You are on page 1of 8

SEDIMENTASI AKIBAT DEGRADASI DAS CILIWUNG-CISADANE

Trihono Kadri1

ABSTRAK

Sejalan dengan perkembangan masyarakat di Jabodetabek, maka berbagai tatanan kehidupan berubah
dengan cepat mengikuti berbagai kebutuhan masyarakat. Salah satu dampak dari perubahan tersebut ialah
pola pemanfaatan sumber daya alam yang berada disekitar masyarakat. Keinginan untuk memanfaatkan
sumber daya alam semaksimal mungkin, umumnya kurang memperhatikan dampak yang akan muncul
dikemudian hari.
DAS Ciliwung-Cisadane, Cikeas-Cileungsi merupakan DAS besar yang berada dicakupan wilayah
Jabodetabek. Kedua DAS tersebut yang secara langsung akan mempengaruhi kesetimbangan air di wilayah
Jabodetabek
Degradasi DAS akan mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi hidrologi suatu DAS dan terjadi proses
erosi yang cukup tinggi. Kedua dampak tersebut akan memberikan permasalahan terhadap sistem
pengendali banjir yang ada di daerah hilirnya yaitu dengan terjadinya proses sedimentasi di sungai-sungai
dan saluran drainase yang akan menurunkan kapasitas alir dan tampung.
Untuk mengembalikan kapasitas alir sungai dapat dilakukan pengelontoran dan pengerukan secara rutin
seiring dengan penangganan masalah sampah serta mengatasi sumber permasalahan sedimen di hulu
dengan melakukan konservasi tanah dan air.
Kata kunci: sedimentasi, Daerah Aliran Sungai, Erosi

ABSTRACT
As the community improved in Jabodetabek, many ways of life change following people needs.
One effect of these changes is resources utilization policy, that is the desire to maximize the use
of natural resources without considering the future impact of that policy.
Catchment area of Ciliwung-Cisadane and Cikeas-Cileungsi is a vast catchment area in
Jabodetabek, both directly influence water balance in Jabodetabek area.
Catchment area degradation causes unbalance hydrological function of catchment area and high
level of erosion. Those effect may lead to ineffective flood control system due to high level of
sedimentation in the downstream river and channel that reduce the flow capacity .
In order to restore the river capacity, periodic flushing and dredging together with good waste
handling may be effective actions. At upstream reach, sedimentation problem may be handled by
performing land and water conservation strategy.
Key-words: Sedimentation, Catchment Area, Erosion

1. PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan masyarakat di Jabodetabek, maka berbagai tatanan kehidupan
berubah dengan cepat mengikuti berbagai kebutuhan masyarakat. Salah satu dampak dari
perubahan tersebut ialah pola pemanfaatan sumber daya alam yang berada disekitar masyarakat.
Keinginan untuk memanfaatkan sumber daya alam semaksimal mungkin, umumnya kurang
memperhatikan dampak yang akan muncul dikemudian hari.

1
Dosen Biasa Jurusan Teknik Sipil FTSP-USAKTI

Sedimentasi Akibat Degradasi DAS Ciliwung – Cisadane (Trihono Kadri) 49


Berbagai dampak akan terjadi sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam yang kurang
seimbang, salah satu dampak yang terjadi di wilayah Jabodetabek ialah terjadinya banjir sebagai
akibat air hujan yang melimpah memasuki wilayah Jakarta dari arah selatan sedangkan bagian
utara adalah daerah pantai yang kemiringannya relatif datar untuk mengalirkan air ke laut dengan
lancar sehingga menimbulkan genangan.

Walaupun berbagai upaya penanggulangan banjir dan genangan di wilayah Jakarta dan
sekitarnya yang tercakup dalam DAS Ciliwung-Cisadane dilaksanakan secara terus menerus
sebagai bagian usaha menciptakan wilayah Jabotabek yang nyaman dihuni dan dapat memberikan
kesejahteraan bagi penghuninya, masih terjadi banjir besar pada awal tahun 2002, 2005 dan 2007
yang mengakibatkan dampak yang luas, yaitu kerugian materi dan dampak sosial yang pada
akhirnya dapat menimbulkan instabilitas kehidupan bermasyarakat, sosial, politik dan ekonomi.
Berpijak pada pengalaman tersebut perlu dilakukan perbaikan terhadap saluran/ sungai dan
bangunan pengendali banjir dan sekaligus laksanakan pemeliharaan rutin terhadap keseluruhan
sistem pengendali banjir agar tetap dapat berfungsi sesuai kapasitas rencana dari sistem tersebut.

Tulisan ini akan lebih menekankan pada penurunan kapasitas alir dan tampung akibat terjadi
proses degrasi DAS di Jakarta dan sekitarnya dan upaya pemeliharaan saluran pengendali banjir
sebagai akibat

2. DEGRADASI DAS, PENCEGAHAN, & PENANGULANGAN DAMPAKNYA


Secara hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai daerah yang dibatasi oleh
punggung topografi, sehingga air yang jatuh akan mengalir melalui satu titik pengamatan.
Sementara itu pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang menggunakan dan atau
memanfaatkan semua sumber daya alam/ biofisik untuk memberikankan hasil yang optimal bagi
kesejahteraan masyarakat yang tinggal dalam DAS tersebut (stake holder) dalam waktu yang
tidak terbatas (sustainable) dengan menekan seminimal mungkin kemungkinan terjadi kerusakan
atau degradasi fungsi hidrologi DAS tersebut.
Konsep dasar pengelolaan DAS yang baik bertujuan untuk mempertahankan keberadaan sumber
daya yang ada termasuk sumber daya air di DAS tersebut secara berkelanjutan. Tujuan tersebut
pada umumnya di Indonesia belum dapat dicapai secara optimal mengingat berbagai masalah
yang komplek dalam pengelolaan DAS antara lain :

1. Pertambahan penduduk yang meningkat tajam sehingga menurunkan daya tampung DAS
tersebut;
2. Kemiskinan atau pendapatan rendah yang mengakibatkan tidak terkontrolnya aktivitas
masyarakat pengelolaan DAS yang umumnya lebih berorientasi pada tujuan jangka pendek;
3. Perencanaan dan pengaturan tata ruang DAS yang kurang mempertimbangkan fungsi
hidrologis DAS;

50 Jurnal Sipil Vol. 6, No. 2, September 2006 : 49 - 56


4. Pengelolaan DAS yang bersifat manajerial maupun implementasi oleh masyarakat pengguna
belum mengikuti pola pengelolaan DAS yang berkesinambungan;
5. Koordinasi antar kelembagaan yang ada belum optimal untuk pengelolaan DAS secara
terpadu;
6. Perangkat hukum belum sepenuhnya memadai untuk menjaga kelestarian DAS

Dari beberapa laporan dan evaluasi di Indonesia banyak ditemui DAS yang dalam kondisi kritis
atau mengalami degradasi. Beberapa indikator terjadi proses degradasi DAS secara menyeluruh
dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penurunan produksi dari DAS yang sifatnya menurunkan kesejahteraan masyarakat yang
mengantungkan hidupnya pada DAS tersebut, seperti petani, peternak, dan lain sebagainya;
2. Perubahan terhadap fungsi hidrologi DAS seperti besarnya fluktuasi aliran sungai atau
perbedaan antara debit maksimal dan minimal;
3. Peningkatan laju erosi lapisan tanah yang diikuti dengan perubahan terhadap biofisik dan
biokimia tanah;
4. Perubahan terhadap keseimbangan ekosistem di dalam DAS dan juga di daerah keluaran yang
dipergaruhi DAS tersebut.

Dari indikator di atas terlihat adanya perubahan yang akan dirasakan oleh masyarakat di daerah
hulu seperti penurunan produktifitas DAS. Secara tidak langsung penurunan produktifitas DAS
akan memicu peningkatan kemiskinan masyarakat di daerah hulu yang pada gilirannya akan
memicu kerusakan DAS lebih parah lagi. Sementara itu besarnya perbandingan debit maksimum
dan minimum sungai serta permasalahan erosi akan dirasakan masyarakat di daerah hilir karena
menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

Degradasi DAS Ciliwung-Cisadane dan Cikeas-Cileungsi

DAS Ciliwung-Cisadane, Cikeas-Cileungsi merupakan DAS besar yang berada dicakupan


wilayah Jabodetabek. Kedua DAS tersebut yang secara langsung akan mempengaruhi
kesetimbangan air di wilayah Jabodetabek. Mengacu pada indikator di atas maka dapat dikatakan
bahwa kedua DAS tersebut dalam kondisi kritis atau setidaknya mengalami degradasi yang cukup
besar. Indikator perbedaan fluktuasi debit debit maksimum dan minimum yang mencapai angka
lebih dari 60 x seperti data di bendung Katulampa yang menunjukkan fluktuasi debit minimum
berkisar 10-20 m3/dt, sedangkan debit maksimum dapat mencapai 400-600 m3/dt. Data lain yang
dapat menunjukkan tingginya fluktuasi debit ialah yang terjadi kali Bekasi, pada saat musim
kemarau tercatat debit aliran berkisar antara 2-8 m3/dt sementara pada musim dapat mencapai
300-500 m3/dt.

Indikator lain ialah besarnya laju erosi yang terbawa ke hilir yang mengakibatkan terjadi
sedimentasi di sungai-sungai di hilir. Besarnya laju erosi ditunjukkan pada hasil beberapa

Sedimentasi Akibat Degradasi DAS Ciliwung – Cisadane (Trihono Kadri) 51


penelitian yang mengatakan bahwa laju erosi di DAS ciliwung hulu telah mendekati ambang
Toleransi erosi sebesar 1,12 – 13,45 ton/ha/tahun (Arsyad, 2000). Ambang toleransi ini ditentukan
berdasarkan berbagai faktor pada sistem pengelolaan tanah.

Permasalahan sedimentasi di sungai ini diperparah dengan adanya tambahan limbah padat
(sampah) yang masuk di badan air yang menurut data Dinas Kebersihan DKI tahun 2002
diperkirakan 2 % limbah padat yang berada di DKI Jakarta terbuang ke badan air.

Mencegah Degradasi DAS

Untuk mencegah terjadi degradasi DAS perlu dilakukan upaya terpadu di daerah hulu maupun
hilir. Penanganan konservasi lahan di daerah hulu merupakan prioritas utama agar dapat
mencegah terjadi degradasi DAS lebih lanjut. Teknologi konservasi lahan yang dapat diterapkan
menurut WOCAT (World Overview of Conservation Approach & Technology ) dibedakan
menjadi empat jenis teknologi yaitu agronomi, vegetasi, struktur dan manajemen. Keempat
metoda ini dapat dilaksanakan secara terpisah akan tetapi dapat di lakukan kombinasi.

Melihat indikator degradasi DAS Ciliwung-Cisadane dan Cikeas-Cileungsi tersebut di atas


metoda konservasi haruslah mencakup berbagai metoda untuk masing-masing unit sub wilayah
peruntukan dalam DAS seperti di daerah hutan, petanian, perkebunan, pemukiman, dan lain-lain.
Setiap unit sub wilayah peruntukan membutuhkan penanganan dengan teknologi khusus agar
dapat mereduksi terjadi erosi dan sekaligus meningkatkan fungsi hidrologi DAS.

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam pendekatan penanganan DAS ialah aspek sosial
masyarakat dengan melibatkan masyarakat sebagai stake holder mengunakan pendekatan
partisipatif. Pendekatan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat menerima, menerapkan,
mengelola, dan mengembangkan sendiri teknologi tersebut atau dengan kata lain meningkatkan
akseptibilitas masyarakat terhadap teknologi konservasi yang diterapkan.

Disisi lain aspek ekonomis juga perlu mendapat perhatian khusus seperti perlunya tidaknya
“downstream-upstream sharing” untuk mendukung kesinambungan dari pelaksanaan konservasi
sumber daya air.

Dampak dan Penanggulangannya

Berbagai dampak yang terjadi sebagai akibat degradasi DAS telah diuraikan secara umum di atas,
salah satu dampak yang dirasakan masyarakat hilir secara langsung dan merupakan bencana
nasional akhir-akhir ini ialah banjir dan kekeringan. Degradasi DAS menjadi salah satu pemicu
terjadi banjir karena secara langsung akan mempengaruhi :
1. Meningkatnya koefisien limpasan dengan menurunnya daya resap tanah atau infiltrasi air
hujan akibat perubahan tata guna lahan yang cenderung memprioritas peruntukkan
pemukiman;

52 Jurnal Sipil Vol. 6, No. 2, September 2006 : 49 - 56


2. Mempertajam hidrograf atau mempercepat waktu konsentrasi aliran dalam DAS yang
mengakibatkan sulitnya menanggulangan banjir di wilayah Jabodetabek.
3. Bertambahnya tingkat erosi percik, permukaan, erosi tebing dan ditambahkan terjadinya erosi
di badan air itu sendiri seperti erosi dasar dan tebing sungai sehingga menaikkan laju sedimen
layang dan sedimen dasar sungai-sungai di daerah hilir yang secara tidak langsung akan
menurunkan kapasitas alir dan tampung dari badan air.

Salah satu indikasi awal makin menurunnya kemampuan sungai-sungai dan sistem drainase di
wilayah Jabodetabek ialah jika membandingkan banjir yang terjadi pada tahun 1996 dan tahun
2002. Dengan mengabaikan sementara data hujan yang terjadi di DKI Jakarta, berdasarkan analisa
hidrologi di bendung Katulampa pada tahun 1996 tercatat terjadi debit 614 m 3/dt sementara itu
pada tahun 2002 tercatat debit 525,5 m3/dt, akan tetapi dampak banjir yang terjadi pada tahun 2002
lebih besar dibandingkan tahun 1996, sedangkan pada tahun 2007 pada debit 482,2 m3/dt terjadi
banjir banjir yang lebih besar.

Pertimbangan tersebut di atas yang mendorong perlunya dilakukan pemeliharan sungai-sungai di


wilayah Jabodetabek sejalan penanganan konservasi di daerah hulu. Pemeliharaan sungai-sungai
dilaksanakan secara berkala seiring dengan penanganan konservasi tanah dan air di hulu sungai.
Secara rinci pemeliharaan sungai-sungai dijabarkan pada bagian berikutnya.

3. PEMELIHARAAN SUNGAI-SUNGAI DI JABODETABEK

Pentingnya Pemeliharan Sungai-Sungai

Pemeliharaan sungai-sungai pada dasarnya bertujuan untuk mempertahankan kapasitas alir dan
kapasitas tampung dari semua sistem tata air sungai yang berada di daerah pengaliran sungai
seperti sungai, situ, waduk, saluran drainase beserta semua bangunan air yang terdapat pada
sistem tersebut. Di wilayah Jabodetabek mengalir 13 sungai utama yang masing-masing
mempunyai DAS masing-masing. Sesuai dengan konsep pengendalian banjir Jakarta, sungai-
sungai yang alurnya melewati wilayah DKI Jakarta setelah berpotongan dengan banjir kanal
barat, sudetan Grogol-Sekretaris maupun rencana banjir kanal timur bagian hilirnya berubah
fungsi menjadi bagian sistem drainase kota, seperti sungai Ciliwung, Krukut di wilayah tengah,
dan sungai Grogol di wilayah barat yang kemudian di alihkan ke sudetan Grogol-Sekretaris yang
bergabung dengan sungai Angke dan Pesanggarahan dialirkan ke Cengkareng Drain.

Perubahan terhadap pola pengaliran dari sungai alam menjadi bagian drainase ini dan
berinterkoneksi antar sungai lain akan mengubah pola perilaku aliran dan sekaligus juga merubah
pola transportasi sedimen dalam sungai tersebut. Mengingat sebagian besar saluran drainase
berada di daerah cekungan, maka secara tidak langsung akan meningkatkan proses sedimentasi

Sedimentasi Akibat Degradasi DAS Ciliwung – Cisadane (Trihono Kadri) 53


pada saluran-saluran drainase dan sungai-sungai yang telah berubah fungsi sebagai sistem
drainase kota Jakarta.

Penurunan terhadap penampang basah sungai akibat proses sedimentasi di dasar sungai ditambah
dengan permasalahan pemukiman liar yang berdiri di bantaran sungai yang secara langsung akan
mengurangi kapasitas alir dari sungai.

Besarnya sedimentasi yang terjadi di saluran dapat ditunjukkan hasil pengamat Andreanov dan
Trihono (2003) diketahui bahwa laju suspensi sedimen harian rata-rata pada bulan November,
Desember 2002 dan Januari 2003 di pintu air Manggarai sebesar 46.796 ton/ hari pada debit
aliran rata 11,642 m3/dt. Hasil pengamatan menunjukkan laju sedimen layang mempunyai
korelasi yang kuat dengan debit aliran. Penelitian lain yang didasarkan pada pengambilan
sedimen layang sungai Batubeulah Cisadane tahun 1986 (Joesron Lubis, 1993) menunjukkan
laju sedimen layang harian rata-rata sebesar 290.272 ton/hari pada debit aliran rata-rata 89,86
m3/dt. Walaupun belum dilakukan penelitian secara rinci berapa persen sedimen yang akan
mengendap di badan air, namun dari data di atas mengambarkan betapa besar problema
sedimentasi yang akan terjadi dikemudian hari.

Seperti yang diuraikan di atas, sampah menjadi salah satu penyebab atau mempercepat terjadi
pendangkalan sungai-sungai. Dari hasil pengamatan pengerukan di Sungai Sunter dan Banjir
Kanal Barat di muka pintu air Manggarai ternyata komposisi sampah hampir mencapai 40-60 %
dari hasil pengerukan, bahkan ditemui sejumlah puing yang sengaja dibuang oleh masyarakat
kedalam sungai. Hal ini menunjukkan selain dari sedimentasi akibat erosi tanah dihulu, masalah
sampah perlu mendapat perhatian secara khusus, karena jumlah volumenya sangat besar.

Pemeliharaan Sungai-Sungai

Pemeliharaan sungai dibagi dalam dua bagian besar, yang pertama ialah pemeliharaan terhadap
bangunan pengendali banjir yaitu bangunan yang berfungsi untuk pengaturan aliran air.
Pemeliharaan terhadap bangunan pengatur aliran seperti bendung, pintu air, pengarah arus, dan
lain-lain dimaksudkan agar bangunan tersebut dapat berfungsi dengan baik pada saat diperlukan.
Sebagai contoh kasus terjadinya banjir akibat kerusakan pintu air dari pemukiman yang telah
diproteksi dengan tanggul. Semula tanggul dimaksudkan untuk menghindari limpasan air sungai
akan tetapi pada saat banjir justru pintu air tersebut menjadi jalan masuknya air dari sungai karena
tidak dapat berfungsi dengan baik akibat kurangnya pemeliharaan. Pemeliharaan terhadap
bangunan pengaturan air perlu dilaksanakan secara rutin agar dapat siap berfungsi pada saat
diperlukan. Pemeliharaan bangunan pengendali banjir dapat dilakukan oleh Dinas yang terkait
atau melibatkan partisipasi masyarakat yang berada di daerah permukiman.

Kedua, pemeliharaan saluran pengendali banjir atau saluran drainase untuk mempertahankan
kapasitas alir dan tampung sungai-sungai dan atau saluran drainase sebagai satu kesatuan sistem

54 Jurnal Sipil Vol. 6, No. 2, September 2006 : 49 - 56


dengan bangunan pengendali banjir. Seperti yang diuraikan di atas berkurangnya kapasitas alur
dan tampung disebabkan oleh tumbuhnya pemukiman liar di bantaran sungai, pengendapan
sampah, dan sedimen hasil erosi di hilir.

Penyelesaian masalah pemukiman liar di bantaran merupakan problema khusus dan


membutuhkan pendekatan sosial masyarakat, untuk itu diperlukan waktu serta anggaran biaya
yang memadai. Masalah ini tidak dapat secara langsung dimasukkan kedalam pemeliharaan rutin
akan tetapi harus ditangani secara khusus dengan melibatkan berbagai instansi yang terkait.

Penyempitan kapasitas sungai akibat adanya endapan sampah dan sedimen dapat dilakukan
dengan dua hal yaitu pengelontoran secara rutin dan pengerukan. Pengelontoran dapat dilakukan
apabila sistem drainase mempunyai kemiringan yang memadai sehingga air dapat mengalir secara
grafitasi, sehingga endapan dapat terbawa aliran ke arah muara. Sebagian besar sistem drainase di
Jakarta berada di daerah cekungan, sehingga prinsip pengelontoran kurang efektif secara efektif
bekerja untuk membersihkan sungai-sungai dan sistem drainase di kota Jakarta. Selain itu perlu
diperhatikan ekosistem daerah muara yang akan menerima berbagai limbah padat di sepanjang
sungai.

Pengerukan merupakan pekerjaan yang bertujuan mengeluarkan material padat dari sungai atau
saluran drainase. Pengeluaran material ini dimaksudkan untuk mengembalikan penampang sungai
sesuai dengan kapasitas rencana sungai atau bahkan memperbesar kapasitas alir apabila
memungkinkan.

Mempelajari jumlah sedimentasi yang terjadi setiap tahunnya di sungai-sungai sebagai akibat
erosi di daerah hulu dan juga sampah yang masuk ke badan air, maka pekerjaan pengerukan harus
dilakukan secara berkala pada jangka waktu tertentu berdasarkan hasil survey di lapangan.

Pelaksanaan pengerukan dapat dituangkan dalam bentuk Proyek tahunan yang kemudian
ditentukan berdasarkan proses pelelangan, akan tetapi akan lebih efektif dengan membentuk/
menunjuk badan tertentu yang bertugas memelihara sungai secara rutin. Di beberapa negara lain
bahkan pemeliharaan terhadap sungai dilakukan oleh badan swasta yang diberi tanggung jawab
untuk membersihkan sampah, mengeruk endapan, dan upaya lain agar kapasitas alir sungai dapat
terjaga dengan baik.

Pemeliharaan sungai akan lebih optimal jika didukung suatu sistem informasi sungai yang
terpadu, sistem ini berbasis GIS dan memberikan informasi kondisi setiap segmen/ potongan
sungai sebagai fungsi dari waktu. Melalui sistem informasi ini dapat secara rutin dipantau kondisi
sungai dengan kapasitas alirnya, sehingga dapat diketahui waktu yang tepat melakukan
pengerukan sungai. Untuk mendukung sistem ini perlu dilakukan inventarisi awal terhadap
seluruh kondisi sungai yang ada.

Sedimentasi Akibat Degradasi DAS Ciliwung – Cisadane (Trihono Kadri) 55


Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan pada pekerjaan pengerukan sungai dan saluran ialah
hasil buangan/ kerukan diletakan atau dibuang di tempat (disposal area) tepat agar tidak merusak
ekosistem dan tidak kembali ke badan air akibat hujan atau aktivitas manusia lain. Selain itu juga
pada pelaksanaannya pengerukan sebaiknya dilakukan secara menyeluruh dari hilir ke hulu atau
tidak dilakukan dalam segmen-segmen sungai pendek-pendek untuk menghindari terjadinya
perataan sedimen dan back water curve akibat belum tuntasnya keseluruhan sistem sungai
tersebut. Pengaturan waktu dan urutan pengerukan setiap segmen dalam satu sungai perlu
memperhatikan pola perilaku aliran dan sedimentasi sungai tersebut.

4. SIMPULAN
Degradasi DAS akan mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi hidrologi suatu DAS dan terjadi
proses erosi yang cukup tinggi. Kedua dampak tersebut akan memberikan permasalahan terhadap
sistem pengendali banjir yang ada di daerah hilirnya yaitu dengan terjadinya proses sedimentasi di
sungai-sungai dan saluran drainase yang akan menurunkan kapasitas alir dan tampung.

Untuk mengembalikan kapasitas alir sungai dapat dilakukan pengelontoran dan pengerukan
secara rutin seiring dengan penangganan masalah sampah serta mengatasi sumber permasalahan
sedimen di hulu dengan melakukan konservasi tanah dan air.

5. PUSTAKA

1. _________, 2002. Permasalahan Sedimentasi & Pengerukan Lumpur Sungai-Sungai &


Waduk di Jakarta dan Solusinya. Lokakarya Pengerukan DPU DKI Jakarta.

2. Andreanov, dan Trihono, 2003, Pengamatan Debit Sedimen Suspensi pada Aliran di Pintu
Air Manggarai Jakarta. Universitas Trisakti.

3. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor, Intitut Pertanian Bogor.

4. Lubis J., Soewarno, Suprihadi. 1987. Hidrologi Sungai. Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta.

5. Suripin. 2002 Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.

56 Jurnal Sipil Vol. 6, No. 2, September 2006 : 49 - 56

You might also like