilan, daya hasil dan kualitas
hasil sehingga genotipe SD-3 teruji berpotensi dan layak untuk dikembangkan
sebagai varietas unggul yang mempunyai nilai tambah dan daya saing yang tinggi.
Oleh karena itu, genotipe SD-3 harus dapat diperbandingkan dengan varietas
komersial jagung manis yang beredar luas di pasaran dan telah cukup lama
dikenal oleh petani jagung manis. Di daerah-daerah yang terdapat tempat-tempat
penelitian dan pengembangan tanaman pangan seperti di daerah Jawa Barat
mampu menghasilkan jagung manis (sweet corn) yang banyak digemari serta
semakin meluas dan berkembang. Kabupaten Bogor adalah salah satu sentra
produksi jagung manis, sehingga dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian ini
yang juga didukung oleh kondisi iklim dan topografi yang sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman jagung manis.
Tujuan
Hipotesis
Jagung manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) adalah tanaman herba
monokotil dan tanaman semusim (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis
atau sweet corn termasuk ke dalam famili Gramineae, subfamili Panicoideae dan
ordo Maydeae (Huelsen 1954). Jagung manis merupakan perkembangan dari
jagung tipe flint (jagung mutiara) dan jagung tipe dent (jagung gigi kuda)
(Leonard and Martin 1963).
Jagung manis memiliki daun-daun yang berukuran panjang, berbentuk rata
meruncing, dan memiliki tulang daun yang sejajar seperti daun-daun tanaman
monokotil pada umumnya. Perakaran jagung manis biasanya dangkal dan
berserabut (MacGillivray 1961). Jagung manis memiliki akar primer sebagai awal
memulai pertumbuhan tanaman, akar sekunder atau adventif yang berkembang
pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping, serta akar layang yang
tumbuh di atas permukaan tanah sebagai topangan untuk tumbuh tegak dan
membantu penyerapan hara. Batang tanaman tingginya berkisar antara 1.5 – 2.5 m
dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap
buku (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Jagung manis memiliki tipe pertumbuhan determinate, yaitu pertumbuhan
yang batang utamanya diakhiri dengan bunga. Perkembangan batang, daun, dan
akar diikuti oleh perkembangan bunga dan buah. Sehingga, semua tanaman yang
termasuk tipe pertumbuhan determinate, fase vegetatif dan reproduktifnya terjadi
beriringan (Edmond et al. 1957).
Jagung manis merupakan tanaman menyerbuk silang dengan tipe
pembungaan monoecious yakni bunga jantan dan bunga betina terpisah pada
bunga yang berbeda tetapi masih pada satu individu tanaman. Kemungkinan
terjadinya penyerbukan sendiri pada tanaman jagung kurang dari 1 %
(MacGillivray 1961). Bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (malai)
pada batang utama (poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai
perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini
memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis (Rubatzky dan
Yamaguchi 1998).
Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan
jagung biasa. Perbedaan antara keduanya terletak pada warna bunga jantan dan
bunga betina. Bunga jantan pada jagung manis berwarna putih sedangkan pada
jagung biasa berwarna kuning kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna
putih sedangkan jagung biasa berwarna merah. Perbedaan lainnya adalah jagung
manis berumur lebih genjah karena dipanen saat tongkol masih muda dan
memiliki tongkol lebih kecil daripada jagung biasa. Tongkol jagung manis
memiliki dua atau tiga pasang daun yang tumbuh di sisi kiri dan kanan yang
merupakan perpanjangan kelobot atau kulit buah (Palungkun dan Budiarti 2000).
Menurut Thompson dan Kelly (1957), hal yang membedakan antara jagung manis
dengan jagung lainnya yaitu dari kandungan gulanya yang tinggi pada stadia
masak susu dan permukaan kernel yang menjadi transparan dan berkerut
saat mengering.
5
Menurut Leonard dan Martin (1963) jagung manis merupakan salah satu
jenis jagung yang digolongkan berdasarkan sifat endospermanya. Endosperma
jagung manis mempunyai kadar gula lebih tinggi dibandingkan kadar pati,
transparan dan keriput pada saat kering. Keriputnya endosperma jagung manis
disebabkan oleh tingginya kadar sukrosa dalam biji saat proses pematangan.
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menjelaskan bahwa endosperma biji adalah
tempat menyimpan gula dan pati. Pengisian endosperma pada jagung manis mula-
mula adalah penimbunan gula, dan seiring dengan bertambahnya umur tanaman
patilah yang tertimbun. Gula endosperma utama adalah sukrosa dengan sedikit
glukosa, fruktosa dan maltosa. Komponen terbesar pati endosperma adalah
amilosa dan amilopektin.
Komposisi genetik pada jagung manis dan jagung tipe Dent hanya
dibedakan oleh satu gen resesif. Gen ini mencegah perubahan gula menjadi pati
(Jugenheimer 1958). Jumlah kromosom pada jagung manis sama dengan jumlah
kromosom pada jagung biasa yaitu 20 (Kaukis dan Davis 1986).
Jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus
su-1 (sugary-1), ini menyebabkan kandungan pati jagung manis mengalami
penurunan sehingga biji dari jagung manis menjadi keriput dan daya simpannya
menjadi berkurang dibandingkan jagung bijian. Pada jagung bijian, gen Su1 untuk
biji berpati dominan homozigous (Su1, Su1) sementara pada jagung manis gen
tersebut adalah resesif homozigous (su1, su1). Peningkatan kandungan gula pada
endosperma dipengaruhi oleh gen-gen resesif seperti gen peningkatan kandungan
gula (se1 – sugary enhancer), penyusut 2 (sh2 – shrunken 2), brittle 1 (bt-1),
brittle 2 (bt-2), amilosa extender (ae-1), dull-1 (du-1), dan waxy-1 (wx-1)
(Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Kadar gula dan pati pada endosperma jagung manis selain dipengaruhi
oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Kandungan sukrosa
pada endosperma jagung manis terus meningkat dari hari ke-5 sampai hari ke-15
setelah munculnya rambut tongkol dan kemudian menurun. Perubahan kadar gula
dan pati pada endosperma jagung manis terjadi akibat kandungan sukrosa yang
bersifat tidak mantap (Huelsen 1954). Kandungan gula tertinggi terdapat pada biji
yang berumur 16 hari setelah penyerbukan, sedangkan kandungan pati meningkat
pada 20 hari setelah penyerbukan kemudian konstan (Kaukis dan Davis 1986).
Jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah dengan syarat
drainase baik. Tanaman jagung manis tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara
5.5 – 7.0 tetapi pertumbuhan yang baik dan keefisienan pemupukan diperoleh
pada pH 6.0 – 6.5. Tanaman jagung manis dapat beradaptasi pada kondisi iklim
yang luas (Thompson dan Kelly 1957). Menurut MacGillivray (1961), tanaman
ini peka terhadap tanah masam dan tidak toleran terhadap embun beku (frost).
Tanah yang baik untuk jagung manis adalah gembur dan subur, karena
tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik
pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolaan yang baik. Tanah
6
pembungaan pada tanaman jagung manis. Menurut Koswara (1985), umur panen
dipengaruhi oleh umur berbunga. Tanaman yang lebih cepat berbunga akan
memiliki umur panen lebih genjah.
Menurut MacGillivray (1961), pertumbuhan jagung manis yang baik
memerlukan suhu yang hangat, sampai kurang lebih satu minggu sebelum panen.
Cuaca dingin diperlukan pada saat menjelang panen, karena hal ini dapat
meningkatkan kualitas jagung manis. Suhu yang tinggi dapat mempercepat
perubahan gula menjadi pati yang dapat mengurangi kualitas jagung manis.
Fase generatif berlangsung cepat. Pada fase ini sebagian besar energi
dipakai dalam penyempurnaan serbuk sari dan tongkol. Tongkol yang baik
mengandung 700 – 1000 bakal biji. Pada keadaan optimum semua bakal biji
berpotensi untuk menjadi biji. (Koswara 1985). Kualitas tongkol dapat ditentukan
dengan membuka kelobot dan memeriksa penampilan dari biji. Tongkol yang baik
adalah tongkol yang terisi penuh dan mengkilap, biji yang matang susu namun
cukup kuat saat ditekan. (MacGillivray 1961).
Jagung manis mempunyai ciri-ciri yaitu biji yang masih muda bercahaya
dan berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak akan menjadi
kering dan berkeriput. Umur jagung manis antara 60 – 70 hari, namun pada
dataran tinggi yaitu 400 meter di atas permukaan laut atau lebih, biasanya bisa
mencapai 80 hari (Aak 2010).
Pemanenan untuk mendapatkan kualitas terbaik dilakukan pada saat fase
masak susu (Thompson dan Kelly 1957). Pemanenan dilakukan pada saat tongkol
terisi sempurna, yang biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang
mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Waktu
pemanenan yang paling baik adalah pada waktu dini hari atau pada waktu malam
hari karena dapat membantu menurunkan panas lapangan serta menghemat waktu
dan energi untuk pendinginan pasca panen (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Menurut Harjadi (1986), pada umumnya produktivitas akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya populasi karena tercapainya penggunaan cahaya
secara maksimal di awal pertumbuhan. Namun peningkatan populasi ini ada
batasnya, yaitu sampai tidak terjadi kompetisi yang merugikan antara tanaman
dalam mendapatkan hara maupun unsur-unsur lingkungan lainnya.
Budidaya jagung manis pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara
budidaya jagung biasa (Thompson dan Kelly 1957). Komponen teknologi budi
daya jagung pada prinsipnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu (1) komponen
teknologi yang mempunyai adaptasi luas, seperti varietas, cara tanam, kerapatan
tanaman, serta pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan (2) komponen
teknologi yang mempunyai adaptasi sempit atau bersifat spesifik lokasi, seperti
persiapan lahan yang mencakup pengolahan tanah dan konservasi lahan dengan
kemiringan > 8 %, serta pemupukan. Komponen teknologi budi daya jagung
mencakup: persiapan lahan, varietas unggul, populasi dan pengaturan tanam,
pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan yang tepat,
dan pasca panen (Sudaryono et al. 1996). Metode pemuliaan untuk jagung biasa
dapat dipergunakan pada jagung manis, hanya berbeda pada tujuan seleksi dan
evaluasi hasilnya dimana pada jagung manis lebih ditekankan pada kualitas
(Kaukis dan Davis 1986).
BAHAN DAN METODE
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe SD-3
yang merupakan jagung manis bersari bebas. Varietas jagung manis bersari bebas
dan hibrida yang digunakan sebagai varietas pembanding yaitu Super Sweet,
Bonanza, Sweet Boy, dan Sugar 75 (SG 75). Deskripsi dan karakteristik jagung
manis genotipe SD-3 serta keempat varietas pembanding yang dievaluasi dalam
penelitian ini disampaikan pada Lampiran 1 – 6.
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk urea 300 kg/ha,
pupuk KCl 200 kg/ha, pupuk SP-36 200 kg/ha, dan pupuk kandang 15 ton/ha.
Kapur diberikan dengan dosis 1.5 ton/ha. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peralatan budidaya tanaman standar, timbangan, jangka
sorong, meteran, dan refraktometer untuk mengukur kadar Padatan Total Terlarut
(PTT) pada biji jagung manis. Untuk melakukan penyerbukan sendiri dibutuhkan
kantong kertas, spidol, dan stapler.
Metode Penelitian
Yij = + i + j + ij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= rataan umum
i = pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5)
j = pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4)
ij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
9
Pelaksanaan Penelitian
Luas lahan yang digunakan untuk pertanaman adalah 400 m2. Lahan
diolah satu minggu sebelum penanaman dengan diberikan kapur dan pupuk
kandang kemudian diratakan dan dibagi menjadi empat blok. Masing-masing blok
terdiri atas lima plot. Setiap plot berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar plot 0.5 m dan
jarak antar blok 1.5 m. Dalam satu plot terdapat lima baris tanaman dengan jarak
tanam 70 cm x 25 cm. Layout petak percobaan ditampilkan pada Lampiran 13.
Benih yang ditanam yaitu dua benih setiap lubang. Sebelum ditanam, benih diberi
perlakuan fungisida berbahan aktif Metalaxyl 35% dengan dosis 2 g/kg benih.
Pupuk dasar diberikan satu minggu setelah tanam dengan dosis setengah pupuk
urea yaitu sekitar 150 kg/ha, serta seluruh dosis pupuk KCl 200 kg/ha dan SP-36
200 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan sistem tugal berjarak 5 – 7 cm dari
lubang tanaman.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, pengairan,
penjarangan, pembumbunan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama serta
penyakit. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pengairan dilakukan untuk
mencegah tanaman kekurangan air dikarenakan curah hujan yang rendah.
Pengairan diberikan sebanyak dua kali setiap minggu selama musim pertanaman
dengan cara menggenangi parit-parit yang terletak di antara petak-petak
percobaan. Tanaman jagung manis dibumbun pada saat 3 MST. Pemupukan
kedua yaitu pemberian urea sisa dengan dosis 150 kg/ha dilakukan saat tanaman
berumur 4 MST. Pengendalian hama yaitu dengan pemberian pestisida berbahan
aktif Carbofuran ± 5 butir per lubang tanam saat penanaman. Pengendalian
penyakit bulai dilakukan dengan pencabutan atau eradikasi terhadap tanaman
terjangkit untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran lebih luas.
Penyerbukan sendiri dilakukan pada dua tanaman selain tanaman contoh di
setiap petak satuan percobaan saat tanaman berumur 46 – 53 HST. Persiapan
penyerbukan buatan dilakukan dengan cara menutup malai dengan kantong kertas
saat anther mulai pecah bagian porosnya dan menutup tongkol dengan kantong
plastik transparan sebelum tongkol keluar rambut. Penyerbukan dilakukan pada
saat tongkol sudah muncul rambut yang siap diserbuki dengan panjang > 2 cm.
Tongkol yang sudah diserbuki ditutup menggunakan kantong kertas. Tongkol
yang diserbuki sendiri digunakan sebagai sampel pengukuran kadar PTT.
Pemanenan dilakukan pada stadia masak susu saat tongkol jagung sudah
terisi sempurna ditandai oleh rambut tongkol yang sudah berwarna coklat
kehitaman dan mengering (sekitar 18 – 22 hari setelah penyerbukan). Umur panen
disamakan pada 73 HST karena pada sebagian tanaman yang produktif telah siap
panen lebih awal dan akan kehilangan masa optimal konsumsi jagung manis jika
waktu panennya diperlambat. Setelah pemanenan dilakukan pengukuran kadar
PTT dengan menggunakan refraktometer pada dua tongkol hasil penyerbukan
sendiri dan tiga tongkol yang bukan hasil penyerbukan sendiri dari setiap plot.
10
Pengamatan
1 = Runcing
2 = Runcing ke bulat
3 = Bulat
4 = Bulat ke lidah
5 = Lidah
3. Warna pangkal batang, diamati pada saat yang bersamaan dengan pengamatan
bentuk ujung daun pertama.
4. Tanaman yang terserang penyakit bulai per plot (%)
5. Umur muncul tassel (HST), dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk
sari (pollen) 50% jumlah tanaman masing-masing plot.
6. Warna malai (anther)
7. Lama produksi pollen (hari), dihitung sejak hari pertama terlepasnya serbuk
sari sampai hari terakhir serbuk sari dihasilkan pada setiap malai.
8. Interval waktu anthesis dengan silking (hari), merupakan perbedaan atau
rentang waktu yang dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk sari
sampai rambut tongkol telah keluar.
9. Umur reseptif (HST), dihitung ketika rambut telah keluar (silking) sepanjang
> 2 cm 50 % jumlah tanaman masing-masing plot.
10. Warna rambut tongkol
11. Warna daun, diamati dengan menggunakan bagan warna daun (BWD)
sebelum tanaman berbunga yaitu pada umur antara 40-42 HST.
12. Panjang daun (cm), diukur dari buku tempat melekatnya daun sampai dengan
ujung daun. Pengukuran daun pada daun di atas tongkol (yang paling atas)
setelah tanaman berbunga.
13. Lebar daun (cm), diukur pada daun yang sama yang digunakan untuk
mengukur panjang daun, diambil dari titik tengah panjang daun.
14. Tinggi tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai dasar malai
pada saat pertumbuhan vegetatif berhenti setelah tanaman berbunga.
15. Tinggi tongkol utama (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai buku di
mana tongkol teratas berada, diamati pada waktu yang sama dengan tinggi
tanaman.
11
16. Warna batang, ditunjukkan sampai tiga warna batang sesuai dengan frekuensi.
Diamati di antara 2 tongkol teratas pada saat berbunga.
1 = Hijau
2 = Kemerahan (sunred)
3 = Merah
4 = Ungu
5 = Coklat
17. Diameter batang (cm), diukur pada batang 10 cm di atas permukaan tanah
setelah tassel muncul.
18. Bentuk batang, pengamatan dilakukan untuk melihat apakah bentuk batang
tanaman bulat atau pipih. Batang tersebut diamati pada waktu dan posisi
lingkar batang yang sama dengan pengukuran diameter batang.
19. Rebah batang (%), dihitung pada tanaman yang mengalami patah pada batang
bagian bawah tongkol dan dihitung pada saat 2 minggu sebelum panen.
20. Tanaman sehat yang tumbuh (%)
21. Tanaman yang dipanen (%)
22. Tanaman tidak menghasilkan (%), dihitung pada tanaman yang tidak dapat
atau belum menghasilkan tongkol yang layak dipanen.
23. Bobot tajuk atas, diambil dari 10 tanaman contoh.
24. Jumlah tongkol berkelobot per plot.
25. Bobot seluruh tongkol berkelobot yang dipanen per plot.
26. Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot yang dipanen per plot.
27. Bobot per tongkol dengan kelobot (g), tongkol ditimbang beserta seluruh
kelobotnya.
28. Bobot per tongkol tanpa kelobot (g), tongkol ditimbang tanpa kelobot dan
tangkai tongkol.
29. Panjang tongkol (cm), yaitu diukur dari pangkal muncul biji sampai dengan
ujung tongkol.
30. Diameter tongkol (cm), diukur pada tiga bagian yaitu pada pangkal. tengah.
dan ujung tongkol.
31. Bentuk tongkol, diamati pada tongkol paling atas.
1 = Mengerucut
2 = Silindris mengerucut
3 = Silindris
32. Warna biji
1 = Putih
2 = Krem
3 = Kuning muda
4 = Kuning
5 = Oranye
6 = Ujung putih
33. Jumlah baris biji pada tongkol
34. Jumlah biji per baris pada tongkol
35. Tongkol yang terserang ulat penggerek (%)
36. Kadar Padatan Total Terlarut (PTT) pada biji jagung manis hasil penyerbukan
sendiri (oBriks). Kadar PTT dalam biji jagung manis diukur dengan cara
mencacah biji jagung manis kemudian diambil sarinya dan diteteskan pada
12
prisma refraktometer. Kadar PTT akan terbaca pada alat tersebut dan
dinyatakan dalam oBriks.
37. Kadar PTT pada biji jagung manis yang bukan merupakan hasil penyerbukan
sendiri (oBriks).
38. Nilai mutu atau intensitas sifat sensoris yang spesifik dan sifat hedonik pada
jagung manis berdasarkan uji organoleptik. Tipe pengujian yang dipergunakan
adalah tipe uji skoring. Uji skor dilakukan oleh 10 orang panelis (responden)
terhadap sampel (bahan uji) jagung manis dengan cara memberikan penilaian
menggunakan skala numerik berupa skor 1 – 5 (Lampiran 8). Atribut sifat jagung
manis yang dinilai adalah sebagai berikut.
a. Penampilan tongkol jagung manis
b. Kekerasan biji jagung manis
c. Tekstur biji jagung manis
d. Kemanisan biji jagung manis
e. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis
39. Indeks Panen Tongkol dengan Kelobot
bobot 10 tongkol dengan kelobot
Rumus =
bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol dengan kelobot
Daya tumbuh adalah peubah yang pertama kali diamati, yaitu pada saat
tanaman berumur 9 HST. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan genotipe
berpengaruh sangat nyata terhadap peubah daya tumbuh tanaman jagung manis.
Pada genotipe SD-3 jumlah tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dan muncul
ke permukaan tanah adalah sebanyak 96.06 % dari jumlah benih yang ditanam.
Angka ini merupakan jumlah yang terbesar jika dibandingkan dengan keempat
varietas pembanding. Berdasarkan perbandingan nilai tengah dengan uji Dunnet
pada taraf nyata 5 %, daya tumbuh genotipe SD-3 (96.06 %) berbeda nyata lebih
besar terhadap varietas pembanding Bonanza (84.39 %) dan Sweet Boy
(90.64 %). Pada varietas pembanding Super Sweet (91.74 %) dan Sugar 75
(93.19 %) tidak ditemukan perbedaan yang nyata dengan genotipe SD-3. Menurut
Basry (2003) daya tumbuh tanaman di lapang dapat dipengaruhi oleh lingkungan
dan sifat genetik. Umumnya benih yang memiliki daya tumbuh lebih dari 80 %
mampu tumbuh baik pada lingkungan yang optimum, karena viabilitas dan
ketegaran benih lebih baik.
Selain karena pengaruh genetik dan lingkungan, diduga perbedaan daya
tumbuh di antara genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding juga disebabkan
oleh adanya perbedaan laju penurunan viabilitas dan vigor benih yang mungkin
dipengaruhi oleh umur simpan benih jagung manis. Menurut Justice dan Bass
(2002) beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih dintaranya
adalah: jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu
lingkungan di lapangan, penanganan panen, dan kondisi penyimpanan benih.
Tabel 2. Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Warna pangkal batang
Genotipe Daya tumbuh (%)
(% hijau)
SD-3 96.06 91.25
Super Sweet 91.74 100.00
Bonanza 84.39* 100.00
Sugar 75 93.19 100.00
Sweet Boy 90.64* 98.75
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Warna pangkal batang pada tanaman jagung manis adalah dominan hijau,
yang diamati pada saat tanaman masih memiliki daun pertama. Namun
bebeberapa tanaman muncul dengan penampilan berbeda, yaitu dengan pangkal
batang yang berwarna keunguan. Penyimpangan yang demikian membuat tingkat
keseragaman penampilan tanaman menjadi rendah (menurun). Dampak tersebut
terlihat pada kelompok jagung manis genotipe SD-3 dan varietas Sweet Boy
dengan persentase keseragaman yang hanya 91.25 % dan 98.75 %. Pada varietas
Super Sweet, Bonanza dan Sugar 75 diperoleh tingkat keseragaman tanaman yang
sangat tinggi yaitu mencapai 100 %, di mana keseluruhan tanaman muda yang
diamati pangkal batangnya seragam berwarna hijau. Karena nilai yang tidak
16
berbeda nyata, maka genotipe SD-3 dan semua varietas pembanding dapat
menunjukkan penampilan (ciri) yang sama dalam hal warna pangkal batang.
Peubah tersebut merupakan salah satu karakter kualitatif dalam pengamatan
jagung manis.
Beberapa peubah lainnya yang bersifat kualitatif yaitu : bentuk ujung daun
pertama, warna daun, warna malai (anther), warna rambut tongkol, warna batang,
bentuk batang, bentuk tongkol dan warna biji. Hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa perlakuan genotipe tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap peubah-peubah tersebut. Dengan demikian, percobaan ini
tidak dapat menunjukkan beda nyata karakter kualitatif tanaman jagung manis di
antara semua perlakuan.
pengamatan secara visual cukup sulit membedakan bentuk batang yang bulat atau
pipih (elips) jika hanya melihat penampang horizontal batang.
Bentuk tongkol dan warna biji merupakan bagian penting dari penilaian
kualitas hasil jagung manis. Jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembanding mempunyai tongkol yang berbentuk silindris mengerucut dengan biji
yang berwarna kuning. Ukuran tongkol mempengaruhi penampilan tongkol
jagung manis. Diameter tongkol pada bagian pangkal dan tengah tampak tidak
berbeda, kemudian diikuti dengan diameter yang semakin mengecil dari bagian
tengah ke ujung tongkol. Ukuran tongkol yang demikian menampilkan bentuk
yang berupa tabung (silinder) dengan ukuran yang semakin meruncing
(mengerucut) ke bagian ujung tongkol. Lampiran 14 – 18 menggambarkan
penampilan tongkol tanpa kelobot dari genotipe dan varietas jagung manis yang
mewakili masing-masing petak percobaan.
Tabel 4. Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang
pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Tinggi tanaman Tinggi tongkol Diameter batang
Genotipe
(cm) utama (cm) (cm)
SD-3 157.36 75.64 1.47
Super Sweet 174.24 90.50 1.54
Bonanza 142.95 54.47 1.44
Sugar 75 136.38 42.65* 1.49
Sweet Boy 190.42 97.96 1.62
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Tinggi tanaman pada genotipe SD-3 adalah 157.36 cm, tidak berbeda
nyata terhadap ukuran tanaman varietas pembanding yang tingginya 174.24 cm
(Super Sweet), 142.95 cm (Bonanza), 136.38 cm (Sugar 75) dan 190.42 cm
(Sweet Boy). Ukuran tanaman tertinggi dimiliki oleh varietas Sweet Boy (190.42
cm) dan terendah dimiliki oleh varietas Sugar 75 (136.38 cm). Menurut
Goldsworthy (1975), tanaman jagung yang pendek dapat ditanam pada tingkat
kerapatan tinggi dan tidak mudah rebah sehingga memiliki produktivitas lebih
tinggi daripada tanaman jagung yang tinggi.
Pengurangan tinggi tanaman jagung dan tinggi tongkol jagung
berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil dan indeks panen jagung.
18
Tabel 5. Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding
Genotipe Panjang daun (cm) Lebar daun (cm)
SD-3 72.45 7.90
Super Sweet 81.28 7.81
Bonanza 73.62 8.32
Sugar 75 79.98 8.07
Sweet Boy 83.73 7.93
Dengan ukuran panjang dan lebar daun yang tidak berbeda nyata diduga
daun pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding akan memiliki luasan
yang relatif sama, sehingga peluang dan potensi tanaman dalam efisiensi
penyerapan cahaya matahari dan efektifitas proses fotosintesis juga hampir sama.
Hal ini sesuai dengan pendapat Martajaya (2009) bahwa dengan luas daun yang
tidak berbeda, juga tentunya menghasilkan bobot kering yang relatif sama, karena
fotosintat yang dihasilkan juga relatif sama. Menurut Mahfudz dan Isrun (2006),
luas daun nyata berkorelasi dengan pembentukan panjang dan diameter tongkol
serta bobot biji per tongkol.
Ukuran daun mempunyai hubungan yang berbanding lurus terhadap
ukuran tanaman, bobot tanaman, ukuran tongkol, bobot tongkol dan kapasitas
pengisian biji pada tongkol. Tanaman dengan daun berukuran lebih luas akan
mempunyai kemampuan dan kesempatan lebih besar dalam proses fotosintesis
yang berpengaruh terhadap peningkatan ukuran tanaman, karena penimbunan
fotosintat pada stadia vegetatif lebih tinggi. Selama stadia generatif berlangsung,
potensi fotosintat yang ditimbun ke tongkol juga akan lebih besar dan akan
berkontribusi meningkatkan ukuran dan bobot tongkol dengan biji penuh dan
lebih banyak. Kapasitas pengisisan biji dapat dilihat dari peubah jumlah baris biji
dan jumlah biji per baris pada tongkol. Dengan demikian, semakin luas ukuran
daun tanaman diduga semakin berpengaruh dalam meningkatkan daya hasil
tanaman dengan kualitas tongkol yang lebih baik.
Umur Berbunga
Tabel 6. Nilai tengah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi pollen
dan selang waktu anthesis dengan silking pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding
Umur muncul Umur reseptif Lama produksi Anthesis silking
Genotipe
tassel (HST) (HST) pollen (hari) interval (hari)
SD-3 53.0 57.8 5.2 3.8
Super Sweet 54.3 61.0 5.7 5.1
Bonanza 54.0 55.3 5.2 0.9
Sugar 75 54.0 55.8 5.3 1.3
Sweet Boy 53.0 57.3 5.4 4.4
Rambut tongkol biasanya muncul 1 – 3 hari setelah sari mulai tersebar dan
siap diserbuki (reseptif) ketika keluar dari kelobot (Rubatzky and Yamaguchi
(1998). Hallauer dan Russel (1993) menjelaskan bahwa pemunculan putik
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tanah dan kandungan hara tanah. Pada kondisi
optimum, putik tumbuh sempurna selama 2 – 3 hari. Pada suhu rendah, lama
pertumbuhan menjadi 5 – 7 hari. Pada kondisi yang ekstrim, pemunculan putik
dapat terhambat dan tidak sempurna.
Rata-rata perbedaan waktu terlepasnya serbuk sari (anthesis) dengan
waktu keluarnya rambut tongkol (silking) pada jagung manis genotipe SD-3 yaitu
sekitar 3.8 hari, dan tidak signifikan terhadap varietas pembanding. Perbedaan
yang nyata hanya berlaku di antara keempat varietas pembanding. Selisih waktu
yang paling cepat yaitu 0.9 hari pada varietas Bonanza, sedangkan yang terlama
terjadi pada varietas Super Sweet yang mencapai hingga 5.1 hari. Walaupun
demikian, kemunculan rambut tongkol tersebut masih dalam rentang waktu pollen
sedang diproduksi oleh malai pada tanaman yang sama. Sehingga rambut tongkol
jagung manis genotipe SD-3 dan keempat varietas pembanding masih siap dan
dapat diserbuki pada masa produktif dihasilkannya pollen. Basry (2003)
melaporkan bahwa selisih umur berbunga pada tanaman jagung manis
dipengaruhi oleh sifat genetiknya. Adanya cekaman lingkungan akan
memperpanjang selisih umur berbunga.
Apabila perbedaan (interval) waktu antara anthesis dengan silking semakin
lama maka akan memperkecil kemungkinan rambut tongkol dapat diserbuki
karena jumlah pollen yang diproduksi akan terus berkurang atau bahkan habis.
Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan dan kesempatan setiap
individu tanaman dalam proses pengisian biji pada tongkol. Semakin singkat
rentang waktunya dengan nilai interval yang lebih kecil akan memperbesar
peluang terjadinya penyerbukan secara menyeluruh dan sempurna yang akan
menghasilkan tongkol berbiji penuh. Agusta dan Santosa (2005) menegaskan
bahwa tingkat keberhasilan pembungaan akan sangat menentukan tingkat
produksi biji yang dapat dihasilkan tanaman.
bahwa jagung manis genotipe SD-3 berpotensi untuk menghasilkan tongkol yang
berukuran relatif sama dengan empat varietas pembanding, dengan panjang dan
diameter tongkol yang tidak berbeda nyata. Pengamatan terhadap diameter
tongkol yang diukur pada tiga bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung bertujuan
untuk mendapatkan gambaran tentang bentuk tongkol. Panjang dan diameter
tongkol jagung manis yang diamati dalam percobaan ini tergolong kecil.
Tabel 7. Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah,
ujung) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembanding
Diameter Diameter Diameter
Panjang
Genotipe tongkol bagian tongkol bagian tongkol bagian
tongkol (cm)
pangkal (cm) tengah (cm) ujung (cm)
SD-3 12.33 3.46 3.45 2.82
Super Sweet 12.50 3.38 3.47 2.69
Bonanza 14.83 3.70 3.73 2.97
Sugar 75 13.83 3.66 3.61 2.93
Sweet Boy 13.52 3.59 3.60 2.92
Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol
Jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol merupakan
peubah-peubah yang termasuk komponen hasil dalam produksi jagung manis.
Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah baris biji pada
tongkol, tetapi pada peubah jumlah biji per baris pengaruhnya tidak nyata.
Tabel 8. Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol
jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Jumlah baris biji pada Jumlah biji per baris pada
Genotipe
tongkol (baris) tongkol (biji/baris)
SD-3 14.23 22.50
Super Sweet 12.65* 23.73
Bonanza 13.90 26.43
Sugar 75 12.83* 24.48
Sweet Boy 12.95* 27.13
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Genotipe SD-3 mempunyai jumlah baris paling banyak yaitu 14.23 baris
pada suatu tongkol. Angka tersebut berbeda nyata apabila dibandingkan dengan
varietas pembanding Super Sweet (12.65 baris), Sugar 75 (12.83 baris), dan Sweet
Boy (12.95 baris), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding
Bonanza (13.90 baris). Tidak seperti yang terjadi pada peubah jumlah baris,
sebaliknya genotipe SD-3 memiliki jumlah biji per baris paling kecil dengan nilai
tengah 22.50 biji per baris. Jumlah biji per baris pada varietas pembanding yaitu
23.73 – 27.13 biji per baris.
Tongkol yang lebih panjang dan diameter lebih besar menandakan tongkol
tersebut mempunyai biji yang lebih banyak. Pertambahan ukuran tongkol
pengaruhnya sangat nyata terutama pada penghitungan jumlah biji per baris, tetapi
tidak terlalu tampak pada peubah jumlah baris biji. Diameter tongkol paling besar
tidak selalu dapat menjamin bahwa tongkol tersebut akan mempunyai jumlah
baris biji yang paling banyak. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor ukuran
biji pada masing-masing genotipe atau varietas yang dievaluasi.
Terdapat korelasi positif antara peubah panjang tongkol dengan peubah
jumlah biji per baris, sehingga semakin panjang tongkol maka jumlah biji per
baris pada tongkol pun semakin banyak dan sebaliknya. Seperti yang terjadi pada
genotipe SD-3 yang memiliki tongkol paling pendek ternyata memiliki jumlah biji
per baris paling sedikit. Panjang tongkol merupakan karakter yang paling tegas
23
Tabel 9. Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa
kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan
empat varietas pembanding
Bobot per tongkol Bobot per tongkol
Genotipe Bobot tajuk atas (g)
dengan kelobot (g) tanpa kelobot (g)
SD-3 119.58 78.78 243.49
Super Sweet 100.55 70.24 227.45
Bonanza 151.30 108.50 291.53
Sugar 75 163.53 109.88 341.46
Sweet Boy 130.61 91.06 324.03
Bobot tajuk atas jagung manis berkisar antara 227.45 – 341.46 g, dan
tanaman jagung manis genotipe SD-3 mempunyai bobot tajuk atas yaitu 243.49 g.
Kisaran nilai tengah bobot tajuk atas yang demikian tergolong rendah. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif kurang baik dan
pada akhir fase generatif hingga panen tanaman jagung manis kekurangan suplai
air karena rendahnya curah hujan dan evapotranspirasi yang berlebihan. Sehingga
tajuk tanaman mengalami kekeringan yang cukup drastis dan kehilangan bobot
basah tajuk yang cukup besar. Menurut Badami dan Amzeri (2011), cekaman
kekeringan pada fase reproduktif menyebabkan penurunan jumlah biji, bobot
kering biji, bobot kering tongkol, bobot kering akar, bobot kering batang.
Peningkatan bobot tajuk atas sejalan dengan peningkatan bobot setiap
tongkol jagung manis, dan secara visual ditandai dengan ukuran tongkol yang
lebih besar dibandingkan tongkol pada tanaman yang bobot tajuknya rendah.
Terdapat proporsi bobot untuk tongkol dalam bobot setiap tajuk tanaman, karena
tongkol tersebut ikut dihitung dalam penimbangan tajuk atas tanaman. Sehingga
dengan meningkatnya bobot tajuk tanaman memungkinkan bobot tongkol juga
meningkat sampai batasan tertentu.
24
Tabel 10. Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta
bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung
manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
JTDP
Genotipe TDP (%) BSTDK (Kg) BSTTK (Kg)
(tongkol)
SD-3 30.98 59.0 6.81 4.54
Super Sweet 27.05 50.8 5.63 3.94
Bonanza 23.96* 35.5* 5.81 4.26
Sugar 75 19.28* 38.3 6.05 4.01
Sweet Boy 27.84 53.0 6.15 4.29
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%; TDP: tanaman yang dipanen; JTDP: jumlah tongkol dipanen;
BSTDK: bobot seluruh tongkol dengan kelobot; BSTTK: bobot seluruh tongkol tanpa kelobot.
25
jagung manis yang diukur berdasarkan peubah bobot kotor per plot dan bobot
bersih per plot pada genotipe SD-3 yang dievaluasi dinyatakan tidak berbeda
dengan empat varietas pembanding.
Tabel 11. Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol
tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembandinga
Indeks panen Indeks panen Produktivitas Potensi hasil
Genotipe tongkol tongkol tanpa (ton tongkol tanpa (ton tongkol
berkelobot kelobot kelobot/ha) berkelobot/ha)
SD-3 0.283 0.205 2.19 10.32
Super Sweet 0.233* 0.170 1.90 10.07
Bonanza 0.316 0.247 2.05 14.49
Sugar 75 0.301 0.223 1.93 15.87
Sweet Boy 0.263 0.199 2.06 10.58
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Tabel 12. Nilai tengah tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang terserang bulai,
rebah batang, tanaman tidak menghasilkan dan jumlah tongkol yang
terserang ulat penggerek pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembandinga
Genotipe TST (%) TTPB (%) RB (%) TTM (%) TTUP (%)
SD-3 40.03 30.05 18.36 11.55 21.70
Super Sweet 41.61 22.98 18.89 16.92 21.81
Bonanza 21.30* 58.22* 2.38* 4.36 19.09
Sugar 75 22.43* 65.38* 3.15* 4.08 15.04
Sweet Boy 39.85 24.01 19.65 13.86 19.83
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%; TST: tanaman sehat yang tumbuh; TTPB: tanaman yang
terserang penyakit bulai; RB: rebah batang; TTM: tanaman yang tidak menghasilkan;
TTUP: tongkol yang terserang ulat penggerek.
Tabel 13. Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen
hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Kode Koefisien korelasi antar karakter a
Peubah
peubah P PH IPTTK IPTDK BSTTK BSTDK
Produktivitas P 1
Potensi hasil PH 0,57** 1
Indeks panen tongkol tanpa kelobot IPTTK 0,38 0,67** 1
Indeks panen tongkol dengan kelobot IPTDK 0,30 0,60** 0,96** 1
Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot BSTTK 1,00** 0,57** 0,38 0,30 1
Bobot seluruh tongkol dengan kelobot BSTDK 0,99** 0,56** 0,35 0,29 0,99** 1
Bobot per tongkol tanpa kelobot BPTTK 0,62** 0,89** 0,75** 0,63** 0,62** 0,59**
Bobot per tongkol dengan kelobot BPTDK 0,60** 0,91** 0,74** 0,64** 0,60** 0,59**
Bobot tajuk atas BTA 0,62** 0,83** 0,56* 0,42 0,62** 0,61**
Jumlah baris biji pada tongkol JBB 0,46* 0,22 0,43 0,45* 0,46* 0,45*
Jumlah biji per baris pada tongkol JBPB 0,65** 0,70** 0,57** 0,38 0,65** 0,61**
Diameter tongkol bagian ujung DTU 0,58** 0,71** 0,66** 0,53* 0,58** 0,56*
Diameter tongkol bagian tengah DTT 0,59** 0,75** 0,64** 0,49* 0,59** 0,57**
Diameter tongkol bagian pangkal DTP 0,63** 0,74** 0,69** 0,56* 0,63** 0,61**
Panjang tongkol PT 0,59** 0,81** 0,81** 0,67** 0,59** 0,55*
Jumlah tongkol yang dipanen JTDP 0,58** -0,26 -0,36 -0,37 0,58** 0,62**
Tanaman yang dipanen TDP 0,55* -0,31 -0,38 -0,39 0,55* 0,58**
Tanaman sehat yang tumbuh TST 0,27 -0,52* -0,66** -0,67** 0,27 0,30
Tanaman tidak menghasilkan TTM -0,24 -0,70** -0,79** -0,80** -0,24 -0,22
Rebah batang RB -0,05 -0,62** -0,70** -0,76** -0,05 -0,02
Tanaman terserang penyakit bulai TTPB -0,04 0,67** 0,70** 0,75** -0,04 -0,05
Lebar daun LD 0,70** 0,71** 0,61** 0,50* 0,70** 0,67**
Panjang daun PD 0,40 0,29 -0,02 -0,17 0,40 0,39
Diameter batang DB 0,75** 0,50* 0,15 -0,01 0,75** 0,74**
Tinggi tongkol utama TTU 0,35 -0,31 -0,46* -0,60** 0,35 0,33
Tinggi tanaman TT 0,52* -0,02 -0,26 -0,42 0,52* 0,51*
Anthesis silking interval ASI -0,43 -0,75** -0,87** -0,85** -0,43 -0,41
Lama produksi pollen LPP -0,13 -0,10 -0,44 -0,53* -0,13 -0,15
Umur Reseptif UR -0,53* -0,74** -0,67** -0,59** -0,53* -0,51*
Umur Muncul Tassel UMT -0,53* -0,34 -0,28 -0,15 -0,53* -0,52*
Daya tumbuh DT 0,26 0,00 -0,33 -0,23 0,26 0,35
a
**: sangat nyata, *: nyata.
31
tinggi tanaman, akan semakin meningkatkan daya hasil per tanaman. Tanaman
yang tinggi dapat mempersiapkan organ vegetatifnya lebih baik, sehingga
fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak. Mahfudz dan Isrun (2006)
melaporkan bahwa hasil analisis korelasi antara komponen tumbuh dan komponen
hasil tanaman jagung menunjukkan antara komponen tumbuh dan komponen hasil
tanaman jagung mempunyai nilai koefisien korelasi yang nyata.
Padatan terlarut total (PTT) merupakan salah satu kriteria penentu kualitas
jagung manis. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah kadar
PTT biji tongkol hasil penyerbukan sendiri (selfing) dan kadar PTT biji tongkol
yang bukan hasil penyerbukan sendiri (non selfing). Hasil pengukuran kadar PTT
jagung manis menunjukkan bahwa biji dari tongkol hasil penyerbukan sendiri
mempunyai kadar gula yang cenderung rendah. Kadar PTT jagung manis genotipe
SD-3 (8.03 oBriks), tetapi tidak ada perbedaan yang nyata dengan varietas
pembanding Super Sweet (7.70 oBriks), Bonanza (8.43 oBriks), Sugar 75 (8.73
o
Briks) dan Sweet Boy (7.53 oBriks).
Tabel 14. Nilai tengah kadar PTT penyerbukan sendiri dan kadar PTT bukan
penyerbukan sendiri pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding
Kadar PTT penyerbukan Kadar PTT bukan
Genotipe
sendiri (oBriks) penyerbukan sendiri ( oBriks)
SD-3 8.03 6.93
Super Sweet 7.70 8.27
Bonanza 8.43 9.00
Sugar 75 8.73 9.85
Sweet Boy 7.53 9.12
Sama halnya pada biji yang bukan hasil proses penyerbukan sendiri, kadar
PTT dari kelima genotipe jagung manis yang dievaluasi cukup rendah yaitu
berkisar antara 6.93 – 9.85 oBriks. Biji hasil penyerbukan silang (bukan
penyerbukan sendiri) mempunyai kadar PTT yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan kadar PTT pada biji penyerbukan sendiri, kecuali pada genotipe
SD-3. Pada genotipe SD-3 kadar PTT yang diukur pada biji hasil penyerbukan
sendiri ternyata lebih besar.
Penurunan kadar PTT yang diukur menggunakan refraktometer akan
sejalan dengan penurunan nilai mutu tingkat kemanisan yang diukur secara
organoleptik, begitu juga sebaliknya. Rendahnya kadar PTT pada kedua jenis
tongkol tersebut diduga disebabkan karena pengaruh suhu dan lama waktu
penyimpanan tongkol hasil panen sebelum dilakukan pengukuran kadar PTT.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), laju respirasi jagung manis
cukup tinggi dan perubahan gula menjadi pati dapat berlangsung cepat. Kurang
lebih 48 jam setelah panen, sukrosa dalam biji jagung manis akan berubah
perlahan menjadi dekstrin yang tidak manis. Gen su (gen penyebab rasa manis
33
pada jagung) bekerja lambat dan tidak efisien sehingga gula sukrosa dengan cepat
akan berubah menjadi dekstrin, lalu berubah lagi menjadi pati.
Salah satu cara untuk mengatasi berkurangnya rasa manis tersebut adalah
dengan segera dilakukannya pendistribusian jagung manis setelah pemanenan.
Panen dilakukan secepat mungkin ketika suhu udara masih rendah. Selain itu,
penggunaan kemasan plastik dan tempat penyimpanan pada suhu rendah bisa
digunakan karena dapat mengurangi kegiatan respirasi sehingga kualitas jagung
manis masih dapat dipertahankan (Dewani 2004).
Syukur dan Rifianto (2013) menyatakan bahwa semakin tua umur panen,
kandungan gula semakin sedikit. Kandungan gula tertinggi saat umur panen 20
hari setelah berbunga betina, setelah itu kandungan gula akan menurun. Menurut
Thompson dan Kelly (1957), penurunan kadar gula pada jagung manis mencapai
25% (dari kadar gula awal) pada suhu penyimpanan 20 oC dan 50 % (dari kadar
gula awal) pada suhu penyimpanan 30 oC dalam kurun waktu 24 jam.
Tabel 15. Nilai tengah uji skor organoleptik terhadap penampilan tongkol,
kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji, dan tingkat penerimaan
(kesukaan) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembandinga
Tingkat
Penampilan Kekerasan Tekstur Kemanisan
Genotipe penerimaan
tongkol biji biji biji
(kesukaan)
SD-3 2.75 3.18 2.98 2.03 3.13
Super Sweet 2.43 3.15 3.00 2.33 3.15
Bonanza 2.80 3.40 3.60* 2.68 3.68
Sugar 75 3.20 3.28 3.18 2.48 3.25
Sweet Boy 2.75 2.38* 2.70 2.15 2.55
a
Nilai yang diikuti oleh tanda (*) pada varietas pembanding berbeda nyata dengan genotipe SD-3
berdasarkan uji Dunnet taraf 5%.
Jagung manis genotipe SD-3 memiliki biji yang cukup lunak dengan skor
3.18 dan dinilai sama lunaknya dengan jagung manis varietas Super Sweet (3.15),
Bonanza (3.40) dan Sugar 75 (3.28). Genotipe SD-3 hanya berbeda nyata dengan
varietas Sweet Boy (2.38) yang memiliki biji keras, sehingga genotipe SD-3 lebih
diunggulkan karena bijinya yang lebih lunak. Dalam hal keras-lunak biji jagung
manis, panelis memberikan nilai mutu yang paling rendah terhadap varietas
pembanding Sweet Boy.
Dari segi tekstur, biji jagung manis genotipe SD-3 tergolong cukup lembut
(2.98), tetapi sangat jelas berbeda dengan jagung manis varietas Bonanza yang
memiliki biji dengan tekstur yang lebih lembut. Apabila genotipe SD-3
dibandingkan dengan varietas Super Sweet (3.00), Sugar 75 (3.18) dan Sweet Boy
(2.70) hampir tidak berbeda dalam hal kelembutan tekstur bijinya. Dalam uji
skoring organoleptik terhadap peubah tekstur biji, nilai mutu tertinggi diberikan
oleh panelis untuk jagung manis varietas Bonanza dengan skor 3.60 (lembut).
Umumnya varietas Bonanza menerima skor paling tinggi dalam skala kriteria
yang dipergunakan pada penilaian mutu sifat kekerasan biji, tekstur biji,
kemanisan biji dan tingkat penerimaan (kesukaan), tetapi tidak demikian halnya
pada parameter penampilan tongkol.
Kemanisan merupakan salah satu atribut sensoris yang berhubungan
dengan flavour (cita rasa). Rasa manis merupakan kategori yang sangat penting
dalam penilaian kualitas tongkol jagung manis, terutama dalam pengujian
organoleptik. Data yang diperoleh dari uji skoring menunjukkan kisaran tingkat
kemanisan dengan skor 2.03 (agak manis) sampai 2.68 (manis). Secara statistik,
nilai mutu tingkat kemanisan biji pada genotipe SD-3 tidak berbeda nyata dengan
semua varietas pembanding. Hasil uji organoleptik yang menunjukkan persamaan
tingkat kemanisan secara tidak langsung menggambarkan kesetaraan respon pada
pengaruh kandungan gula terhadap rasa manis biji tersebut. Pada pengukuran
kadar PTT dengan refraktometer juga tidak ditemukan perbedaan yang nyata pada
semua genotipe/varietas jagung manis yang dievaluasi dalam penelitian ini.
Terdapat hubungan korelasi yang sangat positif antara tingkat kemanisan
biji dengan kadar PTT biji jagung manis. Oleh karena itu, rendahnya skor tingkat
kemanisan biji jagung manis tersebut diduga disebabkan oleh faktor kadar PTT
35
yang nilainya juga cukup rendah. Selain itu, cara pengolahan dan penyajian bahan
uji jagung manis juga dianggap mempengaruhi hasil penilaian tingkat kemanisan
biji dan intensitas sifat-sifat sensoris lainnya dalam pengujian organoleptik.
Uji skoring pada parameter tingkat penerimaan bertujuan untuk
mengetahui intensitas kesukaan terhadap seluruh atribut organoleptik pada sampel
jagung manis. Kisaran tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis pada
berbagai perlakuan genotipe diperoleh skor 2.55 (agak suka) sampai dengan 3.68
(suka). Tingkat kesukaan panelis terhadap jagung manis genotipe SD-3 relatif
sama dengan varietas pembanding menurut penilaian mutu hedonik yang
diberikan oleh panelis.
Nilai mutu tingkat penerimaan (kesukaan) jagung manis diduga
dipengaruhi oleh hasil penilaian panelis terhadap parameter kekerasan biji, tekstur
biji dan tingkat kemanisan biji. Hal ini terlihat dari besarnya nilai korelasi positif
antara ketiga parameter tersebut terhadap tingkat penerimaan secara keseluruhan.
Sedangkan penampilan tongkol tidak terlalu tampak pengaruhnya terhadap cara
dan pertimbangan panelis dalam memberikan penilaian untuk parameter tingkat
penerimaan (kesukaan).
genotipe SD-3. Pada peubah daya tumbuh, jumlah baris biji pada tongkol, dan
kekerasan biji jagung manis terbukti bahwa genotipe SD-3 mempunyai hasil yang
nyata lebih baik daripada varietas Sweet Boy dan selain daripada peubah tersebut
hasilnya tampak sama. Dengan demikian, jagung manis genotipe SD-3 teruji lebih
unggul dibandingkan dengan varietas pembanding Sweet Boy.
Tabel 16. Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas
pembanding berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata menurut
analisis ragam (Uji F) dan hasil yang berbeda nyata menurut Uji Dunnet
pada taraf 5 %
Keunggulan SD-3 terhadap pembandinga
Peubah-peubah yang
No. Super Sugar Sweet
berpengaruh nyata Bonanza
Sweet 75 Boy
1 Daya tumbuh – –
2 Anthesis silking interval – – – –
3 Tinggi tanaman – – – –
4 Tinggi tongkol utama – – x –
5 Tanaman terserang penyakit bulai – –
6 Rebah batang – x x –
7 Tanaman sehat yang tumbuh – –
8 Tanaman yang dipanen – –
9 Jumlah tongkol yang dipanen – – –
10 Tanaman tidak menghasilkan – – – –
11 Jumlah baris biji –
12 Indeks panen tongkol berkelobot – – –
13 Indeks panen tongkol tanpa kelobot – – – –
14 Kekerasan biji – – –
15 Tekstur biji – x – –
a
: genotipe SD-3 lebih unggul daripada varietas pembanding, x: varietas pembanding lebih
unggul daripada genotipe SD-3, –: genotipe SD-3 tidak berbeda dengan varietas pembanding.
dipanen lebih tinggi serta mampu menghasilkan tongkol dengan jumlah baris biji
lebih banyak dibandingkan varietas Sugar 75. Genotipe SD-3 hanya kalah unggul
pada peubah tinggi tongkol utama dan peubah rebah batang, sebab varietas
Sugar 75 mempunyai tinggi tongkol utama yang lebih rendah dengan batang yang
lebih kuat sehingga kecil kemungkinan batang mengalami rebah (patah).
Sedangkan pada peubah lainnya jagung manis genotipe SD-3 mempunyai karakter
dan potensi yang sama dengan varietas Sugar 75.
Berdasarkan perbandingan di atas, genotipe SD-3 mempunyai keunggulan
terhadap masing-masing varietas pembanding pada beberapa peubah tertentu.
Akan tetapi tidak ada peubah yang menunjukkan bahwa pada suatu karakter
genotipe SD-3 lebih unggul terhadap keempat varietas pembanding. Keunggulan
genotipe SD-3 yang paling mendominasi terletak pada peubah jumlah baris biji
pada tongkol. Karakter tongkol jagung manis dengan jumlah baris biji yang lebih
banyak dapat dinyatakan sebagai karakter yang unggul bagi genotipe SD-3.
Karakter unggul yang demikian menjadi nilai tambah dalam pengolahan dan
konsumsi jagung manis serta lebih menguntungkan dalam hal kuantitas produksi
benih jagung manis.
Pada kondisi lahan dan lingkungan yang kurang menguntungkan atau
tidak mendukung terhadap budidaya tanaman, jagung manis genotipe SD-3
ternyata dapat mengungguli varietas pembanding komersial. Jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding dapat tumbuh, berkembang serta
mampu berproduksi lebih maksimal lagi apabila kegiatan budidaya atau
percobaan jagung manis dilakukan pada kondisi lahan yang optimum dengan
lingkungan yang lebih baik. Dalam kondisi yang demikian, diduga genotipe SD-3
akan tetap dapat lebih unggul dibandingkan varietas pembanding dalam hal
keragaan agronomi, potensi produksi, kuantitas dan kualitas hasil. Keunggulan-
keunggulan pada genotipe SD-3 yang demikian diharapkan dapat meningkatkan
daya hasil tanaman dan kualitas tongkol jagung manis.
Karakter unggul jagung manis merupakan karakter-karakter yang
mendukung hasil tinggi dan kualitas tongkol prima. Karakter unggul tersebut di
antaranya, yaitu produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan
hama dan penyakit, daya simpan tongkol lebih lama, memiliki daya adaptasi
bagus, sesuai dengan keinginan konsumen, serta daya tumbuh benih tinggi
(Syukur dan Rifianto 2013).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
Perlu dilakukan pengujian daya hasil lanjutan dalam musim yang sama
dan juga musim yang berbeda pada lokasi dengan kondisi lingkungan tumbuh
yang lebih optimum. Hal ini bertujuan untuk melihat stabilitas genotipe serta
mengevaluasi peningkatan daya hasil, penampilan, kualitas hasil dan adaptabilitas
tanaman pada genotipe SD-3. Oleh karena itu, sebelum penelitian dimulai
sebaiknya terlebih dahulu dilakukan survey lahan dan percobaan pendahuluan.
Selanjutnya, dalam hal pasca panen diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
daya simpan tongkol terhadap kadar Padatan Terlarut Total (PTT) bersamaan
dengan uji organoleptik jagung manis.
DAFTAR PUSTAKA
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R,
penerjemah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles
and Seed Storage Practices.
Kaukis K, Davis DM. 1986. Sweet corn breeding. Di dalam: Bassett MJ, editor.
Vegetable Breeding. Connecticut (US): The Avi Publishing Company, Inc.
hal 475-512.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2000. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 45/Kpts/TP.240/2/2000 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
___________________. 2005. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor
456/Kpts/SR.120/12/2005 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
___________________. 2006. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor
174/Kpts/SR.120/3/2006 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
___________________. 2009. Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor
2071/Kpts/SR.120/5/2009 [internet]. [diacu 2013 Juli 5]. Tersedia dari:
http://litbang.deptan.go.id.
Koswara J. 1985. Diktat Jagung. Bogor (ID): Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB.
Leonard WH, Martin JH. 1963. Cereal Crops. New York (US): Macmillan
Publishing Co, Inc.
MacGillivray JH. 1961. Vegetable Production With Special References to Western
Crops. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc.
Mahfudz, Isrun. 2006. Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada berbagai
tingkat kerapatan gulma Bidens pilosa. J Agrisains. 7(1):1-8.
Martajaya M. 2009. Pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata
Sturt) yang dipupuk dengan pupuk organik dan anorganik pada saat yang
berbeda. Crop Agro. 2(2):85-95.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid I. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Nugraha US, Subandi, Hasanuddin A, Subandi. 2005. Perkembangan teknologi
budi daya dan industri benih jagung. Di dalam: Kasryno F, Pasandaran E,
Fagi AM, editor. Ekonomi Jagung Indonesia. Volume 1. Jakarta (ID):
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 37-72.
Palungkun R, Budiarti A. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Purnomo J. 1988. Daya hasil varietas jagung di lahan tegal di Ponorogo.
Penelitian Palawija. 3(2):61-65.
Ridwan, Zubaidah Y. 2003. Efek pengolahan tanah dan varietas terhadap hasil
tanaman jagung pada lahan kering. J Stigma. 11(2):128-131.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi.
Herison C, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: World
Vegetables: Principles, Production, and Nutritive Values.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara.
Sudaryono, Taufiq A, Prayitno S. 1996. Teknologi budi daya jagung untuk lahan
kering di Jawa Timur. Di dalam: Syam M, Hermanto, Musaddad A, editor.
41
LAMPIRAN
Parameter Keterangan
Nama Seleksi Darmaga-3 (SD-3)
Sifat Jagung manis
Asal Hawaii Supersweet yang disilangkan dengan
galur-galur jagung IPB tahan penyakit bulai
dan hawar daun. Tempat seleksi di kebun
percobaan IPB, Darmaga, Bogor.
Warna daun Hijau tua
Warna rambut Putih-kuning-muda
Warna malai Putih-kuning-muda
Tinggi tanaman 82 – 128 cm
Jumlah daun 12 – 13 helai
Umur panen (tongkol muda) 73 – 75 hari (di Darmaga, 240 m dpl)
Kelobot Menutup
Jumlah baris biji 14 – 18
Warna biji Kuning cerah
Derajat manis (brix) 15 – 18
Populasi tanaman 60 000 biji/ha atau sekitar 6 – 7 kg/ha
Potensi Produksi 15 ton tongkol muda
Ketahanan penyakit Tahan penyakit bulai (3 – 5% serangan)
Tahan penyakit hawar daun
Tahan penyakit layu stewartii
Pemulia Fred Rumawas
Alamat: Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Bogor
Umur
Karakter Keterangan
(hari)
12 Daun pertama: warna antosianin pada Tidak ada atau sangat
pelepah daun lemah
14 Daun pertama: bentuk ujung daun Bulat agak tumpul
61 Daun: sudut diantara helai daun dan batang Kecil (5 – 25o)
(pada daun di atas tongkol teratas)
61 Daun: Pola helai daun (menerangkan no. 3) Bengkok
65 Batang: derajat zigzag Ringan
65 – 75 Batang: warna antosianin pada akar Tidak ada atau sangat
tunjang lemah
65 Malai: Umur antesis (pada tengah pertiga Genjah hingga sedang
43
Parameter Keterangan
Nama Super Sweet
Asal Populasi varietas sintetik yang berasal dari
Chia Tai Seed Co, Ltd. Thailand kemudian
diuji dan dikembangkan di Indonesia oleh
PT BISI
Golongan Bersari bebas
Umur 50% keluar rambut 54 hari di dataran rendah
74 hari di daratan tinggi
Umur panen segar 72 hari di daratan rendah
107 hari di daratan tinggi
Batang Sedang, tegap dan seragam
Warna batang Hijau
Tinggi tanaman 200 cm
Daun Sedang agak terkulai
Warna daun Hijau gelap
Keragaman tanaman Agak seragam
Perakaran Baik
Kerebahan Tahan rebah
Bentuk malai Besar, terkulai
Warna sekam Hijau pucat
Warna anther Kuning pucat
Warna rambut Kuning
Ukuran tongkol Medium
Tinggi tongkol 112 cm
Kelobot Menutup biji dengan baik
Warna biji Kuning
Baris biji Lurus dengan rapat
Jumlah baris/tongkol 14 – 16 baris
Rata-rata hasil 12.7 ton/ha berkelobot
9.7 ton/ha tanpa kelobot
Potensi hasil 14.8 ton/ha berkelobot
11.3 ton/ha tanpa kelobot
Ketahanan terhadap penyakit Tahan terhadap karat daun
toleran terhadap bulai
Daerah adaptasi Beradaptasi baik di dataran rendah maupun
di dataran tinggi
Peneliti/pengusul Putu Darsana, Nasib Wignyo Wibowo dan
Setio Giri
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 45/Kpts/TP.240/2/2000 Tanggal: 25
Februari 2000
45
Parameter Keterangan
Nama Bonanza
Asal East West Seed Thailand
Silsilah G-126 (F) x G-133 (M)
Golongan varietas Hibrida silang tunggal
Bentuk tanaman Tegak
Tinggi tanaman 220 – 250 cm
Kekuatan akar pada tanaman Kuat
dewasa
Ketahanan terhadap kerebahan Tahan
Bentuk penampang batang Bulat
Diameter batang 2.0 – 3.0 cm
Warna batang Hijau
Ruas pembuahan 5 – 6 ruas
Bentuk daun Panjang agak tegak
Ukuran daun Panjang 85.0 – 95.0 cm, lebar 8.5 – 10.0 cm
Tepi daun Rata
Bentuk ujung daun Lancip
Warna daun Hijau tua
Permukaan daun Berbulu
Bentuk malai (tassel) Tegak bersusun
Warna malai (anther) Putih bening
Warna rambut Hijau muda
Umur mulai keluar bunga betina 55 – 60 hari setelah tanam
Umur panen 82 – 84 hari setelah tanam
Bentuk tongkol Silindris
Ukuran tongkol Panjang 20.0 – 22.0 cm
diameter 5.3 – 5.5 cm
Berat per tongkol dengan kelobot 467 – 495 g
Berat per tongkol tanpa kelobot 300 – 325 g
Jumlah tongkol per tanaman 1 – 2 tongkol
Tinggi tongkol dari permukaan 80 – 115 cm
tanah
Warna kelobot Hijau
Baris biji Rapat
Warna biji Kuning
Tekstur biji Halus
Rasa biji Manis
Kadar gula 13 – 15 oBrix
Jumlah baris biji 16 – 18 baris
Berat 1 000 biji 175 – 200 g
Daya simpan tongkol dengan 3 – 4 hari setelah panen
kelobot pada suhu kamar (siang
29 – 31 oC, malam 25 – 27 oC)
46
Parameter Keterangan
Nama Sweet Boy-02
Golongan varietas Hibrida silang tunggal F 2139 x M 2139
Umur mulai berbunga 51 – 59 hari setelah tanam
Umur mulai panen 69 – 82 hari setelah tanam
Bentuk tanaman Tegak
Tinggi tanaman 184 cm
Tinggi tongkol 89 cm
Kerebahan Tahan
Batang Hijau, kokoh
Warna daun Hijau gelap
Bentuk daun Agak terkulai
Bentuk malai (tassel) Agak terkulai
Warna sekam (glume) Hijau pucat
Warna malai (anther) Kuning pucat
Warna rambut Kuning
Ukuran tongkol Panjang 18.9 cm, diameter 4.8 cm
Berat per tongkol 338 g
Jumlah tongkol per tanaman 1
Warna biji Kuning cerah dan mengkilat
Baris biji Lurus terisi penuh
Jumlah baris biji 14 – 16 baris
Kadar gula 12.1 oBrix
Berat 1 000 biji 124.5 g
Hasil 18.0 ton/ha
Keterangan Beradaptasi baik di dataran rendah
sampai sedang
Pengusul/Peneliti PT. Benihinti Suburintani / Nasib W.W,
Putu Darsana dan Setio Giri
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 456/Kpts/SR.120/12/2005 Tanggal: 26
Desember 2005
47
Parameter Keterangan
Nama Sugar 75
Asal Syngenta Thailand Co.Ltd., Thailand
Silsilah SF 8717 (F) x 1035 (M)
Golongan varietas Hibrida silang tunggal
Umur mulai panen ± 75 hari setelah tanam
Tinggi tanaman 160 – 170 cm
Perakaran Kokoh
Kerebahan Tahan
Bentuk batang Bulat
Warna batang Hijau
Bentuk daun Bangun pita
Warna daun Hijau tua
Ukuran daun Panjang 90 – 110 cm; lebar 9 – 12 cm
Bentuk malai Tegak dan agak terbuka
Warna malai Putih
Warna rambut Putih
Bentuk tongkol Runcing memanjang
Ukuran tongkol Panjang ± 20 cm, diameter ± 5 cm
Berat per tongkol 350 – 400 g
Jumlah tongkol per tanaman 1 – 2 tongkol
Warna tongkol Hijau
Baris biji Berkelok
Jumlah baris biji 18 baris
Warna biji Kuning
Kadar gula 14.12 oBrix
Berat 1 000 biji ± 130 g
Hasil 19 – 21 ton/ha
Keterangan Beradaptasi dengan baik di dataran
rendah sampai tinggi dengan ketinggian
100 – 1 200 m dpl
Pengusul PT. Syngenta Indonesia
Peneliti Taweesak (Syngenta Thailand Co. Ltd.) dan
Harjono (PT. Syngenta Indonesia)
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 174/Kpts/SR.120/3/2006 Tanggal: 6
Maret 2006
48
Bulan
Parameter iklim Tanggal
April Mei Juni Juli
Curah hujan bulanan (mm) 389.5 194.8 93.9 116.5
Jumlah hari hujan (HH) 25 21 12 10
Temperatur rata-rata (0C) 26.0 26.1 26.2 25.8
Kelembaban nisbi (%) 86 85 81 79
Penguapan (mm) 4.1 4.5 4.2 4.3
Kecepatan angin (km/jam) 3.9 4.0 3.7 4.2
Lama penyinaran matahari (%) 61 75 78 63
Intensitas penyinaran (kal/cm/menit) 257 254 297 272
Tekanan (mbar) 989.9 989.2 990.0 990.0
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun : Klimatologi Bogor
Balai Besar Wilayah II Elevasi : 190 m
Stasiun Klimatologi Kelas I Lokasi : 06.33 LS – 106.45 BT
Darmaga, Bogor
Lampiran 8. Form penilaian untuk uji skoring organoleptik pada jagung manis
C. Tekstur biji
[1] Sangat kasar [3] Cukup lembut [5] Sangat lembut
[2] Kasar [4] Lembut
D. Kemanisan biji
[1] Tidak manis [3] Manis [5] Amat sangat manis
[2] Agak manis [4] Sangat manis
E. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis
[1] Sangat tidak suka [3] Agak suka [5] Sangat suka
[2] Tidak suka [4] Suka
49
Lampiran 10. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)
Lampiran 11. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)
51
52
52
Lampiran 12. Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)
Lampiran 13. Layout petak percobaan pada lahan pertanaman jagung manis
RIWAYAT HIDUP