You are on page 1of 104

SKRIPSI

KEYAKINAN HAKIM DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN PADA

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

(Analisis Yuridis Terhadap Perkara Pidana Nomor 606/Pid.B/2018/PN/Jap)

Oleh :

YULYANTI ANACE WAKUM

18 311 012

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS YAPIS PAPUA (UNIYAP)

JAYAPURA

2022
HALAMAN PRASYARAT

KEYAKINAN HAKIM DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN PADA TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN BERENCANA

(Analisis Yuridis Terhadap Perkara Pidana Nomor 606/Pid.B/2018/PN/Jap)

Diajukan sebagai syarat penulisan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua

(UNIYAP) Jayapura

Oleh :

YULYANTI ANACE WAKUM

18311012

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS YAPIS PAPUA (UNIYAP)

JAYAPURA

2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : KEYAKINAN HAKIM DALAM MENGAMBIL


KEPUTUSAN PADA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
BERENCANA
(Analisis Yuridis Terhadap Perkara Pidana
Nomor 606/Pid.B/2018/PN/Jap)
Nama Mahasiswa : YULYANTI ANACE WAKUM
Nomor Pokok Mahasiswa : 18311012
Program Studi : ILMU HUKUM

Telah diperiksa dan disetujui oleh

Tanggal :
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,

H. Abdul Rahman Upara,SH.,MH Wahyudi BR, SH.,MH


NIDN. 1215016601 NIDN. 1421057901

Mengetahui:

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Anwar M. Roem, Spd,SH.,MH

NIDN. 12120107703

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : KEYAKINAN HAKIM DALAM MENGAMBIL


KEPUTUSAN PADA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
BERENCANA
(Analisis Yuridis Terhadap Perkara Pidana
Nomor 606/Pid.B/2018/PN/Jap
Nama Mahasiswa : YULYANTI A WAKUM
Prodi Studi : ILMU HUKUM
Dasar Penetapan Ujian : SK Dekan Nomor 315/A-014/FH/X/2021
Tanggal 04 Oktober 2021
Tanggal Ujian : 05 Februari 2022
Disahkan Oleh :

Dr. Muhdi B. Hi. Ibrahim, SE., MM Pengawas Umum (……………)


(Rektor UNIYAP Jayapura)
Dr. Liani Sari, SH.,MH Ketua (……………)
(Dekan Hukum UNIYAP Jayapura)
Anwar M. Roem S.Pd, SH.,MH Sekretaris (……………)
(Ketua Program Studi Ilmu Hukum)
Tim Penguji :
1. H. Abdul Rahman Upara, SH., MH Ketua (……………)
2. Wahyudi BR. SH., MH Sekretaris (…………….)
3. Dr. Ahmad Rifai Rahawarin. SH., MH Anggota I (………….....)
4. Dr. Yulianus Payzon Aituru. SH., M.sc Anggota II (…………….)
Mengetahui :

Dekan Fakultas Hukum

Dr. Liani Sari, SH.,MH

NIDN. 1219086101

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“ Masa depan ada di tanganku dan aku harus menggapainya “

Uchiha Sasuke

Persembahan:

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,

demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan

kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”

(Yeremia 29:11)

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Keluargaku Tercinta terutama untuk kedua Orang tua ku Tercinta Alm. Christoffel

Wakum dan Alm. Anna Womsiwor dan semua saudara-saudaraku tersayang.

2. Kekasihku tercinta Agung Tri Handoko yang selalu setia memberikan motifasi,

menemani dan mendukung dalam setiap situasi baik maupun sulit.

3. Sahabat-sahabatku Tersayang

4. Almamaterku Fakultas Hukum UNIYAP

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus yang sangat dan amat teramat baik

karena atas segala berkat dan hikmat yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang

dihadapi yang senantiasa dapat mengehentikan langkah saya dalam menyelesaikannya, namun

dengan kesadaran untuk dapat meraih yang terbaik serta adanya dukungan baik secara material

maupun moral berbagai pihak, sehingga hambatan yang ada dapat teratasi.

Terkhususnya dukungan dari orang-orang tercinta, dalam kesempatan ini saya ingin

mengucapkan rasa terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada kedua Orang Tua

Tercinta yang telah berpulang ke pangkuan Tuhan atas setiap doa yang tidak pernah putus-

putusnya, dukungan dari setiap orang terdekat saya, pengorbanan dan kasih sayang yang tulus

dan juga selalu memberikan yang terbaik bagi saya dan selalu mengingatkan saya untuk tetap di

jalanNya. Semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi mereka dan selalu dalam

lindunganNya Amin.

Skripsi ini merupakan salah satu proses dari sekian banyak proses yang harus dilalui

dalam menuntut Ilmu di Almamater tercinta, maka adalah merupakan kewajaran apabila skripsi

ini jauh dari kesempurnaan, sehingga saya senantiasa mengharapkan kritikan sekaligus bantuan

dari berbagai pihak dalam penyempurnaannya yang bisa dipergunakan oleh saya selanjutnya.

Untuk itu pada kesempatan ini juga, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berkenan meluangkan waktu berkenan

membantu saya baik langsung maupun secara tidak langsung selama saya menuntut Ilmu di

Almamater tercinta, termasuk didalamnya pada saat menyelesaikan skripsi ini:


v
1. Bapak Dr. H. Muhdi H. Hi Ibrahim, SE.,MM Selaku Rektor Universitas Yapis Papua

(UNIYAP) Jayapura.

2. Ibu Dr. Liani Sari SH.,MH Selaku Dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Yapis

Papua (UNIYAP)Jayapura.

3. Bapak Anwar M. Roem, Spd.,SH.,MH Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Yapis Papua (UNIYAP) Jayapura

4. Bapak H. Abdul Upara, S.H., M.H Selaku Pembimbing I, dan Bapak Wahyudi BR,

S.H., M.H Selaku Pembimbing II, yang senantiasa meluangkan waktu untuk

berdiskusi san memberi bimbingan kepada saya.

5. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang senantiasa tanpa lelah

mengajar dan memberi ilmu dan pengetahuannya kepada saya.

6. Bapak Eddy Soeprayitno S Putra, S.H., M.H sebagai Ketua Pengadilan Negeri

Jayapura beserta seluruh staf Sekretariat Pengadilan Negeri, atas kerjasamanya

memberikan data dan informasi dan mengarahkan saya dalam penilitian dilapangan.

Akhirnya dengan segala keterbatasan dan kerendahan hati, saya persembahkan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala Rahmat dan KaruniaNya memberkati kita

semua. Dan besar harapan saya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin

Jayapura, 23 Januari 2022

Penulis

Yulyanti A Wakum

vi
ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Keyakinan Hakim Dalam Mengambil Keputusan Pada Tindak

Pidana Pembunuhan Berencana (Analisis Yuridis Terhadap Perkara Nomor 606/Pid.B/2018/PN

Jap). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Hakim dapat menggunakan

Keyakinannya untuk memutuskan suatu perkara tindak pidana.

Dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian Normatif yang dilakukan dengan cara

penelitian kepustakaan (library researcing). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tindak

pidana pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP).

Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Keyakinan Hakim dalam

Mengambil Keputusan Pada Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Analisis Yuridis Perkara

Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap) menyatakan bahwa terdakwa telah memenuhi unsur tindak

pidana yang sesuai dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan berencana sehingga terdakwa

dihukum dengan pidana penjara selama 13 (tiga belas) tahun.

Kata Kunci : Tindak Pidana,Keyakinan Hakim, Pembunuhan Berencana

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PRASYARAT.............................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................................................iv
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................v
ABSTRAK....................................................................................................................................vii
DAFTAR ISI................................................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang masalah........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan..........................................................................................5
D. Sistematika Penulisan...........................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................8
A. Teori Tujuan Pemidanaan.....................................................................................................8
B. Teori Pertimbangan Hakim.................................................................................................12
C. Teori Pembuktian................................................................................................................15
D. Definisi Tindak Pidana.......................................................................................................19
E. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana.............................................................................28
F. Sistem Pembuktian Dengan Keyakinan Hakim..................................................................37
G. Penerapan Alat Bukti Oleh Hakim Di Pengadilan............................................................39
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................................44
1. Lokasi Penelitian................................................................................................................44
2. Tipe Penelitian....................................................................................................................44
3. Jenis dan Sumber Data........................................................................................................44
4. Teknik Pengumpulan Data.................................................................................................44
5. Teknik Analisis Data..........................................................................................................45
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS...............................................................................46
viii
A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan pada Tindak Pidana Perkara
Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap..................................................................................................46
B. Bentuk keyakinan Hakim dalam Mengambil Keputusan pada Tindak Pidana Perkara
Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap..................................................................................................78
BAB V PENUTUP.......................................................................................................................89
A. Kesimpulan.........................................................................................................................89
B. Saran...................................................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................91
LAMPIRAN.................................................................................................................................93

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Keyakinan dapat diartikan sebagai suatu kepastian, dalam KBBI keyakinan diartikan

sebagai kepercayaan dan sebagainya yang sungguh-sungguh tentang kepastian dan

ketentuan.1

Keyakinan Hakim adalah keyakinan yang diperoleh berdasarkan kenyataan atau fakta

yang bersumber dari fakta-fakta yang terbukti dalam persidangan dan juga didasari dari

berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh hakim dalam persidangan.

Secara epistimologis keyakinan Hakim diaplikasikan melalui tahapan pembuktian di

persidangan berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang diyakini kebenarannya oleh

Hakim. Dikaji dari aspek pilosofis aplikasi “keyakinan Hakim” dalam praktek peradilan

pidana, harus mengakomodir nilai-nilai Pancasila oleh karena Pancasila merupakan

sumber dari segala sumber hukum.

Secara filosofis, keyakinan Hakim dalam konteks penanganan perkara dalam peradilan

pidana yakni keyakinan yang bersumber dari nurani Hakim tanpa adanya intervensi,

pengaruh, tekanan pihak lain yang secara filsafati mengakomodir nilai-nilai Pancasila,

terutama nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keadilan.

Keyakinan hakim diperlukan dalam membuat putusan atau menjatuhkan vonis, meskipun

penggunaan keyakinan hakim dalam perkara pidana tidak ada larangannya, tetapi hakim

tidak dibenarkan dalam memutuskan perkara pidana hanya mendasarkan pada

keyakinannya saja dengan mengabaikan bukti-bukti yang diajukan di persidangan.

1
KBBI

1
Keyakinan hakim dan alat-alat bukti yang sah satu sama lain berhubungan erat, bahwa

keyakinan hakim muncul karena adanya alat-alat bukti yang sah. Atas dasar itu syarat

adanya keyakinan hakim bukanlah keyakinan yang bersifat tiba-tiba, tetapi merupakan

keyakinan yang sah atau keyakinan yang diperoleh dari alat-alat bukti yang sah

Sebagaimana kita ketahui dalam proses penyelesaian perkara pidana, putusan hakim

selalu didasari pada surat pelimpahan perkara yang memuat seluruh dakwaan atas

kesalahan terdakwa. Selain itu, putusan hakim juga tidak boleh terlepas dari fakta

persidangan atau proses pembuktian selama persidangan.

Peran hakim dalam mengadili suatu perkara pidana sangat penting ketika putusan atau

vonis telah dibuat dan dibacakan. Putusan hakim sangat menentukan nilai suatu

kebenaran dan menentukan salah atau tidaknya suatu perbuatan yang dilakukan

seseorang.

Menurut pasal 1 undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa hakim adalah pejabat peradilan negara yang

diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Kata “mengadilli” sebagai

rangkaian tindakan hakim umtuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara

berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak dalam sidang perkara pidana. Hakim

sebagai orang yang menegakkan hukum demi keadilan ketika hendak menjatuhkan

putusan tetap berlandaskan pada aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai

pertimbangan berdasarkan alat bukti yang sah serta para saksi yang telah disumpah di

depan persidangan.

Alat bukti yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hakim, menurut KUHAP

adalah alat-alat bukti yang sah. Alat bukti tersebut berupa keterangan ahli, surat, petujuk

2
dan keterangan terdakwa, hal ini bertujuan untuk mendapatkan keyakinan hakim bahwa

suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Keterangan saksi dalam persidangan juga dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam

mempertimbangkan bukti-bukti yang ada. Apabila keterangan yang diberikan saksi dalam

persidangan “dibuat-buat” menurut terkaan atau pemikiran saja, atau keterangan bukan

berdasarkan fakta atau keahlian, maka hakim boleh untuk tidak mempertimbangkannya.

Hakim dalam memutus suatu perkara tidak hanya berdasarkan bukti-bukti yang ada,

tetapi penting juga didasarkan oleh keyakinan sebagai seorang hakim dalam memutus

perkara.

Menurut Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang

bersalah melakukannya. Sebaliknya, jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil

pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dapat diputus

bebas. Hal ini sesuai dengan asas In Dubio Pro Reo yaitu jika terjadi keragu-raguan

apakah terdakwa salah atau tidak, maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan

bagi terdakwa yaitu dibebaskan dari dakwaan. Keyakinan hakim dalam hukum pidana

menjadi suatu prasyarat yang harus ada bagi proses lahirnya suatu putusan (vonis).

Hakim tidak boleh memutus suatu perkara dengan semata-mata menyandarkan diri pada

fakta atau keadaan objektif yang terjadi pada suatu kasus, tapi harus betul-betul

menggunakan keyakinannya terhadap berbagai fakta dan keadaan objektif bahwa

terdakwa memang bersalah.

3
Seperti pada kasus yang terjadi di kampung Netar Distrik Sentani Timur Kabupaten

Jayapura, dalam perkara pidana dimana seseorang yang bernama Paul Tomatala didakwa

oleh Jaksa Penuntut Umum karena diduga melakukan pembunuhan berencana terhadap

korban An. Alm. Fitri Diana (Pacarnya) Dalam dakwaan tersebut disebutkan bahwa

terdakwa melakukan pembunuhan tersebut dengan cara menusuk korban menggunakan

benda tajam, namun didalam persidangan tidak di hadirkan barang bukti yang digunakan

terdakwa untuk membunuh korban.

Dalam membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Majelis Hakim

memutuskan untuk menemukan fakta persidangan dan menggunakan bukti petunjuk

untuk mendapatkan fakta hukum yang sesungguhnya, untuk membuktikan telah terjadi

suatu tindak pidana dan menemukan siapa pelaku sebenarnya.

Keadaan diatas membutuhkan kecermatan hakim dalam menganalisis, meneelah,

mempertimbangkan, dan memutuskan kasus atau tindak pidana pembunuhan berencana,

apakah telah memenuhi unsur berencana atau tidak.

Hakim dituntut teliti dan cermat dalam mempertimbangkan kasus tidak pidana

pembunuhan berencana. Jangan sampai perbuatan yang dilakukan terdakwa sebenarnya

pembunuhan biasa, diputus dengan pembunuhan berencana atau sebaliknya.

Berdasarkan permasalahan yang disampaikan diatas, penulis tertarik untuk menjadikan

sebuah penelitian tertulis atau karya ilmiah dengan judul “KEYAKINAN HAKIM

DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN PADA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BERENCANA (Analisis Yuridis terhadap Perkara Pidana Nomor:

606/Pid.B/2018/PN Jap)“

4
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan pada Tindak Pidana

Pembunuhan Perkara Pidana Nomor: 606/Pid.B/2018/PN Jap ?

2. Bagaimana Bentuk Keyakinan Hakim dalam Mengambil Keputusan pada Tindak Pidana

Pembunuhan Perkara Pidana Nomor: 606/Pid.B/2018/PN Jap ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan diatas, adapun tujuan dari

penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

pada tindak pidana pembunuhan berencana Perkara Pidana Nomor: 606/Pid.B/2018/PN

Jap.

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk keyakinan Hakim dalam mengambil keputusan

pada tindak pidana pembunuhan berencana Perkara Pidana Nomor: 606/Pid.B/2018/PN

Jap.

Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan diatas, adapun manfaat penulisan

dari penelitian adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan atau referensi secara teoritis terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan, atau bahan rujukan terutama tentang keyakinan hakim

dalam mengambil keputusan.

2. Manfaat Secara Praktis

Di dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktis sebagai berikut :

5
a. Untuk membantu penulis dalam memecahkan permasalahan yang telah disimpulkan

melalui penelitian yang telah dilakukan.

b. Mengembangkan wawasan penulis dibidang penelitian disamping bermanfaat dalam

meraih gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua.

c. Sebagai bahan masukan bagi pengelola pendidikan, khususnya dalam bidang Hukum

Pidana.

D. Sistematika Penulisan

Hasil penulisan ini disusun untuk membahas dan menguraikan masalah yang terdiri dari 3

bab, dimana diantaranya bab yang satu dengan bab yang lainnya saling berkaitan dan

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, secara ringkas dengan sistematika

sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Berisi uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, kerangka penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Berisi uraian tentang uraian definisi tindak pidana, apa yang dimaksud dengan keyakinan

hakim dan fakta persidangan, dan berisi tentang alat bukti dalam persidangan.

BAB III Metode Penelitian

Berisi uraian tentang tipe penelitian, jenis dan sumber data yang diperoleh, teknik

pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV

Berisi tentang pembahasan dan analisa penulis yang dibahas dari rumusan masalah

6
BAB V

Berisi tentang kesimpulan dan saran dari penulis

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Tujuan Pemidanaan

a. Teori Absolut/Teori Pembalasan(Vergeldings Theorien).

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan

atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori absolut

didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti

memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu

yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana adalah

pembalasan (revegen).

Nigel Walker. Menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut teori retributive yaitu:

Teori retributif Murni: yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan kesalahan.

Teori retributif Tidak Murni, Teori ini juga masih terpecah menjadi dua yaitu:

a. Teori Retributif terbatas (The Limiting Retribution). Yang berpandangan

bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah

keadaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hukum

pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk penetapan kesalahan

pelanggaran.

b. Teori retributive distribusi (retribution in distribution). Penganut teori ini tidak

hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus dirancang

dengan pandangan pada pembalasan, namun juga gagasan bahwa harus ada batas

yang tepat dalam retribusi pada beratnya sanksi.

8
b. Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)

Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat

untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Teori ini berbeda dengan teori

absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman artinya penjatuhan

pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat

pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental. Menurut

Muladi teori ini bahwa, Pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku

tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju

kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar

orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas

keadilan.

Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan, baik

pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun

pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat. Teori relatif ini

berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence, dan reformatif.

Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku

kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti (detterence) untuk menimbulkan

rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi

perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan

(reformation) untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan

pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-

hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Menurut

teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk ini,

9
tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya

suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidaklah saja dilihat pada

masa lampau, tetapi juga pada masa depan.

Dengan demikian, harus ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja.

Dengan demikian, teori ini juga dinamakan teori tujuan. Tujuan ini pertama-tama harus

diarahkan kepda upaya agar dikemudian hari kejahatan yang dilakukan itu tidak terulang

lagi (prevensi). Teori relatif ini melihat bahwa penjatuhan pidana bertujuan untuk

memperbaiki si penjahat agar menjadi orang yang baik dan tidak akan melakukan

kejahatan lagi. Menurut Zevenbergen ”terdapat tiga macam memperbaiki si penjahat,

yaitu perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan perbaikan moral.” Perbaikan yuridis

mengenai sikap si penjahat dalam hal menaati undang-undang. Perbaikan intelektual

mengenai cara berfikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya kejahatan. Sedangkan

perbaikan moral mengenai rasa kesusilaan si penjahat agar ia menjadi orang yang

bermoral tinggi.

c. Teori Gabungan/modern (Vereningings Theorien)

Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural,

karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan)

sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung

karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam

menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya terletak pada ide bahwa

tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di

kemudian hari.

10
Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List dengan pandangan sebagai

berikut :

1. Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu gejala

masyarakat.

2. Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus memperhatikan hasil studi

antropologi dan sosiologis.

3. Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan pemerintah untuk

memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya sarana, oleh karena itu pidana

tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi

denga upaya sosialnya.

Dari pandangan diatas menunjukkan bahwa teori ini mensyaratkan agar pemidanaan

itu selain memberikan penderitaan jasmani juga psikologi dan terpenting adalah

memberikan pemidanaan dan pendidikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemidanaan, yaitu

dikehendakinya suatu perbaikan-perbaikan dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-

kejahatan terutama dalam delik ringan. Sedangkan untuk delik-delik tertentu yang dianggap

dapat merusak tata kehidupan sosial dan masyarakat, dan dipandang bahwa penjahat-penjahat

tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki, maka sifat penjeraan atau pembalasan dari suatu

pemidanaan tidak dapat dihindari. Teori ini di satu pihak mengakui adanya unsur pembalasan

dalam penjatuhan pidana. Akan tetapi di pihak lain, mengakui pula unsur prevensi dan unsur

memperbaiki penjahat/pelaku yang melekat pada tiap pidana. Teori ketiga ini muncul karena

terdapat kelemahan dalam teori absolut dan teori relatif, kelemahan kedua teori tersebut adalah:

Kelemahan teori absolut :

11
1. Dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya pada pembunuhan tidak semua pelaku

pembunuhan dijatuhi pidana mati, melainkan harus dipertimbangkan berdasarkan alat-

alat bukti yang ada.

2. Apabila yang menjadi dasar teori ini adalah untuk pembalasan, maka mengapa hanya

Negara saja yang memberikan pidana?

Kelemahan teori tujuan :

1. Dapat menimbulkan ketidak adilan pula. Misalnya untuk mencegah kejahatan itu dengan

jalan menakut-nakuti, maka mungkin pelaku kejahatan yang ringan dijatuhi pidana yang

berat sekadar untuk menakut-nakuti saja, sehingga menjadi tidak seimbang. Hal mana

bertentangan dengan keadilan.

2. Kepuasan masyarakat diabaikan. Misalnya jika tujuan itu semata-mata untuk

memperbaiki sipenjahat, masyarakat yang membutuhkan kepuasan dengan demikian

diabaikan.

Sulit untuk dilaksanakan dalam peraktek. Bahwa tujuan mencegah kejahatan dengan jalan

menakut-nakuti itu dalam praktek sulit dilaksanakan. Misalnya terhadap residive.

B. Teori Pertimbangan Hakim

Putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkra yang sedang di periksa dan diadili

oleh hakim. Hakim memberikan keputusanya mengenai hal-hal sebagai berikut;2

1. Keputusan mengenai peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang

dituduhkan kepadanya.

2
Sudarto, hukum dan hukum pidana, Bandung, Alumi, 1986, hlm 74

12
2. keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu

merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat di pidana.

3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dpat di pidana.

Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan atau yang telah ditentukan oleh

undang-undang. Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih rendah dari batas minimal

dan juga hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dari batas maksimal

hukuman yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam memutus putusan, ada beberapa

teori yang dapat digunakan oleh hakim. Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau

pendekatan yang dapat di pergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan

dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut;3

1. Teori Keseimbangan

Teori keseimbangan yaitu keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh

undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan

perkara

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.

Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan

dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata,

hakim tidak akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat,

dalam perkara perdata pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana.

Penjatuhan putusan, hakim menggunakan pendekatan seni, lebih ditentukan oleh instink

atau institusi dari pada pengetahuan dari hakim.

3
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm

13
3. Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari ilmu ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus

dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan

putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam

menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

5. Teori Ratio Decindedi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang mempertimbangkan

segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian

mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang

disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan hakim

harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan

keadilan bagi para pihak yang berperkara.

6. Teori kebijaksanaan

Aspek teori ini adalah menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang

tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, mendidik, membina dan melindungi

terdakwa, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan

bangsanya.

Dalam memutus suatu perkara pidana, hakim harus memutus dengan seadil-adilnya dan

harus sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.

Menurut Van Apeldoorn, haki itu haruslah;4

4
E.Utrecht an Moch Saleh Djinjang, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Harapan, 1980, hlm.204

14
a. Menyesuaikan Undang-Undang dengan faktor-faktor konkrit, kejadian-

kejadian konkrit dalam masyarakat.

b. Menambah Undang-Undang apabila perlu.

C. Teori Pembuktian

a. Teori Pembuktian Obyektif Murni

Teori ini dianut oleh hukum gereja Katholik (canoniek recht) dan disebut juga aliran

ini ajaran positif menurut hukum positif wettelijke. Menurut teori ini hakim sangat

terikat pada alat bukti serta dasar pembuktian yang telah ditentukan oleh undang-

undang, yakni dengan menyatakan bahwa sesuatu perbuatan-perbuatan yang

didakwakan telah terbukti haruslah didasarkan kepada hal-hal yang telah disimpulkan

dari sekian jumlah alat-alat pembuktian yang semata-mata berdasarkan undang-

undang.

Sedangkan keyakinan hakim berdasarkan dan berasal dari hati nuraninya yang paling

dalam sekalipun tidak boleh ikut memegang peranan dalam pengambilan keputusan

tersebut. Menurut D. Simons sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-

undang secara positif (positief wettelijke) ini berusaha untuk menyingkirkan semua

pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan

pembuktian yang keras.

Dengan demikian ajaran ini disandarkan hanya semata-mata kepada alat-alat bukti

yang telah diatur atau ditetapkan oleh undang-undang, tanpa adanya unsur keyakinan

hakim dalam menentukan kesalahan terdakwa.

Jadi meskipun ia tidak yakin akan tetapi karena kasus tersebut telah diperiksa dua

orang saksi yang menyatakan bahwa terdakwalah yang melakukan, maka hakim harus

15
menghukum. Teori pembuktian ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan

pembuktian yang berdasarkan undang-undang,sehingga putusan hakim tidak mungkin

obyektif.

Sehubungan dengan hal ini Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa sistem

melulu menurut undang-undang atau positief wettelijke ini sama sekali tidak

mengandung suatu kepercayaan kepada kesan-kesan perorangan dari hakim

sebetulnya bertentangan dengan prinsip bahwa dalam acara pidana suatu putusan

hakim harus didasarkan atas kebenaran.

b. Teori Pembuktian Subyektif Murni (conviction in time)

Teori pembuktian subyektif murni (conviction in time) atau (bloot gemoedelijk over

tuiging) ini bertolak belakang dengan teori pembuktian obyektif murni karena dalam

teori pembuktian subyektif murni didasarkan kepada keyakinan hakim belaka

(Keyakinan semata).

Jadi prinsip pembuktiannya kepada penilaian hakim atas dasar keyakinan menurut

perasaannya semata-mata, dan tidak menyandarkan kepada pembuktian menurut

undang-undang tetapi memberikan kebebasan yang mutlak kepada hakim. Keyakinan

hakim dalam aliran ini sangat subyektif (perseorangan) dalam menentukan apakah

terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya.

Prof Andi Hamzah, berpendapat bahwa sistem ini memberikan kebebasan kepada

hakim terlalu besar sehingga sulit diawasi, di samping itu terdakwa atau penasehat

hukumnya sulit melakukan pembelaan.

Hal yang sama dikemukakan pula oleh Prof.Wirjono Prodjodikoro bahwa,

terkandung di dalamnya suatu kepercayaan yang terlalu besar kepada ketetapan

16
kesan-kesan perseorangan belaka dari hakim. Pengawasan terhadap putusan-putusan

hakim seperti ini sukar untuk dilakukan, oleh karena badan pengawas tidak dapat tahu

pertimbangan-pertimbangan hakim yang mengalirkan pendapat hakim ke arah

putusan.

c. Teori Pembuktian Bebas (conviction rainsonce)

Teori pembuktian yang bebas (conviction rainsonce) atau vrijebewijsleer adalah

merupakan ajaran/sistem pembuktian yang menghendaki agar hakim dalam

menentukan keyakinannya secara bebas tanpa dibatasi oleh undang-undang, akan

tetapi hakim wajib mempertanggungjawabkan cara bagaimana hakim tersebut

memperoleh keyakinan dan selanjutnya hakim wajib menguraikan alasan-alasan yang

menjadi dasar putusannya yakni semata-mata dengan keyakinan atas dasar ilmu

pengetahuan dan logika serta hakim tidak terikat pada alat-alat bukti yang ditetapkan

oleh undang-undang. Dalam sistem ini hakim dapat menggunakan alat bukti lain di

luar ketentuan perundang-undangan.

Sehubungan dengan teori ini Martiman Prodjohamidjojo mengatakan bahwa,

ajaran ini disandarkan semata-mata atas dasar pertimbangan akal (pikiran) dan hakim

tidak dapat terikat kepada alat-alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang dengan

demikian hakim dapat mempergunakan alat-alat bukti lain yang di luar ketentuan

perundang-undangan.

d. Teori pembuktian yang negatif menurut undang-undang (negatief wettelijke)

Di dalam teori pembuktian yang negatif menurut undang-undang (negatief wettelijke),

ada dua hal yang merupakan syarat syarat sebagai berikut :

17
a. Wettelijke, disebabkan karena alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh

undang-undang.

b. Negatief, disebabkan oleh karena dengan alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan

undang-undang saja belum cukup untuk hakim menganggap kesalahan terdakwa

telah terbukti, akan tetapi harus dibutuhkan adanya keyakinan hakim.

Menurut sistem negatief wettelijke menghendaki hubungan causal (sebab-akibat)

antara alat-alat bukti dengan keyakinan. Alat bukti dalam sistem pembuktian negatief

wettelijke ini telah ditentukan secara limitatif dalam undang-undang serta bagaimana

cara menggunakannya (bewijs voering) yang harus diikuti pula adanya keyakinan,

bahwa peristiwa pidana benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah.

Sistem pembuktian ini ada persamaannya dan perbedaannya dengan teori pembuktian

yang bebas. Persamaannya daripada teori ini adalah bahwa untuk menghukum

terdakwa harus ada unsur keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah dan

menyebutkan alasan dasarnya. Perbedaannya bertitik tolak dari bahwa teori

pembuktian negatief wettelijke menghendaki keyakinan hakim dengan alasan yang

didasarkan pada alat bukti menurut undang-undang, kemudian teori pembuktian yang

bebas, keyakinan hakim.

Menurut sistem negatief wettelijke menghendaki hubungan causal (sebab-akibat)

antara alat-alat bukti dengan keyakinan. Alat bukti dalam sistem pembuktian negatief

wettelijke ini telah ditentukan secara limitatif dalam undang-undang serta bagaimana

cara menggunakannya (bewijs voering) yang harus diikuti pula adanya keyakinan,

bahwa peristiwa pidana benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah. Sistem

18
pembuktian ini ada persamaannya dan perbedaannya dengan teori pembuktian yang

bebas. Persamaannya daripada teori ini adalah bahwa untuk menghukum terdakwa

harus ada unsur keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah dan menyebutkan

alasan dasarnya.

Perbedaannya bertitik tolak dari bahwa teori pembuktian negatief

wettelijke menghendaki keyakinan hakim dengan alasan yang didasarkan pada alat

bukti menurut undang-undang, kemudian teori pembuktian yang bebas, keyakinan

hakim didasarkan kepada kesimpulan (conclusie) yang logis tidak berdasarkan

undang-undang. Sistem pembuktian adalah merupakan hal-hal yang bersifat urgen

dalam menjamin proses pemeriksaan perkara pidana, karena di dalam sistem

pembuktian tersebut mengandung asas dan cara pembuktian yang dipakai yang

merupakan perangkat aturan formal guna menemukan kebenaran yang sesungguhnya.

D. Definisi Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah dimaksudkan sebagai dalam bahasa Indonesia untuk istilah

bahasa belanda “strafbaarfeit” atau “Delict” untuk terjemahan itu dalam bahasa

Indonesia disamping istilah “Tindak Pidana” juga dipakai dan beredar istilah lain baik

dalam buku ataupun dalam peraturan tertulis yang penulis jumpai antara lain:

1. Perbuatan yang dapat dihukum.

2. Perbuatan yang boleh dihukum

3. Peristiwa pidana

4. Pelanggaran pidana

19
5. Perbuatan pidana.5

Perundang-undangan di Indonesia telah mempergunakan istilah-istilah diatas, dalam

berbagai undang-undang. Demikian pula para sarjana Indonesia telah mempergunakan

beberapa atau salah satu istilah tersebut di atas dengan memberikan sandaran masing-

masing dan bahkan pengertian dari istilah tersebut. Di bawah ini penulis kemukakan

pendapat para sarjana barat tentang pengertian tindak pidana, yaitu:

a. D. Simons Pertama kita mengenal perumusan yang dikemukakan oleh Simons bahwa

peristiwa pidana itu adalah “Perbuatan salah dan melawan hukum, yang diancam

pidana dan dilakukan oleh seseorang yang ampu bertanggungjawab”.6 Perumusan

menurut pendapat Simons menunjukkan unsur-unsur dari perbuatan pidana sebagai

berikut:

1. Perbuatan manusia.

2. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederechttelijk).

3. Perbuatan itu diancam dengan pidana oleh undang-undang.

4. Pelakunya harus orang yang mampu bertanggung jawab.

5. Perbuatan itu terjadi karena kesalahan pembuat.

b. Van Hamel Tentang perumusan “Strafbaarfeit” itu sarjana ini sependapat dengan

Simons hanya ia menambahkan “Sifat perbuatan yang mempunyai sifat yang dapat

dihukum”.7

5
E.Y. Kanter, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHMPTHM, Jakarta, 1992, hlm.
187
6
Ibid, hlm. 205
7
Ibid, hlm. 207

20
Selanjutnya dikemukakan pula mengenai rumusan pengertian tindak pidana menurut

pendapat para sarjana Indonesia :

Moeljatno, mengartikan istilah “Starfbaarfeit” sebagai “perbuatan pidana”. Pengertian

pidana menurut beliau adalah “Perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barang siapa

melanggar pelanggaran tersebut”. Perbuatan harus pula betul-betul dirasakan oleh

masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau menghambat tercapainya tata dalam

pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Maka perbuatan pidana

secara mutlak harus mengandung unsur materil yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita

mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek, sifat melawan hukum.8

R. Tresna, mengartikan istilah “Starfbaarfeit” sebagai “Peristiwa pidana”. Menurut

beliau peristiwa pidana itu adalah “Suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia

yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lainnya, terhadap perbuatan ana

diadakan penghukuman.9

Wirjono Prodjodikoro cenderung mengartikan “Strafbaarfeit” sebagai “Tindak

pidana”. Tindak pidana adalah “Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum

pidana dan pelakunya itu dapat dikatakan merupakan subjek tinda pidana”.10

Suatu perbuatan yang melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu ia

merupakan tindak pidana, bila perbuatan itu dilarang oleh undang-undang dan pelakunya

tidak diancam pidana. Dalam kehidupan sehari-hari juga kita sering jumpai istilah

kejahatan. Pernyataan kejahatan ini menunjukkan kepada perbuatan yang bertentangan

8
Moejatno, Azas-azas Hukum Pidana, Rineke Cipta, Jakarta, 1993, hlm.56
9
Ibid, hlm. 130
10
R. Tresna, Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana Yang Penting, Tiara LTD,
Jakarta, 1979, hlm. 27

21
dengan kaedah akan tetapi tidak semua perbuatan yang melanggar kaedah merupakan

kejahatan.

Contoh seseorang yang melempar Koran bekas kekebun belakang tetangga, seharusnya ia

memberikan kepada tukang sampah atau meleakkan di tempat sampah, hal ini tidk sopan

mengganggu tetangga (melanggar kaedah) dan ini bukan kejahatan, tetapi dapat

dikatakan sebagai kenakalan yang termuat dalam Pasal 489 KUHP:

1. Kenakalan, kerugian atau kerusakan, diancam dengan denda paling banyak lima belas

ribu rupiah,

2. Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak belum adanya

pemidanaan yang menjadi tetap karenapelanggaran yang sama, denda dapat diganti

dengan kurungan paling lama tiga hari.

Bersifat melawan hukum dapat berarti bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai

dengan larangan-larangan atau keharusa nhukum atau menyerang sesuatu kepentingan

yang dilindungi oleh hukum.11

Mengenai sifat melawan hukum ini sehubungan pembahasan tentang perumusan delik

(tindak pidana) ada dua aliran atau penganut yaitu:

a. Penganut bersifat melanggar hukum formal yang menyatakan bahwa pada setiap

pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan hukum. Artinya

apabila sifat melawan hukum tidak dirumuskan dalam suatu delik, maka tidak perlu

lagi diselidiki tentang bersifat melwan hukum itu, sebab dengan sendirinya seluruh

tindakan itu sudah bersifat melawan hukum itu dicantumkan dalam rumusan delik,

11
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1996, hlm. 50

22
maka bersifat melwan hukum harus diselidiki, aliran ini berdasarkan pada ketentuan

undang-undang.

b. Penganut bersifat melawan hukum materiil menyatakan bahwa setiap delik dianggap

ada unsur bersifat melwan hukum dan harus dibuktikan. Aliran ini berdasarkan selain

dari ketentuan undang-undang juga mengutamakan kesadaran masyarakat.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa dalam mengartikan istilah dan perumusan dari

Strafbaarfeit oleh setiap sarjana adalah berbeda, sehingga dengan demikian pengertiannya

berbeda pula. Tetapi dapat dilihat pada perumusan Strafbaarfeit menurut para sarjana

yang dikemukakan di atas masing-masing memakai kata “perbuatan”. Jika kata perbuatan

tersebut (eendoen) merupakan pengertian dari handeing (tindakan), maka menurut

Satochid Kartanegara hal itu kurang tepat, karena dengan demikian Strafbaarfeit berarti

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan undang-undang, sedang yang dimaksud

dengan Strafbaarfeit juga termaksud “het nalaten” (melalaikan). Jadi diartikan sebagai

Strafbaarfeit disamping perbuatan (eendoen) juga berarti melalaikan (het nalaten).12

Sebagai contoh perbuatan dan diancam pidana adalah:

a. Pasal 388 KUHP, pembunuhan yang dilakukan dengan menusuk, menikam dan lain-

lain:

b. Pasal 362 KUHP, pencurian yaitu dengan mengambil sesuatu. Sedangkan contoh dari

melalaikan dan dapat dipidana adalah:

c. Pasal 164 KUHP, melalaikan kewajiban untuk melaporkan.

12
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Tanpa Tahun, hlm. 75

23
d. Pasal 522 KUHP, melalaikan kewajiban untuk menjadi saksi. Yang dapat melakukan

strafbaarfeit adalah manusia, sedangkan benda hukum dan hewan tidak dapat

dianggap sebagai subjek dalam strafbaarfeit.

Ketentuan ini dapat dilihat dari :13

1. Cara merumuskan Strafbaarfeit yaitu degan kata-kata “barang siapa “ dari rumusan

ini dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan “Barang siapa” hanya

manusia.

2. Hukuman yang dijatuhkan seperti :

a. Pidana Pokok :

1. Pidana mati

2. Pidana penjara

3. Pidana kurungan

4. Pidana denda

b. Pidana tambahan yaitu:

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim

Hukuman yang berlaku ini disandarkan pada kesalahan orang. Di dalam ajaran kesalahan

yang dianggap dapat membuat kesalahan hanya manusia, yaitu berupa kesalahan

individual. Badan hukum bukan subjek hukum dalam arti hukum pidana, tetapi badan

hukum dapat melakukan Strafbaarfeit dalam lapangan hukum fiskal. Ada beberapa

13
Ibid, hlm. 96

24
sarjana menganjurkan agar badan hukum dapat dianggap sebagai subjek dalam

Strafbaarfeit, namun hukumannya dianjurkan supaya ini merupakan denda saja.

Demikian pada perinsipnya bahwa setiap perumusan Strafbaarfeit yang digunakan oleh

para sarjana adalah berbeda, namun semua perbuatan tersebut adalah dapat dipidana.

Sebagai konsekuensinya dari perbuatan yang dilakukan tersebut mempunyai akibat dan

akibat inipun dilarang oleh hukum. Untuk dapat dipidana seseorang sebagai penanggung

jawab pidana, maka tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi

disamping itu harus ada kesalahan atau sikap batin yang dapat dicela.14

Unsur-unsur tindak pidana menurut beberapa teoritis

Berdasarkan tindak pidana menurut Moeljatno, maka unsur tindak pidana adalah

perbuatan, yang dilarang (oleh aturan hukum), ancaman pidana (bagi yang melanggar

larangan). Dari batasan yang dibuat Jonkers dapat dirincikan unsur-unsur tindak pidana

adalah perbuatan, melawan hukum (yang berhubungan dengan), kesalahan (yang

dilakukan oleh orang yang dapat), dipertangungjawabkan. E.Y.Kanter dan SR. Sianturi

menyusun unsur-unsur tindak pidana yaitu:15

Ke-1 Subjek

Ke-2 Kesalahan

Ke-3 Bersifat melawan hukum (dari tindakan)

Ke-4 suatu tindakan yang dilrang dan diharuskan oleh UU/PerUU-an dan terhadap

pelanggarannya diancam dengan pidana :


14
Moejatno, Op. Cit, hlm. 57
15
E.Y.Kanter dan S.R. Sianturi, Op. Cit, hlm. 211

25
Ke-5 waktu, tempat, keadaan (unsur objektif lainnya).

Sementara K Wanjik Saleh menyimpulkan bahwa suatu perbuatan akan menjadi tindak

pidana apabila perubuatan itu:16

1. Melawan hukum

2. Merugikan masyarakat

3. Dilarang oleh aturan pidana

4. Pelakunya diancam dengan pidana.

Perumusan Simons mengenai tindak pidana, menunjukan unsur-unsur tindak pidana

sebagai berikut:17

1. Handeling, perbuatan manusia, dengan hendeling di maksudkan tidak saja eendoen

(perbuatan) tetapi juga “een natalen” atau “niet doen” (melalaikan atau tidak

berbuat).

2. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederrechtelijk)

3. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederrechtelijk)

4. Perbuatan itu diancam pidana (Strafbaarfeit Gesteld) oleh UU

5. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.

6. Perbuatan itu terjadi karena kesalahan.

16
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998
17
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983, hlm. 26-27

26
Penyebab Terjadinya Unsur Pidana

Dalam KUHP, tindak pidana terbagi 2, yakni untuk semua yang dimuat dalam Buku II,

dan pelanggaran untuk semua yang terdapat dalam Buku III. Sehingga tindak pidana

merupakan bentuk kejahatan.

Faktor-faktor sosial yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap terjadinya suatu

pidana, dapat dikatagorikan sebaga berikut:18

1. Faktor ekonomi, meliputi sistem ekonomi, yang tidak saja merupakan sebab utama

(basic causa) dari terjadinya kejahatan terhadap hak milik, juga mempunyai pengaruh

kriminogenik karena membangun egoisme terhadap macam-macam kejahatan lain

dengan cara pola hidup konsumeristis, dan persaingan pemenuhan kebutuhan hidup,

perubahan harga pasar , yang mempengaruhi tingkat pencurian, keadaan krisis,

pengangguran.

2. Faktor-faktor mental, meliputi kurangnya pemahaman terhadap agama, pengaruh

bencana, film dan televisi .

3. Faktor-faktor fisik, keadaan iklim, seperti hawa panas/dingin, keadaan terang/gelap,

dan lain-lain dianggap sebagai penyebab langsung dari kelakuan manusia yang

menyimpang dan khususnya kejahatan kekerasan berkurang semakin basah dan panas

iklimnya

4. Faktor-faktor pribadi, meliputi umur, jenis kelamin, ras dan nasionalitas, alkoholisme,

dan perang berakibat buruk bagi kehidupan manusia.

18
Stepen Huwitz, Kriminologi, Saduran Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 86

27
Secara umum dapat diklasifikasikan hal yang dapat menjadi pemicu terjadi tindak pidana,

antara lain:

a. Keadaan ekonomi yang lemah dan pengangguran

b. Lemahnya penegakan hukum, dalam hal ini mencakup lemahnya dari sanksi

perundang-undangan pidana, dan tidak terpadunya sistem peradilan pidana.

c. Adanya demonstration effects, yaitu kecenderungan masyarakat untuk memamerkan

kekayaan sehingga menyulut pola hidup konsumtif yang berlomba-lomba mengejar

nilai lebih sedangkan kesanggupan rendah

d. Perilaku korban yang turut mendukung sehingga terjadinya tindak pidana

e. Lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan pergaulan dengan masyarakat yang

berintegrasi dengan pola-pola kejahatan dalam masyarakat

f. Kurangnya pendidikan tentang moral

g. Penyakit kejiwaan.

Sementara secara sederhana, dalam dunia krminalits dikenal dua faktor penting terjdi

tindak pidana, yaitu niat dan kesempatan. Kedua faktor saling mempengaruhi dan harus

ada untuk terjadinya tindak pidana.

E. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

Tindak Pidana pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai “barang siapa

dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan

penjara paling lama 15 tahun”.19

19
Kitab Undang-Undang KUHP

28
Hal ini merupakan suatu rumusan secara materiil yaitu “menyebabkan sesuatu tertentu”

tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat ditarik dari pasal

338 KUHP adalah :

1. Perbuatan itu harus disengaja, dengan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga,

ditujukan maksud supaya orang itu mati.

2. Melenyapkan nyawa orang lain itu harus merupakan yang “positif” walaupun dengan

perbuatan yang kecil sekalipun.

3. Perbuatan itu harus menyebabkan matinya orang, disini harus ada hubungan kausal di

antara perbuatan yang dilakukan itu dengan kematian orang tersebut.

Dari unsur-unsur pasal 338 KUHP di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Dengan sengaja

Dalam KUHP tidak dijelaskan apa arti kesengajaan, tetapi didalam MvT (memorie

van Toelieting) disebutkan “pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada

barang siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang yang dikehendaki dan

diketahui”. Terwujudnya perbuatan seperti yang dirumuskan dalam Undang-Undang

berpangkal tekad adalah asas dari perbuatan kesengajaan. Teori berpangkal tekad

karena akibat itu hanya dapat dibayangkan dan dicita-citakan saja oleh orang yang

melakukan suatu perbuatan. Kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat dengan

mengetahui unsur-unsur yang diperlukan menurut perumusan Undang-Undang.

Dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam 3 bentuk kesengajaan, yaitu :

1. Kesengajaan sebagai tujuan Kesengajaan ada, apabila si pelaku benar-benar

menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman

hukum pidana.

29
2. Kesengajaan sebagai kepastian Kesengajaan semacam ini ada, apabila si pelaku

tahu benar bahwa suatu akibat pasti ada dari perbuatan itu.

3. Kesengajaan sebagai kemungkinan Kesengajaan ada, apabila dalam pemikiran si

pelaku hanya suatu kemungkinan belaka akibat yang akan terjadi dari suatu

perbuatan.

b. Menghilangkan nyawa orang lain

Unsur-unsur tindak pidana yang menyebabkan hilangnya nyawa korban adalah

sebagai berikut :

a. Adanya suatu perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain.

b. Adanya kesengajaan yang tertuju pada terlaksananya kematian orang lain.

c. Kesengajaan merampas nyawa dilakukan segera setelah timbulnya niat untuk

membunuh.

d. Orang lain merupakan unsur yang menunjukkan bahwa merampas nyawa orang

lain merupakan perbuatan positif sekalipun dengan perbuatan kecil.

Delik ini mengandung unsur dan kualifikasi yaitu pembunuhan dan sanksi pidana.

Delik ini juga dirumuskan secara materiil artinya menitik beratkan pada akibat

hilangnya nyawa, tentang bagaimana cara menghilangkan nyawa itu.

Seperti dikemukakan oleh R. Soesilo bahwa perencanaan itu antara lain disebutkan :

“Berencana artinya dengan direncanakan lebih dahulu, terjemahan dari kata asing

“metvoorbedacterade” antara timbulnya maksud akan membunuh dengan

pelaksanaannya masih ada tempo bagi si pembuat dengan tenang memikirkan dengan

cara bagaimana sebaiknya pembunuhan itu dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu

30
sempit akan tetapi sebaiknya juga tidak boleh terlalu lama yang penting ialah bahwa

tempo itu di buat oleh si pelaku dengan tenang bisa dapat berpikir-pikir yang

sebenarnya itu masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan membunuh

itu, akan tetapi kesempatan itu tidak dipergunakannya”.

Pembunuhan berencana adalah kejahatan merampas nyawa manusia lain, atau

membunuh, setelah dilakukan perencanaan mengenai waktu atau metode, dengan

tujuan memastikan keberhasilan pembunuhan atau untuk menghindari penangkapan.

Pembunuhan terencana dalam hukum umumnya merupakan tipe pembunuhan yang

paling serius, dan pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Hal ini diatur dalam pasal

338 KUHP yang bunyinya, sebagai berikut :

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dihukum karena makar

mati, dengan hukuman selama-lamanya lima belas tahun”.

Menyatakan bahwa pembunuhan itu dimaksudkan oleh pembuat Undang-Undang

sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak dirumuskan

dengan cara demikian, melainkan dengan pasal 338 KUHP itu cukup disebut sebagai

pembunuhan saja.20

Rumusan pada pasal 340 KUHP, diuraikan unsur-unsurnya akan nampak pada unsur-

unsur sebagai berikut :

a. Unsur obyektif : menghilangkan atau merampas nyawa pada orang lain.

b. Unsur obyektif :

1. Unsur dengan sengaja.

20
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian Dua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

31
2. Unsur dengan ajakan bersama-sama terlebih dahulu.

Unsur kesengajaan dalam pasal 340 KUHP merupakan kesengajaan dalam arti

luas, yang meliputi:

a. Kesengajaan sebagai tujuan.

b. Kesengajaan dengan tujuan yang pasti atau yang merupakan keharusan.

c. Kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan atau dolus eventualis.

Dalam pembunuhan berencana menurut KUHPidana tidak boleh bertentangan dengan

makna pasal 340 KUHPidana yaitu si pelaku dan orang yang dibunuh tidak boleh harus

orang yang telah ditetapkan dalam perencanaan tersebut.

Pembunuhan merupakan kejahatan yang dapat terjadi karena dilakukan dengan sengaja

ataupun karena kelalaian/ kealpaan seseorang, maka menimbulkan korban atau hilangnya

jiwa orang lain. Pembunuhan yang direncanakan itu adalah perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja. Ini terbukti karena ada perencanaan.

Artinya si pelaku yang mempunyai tempo berpikir apakah pembunuhan itu akan

diteruskan pelaksanaannya atau dibatalkan. Berikut kejahatan yang dilakukan dengan

sengaja terhadap jiwa orang lain menurut Satochid Kartanegara. Terdiri dari :

1. Pembunuhan dengan sengaja/pembunuhan biasa (Doodslag).

2. Pembunuhan dengan sengaja dan yang direncanakan lebih dahulu (Moord).

3. Pembunuhan atas permintaan yang sangat dan tegas dari orang yang dibunuh.

4. Dengan sengaja menganjurkan atau membantu atau memberi sarana kepada orang

lain untuk membunuh.

32
5. Gegualificeerderdoodslag pasal 339.21

Jadi jelaslah bahwa pembunuhan berencana itu hanya dapat terjadi karena dilakukan

dengan sengaja. Pembunuhan berencana tidak pernah terjadi karena suatu tindak

kelalaian si pelaku.

Jenis-Jenis Pembunuhan Berencana

Persoalan pembunuhan berencana juga tidak terlepas dari beberapa unsur pokok, maka

pembunuhan itu dinamakan sebagai pembunuhan yang direncanakan ataupun agar tindak

pembunuhan itu merupakan pembunuhan berencana haruslah berdasarkan dan sesuai

dengan bunyi pasal 340 KUHPidana, walaupun bila dalam objek pembunuhan itu

akhirnya berdasarkan penjelasannya.

Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku sebelum

pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Untuk pembunuhan

direncanakan terlebih dulu diperlukan berpikir secara tenang bagi pelaku. Didalam

pembunuhan biasa, pengambilan putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang dan

pelaksanaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan direncanakan

terlebih dulu kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna

berpikir secara tenang tentang pelaksanaannya. Direncanakan terlebih dahulu memang

terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk

menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh

hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya.22

21
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana I, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, 1999.
22
0 H.A.K. Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989

33
Dalam perbuatan menghilangkan jiwa atau nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat yang

harus dipenuhi, yaitu :

1. Adanya wujud perbuatan.

2. Adanya suatu kematian (orang lain).

3. Adanya hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan akibat kematian.

KUHPidana tidak ada membuat atau rumusan tentang arti “sengaja”. Namun apa yang

dimaksudkan dengan arti “sengaja” dapat diteliti dari penjelasan-penjelasan Undang-

undang itu sendiri dari memori vantoelichting sebagai interpretasi/penafsiran dari

KUHPidana tersebut bahwa kesengajaan itu adalah suatu opzet atau willensenweten.

Adapun yang dimaksud dengan “willensenweten” adalah “seseorang yang melakukan

sesuatu perbuatan dengan sengaja, harus mengkehendaki (wilen) perbuatan itu serta harus

menginsafi/mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu”.23

Rumusan pasal 340 KUHP dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai

“menghilangkan nyawa orang lain” menunjukan bahwa kejahatan pembunuhan berencana

adalah suatu tindak pidana materiil. Perbuatan menghilangkan nyawa dirumuskan dalam

bentuk aktif dan abstrak.

Pembunuhan yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP ini adalah pembunuhan yang

dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu dalam keadaan tenang

untukmenghilangkan nyawa orang lain. Berencana disini meliputi bagaimana cara

pelaksanaan pembunuhan, alat atau sarana yangakan digunakan, tempat atau lokasi akan

dilaksanakannyapembunuhan, waktu pelaksanaannya, atau bahkan cara pelaku

23
Ibid, Hal. 291

34
pembunuhan berencana untuk menghilangkan jejak, misalnya: dengan membuang alat

atau sarana yang digunakan untuk melakukan kejahatan, memakai sarung tangan agar

tidak meninggalkan sidik jari pelaku ataupun dengan membuang mayat korban di tempat

yang dirasakan aman.

Para perancang KUHP (WvS) menganggap bahwapembunuhan berencana adalah

kejahatan yang sangat menyinggung asas-asas kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dalam pembunuhan berencana ini diperlukan suatu akal licik atau niat yang sangat jahat,

alat atau sarana yang memadai, waktu yang tepat serta motif yang kuat untuk

menggerakkan seseorang untuk melakukan pembunuhan yang keji. Oleh karena itu,

ancaman pidana pada pembunuhan berencana, lebih berat dibandingkan dengan

pembunuhan dalam Pasal 338 maupun 339. Hal ini diletakkan pada adanya unsur dengan

rencana terlebih dahulu. Pembunuhan berencana diancam dengan pidana mati untuk

melindungi ketentraman dan kesejahteraan umum.

Direncanakan terlebih dahulu perbedaaan antara pembunuhan dan pembunuhan yang

direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi di dalam diri si pelaku

sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Mengenai unsur dengan rencana

terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 (tiga) syarat yaitu:

1. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang pada saat memutuskan untuk

membunuh itu dilakukan dalam suasana tidak tergesa-gesa. Indikatornya adalah

sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh telah dipikirkan dan

dipertimbangkan, telah dikaji untung ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti itu

hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang. Ia memikirkan dan

35
mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak

untuk berbuat, sedangkan perbuatannya tidak diwujudkan ketika itu.

2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan

pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup dalam hal ini adalah relatif, dalam arti

tidak diukur dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung pada keadaan atau

kejadian konkrit yang berlaku. Tidak perlu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi

untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian tidak menggambarkan

adanya hubungan antara pengambilan putusan dan kehendak untuk membunuh

dengan pelaksanaan pembunuhan. Mengenai adanya cukup waktu, dimaksudkan

adanya kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya perbuatan itu

dan sebagainya.

3. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang, syarat ini dimaksudkan

suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana tergesa-gesa,

amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya.

Tiga syarat dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas,

bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab

bila sudah maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu. R. Soesilo

berpendapat bahwa unsur “dengan rencana terlebih dahulu” adalah bukan bentuk

kesengajaan, akan tetapi hanya berupa cara membentuk opzet, yang mana mempunyai 3

(tiga) syarat yakni :24

1. Opzetnya itu dibentuk setelah direncanakan terlebih dahulu.

24
R. Soesilo, Pokok-Pokok Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Politea, Jakarta, 1999, Hal. 34

36
2. Setelah orang merencanakan (opzet nya) itu terlebih dahulu, maka yang penting ialah

caranya “opzet” itu dibentuk yaitu harus dalam keadaan yang tenang.

3. Dan pada umumnya, merencanakan pelaksanaan “opzet” itu memerlukan jangka

waktu yang agak lama.

F. Sistem Pembuktian Dengan Keyakinan Hakim

Dalam konteks hukum, pembuktian mempunyai pengertian khusus yang umumnya

dikaitkan dengan pelaksanaan peradilan. Dari beberapa pandangan teoritis dan praktisi

hukum, dapatlah dikemukakan bahwa dalam pengertian “pembuktian” terkandung

elemen-elemen sebagai berikut:

1. Merupakan upaya untuk mencari kepastian tentang kebenaran suatu peristiwa, baik

dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dalam ilmu pengetahuan alam maupun

dalam praktek peradilan.

2. Dalam ilmu hukum, yang dimaksud pembuktian adalah pembuktian dalam arti

yuridis, pembuktian disini merupakan:

a. Suatu proses untuk meyakinkan hakim terhadap kebenaran dalil-dalil yang

dikemukakan para pihak yang berperkara dalam sidang pengadilan;

b. Didasarkan atas bukti-bukti yang diatur dalam undang-undang.

c. Merupakan dasar bagi hakim dalam rangka menjatuhkan putusan.

Dalam ilmu hukum, pembuktian tidaklah bersifat mutlak sebagaimana dalam ilmu alam,

akan tetapi pembuktian yang bersifat kemasyarakatan. Di dalamnya meskipun sedikit

selalu mengandung unsur ketidak pastian. Oleh karena itu dalam pembuktian hukum sifat

kebenarannya relative, dan bukan untuk memperoleh kebenaran yang mutlak. Di samping

37
itu dimungkinkan pula terjadinya perbedaan penilaian hasil pembuktian diantara sesama

hakim.

Tidak mutlaknya kebenaran dalam pembuktian hukum tentunya dapat dipahami, karena

semua pengetahuan manusia termasuk hakim hanyalah bersifat relative, yang didasarkan

pada pengelihatan, pengalaman dan pemikiran yang tidak selalu benar. Jika diharuskan

adanya kebenaran mutlak untuk memutuskan suatu perkara, maka sudah pasti seorang

hakim tidak mungkin mampu melaksanakannya. Satu-satunya yang dapat disyaratkan dan

yang sekarang dilakukan adalah adanya suatu kemungkinan besar bahwa seseorang telah

bersalah melakukan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan, sedangkan ketidak salahannya

walaupun adanya kemungkinan, merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima sama

sekali.25

Peradilan mempunyai fungsi kemasyarakatan, maka oleh karena itu kepastian dalam

peradilan tidak perlu lebih besar dari pada kepastian yang menentukan tindakan-tindakan

dalam masyarakat. Kepastian suatu peristiwa itu tidak perlu mutlak akan tetapi cukup

layak saja. Maka oleh karena itu nilai kepastiannya selalu relative. Kalau didalam ilmu

pengetahuan alam kepastian itu sendiri merupakan tujuan, maka dalam pembuktian

yuridis kepastian itu merupakan suatu alat untuk menentukan kebenaran suatu peristiwa

sebagai dasar untuk menjatukan putusan.26

Orang harus memberikan kepada hakim suatu kepastian yang masuk akal, bahwa apa

yang diuraikan dalam fakta-fakta adalah selaras dengan kebenaran. Sementara itu setiap

25
Joko Prakoso, 1988.,Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di dalam Proses Pidana, Liberty, Yogyakarta,
hlm. 37.

26
Sudikno Mertokusumo, 1984, HukumAcaraPidana Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 86.

38
hakim harus memutuskan perkara itu dengan keyakinan sendiri. Tetapi ia tidak boleh

berpegang kepada keyakinan hati nuraninya saja, dan juga tidak boleh meminta bukti

yang demikian sempurnahnya, sehingga tidak dapat digoyahkan sedikitpun juga.27

Meskipun hakim dituntut agar ia bersikap seobjektif mungkin, namun harus dipahami

bahwa dalam menjalankan pembuktian ada perbedaan disatu pihak sikap hakim pidana

yang terkait dengan berbagai pembatasan dalam mengadili perkara pidana, maka lain

pihak sikap hakim pidana mempunyai kebebasan sepenuhnya dalam memeriksa

perkaranya. Bagi hakim pidana dalam memberikan putusan tidak sekedar didasarkan

pada buktu-bukti yang sah, akan tetapi bukti-bukti tersebut harus disyaratkan dengan

keyakinan. Sedangkan pembuktian dalam perkara pidana tidak secara tegas mensyaratkan

adanya keyakinan hakim.

G. Penerapan Alat Bukti Oleh Hakim Di Pengadilan

Kekuatan alat bukti atau juga disebut sebagai efektivitas alat bukti terhadap suatu kasus

sangat tergantung dari beberapa faktor. Sebut saja factor itu adalah psiko-sosial (kode

etika, kualitas sikap penegak hukum, dan hubungan dengan warga Negara masyarakat)

dan partisipasi masyarakat. Salah satu fungi hukum, baik sebagai kaidah maupun sebagai

sikap tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia, sehingga hal itu

juga menjadi salah satu ruang lingkup studi terhadap hukum secara ilmiah.

Suatu sikap tindak atau perilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap dan perilaku

pihak lain menuju ke satu tujuan yang dikehendaki, artinya apabila pihak lain itu

mematuhi hukum. Tetapi kenyataannya tidak jarang orang mengacu atau bahkan

melanggar dengan terang-terangan, yang berarti orang itu tidak taat hukum.
27
A. Pitlo, alih bahasa M. Isa Arief, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa, Jakarta, h1m. 7-8.

39
Di formulasikan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) adanya 5 (lima)

alat bukti yang sah.28 Di bandingkan dengan hukum acara pidana terdahulu yaitu HIR

(Stb. 1941 Nomor 44), ketentuan mengenai alat-alat bukti yang diatur oleh KUHAP ini

mempunyai perbedaan yang prinsip dengan HIR.

Susunan alat-alat bukti dalam HIR dilukiskan dalam pasal 295 HIR. Alat bukti yang sah

menutrut ketentuan Pasal 295 HIR adalah;29

1. Ketentuan Saksi (kesaksian)

2. 3. Surat-surat

3. Pengakuan, dan

4. Tanda-tanda atau penunjukan

Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, adalah;30

1. Ketenagan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat-surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Bila dibandingkan dengan alat-alat bukti yang tercantum dalam HIR (Pasal 295 HIR),

maka alat bukti yang disusun oleh KUHAP lebih banyak jumlahnya dan susunan yang

berlainan. Yaitu dengan ditambah alat bukti “keterangan ahli” dan susunan atau

urutannya tidak sama. Dan “pengakuan terdakwa” dalam HIR diganti istilahnya dengan

“keterangan terdakwa” pada KUHAP.


28
Bdk KUHAP Pasal 154 ayat 1 dan 2
29
HIR Pasal 295
30
Pasal 184 KUHAP

40
a. Keterangan Saksi

Pasal 1 butir 27 KUHAP, menyatakan bahwa “keterangan saksi adalah satu alat bukti

perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana

yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan

dari pengetahuannya itu”.31

b. Keterangan Ahli

Pasal 1 butir 28 KUHAP, ditentukan, “keterangan ahli adalah keterangan yang

diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.32

Keterangan ahli ini juga dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau

penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat

sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

Berpijak pada Pasal 179 Ayat (1) KUHAP dapat di ketegorikan bahwa ada dua

kelompok ahli yaitu, ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan ahli-ahli lainnya.

c. Alat Bukti Surat

Surat merupakan alat bukti yang menduduki urutan ketiga dari alat-alat bukti

lainnya.33 Pasal 187 KUHAP, menyatakan bahwa surat dibuat atas sumpah jabatan

atau dikuatkan dengan sumpah, adalah;

Berita acara dan surat-surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum

yang berwenang atau yang dibuat di depannya. Yang memuat tentang keterangan

suatu kejadian, keadaan yang didengar, dilihat dan dialami sendiri, serta alasan yang

jelas tentang keterangan itu.

31
Pasal 1 butir 27 KUHAP
32
Pasal 1 butir 27 KUHAP
33
Pasal 184 ayat 1 KUHAP

41
Surat yang dibuat berdasarkan ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat

oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung

jawab dan yang diperuntukan bagi pembuktian suatu hal atau kejadian.

Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya

mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya

Surat lain yang dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat bukti

pembuktian yang lain.

d. Alat Bukti Petunjuk

Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat 1 KUHAP yang menyatakan:

1. Petunjuk perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena penyesuaiannya baik

antara satu dengan yng lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,

menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

2. Petunjuk sebagaimana diatur ayat 1 hanya dapat diperoleh dari; keterangan saksi,

surat, dan keterangan terdakwa.

3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan

tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan

pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati

nuraninya. Pemegang peran dalam penentuan alat bukti petunjuk berdasarkan

pada penilaian oleh hakim.

e. Keterangan Terdakwa

Pengertian keterangan terdakwa diatur dalam pasal 189 ayat 1 KUHAP, “keterangan

terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di siding tentang perbuatan yang ia

lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri”. 34 Berpijak pada ketentuan
34
Pasal 189 ayat 1 KUHAP

42
pasal diatas, pada prinsipnya keterangan terdakwa adalah apa yang ia nyatakan atau

diberikan terdakwa di siding pengadilan. Meskipun demikian ketentuan itu tidak

mutlak, oleh karena keterangan terdakwa yang ia berikan diluar sidang dapat

digunakan untuk membantu menemukan bukti dalam persidangan di pengadilan.

Mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian keterangan terdakwa, adalah bahwa

keterangan terdakwa tidak dapat di pergunakan untuk membuktikan kesalahan orang

lain. Hal ini mengingat terdakwa dalam memberikan keterangan tidak atau tanpa

mengucapkan susah atau janji. Kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk berupa sifat

dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Kekuatan pembuktian petunjuk oleh

hakim tidak terikat atas kebenaran penyesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Oleh

karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai alat bukti.

Berdasarkan teori pembuktian undang-undang secara negative, keputusan para hakim

dalam suatu perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta dua dari lima alat

bukti.35 Setelah memutuskan hal bersalah tidaknya, hakim harus menentukan soal

sanksinya berdasarkan tuntutan dari jaksa dan anggapannya sendiri terhadap

terdakwa. Tergantung pendapatnya, hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih

ringan ataupun lebih berat dari pada tuntutan jaksa.

35
Pasal 183 KUHAP

43
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kota Jayapura khususnya di Pengadilan Negeri Jayapura,

peneliti memilih lokasi penelitian ini dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian

relevan dengan masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini perlu suatu penelusuran secara

sistematis terhadap instansi tersebut dalam memberikan perlindungan dan keadilan

kepada pelaku kejahatan dan korban kejahatan.

2. Tipe Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka tipe penelitian yang digunakan berupa metode

penelitian Normatif, karena mengacu pada efektifitas pelaksanaan hukum dan norma-

norma tertulis yang dibuat dan di Undang-Undangkan oleh lembaga atau yang yang

berwenang dalam Pengadilan Negeri Jayapura.

3. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

Jenis Data Sekunder

Yaitu kepustakaan yang meliputi buku-buku, dokumen-dokumen, peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti maupun berkas

perkara yang mendukung.

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi cara-cara sebagai berikut:

44
a. Studi Wawancara

Wawancara langsung dilakukan dengan pihak yang berkompeten guna memperoleh

keterangan data tentang subjek dan objek yang diteliti pada Pengadilan Negeri

Jayapura.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur yang berhubungan

dengan permasalahan yang dibahas. Studi ini dilakukan dengan mencari, mencatat,

menginverntarisasi dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka.

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik kualitatif yaitu pengumpulan data dan

wawancara kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan

menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

45
BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan pada Tindak Pidana

Perkara Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap

Dasar pertimbangan hakim diatur dalam Pasal 340 KUHP tentang Tindak Pidana

Pembunuhan Berencana yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan dengan

rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau dengan waktu

tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Adapun Amar Putusan pengadilan adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Paul Tomatala, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “pembunuhan berencana” sebagaimana dalam dakwaan

primair.

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama

13(tiga belas) tahun.

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan.

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.

5. Menetapkan barang bukti berupa 1(satu) pucuk senjata api genggam jenis revolver

Taurus Nomor seri ZE390781 dengan gagang terbuat dari kayu warna coklat, 2 (dua)

butir amunisi yang masih utuh, 3 (tiga) butir selongsong peluru.

46
6. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000,00 (lima

ribu rupiah).

1. Posisi Kasus

Kasus Pidana ini telah diputuskan dan selesai pada tanggal 11 Februari 2019 oleh Majelis

Hakim didampingi oleh Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Jayapura dengan

acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama yang menjatuhkan putusan terhadap

Terdakwa:

Nama Lengkap : PAUL TOMATALA

Tempat Lahir : Sentani

Umur/Tanggal Lahir : 32 Tahun/ 02 Agustus 1986

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jln. Pasir Sentani dekat Gudang Auri kab. Jayapura

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Polisi pada Polres Lanny Jaya

Terdakwa ditahan dalam Tahanan Rutan oleh:

1) Penyidik : tidak ditahan

2) Penuntut Umum, sejak tanggal 26 September 2018 sampai dengan tanggal 15

Oktober 2018.

3) Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura sejak tanggal 28 Oktober 2018

sampai dengan 27 Oktober 2018.

4) Perpanjangan ketua Pengadilan Negeri Jayapura sejak 28 Oktober 2018 sampai

dengan tanggal 26 Desember 2018.

47
5) Perpanjangan pertama ketua Pengadilan Tinggi Jayapura sejak 27 Desember

2018 sampai dengan 25 Januari 2019.

6) Perpanjangan kedua Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura sejak 26 Januari 2019

sampai dengan tanggal 24 Februari 2019.

Terdakwa yang di dampingi oleh Penasehat hukum Rihi Simon Taihutu. S.H dan

William H. Sinaga. S,H yang beralamat di jalan Kampung Sereh Sentani Distrik

Kabupaten jayapura berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11 Oktober 2018.

Dinyatakan telah terbukti secara Sah dan Menyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa

orang lain” sebagaimana yang di dakwakan pada pasal 340 KUHP terhadap korban

atas nama FITRI DIANA.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Putusan Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap

Pengadilan Negeri Jayapura yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan

biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara

Terdakwa Paul Tomatala, tempat lahir Sentani, Umur 32 Tahun, Tanggal Lahir 02

Agustus 1986, Jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, Agama Kristen Protestan,

Pekerjaan Polisi pada Polres Lani Jaya, Alamat Jln. Pasir Sentani dekat gedung auri kab.

Jayapura. Terdakwa yang telah diajukan ke persidangan karena didakwa telah melakukan

tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan Penuntut Umum, sebagai berikut:

1. Dakwaan Primair :

48
a. Bahwa terdakwa PAUL TOMATALA pada hari sabtu tanggal 13 Mei 2017

sekitar jam 02.30 Wit atau setidak-tidaknya sekitar waku itu dalam bulan Mei

2017 bertempat di Kampung Netar Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura

atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam wilayah

hukum Pengadilan Negeri Klas 1A Jayapura untuk memeriksa dan mengadili

perkara ini, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas

nyawa orang lain yaitu korban almarhumah FITRI DIANA.

b. Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, awalnya pada hari

kamis tanggal 11 Mei 2017 terdakwa menjemput korban dan membawanya

kerumah kos terdakwa di Sentani dan bermalam di rumah kos terdakwa

tersebut, kemudian keesokan harinya pada hari jumat tanggal 12 Mei 2017

sore hari terdakwa mengantar korban kembali ke Bar Dluxe Entrop Jayapura

Selatan dengan menggunakan sepeda motor Kawasaki KLX warna orange

dengan nomor polisi DS2500 RE, setelah sampai di Bar Dluxe korban lalu

masuk ke mess bar tersebut.

c. Bahwa saat korban masuk kerja, korban terlihat seperti sedang ada masalah,

lalu oleh saksi MEILANI PODOMI alias MEILAN PAPUTUNGAN

menanyakan kepada korban “kenapa kamu terlihat kayak galau dek” lalu

jawab korban ïya ma, habis marah-marah terus”.terdakwa tidak langsung

pulang akan tetapi terdakwa masih duduk-duduk di depan Bar Dluxe

menunggu korban sambil makan pinang dan minum minuman keras bersama

saksi AGUSTINUS SYEPOY dan seorang security bernama OKTOPIANUS

WAREN sampai tutup Bar Dluxe saat menunggu korban karena merasa

49
terlalu lama korban keluar, terdakwa sempat mengeluarkan kata “Anjing cepat

sudah”yang mana kata-kata tersebut ditujukan kepada korban, karena korban

masih makan, terdakwa sempat ditegur oleh saksi MEILANI PODOMI alias

MEILAN PAPUTUNGAN dengan mengatakan “jangan ko bilang begitu

karena dia (korban FITRI DIANA) masih makan”.

d. Bahwa terdakwa masuk kedalam Bar menuju ke Tender/Kasir sambil marah-

marah menghampiri saksi MEILANI PODOMI alias MEILAN

PAPUTUNGAN sambil memegang pundak saksi MEILANI PODOMI alias

MEILAN PAPUTUNGAN, lalu saksi MEILANI PODOMI alias MEILAN

PAPUTUNGAN merangkul terdakwa dan menyentuh suatu benda berupa

gagang dari sebilah pisau sangkur dipinggang sebelah kiri terdakwa, setelah

ditender/kasir terdakwa mengatakan sudah membayar uang cash untuk

korban. setelah itu pukul 10.30 WIT terdakwa membawa korban keluar dari

Bar Deluxe Entrop dengan menggunakan sepeda motor Kawasaki KLX warna

orange dengan nomor polisi DS 2500 RE melalui pintu samping Bar Deluxe,

saat akan keluar saksi Hj. INCANA alias MAMA KANTIN sempat menegur

korban dengan mengatakan “mau kemana malam-malam begini” lalu korban

menjawab “ikut pulang ke sentani”.

e. Bahwa dalam perjalanan menuju rumah kos terdakwa disentani terdakwa yang

membawa sepeda motor KLX tersebut membonceng korban, terdakwa sempat

menukar joki dengan korban di sekitar waena, sehingga dalam perjalanan

menuju sentani korban yang membawa sepeda motor KLX tersebut dengan

membonceng terdakwa. setibanya di jalan sekitar kampung Netar Distrik

50
Sentani Timur, terdakwa dengan menggunakan sebilah pisau yang sudah

terdakwa persiapkan, lalu terdakwa mengarahkan pisau tersebut ketubuh

korban, kebagian leher kanan sebanyak 3 (tiga) kali, pada bagian dada

sebanyak 2 (dua) kali, ke telinga kanan, kebagian kepala kanan, kepelipis kiri

2x (dua kali), kebagian kepala belakang 2x (dua kali), ke bagian tangan kanan

dan pada bagian punggung kiri sebanyak 4x (empat kali)

f. Bahwa saat itu korban sempat melakukan perlawanan dengan cara memegang

pisau terdakwa hingga mengakibatkan punggung tangan kanan terluka

sayatan, telapak tangan kanan mengalami luka sayatan, ruas pangkal jari

telunjuk mengalami luka sayatan, pangkal ruas jari tengah mengalami luka

sayatan. setelah menikam korban terdakwa kemudia membuat skenario bahwa

terdakwa dan korban di hadang oleh tiga orang yang tidak dikenal, lalu

terdakwa menembak dengan menggunakan senjata api genggam jenis

Reforver Taurus dengan nomor seri ZE390781 sebanyak 1x keatas.

g. Bahwa saat itu Saksi YORDAN WALLY, saksi GEISLER ANSAKA dan

saksi WELMINA ANSAKA yang tinggal disekitar lokasi kejadian yang

jaraknya kurang lebih 75 meter mendengar suara tembakan sebanyak 1x, lalu

saksi YORDAN WALLY keluar ke jalan raya dengan menggunakan sepeda

motor miliknya, setelah berada di jalan raya, saksi YORDAN WALLY

memarkir sepeda motornya dan masih duduk diatas sepeda motor saksi

YORDAN WALLY melihat terdakwa sedang berada diatas pembatas jalan,

lalu terdakwa berjalan menuju ke arah saksi YORDAN WALLY , setelah itu

terdakwa menunjuk kearah korban dan mengatakan kepada saksi YORDAN

51
WALLY “tolong antar dia (korban) ke polsek”. setelah itu saksi yordan wally

mendekati korban sambil mengatakan “mbak-mbak”namum korban didalam

keadaan tengkurap tidak merespon panggilan saksi YORDAN WALLY, lalu

saksi YORDAN WALLY mengatakan kepada terdakwa bahwa saksi tidak

bisa mengantar korban sendirian, namun terdakwa ridak menjawab saksi

YORDAN WALLY, sehingga terdakwa mengarahkan lagi senjata apinya

kearah gunung dan menembak sebanyak 2x. setelah itu saksi YORDAN

WALLY menaiki sepeda motornya dan menjauh dari tempat kejadian tersebut

karena saksi YORDAN WALLY merasa ketakutan karena terdakwa

memegang senjata api.

h. Bahwa saksi GEISLER ANSAKA dan saksi WELMINA ANSAKA

mendengar suara tembakan 2x lagi, lalu saksi GEISLER ANSAKA dan saksi

WELMINA ANSAKA keluar menyusul saksi YORDAN WALLY, lalu saksi

GEISLER ANSAKA melihat terdakwa memakai celana jeans warna biru yang

sudah terkena bercak darah dan baju kaos lengan pendek warna hitam, yang

saat itu berada ditempat agak terang sambil terdakwa mengatakan kepada

saksi GEISLER ANSAKA “AYAU-AYAU” namun tidak ditanggapi oleh

saksi GEISLER ANSAKA, lalu terdakwa berjalan kearah tempat putaran

mobil lalu terdakwa mengatakan kepada saksi GEISLER ANSAKA lagi

dengan kata-kata “AMANKAN MOTOR”, lalu saksi GEISLER ANSAKA

mengambil sepeda motor kawasaki KLX warna Orange mengamankannya

disamping kedai. saat itu datang lagi SAKSI YORDAN WALLY

menghampiri terdakwa dan korban yang tergeletak di jalan raya dan saat

52
terdakwa mengangkat korban dengan kedua tangannya lalu terdakwa

melepaskan korban kembali keaspal sambil mengatakan “MATI KO” dan

korban yang saat itu masih hidup mengatakan “JANGAN”

i. Bahwa melihat hal tersebut saksi GEISLER ANSAKA mengatakan kepada

saksi YORDAN WALLY dan terdakwa untuk melapor kejadian tersebut ke

polsek sentani timur namun terdakwa mengatakan “JANGAN NANTI SAYA

YANG BUAT LAPORAN”, sehingga saksi GEISLER ANSAKA tidak jadi

melapor. Sekitar jam 03.30 WIT kemudia datang saksi STEVEN YOKU dan

temannya JHON AFAR menghampiri terdakwa, saki GEISLER ANSAKA

dan saksi YORDAN WALLY yang saat itu berada di dekat korban, sekitar

jam 03.45 WIT ada sebuah truck berwarna kuning dari arah waena hendak

menuju sentani, lalu saksi YORDAN WALLY hendak memberhentikan truck

tersebut namun truck tidak berhenti, bahwa saat truck tersebut melintas saksi

YORDAN WALLY melihat ada 1 (satu) unit mobil Avanza warna merah

sedang parkir dibawah pohon mangga samping kedai. Sekitar jam 03.50 WIT

datang saksi JAMES UPUYA dan temannya IKROM dari arah waena menuju

sentani yang masing-masing menggunkan sepeda motor, saksi JAMES

UPUYA dan temannya melihat korban ditengah jalan yang sudah dalam

keadaan tergeletak, saat itu korban meminta tolong dengan cara mengangkat

tangan sehingga saksi JAMES UPUYA dan IKROM berhenti. Saksi JAMES

UPUYA sempat melihat sudah ada beberapa orang ditempat kejadian tersebut

bersama korban yang sudah dalam keadaan berlumuran darah diantaranya

53
terdakwa, saksi GEISLER ANSAKA, saksi YORDAN WALLY, saksi

STEVEN YOKU bersama temannya saksi JHON AFAR.

j. Bahwa tidak lama kemudian sekitar jam 04.00 WIT ada sebuah mobil

angkutan umum jenis carry warna putih, lalu saksi JAMES UPUYA dan saksi

YORDAN WALLY memberhentikan mobil tersebut, kemudian saksi JAMES

UPUYA mengangkat korban kedalam mobil, saat korban sudah di dalam

mobil saksi JAMES UPUYA berteriak “WEI, SIAPA YANG TADI SAMA-

SAMA DIA (korban)”, lalu terdakwa mengatakan “SAYA” lalu saksi JAMES

UPUYA mengatakan kepada terdakwa “MASUK DALAM MOBIL”,

kemudian saksi JAMES UPUYA bersama dengan terdakwa dan beberapa

orang lainnya mengantar korban ke rumah sakit. Setelah di bawa ke rumah

sakit DIAN HARAPAN dan saat di rumah sakit, terdakwa menghubungi saksi

CASTINI BINTI CATIM alias DEVI dan mengatakan kepada saksi CASTINI

BINTI CATIM alias DEVI bahwa korban FITRI DIANA alias DINDA

kecelakaan dihadang orang wamena dan meninggal, jenazah berada di rumah

sakit DIAN HARAPAN, lalu terdakwa meminta kepada saksi CASTINI

BINTI CATIM alias DEVI agar tidak memberitahukan kepada keluarganya

dan terdakwa meminta agar korban dimakamkan di jayapura.Saat Terdakwa

berada di rumah sakit dian harapan memegang tas warna merah muda milik

korban sedang berada diluar rumah sakit dan berdiri dibawah papan reklame,

tidak lama kemudian datang seseorang yang menggunakan kaos oblong warna

mera mudah dan mengatakan kepada saksi MANUEL SAHETAPY (security

RS Dian Harapan) yang mengatakan “MANA LAKI-LAKI YANG PAKE

54
TAS MERAH MUDA TADI” lalu saksi MANUEL SAHETAPY mengatakan

“DIA ADA KELUAR KEDEPAN” lalu orang tersebut mengatakan lagi

“TOLONG AMANKAN DIA KARENA PEREMPUAN DIDALAM SUDAH

MENINGGAL”, bahwa saksi MANUEL SAHETAPY langsung keluar

menemui terdakwa, tidak lama kemudian ada mobil polisi patroli heram dan

saksi MANUEL SAHETAPY memberhentikan lalu saksi MANUEL

SAHETAPY meminta anggota polisi dalam mobil tersebut untuk

mengamankan terdakwa.

k. Akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan korban FITRI DIANA alias

DINDA mengalami luka-luka tusuk dan meninggal dunia sebagaimana tertuan

dalam Visum Et Refertum Nomor: 41/Ext/SEKRE/VER/V/2017 tanggal 13

Mei 2017 yang dibuat oleh dokter ANDIKA ADIPUTRA WITONO selaku

dikter pada Rumah Sakit Dian Harapan Jayapura dengan hasil pemeriksaan

yang didapat, derdapat luka-luka yaitu:

1. Leher kanan tiga kali satu sentimeter dasar otot koma pendarahan aktif ;

2. Dada kanan dua koma lima sentimeter dasar otot koma pendarahan aktif ;

3. Telinga kanan satu koma lima sentimeter dasar otot koma pendarahan

aktif ;

4. Kepala kanan satu koma delapan sentimeter dasar otot koma pendarahan

aktif ;

5. Pelipis kiri dua kalisatu sentimeter dasar otot koma pendarahan negative ;

6. Kepala belakang dua kalidua sentimeter dasar otot koma pendarahan

negative ;

55
7. Tangan kanan tiga kali satu centimeter dasar otot tulang pendarahan aktif ;

8. Punggung kiri:

a. Dua kali satu koma lima sentimeter dasar otot pendarahan aktif .

b. Dua kali tiga sentimeter dasar otot pendarahan aktif ;

Dengan kesimpulan: Dead On Arrival (datang dalam keadaan meninggal) titik.

 Dalam pemeriksaan dalam berdasarkan Visum at Refertum Mayat nomor :

VER/172/V/2017/Rumkit tanggal 13 Mei 2017 yang dibuat dan diperiksa

oleh dokter JIMMY V.J.SEMBAY,Sp.F adalah:

1. Kepala

a. Pada kulit kepala bagian dalam sesuai dengan luka pada dahi sisi kiri,

tampak resapan darah hingga permukaan otot seluas dua koma lima

sentimeter kali dua sentimeter ;

Tulang tengkorak didaerah tersebut terpotong rata sepanjang dua koma

lima sentimeter. Selaput keras otak danjaringan otak di bawahnya

terpotong rata sepanjang dua sentimeter. Sekitar jaringan otak yang

terpotong tampak sedikit resapan darah ;

b. Pada otot-otot daerah pelipis sisi kanan tepat di bawah luka di daerah

daun telinga kanan, tampak resapan darah seluas tiga koma lima

sentimeter kali tiga sentimeter ;

c. Tulang tengkorak didaerah tersebut terpotong rata, sepanjangn satu

koma lima sentimeter. Selaput keras otak dan jaringan otak

56
dibawahnya terpotong rata sepanjang satu sentimeter dan sekitarnya

tampak resapan darah seluas lima sentimeter kali empat sentimeter ;

d. Pada lidah, kerongkongan, tulang lida, tulang rawan gondok dan

tulang rawan cincin tidak ditemukan kelainan maupun tanda-tanda

kekerasan.

2. Perut dan Dada

a. Pada saat dinding dada dibuka dilakukan tes untuk menilai adanya

udara bebas didalam rongga dada (uji pneumothorax) dengan hasil

positif pada rongga dada kiri dan kanan ;

b. Lemak bawah kulit daerah dada danperut berwarna kuning ;

c. Tulang dada utuh. Rongga dada kiri maupun kanan tampak terisi

penuh dengan cairan darah ;

d. Kandung jantung tampak selebar tiga jari pemeriksa diantar kedua

paru, beisi cairan encer watna merah kekuningan ;

e. Pada kulit leher kanan bagian dalam, tepat di bawah luka di daerah

leher terdapat resapan darah seluas enam sentimeter kali tiga koma

lima sentimeter ;

Otot-otot daerah leher sisi kirimaupun kanan tempat resapan darah luas.

a. Kedua paru berwarna merah muda tampak pucat ;

b. Jantung sebesar kepalan tangan korban, berwarna kuning kecoklatan,

tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan ;

57
c. Selaput dinding perut berwarna kelabu mengkilat, pada organ – organ

dalam rongga perut tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan ;

d. Lambung berisi makanan setengah tercerna dan cairan kental warna

kekuningan.

3. Saluran Luka

a. Luka pada leher sisi kanan (luka nomor 3) berturut-turut menembus

kulit, jaringan bawah kulit, otot leher sisi kanan, memotong pembuluh

nadi daerah tulang selangka kanan dan berakhir pada ruas ketiga

tulang belakang daerah leher, dengan arah dari kanan depan atas

kekiri belakang bawah, membentuk sudut sekitar 45 derajat terhadap

sumbu panjang tubuh, dengan panjang saluran luka lima koma lima

sentimeter ;

b. Luka pada dada sisi kanan (luka nomor 4) berturut-turut menembus

kulit, jaringan bawah kulit, otot-otot dada, otot sela antar iga tiga,

memotong paru kanan bagian bawah sisi depan sepanjang dua

sentimeter dan berakhir pada otot sela antar iga tiga dengan arah dari

kanan depan atas ke kiri belakang bawah, membentuk sudut sekitar 45

derajat terhadap sumbu panjang tubuh, dengan panjang saluran luka

lima belas sentimeter ;

c. Luka pada punggung sisi kiri (luka nomor 10) berturut-turut

menembus kulit, jaringan bawah kulit, otot daerah punggung, dan

berakhir pada otot leher sisi kiri, dengan arah dari kiri belakang bawah

58
ke kanan depan atas mebentuk sudut sekitar 60 derajat terhadap

sumbu panjang tubuh, sengan panjang saluran luka tujuh sentimeter ;

d. Luka pada punggung kiri (luka nomor 11) berturut-turut menembus

kulit, jaringan bawah kulit, otot sela iga pertama, memotong paru kiri

bagian atas sepanjang satu koma lima sentimeter, memotong

pembuluh nadi daerah tulang selangka kiri dan berakhir pada otot

leher sisi kiri, dengan arah dari kiri belakang bawah ke kanan depan

atas, membentuk sudut sekitar 60 derajat terhadap sumbu panjang

tubuh, dengan panjang saluran luka dua belas sentimeter

Kesimpulan:

Pada mayat seorang perempuan yang berusia dua puluh tiga tahun ini,

ditemukan luka-luka terbuka pada dahi, telinga, leher, dada, punggung

serta tangan kanan ; terpotongnya jaringan paru dan pembuluh nadi

daerah tulang selangka serta pendarahan di dalam rongga dada akibat

kekerasan tajam;

Luka-luka yang ditemukan pada tangan kanan sesuai dengan luka-luka

tangkisan atau perlawanan ;

Sebab kematian orang ini adalah akibat kekerasan tajam pada daerah leher

dan punggung dan selanjutnya merusak pembuluh nadi daerah tulang

selangka kiri maupun kanan sehingga menimbulkan pendarahan.

59
3. Tuntutan

Tuntutan Pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai

berikut:

1. Menyatakan Terdakwa PAUL TOMATALA telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja dan dengan

rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain” sebagaimana yang

didakwakan dalam pasal 340 KUHP;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 (lima belas)

Tahun dikurangkan selama terdakwa ditahan sementara.

3. Menyatakan agar barang bukti berupa:

a. 1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis revolver Taurus Nomor Seri ZE 390781

dengan gagang terbuat dari kayu warna coklat;

b. 2 (dua) butir amunisi yang masih utuh

c. 3 (tiga) butir selongsong peluru

Dikembalikan kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia

a. 1 (satu) lembar BH warna cream

b. 1 (satu) lembar celana dalam warna pink

c. 1 (satu) buah ikat rambut warna biru; 1 (satu) lembar selana panjang warna biru

merk vivo jeans

d. 1 (satu) lembar jaket abu-abu dibagian lengan menggunakan karet warna hitam

e. 1 (satu) buah HP Samsung warna kuning

Dikembalikan kepada ahli waris korban FITRI DIANA

60
a. 1 (satu) unit motor Kawasaki KLX orange kombinasi putih dengan nomor polisi

DS 2500 RE

Dikembalikan kepada pemiliknya yang sah

a. 1 (satu) buah hp samsung warna putih

b. 1 (satu) buah kartu tanda anggota atas nama PAUL TOMATALA

c. 1 (satu) buah jaket warna hitam dengan tulisan Polri No. 16-380B

Dikembalikan kepada terdakwa

4. Menetapkan Terdakwa di bebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (Lima ribu

rupiah).

4. Saksi-saksi yang di hadirkan dalam Persidangan

Terhadap dakwaan dan tuntutan oleh Jaksa penuntut umum yang telah diuraikan diatas

maka Jaksa Penuntut Umum mengajukan Saksi-saksi berikut dalam persidangan:

a. GESLER ANSAKA , dibawah janji pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut:

- Bahwa saksi pernah memberikan keterangan dihadapan Penyidik dan

keterangan yang saksi berikan dihadapan Penyidik benar semuanya;

- Bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari sabtu tanggal 13 Mei 2017

sekitar pukul 03.00 wit di Kampung Netar distrik sentani timur Kab.

Jayapura.

- Bahwa saksi tidak mengetahui siapa pelaku tindak pidana tersebut namun

menurut keterangan dari saudara Jordan Wally pelaku yang melakukan

61
pembunuhan dan penganiayaan tersebut berjumlah 3 orang laki-laki putra

daerah sedangkan korbannya adalah Fitri Diana;

- Bahwa awal mula terjadinya tindak pidana tersebut adalah pada saat saksi

berada di rumah saksi, saksi mendengar bunyi tembakan sebanyak dua

kali dari arah jalan raya kemudian saksi langsung bangun dan keluar

menuju ke jalan raya untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi;

- Bahwa saat itu saksi melihat di tempat kejadian ada 2 (dua) orang laki -

laki yang berdiri di tempat kejadian yaitu sdr. Jordan Wally yang saksi

sudah kenal dan Terdakwa yang saksi tahu namanya setelah di Kantor

Polisi;

- Bahwa saksi bersama Yordan Wally mendekati korban dan saksi lihat

terdakwa menuju kesaksi sambil teriak Ayau ayau amankan motor

samnbil terdakwa mendekat kekorban;

- Bahwa kemudian Terdakwa mengangkat korban dengan kedua tangannya

setelah itu Terdakwa menjatuhkan kembali tubuh korban keaspal dan saat

itu saksi sempat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Terdakwa “

mati ko “ ;

- Bahwa kemudian tindakan yang saksi lakukan saksi katakan kepada sdr.

Yordan Wally “ saya lapor kePolisi ka” namun Terdakwa melarang saksi

dan mengatakan kepada saksi tidak usah biar saya yang buat laporan

kePolisi;

62
- Bahwa pernah ada orang yang saksi tidak kenal datang kerumah saksi

menawarkan amplop dan mengtakan ada bawa sedikit uang tutup muluit,

tetapi saksi menolaknya;

- Terhadap keterangan saksi, terdakwa tidak keberatan

b. YORDAN WALLY , dibawah janji pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut:

- Bahwa saksi pernah memberikan keterangan dihadapan Penyidik dan

keterangan yang saksi berikan dihadapan Penyidik benar semuanya;

- Bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari sabtu tanggal 13 mei 2017

sekitar pukul 03.00 wit di Kampung Netar distrik sentani timur Kab.

Jayapura Tepatnya di jalan raya Sentani menuju Abepura;

- Bahwa korbannya seorang perempuan yang awalnya saksi tidak tahu

namanya dan setelah di Kantor Polisi baru saksi tahu korban bernama Fitri

Diana dan pelakunya saksi tidak tahu tetapi menurut saksi pelakunya

berjumlah 3(tiga) orang;

- Bahwa awalnya saksi dan isteri saksi dirumah sedang membungkus kapur

sirih kemudian isteri saksi menyuruh saksi membeli pinang di jalan

masukkalkote ;

- Bahwa kemudian saksi keluar dan star motor kemudian saksi mendengar

bunyi tembakan lalu saksi jalan keluar mencari tahu sesampainya di jalan

saksi melihatr teman korban yaitu Terdakwa menghampiri saksi dan

minta tolong kepada saksi untuk mengantar korban ke Polsek namun saksi

melihat kondisi korban sudah tidak berdaya dan saksi memberitahukan

63
kepada Terdakwa bahwa saksi tidak bisa bawa korban sendiri ke Polsek

harus ada yang temani saksi untuk membopong korban;

- Bahwa tidak lama kemudian Terdakwa berdiri dan menembakkan pistol

kearah atas sebanyak satu kali lalu saksi ada melihat ada yang stra motor

dan setelah motor tersebut jalan Terdakwa kembali menembakkan pistol

yang dipegang sebanyak satu kali lagi kearah atas namun motor tersebut

jalan kearah sentani lalu saksi yang masih ada diatas sepeda motor

kemudian saksi mengikuti motor tersebut sekitar 200 meter dan saksi

melihat sepeda motor tersebut dinaiki oleh 39tiga) orang dan yang paling

belakang memakai helm baju putih dan berbadan besar sehingga saksi

tidak berani lagi untuk mengejar ketiga orang tersebut lalu saksi putar

kembali ketempat kejadian;

- Bahwa saat saksi kembali ketempat kejadian saksi melihat korban masih

tergeletak ditengah jalan namun saat itu sudah banyak orang ditempat

kejadian kemudian saksi berhenti dan mencari bantuan dengan cara

memberhentikan setiap kendaraan yang lewat tidak lama kemudian ad

taksi warna putih berhenti dan membawa korban kerumah sakit ;

- Bahwa selanjutnya saksi ke Harapan untuk membeli pinang dan pulang

kerumah;

- Bahwa saat ditempat kejadian Terdakwa sempat mengangkat korban

dengan cara Terdakwa jongkok kemudian tanagan kakan memegang

kedua paha korban dan tangan kiri memegang bagian bahu korban

kemudian terdakwa mengangkat korfban setelah itu Terdakwa melepas

64
korban sehingga korban terjatuh dan terbanting ke aspal di jalan raya

selanjutnya Terdakwa melangkahi korban;

- Bahwa terhadap keterangan saksi,Terdakwa tidak keberatan;

c. CASTINI BI CATIM Alias DEVI, yang dibacakan di persidangan pada

pokoknya sebagai berikut:

- Bahwa yang menjadi korban dalam pembunuhan tersebut adalah Sdri.

FITRI DIANA alias DINDA sedangkan yang menjadi pelakunya saksi

tidak tahu.

- Bahwa pada hari sabtu dini hari tanggal 13 mei 2017 sekitar pukul 03.16

wit saksi ditelpon oleh terdakwa yang saat itu mengatakan bahwa Sdri.

FITRI DIANA Alias DINDA kecelakaan dihadang oleh wamena dan

meninggal dan jenazahnya berada di Rs Dian Harapan dan saat itu Sdr.

PAUL meminta kepada saksi agar saksi tidak memberitahukan hal

tersebut kepada pihak keluarganya dan saat itu Sdr. PAUL meminta saksi

agar jenazah korban dimakamkan dijayapura dan setelah Sdr. PAUL

menelepon saksi kemudian saksi menelepon Sdri. LISA mengabarkan

kejadian tersebut dan memintanya agar segera menuju ke Rs dian harapan,

dan sekitar jam 05.30 wit saksi tiba di Rs dian harapan dan saat itu saksi

lihat korban sudah meninggal dunia dan saat itu saksi melihat luka di

tubuh korban pada bagian leher, telinga, ketiak dan punggung korban dan

setelah itu saksi menghubungi keluarga korban yang berada di jawa (Ka.

Subang) dan pada saat saksi di polsek sentani timur saksi bertemu dengan

terdakwa dan saat itu saksi bertanya kepada terdakwa tentang kronologis

65
kejadian tersebut dan,saat itu terdakwa menjelaskan bahwa saat itu korban

bersama dengan terdakwa dari Cafe D’Luxe entrop menuju sentani dengan

menggunakan sepeda motor namun pada saat di perjalanan korban

meminta kepada Sdr. terdakwa untuk korban yang membawah sepeda

motor tersebut dan saat itu saksi bertanya kepada terdakwa mengapa

terdakwa mengasih korban untuk membawa sepeda motor bahwa di

ketahui korban belum terlalu lincah mengendarai sepeda motor dan saat

itu Sdr. Terdakwa mengatakan kepada saksi ”KAN KAK DEVI TAHU

SENDIRI KALAU DIA SUDAH MARAH” dan saat itu terdakwa

meminta saksi agar mengurus jenazah korban.

- Bahwa saat itu terdakwa mengatakan kepada saksi bahwa korban

mengalami kecelakaan dan sudah meninggal dunia dan sekarang berada di

RS Dian Harapan dan saat itu terdakwa meminta kepada saksi agar tidak

memberitahukan hal tersebut kepada keluarga korban dan saat itu

terdakwa meminta kepada saksi agar korban di makamkan di Jayapura

saja.

- Bahwa yang saksi ketahui PAUL tidak pernah melakukan tindakan

kekerasan terhadap korban selama saksi bekerja bersama korban namun

saksi sudah sering mendengar kalau PAUL mengancam korban lewat

telpon dengan kata – kata ancaman seperti “nanti saya bunuh ko” dan

sering berbicara kasar kepada korban saksi mengetahui hal tersebut karena

saksi satu tempat tidur dengan korban.

66
- Bahwa Semenjak saksi keluar dari Cafe Deluxe saksi sudah tidak pernah

mendengar kabar dari korban dan terakhir saksi mendengar kabar korban

meninggal kecelakaan dari terdakwa.

- Bahwa Terdakwa merupakan kekasih korban dan korban dengan

terdakwa sudah saling kenal kurang lebih satu tahun dan saling mengenal

di cafe Fiesta;

- Bahwa terhadap keterangan saksi,Terdakwa tidak keberatan;

d. MEILANI PODOMI Alias MELAN PAPUTUNGAN, yang dibacakan di

persidangan pada pokoknya sebagai berikut:

- Bahwa pada hari kamis malam tanggal 11 mei 2017 korban dan Sdr.

PAUL sudah keluar dari Cafe D’Luxe dan balik pada jumat sore, pada hari

jumat dari jam 20.00 wit sampai 01.00 wit korban melaksanakan dinas,

tetapi Sdr. PAUL masuk di cafe sebagai pengunjung kemudian jam 01.30

wit Sdr. PAUL minta ijin ngecas korban kemudian setelah membayar

uang administrasi, korban dan terdakwa meninggalkan Cafe setelah itu

jam 04.00 wit saksi mendapat telepon dari Sdri. DEVI bahwa korban

mengalami laka lantas dan meninggal dunia di rumah sakit dian harapan

setelah itu saksi mendapat telepon dan di beritahukan oleh kapolsek

sentani timur bahwa korban meninggal akibat pembunuhan.

- Bahwa selama saksi kenal dengan korban, korban tidak memiliki

permasalahan dengan orang lain, cuam korban sempat curhat kepada saksi

sebanyak dua kali bahwa terdakawa sering cemburu berat karena korban

67
melayani tamu lain dan korban mengatakan kalo Sdr. PAUL lebih kasi

keluar korban;

- Bahwa pada hari kamis malam tanggal 11 mei 2017 korban dan Sdr.

PAUL sudah keluar dari Cafe D’Luxe dan balik pada jumat sore, pada hari

jumat dari jam 20.00 wit sampai 01.00 wit korban melaksanakan dinas,

tetapi Sdr. PAUL masuk di cafe sebagai pengunjung kemudian jam 01.30

wit Sdr. PAUL minta ijin ngecas korban kemudian setelah membayar

uang administrasi, korban dan Sdr. PAUL meninggalkan Cafe setelah itu

jam 04.00 wit saksi mendapat telepon dari Sdri. DEVI bahwa korban

mengalami laka lantas dan meninggal dunia di rumah sakit dian harapan

setelah itu saksi mendapat telepon dan di beritahukan oleh kapolsek

sentani timur bahwa korban meninggal akibat pembunuhan.

- Bahwa selama saksi kenal dengan korban, korban tidak memiliki

permasalahan dengan orang lain, cuma korban sempat curhat kepada saksi

sebanyak dua kali bahwa terdakwa sering cemburu berat karena korban

melayani tamu lain dan korban mengatakan kalo terdakwa lebih kasih

keluar korban;

- Bahwa saat itu Terdakwa Paul memaki korban dan korban saat itu masih

makan di kantin dan belum mengganti baju kerjanya sedangkan Terdakwa

Paul sudah memaksa korban untuk segera keluar dan mengikuti paul;

- Bahwa sat itu Paul sempat memukul meja tender dan setelah memukul

bar tender Paul keluar dari bar tender lalu memukul pagar kayu dengan

menggunakan bir sambil marah-marah dan emosi seperti tidak terkontrol;

68
- Bahwa saat itu melihat hal tersebut karena saat itu saksi berada di tempat

tersebut kemudian saksi menegur terdakwa “ ko tidak boleh begitu sama

perempuan” kemudian terdakwa datang menghampiri saksi lalu

memegang pundak kanan saksi lalu sambil terdakwa berkata “bagaimana

terdakwa tidak marah karena sudah suruh dia cepat cepat baru dia masih

lama dikantin”kemudian terdakwa menyampaikan kepada saksi bahwa dia

sudah membayar CAS ditender dan saat itu terdakwa mengajak saksi ke

tender untuk memastikan bahwa terdakwa sudah membayar cas sewaktu

berjalan ke meja tender saksi sempat merangkul terdakwa dari pinggang

sebelah kiri dan saat itu saksi sempat merasakan / memegang ada sesuatu

benda yang berada di pinggang sebelah kiri namun saat itu saksi tidak

menanyakan sama terdakwa saksi hanya mengatakan sama sdri. INKA

bahwa ada sesuatu barang di pinggang terdakwa namun INKA

mengatakan bahwa itu mungkin senjata karena dia polisi;

- Bahwa saksi membenarkan menurut saksi benda yang sempat saksi

pegang atau menyentuh tangan saksi saat itu bukan seperti senjata api

laras pendek (pistol) yang sering digunakan oleh polisi, melainkan senjata

tajam namun saksi sendiri tidak bisa memastikan senjata tajam seperti apa

yang diselipkan di pinggang terdakwa saat itu

- Bahwa saksi membenarkan tidak tidak terlalu perhatikan kebetulan pada

saat malam itu terdakwa marah –marah dan merangkul saksi makanya

saksi sempat memegang benda yang sepertinya senjata tajam.

69
- Bahwa pada saat korban datang bersama Terdakwa Paul seperti ada

masalah dan saksi sempat tanyakn kepada korban “ kenapa kamu terlihat

kayak galau dek “ padahal kamu baru keluar atau baru datang kok” dan

saat itu dijawab korban Fitri Diana mengatakan ia ma,habis marah-marah

terus;

- Bahwa saksi pernah melihat 2 kali kalau korban Fitri Diana pernah

menemani laki-laki lain yang pernah berkunjung ke Cafe yang bernama

Ivan;

- Bahwa terhadap keterangan saksi,Terdakwa tidak keberatan;

e. Keterangan Terdakwa, yang telah memberikan keterangan yang pada pokoknya

sebagai berikut:

- Bahwa Terdakwa mengerti dihadirkan dipersidangan sehubungan dengan

meninggalnya korban Fitri Diana;

- Bahwa terdakwa bekerja sebagai anggota Polisi yang bertugas di Polres

lanny Jaya dan sebagai perwakilan Polres Lanny Jaya di Sentani;

- Bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu tanggal 13 Mei 2017

sekitar jam 02.30 Wit bertempat di Kampung Netar Distrik Sentani Timur

Kabupaten Jayapura;

- Bahwa Terdakwa kenal dengan korban Fitri Diana dan ada hubungan

pacaran serta telah hidup bersama-sama dan tinggal bersama-sama di

BTN Puskopad lalu pindah ke Jalan Pasir Sentani tanpa ikatan perkawinan

karena Terdakwa sudah punya isteri dan tinggal di Timika;

- Bahwa korban Fitri Diana bekerja di Bar Deluxe Entrop;

70
- Bahwa awalnya pada hari Kamis tanggal 11 Mei 2017 terdakwa

menjemput korban dan membawa korban keluar dari Bar Deluxe dan

membawanya kerumah kos terdakwa di Sentani dan bermalam dirumah

kos terdakwa tersebut, kemudian keesokan harinya pada hari Jumat

tanggal 12 Mei 2017 sore hari terdakwa mengantar korban kembali ke Bar

Dluxe Entrop Jayapura Selatan dengan menggunakan sepeda motor

Kawasaki KLX warna orange dengan nomor polisi DS 2500 RE dan

Terdakwa duduk-duduk dibar tersebut sambil minum bir dengan seorang

security mulai jam 18.00 wit sampai dengan hari Sabtu tanggal 13 Mei

2017 pukul 01.00 wit sambil menunggu korban Fitri Diana pulang kerja;

- Bahwa kemudian pada jam 01.00 wit terdakwa membayar cash untuk

membawa korban Fitri Diana keluar menuju tempat kos Terdakwa di jalan

Pasir Sentani Kab.Jayapura;

- Bahwa saat Terdakwa membawa korban ada membawa senjata api

genggam jenis revolver dan tidak memegang sangkur;

- Bahwa sebelum berangkat ketempat kos Teerdakwa di Jalan Pasir Sentani

Kab.Jayapura sempat ribut masalah uang cass sisa dimana saat Terdakwa

mengajak korban keluar,korban sering terlambat datang atau kembali ke

mess sehingga dikenakan cass oleh pihak pengawas pramuria dan

membuat Terdakwa dengan korban bertengkar mulut;

- Bahwa Terdakwa tidak pernah marah kepada korban pada saat korban

dekat dengan saudara Ivan ;

71
- Bahwa selanjutnya terdakwa mengajak korban dari bar Deluxe menuju

sentani dengan sepeda motor Kawasaki Klx DS 2500 RE sekiotar pukul

01.00 wit setelah membayar cas di tnder untuk mmbawa korban pulang ke

kos terdakwa dimana terdakwa yang mengemudikan sepeda motor mulai

dari Bar deluxe Entrop sampai di Abepura ganti Terdakwa mengemudikan

sepeda motor karena korban memintanya dan terdakwa berada diposisi di

bonceng;

- Bahwa Terdakwa tidak melarang korban membawa sepeda motor tersebut

walaupun korban belum mahir membawa sepeda motor jenis kawasaki

KLX agar korban tambah mahir mengemudikan sepeda motor jenis

kawasaki KLX ;

- Bahwa kemudian pas di jalan raya kampung Netar Distrik Sentani

Kab.Jayapura Terdakwa dengan korban dihadang oleh tiga orang yang

terdakwa tidak kenal dengan cara ketiga orang tersebut langsung

memalang sepeda motor yang dikendarai korban dan terdakwa dengan

motor yang digunakan oleh ketiga orang tersebut sehingga Terdakwa

bersama korban berhenti dipinggir dan turun dari motor setelah itu

Terdakwa langsung ambil alih motor dari arah belakang korban dan

terdakwa standar motor dan terdakwa langsung menarik korban turun dari

sepeda motor agar turun dari motor;

- Bahwa kemudian ketiga orang yang menghadang Terdakwa dengan

korban mengatakan “ kasih taruh barang itu”sehingga Terdakwa jawab

barang apa, akan tetapi tidak dijawab ketiga orang tersebut dan malahan

72
ketiga orang tersebut menuju terdakwa sehingga Terdakwa langsung tarik

korban untuk lari bersama-sama namun pada saat terdakwa lari korban

terlepas dari Terdakwa sehingga Terdakwa tidak tahu lagi korban lari

kaerah mana dan pada saat terdakwa sampai diatas tanjakan Terdakwa

melihat salah satu orang yang menghadang tersebut membanting banting

korban dan korban berteriak minta tolong dengan bilang sayang tolong,

sayang tolong dan kedua orang yang menghadap lainnya tidak kelihatan

lagi dan Terdakwa mendengar teriakan korban tersebut Terdakwa

menembakkan pistol keatas udara dan Pelaku langsung melarikan diri dan

terdakwa melihat korban masih bisa jalan tetapi tidak stabil dan korban

tersungkur ditengah jalan;

- Bahwa saat korban dibawa kerumah sakit,korban sudah meninggal dunia;

- Bahwa Terdakwa tidak melakukan penikaman atau penganiayaan kepada

korban;

- Bahwa terdakwa tidak ada mengarahkan tembakan kepada ketiga orang

tersebut;

- Bahwa terhadap Terdakwa pernah dilakukan tes kebohongan di

laboratorium forensik Bareskrim Polri;

- Menimbang, bahwa Terdakwa tidak mengajukan Saksi yang meringankan

(a de charge).

5. Pledoi (Nota Pembelaan)

Berdasarkan tuntutan dan dakwaan yang di diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum,

Penasehat Hukum Terdakwa mengajukan Nota pembelaan yang pada pokoknya

73
memaparkan secara sistematik yang antara lainnya memeparkan fakta persidangan,

kemudian analisa yuridis tentang pertimbangan kemanusiaan terhadap diri terdakwa

yaitu:

 Fakta dan analisa Yuridis

Bahwa Sdr. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya telah menyimpulkan bahwa

Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan

diancam dalam pasal 340 KUHPidana. Kesimpulan yang demikian adalah sangat

keliru dan bertentangan dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, baik

melalui keterangan-keterangan saksi, maupun keterangan dari terdakwa sendiri.

Hal ini sangat terlihat dengan jelas, bahwa dalam uraian tuntutan Jaksa tersebut,

Jaksa Penuntut umum tidak menguraikan secara lengkap fakta-fakta yang

terungkap dalam Persidangan, namun seluruh keterangan saksi-saksi dan

keterangan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum Hanya berpedoman pada isi Berita

Acara Pemeriksaan (BAP) di Kepolisian,. Atas tanggapan ini, kami berkeyakinan

Majelis Hakim pun sependapat dengan kami, karena catatan sidang yang dimiliki

Panitera pasti jauh berbeda dengan fakta persidangan yang di uraikan Jaksa

Penuntut umum dalam Tutuntannya. Perbuatan Jaksa yang sedemikian hanyalah

mengecoh atau mengaburkan Persidangan dan cenderung Jaksa Penuntut Umum

tidak serius dalam Perkara ini. Atas uraian tersebut diatas, maka kami Penasehat

Hukum Terdakwa akan kembali mengungkapkan fakta-fakta yang terungkap

dalam persidangan.

74
Fakta Persidangan

Bahwa, Jaksa penuntut umum terlihat jelas tidak serius dalam membuktikan

dakwaannya dibuktikan dengan Jaksa penuntut umum tidak dapat menghadirkan

saksi-saksi yang dapat mendukung dakwaannya. Dari 16 (enam belas) saksi yang

terdapat dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyidik, Jaksa Penuntut umum hanya

menghadirkan 2 (dua) orang saksi yang mana dari keterangan kedua saksi ini

terbukti dapat membantah seluruh dakwaan dan tuntutan dari jaksa penuntut

umum.

Bahwa, atas perintah majelis hakim untuk menghadirkan orang lain (Presley

Poceratu) yang dalam namanya terungkap dalam persidangan sebagai orang yang

datang memberikan 2 (dua) emplop kepada saksi sebagai uang tutup mulut, jaksa

penuntut umum mengabaikan perintah majelis hakim tersebut.

Dengan tidak mengindahkan perintah majelis hakim tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa, jaksa penuntut umum ingin menutupi fakta yang

sesungguhnya terjadi.

Bahwa, sesuai ketentuan pasal 185 ayat (1) KUHAP, “Keterangan saksi sebagai

alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang Pengadilan”.

Bahwa, terhadap keterangan 2 (dua) orang saksi yang dibacakan oleh jaksa

penuntut umum dalam persidangan, kami penasehat hukum terdakwa menolak

dengan tegas karena alasan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan pasal 162 ayat

(1) dan (2) KUHAP, karena dari 14 saksi sesuai dengan BAP Penyidik, sebagian

besar saksi masih bekerja dan berdomisili pada wilayah hukum Pengadilan Negeri

75
Jayapura Klas IA dan para saksi tersebut belum meninggal, sehingga ketentuan

pasal 224 ayat (1) KUHP, jaksa penuntut umum harus menggunakannya.

6. Analisis Peneliti

Untuk membuktikan tuntutan Jaksa Penuntut Umum bahwa Terdakwa melakukan tindak

pidana pembunuhan berencana yang sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP, maka

Unsur-unsur tentang tindak pidana tersebut harus terpenuhi.

Adapun unsur-unsur tindak pidana pembunuhan berencana sesuai dalam Pasal 340

KUHP adalah sebagai berikut:

Barang Siapa

Barang siapa disini adalah subjek hukum yang memiliki kemampuan bertanggung jawab

adalah didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwanya (geetelijke vermogens), yang

dalam doktrin hukum pidana ditafsikan sebagai “dalam keadaan sadar”.

Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan yang mengungkapkan bahwa terdakwa PAUL

TOMATALA adalah subyek hukum yang dalam keadaan dan kemampuan jiwanya

menunjukan kondisi yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar), oleh

karenanya mengenai “Unsur Barang” siapa ini telah terpenuhi.

Dengan Sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain

Bahwa mengenai unsur kedua yang dimaksud “dengan sengaja dan dengan rencana

terlebih dahulu merampas nyawa orang lain” haruslah menunjukan adanya hubungan

sikap batin pelaku baik dengan wujud perbuatannya maupun akibat dari perbuatannya.

Bahwa jika dihubungkan arti “dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu

merampas nyawa orang lain” diatas menurut peneliti belum terpenuhi karena tidak

terdapat unsur perencanaan yang nyata. Hakim pada dassarnya .hanya merujuk pada bukti

76
petunjuk yang digunakan sebagai dasar dalam menjatuhkan putusan, sedangkan menurut

Maritiman Prodjohamidjojo dalam teori Pembuktian Bebas (Conviction Rainsonce)

pertimbangan Majelis Hakim harus disandarkan pada pertimbangan akal (pikiran) dan

tidak dapat terikat pada alat-alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang, dengan

demikian hakim dapat menggunakan alat-alat bukti lain yang diluar ketentuan perundang-

undangan, ajaran ini menghendaki agar hakim dalam menentukan keyakinannya secara

bebas tanpa di batasi oleh undang-undang, akan tetapi Hakim wajib mempertanggung

jawabkan alasan-alasan yang menjadi dasar putusannya yakni semata-mata dengan

keyakinan atas dasar ilmu pengetahuan dan logika serta tidak terikat pada alat bukti yang

ditetapkan oleh undang-undang.

Atas dasar inilah peneliti berpendapat bahwa dalam membuktikan dakwaaan jaksa

penuntut umum, Majelis Hakim tidak boleh hanya perpedoman pada alat-lalat bukti saja

melainkan Majelis Hakim harus bisa mempertimbaangkan hal-hal lain diluar undang-

undang yang mempunyai kaitan dengan perkara ini.

Selain itu dilihat dari hubungan Silogisme terdakwa dan keyakinan Majelis Hakim sangat

berbeda, dimana Majelis Hakim menyimpulkan perkara ini hanya berdasarkan

pemikirannya tanpa mempertimbangan keadaan secara keseluruhan.

B. Bentuk keyakinan Hakim dalam Mengambil Keputusan pada Tindak Pidana

Perkara Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap

Bentuk keyakinan hakim didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar dengan

mempertimbangan segala aspek yang berkaitan dengan pokok-pokok perkara. Bentuk

keyakinan hakim sendiri tidak diatur di dalam Undang-undang namun memiliki peran

77
yang sangat penting untuk memutuskan suatu perkara. Bentuk keyakinan hakim dalam

perkara ini dilihat dari pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim yang di peroleh

berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan, yang dapat dinyatakan

bahwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana yang di dakwakan kepadanya.

1. Dakwaan Primer sebagaimana diatur dalam pasal 340 KUHP yang mempunyai

unsur sebagai berikut:

a. Barang Siapa

b. Dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan

jiwa orang lain

Terhadap unsur-unsur diatas majelis hakim mempertimbangkan hal-hal sebagai


berikut:

A.d 1 Barang Siapa;

Yang dimaksud dengan unsur “barang siapa”adalah menunjuk kepada subyek hukum

pendukung dan kewajiban, serta dapat dimintakan pertanggung jawaban atas

perbuatan yang dilakukan.

Dalam persidangan telah dihadirkan Terdakwa PAUL TOMATALA, yang diperiksa

dipersidangan dimana terdakwa tersebut membenarkan seluruh identitasnya yang

tercantum dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, serta ternyata pula terdakwa

sehat jasmani dan rohani yang selama proses persidangan dapat menjawab dengan baik

semua pertanyaan yang diajukan kepadanya, sehingga terdakwa tegolong mampu secara

hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dimuka Hukum, apabila

perbuatannya tersebut memenuhi unsur-unsur dari pasal yang didakwakan kepadanya.

78
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur

barang siapa telah terpenuhi.

A.d 2 Dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa

orang lain.

Yang di maksud dengan sengaja berarti mengetahui dan menghendaki apa yang

dilakukan, orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu

dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu.

Dengan direncanakan lebih dahulu adalah antara timbulnya maksud untuk melakukan

suatu perbuatan dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi sipembuat untuk

dengan tenang memikirkan, misalnya dengan cara bagaimana perbuatan itu akan

dilakukan, dimana tempo ini tidak boleh terlalu sempit akan tetapi sebaliknya tidak perlu

terlalu lama, yang penting ialah apakah didalam tempo itu si pelaku dengan tenang masih

dapat berpikir yang mana sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan

niatnya akan melakukan suatu perbuatan itu tapi waktu tersebut tidak dipergunakan.

Dalam pemeriksaan di Penyidik dan dalam proses persidangan Terdakwa menerangkan

bahwa Terdakwa tidak pernah melakukan penikaman atau penganiayaan terhadap korban

Fitri Diana hingga korban meninggal dunia dan Terdakwa menerangkan bahwa korban

Fitri Diana telah dibanting-banting oleh salah satu dari tiga orang yang menghadang

Terdakwa dan korban saat terdakwa bersama korban Fitri Diana berboncengan naik

sepeda motor mau menuju kos-kosan Terdakwa di Sentani;

Yang menjadi pertanyaan apakah Terdakwa dapat dimintakan pertanggung jawaban atas

meninggalnya korban Fitri Diana yang pada saat kejadian tersebut bersama-sama dengan

79
korban dan apakah korban Fitri Diana menderita luka-luka sebagaimana yang termuat

dalam visum et repertum akibat dibanting-banting keaspal oleh salah satu orang dari tiga

orang yang menurut keterangan terdakwa ada menghadang Terdakwa dengan korban

pada saat mengendarai sepeda motor sebagaimana keterangan Terdakwa atau apakah

Terdakwa yang melakukan perbuatan tersebut sebagaimana yang diuraikan dalam

dakwaan Penuntut Umum ?

Untuk menemukan fakta hukum dalam masalah ini, maka Majelis Hakim mencari

Petunjuk untuk mendapatkan fakta hukum yang sesungguhnya untuk membuktikan telah

terjadi suatu tindak pidana dan menemukan siapa pelaku yang sesungguhnya,

Dalam pasal 188 KUHAP berbunyi “ petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan

yang karena persesuaian baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak

pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa

pelakunya.

2. Fakta –fakta yang di peroleh di Persidangan oleh Majelis hakim berdasarkan

keterangan saksi:

a. Keterangan saksi Meilani Podomi yang menerangkan bahwa terdakwa sering

cemburu berat karena korban melayani tamu lain, selain itu saksi juga sempat

merangkul terdakwa dari pinggang sebelah kiri dan saat itu saksi sempat

merasakan/ memegang ada sesuatu benda yang berada di pinggang sebelah

kiri namun saksi tidak menanyakan kepada terdakwa.

b. Keterangan saksi Castini Bin Catim alias Devi yang menerangkan bahwa

saksi di telepon oleh terdakwa agar saksi datang ke rumah sakit Dian Harapan

80
karena korban meninggal dunia karena kecelakaan karena dihadang oleh

orang wamena, namun saat saksi melihat luka korban sepertinya luka korban

karena dibunuh

c. Keterangan Terdakwa Paul Tomatala yang menerangkan bahwa saat terdakwa

membawa korban, terdakwa ada membawa senjata api genggam jenis

revolver dan tidak memegang sangkur, terdakwa juga mengatakan bahwa

terdakwa dan korban di hadang oleh orang yang tidak dikenal yang

melakukan penganiayaan terhadap korban.

d. Keterangan saksi Geisler Ansaka yang menerangkan bahwa saksi sempat

melihat terdakwa yang mengangkat korban dengan kedua tangannya lalu

menjatuhkan ke aspal dan sempat mendengar terdakwa mengeluarkan kata-

kata mati ko

e. Keterangan saksi Yordan Wally yang menerangkan bahwa saksi sempat

melihat ada yang star motor lalu terdakwa menembakan pistolnya kearah atas

sebanyak tiga kali, saksi juga sempat mengejar sepeda motor yang dinaiki

oleh 3 orang tersebut.

f. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Puslabfor Bareskrim

Polri di jakarta terhadap Subyek yang diperiksa Paul Tomatala yang

menjawab pertanyaan relevan Vav.IV 5, (RI) apakah kamu mengetahui

siapa yang menusuk tubuh Sdr. Fitri, Subyek menjawab Tidak, (R2) Apakah

kamu mengetahui dimana alat untuk menusuk tubuh Sdr. Fitri berada

sekarang, Subyek menjawab Tidak. Jawaban terhadap pertanyaan

R1,R2,R3, menunjukan terindikasi berbohong (Deception Indicated).

81
3. Pendapat Majelis hakim berdasarkan fakta yang diuraikan diatas

a. Dari keterangan terdakwa yang menerangkan bahwa saat ada 3 orang yang

menghadang meminta “barang mana” Terdakwa masih sempat dengan tenag

membawa sepeda motor ke pinggir jalan dan menstandarnya dan mengajak

korban lari, kalau memang benar ada dihadang oleh 3 orang maka terdakwa

sebagai seorang polisi yang saat itu membawa pistol dapat menggunakan

pistolnya sekedar untuk menakut-nakuti orang yang menghadang terdakwa dan

itu tidak diperbuat oleh terdakwa dan seandainya pada saat korban dan terdakwa

dihadang, Terdakwa tidak memanfaatkan pistol yang dipegangnya untuk

manakuti ketiga orang tersebut. Seandainya dilakukan kecil kemungkinan ketiga

orang tersebut mengejar korban dan terdakwa.

b. Dari luka yang dialami oleh korban sebagaimana yang tertuang dalam Visum et

Repertum kalau luka dibanting-banting diaspal tidak mungkin mendapat luka-luka

sebagaimana dalam Visum et Repertum tersebut.

c. Tidak ada keterangan terdakwa yang menerangkan bahwa ketiga orang tersebut

berusaha merebut sepeda motor tersebut, dan saat saksi Geisler ansaka bertemu

Terdakwa sempat mengangkat korban dengan kedua tangannya dan kemudian

membanting korban diatas aspal sambil berkata mati ko

d. Saat ada tiga orang yang berboncengan diatas sepeda motor yang berusaha dikejar

oleh saksi Yordan Wally, terdakwa sempat menembakan pistolnya kearah atas

untuk meyakinkan saksi Gesler dan saksi Yordan bahwa ketiga orang yang ada

diatas motor tersebutlah yang melakukan perbuatan tersebut sehingga korban

meninggal dunia.

82
e. Bahwa dari Fakta-fakta yang di telah di uraikan Majelis Hakim berkesimpulan

bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dihubungkan dengan

Bukti Surat, Visum et Repertum mayat korban dan berita acara Pemeriksaan

Poligraf secara Laboratorius Kriminalistik sehubung dengan kasus perkara

pembunuhan/penganiayaan atas korban Fitri Diana yang dilakukan Puslabfor

Bareskrim Polri di Jakarta terhadap subyek yang diperiksa Paul Tomatala, telah

bersesuaian satu sama lain dan merupakan petunjuk.

4. Kesimpulan Majelis Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Dari fakta-fakta tersebut diatas bahwa majelis Hakim berkesimpulan bahwa dari

keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dihubungkan dan bukti surat visum et

repertum mayat korban dan berita acara pemeriksaan poligraf secara laboratorius

krimanilstik sehubungan dengan kasus perkara pembunuhan/penganiayan yang

mengakibatkan matinya seorang dengan korban sdri. Fitri diana yang dilakukan oleh

Puslabfor Bareskrim Polri di Jakarta terhadap subyek yang diperiksa Paul Tomala

telah bersesuaian satu sama lain dan merupakan petunjuk yang selanjutnya Majelis

Hakim berkesimpulan dan memperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut :

a) Bahwa dari awal Terdakwa mengajak korban pulang ke sentani dalam waktu

sudah larut malam dan mengijinkan korban mengendarai sepeda motor

terdakwa sudah merencanakan untuk menghabisi nyawa korban dengan

merekayasa seolah-olah ada yang menghadang dan berpura-pura melakukan

penembakan yang kesemuanya tidak satupun diarahkan kepada orang yang

menghadang terdakwa dan korban sesuai versi Terdakwa yang memang

sebenarnya tidak ada tiga orang yang menghadang terdakwa dan korban dan

83
itu semuanya bentuk rekayasa dari terdakwa seolah olah korban meninggal

karena adanya serangan dari ketiga orang tesebut dan merekayasa bahwa salah

satu dari ketiga orang tersebut mebanting-banting korban diaspal tetapi

nyatanya luka yang dialami korban bukan luka habis dibanting-banting

padahal terdakwa ada menerangkan bahwa hanya satu orang yang

membanting korban dan pada saat saksi Yordan Wally datang dan mengejar

ada 3 orang yang ada disekitar tempat kejadian Terdakwa mencoba

merekayasa lagi dengan menembakkan pistolnya keatas untuk meyakinkan

saksi Yordan Wally bahwa pelakuknya adalah ketiga orang yang berada diatas

sepeda motor tersebut.

b) Bahwa dari fakta-fakta tersebut diatas bahwa dari awal terdakwa menunggu

korban pulang dan mengajak pulang ketempat kosnya Terdakwa sudah

merencanakan untuk menghilangkan nyawa korban akibat terdakwa cemburu

kepada korban yang juga sudah melayani laki-laki lain selain Terdakwa

padahal antara Terdakwa dan korban ada hubungan pacaran dan sudah hidup

bersama-sama dan Terdakwa dengan korban sempat ribut karena masalah

uang cass sisa dimana saat Terdakwa mengajak korban keluar,korban sering

terlambat datang atau kembali ke mess sehingga dikenakan cass oleh pihak

pengawas pramuria dan membuat Terdakwa dengan korban bertengkar mulut,

sehingga pada saat datang ke bar menjemput korban sudah menyiapkan

senjata tajam dan saat perjalanan menuju Sentani Terdakwa telah menyuruh

korban untuk membonceng Terdakwa dan saat Terdakwa berada di belakang

dan korban berada didepan sepeda motor yang dikendarai Terdakwa dengan

84
korban, selanjutnya Terdakwa yang berada dibelakang dengan menggunakan

benda tajam yang telah disiapkannya sebelumnya menikam korban hingga

korban menderita luka-luka sebagaimana dalam visum et repertum;

c) Bahwa dengan fakta-fakta tersebut diatas keterangan Terdakwa yang

menerangkan bahwa Terdakwa telah dibanting-banting diatas aspal oleh salah

seorang yang menghadang terdakwa dan korban adalah keterangan yang

direkayasa untuk mengalubui atau menutupi perbuatannya dan berpura-pura

menembakkan psitolnya seakan-akan diserang atau dihadang oleh tiga orang

yang disebut-sebut Terdakwa tersebut dan yang sebenarnya tidak ada 3 orang

yang disebut-sebut Terdakwa menghadang Terdakwa dan korban pada saat

kejadian dan hal tersebut hanya suatu rekayasa yang diciptakan oleh

Terdakwa agar Terdakwa tidak dituduh yang melakukan perbuatan tersebut

terhadap korban dan saat saat saksi Geslen Ansaka dan Yordan Wally datang

bertemu terlebih dahulu dengan Terdakwa dan korban yang tergeletak diaspal

dan masih juga sempat menembakkan pistolnya keatas berpura-pura untuk

meyakinkan saksi Geslen Ansaka dan Yordan Wally yang datang ketempat

kejadian agar yakin bahwa orang lain yaitu pengendara yang kebetulan ada

tidak jauh dari kejadian ada diatas motor sebanyak 3 orang yang sempat

dikejar oleh saksi Yordan Wally yang telah melakukan perbuatan terhadap

korban yang nyatanya bukan demikian karena Terdakwalah yang telah

melakukan penikaman kepada korban hingga meninggal dunia;

d) Bahwa dengan fakta-fakta tersebut diatas didukung keyakinan Majelis hakim

bahwa terdakwa telah merencanakan perbuatan tersebut dari awal dan

85
menyiapkan senjata tajam dan melakukan perbuatan sebagaimana dalam

dakwaan penuntut Umum dan terdakwa dari awal mengehendaki

meninggalnya korban dan menyadari akibat perbuatan yang dilakukan kepada

korban ;

Dengan demikian unsur “Dengan sengaja” dan “dengan direncanakan lebih dahulu

menghilangkan jiwa orang lain” telah terpenuhi. Oleh karena semua unsur dari Pasal

340 KUHP telah terpenuhi, maka haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan

Primair Penuntut Umum.

5. Analisis Peneliti

Suatu proses peradilan berakhir dengan putusan akhir (vonis) yang di dalamnya

terdapat penjatuhan sanksi pidana (penghukuman), dan didalam putusan itu hakim

menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah di pertimbangkan dan apa yang

menjadi amar putusannya. Sebelum sampai pada tahapan tersebut, ada tahapan yang

harus dilakukan sebelumnya, yaitu tahapan pembuktian dalam menjatuhkan pidana

terhadap terdakwa.

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan rasa keadilan

dan dituntut untuk mempunyai keyakinan berdasarkan barang bukti yang sah dan

berdasarkan keadilan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang

Dasar Republik Indonesia. Seberat atau seringan apapun pidana yang dijatuhkan

Majelis Hakim, tidak akan menjadi masalah selama tidak melebihi batasan-batasan

86
maksimum maupun minimum pemidanaan yang diancamkan oleh Pasal dalam

Undang-undang tersebut.

Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan

“tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan

nyawa orang lain”. Mengenai pertimbangan hukum Majelis Hakim, peneliti akan

menguraikan analisis yaitu:

Dalam menjatukan putusan pidana, Majelis Hakim berdasarkan pada barang bukti,

keterangan saksi yang sah dan alat bukti surat serta keterangan terdakwa. Kemudian

dari bukti-bukti tersebut Majelis Hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana

yang di dakwakan benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukannya.

Dalam putusan nomor 606/Pid.B/2017/PN Jap, proses pengambilan keputusan yang

dilakukan Majelis Hakim pada dasarnya hanya merujuk pada alat-alat bukti yang di

hadirkan di dalam persidangan, hal ini menurut peneliti belum sesuai dengan teori

pertimbangan hakim yaitu teori Ratio Decidendi dimana menurut Mackenzie,

pertimbangan Hakim sebelum mengambil keputusan harus berdasarkan pada landasan

filsafat dan harus mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok

perkara, pertimbangan Hakim dalam mengambil keputusan juga harus didasarkan

pada motivasi yang jelas untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi

para pihak yang berperkara.

Mempertimbangkan tentang pertanggung jawaban perbuatan yang dilakukan dengan

pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya, Majelis Hakim juga harus

mempertimbangkan “dalam Keadaan panik” ketika berada dalam posisi yang benar-

87
benar tidak bisa di hindari. Sehingga menurut peneliti Majelis Hakim menjatuhkan

pidana penjara selama 13 (tiga belas) tahun masih belum tepat.

88
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan urian skripsi diatas, maka peneliti menarik kesimpulan berdasarkan rumusan

masalah dari hasil penelitian dan pembahasan yaitu sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada tindak pidana perkara

Nomor 606/Pid.B.PN Jap, dilakukan berdasarkan fakta hukum, baik keterangan saksi-

saksi, keterangan terdakwa, surat, dan adanya barang bukti. Dalam kasus yang

peneliti bahas ini diterapkan melanggar ketentuan pidana Pasal 340 KUHP. Tuntutan

Jaksa Penuntu Umum dalam surat dakwaan telah terpenuhi seluruh unsur-unsurnya

yakni menyatakan terdakwa Paul Tomatala terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana “Pembunuhan Berencana” dan dijatuhi hukuman pidana

penjara selama 13 (tiga belas) Tahun,namun menurut peneliti Majelis Hakim kurang

Objektif dalam menjatuhkan putusan, karena banyak hal yang harus di buktikan lagi.

2. Bentuk keyakinan hakim dalam mengambil keputusan juga didasarkan berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan hakim yang di peroleh dari fakta-fakta hukum yang

terdapat dipengadilan. Bahwa dengan fakta-fakta tersebut dan juga didukung oleh

keyakinan hakim bahwa terdakwa telah merencanakan perbuatannya sejak awal maka

unsur “dengan sengaja”dan “direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang

lain”telah terpenuhi, namun dalam kasus perkara ini penulis menilai bahwa Majelis

hakim juga hanyalah manusia biasa yang dapat keliru dengan keputusan dan

keyakinannya, karena dilihat dari banyak aspek yang memang belum terpenuhi

sepenuhnya.

89
B. Saran

Melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan beberapa masukan terhadap semua

pihak agar dapat melaksanakan fungsinya masing-masing secara profesional seperti:

1. Aparatur pemerintah mulai dari yang paling tinggai sampai yang paling rendah, agar

dapat menjalankan Hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku tanpa

memandang jabatan, suku, ras dan agama.

2. Bagi penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan hingga Majelis Hakim, agar dalam

menyelesaikan kasus tindak pidana pembunuhan berencana ini hendaknya

memperhatikan kemaslahatan masyarakat, agar dengan keputusan-keputusan yang

dibuat dan diambil dapat menghasilkan ketentraman dan kesejahteraan masyarakat

agar setiap orang yang dirugikan boleh mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.

90
DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Ahmad, M. A. (1983). Intisari Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Anwar, H. M. (1989). Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II). Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.

Chazawi, A. (2002). Pelajaran Hukum Pidana Bagian Dua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Djinjang, E. S. (1980). Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Huwitz, S. (1986). Kriminologi. Jakarta: Bina Aksara.

Kanter, E. Y. (1992). Azas-azas Hukum Pidana diIndonesia dan Penerapannya. Jakarta: Alumi
AHMPTHM.

Kartanegara, S. (1999). Hukum Pidana I. Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa.

Mertokusumo, S. (1984). Hukum Acara Pidana Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Moljatno. (1993). Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta: Rineke Cipta.

Pitlo, A. (1986). Pembuktian dan Daluwarsa. Jakarta: Intermasa.

Prakoso, J. (1988). Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian didalam Proses Pidana. Yogyakarta:
Liberty.

Prodjodikoro, W. (1996). Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Eresco.

Rifai, A. (2010). Penemuan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Saleh, E. W. (1998). Kehakiman dan Keadilan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soesilo, R. (1999). Pokok-pokok Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. Jakarta:
Politea.

Sudarto. (1986). hukum dan hukum pidana. bandung: Alumi.

Tresna, R. (1979). Azas-azas Hukum Pidana disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana
Yang Penting. Jakarta: Tiara LTD.
UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Undang-Undang KUHP

Undang-Undang HIR
LAMPIRAN

You might also like