Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Dinamika Populasi Ikan Swanggi
Jurnal Dinamika Populasi Ikan Swanggi
SKRIPSI
Oleh :
SKRIPSI
Oleh :
NIM : 145080201111010
PENGUJI PEMBIMBING:
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari bahwa pembuatan tugas akhir Skripsi ini tidak
akan berhasil apabila tidak ada bantuan dari beberapa pihak yang membantu
dalam proses perkuliahan sampai dengan sejauh ini. Menyadari atas hal tersebut
1. Skripsi ini ku persembahkan untuk Bapak, Ibu, dan Adek yang telah
semangat GDQGR¶D\DQJWHUXVPHQJDOLUXQWXNSHQXOLV
2. Ir. Alfan Jauhari, MS selaku dosen pembimbing pertama yang sudah memberi
arahan dari awal bimbingan PKM dan skripsi hingga saat ini.
3. Eko Sulkhani Yulianto, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang sudah
memberi arahan dari awal bimbingan dan ilmu hingga saat ini.
motivasi, nasihat dan membantu proses PKM dari awal hingga terselesainya
6. Kepada sahabat penulis, Mas ibnu, Mba yossy, Nabilah, Novia, Fuji, Fika tanpa
8. Teman Kos sumbersari 285/a, nafa, ita, nita yang selalu mengingatkan dan
9. Tim Hok a Hok e (Mas alvin, Mba veni, Mba imas, Mba Siska) yang selalu
skripisi
10. Tim nonton (Murti, Riska, Umi ulfi) yang selalu membantu dan menemani
11. Seven beauty (Fitri, Linda, Fika, Putri Umaroh,Tika) memberi semangat dan
12. Dan tak lupa teman-teman PSP 2014 terimakasih atas kebersamaan,
kekompakannya dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis
vii
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
3. Bapak Dr. Eng. Abu Bakar Sambah, S.Pi, MT selaku Ketua Jurusan
4. Serta semua pihak yang telah membantu baik dalam moril maupun materil
maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata, penyusun berharap semoga usulan ini dapat berguna bagi mahasiswa
lainnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................................... 3
1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................................. 4
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................... 5
1.6 Jadwal Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 5
5. KESIMPULAN ............................................................................................... 62
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 62
5.2 Saran ....................................................................................................... 63
LAMPIRAN........................................................................................................ 68
iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
memiliki wilayah perairan yang cukup luas dan mempunyai sumberdaya perikanan
daerah pesisir utara Kabupaten Lamongan yang saat ini sedang berkembang dan
sebesar 1,81 % dibandingkan dengan produksi ikan tahun 2016, dimana pada
tahun 2017 jumlah ikan yang didaratkan sebesar 64.980.683 kg tahun 2016
sebesar 66.179.000 kg. Sedangkan nilai produksi ikan mengalami kenaikan 9,9 %.
Pada tahun 2016 nilai produksi ikan sebesar Rp 1.001.568.548 dan pada tahun
2017 ini naik menjadi Rp 1.100.689.036. Kenaikan ini disebabkan karena jumlah
produksi ikan yang menurun sehingga harga ikan mengalami kenaikan. Apabila
dirata-rata maka per hari nelayan dapat menangkap 178.027 Kg atau setara
dengan 178 Ton ikan, sedangkan standart produksi ikan yang didaratkan untuk
ton per hari sehingga dapat dikatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Nusantara
tinggi. Ikan swanggi memiliki karakteristik khusus berwarna merah muda, memiliki
mata besar dan pada sirip perutnya terdapat bintik berwarna kehitam-hitaman
statistik produksi ikan swanggi di PPN Brondong pada tahun 2014 mencapai
pada tahun 2008 sebesar 6515.99 ton. Jika upaya penangkapan ditingkatkan,
Hal tersebut membuat sumberdaya ikan akan terancam. Oleh karena itu aktivitas
(Priacanthus sp) perlu dilakukan melalui kajian potensi lestari sumberdaya ikan
Jawa Timur memiliki potensi perikanan yang tinggi, untuk itu perlu diketahui
dilakukan secara terus menerus dan berlebihan di perairan dapat menjadi salah
Lamongan. Mengingat sumberdaya ikan demersal yang salah satunya yaitu ikan
perilaku ruaya pendek sehingga mudah ditangkap oleh nelayan dan akibatnya
Perairan Lamongan.
di Perairan Lamongan.
Perairan Lamongan
di Perairan Lamongan
di Perairan Lamongan
4
kegunaan bagi :
1. Mahasiswa
selanjutnya.
Timur.
November 2017. Konsultasi judul dan pembuatan proposal dimulai dari bulan
pada bulan Desember 2017 ± Januari 2018, sedangkan untuk analisis data serta
2. TINJAUAN PUSTAKA
apabila tidak terganggu maka secara alami kehidupan ikan akan terjadi
keseimbangan dan akan sia-sia bila tidak dimanfaatkan, maka memerlukan usaha-
dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai
kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah
disepakati.
tahap awal ketika stok masih melimpah bertujuan pada pengembangan kegiatan
berkelanjutan.
8
Hal tersebut membuat sumberdaya ikan akan terancam. Oleh karena itu aktivitas
pengelolaan.
istilah ini telah lama digunakan, yaitu Maximum Sustainable Yield (MSY) atau
tangkapan optimum lestari. Maksud dari istilah ini yaitu menunjukkan seberapa
besar hasil atau tangkapan maksimum yang dapat diperoleh secara lestari.
aset sumberdaya ikan yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini.
9
untuk kepentingan generasi ssekarang dan yang akan datang dengan tetap
rusak.
aset sumberdaya ikan yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini.
perikanan
selain ikan demersal yaitu ikan pelagis. Sumberdaya ikan demersal adalah jenis-
jenis ikan yang hidup didasar atau dekat dasar perairan. Ciri utama sumberdaya
ikan demersal antara lain memiliki aktivitas rendah, gerak ruaya yang tidak terlalu
Persaingan yang dilakukan pelaku perikanan terlihat dari usaha yang dilakukan
Ikan swanggi (Priacanthus sp) secara morfologi memiliki badan agak tinggi,
agak memanjang, dan pipih secara lateral. Tubuh, kepala, iris mata, dan sirip
berwarna merah muda atau kemerah-merahan. Pada sirip perut memiliki bintik-
bintik kecil berwarna ungu kehitam-hitaman dengan 1 atau 2 titik lebih besar di
dekat perut. Bintik-bintik pada sirip perut ini yang membedakan ikan swanggi
dengan famili Priacanthus yang lain (FAO. 1999). Panjang maksimum ikan
swanggi yaitu 29,5 cm di Brunei Darussalam (Awong et al, 2011). Sedangkan ikan
swanggi di indonesia bisa mencapai ukuran 35 cm, namun lebih sering tertangkap
Yusfiandayani, 2001). Menurut Boer dan Aziz (1995) menyebutkan bahwa salah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Percoidei
Famili : Priacanthidae
Genus : Priachantus
(Wangsadinata, 2009).
13
dan terkadang di area yang lebih terbuka pada kedalaman 20-200 m atau lebih
dalam. Ikan swanggi termasuk dalam jenis ikan demersal yang sering kali
utara samudera Hindia dan Teluk Persia Bagian Timur wilayah Pasifik Barat dari
Australia bagian Utara dan Pulau Solomon bagian utara sampai Provinsi Taiwan
di China. Hasil tangkapan ikan swanggi pada tahun 1990 sampai 1995 dalam buku
statistik perikanan tahunan FAO melaporkan jumlah tangkapan per tahun sekitar
23.100 sampai 52.000 ton di Samudera Pasifik tengah bagian barat (Starnes,
1984).
Namun demikian, musim penangkapan ikan ini terjadi setiap hari sepanjang tahun.
rendah.
14
Alat tangkap jaring dogol atau cantrang merupakan alat tangkap jenis pukat
kantong yang digunakan untuk menangkap ikan dasar atau demersal. Pukat
kantong (Seine net) adalah alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk
berkantong dan dioperasikan dengan cara menyaring kolom air. Berbeda dengan
pukat tarik (trawl), pukat kantong dioperasikan dengan cara ditarik oleh manusia
atau bantuan mesin dengan kondisi kapal yang diam. Jenis alat penangkap ikan
yang termasuk kelompok ini antara lain adalah payang untuk menangkap ikan
pelagis, dogol atau cantrang untuk menangkap ikan demersal, pukat pantai untuk
menangkap ikan di sekitar pantai, dan lampara untuk menangkap ikan pelagis.
Alat ini dioperasikan dengan cara melingkari segerombolan ikan di suatu perairan,
kemudian jaring ditarik ke arah kapal atau perahu atau pantai (Diniah, 2008).
Alat tangkap ikan merupakan salah satu sarana pokok dalam rangka
ikan swanggi salah satunya yaitu cantrang. Cantrang, dogol, dan payang
diklasifiNDVLNDQ NH GDODP DODW WDQJNDS ³Danish Seine´ EHUEHQWXN SDQMDQJ GDQ
penggunaannya untuk menangkap ikan demersal (Subani dan Barus, 1999). Alat
15
tangkap cantrang dioperasikan dengan kapal berukuran panjang 8,5-11 cm, dan
2.4.1 Dogol
kelompok seine net atau umumnya disebut danish seine. Berdasarkan bentuk
jaring, seine net dibedakan menjadi dua jenis yaitu, seine net without bag dan with
bag, kemudian seine net yang menggunakan kantong dibedakan menjadi dua jenis
yaitu, beach seine yang ditarik dari pantai dan boat seine yang ditarik dari atas
perahu.
dalam pukat kantong lingkar (bag seine net), yaitu jaring yang terdiri atas kantong
(bug atau bag), kaki (sayap) yang dipasang pada kedua sisi (kiri dan kanan) mulut
jaring dan dalam pengoperasiannya dilingkarkan pada sasaran tertentu. Pada tiap
pantai. Dogol merupakan alat tangkap yang bagian atas mulut jaringnya agak lebih
Menurut Subani dan Barus (1989) secara umum dogol terdiri dari bagian-
ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga hasil tangkapan agar tidak
2. Badan (Body)
menampung jenis ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong.
16
Badan merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan
kantong.
3. sayap (Wing)
ke dalam kantong. Sayap atau kaki merupakan bagian jaring yang merupakan
4. Mulut (Mouth)
Pada Alat tangkap dogol memiliki bibir atas dan bibir bawah yang
berkedudukan sama.
Parameter utama dari alat ini adalah ketepatan penggunaan bahan pembuat
dilakukan pada pagi hari sebelum keadaan terang atau pada saat sore hari
menjelang malam. Adapun penangkapan jaring dogol adalah sehari (one day
5-13 meter. Daerah yang banyak mengoperasikan dogol adalah Lampung dan
2.4.2 Rawai
Rawai adalah alat tangkap berupa rangkaian tali temali yang bercabang-
cabang dan pada setiap ujungnya diikatkan dengan sebuah pancing dan diberi
rawai termasuk ke dalam rawai pertengahan dan rawai dasar. Menurut Isnaniah
komponen yaitu tali utama, tali cabang, pelampung, pemberat, dan bendera.
1. Tali Utama
Tali utama atau main line merupakan pangkal dari ikatan tali cabang.
satu tali utama yang dibatasi oleh dua pelampung di kedua ujungnya.
2. Tali Cabang
Tali cabang atau branch lne adalah tali mata pancing yang terkait dengan
tali utama. Tali cabang terbuat dari potongan nylon monofillament yang dibagi
3. Mata Pancing
Ujung mata pancing terdapat kait yang berfungsi menahan ikan agar tidak
terlepas dari pancing. Satu tali cabang terdapat satu mata pancing, oleh karena
4. Pelampung
5. Pemberat
Fungsi pemberat adalah menjaga alat tangkap agar seimbang dan tidak
6. Bendera
pelampung yang terbuat dari styrofoam, dan bagian bawahnya diberi pemberat
barat). Pengoperasiannya dilakukan paa saat matahari terbenam sampai pagi hari.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Jawa Timur.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data statistik perikanan
meliputi data produksi ikan swanggi di PPN Brondong dalam satu ton, jumlah trip
alat tangkap di PPN Brondong, serta laporan tahunan PPN Brondong tahun 2017.
computer dan laptop sedangkan program yang digunakan dalam pengolahan data
Menurut Nazir (2005) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti
status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
perairan lamongan
20
Bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan dalam penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang ada pada masa sekarang. Dalam penelitian ini
-DZD7LPXU´
21
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Data Sekunder
Laporan Tahunan
PPN Brondong
Standarisasi Alat
Tangkap
Analisis Model
Surplus Produksi
Model Schaefer,
Fox dan Walter-
Hilborn
Strategi
Pengelolaan
Sumberdaya
sekunder.
penelitian melalui orang lain atau mencari informasi melalui dokumen, didalam
data ini diperbolehkan menggunakan studi literatur yang didapatkan dari catatan-
catatan yang berhubungan dengan penelitian selain itu juga menggunakan data
Data sekunder yang didapatkan pada penelitian ini adalah data statistik
perikanan dari tahun 2008-2017 PPN Brondong, dimana data tersebut merupakan
data hasil tangkapan ikan swanggi (Priacanthus sp) (Catch), jumlah alat tangkap
(Effort), dan laporan tahunan PPN Brondong 2017 yang meliputi jumlah nelayan,
perkembangan alat tangkap, profil PPN Brondong. Data alat tangkap digunakan
ikan. Sementara data hasil tangkapan dan jumlah alat tangkap yang telah si
terhadap sumberdaya ikan yang berkelanjutan. Model ini mengatur tentang upaya
melebihi batas hasil tangkapan lestari Maximum Sustainable Yield (MSY) (Sparre
standarisasi alat tangkap mengingat Indonesia mmiliki tipe perikanan multi species
dan multi gear, satu jenis species akan ditangkapn dengan berbagai macam alat
tangkap, dan setiap alat tangkap memiliki perbedaan konstruksi dan metode
(catchability). Oleh karena itu diperlukan standarisasi alat tangkap untuk upaya
penyeragaman upaya penangkapan, yaitu dengan memilih salah satu unit alat
tangkap sebagai alat tangkap standar berdasarkan dominasi spesies ikan hasil
tangkapan.
ܥ௦
ܧܷܥൌ
݅ܧୀଵ
Dimana :
jenis alat tangkap, yaitu dengan membandingkan produktivitas alat tangkap yang
ܷ ݅ ൌ ͳ
ܴ ܲܨൌ
ܷ ௧௦௧ௗ௧
Dimana :
Berikut dibawah ini merupakan persamaan yang digunakan untuk mencari effort
Dimana :
Ei(t) : Jumlah alat tangkap atau jenis alat tangkap ke±i pada tahun ke-i
model produksi surplus melalui pendekatan equilibrium state model (Schaefer Fox)
produktivitas jangka panjang dari stok, yaitu yang dinamakan hasil tangkapan
linier dengan model produksi surplus melalui pendekatan equilibrium state model
25
dari Schaefer. Bentuk dari persamaan model penurunan secara linier dengan
ܷ ൌ ܽെܾൈܧ
Dimana :
ݍଶ݇
Ͳ ൌ ݇ݍ ൈ ʹܧ
ݎ
݇ݍ
ʹ ܧൌ
ݍଶ ݇ Τݎ
ܽ
ܧൌ
ʹܾ
Dimana :
q : Koefisien penangkapan
r : Laju pertumbuhan
E : Upaya penangkapan
ܽ ଶ ܽ ଶܾ
ܥൌ െ
ʹܾ Ͷܾ ଶ
ܽ ଶ
ܥ ெௌൌ
Ͷܾ
26
Dimana nilai a adalah intersep dan b adalah slope pada persamaan regresi
linier, sehingga untuk CpUE pada kondisi MSY, dapat diduga dengan persamaan
ܥெௌ
ܷ ௧ൌ
ܧ௧
Dimana :
Model Fox (1970), mengajukan model alternatif untuk populasi ikan yang
eksponensial Fox (Boer dan Aziz, 1995 dalam Andriyanto, 2015) yaitu populasi
dianggap tidak akan punah dan populasi sebagai jumlah dari individu ikan.
Sehingga modifikasi dari model Schaefer bahwa antara hasil tangkapan per trip
ܷ ൌ ݁ ିௗൈா
Dimana :
ܷ݊ܮൌ ܿ െ ݀ ൈ ܧ
27
penangkapan optimum (E0) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit
ͳ
ܧ௧ ൌ
݀
ͳ
ܥெௌ ൌ ൨݁ ሺିଵሻ
݀
populasi (r, k dan q) sehingga menjadikan pendugaan lebih dinamis dan mendekati
1 (Pt + 1) bisa diduga dari Pt ditambah pertumbuhan biomas selama tahun tersebut
berikut :
ݎ
ܲሺ௧ାଵሻ ൌ ܲ௧ ቂ ݎൈ ܲ௧ െ ቀ ቁ ൈ ܲ௧ଶ ቃ െ ݍൈ ܧ௧ ൈ ܲ௧
݇
Dimana :
q : Koefisien penangkapan
ͳ
ܥ௦௬ ൌ ൬ ൰ ൈ ݎൈ ݇
Ͷ
ݎ
ܧ ൌ
ʹൈݍ
݇
ܲ ൌ
ʹ
ݍൈ݇
ܷ ൌ
ʹ
ekonomis, dan sosial pada umumnya per tahun. Hal tersebut berdasarkan adanya
laut yang boleh dimanfaatkan hanya sekitar 80% dari tingkat panen maksimum
yang boleh ditangkap (Total Allowable Catch, TAC) sebesar 80% dari MSY (FAO,
2003). Jadi untuk menghitung JTB (Jumlah Tangkap yang diperbolehkan) menurut
ܴܱܲܫܵܭܷܦ
ܶܲ ൌ ൈ ͳͲͲΨ
ܤܶܬ
sebagai berikut :
1. Unexploited (0%)
produksi
Eksploitasi sumberdaya ikan baru dalam jumlah yang sedikit yaitu sekitar
mengganggu sampai nilai MSY. Tetapi untuk CpUE mungkin bisa menurun
6. Depleted (150%)
tahun berada pada rentang 80%-100% dari estimasi potensi yang ditetapkan
3URYLQVL-DZD7LPXU\DQJVHFDUDJHRJUDILVWHUOHWDNSDGDWLWLNNRUGLQDW¶¶¶
- ¶¶¶/LQWDQJ6HODWDQGDQGLDQWDUDJDULV%XMXU7LPXU¶¶¶± sampai
¶¶¶%XMXU7LPXU/XDVZLOD\DK.DEXSDWHQ/DPRQJDQPHQFDSDL812,80
ikan laut terpusat di perairan laut jawa pada wilayah kecamatan Brondong dan
Paciran yang memiliki 5 pendaratan ikan (PPI) sekaligus Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) yaitu mulai arah barat ke timur : Lohgung, Labuhan, Brondong yang
berbatasan langsung dengan Tuban serta Kranji dan Weru yang berbatasan
dan 11.949 Kepala Keluarga dengan luas wilayah 70,13 km2. Kecamatan
Utara Laut Jawa, Sebelah Timur Kecamatan Paciran Palang Kabupaten Tuban
bagian yaitu daerah pantai dan daerah pertanian. Daerah pantai berada di bagian
utara meliputi Kelurahan Brondong Desa Sedayu Lawas Desa Labuhan dan Desa
Lohgung. Di daerah ini sangat cocok untuk usaha perikanan. Usaha perikanan
tersebut antara lain budidaya ikan air payau (udang, kerapu dan bandeng),
pemasaran hasil perikanan. Daerah yang lain adalah kawasan pertanian yang
Tlogoretno dan Desa Brengkok dengan kondisi pertanian tadah hujan (KPDE
berada di atas tanah seluas 199.304 m2 (19,93 ha) yang terlertak di Kelurahan
SRVLVLNRRUGLQDWJHRJUDILVSDGD¶´/6GDQ¶´%76HEDJDL
basis utama perikanan laut di wilayah utara Jawa Timur karena daerah tangkapnya
(Fishing Ground) adalah laut utara jawa yang menjangkau perairan laut lepas
pantai yang sangat potensial dengan beragam jenis ikan baik pelagis maupun
harga ikan sebagai pemicu dalam menarik minat nelayan daerah lain untuk
perikanan yaitu temnpat yang terdiri atas daratan dan perairan disekitar dengan
berlabuh atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
Tipe B yang ditetapkan berdasarkan kriteria teknis yaitu melayani kapal perikanan
Eksklusif Indonesia (ZEEI) diantaranya yaitu memiliki fasilitas tambat labuh untuk
bongkar muat ikan Dan pemasaran hasil perikanan rata-rata 30 ton per hari, serta
undang No. 31 Tahun 2004 mendefinisikan, bahwa nelayan adalah orang yang
selama tahun 2016 dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Dari keterangan tabel di atass dapat diketahui bahwa alat tangkap yang
paling dominan di Perairan Utara Jawa (WPP-712) yaitu dogol. Hal ini dapat
diketahui bahwa alat tangkap dogol mingguan memiliki jumlah kapal perikanan
sebanyak 641 unit dengan jumlah nelayan 6.410 orang, dan alat tangkap dogol
35
merupakan alat tangkap yang efisien dan efektif dioperasikan oleh nelayan di
perairan dan bertujuan untuk menangkap ikan demersal. Menurut Subani dan
Barus (1989), menyatakan bahwa Dogol merupakan alat tangkap yang bagian
atas mulut jaringnya agak lebih menjorok kedepan sehingga bentuk atau
konstruksinya menyerupai pukat udang tetapi ukurannya lebih kecil dari pukat
udang. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau
kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung dan pemberat. Berdasarkan
wawqancara dengan nelayan PPN Brondong dapat diketahui bahwa dalam satu
terakhir yaitu paa tahun 2008-2017 mengalami perubahan jumlah hasil tangkapan
dari tahun. Jenis ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Brondong sangat bervariasi mulai dari ikan demersal (dasar) maupun ikan pelagis
(permukaan), namun dari kedua jenis ikan tersebut yang lebih mendominasi dari
Tabel 4. Produksi dan Nilai Produksi Per Jenis Ikan di PPN Brondong Tahun
2008-2017
Jumlah produksi tersebut juga didukung ikan dari luar baik dari jalur darat
(truk) maupun laut (kapal collecting), karena harga pasar ikan di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Brondong relatif stabil dan lebih tinggi dibandingkan dengan
tentang Klasifikasi Pelabuhan Perikanan adalah sebesar 30 ton per hari, sehingga
dan didaratkan di suatu wilayah tanpa ada hubungannya dengan jumlah stok yang
yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan awal tahun dan musim peralihan
akhir tahun. Empat musim tersebut silih berganti secara teratur akibat adanya
Kabupaten Lamongan dalam satu tahun terdapat dua musim yang sangat
dapat dibedakan jika dilihat dari tangkapan menggunakan alat tangkap dogol, yaitu
musim puncak dan musim paceklik. Musim paceklik biasa terjadi antara bulan
Juni-Oktober. Hal ini disebabkan oleh musim timur dengan kondisi gelombang dan
angin yang membuat ikan berenang menuju daerah yang lebih dalam. Sedangkan
musim puncak terjadi sekitar bulan November-Maret yang memiliki ombak besar
dikarenakan musim barat dimana kondisi angin dan gelombang yang tinggi,
namun keberadaan ikan juga melimpah. Dengan adanya hal ini menyebabkan
nelayan mengabaikan resiko yang tinggi demi mendapatkan tangkapan yang tinggi
pula. Sedangkan diiantara kedua musim tersebut ada pula musim peralihan yang
terjadi sekitar bulan April-Mei. Sehingga pada musim ini hasil tangkapan tidak
0DVDOHPEX\DQJWHUOHWDNSDGDNRRUGLQDW¶´/6GDQ¶´%7.HSXODXDQ
Masalembu adalah sebuah pulau di Perairan Utara Jawa dengan tiga pulau utama
yaitu Pulau Masalembu, Pulau Masakambing dan Pulau Keramaian. Posisi Pulau
oleh Perairan (laut bebas),berjarak sekitar 112 mil laut dari pelabuhan Kalianget
39
hari, selain itu ada juga yang one day fishing atau nelayan harian, tergantung dari
jenis armada (besar atau kecil) yang mengoperasikan alat tangkap dogol tersebut.
Pada saat musim angin barat nelayan biasanya tidak melakukan kegiatan operasi
Ikan swanggi merupakan salah satu jenis ikan demersal yang didaratkan
di PPN Brondong. Jumlah hasil tangkapan ikan swanggi yang didaratkan di PPN
40000,00
35000,00
30000,00
25000,00
Cacth (Ton)
5000,00
0,00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
bersifat fluktuatif dikarenakan keadaan cuaca yang tidak mendukung serta faktor
lain seperti biaya perbekalan selama kegiatan penangkapan ikan, sehingga hal
penangkapan berikutnya.
41
ini menggunakan data statistik perikanan menurut jumlah trip per alat tangkap
yang menangkap ikan swanggi seperti alat tangkap dogol dan rawai. Pada
penelitian ini upaya penangkapan menunjukkan bahwa alat tangkap dogol memiliki
jumlah trip terendah pada tahun 2016 dan jumlah trip tertinggi pada tahun 2009.
Sedangkan pada alat tangkap rawai jumlah trip terendah pada tahun 2009 dan
Tabel 6. Tabel Upaya Penangkapan (Effort) Alat Tangkap Dogol dan Rawai di
PPN Brondong Tahun 2008-2017.
Alat Tangkap
No Tahun
Dogol (trip) Rawai (trip)
1 2008 20782 579
2 2009 21892 323
3 2010 18152 632
4 2011 12962 471
5 2012 10579 559
6 2013 9997 576
7 2014 8474 987
8 2015 8924 949
9 2016 6210 930
10 2017 9017 1806
Jumlah 126989 7805
Rata-rata 12698.9 780.5
42
25000
20000
15000
Effort (Unit)
Dogol
10000
Rawai
5000
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
perikanan multigear dan multispecies, dimana dalam satu spesies ikan dapat
alat tangkap. Oleh karena itu perlu dilakukannya standarisasi alat tangkap,
sehingga dapat diketahui bahwa alat tangkap yang sesuai untuk menangkap jenis
seperti Indonesia, salah satu alat tangkap dapat menangkap banyak spesies ikan
dengan karakteristik ikan yang dapat sangat berbeda, yaitu ikan demersal dan
pelagis. Sebaliknya, satu species ikan dapat tertangkap oleh berbagai alat
satuan alat tangkap yang dioperasikan di Perairan tersebut sehingga dalam satuan
alat tangkap tersebut diketahui standart effort yang digunakan sebagai analisis
pendugaan stok dan status perikanan tangkap. Dimana untuk mengetahui alat
alat tangkap ikan demersal yang beroperasi di Pelabuhan tersebut yaitu dogol dan
Rawai.
sendiri dapat diketahui dengan cara nilai CpUE tertinggi dibagi dengan nilai CpUE
terendah dimana dalam penelitian ini CpUE pada alat tangkap dogol memiliki nilai
tertinnggi, sehingga nilai RFP alat tangkap yang lain digunakan sebagai indeks
konversi (faktor pengali) untuk menghitung jumlah alat tangkap standar setiap
Power Index (FPI) dari masing-masing alat tangkap. Alat tangkap yang telah
ditetapkan standar maka mempunyai nilai FPI=1, sedangkan alat tangkap lainnya
diperoleh dari CpUE alat tangkap lainnya dibagi dengan CpUE alat tangkap
standar.
perhitungan Fishing Power Indeks (FPI) diperlukan jika alat tangkap yang
mengeksploitasi sumberdaya ikan atau suatu jenis ikan tertentu jumlah lebih dari
satu. FPI adalah tingkat kemampuan suatu alat tangkap dalam menangkap ikan
atau suatu jenis ikan tertentu dalam waktu dan daerah penangkapan tertentu.
Sehingga dalam perhitungan FPI perlu dipilih salah satu alat tangkap yang paling
44
ikan tersebut.
Dari hasil perhitungan standarisasi alat tangkap dapat dilihat bahwa hasil
tangkapan ikan swanggi pada alat tangkap dogol memiliki rata-rata CpUE tertinggi,
sehingga alat tangkap yang standar untuk menangkap ikan swanggi adalah dogol.
Alat tangkap dogol dikatakan standar karena dari perhitungan terdapat jumlah
CpUE tertinggi yaitu sebesar 1.327620 ton/trip, dengan nilai RFP dogol yaitu 1.
untuk menyatukan satuan effort ke dalam bentuk satuan yang dianggap standart
sehingga dapat digunakan data untuk analisis pendugaan stok dan status
perikanan tangkap. Standarisasi alat tangkap yang memiliki nilai RFP tertinggi
yaitu dogol. Untuk perhitungan dari konversi alat tangkap adalah nilai RFP alat
dogol dikali effort alat tangkap dogol sebelum dikonversi, begitu sebaliknya dengan
alat tangkap rawai. Maka dari perhitungan tersebut dapat diketahui alat tangkap
Data yang digunakan dalam perhitungan MSY merupakan data time series
2008-2017 tentang Effort dan Catch. Dari data tersebut diperoleh hubungan upaya
penangkapan dengan produksi hasil tangkapan dan dengan CpUE ikan swanggi
berdasarkan alat tangkap yang telah di standarisasikan yaitu dogol dan rawai.
Berikut dibawah ini terdapat tabel 9 digunakan untuk menghitung besarnya nilai
Tabel 9. Produksi Ikan Swanggi (ton), Upaya Penangkapan (effort) (trip) dan
CpUE (ton/trip) Alat Tangkap Standar Dogol di Perairan Lamongan
Tahun 2008-2017.
dan nilai b adalah (slope atau x variabel) sebesar -0.00013 sehingga nilai R square
pada model Schaefer sebesar 0.458861. hal ini menunjukkan bahwa 45%
perubahan effort bisa dijelaskan oleh perubahaan dari nilai CpUE. Sedangkan
validitas hasil regresi terhadap variabel dependen dalam model, dimana semakin
besar nilai R square menunjukkan bahwa model tersebut semakin baik. Apabila F
hitung > F tabel , hal ini mengandung pengertian bahwa persamaan regresi untuk
estimasi.
negatif, maka dengan adanya penambahan upaya penangkapan yang tidak diikuti
sumberdaya ikan swanggi di perairan ini sudah cukup tinggi. Apabila nilai b (slope)
bernilai positif, maka tidak dapat dilakukan pendugaan seberapa besarnya stok
Tabel 11. a (Intercept), b (slope), fmsy, ymsy, JTB, Tingkat Pemanfaatan rata-
rata dan status pemanfaatan
a 3.10919096
b -0.00013
Fmsy 11115
Ymsy 17297
JTB 13823
TP rata-rata 94%
Fully exploited
48
Schaefer
40000
y = 3,1092X-0,00013²
35000 R² = 0,4589
2014
30000
Catch (ton)
25000
MSY
20000
2017 est
15000 2015
2016 2012 Data
10000 2013 2011
2010 2008
2009
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Effort (unit)
Gambar 10. Hubungan Catch dengan Effort Ikan Swanggi (Priacanthus sp) di
Peraian Lamongan Tahun 2008-2017 Model Schaefer.
(-a/(2*b) yang menghasilkan nilai fmsy sebesar 11.115. Nilai Ymsy diperoleh dari
persamaan (-a2/4*b) yaitu 17.279 ton. Hal ini dapat diketahui bahwa jumlah upaya
penangkapan tidak boleh melebihi nilai fmsy, dan hasil tangkapan maksimum yang
boleh ditangkap tidak boleh melbihi dari nilai Ymsy. Pada perhitungan JTB dengan
rumus JTB = 80% x Ymsy dan didapatkan hasil sebesar 13.823 ton/tahun. Jika
perhitungan JTB telah diketahui maka selanjutnya nilai Tingkat Pemanfaatan (TP)
sumberdaya ikan swanggi diperoleh dari perhitungan nilai rata-rata produksi ikan
swanggi dibagi dengan nilai MSY dikali 100, sehingga didapatkan hasil sebesar
94%. Jadi pada model Schaefer kondisi sumberdaya ikan swanggi pada saat ini
berada pada status Fully exploited. Hal tersebut sesuai dengan Permen KP Nomor
kelompok sumberdaya ikan per tahun berada rentang 80%-100% dari estimasi
lestari (MSY), maka tidak dianjurkan upaya penangkapan atau effort terus
Hal tersebut sesuai Menurut Wurlianty (2015), yang menyatakan apabila dibiarkan
Analisis yang digunakan dalam Model Fox menggunakan data time series
pada tahun 2008-2017 dengan Produksi Ikan Swanggi (ton) dan Upaya
Tabel 12. Produksi Ikan Swanggi (ton), Upaya Penangkapan (effort) (trip) dan
CpUE (ton/trip) Alat Tangkap Standar Dogol di Perairan Lamongan
Tahun 2008-2017.
Produksi Upaya
Ikan Swanggi penangkapan CPUE
No Tahun (ton) (trip) (ton/trip) ln (CPUE)
1 2008 6569.56 20.827 0.31543 -1.1538
2 2009 7248.355 21.918 0.33055 -1.10699
3 2010 6974.575 18.202 0.38318 -0.95926
4 2011 10236.931 12.999 0.78752 -0.23887
5 2012 11124.463 10.623 1.04721 0.04612
6 2013 10726.168 10.043 1.06802 0.06581
7 2014 35440.402 8.552 4.14411 1.42168
8 2015 13425.866 8.999 1.49193 0.40007
9 2016 11397.825 6.284 1.81379 0.59541
10 2017 17053.544 9.161 1.86154 0.62140
dan nilai slope (x variabel) sebesar ± 0.00013 sehingga didapatkan nilai R square
yaitu 0.83167863. hal ini dapat diketahui bahwa 83% perubahan berasal dari effort
yang mana dapat dijelaskan oleh perubahan nilai CpUE. Sedangkan 17%
untuk nilai statik adalah melihat tingkat signifikansi, serta pemilihan nilai r pada
karena bersifat buruan maka terkendala faktor ketidak pastian, sehingga menurut
Fauzi (2010) hal tersebut dapat diterima. Tingkat signifikansi dapat disimpulkan
variabel upaya tangkap berpengaruh terhadap CPUE apabila F hitung > Ftabel.
ton/tahun. Untuk perhitungan nilai JTB yang diperoleh dari rumus JTB=80% xYmsy
51
perhitungan nlai rata-rata produksi ikan swanggi dibagi dengan nilai JTB dikali 100
c 1.743907
d -0.00013
Fmsy 7190
Ymsy 15130
JTB 12104
TP rata-rata 108%
Over exploited
Jadi dapat disimpulkan pada model fox ini yaitu kondisi sumberdaya ikan
swanggi pada saat ini berada pada status Over-exploited. Sehingga hal ini dapat
dilihat dalam Permen KP nomor 29 tahun 2012 pasal 7 ayat 2 tentang Pedoman
bahwa jumlah hasil tangkapan sumberdaya ikan tiap tahun melebihi estimasi
potensi yang telah ditetapkan. Menurut Nugraha (2015), menyatakan bahwa pada
Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine nets) Di wilayah Pengelolaan
Fox
40000
2014 y= e 1,74392X
35000 R²=0.8316
30000
Catch (ton)
25000
20000
2017
2015
15000
2012
2016
10000 2010 2008
2013
2011 2009
5000
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
-5000
Effort (trip)
Gambar 11. Hubungan Catch dan Effort Tahun 2008-2017 dengan Potensi
Lestari Ikan Swanggi di Perairan Lamongan dengan
menggunakan Model Fox.
penangkapan, pola distribusi dan kematian alami dan faktor lain yang berpengaruh
menerus, sehingga nilai CpUE yang menurun dapat menandakan bahwa potensi
diperoleh dari persamaan Model Walter Hilborn (1976). Dalam model ini terdapat
intrinsik populasi, (k) adalah daya dukung maksimum dari perairan, (q) adalah
kemampuan penangkapan.
Walters (1992) bahwa situasi surplus produksi dapat diintegrasikan sebagai stok
ikan yang meningkat pada saat taraf konstan. Persamaan surplus produksi yaitu
Schnute, dan Walter Hilborn. Dari keempat model tersebut dipilih yang paling
Hilborn (1976) dan diperlukan data timen series produksi ikan swanggi, upaya
distandaarisasi yaitu alat tangkap dogol. Dibawah ini terdapat Walter-Hilborn cara
1 dan Walter-Hilborn cara 2, dimana pada cara 1 menggunakan dua variabel yaitu
X1 adalah upaya penangkapan (effort) dan X2 adalah CpUE (Catch per Unit Effort)
Sehingga didapatkan hasil pada tabel dibawah ini yaitu Walter Hilborn cara 1 dan
Effort
Produksi CPUE
No Tahun (trip) (Ut+1/Ut)-1 (Y)
(ton) Ut(X1)
Et(X2)
1 2008 6569.56 20.827 0.31543 0.04792371
2 2009 7248.355 21.918 0.33055 0.15920275
3 2010 6974.575 18.202 0.38318 1.05523361
4 2011 10236.931 12.999 0.78752 0.32975625
5 2012 11124.463 10.623 1.04721 0.01988042
6 2013 10726.168 10.043 1.06802 2.88016161
7 2014 35440.402 8.552 4.14411 -0.63998789
8 2015 13425.866 8.999 1.49193 0.2157317
9 2016 11397.825 6.284 1.81379 0.0263274
10 2017 17053.544 9.161 1.86154
Jumlah 130.198 127.618 13 4.09422969
Rata-rata 13.020 12.762 1 0.45491441
b0 r 2.22907
b1 -0.57037
b2 q -7.99921
k (b0/(b1*b2)) 48856
Be (k/2) 24428
Keterangan:
r = Laju pertumbuhan suatu stok biomass
Hilborn Cara 1, menghasilkan nilai R Square sebesar 0.255792. Dari nilai R square
tersebut berarti 25% perubahan dapat dijelaskan oleh perubahan Variabel X1 dan
dijelaskan oleh variabel lainnya. Nilai laju pertumbuhan (r) diperoleh dari hasil
regresi dengan nilai sebesar 2.2290% per tahun. Dan untuk mengetahui nilai daya
memiliki nilai sebesar 2.2290% per tahun, nilai b1 memiliki nilai sebesar -0.570371
Effort
Produksi Y CPUE (U^2) CPUE*Effort
Tahun (trip)
(ton) (U(t+1)- Ut(X1) (X2) (Ut*ft)
(X2)
Ut) (X3)
2008 6569.56 20.827 0.01512 0.31543 0.09950 6569
2009 7248.355 21.918 0.05263 0.33055 0.10926 7248
2010 6974.575 18.202 0.40434 0.38318 0.14683 6974
2011 10236.931 12.999 0.25969 0.78752 0.62019 10236
2012 11124.463 10.623 0.02082 1.04721 1.09665 11124
2013 10726.168 10.043 3.07809 1.06802 1.14067 10726
2014 35440.402 8.552 -2.6521 4.14411 17.1736 35440
2015 13425.866 8.999 0.32186 1.49193 2.22586 13425
2016 11397.825 6.284 -1.8137 1.81379 3.289 11397
2017 17053.544 9.161 1.86154
Jumlah 130.198 127.618 13
Rata-rata 13.020 12.762 1
56
b1=r -0.80277
b2=r/k*q -0.26331
b3=q 0.00014
k=b1/(b2*b3) 21090
Be=k/2 10545
Keterangan:
r = Laju pertumbuhan suatu stok biomass
q = Kemampuan penangkapan (catchability coefisien)
k = Daya dukung maksimum perairan (carring capacity)
Be = Potensi cadangan lestari (ton/tahun)
tersebut terdapat 50% perubahan yang dapat dijelaskan oleh perubahan dari
variabel X1, X2, dan X3. Sedangkan 50% perubahan dipengaruhi oleh variabel
lainnya. Nilai laju pertumbuhan (r) yang diperoleh dari hasil regresi yaitu sebesar -
0.80277 per tahun. Nilai daya dukun (k) diperoleh dengan menggunakan rumus k=
(b1)/(b2*b3) dimana b1=r sebesar -0.80277 per tahun, nilai b2 sebesar -0.02633
(!999), menyatakan bahwa Metode surplus produksi merupakan suatu model yang
berkelanjutan melalui pendekatan equilibrium state model (Schaefer Fox) dan non
equilibrium state model (Walter Hilborn). Sehingga tujuan dari metode surplus
produksi yaitu untuk menentukan tingkat upaya optimum yang merupakan suatu
upaya yang dapat memperoleh hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa
Tabel 21. Produksi Ikan Swanggi (ton), Upaya Penangkapan (effort) (trip) dan
CpUE (ton/trip) Alat Tangkap Standar Dogol di Perairan Lamongan
Tahun 2008-2017.
Produksi Upaya
Ikan Swanggi penangkapan CPUE
No Tahun (ton) (trip) (ton/trip) ln (CPUE)
1 2008 6569.56 20.827 0.31543 -1.1538
2 2009 7248.355 21.918 0.33055 -1.10699
3 2010 6974.575 18.202 0.38318 -0.95926
4 2011 10236.931 12.999 0.78752 -0.23887
5 2012 11124.463 10.623 1.04721 0.04612
6 2013 10726.168 10.043 1.06802 0.06581
7 2014 35440.402 8.552 4.14411 1.42168
8 2015 13425.866 8.999 1.49193 0,40007
9 2016 11397.825 6.284 1.81379 0.59541
10 2017 17053.544 9.161 1.86154 0.62140
menggunakan data produksi ikan swanggi selama kurun waktu 10 tahun yaitu
Grafik hubungan antara CpUE (Catch Per Unit Effort) dengan Effort ikan
12.
4,5
4 2014
3,5 y = 3,1092-0,00013X
3 R² = 0,4589
CPUE (ton/trip)
2,5
2 2016 2017
2015
1,5
1 2013 2012
2011
0,5 2010 2008
2009
0
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000
Effort (Trip)
menunjukkan bahwa konstanta (a) sebesar 3.1092 meyatakan bahwa jika tidak
ada effort, maka potensi yang tersedia di alam masih sebesar 3.1092 tonn/trip.
produksi dengan effort bahwa setiap pengurangan 1 trip akan menyebabkan CpUE
naik, begitu pula sebaliknya. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0.4589 atau
oleh nilai effort, sedangkan 54,11% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas
validitas hasil regresi terhadap variabel dependen dalam model, dimana semakin
besar nilai R square menunjukkan bahwa model tersebut semakin baik. Apabila F
hitung > F tabel , hal ini mengandung pengertian bahwa persamaan regresi untuk
estimasi.
Perairan Lamongan
nilai Tingkat Pemanfaatan dari analisis schaefer didapatkan hasil sebesar 94%.
Sehingga pada model Schaefer kondisi sumberdaya ikan swanggi pada saat ini
berada pada status Fully exploited. Pada nilai Tingkat Pemanfaatan Fox sebesar
108%. Pada model Fox ini yaitu terdapat kondisi sumberdaya ikan swanggi berada
pada status Over exploited. Jadi pada kondisi perikanan tangkap terutama pada
60
pada kondisi over exploited, dimana pada kondisi ini penangkapan ikan swanggi
Hal tersebut sesuai dengan Permen KP Nomor 29 Tahun 2012 pasal 7 ayat 2
Penangkapan Ikan, jika jumlah tangkapan kelompok sumberdaya ikan per tahun
berada rentang 80-100% dari estimasi yang sudah ditetapkan yang termasuk
sumberdaya perikanan tersebut masuk kategori Over exploited pada rentan 100-
150%. Dimana pada stok sumberdaya ikan ini telah menurun dikarenakan sudah
namun bukan berarti pemerintah menutup mata dengan adanya kejadian tersebut.
Hal ini tercermin dari beberapa kebijakan yang dibuat dalam rangka menekan laju
pembatasan alat tangkap dengan menetapkan besar lubang mata jaring. Hal ini
tertangkap hanya spesies target saja, sedangkan spesies lain dapat lolos keluar
agar nelayan tidak bergantung pada salah satu jenis alat tangkap saja, melainkan
dapat memilih jenis alat tangkap yang lain dengan spesies target yang berbeda.
membatasi jumlah trip alat tangkap, pemerataan JTB tiap alat tangkap dan
perpanjangan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang telah habis masa
berlakunya .
62
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
pada model Schaefer diperoleh Maximum Sustainable Yield (MSY) 17279 ton.
(MSY) 14797 ton. Bahwa dengan adanya stok sumberdaya ikan yang telah
Sehingga pada model Schaefer kondisi sumberdaya ikan swanggi pada saat ini
berada pada status Fully exploited. Pada nilai Tingkat Pemanfaatan Fox
sebesar 108%. Pada model Fox ini yaitu terdapat kondisi sumberdaya ikan
swanggi berada pada status Over exploited. Jadi pada kondisi perikanan
Lamongan sudah berada pada kondisi over exploited, dimana pada kondisi ini
5.2 Saran
berbeda, sehingga tidak hanya penelitian tentang ikan swanggi saja yang
diteliti
DAFTAR PUSTAKA
Antika, Melina., Abdul K., Herry B. 2014. Analisis Kelayakan Finansial Usaha
Perikanan Tangkap Dogol di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ujung
Batu Jepara. Joyrnal of Fisheries Resources Utilization Management and
Technology. Universitas Diponegoro. Semarang. Volume 3, Nomor 3,
Tahun 2014, Hlm 200-2007.
Awong, H., Ibrahim S, Somo K, & Ambak MA. 2011. Observation on weight-length
Relationship OF Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) Spesies In
Davel Bay, sabah, Malaysia. World Journal of Fish and Marine Science
3 (3) : 230-242.
Budiasih, Dian., Dian A N dan Nurmala Dewi. 2015. CpUE dan Tingkat
Pemanfaatan Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Sekitar
Teluk Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jurnal
Agriekonomika Volume 4 Nomor 1. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Diponegoro.
Charles, AT. 2001. Sustainable Fishery System Blackwell Science Ltd. Oxford.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2011. Rawai Dasar Untuk Ikan
Kakap. Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen
Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2016. Rawai Dasar Untuk Ikan
Kakap. Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen
Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
65
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan. 2016. Profil Perikanan dan
Kelautan 2016. Lamongan
Fadlian, Rizka. 2012. Kajian Stok Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis, Bleeker
1855) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPI Labuan Banten.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
FAO, 1999, The Living Marrine Resources od western central pasific. FAO Spesies
Identification Guide for Fishery Purpose. Department of Biological
Sciences old Dominion University norfolk. University. Virginia. USA.
Gulland, J. A., 1982. Manual of Methods for Fish Sock Assesment part I. Wiley and
sons. New York 223p.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 29 Tahun 2012 pasal 7 ayat 1
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan di
Bidang Penangkapan Ikan.
Setiawan, DR. 2006. Ketajaman Penglihatan Ikan Layur (Trichiurus spp) Hasil
Tangkapan Pancing Rawai di Teluk Pelabuhan Ratu Sukabumi. Jawa
Barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Setyohadi, Daduk. 2009. Studi Potensi dan Dinamika Stok Ikan Lemuru (Sardinella
lemuru) di Selat Bali serta Alternatif Penangkapannya. Universitas
Brawijaya : Malang. Jurnal Perikanan. Volume XI, Nomor 1 (78-86) hlm.
Sparre, P. Dan S.C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis.
Diterjemahkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan. Jakarta.
Subani, W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Supardi, I. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung. 228 hlm.
Von Brandt, A. 2005. Fish Catching Methods of the World 4th edition. UK :
Blackwell Publishing Ltd. Hlm 441-442.
Wurlianty, Hely A, Johny Wenho dan Mariana E Kayodoe. 2015. Catch Per Unit
Effort (CpUE) Periode Lima Tahunan Perikanan Pukat Cincin di Kota
Manado dan Kota Bitung. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap
2 (1):1-8. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Niversitas Sam
Ratulangi. Manado.