You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan Usaha, Mikro, kecil dan Menengah tidak terlepas dari Lembaga
Keuangan baik itu mikro maupun makro yang selama ini membantu UKM.

Peranan UKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998 sampai pada krisis global
baru baru ini dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi
nasional, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga
kerja.

Kinerja UKM dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan dalam hal ini
bisa dilihat dari hasil penelitian kementrian kopersi dan ukm pada tahun 2007 bahwa pelaku
UKM di Indonesia mencapai 99,98 persen dari pelaku usaha di Indonesia.(kapan lagi.com).
juga bisa dilhat net ekspansi kredit untuk UKM menujukkan Hingga Triwulan III 2008, net
ekspansi kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) mencapai Rp122,9 triliun atau 91,15%
dari Business Plan Perbankan 2008 sebesar Rp134,8 triliun (setelah revisi). Angka ini jauh
lebih baik dibandingkan net ekspansi kredit MKM hingga Triwulan III 2007 yang hanya
mencapai Rp66,3 triliun atau 77,09% dari RBB 2007. Pangsa net ekspansi kredit MKM
sampai dengan Triwulan III 2008 yakni 49,4% dari total net ekspansi kredit perbankan,
menurun dibandingkan pangsa net ekspansi kredit MKM sampai dengan Triwulan III 2007
sebesar 52,8%.

Berdasarkan Jenis Penggunaan, yang memiliki kontribusi terbesar pada net ekspansi
kredit MKM sampai dengan Triwulan III 2008 adalah Kredit Konsumsi yaitu Rp72,0 triliun
(58,6%), disusul Kredit Modal Kerja Rp40,3 triliun (32,8%) dan Kredit Investasi Rp10,6
triliun (8,6%).

Menurut sektor ekonomi, pangsa terbesar adalah sektor Perdagangan yaitu Rp18,7
triliun (15,2%), kemudian Jasa Dunia Usaha Rp10,6 triliun (8,6%), dan Perindustrian Rp8,0
triliun (6,5%).

Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, maka pangsa terbesar pada net ekspansi
sampai dengan Triwulan III 2008 berada pada kelompok Bank Swasta Nasional Devisa

1
sebesar Rp47,7 triliun (38,8%), disusul Bank Persero Rp42,8 triliun (34,8%), dan BPD
Rp19,1 triliun (15,5%).

Berdasarkan lokasi proyek per propinsi, DKI Jakarta menjadi propinsi dengan net
ekspansi kredit MKM tertinggi yaitu Rp20,4 triliun (16,6%), disusul Jawa Barat Rp18,4
triliun (15,0%) dan Jawa Timur Rp12,4 triliun (10,1%).

Perkembangan sektor UKM yang demikian menyiratkan bahwa terdapat potensi yang
besar atas kekuatan domestik, jika hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu
akan dapat mewujudkan usaha menengah yang tangguh, seperti yang terjadi saat
perkembangan usaha-usaha menengah di Korea Selatan dan Taiwan. Namun, disisi yang lain
UKM juga masih dihadapkan pada masalah mendasar yang secara garis besar mencakup:
pertama, masih sulitnya akses UKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya,
kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta ketiga, keterbatasan akses
terhadap sumber-sumber pembiyaan dari lembaga-lembaga keuangan formal khususnya dari
perbankan.

Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UKM khususnya


pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM) terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal
seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk
dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang (rentenir) hingga
berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain.

Dalam perkembangannya, lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih mengena di


kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan
dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada
pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga
keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan
pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil.

Keberadaan perbankan telah diatur secara jelas dalam Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) dengan Bank Indonesia sebagai motor penggeraknya, bahkan terdapat penjaminan oleh
pemerintah berupa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang semakin mengukuhkan
keberadaan perbankan. Kondisi ini akan jauh berbeda bila dibandingkan dengan keberadaan
LKM yang telah jelas mempunyai kontribusi pada pelaku UKM yang peranannya dalam PDB
sangat besar.

2
Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini lebih
menitikberatkan bentuk-bentuk transfer atau subsidi, padahal dalam rantai kemiskinan tidak
selalu harus diatasi dengan cara tersebut. Aspek yang lebih penting adalah memutus mata
rantai kemiskinan yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan akses yang lebih luas
kepada masyarakat miskin menjadi produktif, yang dalam pepatah disebut “jangan berikan
umpannya tapi berikanlah kailnya”,

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang diinginkan dalam tulisan ini meliputi:

1. Menganalisis peranan UKM sebagai salah satu pilar memutus dalam memutus rantai

kemiskinan.

2. Menganalisis potensi dan permasalahan UKM yang dapat dijadikan sebagai dasar

pengembangan di masa depan, yang memungkinkan menjadi salah satu pilar sistem

keuangan nasional.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KAITAN UKM DENGAN KEMISKINAN

UKM mempunyai fungsi sebagai pelaku di ujung tombak dalam suatu aktivitas
perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik, maka proses perekonomian dapat berjalan
dengan baik dalam artian perekonomian akan terus meningkat. Aktifitas ekonomi disini tidak
membedakan antara usaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang
membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti bahwa
usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai
tambah, sehingga upaya meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan
dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan kredit untuk membangun di sector riil
yaitu UKM yang merupakan usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin.

Pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program baik
yang bersifat langsung maupun tak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari
pemerintah misalnya, program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga
berencana, maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman dalam bentuk
micro credit untuk membangun usaha kecil.

Secara hipotesis, kaitan antara pemberdayaan UKM dengan upaya pengentasan


kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha
pemula. Jika pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan terentaskan karena menjadi
pengusaha atau karena trickle down effect dari semakin banyaknya pengusaha mikro (Krisna
Wijaya: 2005).

Menurut Marguiret Robinson (2000), pinjaman dalam bentuk micro credit dan
memanfaatkannya dalam bentuk UKM merupakan salah satu upaya yang ampuh dalam
menangani kemiskinan. Hal tersebut didasarkan bahwa pada masyarakat miskin sebenarnya
terdapat perbedaan klasifikasi diantara mereka, yang mencakup: pertama, masyarakat yang
sangat miskin (the extreme poor) yakni mereka yang tidak berpenghasilan dan tidak memiliki
kegiatan produktif, kedua, masyarakat yang dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan
ekonomi (economically active working poor), dan ketiga, masyarakat yang berpenghasilan
rendah (lower income) yakni mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak.

4
Pendekatan yang dipakai dalam rangka pengentasan kemiskinan tentu berbeda-beda
untuk ketiga kelompok masyarakat tersebut agar sasaran pengentasan kemiskinan tercapai.
Bagi kelompok pertama akan lebih tepat jika digunakan pendekatan langsung berupa
program pangan, subsidi atau penciptaan lapangan pekerjaan. Sedangkan bagi kelompok
kedua dan ketiga, lebih efektif jika digunakan pendekatan tidak langsung misalnya
penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan UKM, pengembangan berbagai jenis
pinjaman mikro atau mensinergikan UKM dengan para pelaku Usaha Menengah maupun
Besar.

Sumber: Rudjito, Peran Lembaga Keuangan Mikro Dalam Otonomi Daerah Guna
Menggerakkkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan: Studi Kasus Bank Rakyat
Indonesia, Jurnal Keuangan Rakyat Tahun II, Nomor 1, Maret 2003

2.2 LEMBAGA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

UKM adalah usaha mikro kecil dan menengah Menurut definisi yang dipakai dalam
Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil
ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar
menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan
keluarganya, Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang
diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang
mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun.

Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut
Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga
keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan
(deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money
transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and
low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa:
(1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi,

(2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan

(3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.

Sumber pembiayaan UKM dapat di peroleh dari lembaga keuangan bank dan non
bank, Lembaga keuangan yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan

5
Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit
simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT),
lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan
ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union.

6
BAB III

PROSES PENULISAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU

Penulisan dan analisis karya tulis ini, dilakukan pada bulan April, 2009 di kampus
Universitas Hasanuddin Makassar.

3.2 JENIS DAN SUMBER DATA

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder, Sementara pengambilan data sekunder
diambil berasal dari berbagai sumber tertulis yang dianggap valid untuk mendukung
penulisan ini. Diantaranya buku, literature, tulisan ilmiah, internet, dan media massa.

3.3 METODE PENGELOLAN DAN ANALISIS DATA

Analisis yang digunakan untuk data sekunder dalam karya tulis ini merupakan analisis
deskriptif dari pengamatan suatu permasalahan. Penulis melakukan pengamatan terhadap
perekonomian regional, nasional, dan internasional melalui media massa baik cetak maupun
elektronik. Hasil pengamatan tersebut kemudian dianalisis untuk menjelaskan dan mencari
solusi terhadap permasalahan yang sedang terjadi pada saat itu.

Analisis makalah ini juga menggunakan metode eksploratif. Metode tersebut sangat
fleksibel dan tidak terstruktur sehingga memudahkan pencarian ide serta petunjuk mengenai
situasi permasalahan. Pendekatan penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini
adalah pendekatan kualitatif dalam analisis.

7
BAB IV

PEMBAHASAN

Menganalisis keberadaan UKM tidak terlepas perkembangan UKM itu sendiri di


Indonesia. Keberadaan UKM muncul seiiring dengan pesatnya aktifitas UKM namun di sisi
lain dihadapkan pada kendala keterbatasan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari
lembaga-lembaga keuangan formal. Pembahasan disini akan diawali dengan perkembangan
UKM, kemudian dilanjutkan dengan dari mana UKM memperoleh sumber-sumber
permodalan, dan diakhiri dengan uraian potensi dan permasalahan UKM di masa mendatang.

4.1 PERKEMBANGAN UKM

Berdasarkan hasil penelitian Kementerian Negara Koperasi dan UKM bersama Badan
Pusat Statistik pada 2007 menunjukkan bahwa pelaku UKM di Indonesia pada 2007
jumlahnya mencapai 99,98 persen dari seluruh total pelaku usaha di tanah air. UKM juga
memiliki kontribusi yang sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja. Pada 2006 UKM
mampu menyerap 85,4 juta tenaga kerja, kata Suryadharma Ali.(kapan lagi.com)
Jumlah tersebut merupakan 96,18 persen terhadap total tenaga kerja di seluruh Indonesia.
Angka itu naik sebesar 2,2 juta pekerja atau naik 2,6 persen bila dibandingkan dengan 2005.
Sementara itu, kontribusi UKM terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional tercatat
mampu menyumbangkan Rp1.778,75 triliun atau sebesar 53,3 persen dari total PDB nasional
jika dibandingkan tahun 2005, PDB UKM mengalami peningkatan sebanyak Rp287,69
trilliun naik menjadi 19,3 %. juga pada tahun yang sama PDB tumbuh sebesar 5.5 persen
sementara PDB UKM tumbuh 5.4 %.

Surya Darma Ali juga mengatakan pada tahun 2006 bahwa peranan UKM dalam
ekspor non migas nasional sebanyak 20, 1 % atau 122,2 trilliun. (KPL/RIT)

Perkembangan yang sangan signifikan terhadap kredit yang akan di berikan ke UKM
hal ini terjadi karena banyaknya usaha usaha UKM baru yang didirikan dan tentu saja
semakin membutuhkan dana yang semakin banyak pula. Peningkatan kredit mikro kecil dan
menengah mengalami pertumbuhan sejak akumulasi 2006 mencapai 58.17 dan pangsanya
mencapai 58,6 persen. Akumulasi 2007 mencapai 96.172 dibandingkan 2006 yang hanya
58.17 jadi selsisihnya adalah 38,002 begitupun dengan tahun 2008 mencapai 122,872 lebih
tinggi lagi dari akumulasi 2007 dan selisih antara 2008 dan 2009 adalah 26,7 jadi dapat

8
disimpulkan bahwa kredit semakin berkembang berarti UKM juga semakin meningkat tentu
saja kontribusi juga akan semakin meningkat terhadap pertumbuhan ekonomi negara kita
indonesia.

Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi UKM mencapai 5,5 persen, sementara UM
6,3 persen, sehingga secara bersama-sama pertumbuhan UKM 5,7 persen. Pada tahun 2007
akselerasi pertumbuhan UK dan UM menjadi lebih cepat masing-masing sebesar 6,2 persen
dan 6,8 persen terhadap tahun 2006, dan secara bersama-sama percepatan pertumbuhan UKM
6,4 persen. Namun akselerasi pertumbuhan UM yang relatif lebih cepat dari kelompok usaha
lain pada beberapa tahun terakhir tidak serta merta menjadikan UM sebagai kelompok yang
memberikan sumbangan tertinggi dalam pertumbuhan ekonomi nasional, mengingat
peranannya dalam penciptaan nilai tambah secara keseluruhan relatif kecil dibandingkan
dengan kelompok usaha yang lain.Kemampuan sektor usaha dalam menciptakan nilai tambah
sangat berbeda antara satu kelompok usaha dengan lainnya dan mencerminkan karakteristik
masing-masing pelaku usaha. Fakta-fakta juga ditunjukkan bahwa 97,3 persen tenaga kerja
kita terserap di sektor UKM (data tahun 2007) dan kontribusi UKM pada PDB Nasional
mencapai 53,6 persen. Ini membuktikan bahwa sebenarnya basis ekonomi kita adalah
ekonomi kerakyatan yang masih tradisional! Sektor riil bahkan menjadi penyelamat ketika
PHK besar-besaran terjadi dan tetap eksis meski berbagai krisis menerpa di Indonesia.
(www.abobakarinfo.com)

Dan berita yang terbaru kami dapatkan dari Sumatra khusunya dan dijadikan sebagai
sampel dari Indonesia baru ini diberitakan oleh antar sumatera barat bahwa UKM menyerap
2,5 persen atau sekitar 6000 pengangguran dari 48 ribu tenaga kerja yang ada disana saat
itu( www.antar-sumbar.com).

Pada tahun 2007 jumlah populasi UKM mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99
persen terhadap total unit usaha di Indonesia yang berjumlah 49,845 juta unit usaha.
Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3 persen terhadap
seluruh tenaga kerja Indonesia yang berjumlah 94,3 juta pekerja.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa masing-masing kelompok usaha memiliki


keunggulan komparatif dan saling melengkapi satu dengan lainnya. Kelompok Usaha Besar
memiliki potensi sebagai motor pertumbuhan, sementara kelompok Usaha Kecil sebagai
penyeimbang pemerataan dan penyerapan tenaga kerja. Namun, hal ini juga memperlihatkan

9
bahwa unit-unit usaha kecil dan menengah pada umumnya masih menjadi sandaran hidup
masyarakat kecil yang jumlahnya besar.

Sedangkan dilihat dari lembaga keuangan formal yang identik dengan perbankan,
pemberian berbagai kredit untuk membantu permodalan UKM sangat kecil persentasenya
jika dibandingkan dengan jumlah kredit yang diberikan kepada pelaku Usaha Besar

4.2 PERMASALAHAN DAN POTENSI UKM

Perkembangan UKM terus berlanjut dari tahun ketahun mengalami perkembangan


pesat. Akan tetapi perkembangan itu juga dihadapi tantangan tangtangan yang berat seperti
hambatan UKM khusunya usaha mikro dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dari
lembaga-lembaga keuangan formal. Hambatan ini timbul karena lembaga-lembaga keuangan
formal pada umumnya memperlakukan UKM sama dengan Usaha Menengah dan Besar
dalam setiap pengajuan pembiayaan, yang antara lain mencakup kecukupan jaminan, modal,
maupun kelayakan usaha (Persyaratan 5-C). Padahal hampir sebagian besar pelaku UKM
tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut disamping kebutuhan mereka masih dalam
skala kecil, yang dipandang oleh sebagian pelaku lembaga-lembaga keuangan formal
memberatkan biaya operasional. Contoh yang mudah adalah bank yang memberikan kredit
kepada nasabah sebesar satu miliar rupiah dengan kredit sebesar satu juta rupiah memerlukan
biaya operasional yang sama, bahkan lebih mahal kredit kecil jika nasabah yang meminjam
kategori kredit kecil ini. Juga banyak factor factor lain seperti para pelaku UKM capable
dalam menjalankan UKM nya, factor pemasaran dari hasil produksinya. Dan lain lain.

Potensi yang dimiliki UKM sangat tinggi dalam hal ini disebabkan oleh mudahnya
dalam mendapatkan kredit dari bank yang bisa digunakan berinvestasi dalam menggerakkan
UKM itu sendiri, begitu juga dengan fakta fakta yang ada bahwa sumbangsih dari UKM
dalam produk domestic bruto lumayan tinggi dan tidak mudah terpengaruh oleh krisis global
hal ini disebabkan karena tidak bergantung pada luar negri. Hal itu bisa dilihat dari tabel 4
sebelumnya bahwa sumbangsih UKM dalam PDB terus meningkat.

4.3 DAMPAK KEBERADAAN UKM DALAM MEMUTUS MATA RANTAI


KEMISKINAN.

Sebagaimana diketahui bahwa peran UKM dalam meningkatkan pertumbuhan


ekonomi sangatlah baik setelah melihat fakta fakta yang dikeluarkan oleh mengkop dan ukm.
Dalam masyarakat Indonesia ini jutaan rakyat berada dibawah garis kemiskinan dan salah

10
satu solusi untuk mengurangi kemiskinan tersebut dengan cara pemberian kredit kepada
masyarakat yang mau berubah dan menjalankan ukm maupun UKM. Berikut kami sertakan
kebijakan pemerintah dalam mendukung kebijakan tersebut melalalui kebijakan fiscal yang
bisa mengurangi kemiskinan yang ada di Indonesia ini.

Kredit yang diberikan pemerintah pada tahun 2008 sebanyak 154,4 t dan tahun 2007
123,3 T terjadi peningkatan dari tahun 2007 ke 2008. Dalam UKM sendiri mempunyai
beberapa karaterstik antar lain jika dilihat dari aspek pendapatan lebih mendekati kelompok
masyarakat yang dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically
active working poor) dan masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income) yakni
mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak. Kelompok masyarakat ini akan
cenderung tetap berpenghasilan rendah bahkan menjadi miskin, jika kesulitan yang mereka
hadapi dalam melakukan aktifitas usaha tetap dibiarkan tanpa ada usaha-usaha perbaikan.

4.4 UPAYA-UPAYA PEMECAHAN MASALAH

Berpijak pada kondisi dan permasalahan UKM diatas, maka upaya-upaya yang dapat
dilakukan guna mengembangkan UKM dan bahkan menjadikannya sebagai salah satu sumber
pendapatan Negara terutaman PDB mencakup:

4.4.1 Memperkuat Kelembagaan UKM

Upaya upaya pemecahan masalah atas masalah yang ada sebelumnya yaitu sulitnya
pihak UKM dalam mendapatkan dana dari lembaga keuangan maka perlu dilakukan langkah
langkah strategis agar dari pihak bank mepercayai rakyat kecil yang akan mendirikan sebuah
uasha mikro tanpa dipersulit dengan pengurusan administrasi yang sangat menyulitkan. Yaitu
salah satunya adalah memperkuat kelembagaan ini dan mendesak kepada pemerintah agar
dari pihak lembaga keuangan mau memberi kredit walaupun sedikit jika perlu mendesak
pemerintah agar ingin mengeluarkan kepres ataupun UU khusus yang mengatur masalah
seperti ini. Kelembagaan ini sangat penting karena secara hukum akan melandasi operasional
mereka, namun harus dihindari dengan adanya ketentuan akan menghambat perkembangan
UKM itu sendiri. Upaya yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah dengan merancang
Rancangan Undang-Undang tentang UKM hendaknya dilakukan secara intensif dan
mendalam dalam arti muatan RUU ini harus mencerminkan karakteristik UKM di Indonesia.

11
4.4.2 Komitmen dalam Mengembangkan UKM

Dalam mengembangkan UKM ini tentu saja menbutuhkan komitment yang kuat dari
siapa saja yang ikut terlibat didalamnya, terutama pemerintah, lembaga keuangan, maupun
masyarakat biasa yang akan menjalankan UKM tersebut. Mengapa komitmen ini sangat
dibutuhkan karena jika tidak ada komitment maka tidak ada keinginan yang besar untuk
mengembangkan UKM ini. Sebagai contoh kongkrit misalnya dari pemerintah itu sendiri
bahwa untuk meningkatkan perekonomian disuatu Negara maka ada sector sector yang
sangat berpengaruh dalam perekonomian tersebut jika di Indonesia sector riil sangat
berpengaruh yang didominasi oleh UKM itu sendiri. Dan kontribusinya terhadap Negara tak
di ragukan lagi sebagaimana kontribusi terhadap PDB tahun 2007 mencapai 53.6 persen
maka komitment yang harus diambil pemerintah adalah mengawal pertumbuhan UKM
melalui kebijakn kebijaknnya.

Begitu pun dengan pihak lembaga keuangan harus mempunyai komitmen untuk
mengembangkan masyarakat miskin tanpa harus mencari keuntungan semata yang berlipat
ganda.

Begitu pula dengan masyarakat sebagai ujung tombak atau pelaku dari UKM itu
sendiri harus mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan UKM-nya yang dia
jalankan, yang awalnya hanya usaha mikro, dan selanjuntnya berusaha menjadi usaha kecil
menengah dan seterusnya sampai ia bisa menjadi usaha menegah ketas atau Usaha besar.

Juga telah disebutkan di awal awal masalah masalah pokok UKM mencakup pertama,
masih sulitnya akses UKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, kedua, masih
lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta ketiga, keterbatasan akses terhadap
sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal khususnya dari
perbankan hal ini telah dibahas pada penguatan kelembagaan.

Masalah pertama dan kedua yang akan menjadi pusat perhatian, upaya untuk
membuka pasar secara luas terhadap produk-produk UKM merupakan hal yang utama.
Begitu pula upaya-upaya pendampingan dalam penguatan dan pengembangan usaha UKM
masih terbuka untuk dijalankan. Agar tujuan yang diinginkan tercapai.

12
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, maka kesimpulan yang bisa diketengahkan adalah sebagai berikut:

1. Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan memutus mata rantai kemiskinan
itu sendiri, antara lain dengan memperluas akses Usaha Kecil dan Mikro (UKM) dalam
mendapatkan fasilitas permodalan yang tidak hanya bersumber dari lembaga keuangan
formal tapi juga dari Lembaga Keuangan Mikro yang persyaratannya mudah .

2. UKM ternyata mampu memberikan kontribusi dalam perekonomian Indonesia sehingga


sangat bagus untuk dikembangkan.

3. Potensi yang cukup besar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena UKM
masih menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan antara lain aspek kelembagaan yang
tumpang tindih, keterbatasan sumber daya manusia dalam pengelolaan UKM dan kecukupan
modal,

4. Upaya untuk menguatkan dan mengembangkan UKM sebagai salah satu pilar sistem
keuangan nasional, diantaranya komitmen pemerintah dalam memperkuat UKM sebagai
bagian tidak terpisahkan dari pengembangan pendapatan Nasional

5.2 SARAN

Sedangkan saran yang relevan dengan pengembangan UKM mencakup:

1. Perlunya strategi jangka panjang yang jelas dalam pengembangan UKM baik cetak biru
maupun kelembagaannya sebagaimana strategi yang telah berjalan pada industri perbankan,
mengingat kontribusi UKM yang cukup besar dalam pengembangan perekonomian nasional

2. Perlunya pendalaman dan pengkajian yang lebih intensif tentang karakteristik UKM di
Indonesia, agar nanti akan menjadikan UKM semakin berkembang dan tangguh bukan
sebaliknya.

13
DAFTAR PUSTAKA

M. ChatibBasri Instrument Kebijakan Fiskal Terkait Perubahan Iklim Di Indonesia laporan


staf khusus menteri keuangan.

Publikasi dari kementrian koperasi ukm

Wiloejo Wirjo Wijono “pemberdayaan lembaga keuangan mikro Sebagai salah satu pilar
sistem keuangan nasional Upaya konkrit memutus mata rantai kemiskinan’edisi khusus
November 2005

Menteri Keuangan Ri ‘’arah kebijakan makro & fiskal 2008’’ 3 mei2007

Disampaikan pada musrenbangnasth 2007

http; www.bi.go.id./sipuk/id Perkembangan Pemberian Kredit Mkm Triwulan I ii 2008

Bank Indonesia triwulan 1-3 “laporan kebijakan moneter” januari-maret 2009

Bank Indonesia (Biro Pengembangan UMKM – DKBU’’ Perkembangan Kredit Mikro, Kecil
dan Menengah (MKM)

www.kapanlagi.com “UKM Berperan Penting Sebagai Penggerak Sektor Riil”

WWW.ABOBAKARINFO.com’’ Sektor riil bahkan menjadi penyelamat ketika PHK besar-


besaran terjadi dan tetap eksis meski berbagai krisis menerpa di Indonesia.

UKM menyerap 2,5 persen atau sekitar 6000 pengangguran dari 48 ribu tenaga kerja yang
ada disana saat itu( www.antar-sumbar.com).

14
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
memberikan banyak nikmatnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Karya
Ilmiah yang berjudul “PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH”
ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan.

Selanjutnya shalawat serta salam penulis sampaikan kepada nabi Muhammad Saw
yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh ilmu
pengetahuandan diridhai Allah SWT.

Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam
penyusunan Karya Ilmiah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mohon maaf atas segala kekurangannya.

Kami ucapkan terima kasih kepada Guru pengasuh yang telah membimbing kami
dalam penyusunan Karya Ilmiah ini.tidak lupa pula kepada rekan – rekan yang telah ikut
berpartisipasi. Sehingga Karya Ilmiah ini selesai tepat pada waktunya.

Blangpidie, Juni 2012

PENULIS

15
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................2

1.1 Latar Belakang ................................................................................................2

1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................

2.1 Kaitan UKM Dengan Kemiskinan..................................................................

2.2 Lembaga Usaha Mikro Kecil dan Menengah..................................................

BAB III PROSES PENULISAN ............................................................................

3.1 Lokasi dan Waktu............................................................................................

3.2 Jenis dan Sumber Data....................................................................................

3.3 Metode Pengelolaan dan Analisis Data...........................................................

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................

4.1 Perkembangan UKM.......................................................................................

4.2 Permasalahan Dan Potensi UKM....................................................................

4.3 Dampak Keberadaan UKM dalam Memutus Mata Rantai Kemiskinan........

4.4 Upaya-Upaya Pemecahan Masalah.................................................................

Bab IV PENUTUP ...................................................................................................

5.1 Kesimpulan.....................................................................................................

5.2 Saran...............................................................................................................

16
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

17

You might also like