Professional Documents
Culture Documents
Laporan Bkipm (1) - 1
Laporan Bkipm (1) - 1
Disusun Oleh:
KELOMPOK II
Kualitas air harus memenuhi 3 persyaratan, yaitu kualitas fisik, kimia, dan biologis.
Kualitas fisik berdasarkan pada kekeruhan, temperatur, warna, bau, dan rasa. Kualitas
kimia adanya senyawa-senyawa kimia yang beracun, perubahan rupa, warna, dan rasa
air, serta reaksi-reaksi yang tidak diharapkan menyebabkan diadakannya standar kualitas
air minum. Standar kualitas air memberikan batas konsentrasi maksimum yang
dianjurkan dan yang diperkenankan bagi berbagai parameter kimia, karena pada
konsentrasi yang berlebihan kehadiran unsur-unsur tersebut dalam air akan memberikan
pengaruh negatif, baik bagi kesehatan maupun dari segi pemakaian lainnya. Kualitas
biologis didasarkan pada kehadiran kelompok-kelompok mikroba tertentu seperti
mikroba patogen (penyakit perut), pencemar (terutama Coli), penghasil toksin dsb.
Kualitas perairan juga dapat ditentukan berdasarkan nilai IPB. Penentuan Nilai
IPB (Indeks Pencemar Biologis) atau Biological Indices of Pollution (BIP) suatu
perairan, pada umumnya dilakukan kalau air dari suatu sumber perairan akan digunakan
sebagai bahan baku untuk kepentingan pabrik/industri (sebagai air proses, air pendingin),
untuk kepentingan rekreasi (berenang). Makin tinggi nilai IPB maka makin tinggi
kemungkinan deteriosasi/korosi materi di dalam sistem pabrik (logam-logam yang
mengandung Fe dan S), atau pun terhadap kemungkinan adanya kontaminasi badan air
oleh organisme patogen. Nilai IPB ditentukan dengan menggunakan rumus :
Mencakup semua aspek yang dapat diperoleh dari mikroba yang menguntungkan
manusia diantaranya mikroba saluran pencernaan yang digunakan untuk memacu
pertumbuhan ikan dan menghasilkan vitamin B12 dan K yang mempunyai peran penting
dalam proses pembekuan darah, mikroba dapat digunakan untuk melawan mikroba yang
tidak diinginkan ( pengawetan dengan mikroba yang menguntung terhadap mikroba yang
merugikan ), mikroba nitrifikasi memiliki kemampuan untuk merombak senyawa amoniak
menjadi nitrat yang dapat di manfaatkan oleh tumbuhan, karena senyawa amoniak dalam
media budidaya dapat menimbulkan keracunan bagi ikan yang di budidaya, mikroba ini
mempunyai kemampuan mengikat nitrogen langsung dari udara kemudian mengubahnya
menjadi komponen yang dapat di serap oleh akar tumbuhan. Dari segi keuntungan bdang
kesehatan pengunaan mikroba sebagai pengawet ikan tidak menimbulkan dampak buruk
( saat ini belum diketahui ), tampa harus menggunakan formalin yang dapat merugikan
kesehatan.
Peran mikrobiologi di bidang pengolahan hasil perikanan bisa berupa suatu pengawetan ,
karna adanya mikroba yang berperan, seperti ikan peda yang di awetkan oleh mikroba agar
tahan lama. Bisa berupa penambah cita rasa dengan peran mikroba seperti kecap dan terasi.
Suatu fermentasi juga terjadi karna peran mikroba.
Fermentasi adalah proses perombakan senyawa yang dilakukan oleh enzim dan
berlangsung secara terkendali. Peranan fermentasi dalam budidaya ikan adalah untuk
menjadi pakan ikan yang sehat untuk ikan tersebut dan karena Ikan menghindari serat bukan
untuk melangsingkan ikan tetapi justru menggemukkan ikan sehingga kadar serat harus
diperhatikan. Fermentasi merupakan jawaban untuk meningkatkan pencernaan dengan
mengurangi kadar serat dan meningkatkan protein. Jadi ikan dapat tumbuh kembang dengan
baik.
Identifikasi mikroba berguna untuk mempelajari secara detail karakter fisik, kimiawi, dan
bologis mikroba sehingga dapat diketahui dan dimanfaatkan secara optimal. Identifikasi
merupakan kegiatan utama dalam kegiatan untuk membuat klasifikasi atau taksonomi.
Berdasarkan klasifikasi dan taksonomi keanekaragaman hayati makhluk hidup dapat
dipelajari dan dipahami dengan lebih mudah dan utuh. Kegiatan identifikasi adalah
menentukan nama hewan atau tumbuhan dengan benar dan menempatkannya di dalam
system klasifikasi hewan dan tumbuhan. Klasifikasi dan identifikasi mikroorganisme
haruslah diketahui terlebih dahulu karakteristik atau ciri-ciri mikroorganisme. Oleh karena
ukurannya yang sangat kecil, tidaklah mungkin bagi kita untuk mempelajari 1
mikroorganisme saja, sehingga yang dipelajari adalah karakteristik suatu biakan yang
merupakan populasi dari suatu mikroorganisme.
Uji-uji biokimia yang biasanya dipakai dalam kegiatan identifikasi bakteri atau
mikroorganisme yaitu antara lain adalah uji koagulase, uji katalase, uji MRVP, uji nitrit,
hidrolisis gelatin, uji H2S dan lain-lain. Salah satu uji yaitu adalah uji hidrolisis urea.
Mikroba antagonis atau probiotik adalah mikroba yang memiliki sifat berlawanan dengan
mikroba merugikan, seperti mikroba patogen dan pembusuk. Dengan sifat demikian, mikroba
antagonis telah digunakan untuk berbagai keperluan manusia. Banyak manfaat telah
diperoleh, baik untuk kesehatan, menghambat aktivitas penyakit atau menghambat proses
pembusukan. berbagai upaya telah dikembangkan untuk mengembangkan dan…
memanfaatkan mikroba antagonis
Untuk mengetahui prosedur karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan.
A. KEGIATAN PELAYANAN
Persyaratan
1. Ikan Hidup
a. Dilengkapi SERTIFIKAT KESEHATAN apabila dipersyaratkan oleh negara
tujuan;
b. Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan;
c. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk keperluan tindakan karantina.
d. Dilengkapi ijin / rekomendasi SAT-LN dari Direktorat Jenderal PHKA –
Kementerian Kehutanan, bagi Ikan yang dikategorikan dilindungi / dibatasi sesuai
Appendix CITTIES.
2. Ikan Non Hidup (Segar / Beku)
a. Dilengkapi SERTIFIKAT KESEHATAN; apabila dipersyaratkan oleh negara
tujuan Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan;
b. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk keperluan tindakan karantina.
Layanan Karantina Ikan Ekspor adalah layanan Sertifikasi Kesehatan ikan / hasil
perikanan yang akan diekspor sesuai persyaratan ke / oleh negara tujuan. Sertifikasi
dimaksudkan untuk memastikan bahwa ikan / hasil perikanan yang dikeluarkan dari dalam
wilayah RI bebas dari hama penyakit ikan karantina / penyakit yang dipersyaratkan, sesuai
jenis dan jumlahnya dengan dokumen yang menyertai serta bebas / tidak berpotensi sebagai
media pembawa penyakit ZOONOSIS (bersifat menular ke manusia), sesuai Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan.
Persyaratan
1. Ikan Hidup
a. Dilengkapi SERTIFIKAT KESEHATAN yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang di Negara asal dan Negara transit, kecuali media pembawa yang
tergolong benda lain;
b. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan;
c. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk keperluan tindakan karantina.
d. Dilengkapi ijin / rekomendasi pemasukan dari Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya – KKP
Persyaratan
a. Setiap UPI baik yang dimiliki oleh perorangan maupun badan usaha wajib
memiliki Sertifikat Penerapan HACCP;
b. Ruang lingkup UPI meliputi tempat/unit yang melakukan sebagian atau
keseluruhan kegiatan penanganan dan atau pengolahan hasil perikanan;
c. Sertifikat Penerapan HACCP dalam satu unit manajemen dibedakan
berdasarkan jenis olahan, unit proses dan/atau potensi bahaya (hazard) yang
berbeda;
d. Unit Pengolahan Ikan yang belum menerapkan 7 prinsip HACCP akan
diberikan Sertifikat Penerapan Persyaratan Dasar HACCP
e. Mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penanggung jawab mutu
yang mempunyai sertifikat HACCP di bidang perikanan
f. Untuk memperoleh Sertifikat Penerapan HACCP dimaksud huruf a, UPI
harus Memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Akta Notaris
Pendirian Perusahaan di bidang Pengolahan Hasil Perikanan, Ijin Usaha
Perikanan (IUP); dan/atau Tanda Daftar Usaha Perikanan
g. Mendapat SKP hasil Pembinaan dari Ditjen P2HP, bagi UPI yang pertama
kali mengajukan permohonan Sertifikat Penerapan HACCP;
h. Memiliki dan menerapkan Sistem HACCP secara konsisten sesuai dengan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.01/MEN/2007
tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada
Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi;
i. Melakukan proses produksi secara aktif.
Persyaratan
B. PEMERIKSAAN LABOTARIUM
a. Labotarium Nekropsi
Pemeriksaan Makropatologi / Nekropsi
Diagnosa penyakit secara cepat dan akurat sangat diperlukan untuk pengendalian
dan pemberantasan penyakit. Diagnosa penyakit sangat tergantung pada pengetahuan dan
informasi mengenai sejarah penyakit, tanda klinis, perubahan pasca mati, dan pengujian
laboratorium lainnya. Makropatologi atau nekropsi merupakan teknik yang penting dalam
pengukuhan diagnosa dan sebagai pendukung pengujian laboratorium yang lain. Prinsip
dari makropatologi atau nekropsi adalah perubahan-perubahan yang terjadi sebelum
hewan mengalami kematian atau dipotong paksa.
b. Labotarium Organoleptik
Laboratorium organoleptik adalah laboratorium yang digunakan untuk melakukan
pengujian organoleptik/sensori yaitu pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat
utama untuk menilai mutu suatu produk makanan/minuman. Penilaian menggunakan alat
indera ini meliputi spesifikasi mutu kenampakan, bau, rasa, dan konsistensi/tekstur
serta beberapa faktor lain yang diperlukan untuk menilai produk tersebut (SNI 01-2346-
2006). Laboratorium organoleptik terdiri atas 2 bagian; yaitu ruang pengujian yang terdiri
dari bilik pencicip dan ruang penyiapan. Bilik pencicip bersekat untuk mencegah
hubungan antar panelis baik secara langsung maupun tidak langsung. Total sebanyak 6
bilik pencicip yang ada pada laboratorium organoleptik. Suhu ruangan dijaga pada suhu
20-250C menggunakan AC. Masing-masing bilik juga dilengkapi dengan meja.
c. Labotarium Parasitoligi
Laboratorium Parasitologi merupakan laboratorium pemeriksaan untuk diagnosa
penyakit hewan yang berasal dari parasit, baik ektoparasit maupun endoparasit.
Pengujian parasit sangat penting dalam mendukung keberhasilan manajemen
peternakan dalam rangka peningkatan produksi
2. Pengeringan sampel
Selanjutnya dalam rangkaian penelitian, setelah sampel diambil maka dilakukan
pengeringan. Pengeringan disini dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam sampel.
Pengeringan dilakuka n dengan metode kering angin (di angin-anginkan). Proses ini
diharapkan mampu mengurangi kadar air dalam sampel, sehingga proses selanjutnya
akan berjalan dengan baik. Adapun untuk sampel yang lain, menggunakan oven.
3. Penggilingan sampel
Setelah sampel dirasa kering, dan airnya terlihat sudah menyusut maka dilakukan
penggilingan untuk memperkecil ukuran sampel. Hal ini bertujuan untuk memperbesar
luas permukaan dari sampel sehingga mudah di analisa lebih lanjut. Penggilingan
dilakukan menggunakan mesin penggiling.
4. Pengayakan
Setelah digiling maka didapatkan sampel yang telah halus. Namun untuk
memisahkan ukurannya dilakukan pengayakan/screening. Hal ini bertujuan untuk
memisahkan ukuran sampel berdasarkan ukurannya.
Ini merupakan langkah preparasi yang terakhir. Setelah di ayak maka kita akan
mendapatkan sampel dengan ukuran yang sesuai SOP dalam analisa.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H., Susanti, D., Lantiany, D., Supriyanto, D. I., Novianto, H., & Rahman, H. (2020).
Penilaian Resiko Hama dan Penyakit Ikan Karantina Sebagai Upaya Pencegahan
Penyebarannya Melalui Lalu Lintas Komoditas Perikanan Dari Yogyakarta. SIGANUS:
Journal of Fisheries and Marine Science, 2(1), 87-91.
Husni, A., & Putra, M. M. P. (2018). Pengendalian mutu hasil perikanan. UGM PRESS.
Naiu, A. S., Koniyo, Y., Nursinar, S., & Kasim, F. (2018). Penanganan dan Pengolahan Hasil
Perikanan. CV Athra Samudra Gorontalo.
PR, S. S., Masfiah, I., Fairwandari, I., & Hidayati, S. N. (2017). Identifikasi bakteri pada ikan air
laut di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan hasil perikanan kelas I
Ngurah Rai Denpasar, Bali. Journal of Aquaculture and Fish Health, 6(3), 135-140.
Sahubawa, L. (2018). Teknologi pengawetan dan pengolahan hasil perikanan. UGM PRESS.
LAMPIRAN