Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Jadi
Skripsi Jadi
Oleh :
18 311 012
FAKULTAS HUKUM
JAYAPURA
2022
HALAMAN PRASYARAT
PEMBUNUHAN BERENCANA
Diajukan sebagai syarat penulisan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua
(UNIYAP) Jayapura
Oleh :
18311012
FAKULTAS HUKUM
JAYAPURA
2022
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Tanggal :
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mengetahui:
NIDN. 12120107703
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NIDN. 1219086101
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Uchiha Sasuke
Persembahan:
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,
demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan
(Yeremia 29:11)
1. Keluargaku Tercinta terutama untuk kedua Orang tua ku Tercinta Alm. Christoffel
2. Kekasihku tercinta Agung Tri Handoko yang selalu setia memberikan motifasi,
3. Sahabat-sahabatku Tersayang
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus yang sangat dan amat teramat baik
karena atas segala berkat dan hikmat yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang
dihadapi yang senantiasa dapat mengehentikan langkah saya dalam menyelesaikannya, namun
dengan kesadaran untuk dapat meraih yang terbaik serta adanya dukungan baik secara material
maupun moral berbagai pihak, sehingga hambatan yang ada dapat teratasi.
Terkhususnya dukungan dari orang-orang tercinta, dalam kesempatan ini saya ingin
mengucapkan rasa terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada kedua Orang Tua
Tercinta yang telah berpulang ke pangkuan Tuhan atas setiap doa yang tidak pernah putus-
putusnya, dukungan dari setiap orang terdekat saya, pengorbanan dan kasih sayang yang tulus
dan juga selalu memberikan yang terbaik bagi saya dan selalu mengingatkan saya untuk tetap di
jalanNya. Semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi mereka dan selalu dalam
lindunganNya Amin.
Skripsi ini merupakan salah satu proses dari sekian banyak proses yang harus dilalui
dalam menuntut Ilmu di Almamater tercinta, maka adalah merupakan kewajaran apabila skripsi
ini jauh dari kesempurnaan, sehingga saya senantiasa mengharapkan kritikan sekaligus bantuan
dari berbagai pihak dalam penyempurnaannya yang bisa dipergunakan oleh saya selanjutnya.
Untuk itu pada kesempatan ini juga, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang
membantu saya baik langsung maupun secara tidak langsung selama saya menuntut Ilmu di
(UNIYAP) Jayapura.
2. Ibu Dr. Liani Sari SH.,MH Selaku Dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Yapis
Papua (UNIYAP)Jayapura.
3. Bapak Anwar M. Roem, Spd.,SH.,MH Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum
4. Bapak H. Abdul Upara, S.H., M.H Selaku Pembimbing I, dan Bapak Wahyudi BR,
S.H., M.H Selaku Pembimbing II, yang senantiasa meluangkan waktu untuk
5. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang senantiasa tanpa lelah
6. Bapak Eddy Soeprayitno S Putra, S.H., M.H sebagai Ketua Pengadilan Negeri
memberikan data dan informasi dan mengarahkan saya dalam penilitian dilapangan.
Akhirnya dengan segala keterbatasan dan kerendahan hati, saya persembahkan skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala Rahmat dan KaruniaNya memberkati kita
semua. Dan besar harapan saya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin
Penulis
Yulyanti A Wakum
vi
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Keyakinan Hakim Dalam Mengambil Keputusan Pada Tindak
Jap). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Hakim dapat menggunakan
Dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian Normatif yang dilakukan dengan cara
penelitian kepustakaan (library researcing). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tindak
pidana pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
Mengambil Keputusan Pada Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Analisis Yuridis Perkara
Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap) menyatakan bahwa terdakwa telah memenuhi unsur tindak
pidana yang sesuai dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan berencana sehingga terdakwa
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PRASYARAT.............................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................................................iv
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................v
ABSTRAK....................................................................................................................................vii
DAFTAR ISI................................................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang masalah........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan..........................................................................................5
D. Sistematika Penulisan...........................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................8
A. Teori Tujuan Pemidanaan.....................................................................................................8
B. Teori Pertimbangan Hakim.................................................................................................12
C. Teori Pembuktian................................................................................................................15
D. Definisi Tindak Pidana.......................................................................................................19
E. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana.............................................................................28
F. Sistem Pembuktian Dengan Keyakinan Hakim..................................................................37
G. Penerapan Alat Bukti Oleh Hakim Di Pengadilan............................................................39
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................................44
1. Lokasi Penelitian................................................................................................................44
2. Tipe Penelitian....................................................................................................................44
3. Jenis dan Sumber Data........................................................................................................44
4. Teknik Pengumpulan Data.................................................................................................44
5. Teknik Analisis Data..........................................................................................................45
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS...............................................................................46
viii
A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan pada Tindak Pidana Perkara
Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap..................................................................................................46
B. Bentuk keyakinan Hakim dalam Mengambil Keputusan pada Tindak Pidana Perkara
Nomor 606/Pid.B/2018/PN Jap..................................................................................................78
BAB V PENUTUP.......................................................................................................................89
A. Kesimpulan.........................................................................................................................89
B. Saran...................................................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................91
LAMPIRAN.................................................................................................................................93
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Keyakinan dapat diartikan sebagai suatu kepastian, dalam KBBI keyakinan diartikan
ketentuan.1
Keyakinan Hakim adalah keyakinan yang diperoleh berdasarkan kenyataan atau fakta
yang bersumber dari fakta-fakta yang terbukti dalam persidangan dan juga didasari dari
persidangan berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang diyakini kebenarannya oleh
Hakim. Dikaji dari aspek pilosofis aplikasi “keyakinan Hakim” dalam praktek peradilan
Secara filosofis, keyakinan Hakim dalam konteks penanganan perkara dalam peradilan
pidana yakni keyakinan yang bersumber dari nurani Hakim tanpa adanya intervensi,
pengaruh, tekanan pihak lain yang secara filsafati mengakomodir nilai-nilai Pancasila,
Keyakinan hakim diperlukan dalam membuat putusan atau menjatuhkan vonis, meskipun
penggunaan keyakinan hakim dalam perkara pidana tidak ada larangannya, tetapi hakim
1
KBBI
1
Keyakinan hakim dan alat-alat bukti yang sah satu sama lain berhubungan erat, bahwa
keyakinan hakim muncul karena adanya alat-alat bukti yang sah. Atas dasar itu syarat
adanya keyakinan hakim bukanlah keyakinan yang bersifat tiba-tiba, tetapi merupakan
keyakinan yang sah atau keyakinan yang diperoleh dari alat-alat bukti yang sah
Sebagaimana kita ketahui dalam proses penyelesaian perkara pidana, putusan hakim
selalu didasari pada surat pelimpahan perkara yang memuat seluruh dakwaan atas
kesalahan terdakwa. Selain itu, putusan hakim juga tidak boleh terlepas dari fakta
Peran hakim dalam mengadili suatu perkara pidana sangat penting ketika putusan atau
vonis telah dibuat dan dibacakan. Putusan hakim sangat menentukan nilai suatu
kebenaran dan menentukan salah atau tidaknya suatu perbuatan yang dilakukan
seseorang.
Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa hakim adalah pejabat peradilan negara yang
berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak dalam sidang perkara pidana. Hakim
sebagai orang yang menegakkan hukum demi keadilan ketika hendak menjatuhkan
putusan tetap berlandaskan pada aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai
pertimbangan berdasarkan alat bukti yang sah serta para saksi yang telah disumpah di
depan persidangan.
Alat bukti yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hakim, menurut KUHAP
adalah alat-alat bukti yang sah. Alat bukti tersebut berupa keterangan ahli, surat, petujuk
2
dan keterangan terdakwa, hal ini bertujuan untuk mendapatkan keyakinan hakim bahwa
suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Keterangan saksi dalam persidangan juga dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam
mempertimbangkan bukti-bukti yang ada. Apabila keterangan yang diberikan saksi dalam
persidangan “dibuat-buat” menurut terkaan atau pemikiran saja, atau keterangan bukan
berdasarkan fakta atau keahlian, maka hakim boleh untuk tidak mempertimbangkannya.
Hakim dalam memutus suatu perkara tidak hanya berdasarkan bukti-bukti yang ada,
tetapi penting juga didasarkan oleh keyakinan sebagai seorang hakim dalam memutus
perkara.
Menurut Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dapat diputus
bebas. Hal ini sesuai dengan asas In Dubio Pro Reo yaitu jika terjadi keragu-raguan
apakah terdakwa salah atau tidak, maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan
bagi terdakwa yaitu dibebaskan dari dakwaan. Keyakinan hakim dalam hukum pidana
menjadi suatu prasyarat yang harus ada bagi proses lahirnya suatu putusan (vonis).
Hakim tidak boleh memutus suatu perkara dengan semata-mata menyandarkan diri pada
fakta atau keadaan objektif yang terjadi pada suatu kasus, tapi harus betul-betul
3
Seperti pada kasus yang terjadi di kampung Netar Distrik Sentani Timur Kabupaten
Jayapura, dalam perkara pidana dimana seseorang yang bernama Paul Tomatala didakwa
oleh Jaksa Penuntut Umum karena diduga melakukan pembunuhan berencana terhadap
korban An. Alm. Fitri Diana (Pacarnya) Dalam dakwaan tersebut disebutkan bahwa
benda tajam, namun didalam persidangan tidak di hadirkan barang bukti yang digunakan
Dalam membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Majelis Hakim
untuk mendapatkan fakta hukum yang sesungguhnya, untuk membuktikan telah terjadi
Hakim dituntut teliti dan cermat dalam mempertimbangkan kasus tidak pidana
sebuah penelitian tertulis atau karya ilmiah dengan judul “KEYAKINAN HAKIM
606/Pid.B/2018/PN Jap)“
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan pada Tindak Pidana
2. Bagaimana Bentuk Keyakinan Hakim dalam Mengambil Keputusan pada Tindak Pidana
Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan diatas, adapun tujuan dari
penelitian adalah :
Jap.
Jap.
Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan diatas, adapun manfaat penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan atau referensi secara teoritis terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, atau bahan rujukan terutama tentang keyakinan hakim
5
a. Untuk membantu penulis dalam memecahkan permasalahan yang telah disimpulkan
c. Sebagai bahan masukan bagi pengelola pendidikan, khususnya dalam bidang Hukum
Pidana.
D. Sistematika Penulisan
Hasil penulisan ini disusun untuk membahas dan menguraikan masalah yang terdiri dari 3
bab, dimana diantaranya bab yang satu dengan bab yang lainnya saling berkaitan dan
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, secara ringkas dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Berisi uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan
Berisi uraian tentang uraian definisi tindak pidana, apa yang dimaksud dengan keyakinan
hakim dan fakta persidangan, dan berisi tentang alat bukti dalam persidangan.
Berisi uraian tentang tipe penelitian, jenis dan sumber data yang diperoleh, teknik
BAB IV
Berisi tentang pembahasan dan analisa penulis yang dibahas dari rumusan masalah
6
BAB V
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan
atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori absolut
didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti
memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu
yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana adalah
pembalasan (revegen).
Nigel Walker. Menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut teori retributive yaitu:
Teori retributif Murni: yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan kesalahan.
Teori retributif Tidak Murni, Teori ini juga masih terpecah menjadi dua yaitu:
bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah
keadaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hukum
pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk penetapan kesalahan
pelanggaran.
hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus dirancang
dengan pandangan pada pembalasan, namun juga gagasan bahwa harus ada batas
8
b. Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)
Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat
untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Teori ini berbeda dengan teori
absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman artinya penjatuhan
pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat
pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental. Menurut
Muladi teori ini bahwa, Pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku
tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju
kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar
orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas
keadilan.
Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan, baik
pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat. Teori relatif ini
berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence, dan reformatif.
rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi
perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan
(reformation) untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan
hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Menurut
teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk ini,
9
tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya
suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidaklah saja dilihat pada
Dengan demikian, harus ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja.
Dengan demikian, teori ini juga dinamakan teori tujuan. Tujuan ini pertama-tama harus
diarahkan kepda upaya agar dikemudian hari kejahatan yang dilakukan itu tidak terulang
lagi (prevensi). Teori relatif ini melihat bahwa penjatuhan pidana bertujuan untuk
memperbaiki si penjahat agar menjadi orang yang baik dan tidak akan melakukan
yaitu perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan perbaikan moral.” Perbaikan yuridis
mengenai cara berfikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya kejahatan. Sedangkan
perbaikan moral mengenai rasa kesusilaan si penjahat agar ia menjadi orang yang
bermoral tinggi.
Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural,
sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung
karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam
menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya terletak pada ide bahwa
tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di
kemudian hari.
10
Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List dengan pandangan sebagai
berikut :
masyarakat.
2. Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus memperhatikan hasil studi
3. Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan pemerintah untuk
memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya sarana, oleh karena itu pidana
tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi
Dari pandangan diatas menunjukkan bahwa teori ini mensyaratkan agar pemidanaan
itu selain memberikan penderitaan jasmani juga psikologi dan terpenting adalah
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemidanaan, yaitu
dikehendakinya suatu perbaikan-perbaikan dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-
kejahatan terutama dalam delik ringan. Sedangkan untuk delik-delik tertentu yang dianggap
dapat merusak tata kehidupan sosial dan masyarakat, dan dipandang bahwa penjahat-penjahat
tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki, maka sifat penjeraan atau pembalasan dari suatu
pemidanaan tidak dapat dihindari. Teori ini di satu pihak mengakui adanya unsur pembalasan
dalam penjatuhan pidana. Akan tetapi di pihak lain, mengakui pula unsur prevensi dan unsur
memperbaiki penjahat/pelaku yang melekat pada tiap pidana. Teori ketiga ini muncul karena
terdapat kelemahan dalam teori absolut dan teori relatif, kelemahan kedua teori tersebut adalah:
11
1. Dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya pada pembunuhan tidak semua pelaku
2. Apabila yang menjadi dasar teori ini adalah untuk pembalasan, maka mengapa hanya
1. Dapat menimbulkan ketidak adilan pula. Misalnya untuk mencegah kejahatan itu dengan
jalan menakut-nakuti, maka mungkin pelaku kejahatan yang ringan dijatuhi pidana yang
berat sekadar untuk menakut-nakuti saja, sehingga menjadi tidak seimbang. Hal mana
diabaikan.
Sulit untuk dilaksanakan dalam peraktek. Bahwa tujuan mencegah kejahatan dengan jalan
Putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkra yang sedang di periksa dan diadili
dituduhkan kepadanya.
2
Sudarto, hukum dan hukum pidana, Bandung, Alumi, 1986, hlm 74
12
2. keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu
merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat di pidana.
Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan atau yang telah ditentukan oleh
undang-undang. Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih rendah dari batas minimal
dan juga hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dari batas maksimal
hukuman yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam memutus putusan, ada beberapa
teori yang dapat digunakan oleh hakim. Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau
pendekatan yang dapat di pergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan
1. Teori Keseimbangan
perkara
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.
Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan
dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata,
hakim tidak akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat,
dalam perkara perdata pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana.
Penjatuhan putusan, hakim menggunakan pendekatan seni, lebih ditentukan oleh instink
3
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm
13
3. Teori Pendekatan Keilmuan
Titik tolak dari ilmu ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus
dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang mempertimbangkan
segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian
disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan serta pertimbangan hakim
harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan
6. Teori kebijaksanaan
Aspek teori ini adalah menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang
tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, mendidik, membina dan melindungi
terdakwa, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan
bangsanya.
Dalam memutus suatu perkara pidana, hakim harus memutus dengan seadil-adilnya dan
4
E.Utrecht an Moch Saleh Djinjang, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Harapan, 1980, hlm.204
14
a. Menyesuaikan Undang-Undang dengan faktor-faktor konkrit, kejadian-
C. Teori Pembuktian
Teori ini dianut oleh hukum gereja Katholik (canoniek recht) dan disebut juga aliran
ini ajaran positif menurut hukum positif wettelijke. Menurut teori ini hakim sangat
terikat pada alat bukti serta dasar pembuktian yang telah ditentukan oleh undang-
didakwakan telah terbukti haruslah didasarkan kepada hal-hal yang telah disimpulkan
undang.
Sedangkan keyakinan hakim berdasarkan dan berasal dari hati nuraninya yang paling
dalam sekalipun tidak boleh ikut memegang peranan dalam pengambilan keputusan
undang secara positif (positief wettelijke) ini berusaha untuk menyingkirkan semua
pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan
Dengan demikian ajaran ini disandarkan hanya semata-mata kepada alat-alat bukti
yang telah diatur atau ditetapkan oleh undang-undang, tanpa adanya unsur keyakinan
Jadi meskipun ia tidak yakin akan tetapi karena kasus tersebut telah diperiksa dua
orang saksi yang menyatakan bahwa terdakwalah yang melakukan, maka hakim harus
15
menghukum. Teori pembuktian ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan
obyektif.
melulu menurut undang-undang atau positief wettelijke ini sama sekali tidak
sebetulnya bertentangan dengan prinsip bahwa dalam acara pidana suatu putusan
Teori pembuktian subyektif murni (conviction in time) atau (bloot gemoedelijk over
tuiging) ini bertolak belakang dengan teori pembuktian obyektif murni karena dalam
(Keyakinan semata).
Jadi prinsip pembuktiannya kepada penilaian hakim atas dasar keyakinan menurut
hakim dalam aliran ini sangat subyektif (perseorangan) dalam menentukan apakah
Prof Andi Hamzah, berpendapat bahwa sistem ini memberikan kebebasan kepada
hakim terlalu besar sehingga sulit diawasi, di samping itu terdakwa atau penasehat
16
kesan-kesan perseorangan belaka dari hakim. Pengawasan terhadap putusan-putusan
hakim seperti ini sukar untuk dilakukan, oleh karena badan pengawas tidak dapat tahu
putusan.
menjadi dasar putusannya yakni semata-mata dengan keyakinan atas dasar ilmu
pengetahuan dan logika serta hakim tidak terikat pada alat-alat bukti yang ditetapkan
oleh undang-undang. Dalam sistem ini hakim dapat menggunakan alat bukti lain di
ajaran ini disandarkan semata-mata atas dasar pertimbangan akal (pikiran) dan hakim
tidak dapat terikat kepada alat-alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang dengan
demikian hakim dapat mempergunakan alat-alat bukti lain yang di luar ketentuan
perundang-undangan.
17
a. Wettelijke, disebabkan karena alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh
undang-undang.
b. Negatief, disebabkan oleh karena dengan alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan
antara alat-alat bukti dengan keyakinan. Alat bukti dalam sistem pembuktian negatief
wettelijke ini telah ditentukan secara limitatif dalam undang-undang serta bagaimana
cara menggunakannya (bewijs voering) yang harus diikuti pula adanya keyakinan,
Sistem pembuktian ini ada persamaannya dan perbedaannya dengan teori pembuktian
yang bebas. Persamaannya daripada teori ini adalah bahwa untuk menghukum
terdakwa harus ada unsur keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah dan
didasarkan pada alat bukti menurut undang-undang, kemudian teori pembuktian yang
antara alat-alat bukti dengan keyakinan. Alat bukti dalam sistem pembuktian negatief
wettelijke ini telah ditentukan secara limitatif dalam undang-undang serta bagaimana
cara menggunakannya (bewijs voering) yang harus diikuti pula adanya keyakinan,
bahwa peristiwa pidana benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah. Sistem
18
pembuktian ini ada persamaannya dan perbedaannya dengan teori pembuktian yang
bebas. Persamaannya daripada teori ini adalah bahwa untuk menghukum terdakwa
harus ada unsur keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah dan menyebutkan
alasan dasarnya.
wettelijke menghendaki keyakinan hakim dengan alasan yang didasarkan pada alat
pembuktian tersebut mengandung asas dan cara pembuktian yang dipakai yang
Istilah tindak pidana adalah dimaksudkan sebagai dalam bahasa Indonesia untuk istilah
bahasa belanda “strafbaarfeit” atau “Delict” untuk terjemahan itu dalam bahasa
Indonesia disamping istilah “Tindak Pidana” juga dipakai dan beredar istilah lain baik
dalam buku ataupun dalam peraturan tertulis yang penulis jumpai antara lain:
3. Peristiwa pidana
4. Pelanggaran pidana
19
5. Perbuatan pidana.5
beberapa atau salah satu istilah tersebut di atas dengan memberikan sandaran masing-
masing dan bahkan pengertian dari istilah tersebut. Di bawah ini penulis kemukakan
a. D. Simons Pertama kita mengenal perumusan yang dikemukakan oleh Simons bahwa
peristiwa pidana itu adalah “Perbuatan salah dan melawan hukum, yang diancam
berikut:
1. Perbuatan manusia.
b. Van Hamel Tentang perumusan “Strafbaarfeit” itu sarjana ini sependapat dengan
Simons hanya ia menambahkan “Sifat perbuatan yang mempunyai sifat yang dapat
dihukum”.7
5
E.Y. Kanter, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHMPTHM, Jakarta, 1992, hlm.
187
6
Ibid, hlm. 205
7
Ibid, hlm. 207
20
Selanjutnya dikemukakan pula mengenai rumusan pengertian tindak pidana menurut
pidana menurut beliau adalah “Perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barang siapa
masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau menghambat tercapainya tata dalam
pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Maka perbuatan pidana
secara mutlak harus mengandung unsur materil yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita
beliau peristiwa pidana itu adalah “Suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia
yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lainnya, terhadap perbuatan ana
diadakan penghukuman.9
pidana”. Tindak pidana adalah “Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum
pidana dan pelakunya itu dapat dikatakan merupakan subjek tinda pidana”.10
Suatu perbuatan yang melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu ia
merupakan tindak pidana, bila perbuatan itu dilarang oleh undang-undang dan pelakunya
tidak diancam pidana. Dalam kehidupan sehari-hari juga kita sering jumpai istilah
8
Moejatno, Azas-azas Hukum Pidana, Rineke Cipta, Jakarta, 1993, hlm.56
9
Ibid, hlm. 130
10
R. Tresna, Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana Yang Penting, Tiara LTD,
Jakarta, 1979, hlm. 27
21
dengan kaedah akan tetapi tidak semua perbuatan yang melanggar kaedah merupakan
kejahatan.
Contoh seseorang yang melempar Koran bekas kekebun belakang tetangga, seharusnya ia
memberikan kepada tukang sampah atau meleakkan di tempat sampah, hal ini tidk sopan
mengganggu tetangga (melanggar kaedah) dan ini bukan kejahatan, tetapi dapat
1. Kenakalan, kerugian atau kerusakan, diancam dengan denda paling banyak lima belas
ribu rupiah,
2. Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak belum adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karenapelanggaran yang sama, denda dapat diganti
Bersifat melawan hukum dapat berarti bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai
Mengenai sifat melawan hukum ini sehubungan pembahasan tentang perumusan delik
a. Penganut bersifat melanggar hukum formal yang menyatakan bahwa pada setiap
pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan hukum. Artinya
apabila sifat melawan hukum tidak dirumuskan dalam suatu delik, maka tidak perlu
lagi diselidiki tentang bersifat melwan hukum itu, sebab dengan sendirinya seluruh
tindakan itu sudah bersifat melawan hukum itu dicantumkan dalam rumusan delik,
11
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1996, hlm. 50
22
maka bersifat melwan hukum harus diselidiki, aliran ini berdasarkan pada ketentuan
undang-undang.
b. Penganut bersifat melawan hukum materiil menyatakan bahwa setiap delik dianggap
ada unsur bersifat melwan hukum dan harus dibuktikan. Aliran ini berdasarkan selain
Dari uraian di atas, terlihat bahwa dalam mengartikan istilah dan perumusan dari
Strafbaarfeit oleh setiap sarjana adalah berbeda, sehingga dengan demikian pengertiannya
berbeda pula. Tetapi dapat dilihat pada perumusan Strafbaarfeit menurut para sarjana
yang dikemukakan di atas masing-masing memakai kata “perbuatan”. Jika kata perbuatan
Satochid Kartanegara hal itu kurang tepat, karena dengan demikian Strafbaarfeit berarti
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan undang-undang, sedang yang dimaksud
dengan Strafbaarfeit juga termaksud “het nalaten” (melalaikan). Jadi diartikan sebagai
a. Pasal 388 KUHP, pembunuhan yang dilakukan dengan menusuk, menikam dan lain-
lain:
b. Pasal 362 KUHP, pencurian yaitu dengan mengambil sesuatu. Sedangkan contoh dari
12
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Tanpa Tahun, hlm. 75
23
d. Pasal 522 KUHP, melalaikan kewajiban untuk menjadi saksi. Yang dapat melakukan
strafbaarfeit adalah manusia, sedangkan benda hukum dan hewan tidak dapat
1. Cara merumuskan Strafbaarfeit yaitu degan kata-kata “barang siapa “ dari rumusan
ini dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan “Barang siapa” hanya
manusia.
a. Pidana Pokok :
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
Hukuman yang berlaku ini disandarkan pada kesalahan orang. Di dalam ajaran kesalahan
yang dianggap dapat membuat kesalahan hanya manusia, yaitu berupa kesalahan
individual. Badan hukum bukan subjek hukum dalam arti hukum pidana, tetapi badan
hukum dapat melakukan Strafbaarfeit dalam lapangan hukum fiskal. Ada beberapa
13
Ibid, hlm. 96
24
sarjana menganjurkan agar badan hukum dapat dianggap sebagai subjek dalam
Demikian pada perinsipnya bahwa setiap perumusan Strafbaarfeit yang digunakan oleh
para sarjana adalah berbeda, namun semua perbuatan tersebut adalah dapat dipidana.
Sebagai konsekuensinya dari perbuatan yang dilakukan tersebut mempunyai akibat dan
akibat inipun dilarang oleh hukum. Untuk dapat dipidana seseorang sebagai penanggung
jawab pidana, maka tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi
disamping itu harus ada kesalahan atau sikap batin yang dapat dicela.14
Berdasarkan tindak pidana menurut Moeljatno, maka unsur tindak pidana adalah
perbuatan, yang dilarang (oleh aturan hukum), ancaman pidana (bagi yang melanggar
larangan). Dari batasan yang dibuat Jonkers dapat dirincikan unsur-unsur tindak pidana
dilakukan oleh orang yang dapat), dipertangungjawabkan. E.Y.Kanter dan SR. Sianturi
Ke-1 Subjek
Ke-2 Kesalahan
Ke-4 suatu tindakan yang dilrang dan diharuskan oleh UU/PerUU-an dan terhadap
25
Ke-5 waktu, tempat, keadaan (unsur objektif lainnya).
Sementara K Wanjik Saleh menyimpulkan bahwa suatu perbuatan akan menjadi tindak
1. Melawan hukum
2. Merugikan masyarakat
sebagai berikut:17
(perbuatan) tetapi juga “een natalen” atau “niet doen” (melalaikan atau tidak
berbuat).
16
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998
17
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983, hlm. 26-27
26
Penyebab Terjadinya Unsur Pidana
Dalam KUHP, tindak pidana terbagi 2, yakni untuk semua yang dimuat dalam Buku II,
dan pelanggaran untuk semua yang terdapat dalam Buku III. Sehingga tindak pidana
1. Faktor ekonomi, meliputi sistem ekonomi, yang tidak saja merupakan sebab utama
(basic causa) dari terjadinya kejahatan terhadap hak milik, juga mempunyai pengaruh
dengan cara pola hidup konsumeristis, dan persaingan pemenuhan kebutuhan hidup,
pengangguran.
dan lain-lain dianggap sebagai penyebab langsung dari kelakuan manusia yang
menyimpang dan khususnya kejahatan kekerasan berkurang semakin basah dan panas
iklimnya
4. Faktor-faktor pribadi, meliputi umur, jenis kelamin, ras dan nasionalitas, alkoholisme,
18
Stepen Huwitz, Kriminologi, Saduran Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 86
27
Secara umum dapat diklasifikasikan hal yang dapat menjadi pemicu terjadi tindak pidana,
antara lain:
b. Lemahnya penegakan hukum, dalam hal ini mencakup lemahnya dari sanksi
e. Lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan pergaulan dengan masyarakat yang
g. Penyakit kejiwaan.
Sementara secara sederhana, dalam dunia krminalits dikenal dua faktor penting terjdi
tindak pidana, yaitu niat dan kesempatan. Kedua faktor saling mempengaruhi dan harus
Tindak Pidana pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai “barang siapa
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
19
Kitab Undang-Undang KUHP
28
Hal ini merupakan suatu rumusan secara materiil yaitu “menyebabkan sesuatu tertentu”
tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat ditarik dari pasal
1. Perbuatan itu harus disengaja, dengan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga,
2. Melenyapkan nyawa orang lain itu harus merupakan yang “positif” walaupun dengan
3. Perbuatan itu harus menyebabkan matinya orang, disini harus ada hubungan kausal di
Dari unsur-unsur pasal 338 KUHP di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Dengan sengaja
Dalam KUHP tidak dijelaskan apa arti kesengajaan, tetapi didalam MvT (memorie
van Toelieting) disebutkan “pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada
barang siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang yang dikehendaki dan
berpangkal tekad adalah asas dari perbuatan kesengajaan. Teori berpangkal tekad
karena akibat itu hanya dapat dibayangkan dan dicita-citakan saja oleh orang yang
hukum pidana.
29
2. Kesengajaan sebagai kepastian Kesengajaan semacam ini ada, apabila si pelaku
tahu benar bahwa suatu akibat pasti ada dari perbuatan itu.
pelaku hanya suatu kemungkinan belaka akibat yang akan terjadi dari suatu
perbuatan.
sebagai berikut :
membunuh.
d. Orang lain merupakan unsur yang menunjukkan bahwa merampas nyawa orang
Delik ini mengandung unsur dan kualifikasi yaitu pembunuhan dan sanksi pidana.
Delik ini juga dirumuskan secara materiil artinya menitik beratkan pada akibat
Seperti dikemukakan oleh R. Soesilo bahwa perencanaan itu antara lain disebutkan :
“Berencana artinya dengan direncanakan lebih dahulu, terjemahan dari kata asing
pelaksanaannya masih ada tempo bagi si pembuat dengan tenang memikirkan dengan
cara bagaimana sebaiknya pembunuhan itu dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu
30
sempit akan tetapi sebaiknya juga tidak boleh terlalu lama yang penting ialah bahwa
tempo itu di buat oleh si pelaku dengan tenang bisa dapat berpikir-pikir yang
sebenarnya itu masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan membunuh
paling serius, dan pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Hal ini diatur dalam pasal
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dihukum karena makar
dengan cara demikian, melainkan dengan pasal 338 KUHP itu cukup disebut sebagai
pembunuhan saja.20
Rumusan pada pasal 340 KUHP, diuraikan unsur-unsurnya akan nampak pada unsur-
b. Unsur obyektif :
20
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian Dua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
31
2. Unsur dengan ajakan bersama-sama terlebih dahulu.
Unsur kesengajaan dalam pasal 340 KUHP merupakan kesengajaan dalam arti
makna pasal 340 KUHPidana yaitu si pelaku dan orang yang dibunuh tidak boleh harus
Pembunuhan merupakan kejahatan yang dapat terjadi karena dilakukan dengan sengaja
ataupun karena kelalaian/ kealpaan seseorang, maka menimbulkan korban atau hilangnya
jiwa orang lain. Pembunuhan yang direncanakan itu adalah perbuatan yang dilakukan
Artinya si pelaku yang mempunyai tempo berpikir apakah pembunuhan itu akan
sengaja terhadap jiwa orang lain menurut Satochid Kartanegara. Terdiri dari :
3. Pembunuhan atas permintaan yang sangat dan tegas dari orang yang dibunuh.
4. Dengan sengaja menganjurkan atau membantu atau memberi sarana kepada orang
32
5. Gegualificeerderdoodslag pasal 339.21
Jadi jelaslah bahwa pembunuhan berencana itu hanya dapat terjadi karena dilakukan
dengan sengaja. Pembunuhan berencana tidak pernah terjadi karena suatu tindak
kelalaian si pelaku.
Persoalan pembunuhan berencana juga tidak terlepas dari beberapa unsur pokok, maka
pembunuhan itu dinamakan sebagai pembunuhan yang direncanakan ataupun agar tindak
dengan bunyi pasal 340 KUHPidana, walaupun bila dalam objek pembunuhan itu
Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku sebelum
direncanakan terlebih dulu diperlukan berpikir secara tenang bagi pelaku. Didalam
terlebih dulu kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna
terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk
menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh
21
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana I, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, 1999.
22
0 H.A.K. Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989
33
Dalam perbuatan menghilangkan jiwa atau nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat yang
3. Adanya hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan akibat kematian.
KUHPidana tidak ada membuat atau rumusan tentang arti “sengaja”. Namun apa yang
KUHPidana tersebut bahwa kesengajaan itu adalah suatu opzet atau willensenweten.
sesuatu perbuatan dengan sengaja, harus mengkehendaki (wilen) perbuatan itu serta harus
Rumusan pasal 340 KUHP dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai
adalah suatu tindak pidana materiil. Perbuatan menghilangkan nyawa dirumuskan dalam
Pembunuhan yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP ini adalah pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu dalam keadaan tenang
pelaksanaan pembunuhan, alat atau sarana yangakan digunakan, tempat atau lokasi akan
23
Ibid, Hal. 291
34
pembunuhan berencana untuk menghilangkan jejak, misalnya: dengan membuang alat
atau sarana yang digunakan untuk melakukan kejahatan, memakai sarung tangan agar
tidak meninggalkan sidik jari pelaku ataupun dengan membuang mayat korban di tempat
kejahatan yang sangat menyinggung asas-asas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam pembunuhan berencana ini diperlukan suatu akal licik atau niat yang sangat jahat,
alat atau sarana yang memadai, waktu yang tepat serta motif yang kuat untuk
menggerakkan seseorang untuk melakukan pembunuhan yang keji. Oleh karena itu,
pembunuhan dalam Pasal 338 maupun 339. Hal ini diletakkan pada adanya unsur dengan
rencana terlebih dahulu. Pembunuhan berencana diancam dengan pidana mati untuk
direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi di dalam diri si pelaku
dipertimbangkan, telah dikaji untung ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti itu
hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang. Ia memikirkan dan
35
mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak
2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup dalam hal ini adalah relatif, dalam arti
tidak diukur dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung pada keadaan atau
kejadian konkrit yang berlaku. Tidak perlu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi
adanya kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya perbuatan itu
dan sebagainya.
suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana tergesa-gesa,
amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya.
Tiga syarat dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas,
bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab
bila sudah maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu. R. Soesilo
berpendapat bahwa unsur “dengan rencana terlebih dahulu” adalah bukan bentuk
kesengajaan, akan tetapi hanya berupa cara membentuk opzet, yang mana mempunyai 3
24
R. Soesilo, Pokok-Pokok Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Politea, Jakarta, 1999, Hal. 34
36
2. Setelah orang merencanakan (opzet nya) itu terlebih dahulu, maka yang penting ialah
caranya “opzet” itu dibentuk yaitu harus dalam keadaan yang tenang.
dikaitkan dengan pelaksanaan peradilan. Dari beberapa pandangan teoritis dan praktisi
1. Merupakan upaya untuk mencari kepastian tentang kebenaran suatu peristiwa, baik
2. Dalam ilmu hukum, yang dimaksud pembuktian adalah pembuktian dalam arti
Dalam ilmu hukum, pembuktian tidaklah bersifat mutlak sebagaimana dalam ilmu alam,
selalu mengandung unsur ketidak pastian. Oleh karena itu dalam pembuktian hukum sifat
kebenarannya relative, dan bukan untuk memperoleh kebenaran yang mutlak. Di samping
37
itu dimungkinkan pula terjadinya perbedaan penilaian hasil pembuktian diantara sesama
hakim.
Tidak mutlaknya kebenaran dalam pembuktian hukum tentunya dapat dipahami, karena
semua pengetahuan manusia termasuk hakim hanyalah bersifat relative, yang didasarkan
pada pengelihatan, pengalaman dan pemikiran yang tidak selalu benar. Jika diharuskan
adanya kebenaran mutlak untuk memutuskan suatu perkara, maka sudah pasti seorang
hakim tidak mungkin mampu melaksanakannya. Satu-satunya yang dapat disyaratkan dan
yang sekarang dilakukan adalah adanya suatu kemungkinan besar bahwa seseorang telah
walaupun adanya kemungkinan, merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima sama
sekali.25
Peradilan mempunyai fungsi kemasyarakatan, maka oleh karena itu kepastian dalam
peradilan tidak perlu lebih besar dari pada kepastian yang menentukan tindakan-tindakan
dalam masyarakat. Kepastian suatu peristiwa itu tidak perlu mutlak akan tetapi cukup
layak saja. Maka oleh karena itu nilai kepastiannya selalu relative. Kalau didalam ilmu
pengetahuan alam kepastian itu sendiri merupakan tujuan, maka dalam pembuktian
yuridis kepastian itu merupakan suatu alat untuk menentukan kebenaran suatu peristiwa
Orang harus memberikan kepada hakim suatu kepastian yang masuk akal, bahwa apa
yang diuraikan dalam fakta-fakta adalah selaras dengan kebenaran. Sementara itu setiap
25
Joko Prakoso, 1988.,Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di dalam Proses Pidana, Liberty, Yogyakarta,
hlm. 37.
26
Sudikno Mertokusumo, 1984, HukumAcaraPidana Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 86.
38
hakim harus memutuskan perkara itu dengan keyakinan sendiri. Tetapi ia tidak boleh
berpegang kepada keyakinan hati nuraninya saja, dan juga tidak boleh meminta bukti
Meskipun hakim dituntut agar ia bersikap seobjektif mungkin, namun harus dipahami
bahwa dalam menjalankan pembuktian ada perbedaan disatu pihak sikap hakim pidana
yang terkait dengan berbagai pembatasan dalam mengadili perkara pidana, maka lain
perkaranya. Bagi hakim pidana dalam memberikan putusan tidak sekedar didasarkan
pada buktu-bukti yang sah, akan tetapi bukti-bukti tersebut harus disyaratkan dengan
keyakinan. Sedangkan pembuktian dalam perkara pidana tidak secara tegas mensyaratkan
Kekuatan alat bukti atau juga disebut sebagai efektivitas alat bukti terhadap suatu kasus
sangat tergantung dari beberapa faktor. Sebut saja factor itu adalah psiko-sosial (kode
etika, kualitas sikap penegak hukum, dan hubungan dengan warga Negara masyarakat)
dan partisipasi masyarakat. Salah satu fungi hukum, baik sebagai kaidah maupun sebagai
sikap tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia, sehingga hal itu
juga menjadi salah satu ruang lingkup studi terhadap hukum secara ilmiah.
Suatu sikap tindak atau perilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap dan perilaku
pihak lain menuju ke satu tujuan yang dikehendaki, artinya apabila pihak lain itu
mematuhi hukum. Tetapi kenyataannya tidak jarang orang mengacu atau bahkan
melanggar dengan terang-terangan, yang berarti orang itu tidak taat hukum.
27
A. Pitlo, alih bahasa M. Isa Arief, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa, Jakarta, h1m. 7-8.
39
Di formulasikan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) adanya 5 (lima)
alat bukti yang sah.28 Di bandingkan dengan hukum acara pidana terdahulu yaitu HIR
(Stb. 1941 Nomor 44), ketentuan mengenai alat-alat bukti yang diatur oleh KUHAP ini
Susunan alat-alat bukti dalam HIR dilukiskan dalam pasal 295 HIR. Alat bukti yang sah
2. 3. Surat-surat
3. Pengakuan, dan
Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, adalah;30
1. Ketenagan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat-surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Bila dibandingkan dengan alat-alat bukti yang tercantum dalam HIR (Pasal 295 HIR),
maka alat bukti yang disusun oleh KUHAP lebih banyak jumlahnya dan susunan yang
berlainan. Yaitu dengan ditambah alat bukti “keterangan ahli” dan susunan atau
urutannya tidak sama. Dan “pengakuan terdakwa” dalam HIR diganti istilahnya dengan
40
a. Keterangan Saksi
Pasal 1 butir 27 KUHAP, menyatakan bahwa “keterangan saksi adalah satu alat bukti
perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan
b. Keterangan Ahli
diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan
Keterangan ahli ini juga dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat
Berpijak pada Pasal 179 Ayat (1) KUHAP dapat di ketegorikan bahwa ada dua
kelompok ahli yaitu, ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan ahli-ahli lainnya.
Surat merupakan alat bukti yang menduduki urutan ketiga dari alat-alat bukti
lainnya.33 Pasal 187 KUHAP, menyatakan bahwa surat dibuat atas sumpah jabatan
Berita acara dan surat-surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat di depannya. Yang memuat tentang keterangan
suatu kejadian, keadaan yang didengar, dilihat dan dialami sendiri, serta alasan yang
31
Pasal 1 butir 27 KUHAP
32
Pasal 1 butir 27 KUHAP
33
Pasal 184 ayat 1 KUHAP
41
Surat yang dibuat berdasarkan ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat
oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawab dan yang diperuntukan bagi pembuktian suatu hal atau kejadian.
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya
Surat lain yang dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat bukti
Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat 1 KUHAP yang menyatakan:
antara satu dengan yng lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
2. Petunjuk sebagaimana diatur ayat 1 hanya dapat diperoleh dari; keterangan saksi,
3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan
tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan
e. Keterangan Terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa diatur dalam pasal 189 ayat 1 KUHAP, “keterangan
terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di siding tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri”. 34 Berpijak pada ketentuan
34
Pasal 189 ayat 1 KUHAP
42
pasal diatas, pada prinsipnya keterangan terdakwa adalah apa yang ia nyatakan atau
mutlak, oleh karena keterangan terdakwa yang ia berikan diluar sidang dapat
lain. Hal ini mengingat terdakwa dalam memberikan keterangan tidak atau tanpa
mengucapkan susah atau janji. Kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk berupa sifat
dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Kekuatan pembuktian petunjuk oleh
hakim tidak terikat atas kebenaran penyesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Oleh
karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai alat bukti.
dalam suatu perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta dua dari lima alat
bukti.35 Setelah memutuskan hal bersalah tidaknya, hakim harus menentukan soal
35
Pasal 183 KUHAP
43
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
peneliti memilih lokasi penelitian ini dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian
relevan dengan masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini perlu suatu penelusuran secara
2. Tipe Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka tipe penelitian yang digunakan berupa metode
penelitian Normatif, karena mengacu pada efektifitas pelaksanaan hukum dan norma-
norma tertulis yang dibuat dan di Undang-Undangkan oleh lembaga atau yang yang
Adapun jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi cara-cara sebagai berikut:
44
a. Studi Wawancara
keterangan data tentang subjek dan objek yang diteliti pada Pengadilan Negeri
Jayapura.
b. Studi Kepustakaan
dengan permasalahan yang dibahas. Studi ini dilakukan dengan mencari, mencatat,
Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik kualitatif yaitu pengumpulan data dan
menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.
45
BAB IV
Dasar pertimbangan hakim diatur dalam Pasal 340 KUHP tentang Tindak Pidana
Pembunuhan Berencana yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan dengan
rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau dengan waktu
1. Menyatakan Terdakwa Paul Tomatala, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
primair.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama
5. Menetapkan barang bukti berupa 1(satu) pucuk senjata api genggam jenis revolver
Taurus Nomor seri ZE390781 dengan gagang terbuat dari kayu warna coklat, 2 (dua)
46
6. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000,00 (lima
ribu rupiah).
1. Posisi Kasus
Kasus Pidana ini telah diputuskan dan selesai pada tanggal 11 Februari 2019 oleh Majelis
Hakim didampingi oleh Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Jayapura dengan
acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama yang menjatuhkan putusan terhadap
Terdakwa:
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jln. Pasir Sentani dekat Gudang Auri kab. Jayapura
Oktober 2018.
47
5) Perpanjangan pertama ketua Pengadilan Tinggi Jayapura sejak 27 Desember
Terdakwa yang di dampingi oleh Penasehat hukum Rihi Simon Taihutu. S.H dan
William H. Sinaga. S,H yang beralamat di jalan Kampung Sereh Sentani Distrik
Dinyatakan telah terbukti secara Sah dan Menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa
orang lain” sebagaimana yang di dakwakan pada pasal 340 KUHP terhadap korban
Pengadilan Negeri Jayapura yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan
biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara
Terdakwa Paul Tomatala, tempat lahir Sentani, Umur 32 Tahun, Tanggal Lahir 02
Agustus 1986, Jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, Agama Kristen Protestan,
Pekerjaan Polisi pada Polres Lani Jaya, Alamat Jln. Pasir Sentani dekat gedung auri kab.
Jayapura. Terdakwa yang telah diajukan ke persidangan karena didakwa telah melakukan
tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan Penuntut Umum, sebagai berikut:
1. Dakwaan Primair :
48
a. Bahwa terdakwa PAUL TOMATALA pada hari sabtu tanggal 13 Mei 2017
sekitar jam 02.30 Wit atau setidak-tidaknya sekitar waku itu dalam bulan Mei
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam wilayah
perkara ini, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas
b. Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, awalnya pada hari
tersebut, kemudian keesokan harinya pada hari jumat tanggal 12 Mei 2017
sore hari terdakwa mengantar korban kembali ke Bar Dluxe Entrop Jayapura
dengan nomor polisi DS2500 RE, setelah sampai di Bar Dluxe korban lalu
c. Bahwa saat korban masuk kerja, korban terlihat seperti sedang ada masalah,
menanyakan kepada korban “kenapa kamu terlihat kayak galau dek” lalu
menunggu korban sambil makan pinang dan minum minuman keras bersama
WAREN sampai tutup Bar Dluxe saat menunggu korban karena merasa
49
terlalu lama korban keluar, terdakwa sempat mengeluarkan kata “Anjing cepat
masih makan, terdakwa sempat ditegur oleh saksi MEILANI PODOMI alias
gagang dari sebilah pisau sangkur dipinggang sebelah kiri terdakwa, setelah
korban. setelah itu pukul 10.30 WIT terdakwa membawa korban keluar dari
Bar Deluxe Entrop dengan menggunakan sepeda motor Kawasaki KLX warna
orange dengan nomor polisi DS 2500 RE melalui pintu samping Bar Deluxe,
saat akan keluar saksi Hj. INCANA alias MAMA KANTIN sempat menegur
e. Bahwa dalam perjalanan menuju rumah kos terdakwa disentani terdakwa yang
menuju sentani korban yang membawa sepeda motor KLX tersebut dengan
50
Sentani Timur, terdakwa dengan menggunakan sebilah pisau yang sudah
korban, kebagian leher kanan sebanyak 3 (tiga) kali, pada bagian dada
sebanyak 2 (dua) kali, ke telinga kanan, kebagian kepala kanan, kepelipis kiri
2x (dua kali), kebagian kepala belakang 2x (dua kali), ke bagian tangan kanan
f. Bahwa saat itu korban sempat melakukan perlawanan dengan cara memegang
sayatan, telapak tangan kanan mengalami luka sayatan, ruas pangkal jari
telunjuk mengalami luka sayatan, pangkal ruas jari tengah mengalami luka
terdakwa dan korban di hadang oleh tiga orang yang tidak dikenal, lalu
g. Bahwa saat itu Saksi YORDAN WALLY, saksi GEISLER ANSAKA dan
jaraknya kurang lebih 75 meter mendengar suara tembakan sebanyak 1x, lalu
memarkir sepeda motornya dan masih duduk diatas sepeda motor saksi
lalu terdakwa berjalan menuju ke arah saksi YORDAN WALLY , setelah itu
51
WALLY “tolong antar dia (korban) ke polsek”. setelah itu saksi yordan wally
kearah gunung dan menembak sebanyak 2x. setelah itu saksi YORDAN
WALLY menaiki sepeda motornya dan menjauh dari tempat kejadian tersebut
mendengar suara tembakan 2x lagi, lalu saksi GEISLER ANSAKA dan saksi
GEISLER ANSAKA melihat terdakwa memakai celana jeans warna biru yang
sudah terkena bercak darah dan baju kaos lengan pendek warna hitam, yang
saat itu berada ditempat agak terang sambil terdakwa mengatakan kepada
menghampiri terdakwa dan korban yang tergeletak di jalan raya dan saat
52
terdakwa mengangkat korban dengan kedua tangannya lalu terdakwa
melapor. Sekitar jam 03.30 WIT kemudia datang saksi STEVEN YOKU dan
dan saksi YORDAN WALLY yang saat itu berada di dekat korban, sekitar
jam 03.45 WIT ada sebuah truck berwarna kuning dari arah waena hendak
tersebut namun truck tidak berhenti, bahwa saat truck tersebut melintas saksi
YORDAN WALLY melihat ada 1 (satu) unit mobil Avanza warna merah
sedang parkir dibawah pohon mangga samping kedai. Sekitar jam 03.50 WIT
datang saksi JAMES UPUYA dan temannya IKROM dari arah waena menuju
UPUYA dan temannya melihat korban ditengah jalan yang sudah dalam
keadaan tergeletak, saat itu korban meminta tolong dengan cara mengangkat
tangan sehingga saksi JAMES UPUYA dan IKROM berhenti. Saksi JAMES
UPUYA sempat melihat sudah ada beberapa orang ditempat kejadian tersebut
53
terdakwa, saksi GEISLER ANSAKA, saksi YORDAN WALLY, saksi
j. Bahwa tidak lama kemudian sekitar jam 04.00 WIT ada sebuah mobil
angkutan umum jenis carry warna putih, lalu saksi JAMES UPUYA dan saksi
mobil saksi JAMES UPUYA berteriak “WEI, SIAPA YANG TADI SAMA-
SAMA DIA (korban)”, lalu terdakwa mengatakan “SAYA” lalu saksi JAMES
sakit DIAN HARAPAN dan saat di rumah sakit, terdakwa menghubungi saksi
CASTINI BINTI CATIM alias DEVI dan mengatakan kepada saksi CASTINI
BINTI CATIM alias DEVI bahwa korban FITRI DIANA alias DINDA
berada di rumah sakit dian harapan memegang tas warna merah muda milik
korban sedang berada diluar rumah sakit dan berdiri dibawah papan reklame,
tidak lama kemudian datang seseorang yang menggunakan kaos oblong warna
54
TAS MERAH MUDA TADI” lalu saksi MANUEL SAHETAPY mengatakan
menemui terdakwa, tidak lama kemudian ada mobil polisi patroli heram dan
mengamankan terdakwa.
Mei 2017 yang dibuat oleh dokter ANDIKA ADIPUTRA WITONO selaku
dikter pada Rumah Sakit Dian Harapan Jayapura dengan hasil pemeriksaan
1. Leher kanan tiga kali satu sentimeter dasar otot koma pendarahan aktif ;
2. Dada kanan dua koma lima sentimeter dasar otot koma pendarahan aktif ;
3. Telinga kanan satu koma lima sentimeter dasar otot koma pendarahan
aktif ;
4. Kepala kanan satu koma delapan sentimeter dasar otot koma pendarahan
aktif ;
5. Pelipis kiri dua kalisatu sentimeter dasar otot koma pendarahan negative ;
negative ;
55
7. Tangan kanan tiga kali satu centimeter dasar otot tulang pendarahan aktif ;
8. Punggung kiri:
a. Dua kali satu koma lima sentimeter dasar otot pendarahan aktif .
1. Kepala
a. Pada kulit kepala bagian dalam sesuai dengan luka pada dahi sisi kiri,
tampak resapan darah hingga permukaan otot seluas dua koma lima
b. Pada otot-otot daerah pelipis sisi kanan tepat di bawah luka di daerah
daun telinga kanan, tampak resapan darah seluas tiga koma lima
56
dibawahnya terpotong rata sepanjang satu sentimeter dan sekitarnya
kekerasan.
a. Pada saat dinding dada dibuka dilakukan tes untuk menilai adanya
c. Tulang dada utuh. Rongga dada kiri maupun kanan tampak terisi
e. Pada kulit leher kanan bagian dalam, tepat di bawah luka di daerah
leher terdapat resapan darah seluas enam sentimeter kali tiga koma
lima sentimeter ;
Otot-otot daerah leher sisi kirimaupun kanan tempat resapan darah luas.
57
c. Selaput dinding perut berwarna kelabu mengkilat, pada organ – organ
kekuningan.
3. Saluran Luka
kulit, jaringan bawah kulit, otot leher sisi kanan, memotong pembuluh
nadi daerah tulang selangka kanan dan berakhir pada ruas ketiga
tulang belakang daerah leher, dengan arah dari kanan depan atas
sumbu panjang tubuh, dengan panjang saluran luka lima koma lima
sentimeter ;
kulit, jaringan bawah kulit, otot-otot dada, otot sela antar iga tiga,
sentimeter dan berakhir pada otot sela antar iga tiga dengan arah dari
berakhir pada otot leher sisi kiri, dengan arah dari kiri belakang bawah
58
ke kanan depan atas mebentuk sudut sekitar 60 derajat terhadap
kulit, jaringan bawah kulit, otot sela iga pertama, memotong paru kiri
pembuluh nadi daerah tulang selangka kiri dan berakhir pada otot
leher sisi kiri, dengan arah dari kiri belakang bawah ke kanan depan
Kesimpulan:
Pada mayat seorang perempuan yang berusia dua puluh tiga tahun ini,
kekerasan tajam;
Sebab kematian orang ini adalah akibat kekerasan tajam pada daerah leher
59
3. Tuntutan
Tuntutan Pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai
berikut:
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 (lima belas)
a. 1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis revolver Taurus Nomor Seri ZE 390781
c. 1 (satu) buah ikat rambut warna biru; 1 (satu) lembar selana panjang warna biru
d. 1 (satu) lembar jaket abu-abu dibagian lengan menggunakan karet warna hitam
60
a. 1 (satu) unit motor Kawasaki KLX orange kombinasi putih dengan nomor polisi
DS 2500 RE
c. 1 (satu) buah jaket warna hitam dengan tulisan Polri No. 16-380B
4. Menetapkan Terdakwa di bebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (Lima ribu
rupiah).
Terhadap dakwaan dan tuntutan oleh Jaksa penuntut umum yang telah diuraikan diatas
berikut:
- Bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari sabtu tanggal 13 Mei 2017
sekitar pukul 03.00 wit di Kampung Netar distrik sentani timur Kab.
Jayapura.
- Bahwa saksi tidak mengetahui siapa pelaku tindak pidana tersebut namun
61
pembunuhan dan penganiayaan tersebut berjumlah 3 orang laki-laki putra
- Bahwa awal mula terjadinya tindak pidana tersebut adalah pada saat saksi
kali dari arah jalan raya kemudian saksi langsung bangun dan keluar
- Bahwa saat itu saksi melihat di tempat kejadian ada 2 (dua) orang laki -
laki yang berdiri di tempat kejadian yaitu sdr. Jordan Wally yang saksi
sudah kenal dan Terdakwa yang saksi tahu namanya setelah di Kantor
Polisi;
- Bahwa saksi bersama Yordan Wally mendekati korban dan saksi lihat
setelah itu Terdakwa menjatuhkan kembali tubuh korban keaspal dan saat
itu saksi sempat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Terdakwa “
mati ko “ ;
- Bahwa kemudian tindakan yang saksi lakukan saksi katakan kepada sdr.
Yordan Wally “ saya lapor kePolisi ka” namun Terdakwa melarang saksi
dan mengatakan kepada saksi tidak usah biar saya yang buat laporan
kePolisi;
62
- Bahwa pernah ada orang yang saksi tidak kenal datang kerumah saksi
menawarkan amplop dan mengtakan ada bawa sedikit uang tutup muluit,
berikut:
- Bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari sabtu tanggal 13 mei 2017
sekitar pukul 03.00 wit di Kampung Netar distrik sentani timur Kab.
namanya dan setelah di Kantor Polisi baru saksi tahu korban bernama Fitri
Diana dan pelakunya saksi tidak tahu tetapi menurut saksi pelakunya
- Bahwa awalnya saksi dan isteri saksi dirumah sedang membungkus kapur
masukkalkote ;
- Bahwa kemudian saksi keluar dan star motor kemudian saksi mendengar
bunyi tembakan lalu saksi jalan keluar mencari tahu sesampainya di jalan
minta tolong kepada saksi untuk mengantar korban ke Polsek namun saksi
63
kepada Terdakwa bahwa saksi tidak bisa bawa korban sendiri ke Polsek
kearah atas sebanyak satu kali lalu saksi ada melihat ada yang stra motor
yang dipegang sebanyak satu kali lagi kearah atas namun motor tersebut
jalan kearah sentani lalu saksi yang masih ada diatas sepeda motor
kemudian saksi mengikuti motor tersebut sekitar 200 meter dan saksi
melihat sepeda motor tersebut dinaiki oleh 39tiga) orang dan yang paling
belakang memakai helm baju putih dan berbadan besar sehingga saksi
tidak berani lagi untuk mengejar ketiga orang tersebut lalu saksi putar
- Bahwa saat saksi kembali ketempat kejadian saksi melihat korban masih
tergeletak ditengah jalan namun saat itu sudah banyak orang ditempat
kerumah;
kedua paha korban dan tangan kiri memegang bagian bahu korban
64
korban sehingga korban terjatuh dan terbanting ke aspal di jalan raya
tidak tahu.
- Bahwa pada hari sabtu dini hari tanggal 13 mei 2017 sekitar pukul 03.16
wit saksi ditelpon oleh terdakwa yang saat itu mengatakan bahwa Sdri.
meninggal dan jenazahnya berada di Rs Dian Harapan dan saat itu Sdr.
tersebut kepada pihak keluarganya dan saat itu Sdr. PAUL meminta saksi
dan sekitar jam 05.30 wit saksi tiba di Rs dian harapan dan saat itu saksi
lihat korban sudah meninggal dunia dan saat itu saksi melihat luka di
tubuh korban pada bagian leher, telinga, ketiak dan punggung korban dan
setelah itu saksi menghubungi keluarga korban yang berada di jawa (Ka.
Subang) dan pada saat saksi di polsek sentani timur saksi bertemu dengan
terdakwa dan saat itu saksi bertanya kepada terdakwa tentang kronologis
65
kejadian tersebut dan,saat itu terdakwa menjelaskan bahwa saat itu korban
bersama dengan terdakwa dari Cafe D’Luxe entrop menuju sentani dengan
motor tersebut dan saat itu saksi bertanya kepada terdakwa mengapa
ketahui korban belum terlalu lincah mengendarai sepeda motor dan saat
itu Sdr. Terdakwa mengatakan kepada saksi ”KAN KAK DEVI TAHU
RS Dian Harapan dan saat itu terdakwa meminta kepada saksi agar tidak
saja.
telpon dengan kata – kata ancaman seperti “nanti saya bunuh ko” dan
sering berbicara kasar kepada korban saksi mengetahui hal tersebut karena
66
- Bahwa Semenjak saksi keluar dari Cafe Deluxe saksi sudah tidak pernah
mendengar kabar dari korban dan terakhir saksi mendengar kabar korban
terdakwa sudah saling kenal kurang lebih satu tahun dan saling mengenal
di cafe Fiesta;
- Bahwa pada hari kamis malam tanggal 11 mei 2017 korban dan Sdr.
PAUL sudah keluar dari Cafe D’Luxe dan balik pada jumat sore, pada hari
jumat dari jam 20.00 wit sampai 01.00 wit korban melaksanakan dinas,
tetapi Sdr. PAUL masuk di cafe sebagai pengunjung kemudian jam 01.30
wit Sdr. PAUL minta ijin ngecas korban kemudian setelah membayar
jam 04.00 wit saksi mendapat telepon dari Sdri. DEVI bahwa korban
mengalami laka lantas dan meninggal dunia di rumah sakit dian harapan
permasalahan dengan orang lain, cuam korban sempat curhat kepada saksi
sebanyak dua kali bahwa terdakawa sering cemburu berat karena korban
67
melayani tamu lain dan korban mengatakan kalo Sdr. PAUL lebih kasi
keluar korban;
- Bahwa pada hari kamis malam tanggal 11 mei 2017 korban dan Sdr.
PAUL sudah keluar dari Cafe D’Luxe dan balik pada jumat sore, pada hari
jumat dari jam 20.00 wit sampai 01.00 wit korban melaksanakan dinas,
tetapi Sdr. PAUL masuk di cafe sebagai pengunjung kemudian jam 01.30
wit Sdr. PAUL minta ijin ngecas korban kemudian setelah membayar
uang administrasi, korban dan Sdr. PAUL meninggalkan Cafe setelah itu
jam 04.00 wit saksi mendapat telepon dari Sdri. DEVI bahwa korban
mengalami laka lantas dan meninggal dunia di rumah sakit dian harapan
permasalahan dengan orang lain, cuma korban sempat curhat kepada saksi
sebanyak dua kali bahwa terdakwa sering cemburu berat karena korban
melayani tamu lain dan korban mengatakan kalo terdakwa lebih kasih
keluar korban;
- Bahwa saat itu Terdakwa Paul memaki korban dan korban saat itu masih
Paul sudah memaksa korban untuk segera keluar dan mengikuti paul;
- Bahwa sat itu Paul sempat memukul meja tender dan setelah memukul
bar tender Paul keluar dari bar tender lalu memukul pagar kayu dengan
68
- Bahwa saat itu melihat hal tersebut karena saat itu saksi berada di tempat
terdakwa tidak marah karena sudah suruh dia cepat cepat baru dia masih
sudah membayar CAS ditender dan saat itu terdakwa mengajak saksi ke
sebelah kiri dan saat itu saksi sempat merasakan / memegang ada sesuatu
benda yang berada di pinggang sebelah kiri namun saat itu saksi tidak
pegang atau menyentuh tangan saksi saat itu bukan seperti senjata api
laras pendek (pistol) yang sering digunakan oleh polisi, melainkan senjata
tajam namun saksi sendiri tidak bisa memastikan senjata tajam seperti apa
saat malam itu terdakwa marah –marah dan merangkul saksi makanya
69
- Bahwa pada saat korban datang bersama Terdakwa Paul seperti ada
masalah dan saksi sempat tanyakn kepada korban “ kenapa kamu terlihat
kayak galau dek “ padahal kamu baru keluar atau baru datang kok” dan
terus;
- Bahwa saksi pernah melihat 2 kali kalau korban Fitri Diana pernah
Ivan;
sebagai berikut:
- Bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu tanggal 13 Mei 2017
sekitar jam 02.30 Wit bertempat di Kampung Netar Distrik Sentani Timur
Kabupaten Jayapura;
- Bahwa Terdakwa kenal dengan korban Fitri Diana dan ada hubungan
BTN Puskopad lalu pindah ke Jalan Pasir Sentani tanpa ikatan perkawinan
70
- Bahwa awalnya pada hari Kamis tanggal 11 Mei 2017 terdakwa
menjemput korban dan membawa korban keluar dari Bar Deluxe dan
tanggal 12 Mei 2017 sore hari terdakwa mengantar korban kembali ke Bar
security mulai jam 18.00 wit sampai dengan hari Sabtu tanggal 13 Mei
2017 pukul 01.00 wit sambil menunggu korban Fitri Diana pulang kerja;
- Bahwa kemudian pada jam 01.00 wit terdakwa membayar cash untuk
membawa korban Fitri Diana keluar menuju tempat kos Terdakwa di jalan
Kab.Jayapura sempat ribut masalah uang cass sisa dimana saat Terdakwa
- Bahwa Terdakwa tidak pernah marah kepada korban pada saat korban
71
- Bahwa selanjutnya terdakwa mengajak korban dari bar Deluxe menuju
01.00 wit setelah membayar cas di tnder untuk mmbawa korban pulang ke
bonceng;
kawasaki KLX ;
bersama korban berhenti dipinggir dan turun dari motor setelah itu
Terdakwa langsung ambil alih motor dari arah belakang korban dan
terdakwa standar motor dan terdakwa langsung menarik korban turun dari
barang apa, akan tetapi tidak dijawab ketiga orang tersebut dan malahan
72
ketiga orang tersebut menuju terdakwa sehingga Terdakwa langsung tarik
korban untuk lari bersama-sama namun pada saat terdakwa lari korban
terlepas dari Terdakwa sehingga Terdakwa tidak tahu lagi korban lari
kaerah mana dan pada saat terdakwa sampai diatas tanjakan Terdakwa
korban dan korban berteriak minta tolong dengan bilang sayang tolong,
sayang tolong dan kedua orang yang menghadap lainnya tidak kelihatan
menembakkan pistol keatas udara dan Pelaku langsung melarikan diri dan
terdakwa melihat korban masih bisa jalan tetapi tidak stabil dan korban
korban;
tersebut;
(a de charge).
Berdasarkan tuntutan dan dakwaan yang di diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum,
73
memaparkan secara sistematik yang antara lainnya memeparkan fakta persidangan,
yaitu:
Bahwa Sdr. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya telah menyimpulkan bahwa
diancam dalam pasal 340 KUHPidana. Kesimpulan yang demikian adalah sangat
keliru dan bertentangan dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, baik
Hal ini sangat terlihat dengan jelas, bahwa dalam uraian tuntutan Jaksa tersebut,
keterangan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum Hanya berpedoman pada isi Berita
Majelis Hakim pun sependapat dengan kami, karena catatan sidang yang dimiliki
Panitera pasti jauh berbeda dengan fakta persidangan yang di uraikan Jaksa
tidak serius dalam Perkara ini. Atas uraian tersebut diatas, maka kami Penasehat
dalam persidangan.
74
Fakta Persidangan
Bahwa, Jaksa penuntut umum terlihat jelas tidak serius dalam membuktikan
saksi-saksi yang dapat mendukung dakwaannya. Dari 16 (enam belas) saksi yang
terdapat dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyidik, Jaksa Penuntut umum hanya
menghadirkan 2 (dua) orang saksi yang mana dari keterangan kedua saksi ini
terbukti dapat membantah seluruh dakwaan dan tuntutan dari jaksa penuntut
umum.
Bahwa, atas perintah majelis hakim untuk menghadirkan orang lain (Presley
Poceratu) yang dalam namanya terungkap dalam persidangan sebagai orang yang
datang memberikan 2 (dua) emplop kepada saksi sebagai uang tutup mulut, jaksa
sesungguhnya terjadi.
Bahwa, sesuai ketentuan pasal 185 ayat (1) KUHAP, “Keterangan saksi sebagai
Bahwa, terhadap keterangan 2 (dua) orang saksi yang dibacakan oleh jaksa
dengan tegas karena alasan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan pasal 162 ayat
(1) dan (2) KUHAP, karena dari 14 saksi sesuai dengan BAP Penyidik, sebagian
besar saksi masih bekerja dan berdomisili pada wilayah hukum Pengadilan Negeri
75
Jayapura Klas IA dan para saksi tersebut belum meninggal, sehingga ketentuan
pasal 224 ayat (1) KUHP, jaksa penuntut umum harus menggunakannya.
6. Analisis Peneliti
Untuk membuktikan tuntutan Jaksa Penuntut Umum bahwa Terdakwa melakukan tindak
pidana pembunuhan berencana yang sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP, maka
Adapun unsur-unsur tindak pidana pembunuhan berencana sesuai dalam Pasal 340
Barang Siapa
Barang siapa disini adalah subjek hukum yang memiliki kemampuan bertanggung jawab
adalah didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwanya (geetelijke vermogens), yang
TOMATALA adalah subyek hukum yang dalam keadaan dan kemampuan jiwanya
Dengan Sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain
Bahwa mengenai unsur kedua yang dimaksud “dengan sengaja dan dengan rencana
terlebih dahulu merampas nyawa orang lain” haruslah menunjukan adanya hubungan
sikap batin pelaku baik dengan wujud perbuatannya maupun akibat dari perbuatannya.
Bahwa jika dihubungkan arti “dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain” diatas menurut peneliti belum terpenuhi karena tidak
terdapat unsur perencanaan yang nyata. Hakim pada dassarnya .hanya merujuk pada bukti
76
petunjuk yang digunakan sebagai dasar dalam menjatuhkan putusan, sedangkan menurut
pertimbangan Majelis Hakim harus disandarkan pada pertimbangan akal (pikiran) dan
tidak dapat terikat pada alat-alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang, dengan
demikian hakim dapat menggunakan alat-alat bukti lain yang diluar ketentuan perundang-
undangan, ajaran ini menghendaki agar hakim dalam menentukan keyakinannya secara
bebas tanpa di batasi oleh undang-undang, akan tetapi Hakim wajib mempertanggung
keyakinan atas dasar ilmu pengetahuan dan logika serta tidak terikat pada alat bukti yang
Atas dasar inilah peneliti berpendapat bahwa dalam membuktikan dakwaaan jaksa
penuntut umum, Majelis Hakim tidak boleh hanya perpedoman pada alat-lalat bukti saja
melainkan Majelis Hakim harus bisa mempertimbaangkan hal-hal lain diluar undang-
Selain itu dilihat dari hubungan Silogisme terdakwa dan keyakinan Majelis Hakim sangat
Bentuk keyakinan hakim didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar dengan
keyakinan hakim sendiri tidak diatur di dalam Undang-undang namun memiliki peran
77
yang sangat penting untuk memutuskan suatu perkara. Bentuk keyakinan hakim dalam
1. Dakwaan Primer sebagaimana diatur dalam pasal 340 KUHP yang mempunyai
a. Barang Siapa
Yang dimaksud dengan unsur “barang siapa”adalah menunjuk kepada subyek hukum
tercantum dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, serta ternyata pula terdakwa
sehat jasmani dan rohani yang selama proses persidangan dapat menjawab dengan baik
semua pertanyaan yang diajukan kepadanya, sehingga terdakwa tegolong mampu secara
78
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur
A.d 2 Dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain.
Yang di maksud dengan sengaja berarti mengetahui dan menghendaki apa yang
dilakukan, orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu
dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu.
Dengan direncanakan lebih dahulu adalah antara timbulnya maksud untuk melakukan
suatu perbuatan dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi sipembuat untuk
dengan tenang memikirkan, misalnya dengan cara bagaimana perbuatan itu akan
dilakukan, dimana tempo ini tidak boleh terlalu sempit akan tetapi sebaliknya tidak perlu
terlalu lama, yang penting ialah apakah didalam tempo itu si pelaku dengan tenang masih
dapat berpikir yang mana sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan
niatnya akan melakukan suatu perbuatan itu tapi waktu tersebut tidak dipergunakan.
bahwa Terdakwa tidak pernah melakukan penikaman atau penganiayaan terhadap korban
Fitri Diana hingga korban meninggal dunia dan Terdakwa menerangkan bahwa korban
Fitri Diana telah dibanting-banting oleh salah satu dari tiga orang yang menghadang
Terdakwa dan korban saat terdakwa bersama korban Fitri Diana berboncengan naik
Yang menjadi pertanyaan apakah Terdakwa dapat dimintakan pertanggung jawaban atas
meninggalnya korban Fitri Diana yang pada saat kejadian tersebut bersama-sama dengan
79
korban dan apakah korban Fitri Diana menderita luka-luka sebagaimana yang termuat
dalam visum et repertum akibat dibanting-banting keaspal oleh salah satu orang dari tiga
orang yang menurut keterangan terdakwa ada menghadang Terdakwa dengan korban
pada saat mengendarai sepeda motor sebagaimana keterangan Terdakwa atau apakah
Untuk menemukan fakta hukum dalam masalah ini, maka Majelis Hakim mencari
Petunjuk untuk mendapatkan fakta hukum yang sesungguhnya untuk membuktikan telah
terjadi suatu tindak pidana dan menemukan siapa pelaku yang sesungguhnya,
Dalam pasal 188 KUHAP berbunyi “ petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan
yang karena persesuaian baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak
pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
keterangan saksi:
cemburu berat karena korban melayani tamu lain, selain itu saksi juga sempat
merangkul terdakwa dari pinggang sebelah kiri dan saat itu saksi sempat
b. Keterangan saksi Castini Bin Catim alias Devi yang menerangkan bahwa
saksi di telepon oleh terdakwa agar saksi datang ke rumah sakit Dian Harapan
80
karena korban meninggal dunia karena kecelakaan karena dihadang oleh
orang wamena, namun saat saksi melihat luka korban sepertinya luka korban
karena dibunuh
terdakwa dan korban di hadang oleh orang yang tidak dikenal yang
kata mati ko
melihat ada yang star motor lalu terdakwa menembakan pistolnya kearah atas
sebanyak tiga kali, saksi juga sempat mengejar sepeda motor yang dinaiki
siapa yang menusuk tubuh Sdr. Fitri, Subyek menjawab Tidak, (R2) Apakah
kamu mengetahui dimana alat untuk menusuk tubuh Sdr. Fitri berada
81
3. Pendapat Majelis hakim berdasarkan fakta yang diuraikan diatas
a. Dari keterangan terdakwa yang menerangkan bahwa saat ada 3 orang yang
korban lari, kalau memang benar ada dihadang oleh 3 orang maka terdakwa
sebagai seorang polisi yang saat itu membawa pistol dapat menggunakan
itu tidak diperbuat oleh terdakwa dan seandainya pada saat korban dan terdakwa
b. Dari luka yang dialami oleh korban sebagaimana yang tertuang dalam Visum et
c. Tidak ada keterangan terdakwa yang menerangkan bahwa ketiga orang tersebut
berusaha merebut sepeda motor tersebut, dan saat saksi Geisler ansaka bertemu
d. Saat ada tiga orang yang berboncengan diatas sepeda motor yang berusaha dikejar
oleh saksi Yordan Wally, terdakwa sempat menembakan pistolnya kearah atas
untuk meyakinkan saksi Gesler dan saksi Yordan bahwa ketiga orang yang ada
meninggal dunia.
82
e. Bahwa dari Fakta-fakta yang di telah di uraikan Majelis Hakim berkesimpulan
Bukti Surat, Visum et Repertum mayat korban dan berita acara Pemeriksaan
Bareskrim Polri di Jakarta terhadap subyek yang diperiksa Paul Tomatala, telah
Dari fakta-fakta tersebut diatas bahwa majelis Hakim berkesimpulan bahwa dari
repertum mayat korban dan berita acara pemeriksaan poligraf secara laboratorius
mengakibatkan matinya seorang dengan korban sdri. Fitri diana yang dilakukan oleh
Puslabfor Bareskrim Polri di Jakarta terhadap subyek yang diperiksa Paul Tomala
telah bersesuaian satu sama lain dan merupakan petunjuk yang selanjutnya Majelis
a) Bahwa dari awal Terdakwa mengajak korban pulang ke sentani dalam waktu
sebenarnya tidak ada tiga orang yang menghadang terdakwa dan korban dan
83
itu semuanya bentuk rekayasa dari terdakwa seolah olah korban meninggal
karena adanya serangan dari ketiga orang tesebut dan merekayasa bahwa salah
membanting korban dan pada saat saksi Yordan Wally datang dan mengejar
saksi Yordan Wally bahwa pelakuknya adalah ketiga orang yang berada diatas
b) Bahwa dari fakta-fakta tersebut diatas bahwa dari awal terdakwa menunggu
kepada korban yang juga sudah melayani laki-laki lain selain Terdakwa
padahal antara Terdakwa dan korban ada hubungan pacaran dan sudah hidup
uang cass sisa dimana saat Terdakwa mengajak korban keluar,korban sering
terlambat datang atau kembali ke mess sehingga dikenakan cass oleh pihak
senjata tajam dan saat perjalanan menuju Sentani Terdakwa telah menyuruh
dan korban berada didepan sepeda motor yang dikendarai Terdakwa dengan
84
korban, selanjutnya Terdakwa yang berada dibelakang dengan menggunakan
yang disebut-sebut Terdakwa tersebut dan yang sebenarnya tidak ada 3 orang
kejadian dan hal tersebut hanya suatu rekayasa yang diciptakan oleh
terhadap korban dan saat saat saksi Geslen Ansaka dan Yordan Wally datang
bertemu terlebih dahulu dengan Terdakwa dan korban yang tergeletak diaspal
meyakinkan saksi Geslen Ansaka dan Yordan Wally yang datang ketempat
kejadian agar yakin bahwa orang lain yaitu pengendara yang kebetulan ada
tidak jauh dari kejadian ada diatas motor sebanyak 3 orang yang sempat
dikejar oleh saksi Yordan Wally yang telah melakukan perbuatan terhadap
85
menyiapkan senjata tajam dan melakukan perbuatan sebagaimana dalam
korban ;
Dengan demikian unsur “Dengan sengaja” dan “dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan jiwa orang lain” telah terpenuhi. Oleh karena semua unsur dari Pasal
340 KUHP telah terpenuhi, maka haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan
5. Analisis Peneliti
Suatu proses peradilan berakhir dengan putusan akhir (vonis) yang di dalamnya
terdapat penjatuhan sanksi pidana (penghukuman), dan didalam putusan itu hakim
menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah di pertimbangkan dan apa yang
menjadi amar putusannya. Sebelum sampai pada tahapan tersebut, ada tahapan yang
terhadap terdakwa.
dan dituntut untuk mempunyai keyakinan berdasarkan barang bukti yang sah dan
Dasar Republik Indonesia. Seberat atau seringan apapun pidana yang dijatuhkan
Majelis Hakim, tidak akan menjadi masalah selama tidak melebihi batasan-batasan
86
maksimum maupun minimum pemidanaan yang diancamkan oleh Pasal dalam
Undang-undang tersebut.
Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan
“tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan
nyawa orang lain”. Mengenai pertimbangan hukum Majelis Hakim, peneliti akan
Dalam menjatukan putusan pidana, Majelis Hakim berdasarkan pada barang bukti,
keterangan saksi yang sah dan alat bukti surat serta keterangan terdakwa. Kemudian
dari bukti-bukti tersebut Majelis Hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana
dilakukan Majelis Hakim pada dasarnya hanya merujuk pada alat-alat bukti yang di
hadirkan di dalam persidangan, hal ini menurut peneliti belum sesuai dengan teori
filsafat dan harus mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok
pada motivasi yang jelas untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi
pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya, Majelis Hakim juga harus
mempertimbangkan “dalam Keadaan panik” ketika berada dalam posisi yang benar-
87
benar tidak bisa di hindari. Sehingga menurut peneliti Majelis Hakim menjatuhkan
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan urian skripsi diatas, maka peneliti menarik kesimpulan berdasarkan rumusan
1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada tindak pidana perkara
Nomor 606/Pid.B.PN Jap, dilakukan berdasarkan fakta hukum, baik keterangan saksi-
saksi, keterangan terdakwa, surat, dan adanya barang bukti. Dalam kasus yang
peneliti bahas ini diterapkan melanggar ketentuan pidana Pasal 340 KUHP. Tuntutan
Jaksa Penuntu Umum dalam surat dakwaan telah terpenuhi seluruh unsur-unsurnya
yakni menyatakan terdakwa Paul Tomatala terbukti secara sah dan meyakinkan
penjara selama 13 (tiga belas) Tahun,namun menurut peneliti Majelis Hakim kurang
Objektif dalam menjatuhkan putusan, karena banyak hal yang harus di buktikan lagi.
terdapat dipengadilan. Bahwa dengan fakta-fakta tersebut dan juga didukung oleh
keyakinan hakim bahwa terdakwa telah merencanakan perbuatannya sejak awal maka
lain”telah terpenuhi, namun dalam kasus perkara ini penulis menilai bahwa Majelis
hakim juga hanyalah manusia biasa yang dapat keliru dengan keputusan dan
keyakinannya, karena dilihat dari banyak aspek yang memang belum terpenuhi
sepenuhnya.
89
B. Saran
Melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan beberapa masukan terhadap semua
1. Aparatur pemerintah mulai dari yang paling tinggai sampai yang paling rendah, agar
2. Bagi penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan hingga Majelis Hakim, agar dalam
agar setiap orang yang dirugikan boleh mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.
90
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Anwar, H. M. (1989). Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II). Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Chazawi, A. (2002). Pelajaran Hukum Pidana Bagian Dua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kanter, E. Y. (1992). Azas-azas Hukum Pidana diIndonesia dan Penerapannya. Jakarta: Alumi
AHMPTHM.
Prakoso, J. (1988). Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian didalam Proses Pidana. Yogyakarta:
Liberty.
Soesilo, R. (1999). Pokok-pokok Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. Jakarta:
Politea.
Tresna, R. (1979). Azas-azas Hukum Pidana disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana
Yang Penting. Jakarta: Tiara LTD.
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang KUHP
Undang-Undang HIR
LAMPIRAN