You are on page 1of 6

LUBUK EMAS

Pada suatu hari hiduplah seorang raja yang berkuasa di daerah Teluk Dalam,
Raja Simangolong namanya. Dia memiliki seorang putri yang bernama Sri Pandan
yang amat cantik, pintar, dan seorang pekerja keras. Hal itu dibuktikan dengan
kepiawaian nya dalam menenun, menganyam tikar dan terbiasa pula menumbuk
padi. Sri Pandan begitu terkenal karena kecantikannya, semua pemuda baik
rakyatnya, ataupun rakyat negeri seberang mengetahui bahwa Sri Pandan
merupakan seorang putri yang sempurna. Oleh karena itu sang ayah ingin sekali
putrinya ini mendapatkan seseorang suami yang sama derajatnya dan pantas untuk
menjadi menantunya. Dia berharap ada pangeran dari negeri lain yang meminang
istrinya agar persahabatannya dengan negeri lain semakin luas dan terjalin dengan
baik

Once upon a time there lived a king who ruled in the Teluk Dalam area, his name
was King Simangolong. He has a daughter named Sri Pandan who is very
beautiful, smart and a hard worker. This was proven by his skill in weaving,
weaving mats and his habit of pounding rice. Sri Pandan was so famous for her
beauty, all young people, both her people and people from overseas knew that Sri
Pandan was a perfect princess. Therefore, the father really wanted his daughter to
find a husband who was of the same rank and worthy to be his son-in-law. He
hopes that a prince from another country will propose to his wife so that his
friendship with other countries will become wider and better established

Suatu hari Raja Simangolong amat senang mendengar kabar bahwa ada
seorang Pangeran dari kerajaan Aceh yang ingin meminang anaknya Sri Pandan.
Namun sang raja sekaligus ayah dari Sri Pandan ini tak serta merta menerima
tawaran dari Pangeran Aceh tersebut, ia ingin bertanya kepada putrinya apakah dia
bersedia dijodohkan. Oleh karena itu sang ayah pun meminta waktu kepada
Pangeran Aceh untuk meminta pendapat kepada sang anak. “Setelah putriku
menyatakan persetujuannya, aku akan sesegera mungkin mengirim kabar melalui
utusanku” katanya kepada Raja Aceh.
One day King Simangolong was very happy to hear the news that there was a
prince from the kingdom of Aceh who wanted to ask for his hand in marriage to
his son Sri Pandan. However, the king and father of Sri Pandan did not
immediately accept the offer from the Prince of Aceh, he wanted to ask his
daughter if she was willing to have an arranged marriage. Therefore, the father
asked the Prince of Aceh for time to ask his son for his opinion. "After my
daughter expresses her agreement, I will send news as soon as possible via my
messenger," he said to the King of Aceh.

Setelah itu akhirnya utusan dari kerajaan Aceh pulang, Raja Simangolong
langsung memberikan kabar itu kepada putrinya. “Putriku, seorang Pangeran dari
Aceh telah melamarmu, engkau akan dinikahi olehnya. Sungguh aku akan sangat
bahagia jika engkau mau menikah dengan Pangeran itu dan menjadi permaisuri,
bagaimana menurutmu anakku?," kata sang raja.

After that, finally the envoy from the kingdom of Aceh returned, King
Simangolong immediately gave the news to his daughter. “My daughter, a Prince
from Aceh has proposed to you, you will be married to him. "Indeed, I would be
very happy if you would marry that prince and become empress. What do you
think, my child?" said the king.

Sri Pandan langsung kaget dan tak buru buru menjawab, bahkan dia
menundukkan wajahnya dan mulai menangis. Ayahnya pun bingung dan bertanya
kenapa ia malah menangis bukannya bahagia? Kemudian ayahnya bertanya
"Apakah engkau menangis karena bahagia?”. Tangis Sri Pandan pun semakin
menjadi jadi. “Jawablah anakku” kata sang ayah yang ingin mendengar kalau
anaknya mau untuk menerima tawaran sang Pangeran Aceh.

Sri Pandan was immediately shocked and did not rush to answer, in fact he
lowered his face and started crying. His father was confused and asked why he was
crying instead of happy? Then his father asked, "Are you crying because you are
happy?" Sri Pandan's tears became more intense. "Answer my son," said the father,
who wanted to hear if his son was willing to accept the Prince of Aceh's offer.
“Maafkan aku ayah, aku mohon ampun. Bukannya aku ingin menjadi anak
yang tidak mengikuti perintah orangtua dengan menerima tawaran tersebut,
melainkan,” ucap sang Putri berhenti sejenak.

“Melainkan apa?” kata sang ayah. Dengan terbata bata sang Putri menjawab
dan menjelaskan kalau sesungguhnya dia telah mempunyai kekasih, dan ingin
berkomitmen dengan pemuda tersebut. “Siapa pemuda itu?” kata sang ayah.
“Hobatan, ayah” kata sang putri. “Apa!?” sang ayah terkejut mendengar kabar itu.
“Maksudmu Hobatan pembantu setia kita itu?” ucapnya lagi.

“I'm sorry father, I beg forgiveness. "It's not that I want to be a child who doesn't
follow my parents' orders by accepting this offer, but rather," said the Princess,
stopping for a moment.
“But what?” said the father. The Princess stammered and answered and explained
that in fact she already had a lover and wanted to commit to this young man. "Who
is that young man?" said the father. "Hohan, father" said the princess. "What!?" the
father was shocked to hear the news. "You mean our loyal servant Hobahan?" he
said again.

Lalu sang putri pun mengangguk. “Engkau lebih memilih setia dengan
Hobatan dan menolak tawaran sang Pangeran Aceh?,” ucap sang raja yang dijawab
anggukan oleh sang putri.

Sang ayah semakin sakit hati dan merasa kecewa kepada sang anak, lalu dia
kembali berujar kepada sang anak. “Terimalah lamaran Putra Mahkota Kerajaan
Aceh! Putuskan hubungan mu dengan Hobatan! Jika engkau tidak juga
memutuskan hubunganmu, niscaya Hobatan Akan aku Usir!,” kata raja dengan
mengancam.

Then the princess nodded. "You would prefer to be loyal to Hobahan and reject the
Prince of Aceh's offer?" said the king, to which the princess nodded.
The father became increasingly hurt and disappointed with the child, then he spoke
to the child again. “Accept the proposal of the Crown Prince of the Kingdom of
Aceh! Sever your ties with Hohanan! "If you don't break off your relationship, I
will definitely throw you out of Hbahan!," said the king threateningly.

Sri Pandan lalu langsung menemui Hobatan, dia menceritakan semua kejadian
yang telah disampaikan ayahnya. Lalu dia mengajak untuk kabur bersama Hobatan
dan meninggalkan istana. Namun Hobatan dengan berat hati menolak tawaran sang
putri dan malah menyarankan untuk menerima tawaran sang Raja Aceh. Betapa
terkejutnya sang putri mendengar ucapan Hobatan, dia merasa kecewa dan berkata
“Baiklah kalau itu maumu, lebih baik aku mati terjun ke lubuk, dibandingkan harus
menikah dengan seseorang yang tidak aku cintai, ketahui lah kekasihku, aku akan
selalu setia dan cinta kepadamu”. Hobatan pun juga semakin bimbang, tetapi dia
tetap menyarankan untuk sang putri menerima tawaran sang Pangeran Aceh dan
mengurungkan rencana anehnya itu dan menjadi istri dari sang raja.

Sri Pandan then went straight to Hobat, he told him all the events that his
father had told him. Then he invited Hobat to run away and leave the palace.
However, Hoban reluctantly refused the princess's offer and instead suggested
accepting the King of Aceh's offer. How shocked the princess was when she heard
Hobahan's words, she felt disappointed and said, "Okay, if that's what you want, I
would rather die by jumping into the depths, rather than having to marry someone I
don't love, you know my beloved, I will always be loyal and love you." Hohanan
was also increasingly hesitant, but he still suggested that the princess accept the
Prince of Aceh's offer and abandon his strange plan and become the king's wife.

Semakin kecewa Sri Pandan pun langsung pulang dan berkemas kemas,
dibawa beberapa lembar pakaiannya, perhiasan mahalnya yang terbuat dari emas.
Lalu, dia pun meninggalkan istana dengan membawa semua perhiasannya menuju
Lubuk Sungai Asahan.
Increasingly disappointed, Sri Pandan immediately went home and packed up,
taking several pieces of clothing and expensive jewelry made of gold with him.
Then, he left the palace taking all his jewelry to Lubuk Sungai Asahan.

Sesampainya dia di sana, dia melemparkan semua barangnya ke dalam lubuk


yang dalam itu pakaian dan perhiasan emas yang banyak jumlahnya itu pun
berjatuhan dan masuk ke dalam lubuk.

Tak berapa lama Sri Pandan pun berujar.” tidak akan ada lagi perempuan
cantik di kerajaan ini!” Selesai berujar Sri Pandan lantas menerjunkan dirinya ke
dalam lubuk membawa cinta dan kesetiaannya. Lalu seluruh kerajaan pun gempar
karena tidak dapat menemukan sang putri, lalu sang raja pun memanggil Hobatan.

When he got there, he threw all his belongings into a deep pit, and lots of gold
jewelry and clothes fell and fell into the pit.
It didn't take long for Sri Pandan to speak." there will be no more beautiful women
in this kingdom!” After saying that, Sri Pandan then threw himself into the depths
carrying his love and loyalty. Then the whole kingdom was in an uproar because
they couldn't find the princess, so the king summoned Hobahan

Di hadapan sang raja, Hobatan pun bercerita kepada sang raja bahwasanya
dia telah menyarankan untuk menikahi sang Pangeran Aceh. Namun sang putri
malah mengancam untuk terjun ke lubuk dibandingkan harus menikah dengan
lelaki yang tidak dicintainya. Raja Simangolong amat menyesali tindakannya.
Raja Simalongong dengan diiringi para prajurit segera menuju lubuk di Sungai
Asahan itu.

Para prajurit bergegas menerjuni lubuk untuk mencari Sri Pandan. Namun setelah
berulang-ulang menyelam dan mencari, Sri Pandan tidak juga mereka temukan.
mengingat Sri Pandan terjun ke dalam lubuk dengan membawa seluruh perhiasan
emasnya, maka lubuk itu pun dinamakan Lubuk Emas.
In front of the king, Hobahan told the king that he had suggested marrying the
Prince of Aceh. However, the princess even threatened to plunge into the depths
rather than marry a man she didn't love. King Simangolong deeply regretted his
actions. King Simalongong accompanied by soldiers immediately headed for the
bottom of the Asahan River.
The soldiers rushed into the depths to look for Sri Pandan. However, after repeated
diving and searching, they could not find Sri Pandan. Remembering that Sri
Pandan plunged into the pit with all his gold jewelry, the pit was called Lubuk
Emas.

You might also like