You are on page 1of 36

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


OCCUPATIONAL HEALTH NURSING (OHN)
PADA AREA KERJA USAHA MEUBEL LAPAS ABEPURA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I

Hartini Iqra NIM : 2020082024023


Juita NIM : 2020082024022
Juliana M.A.M Wakum NIM : 2020082024027
Marsamido NIM : 2020082024026

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian sehat dapat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang
yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan
kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (perry, potter. 2008).
Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat
pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian
pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat
memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang
terganggu kesehatannya. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban,
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal
(Undang-undang kesehatan). Adanya undang-undang kesehatan kerja di setiap negara mempunyai
dampak yang begitu besar untuk kondisi kesehatan di tempat kerja. Tujuan dari hukum ini adalah
untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih sehat bagi para pekerja (suddarth. 2008).
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada
sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam
melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Sebenarnya hal ini merupakan keuntungan bagi
pemilik lapangan pekerjaan atau para pengusaha untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman
karena hasilnya adalah pengurangan biaya yang berhubungan dengan absennya pekerja, perawatan
pekerja di rumah sakit dan kecacatan (suddarth. 2009).
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan
safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya serta hasil budaya dan karyanya.
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N)
menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara
kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih
memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya
sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero),
Djoko Sungkono menyatakan bahwa Data angka kecelakaan kerja tahun 2011 lalu mencapai, 99.491
kasus. Jumlah tersebut kian meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 terjadi
sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan
tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus. Untuk pada 2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus
kecelakaan kerja per hari.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian
yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000
kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat
hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru
setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja di komunitas pekerja
Meubel Kayu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura Kota Jayapura.

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan kerja
2. Menjelaskan tentang prinsip dasar kesehatan kerja
3. Menjelaskan tentang Factor resiko di tempat kerja
4. Menjelaskan tentang ruang lingkup kesehatan kerja
5. Menjelaskan tentang tujuan keselamatan kerja
6. Menjelaskan tentang dasar hokum kesehatan dan keselamatan kerja
7. Menjelaskan tentang kecelakaan kerja
8. Menjelaskan tentang penyakit akibat kerja
9. Menjelaskan tentang ergonomi
10. Menjelaskan tentang alat pelindung kerja (PEE)
11. Menjelaskan tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja
12. Menjelaskan tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja
13. Menjelaskan tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
14. Menjelaskan tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit pada penyakit
akibat kerja
15. Menjelaskan tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan keselamatan kerja
16. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja di komunitas pekerja
Meubel Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura
1.4 Manfaat
1. Untuk Mengetahui tentang pengertian kesehatan kerja dan keselamatan kerja
2. Untuk Mengetahui tentang prinsip dasar kesehatan kerja
3. Untuk Mengetahui tentang Factor resiko di tempat kerja
4. Untuk Mengetahui tentang ruang lingkup kesehatan kerja
5. Untuk Mengetahui tentang tujuan keselamatan kerja
6. Untuk Mengetahui tentang dasar hokum kesehatan dan keselamatan kerja
7. Untuk Mengetahui tentang kecelakaan kerja
8. Untuk Mengetahui tentang penyakit akibat kerja
9. Untuk Mengetahui tentang ergonomi
10. Untuk Mengetahui tentang alat pelindung kerja (PEE)
11. Untuk Mengetahui tentang tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja
12. Untuk Mengetahui tentang fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja
13. Untuk Mengetahui tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
14. Untuk Mengetahui tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit pada penyakit
akibat kerja
15. Untuk Mengetahui tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan keselamatan kerja di
komunitas pekerja Meubel Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja


Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial,
dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-
penyakit umum.

Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :


1. Sasarannya adalah manusia
2. Bersifat medis.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi
distribusi baik barang maupun jasa (dermawan, deden. 2012: 189).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja
2. Bersifat teknik.
2.2 Prinsip Dasar Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyesuaian antara kapasitas, beban, dan lingkungan
kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun
masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU kesehatan tahun
1992).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan,
mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah
manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerjaitu sendiri (effendi, ferry. 2009: 233).

2.3 Faktor Resiko Di Tempat Kerja


Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko
yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta
lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk
mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja
atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik
“hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya
dilaksanakan dengan baik.

Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh (effendi, Ferry.
2009: 233):
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang
sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau
kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan
atau penyakit akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani,
ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan
kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja
dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai
modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal
seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik,
maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat
kimia, dll) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut
secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.

Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja,
dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang
baik dan optimal (effendi, Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan
lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor
lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233).

2.4 Ruang lingkup kesehatan kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis, dalam hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan
yang bertujuan untuk (effendi, Ferry. 2009: 233):

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja disemua lapangan
kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh
keadaan atau kondisi lingkungannya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan
bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
2.5 Tujuan keselamatan kerja
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakuakn pekerjaan atau kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
2.6 Dasar Hukum
Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang-undang RI No.13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86 (dermawan, deden. 2012: 190):
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.7 Kecelakaan kerja


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian
yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta
benda.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang terjadi pada waktu
bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur
kesenjangan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (dermawan, deden. 2012: 189).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi
hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan
memahami arti pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.

2.7.1 Penyebab kecelakaan kerja


Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab dasar (basic
causes) dan penyebab langsung (immediate causes)
1. Penyebab dasar
a. Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan fisik, mental,
dan psikologis, kurang atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan (keahlian),
stress, dan motivasi yang tidak cukup atau salah.
b. Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan kemampuan
kepemimpinan dan/ atau pengawasan, rekayasa (engineering), pembelian atau
pengadaan barang, perawatan (maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-
barang atau bahan-bahan, standart-standart kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
2. Penyebab langsung
a. Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standart/ unsafe condition), yaitu tindakan
yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan pengaman, pelindung atau
rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat, bahan dan peralatan yang
rusak, terlalu sesak atau sempit, sistem-sistem tanda peringatan yang kurang
memadai, bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata letak
(houskeeping) yang buruk, lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu, asap, uap,
dan lainnya), bising, paparan radiasi, serta ventilasi dan penerangan yang kurang (B,
sugeng. 2003)
b. Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standart/ unsafe act), yaitu tingkah laku,
tindak tanduk atau perbuatan yang dapat menyebabkan kecelakaan misalnya
mengoperasikan alat tanpa wewenang, gagal untuk memberi peringatan dan
pengamanan, bekerja dengan kecepatan yang salah, menyebabkan alat-alat
keselamatan tidak berfungsi, memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat
yang rusak, menggunakan alat dengan cara yang salah, serta kegagalan memakai alat
pelindung atau keselamatan diri secara benar (B, sugeng. 2003).

2.7.2 Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja


Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin, pesawat alat
kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.
2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah kekacauan dai dalam
organisasi dalam proses produksi.
3. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh & menderita,
sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.
4. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati, kecelakaan juga akan
mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat.
5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang & berakibat
kematian.

Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi
terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung & biaya tersembunyi.
Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan, pengobatan,
perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi
cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan. Sedangkan
biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu
setelah kecelakaan terjadi.

2.7.3 Pencegahan kecelakaan akibat kerja


Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-
kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan & pemeliharaan,
pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha & buruh,
latihan, supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak resmi
mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis
peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat
perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-
undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya,
penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian
tentang pencegahan peledakan gas & debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan &
desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis & patologis
faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan
kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan.
2.8 Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses
maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial
atau man made disease (dermawan, deden. 2012: 193).
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor: PER-01/MEN/1981 tentang kewajiban
melapor penyakit akibat kerja bahwa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekrjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah
dipengaruhi oleh populasi pekerja, disebabkan oleh penyebab yang spesifik, ditentukan oleh pemajanan
ditempat kerja, ada atau tidaknya kompensasi. Contohnya adalah keracunan timbel (Pb), abestosis, dan
silikosis (B, sugeng. 2003).
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang
diselenggarakan oleh ILO (international Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi
menyangkut penyakit akibat kerja sebagai berikut :
1. Penyakit akibat kerja-occupational disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan
pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease
Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana dengan faktor resiko lainnya
dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
3. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working populations
Adalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan
yang buruk bagi kesehatan.
2.8.1 Jenis penyakit akibat kerja
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (dermawan, deden. 2012: 193):

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.


2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma
bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.

Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor: PER-01/MEN/1981 dicantumkan
30 jenis penyakit, sedangkan pada keputusan Presiden RI Nomor 22/1993 tentang penyakit yang timbul
karena hubungan kerja memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan penyakit yang disebabkan
bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenis-jenis penyakit akibat kerja tersebut adalah sebagai
berikut:
 Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis,
antrakosiliksis, asbestosis) dan silikotuberkulosisyang silikosisnya merupakan faktor utama
penyebab cacat atau kematian.
 Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.
 Penykit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau byssinosis yang disebabkan oleh
debu kapas, vlas, hnep (serat yang diperoleh dari batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat
yang diperoleh dari tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali).
 Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal
yang berada dalam proses pekerjaan.
 Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik.
 Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
 Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau
aromatik yang bercun.
 Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang
beracun.
 Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
 Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
 Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti CO,
hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel.
 Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan.
 Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian
dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
 Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan tinggi.
 Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengIon.
 Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi atau biologis.
 Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena, atau persenyawaan, produk dan residu dari zat-zat tersebut.
 Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
 Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu
pekerjaan resiko kontaminsai khusus.
 Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi, atau kelembapan udara
yang tinggi.
 Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat.

Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat kerja/penyakit akibat hubungan
kerja:
1. Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis.
a. Akut misalnya :
Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus.
b. Kronis, misalnya :
 Asbestosis
 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
 Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
2. Penyakit Kulit
a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh
sendiri.
b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan
dengan pekerjaan.
c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyeba, membuat
peka atau karena faktor lain.
3. Kerusakan Pendengaran
a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan kebisingan yang lama,
ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan
pendengaran.
c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.
4. Gejala pada Punggung dan Sendi
a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada punggung yang
berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak wajar.
5. Kanker
a. Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker yang disebabkan oleh pajanan
di tempat kerja.
b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis
individu dari pada studi epidemiologi.
c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
6. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain di tempat kerja.
7. Penyakit Liver
a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena
alkohol.
b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
8. Masalah Neuropsikitarik
a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan.
b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui
penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan
dengan pekerjaan.
d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi Susunan Syaraf Pusat.
e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat
menyebabkan neuropati perifer.
f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
9. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
a. Alergi
b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan
c. Sick building syndrome
d. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal : parfum derivate petroleum, rokok.
2.8.2 Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin
disebutkan satu persatu.

Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan :


1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi,
vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang
terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus, jamur
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan/ddesain tempat kerja dan cara
kerja/beban kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stres psikis, monotomi kerja,
tuntutan pekerjaan dan lain-lain.
2.9 Ergonomi
2.9.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya
produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia
seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft
(Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal
Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003).

2.9.2 Ruang lingkup ergonomi


Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih, Yuliani,
2002):

1. Pembebanan kerja fisik


Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40%
kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk
mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi
yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum
bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang
dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali
mengangkat atau mengangkut.
2. Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap
ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak
mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-
kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering
diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan
dengan ukuran anthropometri pekerja.
 Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
a. Berdiri
b. Tinggi badan berdiri
c. Tinggi bahu
d. Tinggi siku
e. Tinggi pinggul
f. Depa
g. Panjang lengan
h. Duduk
i. Tinggi duduk
j. Panjang lengan atas
k. Panjang lengan bawah dan tangan
l. Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
m. Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
 Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria
a. Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b. Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang
digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c. Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja
10-20 cm lebih rendah dari siku.
d. Mengangkat dan mengangkut
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan
mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus
ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang
digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari
manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.
3. Sistem manusia–mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan
kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal
dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang
digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang
diperhatikan, misalnya :
a. adanya informasi yang komunikatif
b. tombol dan alat pengendali baik
c. perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya.
4. Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan.
Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan.
Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja
wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian
kalori pada pekerja.
a. Pekerja Pria
 Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
 Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
 Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
b. Pekerja Wanita
 Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
 Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
 Pekerjaan berat : 2600 kal/hari
5. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat,
pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan
dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam.
Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan
waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama
antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang
berulang (repetitive).
6. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor
lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang
berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.
7. Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes
kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.
8. Musik dan dekorasi
Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan
mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan
pengaturan warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :
 biru ; jarak jauh dan sejuk
 hijau ; menyegarkan
 merah ; dekat, hangat, merangsang
 orange ; sangat dekat, merangsang.
9. Kelelahan
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-
sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang
berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

2.10 Alat pelindung diri (PEE)


Persyaratan umum penyediaan alat pelindung diri (personal protective equipment–PPE)
tercantum dalam personal protective equipment at work regulation 1992. Dalam menyediakan
perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama seorang majikan adalah melindungi pekerjanya secara
keseluruhan daripada individu (Ridley. 2006: 142). Ada prinsip umum yang harus diikuti :

 PPE yang efektif harus :


a) Sesuai dengan bahaya yang dihadapi
b) Terbuat dari material yang akan tahan dengan bahaya tersebut
c) Cocok bagi orang yang akan menggunakannya
d) Tidak mengganggu kerja operator yang bekerja
e) Memiliki konstruksi yang sangat kuat
f) Tidak mengganggu PPE lain yang sedang dipakai secara bersamaan
g) Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.
 Operator-operator yang menggunakan PPE harus memperoleh :
a) Informasi tentang bahaya yang dihadapi
b) Instruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil
c) Pelatihan tentang penggunan peralatan dengan benar
d) Konsultasi dan diizinkan pemilih PPE yang tergantung pada kecocokannya
e) Pelatihan cara memelihara dan menyimpan PPE
f) Instruksi agar melaporkan setiap kecacatan atau kerusakan.

Contoh-contoh perlindungan PPE (Ridley. 2006: 143-144)


Bagian tubuh PPE

 Kepala  Helm keras , helm empuk, topi, harnet, atau


pemangkasan rambut.
 Tutup telinga (ear murf) dan sumbat telinga
 Telinga
(ear plug)
 Kacamata pelindung (googles), pelindung
 Mata wajah, goggles khusus.
 Masker wajah, respirator, alat bantu
pernafasan.
 Paru
 Sarung tangan pelindung, sarung tangan tahan
bahan kimia, sarung tangan insulasi.
 Tangan  Sepatu pengaman, selubung kaki (gaiter) dan
sepatu pengaman.
 Krim pelindung.
 Pelindung yang kedap seperti sarung tangan
 Kaki
dan celemek.
 Kulit

 Pakaian bertekanan udara (pressurized suits)

 Torso dan tubuh

 Keseluruhan tubuh

2.11 Tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja


Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat
dan produktif. Tujuan hyperkes dapat diperinci sebagai berikut (Rachman. 1990):

1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan
selamat
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
2.12 Fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di industri adalah
sebagai berikut (Effendy, Nasrul. 1998):
1. Fungsi perawat
a. Mengkaji masalah kesehatan
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
c. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
d. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
2. Tugas perawat
a. Mengawasi lingkungan pekerja
b. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
c. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
d. Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja
e. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja
dan keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
f. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja
g. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
h. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja dan keluarganya
i. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
j. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
2.13 Diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini (B, sugeng. 2003):

1. Anamnesis (wawancara) meliputi, identitas, riwayat kesehatan, riwayat penyakit, dan keluhan
yang dialami saat ini.
2. Riwayat pekerjaan
a. Sejak pertama kali bekerja (kapan mulai bekerja di tempat tersebut)
b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada,
kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindun diri, cara melakukan pekerjaan,
pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi), dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
c. Sesuai tingkat penegtahuan, pemahaman pekerjaan.
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak bekerja
atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang.
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
c. informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesa atau dari data penyakit di
perusahaan.
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik.
b. Pemeriksaan laboratorium membantu diagnostik klinis.
c. Dugaan adanya penyakit akibat bekerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium
khusus atau pemeriksaan biomedis.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-pembacaan standart ILO).
b. Pemeriksaan audiometri.
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah dan urine.
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygine perusahaan yang memerlukan:
a. Kerjasama dengan tenaga ahli hygine perusahaan.
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada.
c. Pengenalan secara lengsung sistem kerja dan lama pemakaian.
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis, kemudian dicari
faktor penyebabnya di tempat kerja, atau melalui pengamatan (penelitian) yang relatif lebih
lama.
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi, dan dokter penasehat (kaitannya dengan
kompensasi).

Menurut (dermawan, deden. 2012: 194-197) Untuk dapat mendiagnosis penyakit akibat kerja
pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat
digunakan sebagai pedoman :

1. Tentukan diagnosis klinisnya


Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-
fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.
Setelah diagnosis klinik ditegakkan dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial
untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesa mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup :
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis.
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan.
c. Bahan yang diproduksi.
d. Materi (bahan baku) yang digunakan.
e. Jumlah pajanananya.
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker).
g. Pola waktu terjadinya gejala.
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa).
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan
sebagainya).
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut diatas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit
tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka
pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menetukan diagnosis penyakit
akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat perkerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanan, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa
sebelumnya sehingga resikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan
yang dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di
tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjann
hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada
atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
2.14 Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit/ five level and prevention diseases (leavel
and clark) pada penyakit akibat kerja (effendi, ferry. 2009: 238)
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
Misalnya; pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,
perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan
perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan
periodik.
2. Perlindungan khusu (spesific protection)
Misalnya; imunisasi, hygine perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan
kecelakaaan kerja.
3. Deteksi dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
Misalnya; diagnosa dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kecacatan (disability limitation)
Misalnya; memeriksa dan mengobati tenaga kerja komprehensif, mengobati tenaga kerja secara
sempurna, dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Misalnya; rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat
mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai,
menyediakan tempat kerja yang dilindungi, dan terapi kerja di rumah sakit.
2.15 Promosi Kesehatan Dalam Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Promosi kesehatan, pencegahan dan kontrol penyakit, kesejahteraan, penurunan faktor risiko,
dan pelayanan kesehatan preventif adalah beberapa istilah yang digunakan pada program kesehatan di
lahan kerja (anderson. 2007: 451).

Promosi kesehatan digunakan untuk menunjukkan sebuah proses pembelajaran para pekerja
mengenai bagaimana cara meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup mereka dengan mengembangkan
gaya hidup yang baru. Proses promosi kesehatan di lahan kerja biasanya dimulai dari pekerja yang
mendapat pengetahuan mengenai perilaku, risiko kesehatan atau proses penyakit (anderson. 2007: 451).
Perawat kesehatan kerja sering kali bertanggung jawab terhadap program promosi kesehatan di
lahan kerja dan berada pada posisi yang tepat untuk menciptakan kemitraan dengan komunitas. Apabila
suatu organisasi tidak memiliki perawat kesehatan kerja, program kesehatan menjadi tanggung jawab
staf keamanan kerja atau staf departemen sumber daya manusia atau staf departemen keuangan. Proses
keperawatan untuk meningkatkan kesehatan di lahan kerja berfokus pada keseluruhan populasi
perusahaan dan mungkin meluas kepada individu yang menjadi tanggungan pekerja (pasangan dan anak)
(anderson. 2007: 451).
Aktivitas promosi kesehatan seluruh pekerja, termasuk manajemen. Langkah berikutnya adalah
menciptakan kesadaran terhadap isu-isu kesehatan melalui pendidikan internal perusahaan, skrining, dan
intervensi yang berfokus pada gaya hidup.

2.15.1 Jenis aktivitas promosi kesehatan


Aktivitas yang lazim dilakukan dalam upaya mempromosikan kesehatan atau mencegah
cedera dan penyakit di lahan kerja adalah olah raga, penghentian merokok, perawatan punggung,
dan program manajemen stres. Ada tiga jenis promosi kesehatan di lahan kerja (anderson. 2007:
451), yaitu:

1. Program kesadaran, meningkatkan tingkat pengetahuan dan minat pekerja (contoh,


dengan selebaran, seminar dan surat kabar).
2. Aktivitas perubahan perilaku, membantu para partisipan mengembangkan perilaku yang
lebih sehat (contoh, menghentikan kebiasaan merokok,olah raga teratur, dan nutrisi
sehat).
3. Lingkungan penunjang, menciptakan peluang kerja yang meningkatkan gaya hidup sehat
(contoh, penyediaan makanan rendah lemak di cafetaria, kelas aerobik di tempat kerja,
menyediakan waktu senggang untuk skrining kesehatan, kudapan sehat di etalase
makanan).

Sebelum memutuskan untuk memilih jenis program promosi kesehatan yang ditawarkan,
penting untuk menentukan konsistensi program dengan misi dan tujuan perusahaan. Perhatikan
juga biaya dan manfaat aktivitas, baik bagi pengusaha maupun para pekerja. Apabila menyadari
potensi manfaat finansial yang akan di dapat dari aktivitas ini, seperti penurunan angka ketidak
hadiran atau meningkatkan hasil kerja, kebanyakan pekerja ikut berpartisipasi dalam program
promosi kesehatan karena alasan pribadi (seperti menurunkan berat badan, meningkatkan
kebugaran fisik). Para pekerja memiliki keinginan untuk merasa atau terlihat lebih baik atau
mengalami peningkatan kualitas hidup. Apabila kedua kebutuhan, baik kebutuhan organisasi dan
para pekerja terpenuhi, program kesehatan ini akan mendapat dukungan luas dan partisipasi yang
tinggi dari pekerja dan mencapai kesuksesan besar.

2.15.2 Perencanaan program promosi kesehatan (anderson. 2007: 452-458)


1. Pengkajian kebutuhan
Kuesioner dan penilaian risiko kesehatan umumnya digunakan untuk
mengidentifikasi minat pekerja terhadap topik pendidikan dan menggambarkan kondisi
kesehatan saat ini serta perilaku yang aman.
Kesehatan pekerja dan catatan asuransi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
prevalensi penyakit kronik pekerja yang perlu ditangani. Catatan keamanan, format
kompensasi pekerja atau wawancara dengan manajer dan pekerja adalah sumber tambahan
untuk menentukan kebutuhan promosi kesehatan pekerja dan perusahaan.
Setelah mengidentifikasi kebutuhan promosi kesehatan, anda dapat membantu
perawat kesehatan kerja atau komite penasehat perencanaan dalam menjamin dukungan
manajemen terhadap program promosi kesehatan. Presentasi proposal atau catatan eksekutif
sering kali merupakan salah satu langkah awal dalam meyakinkan manajemen mengenai
manfaat proyek. Suatu pendekatan perencanaan bisnis untuk mengomunikasikan program
anda dapat digunakan untuk menciptakan kesamaan persepsi dan pengertian terhadap proyek
dari semua orang yang ada di dalam organisasi. Di bawah ini adalah contoh dari sebuah
perencanaan bisnis:
a. Catatan eksekutif: sebuah kesimpulan singkat mengenai rencana promosi kesehatan,
termasuk di dalamnya tujuan (contoh, untuk menurunkan strain punggung bagian bawah),
metode (contoh, dilakukan melalui 3 kali pertemuan , masing-masing selama 30 menit),
keuntungan yang dapat diharapkan (contoh, lebih sedikit absen pada hari kerja,
peningkatan produktivitas), biaya (contoh, biaya program, seperti brosur, selebaran,
waktu pengajaran, insentif, ketidak hadiran, dan biaya tak terduga, seperti biaya akibat
penurunan asuransi dan klaim kompensasi pekerja).
b. Tujuan: secara jelas menggambarkan apa yang ingin dicapai dan rasional. Termasuk
tujuan Masyarakat Sehat 2010 (Healthy People 2010 Objectives) untuk dewasa sehat.
c. Metode: bagaimana, bilamana, dan dimana rencana akan diwujudkan ke dalam tindakan.
Uraikan setiap tugas yang harus diselesaikan (contoh, rancangan brosur dan selebaran
serta diseminasi) dan individu yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas
tersebut, beserta batas waktu penyelesaian program. Jelaskan isi program, termasuk
mengundang pembicara tamu, demonstrasi ulang, dan metode untuk meningkatkan
partisipasi pekerja serta adaptasi dari perilaku yang diajarkan. Selain itu, tentukan juga
tujuan dan objektif program. Tujuan program dapat berupa: Delapan puluh persen pekerja
yang telah menjalani program perawatan punggung melaporkan penurunan pengajuan izin
sakit yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah. Objektif program dapat berupa:
Setelah mengikuti pembelajaran demonstrasi mengenai prosedur mengangkat yang benar,
90% pekerja berpartisipasi akan mendemonstrasikan prosedur mengangkat yang benar.
d. Manfaat yang diharapkan: Tulislah hasil program (contoh, jumlah absensi pekerja karena
nyeri punggung bawah menurun). Ide yang bagus jika dalam proposal, dicantumkan
jumlah absensi pekerja pada tahun terkahir dan besarnya presentase keberhasila program
yang diajukan dalammenurunkan ketidakhadiran. Selain itu, cantumkan pula pada laporan
Anda, nama perusahaan lain hasil temuan Anda dari literatur yang mengimplementasikan
program serupa, beserta keberhasila yang dicapai oleh perusahaan tersebut.
e. Biaya: Proyeksi akurat dari biaya program (material, waktu para pengajar, insentif), dan
profit yang diharapkan dari penurunan ketidakhadiran dan peningkatan produktivitas.
1. Implementasi program promosi kesehatan
Marketing adalah bagian esensial dari keberhasilan implementasi program. Termasuk di
dalam beberapa strategi Marketing adalah:

a. Poster. Harus tampak profesional. Judul dan kata-kata yang menarik adalah unsur penting
(contoh, “Weigh To Go” untuk penurunan program berat badan). Ganti poster secara teratur
untuk tetap menarik perhatian.
b. Surat elektronik/ e-mail. Hitungan mundur kegiatan; memberikan pertanyaan kuis berkaitan
dengan kesehatan dan memberikan jawaban serta rasionalnya pada hari berikutnya.
c. Surat kabar kesehatan. Detail mengenai cerita keberhasilan, seperti cerita mengenai deteksi
dini melanoma maligna, program penurunan berat badan dengan program jalan kaki,
individu yang menderita tekanan darah tinggi sampai ia berpartisipasi dalam skrining
kesehatan, dan bagaimana perubahan sederhana dari gaya hidup dapat membantu individu
mengontrol penyakit (tanpa pengobatan).
d. Surat dari pimpinan perusahaan atau manajer keuangan. Memberikan kesempatan kepada
perusahaan untuk melaksanakan skrining kesehatan, mengumumkan bahwa perusahaan akan
membayar sebagian atau seluruh biaya dari program penghentian kebiasaan merokok/tes
skrining kesehatan, atau mengizinkan atan jual-beli kebutuhan kesehatan selama 2 jam
dengan kehadiran program kesejahteraan.
e. Memberikan hadiah insentif kepada pekerja yang ikut berpartisipasi, seperti kaus oblong,
topi, sampel tabir surya, kudapan buah-buahan, botol minuman.
2. Evaluasi program promosi kesehatan
Proses evaluasi memberikan kesempatan untuk menentukan hasil yang dicapai dari
program promosi kesehatan dan mengarahkan peningkatan pelayanan kesehatan kepada para
pekerja. Evaluasi struktur, program, proses pelaksanaan program dan hasil program adalah tiga
pendekatan yang umum dilakukan dalam meninjau ulang jaminan mutu.
a. Termasuk dalam evaluasi struktur adalah (1) meninjau ulang mekanisme pelaporan yang
diberikan kepada manajemen beserta dukungan terhadap program promosi kesehatan; (2)
menentukan keadekuatan fasilitas fisik untuk menunjang program; (3) mengidentifikasi
peralatan dan persediaan yang digunakan; (4) mengidentifikasi kebutuhan kepegawaian dan
kualifikasinya; (5) menganalisis demografik pekerja dan kebutuhan status kesehatan; (6)
menentukan apakah misi, tujuan, dan objektif program diformulasikan untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan para pekerja dan kebutuhan bisnis pengusaha.
b. Evaluasi proses mencakup (1) apakah aktivitas promosi kesehatan sesuai dengan kondisi; (2)
apakah program promosi kesehatan di bentuk untuk memenuhi kebutuhan di lahan kerja
(saatnya anda melakukan perbandingan terhadap pengkajian awal kebutuhan), dan (3)
apakah terdapat pendokumentasian dan pencatatan.
c. Evaluasi hasil berfokus pada (1) apakah tujuan dan objektif yang diharapkan dapat dicapai;
(2) apakah program membawa hasil yang positif; (3) apakah hasil kesehatan menunjukkan
pencegahan penyakit/ pengetahuan pekerja tentang perawatan diri, mengembalikan fungsi
atau menurunkan ketidaknyamanan; (4) bagaimana perbandingan keuntungan yang dicapai
program dengan biaya program; dan (5) kepuasan (dari pekerja, pengusaha, dan orang-orang
yang bergantung pada pekerja) terhadap kualitas pelayanan promosi kesehatan yang
diterima.Metode yang lazim digunakan untuk evaluasi adalah skala rating pascaprogram,
observasi, dan wawancara dengan para pekerja tentang pendapat,sikap, dan kepuasan mereka
terhadap program. Tinjauan ulang bagan dan catatan dapat dilakukan untuk menentukan
perbedaan singkat morbiditas dan mortalitas.
BAB III

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Pengkajian

Data Perusahaan

a. Nama pemilik perusahaan : Lapas Abepura


b. Tahun berdiri : Tidak diketahui kpan berdirinya
c. Akta pendirian :
d. Agama : Islam
e. Jenis usaha : Meubel Kayu
f. Etnis : Papua, Jawa, Bugis
g. Alamat : Jln Kesehatan II Adepura
h. Jumlah Karyawan : 4 Orang

Data karyawan

N Data Demogr Antropo TD/ ( Merok Keluhan yang sering dirasaka


o afi nteri mmH ok n dalam 3 bulan terakhir
g)
Nama Umur B TB Y Ti
(thn) B (cm a da
) k
(k
g)
1 M. A 53 7 155 130/90 √ Batuk, pilek
. gus 0
2 Budi 50 6 165 120/70 √ Tidak ada
. waluy 0
o
3 Yosep 34 7 160 110/80 √ Leher tegang
. 2
4 Usma 67 4 160 140/90 √ Tidak ada
. n 9

Observasi Data Lingkungan


1. Keadaan lingkungan bersih dan tertata dengan baik
2. Cahaya penerangan ruangan cukup, pada siang hari cahaya matahari dapat masuk ke dalam
ruangan dan pada malam hari menggunakan lampu yang cukup terang.
3. Bangunan bengkel meubel ini terdiri dari dua lantai dan cukup luas.
4. Jamban atau Wc terdapat 2 ruangan sehingga cukup untuk karyawan
5. Pengolahan limbah baik karna terdapat tempat pembuangan sampa

Data kenyamanan karyawan


1. Semua karyawan yang bekerja di meubel ini menggunakan masker saat bekerja
2. Pekerja di meubel ini jarang menggunakan sarung tangan.
3. Pekerja di meubel ini tidak menggunakan gaun/baju pelindung
4. Pengunaan kacamata pelindung digunakan pada saat melakukan penyekapan kayu saja, pada
kegiatan lain seperti mengecet, pengamplasan terkadang tidak menggunakan kaca mata
pelindung.
5. Penggunaan sepatu pelindung tidak pernah di gunakan

Gizi seimbang
1. Para pekerja mendapat makan 3X sehari ( Nasi, lauk dan sayur)
2. Setiap pagi sebelum melakukan kegiatan di meubel para pekerja melakukan olahraga, tapi
tidak dilakukan setiah hari. Olahraga di lakukan 2X seminggu.

HAZARD
Uap cat , thinner, debu kayu
mengakibatkan: Peradangan pada saluran pernafasan, dengan gejala batuk, pilek, sesak nafas,
demam, Iritasi pada mata dengan gejala mata pedih, kemerahan, berair.
Lingkungan
Bising, Kegiatan penggergajian, pemotongan, pelubangan, akan menimbulkan kebisingan
yang dapat menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran.
Fisik
Penggunaan peralata mebel banyak yang menggunakan listrik, dapat menyebabkan
tersengat listrik. Tidak focus tangan/jari dapat terkena peralatan mebel.
Psikologis
1. Komunikasi yang buruk,
2. Waktu kerja tidak ada batasan
3. Banyaknya pesanan tidak didukung ketersediaan barang baku.
4. Komunikasi yang buruk,
5. Waktu kerja tidak ada batasan
6. Banyaknya pesanan tidak didukung ketersediaan barang baku.
7. Posisi menyerut, posisi tubuhdan leher membugkuk ke depan menimbulkan kontraksi otot
yang besar,terjadi gerakan repetitive, posisi tangan normal dibawah bahu.
8. Beban yang diangkut, pada saat mengakat beban lebih dari5kg sebaiknya posis pekerja dalam
keadaan berdiri tegak, sebaiknya mengunakan alat bantu kerja seperti trolly, bisa juga dengan
cara estafet dalam mengangkut kayu, sehingga tidak banyak mengeluarkan tenaga dan tidak
terlalu banyak mengangkut beban

Penyakit yang pernah dialami karyawan


1. Apakah ada karyawan yang pernah sakit?
 Ada.
2. Bila ya apa jenis penyakit yang dialami oleh karyawana tersebut?
 Batuk pilek,bersin-bersin dan sakit punggung
3. Dimana karyawan tersebut ditempatkan?
 -
4. Dimana karyawan tersebut berobat?
 Klinik yang tersedia dilapas
5. Apakah semua karyawan telah memiliki Jaminan Kesehatan?
 Ya
6. Bila belum alasannya apa?
 -
7. Bila sudah apa jenis Jamkesmas yang dimiliki oleh karyawan tersebut?
 KPS dan BPJS

Analisa Data

NO KATEGORI DATA RINGKASAN LAPORAN KESEMPULAN

1. Resiko tinggi kecelakaan 1. Pekerja mengatakan tidak terlalu Kurangnya pengetahuan


memperhatikan pentingnya penggunaan dan kesadaran pekerja
pelindung kepala, sarung tangan karet. tentang pentingnya
Kaca mata pelindung dan sepatu karet. penggunaan APD yang
2. 4 orang pekerja mengatakan lengkap
menggunakan APD saat bekerja
mengganggu dan merepotkan untuk
bekerja
3. Pekerja mengatakan tidak menggunakan
APD karena tidak ada bahan kimia
4. Pekerja tidak menggunakan APD lengkap
5. 4 orang pekerja tidak menggunakan
sepatu bot.
6. kebisingan dari mesin, debu dan serpihan
dari pengamplasan kayu.
2. Resiko terjadinya 1. 1 orang pekerja mengatakan sering batuk Peraturan kerja untuk
gangguan kesehatan pilek melakukan pemeriksaan
karyawan maubel kayu 2. 1 orang pekerja mengatakan sering kesehatan tidak ada
merasakan tegang pada leher sehingga Pemenuhan jam
3. Ampas kayu dari proses pemgamplasan kerja tidak teratur
4. Istirahat yang kurang Dan juga Pola istirahat
5. Pekerja tidak menggunakan kaca mata tidak teratur.
pelindung pada saat proses pengamplasan
kayu.
6. Pekerja pada saat bekerja 3-4 jam lebih
sering berdiri dan badan dalam keaadan
membungkuk sehingga sering mengalami
tegang pada leher.
7. Pekerja tidak menggunakan sarung tangan
dan sepatu bot saat bekerja.
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH
1. Defisiensi kesehatan komunitas ( 00215 ).
2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko ( 00188 ).

NO MASALAH KRITERIA SKORE KETERANGAN


KESEHATAN
1 2 3 4 5 6 7 8

1. Resiko tinggi 5 5 4 3 4 5 5 3 34 Keterangan Kriteria :


kecelakaan 1. Sesuai dengan peran
perawat komunitas
2. Resiko terjadinya 5 5 4 4 5 5 5 3 36
2. Resiko terjadi / jumlah
gangguan
yang beresiko
kesehatan
3. Resiko parah
4. Potensi untuk pendidikan
kesehatan
5. Interest untuk komunitas
6. Kemungkinan diatasi
7. Relevan dengan program
8. Tersedianya sumber daya

Keterangan Pembobotan :

1. Sangat rendah
2. Rendah
3. Cukup
4. Tinggi
5. Sangat tinggi
A. INTERVENSI KEPERAWATAN

DATA DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

Kode Diagnosa Kode Hasil Kode Intervensi

Data pendukung masalah kesehatan komunitasi : Perilaku kesehatan cenderung beresiko

1. 1 orang pekerja 000188 Perilaku Prevensi Primer Prevensi primer


mengatakan sering kesehatan 1805 o Pengetahuan : 5510 o Pendidikan
batuk, pilek cenderung perilaku kesehatan kesehatan
2. 1 orang pekerja beresiko o Pengetahuan : 5520 o Memfsasilitasi
mengatakan sering 1832 promkes pembelajaran
merasakan tegang pada o Pengetahuan : gaya 5604 o Pengajaran
leher. 1855 hidup sehat kelompok
3. Serpihan ampas kayu o Kepatuhan perilaku 5618 o Pengajaran
saat pengamplasan. 1600 o Perilaku promosi prosedur / tindakan
4. Istirahat yang kurang kesehatan o Pemasaran sosial di
5. Pekerja tidak 1602 o Pencarian perilaku 8750 masyarakat
menggunakan kaca o Monitoring
sehat
mata pelindung 1603 kebijakan
o Partisipasi dalam
6. Pekerja pada saat 7970 kesehatan
pengambilan
bekerja 3-4 jam lebih 1606
keputusan
sering berdiri sehingga
perawatan
measakan tegang pada
kesehatan
leheer saat
o Healt beliefs :
pengamplasan.
perceived threat
7. Pekerja tidak 1704
o Motivasi
menggunakan sarung
tangan saat 1209
pengamplasan kayu

Prevensi Sekunder Prevensi Sekunder


1902 o Kontrol resiko o Terapi aktivitas
1702 o Healt beliefs : 4310 o Menajemen
perceived threat 4350 perilaku
2013 o Keseimbangan o Modifikasi perilaku
pola hidup 4360 o Menajemen
1934 o Keamanan dan lingkungan
kesehatan serta 6480 o Manajemen
perawatan lingkungan :
lingkungan 6486 keamanan
2008 o Status kenyamanan o Surveilens
o Status kenyamanan o Skrining kesehatan
2009 lingkungan 6650 o Manajemen kasus
o Status kesehatan 6520 o Panduan sistem
individu kesehatan
2006 o Kualitas hidup 7320 o Pengontrolan
o Status kesehatan berkala
2000 peserta didik 7400
o Preceptor, peserta
2005 o Kepuasan klien didik
7620
o Kepuasan o Pengembangan
3014
manejemen kasus program
3015 7726
o Kepuasan terhadap
lingkungan fisik
3007 8700
o Kepuasan terhadap
keamanan
o Kepuasan terhadap
3010
pengajaran
o Kepuasan terhadap
asistensi
3012
o Status kesehatan
keluarga
o Status kesehatan
3005
komunitas
o Kompetensi
2606
komunitas
o Efektifitas skrining
2701
kesehatan
komuniitas
2700
o Efektifitas

2807 program
komunitas

2808

Prevensi Tresier Prevensi Tersier


o Dukungan terhadap
o Partisipasi tim caregiver
2605 kesehatan dalam 7040 o Dukungan keluarga
keluarga
o Dukungan sosial
1504 7140

Data pendukung masalah kesehatan komunitasi : Defisiensi kesehatan komunitas

1. Pekerja mengatakan 00215 Defisiensi Prevensi Primer Prevensi Primer


tidak terlalu kesehatan 1805 5430 o Dukungan
o Pengetahuan
memperhatikan komunitas kelompok
perilku sehat
pentingnya 1823 5440 o Peningkatan sistem
o Pengetahuan :
penggunaan masker, dukungan
promosi kesehatan
pelindung kepala dan 5510 o Pendidikan
o Partisipasi dalam
sarung tangan, kaca 1606 kesehatan
pengambilan
mata pelindung dan 5520 o Memfasilitas
keputusan
sepatu bot pembelajaran
Keyakinan dan
2. 4 orang pekerja 5604 o Pengajaran
persepsi kesehatan
mengatakan keompok
o Efektifitas skrining
menggunakan APD 7320 o Manajemen kasus
kesehatan
saat bekerja 2807 8500
o Pengembangan
komunitas : tradisi
mengganggu dan
kesehatan
budaya tidak sehat
merepotkan untuk
komunitas
o Kelompok /
bekerja 5510
o Pendidikan
3. Pekerja mengatakan komunitasi
kesehatan
menggunakan APD 8700
o Pengembangan
lengkap pada saat 2808
program
Pengecetan kayu 5250
o Dukungan
saja.
pembuatan
4. Pekerja tidak
keputusan
menggunakan APD 7400
o Panduan sistem
lengkap saat
kesehatan
pengamplasan kayu.
5. 4 orang pekerja tidak Prevensi Sekunder Prevensi Sekunder
menggunakan sepatu 1902 6486 o Manajemen
o Kontrol resiko
bot kesehatan
Status kesehatan
6. 1 orang pekerja 6487 o pencegahan resiko
karyawan
pernah merasakan 2700 4 cedera
o Kompetensi
sakit pada leher yang 8100 o Konsultasi
komunitas
tegang. 1700 5430 o Dukungan
o Keyakinan
7. kebisingan dari
kesehatan
mesin, pengamplasan
dan pengecetan . 1705 o Orinetasi kesehatan

Prevensi Tersier Prevensi Tersier


2012 5020 o Mediasi
o Status
kenyamanan
2000
o Kualitas hidup
o Status
2005
kesehatan
B. Asuhan Keperawatan Pada Pekerja Bangunan

Dx Sasaran Tujuan Strategi Rencana Kegiatan Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar evaluasi

1 karyawan di Setelah dilakukan Penyuluhan ₋ Pemaparan materi Mahasiwa Area kerja Rabu , Karyawan 1. karyawan
maubel kayu intervensi kesehatan Ners maubel 23/10- menunjukan mengerti tentang
tentang pengenalan
lapas Abepura Uncen kayu 2021 adanya
keperawatan tentang APD alat yang jam perubahan status pentingnya
dalam 1 hari kepada digunakan untuk 13.00 kesehatan yang menggunakan
baik.
diharapkan mulai Karyawan melindungi APD
adanya kesadaran karyawan 2. karyawan
Karyawan dalam penggunaan APD memahami
menggunakan dan mengenai dampak yang
APD lengkap resiko kecelakaan ditimbulkan oleh
akibat tidak APD
menggunakan APD 3. Karyawan
₋ Menyebarkan mengetahui Jenis-
leaflet tentang APD jenis APD yang
baik untuk
karyawan maubel
kayu.
2 karyawan di Setelah Pengukuhan ₋ Pemaparan materi Mahasiwa Area kerja Rabu Pemilik dan 1. Mengetahui
maubel kayu Ners pekerja 23/10- pekerja pabrik
dilakukan kesehatan tentang manfaat istirahat yang
lapas Abepura Uncen pabrik 2021 tahu
intervensi tentang istirahat yang tahu jam menunjukan cukup
keperawatan aktifitas cukup dan 13.15 adanya 2. Mengetahui
perubahan
dalam 1 hari istirahat mengenai dampak penyakit dan
status
diharapkan dan penyakit kesehatan yang dampak akibat
resiko penyakit akibat kurang baik. kurang istirahat
dapat teratasi istirahat
₋ Membagikan
leaflet tentang
manfaat dan
dampak istirahat
yang cukup.
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di maubel kayu lapas abepura diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:

1. Latar belakang kurangnya praktek penerapan keselamatan dan kesehatan pekerja di maubel lapas
abepura karena tidak dilakukannya sosialisasi K3, tidak ada peraturan yang mewajibkan
penggunaan Alat Perlindungan diri, serta pengawasan dan tindakan yang kurang tegas dari
pimpinan dan dinas terkait.
2. Karyawan secara umum mengetahui pentingnya keselamatan dan kesehatan pekerja
terhadap potensi kecelakaan kerja yang terjadi, serta pentingnya penggunaan Alat
Perlindungan Diri.
3. Dalam prakteknya penggunaan Alat Perlindungan Diri karyawan maubel kayu di lapas
Abepura belum dilaksanakan dengan maksimal, karena ada pekerja yang belum
mengenakan secara lengkap.
Saran

1. Melakukan latihan dan dan memberikan pengetahuan kepada para karyawan di maubel kayu
lapas Abepura akan pentingnya bertindak dan berperilaku sesuai standar keamanan, agar
terciptanya keselamatan dan kesehatan pekerja
2. Memberlakukan peraturan tentang kewajiban menggunakan APD selama waktu bekerja dan
memberikan konsekuensi bagi pelanggar agar terciptanya kedisiplinan.
3. Melakukan evaluasi berkala terhadap seluruh aspek pabrik seperti alat proses, kondisi tempat
serta kedisiplinan pekerja agar memenuhi aspek keselamatan dan kesehatan pekerja.
Daftra Pustaka

Amri, Syarifuddin, dan As’adi. 2016. Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan
Tahu di UD. Geubrina. Jurnal Teknik Industri. 5 (2): 17-

Busyairi, M., Tosungku, L. O. A. S., dan Oktaviani, A. 2014. Pengaruh Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. 13 (2): 112–
124.

Faishol, M., Hastuti, S., dan Ulya, M. 2013. Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Pabrik
Tahu Srikandi Junok Bangkalan. Jurnal Agrointek. 7 (2): 64.

Faridah, R., Fatoni, R., dan Wicaksono, I., S. 2017. Analisis Aspek K3 serta Perancangan Ulang
Tata Letak Industri Tahu di Kabupaten Pacitan. The 5 th Urecol Proceeding. 18 Februari 2017,
Yogyakarta, Indonesia. Hal 524-526

Hakim, L., dan Subekti, P. 2015. Rancang Bangun Ketel Uap Mini Dengan Pendekatan Standar
Sni Berbahan Bakar Cangkang Sawit Untuk Kebutuhan Pabrik Tahu Kapasitas 200 kg Kedelai/hari.
Jurnal Aptek. 7 (1): 1–8.

Juniani, A., I., Handoko, L., dan Firmansyah, C., A. 2007. Implementasi Metode HAZOP (Hazard and
Operability Study) Dalam Proses Identifikasi Bahaya dan Analisa Resiko pada Feedwater System di Unit
Pembangkitan Paiton, PT. PJB. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya

Kotek, L., dan Tabas, M. 2012. HAZOP study with qualitative risk analysis for prioritization of
corrective and preventive actions. Procedia Engineering. 25- 29 Augustus 2012, Prague, Czech Republic.
Hal 808-815.

Li, W., Sun, Y., dan Cao, Q. 2019. A Proactive Process Risk Assesment Approach Based On Job Hazard
Analysis and Resilient Engineering. Journal of Loss Prevention In Procces Industries. 59 (1): 54-62.

Maharani, P., M., dan Wahyuningsih, A., S. 2017. Pengetahuan, Sikap, Kebijakan K3 dengan
Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Ring Spinning Unit 1. Journal of Health Education. 2 (1): 11-
19.

Malakahmad, A., Downe, A., G., dan Fadzil, S., D., M. 2012. Application of Occupational Health
and Safety Management System at Sewage Treatment Plants. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas
Teknologi, Malaysia

You might also like