You are on page 1of 15

Pelaksanaan Izin Poligami di Pengadilan Agama Dumai Studi Kasus Perkara Nomor

001/Pdt.G/2013/PA.Dum

Oleh : Nina Haryati


Pembimbing I : Hj. Mardalena Hanifah, S.H., M.Hum.
Pembimbing II : Ulfia Hasanah, S.H., M.Kn
Alamat : Jalan Meranti no 8 Labuh baru timur Pekanbaru
Email : ninaharya@yahoo.com- Telepon : 081277167744

ABSTRACT

Marriage in Indonesia adheres to the principle of monogamy. Where a husband has only one
wife as well as a wife just had a husband. Polygamy is one of the problems in the marriage of the
most widely discussed and controversial. Polygamy should be done but must be in accordance
with applicable law that is in accordance with Article 4 of the Marriage Act. In fact there are
those who apply to the Court Religion is not in accordance with the applicable legislation.The
formulation of the problem is taken, first, whether the reasons for the submission of permit
polygamy in the Religious Dumai? Secondly, How consideration judge in case the decision No.
001 / Pdt.G / 2013 / PA.Dum? This study uses empirical juridical approach, data collection by
using descriptive analysis, both primer and secondary, cases collected through observation,
interviews and studies legal documents, while the technique of data analysis done qualitatively.
In Article 4 paragraph (2) of the Law of Marriage reasons that can be submitted to the Islamic
Court is not able to perform the duties of a wife as a wife; wife got a disability or illness can not
be cured; A wife can not give birth to offspring. In the implementation of the Religious Court
case dumai role in decision No. 001 / Pdt.G / 2013 / PA.Dum not in accordance with the
applicable provisions where the rationale used was the candidate's second wife was pregnant
first. The judge in consideration of using the principle of contra legem ie the authority of judges
to deviate the written provisions that already exist. Based on the description above, the reasons
for which the applicant submitted to the Religious Court that candidate two pregnant first wife,
second wife of the candidate tumor disease, the wife (respondent) can not give offspring. Basic
consideration of the judge in the decision No. 001 / Pdt.G / 2013 / PA.Dum not in accordance
with the legislation in force.

Keywords : Marriage - License Polygamy - PA Dumai

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 1


pembatasan yang cukup berat, yaitu berupa
PENDAHULUAN syarat tertentu serta izin dari pengadilan.4
A. Latar Belakang Masalah Poligami merupakan salah satu persoalan
Menurut Wirjono, peraturan-peraturan dalam perkawinan yang paling banyak
inilah yang menimbulkan pengertian dibicarakan sekaligus kontroversial. Satu
perkawinan, yaitu hidup bersama dari sisi poligami ditolak dengan berbagai
seorang laki-laki dan seorang perempuan macam argumentasi baik yang bersifat
yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk normatif, psikologis bahkan selalu dikaitkan
dalam peraturan tersebut. 1 Tata tertib dengan ketidakadilan jender. Pada sisi lain,
kaidah-kaidah inilah yang berlaku di poligami dikampanyekan karena dianggap
Indonesia yang dalam bentuk konkretnya memiliki sandaran normatif yang tegas dan
disebut Hukum Perkawinan atau istilah lain dipandang sebagai salah satu alternatif untuk
yang sama maksudnya yang telah berlaku menyelesaikan fenomena selingkuh dan
sejak dahulu sampai sekarang. prostitusi.
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin Sesuai Pasal 3 ayat (2) Undang-
antara seorang pria dengan seorang wanita Undang Perkawinan bahwa seorang suami
sebagai suami isteri dengan tujuan yang ingin beristri lebih dari seorang dapat
membentuk keluarga (rumah tangga) yang diperbolehkan bila dikehendaki oleh pihak-
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan pihak yang bersangkutan dan Pengadilan
Yang Maha Esa.2 Sesuai dengan Pasal 2 Agama telah memberikan. Dasar pemberian
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 izin poligami oleh Pengadilan Agama diatur
tentang Kompilasi Hukum Islam yang dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
selanjutnya disebut dengan Kompilasi Perkawinan seperti diungkap sebagai
Hukum Islam, dinyatakan bahwa berikut. Pengadilan Agama memberikan izin
perkawinan dalam hukum Islam adalah, kepada suami yang ingin beristri lebih dari
pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau seorang apabila :
miitsaqan ghalidhan untuk menaati perintah a. Istri tidak dapat menjalankan
Allah dan melaksanakannya merupakan kewajibannya sebagai istri;
ibadah.3 b. Istri mendapat cacat badan atau
Sesuai dengan Pasal 3 Undang- penyakit yang tidak dapat
Undang Perkawinan, Monogami adalah disembuhkan;
suatu asas dimana seorang suami hanya bisa c. Istri tidak dapat melahirkan
5
memiliki seorang istri dan begitu seorang keturunan.
istri hanya bisa memiliki seorang suami Untuk dapat mengajukan permohonan
tetapi dengan suatu pengecualian yang yang dimaksud kepada pengadilan, dikutip
ditujukan kepada mereka yang menurut dari ketentuan Pasal 5 Undang-Undang
agama dan hukumnya mengizinkan Perkawinan :
seseorang boleh beristri lebih dari seorang. a. Adanya persetujuan dari istri/istri-
Dalam pengecualian ini, undang-undang istri
memberikan syarat atau pembatasan- b. Adanya kepastian bahwa suami
mampu menjamin keperluan-
1
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan keperluan hidup istri-istri dan anak-
Keluarga, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 3. anak mereka
2
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional,
Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm 9.
3
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,
4
Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana, Soedharyo Soimin, Op.cit, hlm 6.
5
Jakarta,2006, hlm. 43. Soedharyo Soimin, Op.cit, hlm 7.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 2


c. Adanya jaminan bahwa suami akan Berdasarkan pada latar belakang diatas,
berlaku adil terhadap istri-istrinya maka penulis merumuskan masalah pokok
dan anak-anak mereka. dalam penelitian ini, yaitu:
Sebagaimana halnya perkawinan 1. Apakah alasan-alasan diajukannya izin
poligami, maka agar perkawinan poligami poligami di Pengadilan Agama Dumai?
itu sah menurut hukum yang berlaku, oleh 2. Bagaimanakah pertimbangan hakim pada
peraturan perundang-undangan kepada putusan perkara Nomor:
suami yang ingin melangsungkan 001/Pdt.G/2013/PA.Dum ?
perkawinan poligami haruslah memenuhi C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud 1. Tujuan penelitian ini adalah sebagai
oleh Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang berikut:
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah a) Untuk mengetahui alasan-alasan
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan diajukannya izin poligami di
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 serta Pengadilan Agama Dumai.
Kompilasi Hukum Islam bagi mereka yang b) Untuk mengetahui pertimbangan
beragama islam. hakim dalam memutus perkara dengan
Berdasarkan dari Pasal 3 ayat (2) Nomor: 001/Pdt.G/2013/PA.Dum.
Undang-Undang Perkawinan bahwa seorang 2. Kegunaan Penelitian
suami yang ingin beristri lebih dari seorang Adapun kegunaan dari penelitian ini
diperbolehkan apabila pihak yang adalah :
bersangkutan mendapat izin dari Pengadilan a. Kegunaan Teoritis
Agama, dan Pengadilan Agama Dumai a) Kegunaan penelitian ini juga
memutus perkara Izin Poligami. Adanya sebagai salah satu syarat
perkara Izin Poligami diputus oleh memperoleh Gelar Sarjana Strata
Pengadilan Agama Dumai pada tahun 2013 Satu (S1) Ilmu Hukum pada
dengan putusan Nomor Fakultas hukum.
001/Pdt.G/2013/PA.Dum. Hal ini b) Secara teoritis diharapkan
disebabkan bahwa masih ada pihak yang penelitian ini dapat
ingin beristri lebih dari seorang dan mengembangkan ilmu hukum dan
menginginkan perkawinan yang sah secara ilmu hukum perdata pada
hukum dan membutuhkan kepastian hukum umumnya, khususnya dalam bidang
terhadap status perkawinannya. Alasan yang perkawinan mengenai pemberian
menyebabkan seseorang ingin mengajukan izin poligami ditinjau berdasarkan
Izin Poligami ada yang karena faktor bahwa Kompilasi Hukum Islam dan
dalam perkawinan tidak mendapatkan Undang-Undang Perkawinan.
keturunan, ada pula karena istri tidak dapat b. Kegunaan Praktis
atau tidak sempurna menjalankan kewajiban 1) Bagi Pengadilan Agama, penelitian
sebagai istri dalam memenuhi kebutuhan ini berguna untuk menambah ilmu
suami. Berdasarkan hal-hal yang telah dan sebagai acuan dalam
diuraikan di atas, maka penulis tertarik memutuskan suatu perkara
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian izin perkawinan
“PELAKSANAAN IZIN POLIGAMI DI poligami.
PENGADILAN AGAMA DUMAI STUDI 2) Bagi para pihak pelaku poligami,
KASUS NOMOR: penelitian ini diharapkan menjadi
001/Pdt.G/2013/PA.Dum”. pemikiran, masukan dan sumber
B. Rumusan Masalah referensi bagi yang ingin

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 3


mengajukan permohonan kepada bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Pengadilan Agama tentang izin Yang Maha Esa.7 Ikatan lahir batin antara
perkawinan poligami. seorang pria dengan seorang wanita sebagai
3) Bagi masyarakat umum, penelitian suami istri dengan tujuan membentuk
ini diharapkan mampu menjadi keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
sumber pengetahuan mengenai izin kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
perkawinan poligami. Esa yang disebut perkawinan.
D. Kerangka Teori Terkait dengan poligami, istilah
1. Teori Kepastian Hukum “poligami” berasal dari bahasa Yunani, yang
Aturan hukum, baik berupa undang- berarti “suatu perkawinan yang lebih dari
undang maupun hukum tidak tertulis, seorang”. Poligami dapat dibedakan menjadi
dengan demikian berisi aturan-aturan yang dua macam, yaitu poliandri dan poligini.
bersifat umum yang menjadi pedoman bagi Poliandri adalah perkawinan seorang
individu bertingkah laku dalam hidup perempuan dengan lebih dari seorang laki-
bermasyarakat, baik dalam hubungan laki. Sedangkan poligini adalah perkawinan
dengan sesama individu maupun seorang laki-laki dengan lebih dari seorang
hubungannya dengan masyarakat. Aturan- perempuan.8
aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat Syarat utama beristeri lebih dari
dalam membebani atau melakukan tindakan seorang, suami harus mampu berlaku adil
terhadap individu. Adanya aturan semacam terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.9
itu dan pelaksanaan aturan tersebut Suami harus mendapat izin dari Pengadilan
menimbulkan kepastian hukum. Agama, selain syarat utama yang disebut
Dengan demikian, kepastian hukum Pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh
mengandung dua pengertian, yaitu pertama, izin dari Pengadilan Agama harus pula
adanya aturan yang bersifat umum membuat dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada
individu mengetahui perbuatan apa yang Pasal 5 Undang-Undang Perkawinan yaitu :
boleh atau tidak boleh dilakukan. Kedua, a. Adanya persetujuan isteri
berupa keamanan hukum bagi individu dari b. Adanya kepastian bahwa suami
kesewenangan pemerintah karena dengan mampu menjamin keperluan hidup
adanya aturan yang bersifat umum itu isteri-isteri dan anak-anak mereka.
individu dapat mengetahui apa saja yang Menurut penjelasan Pasal 49 ayat (2)
boleh dibebankan atau dilakukan oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
negara terhadap individu. Kepastian hukum Tentang Peradilan Agama, yang dimaksud
bukan hanya berupa pasal-pasal dalam dengan bidang perkawinan yang diatur
undang-undang, melainkan juga adanya dalam Undang-Undang Perkawinan yang
konsistensi dalam putusan hakim antara salah satu contohnya adalah izin beristri
putusan hakim yang satu dengan putusan lebih dari seorang. Ke dalam pokok masalah
hakim lainnya untuk kasus serupa yang telah ini sudah tercakup rangkaian personal
diputuskan.6 hukum yang menyangkut10:
2. Teori Perkawinan
7
Perkawinan ialah ikatan lahir batin Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
antara seorang pria dengan seorang wanita Tentang Perkawinan.
8
sebagai suami istri dengan tujuan Anshary MK, Hukum Perkawinan Di Indonesia
(Masalah-Masalah Krusial), Pustaka Pelajar,
membentuk keluarga (rumah tangga) yang Yogyakarta, 2010, hlm 85.
9
Pasal 55 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.
6 10
Peter Mahfud Marzuki, Pengantar Ilmu M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan
Hukum, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 157. Dan Acara Peradilan Agama (UU Nomor 7 Tahun

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 4


1. Penilaian sah atau tidak alasan 1. Pelaksanaan adalah proses dan cara
poligami yang diatur dalam Pasal 4 melaksanakan.12
ayat (2) Undang-Undang Perkawinan : 2. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
a. Istri tak dapat menjalankan seorang pria dengan seorang wanita
kewajibannya sebagai ibu rumah sebagai suami istri dengan tujuan
tangga membentuk keluarga (rumah tangga)
b. Istri cacat badan atau penyakit yang yang bahagia dan kekal berdasarkan
tidak dapat disembuhkan Ketuhanan Yang Maha Esa.13
c. Istri mandul (tak dapat melahirkan). 3. Izin adalah pernyataan mengabulkan
2. Mencakup nilai syarat poligami (Pasal (tidak melarang); persetujuan
14
5) : memperbolehkan.
a. Adanya persetujuan istri 4. Poligami adalah seorang laki-laki
b. Adanya kepastian kemampun mempunyai lebih dari satu istri.15
suami menjamin keperluan- 5. Monogami adalah dalam waktu yang
keperluan istri-istri dan anak-anak sama seorang laki hanya diperbolehkan
c. Adanya jaminan suami berlaku adil mempunyai satu orang perempuan
terhadap istri-istri dan anak-anak. sebagai istrinya, seorang perempuan
3. Termasuk permasalahan pemberian hanya satu orang laki sebagai suaminya.16
izin poligami tidak memerlukan syarat 6. Pengadilan Agama (PA) adalah
“persetujuan” istri dalam keadaan : pengadilan khusus untuk orang beragama
a. Istri tidak mungkin diminta islam yang memeriksa dan memutuskan
persetujuan (karena sakit jiwa) dalam tingkat pertama perkara-perkara
b. Atau karena tidak ada kabar dari tentang anak dalam kandungan,
istri paling tidak 2 tahun berturut- kelahiran, pemeliharaan anak,
turut perkawinan, hak dan kewajiban suami-
c. Atau karena sebab lain menurut istri, harta perkawinan, perceraian,
penilaian hakim. pemeliharaan orang tua, kematian,
4. Termasuk permasalahan yang kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan
menyangkut batas maksimum istri shodaqoh sesuai dengan peraturan
dalam waktu yang bersamaan (tidak perundang-undangan yang berlaku.17
boleh lebih dari empat istri). Dalam hal ini Pengadilan berkedudukan
5. Juga mencakup tata cara pengajuan di Pengadilan Agama Dumai.
permohonan izin ke pengadilan seperti F. Metode Penelitian
yang diatur dalam Bab VIII Peraturan Metode penelitian merupakan cara
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. yang dilakukan untuk mencapai suatu
E. Kerangka Konseptual
12
Konseptual merupakan kerangka yang Setya Nugraha dan R.Maulana Arif, Kamus
menggambarkan gabungan antara konsep- Lengkap Bahasa Indonesia, Karina, Surabaya, hlm
358.
konsep khusus yang merupakan kumpulan 13
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah Tentang Perkawinan.
yang ingin atau akan hendak diteliti.11 14
http://m.artikata.com/arti-331222-izin.html,
diakses tanggal 12 Mei 2015.
15
Abdul Rahman Gozali, Op.Cit.
16
1989),Cetakan Keempat, Sinar Grafika, Jakarta, Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum
2007, Hlm 141. Perdata
11 17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum
Hukum, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, (Dictionary of Law Complete Edition), Reality
1986, hlm 132. Publisher, Surabaya, 2009, hlm 500.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 5


tujuan. Penelitian pada dasarnya merupakan, benar dalam penelitian ini20. Jadi penulis
“suatu upaya pencarian” dan bukannya menentukan populasi dalam penelitian ini
sekedar mengamati dengan teliti terhadap adalah Pengadilan Agama Dumai Kota
suatu obyek yang mudah terpegang Dumai.
ditangan. Penelitian merupakan terjemahan b) Sampel
dari bahasa inggris yaitu research, yang Sampel adalah himpunan bagian dari
berasal dari kata re (kembali) dan to search populasi yang mewakili keseluruhan objek
(mencari). penelitian untuk mempermudah dalam
1. Jenis Penelitian melakukan penelitian. Metode yang
Jenis penelitian ini adalah penelitian digunakan adalah metode random. Metode
sosiologis atau empiris atau penelitian random yaitu menetapkan sampel
hukum lapangan, yaitu penelitian terhadap berdasarkan sejumlah sampel yang mewakili
identifikasi hukum18 jumlah populasi yang ada, yang kategori
2. Sifat Penelitian sampelnya itu ditetapkan secara acak oleh
Penelitian ini bersifat penelitian peneliti.
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah 5. Sumber Data
penelitian yang bertujuan untuk melukiskan Dalam penelitian hukum sosiologis,
tentang suatu hal didaerah tertentu dan pada sumber datanya adalah data primer yang
saat tertentu. Biasanya dalam penelitian ini, dibedakan menjadi 3 (tiga) macam :
peneliti sudah mendapatkan/mempunyai a. Data primer
gambaran yang berupa data permasalahan Data primer adalah data yang
yang diteliti. Pada penelitian deskriptif didapatkan atau yang diperoleh secara
seorang peneliti sudah sering menggunakan langsung oleh penulis melalui responden
teori-teori dan mungkn juga hipotesa- dengan cara melakukan penelitian di
hipotesa.19 lapangan dengan hakim dan para pihak yang
3. Lokasi Penelitian melakukan permohonan izin poligami di
Lokasi penelitian berada di kota Pengadilan Agama Dumai.
Dumai di Pengadilan Agama Dumai yang b. Data sekunder
berada di jalan Putri Tujuh, karena di Data yang mencakup dokumen resmi
Pengadilan Agama Dumai terdapat perkara berupa peraturan perundang-undangan,
yang alasan-alasan yang diajukan tidak Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
4. Populasi dan Sampel Tentang Perkawinan, Undang-Undang
a) Populasi Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan
Populasi adalah seluruh objek, seluruh Agama, Peraturan Pemerintah Nomor 9
gejala, seluruh unit yang akan diteliti dalam Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
penelitian ini. Oleh karena itu sangat besar Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Instruksi
dan sangat luas tidak memungkinkan untuk Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang
diteliti secara keseluruhan, sehingga Kompilasi Hukum Islam.
populasi tersebut hanya cukup diambil c. Data tersier
sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel Data yang mendukung data primer dan
untuk memberikan gambaran yang tepat dan data sekunder seperti kamus Bahasa
Indonesia, ensiklopedia, terminologi

18 20
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 43. Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian
19
Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,
Hukum, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm 47. 1988, hlm. 36

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 6


hukum, internet, yang memberikan 6. Mengetahui siapa saja peneliti lain di
penjelasan terhadap data primer dan data bidang yang sama siapa pemakai
sekunder ysng berhubungan dengan objek hasilnya.
penelitian ini.
6. Teknik Pengumpulan Data 7. Analisa Data
Dalam penulisan ini penulis Dalam penelitian hukum sosiologis
menggunakan teknik pengumpulan data data dapat dianalisis secara kualitatif atau
seperti dibawah ini : ataupun kuantitatif. Analisis kuantitatif
a. Wawancara biasanya data dianalisis menggunakan
Wawancara merupakan teknik statistik atau matematika ataupun
pengumpulan data dengan cara tanya jawab sejenisnya. Sedangkan analisis kualitatif
secara lisan semi-terstruktur yang dilakukan data tidak dianalisis dengan menggunakan
secara intensif dan mendalam terhadap statistik atau matematika ataupun yang
responden. Dimana hakim dan Pemohon sejenisnya, namun cukup dengan
sebagai narasumber. Hakim yang menguraikan deskriptif dari data yang telah
diwawancarai adalah Bapak Massahuddin, diperoleh.
S.HI sebagai Hakim Anggota I dan Bapak BAB II
Asep Nurdiansyah, S.H sebagai Hakim TINJAUAN PUSTAKA
Anggota II. A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan
b. Kajian kepustakaan 1. Definisi Perkawinan
Kajian kepustakaan adalah metode a. Menurut Undang-Undang
pengumpulan data melalui peran aktif Menurut Pasal 1 Undang-Undang
penulis dalam membaca literatur-literatur Perkawinan, Perkawinan ialah ikatan lahir
kepustakaan yang memiliki korelasi dengan batin antara seorang pria dengan seorang
permasalahan yang sedang diteliti yaitu wanita sebagai suami istri dengan tujuan
undang-undang serta peraturan yang membentuk keluarga (rumah tangga), yang
berhubungan dengan judul. Kajian bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
kepustakaan dapat membantu peneliti dalam Yang Maha Esa. Dalam keputusan
berbagai keperluan, misalnya :21 perkawinan ialah akad yang menghalalkan
1. Mendapatkan gambaran atau informasi pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban
tentang penelitian yang sejenis dan serta tolong menolong antara seorang laki-
berkaitan dengan permasalahan yang laki dan seorang perempuan yang dua-
diteliti; duanya bukan muhrim.22
2. Mendapatkan metode, teknik, atau cara Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-
pendekatan pemecahan permasalahan Undang Perkawinan menyatakan bahwa
yang digunakan; Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
3. Sebagai sumber data sekunder; menurut hukum masing-masing agamanya
4. Mengetahui historis dan perspektif dari dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap
permasalahan penelitiannya; Perkawinan dicatat menurut peraturan
5. Mendapatkan informasi tentang cara perundang-undangan, dan diharapkan
evaluasi dan analisis data yang dapat Perkawinan akan tercipta seperti apa yang
digunakan meperkaya ide-ide baru; diharapkan oleh Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

21 22
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Martiman Prodjohamidjojo, Hukum
Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, Perkawinan Indonesia, Karya Gemilang, Jakarta,
hlm. 112-113. 2007, hlm. 8.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 7


b. Menurut Para Ahli 1. Bagi orang-orang Indonesia Asli yang
Pengertian perkawinan menurut para ahli, beragama islam berlaku hukum
yaitu :23 Agama Islam yang telah diressipier
1. Menurut R.Wirjono Prodjodikoro, dalam hukum adat;
perkawinan adalah hidup bersama 2. Bagi orang-orang Indonesia Asli
antara seorang laki-laki dan seorang lainnya berlaku hukum adat;
perempuan yang memenuhi syarat- 3. Bagi orang-orang Indonesia Asli yang
syarat termasuk dalam peraturan bergama Kristen berlaku Huwelijks
hukum perkawinan. Ordonantie Christen Indonesiers
2. Menurut Paul Scholten, perkawinan (S.1993 Nomor 74)
adalah hubungan hukum antara 4. Bagi orang-orang Timur Asia Cina
seorang pria dan seorang wanita dan Warga Negara Indonesia
untuk hidup bersama dengan kekal keturunan cina, berlaku ketentuan
dan diakui oleh Negara. kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3.Menurut Subekti, perkawinan adalah dengan sedikit perubahan;
pertalian yang sah antara seorang 5. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya
laki-laki dengan seorang dan Warga Negara Indonesia
perempuan untuk waktu yang lama. keturunan Timur Asing lainnya
2. Dasar Hukum Perkawinan tersebut berlaku Hukum Adat mereka;
Undang-Undang Perkawinan adalah 6. Bagi orang-orang Eropa dan Warga
Undang-Undang Perkawinan Nasional. Negara Indonesia keturunan Eropa dan
Undang-Undang tersebut diundangkan pada yang disamakan dengan mereka
tanggal 2 Januari tahun 1974 dan berlaku berlaku Kitab Undang-Undang Hukum
secara efektif pada tanggal 1 Oktober Tahun Perdata.
1975. Dengan demikian Undang-Undang 3. Syarat-Syarat Formil dan Materil
perkawinan Nasional berlaku untuk semua Perkawinan
warga Negara di seluruh wilayah Indonesia, Syarat-syarat perkawinan diatur mulai
Undang-Undang ini berusaha menampung Pasal 6 sampai Pasal 12. Pasal 6 sampai
prinsip-prinsip dan memberikan Landasan dengan Pasal 11 memuat mengenai syarat
hukum perkawinan yang berlaku untuk perkawinan yang bersifat materiil, sedang
semua golongan dalam masyarakat dan Pasal 12 mengatur mengenai syarat
sekaligus telah memberi landasan Hukum perkawinan yang bersifat formil.
Perkawinan Nasional. Syarat perkawinan yang bersifat
Sebagaimana telah diketahui sesuai materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6
dengan Penjelasan Umum Undang-Undang sampai dengan 11, yaitu:
Perkawinan Nomor 2 bahwa sebelum 1. Perkawinan harus didasarkan atas
berlakunya Undang-Undang Perkawinan di persetujuan kedua calon mempelai
Indonesia terdapat beraneka ragam hukum 2. Untuk melangsungkan perkawinan
Perkawinan yang berlaku bagi berbagai seorang yang belum mencapai umur
golongan penduduk dari berbagai daerah, 3. 21 tahun harus mendapat ijin kedua
yaitu : orangtuanya/salah satu orang tuanya,
apabila salah satunya telah meninggal
dunia/walinya apabila kedua orang
23 tuanya telah meninggal dunia.
Pengertian Perkawinan Menurut Para Ahli,
http://dilihatya.com/2784/pengertian-pernikahan- 4. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak
menurut-para-ahli-adalah, diakses, tanggal 20 pria sudah mencapai umur 19 tahun
Oktober 2015.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 8


dan pihak wanita sudah mencapai perkawinan adalah bila perkawinan bagi
umur 16 tahun. Kalau ada umat Islam dimaksud adalah yang berkaitan
penyimpangan harus ada izin dari dengan syarat rukun nikah. Penjelasan Ayat
pengadilan atau pejabat yang ditunjuk (1) tersebut menyatakan, tidak ada
oleh kedua orang tua pihak pria perkawinan diluar hukum masing-masing
maupun wanita. agamanya dan kepercayaannya itu sesuai
5. Seorang yang masih terikat tali dengan UUD 1945. Dan yang dimaksud
perkawinan dengan orang lain tidak dengan hukum masing-masing agamanya
dapat kawin lagi kecuali memenuhi dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan-
Pasal 3 ayat (2) dan pasal 4. ketentuan perundang-undangan yang
6. Apabila suami dan istri yang telah berlaku bagi golongan agamanya dan
cerai kawin lagi satu dengan yang lain kepercayaannya itu sepanjang tidak
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya. bertentangan dengan atau tidak ditentukan
7. Bagi seorang wanita yang putus lain dalam undang-undang.
perkawinannya berlaku jangka waktu Dari ketentuan tersebut, dapat dilihat
tunggu. bahwa perkawinan mempunyai kaitan erat
4. Syarat-Syarat Sahnya Suatu dengan masing-masing agama yang dianut
Perkawinan oleh calon mempelai. Dengan demikian,
Keabsahan suatu perkawinan suatu perkawinan baru dapat dikatakan
merupakan suatu hal yang sangat prinsipil, sebagai perkawinan yang sah secara yuridis
karena berkaitan erat dengan akibat-akibat apabila perkawinan tersebut dilakukan
perkawinan, baik yang menyangkut dengan menurut agama orang yang melangsungkan
anak (keturunan) maupun yang berkaitan perkawinan tersebut. Bagi orang yang
dengan harta. Undang-Undang Perkawinan beragama Islam, nikahnya baru dikatakan
telah memutuskan keabsahan suatu sah secara hukum apabila pernikahannya
perkawinan, yang diatur di dalam Pasal 2, dilakukan menurut tata cara dan sesuai
sebagai berikut.24 dengan ketentuan hukum islam.
1) Perkawinan adalah sah apabila 5. Tujuan Perkawinan
dilakukan menurut hokum masing- Tujuan pernikahan menurut Undang-
masing agamanya dan kepercayaannya Undang Perkawinan berpegang kepada
itu. rumusan Pasal 1 Undang-Undang
2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Perkawinan yaitu pada bagian kalimat kedua
peraturan perundang-undangan yang yang berbunyi : “dengan tujuan membentuk
berlaku. keluarga yang bahagia dan kekal
Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa”
tersebut menetapkan dua garis hukum yang Lebih lanjut tujuan perkawinan adalah
harus dipatuhi dalam melakukan suatu untuk menegakkan sendi-sendi agama,
perkawinan. Ayat (1) mengatur secara tegas untuk mendapatkan dan menjaga keturunan,
dan jelas tentang keabsahan suatu mencegah perbuatan maksiat dalam rangka
perkawinan, adalah bahwa satu-satunya membina rumah tangga yang sakinah,
syarat sahnya suatu perkawinan adalah bila mawaddah, dan warahmah. Tujuan
perkawinan itu dilakukan menurut ketentuan perkawinan menurut syariat islam adalah
agama dari mereka yang akan untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
melangsungkan perkawinan tersebut. kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki
Ketentuan agama untuk sahnya suatu dan perempuan dalam rangka mewujudkan
suatu keluarga yang bahagia dengan dasar
24
Anshary.MK, Loc.cit, hlm. 12.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 9


cinta dan kasih, untuk memperoleh seorang asalkan hukum agama dari yang
keturunan yang sah dengan mengikuti bersangkutan mengizinkanya, azas ini diatur
ketentuan-ketentuan yang diatur didalam dalam Pasal 3 (1) dan (2) Undang-Undang
syariat islam. Perkawinan.
B. Tinjuan Umum Tentang Izin Poligami 3. Prosedur Poligami
1. Pengertian Poligami Prosedur poligami menurut Pasal 40
Terkait dengan poligami, istilah Peraturan Pemerintah Tahun 1975
“poligami” berasal dari bahasa Yunani, yang menyebutkan bahwa apabila seorang suami
berarti “suatu perkawinan yang lebih dari bermaksud untuk beristri lebih dari seorang,
seorang”. Pengertian poligami lainnya maka ia wajib mengajukan permohonan
seperti yang disebutkan dibawah ini. secara tertulis kepada pengadilan. Hal ini
a. Poligami menurut kamus adalah diatur lebih lanjut dalam Pasal 56,57, dan 58
perkawinan yang salah satu pihak Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut.
memiliki atau mengawini beberapa lawan Pasal 56 KHI :
jenisnya diwaktu yang bersamaan.25 1) Suami yang hendak beristri lebih
b. Secara etimologis kata poligami berasal dari satu orang harus mendapat izin
dari bahasa yunani yaitu, gabungan dari dari Pengadilan Agama.
dua kata : poli atau polus yang berarti 2) Pengajuan permohonan izin
banyak dan gamain dan gamas yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berarti perkawinan. Dengan demikian menurut tata cara sebagaimana diatur
poligami adalah perkawinan yang dalam Bab VIII Peraturan
banyak. Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
c. Secara terminologi poligami adalah 3) Perkawinan yang dilakukan dengan
sistem perkawinan yang salah satu istri kedua, ketiga, atau keempat
memiliki atau mengawini beberapa lawan tanpa izin dari Pengadilan Agama,
jenisnya dalam waktu bersamaan. Jika tidak mempunyai kekuatan hukum.
yang memiliki pasangan lebih dari satu Pasal 57 KHI :
itu seorang suami maka perkawinan nya Pengadilan Agama hanya memberikan
disebut poligini sedangkan jika yang izin kepada suami yang akan beristri
memiliki pasangan lebih dari satu itu lebih dari seorang apabila:
seorang istri maka perkawinanya disebut 1) Istri tidak dapat menjalankan
poliandri,namun dalam bahasa sehari hari kewajiban sebagai istri;
istilah poligami lebih popular untuk 2) Istri mendapat cacat badan atau
menunjuk perkawinan seorang suami penyakit yang tidak dapat
dengan lebih dari seorang istri. disembuhkan;
2. Asas monogami 3) Istri tidak dapat melahirkan
Asas monogami menurut Undang- keturunan.
Undang Perkawinan adalah asas perkawinan Kalau Pengadilan Agama sudah menerima
monogami yang tidak mutlak, artinya permohonan izin poligami, kemudian ia
seorang suami hanya boleh mempunyai memeriksa berdasarkan Pasal 57 KHI :
seorang isteri, demikian juga seorang isteri a. Ada atau tidaknya alasan yang
hanya boleh mempunyai seorang suami, memungkinkan seorang suami kawin
tetapi tidak menutup kemungkinan apabila lagi;
dikehendaki oleh yang berkepentingan b. Ada atau tidaknya persetujuan dari
(seorang muslim untuk beristeri lebih dari istri, baik persetujuan lisan maupun
tulisan, apabila persetujuan itu
25
M. Marwan dan Jimmy P, Op.Cit, hlm. 512.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 10


merupakan persetujuan lisan, dikehendaki oleh pihak-pihak yang
26
persetujuan itu harus diucapkan bersangkutan.
didepan sidang Pengadilan; Agar pemberian izin poligami oleh
c. Ada atau tidaknya kemampuan suami Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah
untuk menjamin keperluan hidup istri- tidak bertentangan dengan asas monogami
istri dan anak-anak, dengan yang dianut oleh Undang-undang Nomor 1
memperlihatkan : Tahun 1974, maka Pengadilan Agama atau
a) Surat keterangan mengenai Mahkamah Syar’iyah dalam memeriksa dan
penghasilan suami yang memutus perkara permohonan izin poligami
ditandatangani oleh bendahara harus berpedoman pada hal-hal sebagai
tempat kerja, atau berikut27 :
b) Surat keterangan pajak 1. Permohonan izin poligami harus
pengahasilan, atau bersifat kontensius, pihak isteri
c) Surat keterangan lain yang dapat didudukan sebagai Termohon .
diterima oleh pengadilan. 2. Alasan izin poligami yang diatur
Pasal 58 ayat (2) KHI : dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal undang Nomor 1 Tahun 1974
41 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 bersifat fakultatif, maksudnya bila
Tahun 1975, persetujuan istri dapat salah satu persyaratan tersebut dapat
diberikan secara tertulis atau dengan lisan, dibuktikan, Pengadilan Agama dapat
tatpi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, memberi izin Poligami .
persetujuan ini dipertegas dengan 3. Persyaratan izin Poligami yang
persetujuan lisan istri pada sidang diatur dalam Pasal 5 ayat (1)
Pengadilan Agama. Undang-undang Nomor 1 Tahun
Adapun tata cara teknis pemeriksaan 1974 bersifat kumulatif, maksudnya
menurut Pasal 42 PP Nomor 9 Tahun 1975 Pengadilan Agama hanya dapat
adalah sebagai berikut. memberi izin poligami apabila
1) Dalam melakukan pemeriksaan semua persyaratan tersebut telah
mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan terpenuhi.
41, Pegadilan harus memanggil dan 5. Harta Perkawinan Poligami
mendengar istri yang bersangkutan; Harta seringkali menjadi sengketa
2) Pemeriksaan pengadilan untuk itu dalam kehidupan masyarakat, tak terkecuali
dilakukan oleh hakim selambat- dalam perkawinan, hal ini tentunya menjadi
lambatnya 30 (tigapuluh) hari setelah konsekuensi bagi para pelaku.
diterimanya surat permohonan Kecendrungan untuk menyelesaikan
beserta lampiran-lampirannya. persoalan ini dengan cara kekeluargaan
4. Izin Poligami seringkali menimbulkan kebuntuan, dan
Pengadilan Agama hanya akhirnya berujung pada penyelesaian hukum
memberikan izin poligami kepada suami di Pengadilan Agama. Sebelumnya untuk
yang akan beristri lebih dari seorang apabila melakukan poligami jika suami tidak
terdapat alasan-alasan sebagaimana disebut menetapkan harta bersama dengan istri
dalam Pasal 4 Undang-Undang Perkawinan.
Jadi pada dasarnya pengadilan dapat 26
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia,
memberi izin kepada seorang suami untuk Rajawali Pers, Jakarta, 1998, hlm 175.
beristri lebih dari seorang apabila 27
Izin Poligami,
http://arofailm.blogspot.com/2011/08/izin-
poligami.html, diakses, tanggal 2 September 2015.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 11


terdahulu, hal ini pastinya akan menambah mengidap penyakit tumor rahim dimana istri
kerumitan maslah pembagian harta bersama pertama pemohon mampu memberikan anak
karena tidak jelasnya kedudukan harta yang kepada Pemohon, dalam pernikahannya
diperoleh oleh masing-masing istri. dengan istri pertama, Pemohon memiliki dua
Ditambah lagi dengan kesalahan orang anak. Secara umum yang mengajukan
pemahaman terhadap Pasal 95 Undang- permohonan poligami kepada Pengadilan
Undang Perkawinan yang berbunyi bahwa “ Agama dikarenakan istri nya tidak dapat
harta bersama dari perkawinan seorang memberikan keturunan, setelah sekian tahun
suami yang mempunyai istri lebih dari menikah masih belum dikaruniai anak dan
seorang, masing-masing terpisah dan berdiri ada yang pada pernikahan pertama nya
sendiri”. pemohon dan termohon sudah memiliki
BAB III anak namum termohon (istri pertama)
HASIL PENELITIAN DAN mendapat penyakit sehingga tidak dapat lagi
PEMBAHASAN memberikan keturunan.28 Ada pula yang
A. Alasan-alasan diajukannya izin mengajukan permohonan dikarenakan calon
poligami di Pengadilan Agama Dumai istri kedua pemohon menderita penyakit
Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat tumor rahim sehingga pemohon menikahi
(2) Undang-Undang Perkawinan, Pengadilan calon istrinya tersebut untuk
hanya memberikan izin kepada seorang melindunginya.29
suami yang akan beristeri lebih dari seorang Menurut Penulis, alasan diajukanya
apabila isteri tidak dapat menjalankan izin poligami di Pengadilan Agama Dumai
kewajibannya sebagai isteri, isteri mendapat tidak sesuai dengan undang-undang yang
cacat badan atau penyakit yang tidak dapat berlaku, dalam hal ini Undang-Undang yang
disembuhkan dan isteri tidak dapat dimaksud adalah Undang-Undang
melahirkan keturunan. Hal yang paling Perkawinan Pasal 4 ayat (2) dan Kompilasi
penting bagi Pengadilan dalam memberikan Hukum Islam Pasal 57. Alasan yang
putusan apakah seorang suami diajukan pemohon adalah karena calon istri
diperbolehkan beristeri lebih dari seorang kedua telah lebih dulu hamil, alasan tersebut
atau tidak adalah apakah ketentuan- tidak terdapat didalam undang-undang
ketentuan hukum perkawinan dari calon Perkawinan ataupun Kompilasi Hukum
suami mengizinkan adanya poligami Islam. Alasan yang di sebutkan dalam Pasal
(beristeri lebih dari satu). 4 ayat (2) yaitu :
Alasan-alasan yang diajukan oleh a. Istri tidak dapat menjalankan
seorang suami (pemohon) kepada kewajibannya sebagai istri;
Pengadilan Agama diantara nya sesuai b. Istri mendapat cacat badan atau
dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang penyakit yang tidak dapat
Perkawinan namun ada juga alasan yang disembuhkan;
disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan c. Istri tidak dapat melahirkan.
hukum. Alasan yang tidak sesuai dengan Pertimbangan Majelis Hakim yang
ketentuan hukum yaitu calon istri kedua mengabulkan permohonan Pemohon adalah
pemohon mengidap penyakit tumor rahim, bahwa berhubung calon istri kedua pemohon
calon istri kedua pemohon sudah hamil lebih kini sudah hamil akibat pergaulannya
dulu dan menikah kembali dengan janda
pemohon demi kebahagiaan anak-anak 28
Putusan perkara Pengadilan Agama Dumai
pemohon dan calon istri kedua. Alasan yang dengan Nomor : 699/Pdt.G/2012/PA.Dum
diajukan bahwa calon istri kedua pemohon 29
Putusan perkara Pengadilan Agama Dumai
dengan Nomor : 656/Pdt.G/2012/PA.Dum

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 12


dengan pemohon dan demi untuk peradilan lainnya, tidak ada perbedaan dan
melindungi status anak yang dikandung oleh tidak ada diskriminasi.
calon istri kedua pemohon serta untuk Hakim memberikan pertimbangan
melindungi calon istri kedua pemohon dan jika permohonan pemohon tidak dikabulkan
rencana pernikahan tersebut telah disetujui untuk menikah lagi dengan calon istri kedua
oleh kedua belah pihak keluarga maka nya tersebut maka mafsadat (keburukan)
keadaan demikian tidak bisa dibiarkan yang ditimbulkan akan lebih besar bagi
berlarut-larut dan secepatnya untuk calon istri maupun anak yang dikandungnya.
mewujudkan kepastian hukum. Hal ini dilakukan hakim untuk melindungi
Pertimbangan aspek yuridis berpatokan calon istri dan anaknya agar sang anak dapat
kepada undang-undang yang berlaku, hakim diakui secara hukum dan anak tersebut
sebagai aplikator undang-undang wajib mempunyai ayah yang sah dimata hukum.
memahami undang-undang dengan jalan Dan juga dikarenakan pemohon sudah mau
mencari undang-undang yang berhubungan bertanggung jawab atas calon istri keduanya
dengan perkara yang sedang diperiksa, dan yang telah hamil 2 bulan dan istri pertama
harus dapat menilai apakah undang-undang pemohon juga memberikan izin.31
tersebut adil, ada kemanfaatannya atau a. Analisa Pertimbangan Hakim
memberikan kepastian hukum, sebab tujuan Dalam Memutus Perkara Nomor
hukum tersebut adalah 001/Pdt.G/2012/PA.Dum
keadilan,kemanfaatan dan kepastian hukum. Hakim didalam putusannya
B. Pertimbangan Hakim Dalam mempertimbangkan lain. Tidak hanya
Memutuskan Perkara Nomor: mempertimbangkan ketentuan batas limitatif
001/Pdt.G/2013/PA.Dum tentang syarat-syarat poligami sebagaimana
a. Pertimbangan Hukum Majelis yang dikemukan dalam ketentuan Pasal 4
Hakim Dalam Memutuskan Undang-Undang Perkawinan. Mengenai
Perkara Nomor alasan-alasan poligami namun hakim lebih
001/Pdt.G/2012/PA.Dum mempertimbangkan aspek yang ditimbulkan
Dalam pertimbangan hakim yang ketika permohonan poligami yang tidak
mengabulkan putusan perkara tersebut dikabulkan karena status calon istri kedua
hakim menggunakan asas contra legem. yang sedang hamil dan hak-hak anak yang
Yang dimaksud asas contra legem yaitu akan lahir yang akan berdampak lebih luas.
wewenang seorang hakim utuk Hakim dalam putusannya
menyimpangi ketentuan-ketentuan hukum mengabulkan permohonan pemohon untuk
tertulis yang telah ada, yang telah usang berpoligami agar calon istri dan calon anak
ketinggalan zaman sehingga tidak mampu pemohon mendapatkan kepastian hukum
lagi memenuhi rasa keadilan masyarakat.30 atas statusnya sebagai istri kedua pemohon,
Lebih lanjut mengemukakan bahwa sesuai karena perkawinannya dicatatkan secara
dengan tugas dan sumpah jabatannya, maka hukum dan calon istri kedua maupun calon
hakim Peradilan Agama mengadili dan anaknya bisa mendapatkan hak-hak yang
memutuskan perkara yang menjadi dimiliki sebagai istri yang sah dimata
wewenangnya berdasarkan Hukum Islam hukum. Dalam hal ini hakim tidak sesuai
dan peraturan yang berlaku. Jadi, kedudukan dengan ketentuan hukum yang berlaku
hakim agama adalah hakim Negara dan
sama dengan hakim dalam lingkungan 31
Wawancara dengan Bapak Asep
Nurdiansyah,S.H , Hakim Anggota Pengadilan Agama
30
K.Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata, Ghalia Dumai, Riau, Hari Selasa Tanggal 18 Agustus 2015
Indonesia, Jakarta, Cet.4, 1981 Bertempat di Pengadilan Agama Dumai.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 13


namun hakim memiliki kewenangan untuk poligami ini dikabulkan. Hakim
menyalahi aturan dalam memutus suatu dalam putusannya menggunakan
perkara apabila dirasa bahwa kebaikan yang asas Contra Legem dimana hakim
akan ditimbulkan lebih besar dari pada menyimpangi aturan-aturan demi
keburukannya. ke maslahatan yang lebih besar.
Pertimbangan Hakim yang A. SARAN
mengutamakan tentang status anak yang Saran-saran dari penulis terkait
akan lahir dari calon istri kedua Pemohon dengan kesimpulan diatas antara lain :
serta melindungi calon istri kedua nya maka 1. Diharapkan dalam pelaksanaan izin
penulis berkeyakinan bahwa hakim telah poligami di Pengadilan Agama
benar menerapkan hukum, permohonan izin Dumai alasan-alasan yang diajukan
poligami yang dilakukan Pemohon tepat para Pemohon sesuai dengan
untuk di kabulkan. ketentuan undang-undang yang
BAB IV berlaku yaitu Pasal 4 ayat (2)
PENUTUP Undang-Undang Perkawinan.
2. Diharapkan dalam memberikan
A. KESIMPULAN pertimbangan hukum dalam
1. Alasan-alasan yang diajukan tidak putusan perkara perdata Nomor :
sesuai dengan ketentuan hukum 001/Pdt.G/2013/PA.Dum Hakim
yang berlaku. Seperti putusan juga mempertimbangkan perasaan
Nomor 001/Pdt.G/2013/PA.Dum istri pertama Pemohon tentu saja
yang calon istri kedua telah hamil juga dengan melihat kondisi calon
lebih dulu dan putusan Nomor istri kedua pemohon. Juga sesuai
656/Pdt.G/2012/PA.Dum calon dengan ketentuan undang-undang
istri kedua menderita penyakit yang digunakan.
tumor. Ada juga alasan yang sesuai DAFTAR PUSTAKA
dengan ketentuan hukum yang A. Buku
berlaku yaitu putusan Nomor
364/Pdt.G/2012/PA.Dum dan Gozali, Abdul Rahman, 2003, Fiqh
Nomor 276/Pdt.G/2013/PA.Dum Munafakat, Kencana, Jakarta.
belum memiliki keturunan selama Harahap, M. Yahya, 2007,
pernikahan, dan putusan Nomor Kedudukan Kewenangan Dan
699/Pdt.G/2012/PA.Dum Acara Peradilan Agama (UU
Termohon (istri) tidak dapat Nomor 7 Tahun 1989), Sinar
melahirkan keturunan dan istri Grafika, Jakarta.
tidak dapat lagi menjalankan Marzuki, Peter Mahmud,
kewajibannya sebagai istri. Pengantar Ilmu Hukum,
2. Dasar pertimbangan hakim pada Kencana, Jakarta.
putusan Nomor : MK,Anshary,2010, Hukum
001/Pdt.G/2013/PA.Dum yang Perkawinan Di Indonesia
alasan pengajuan izin poligaminya (Masalah-Masalah Krusial),
tidak sesuai dengan pengaturan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
undang-undang yang berlaku
bahwa hakim mempertimbangkan Nuruddin , Amiur dan Azhari
aspek-aspek kebaikan yang akan Akmal Tarigan,2006, Hukum
ditimbulkan bila permohonan Perdata Islam di Indonesia,
Kencana, Jakarta.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 14


Prodjohamidjojo, Martiman, 2007, B. Website
Hukum Perkawinan Indonesia,
Karya Gemilang, Jakarta. http://m.artikata.com/arti-331222-
izin.html, diakses tanggal 12 Mei
Rafiq, Ahmad, 1998, Hukum Islam
2015.
di Indonesia, Rajawali Pers, Pengertian Perkawinan Menurut Para
Jakarta. Ahli,
Saleh, K. Wantjik, 1981, Hukum http://dilihatya.com/2784/pengerti
Acara Perdata, Ghalia an-pernikahan-menurut-para-ahli-
Indonesia, Jakarta. adalah, diakses, tanggal 20
Suratman, Philips Dillah, 2014, Oktober 2015.
Metode Penelitian Hukum,
Alfabeta, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 1986,
Pengantar Penelitian Hukum,
Universitas Indonesia (UI
Press), Jakarta.
Soemitro, Ronny Hanitijo,1988,
Metode Penelitian Hukum dan
Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Soimin, Soedharyo, 2010, Hukum
Orang dan Keluarga, Sinar
Grafika, Jakarta.
Sudarsono, 2010, Hukum
Perkawinan Nasional, Rineka
Cipta, Jakarta.
Sunggono, Bambang, 1996,
Metodologi Penelitian Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta.
Jurnal/Kamus/Makalah
Marwan, M dan Jimmy P, 2009,
Kamus Hukum (Dictionary of
Law Complete Edition),
Reality Publisher, Surabaya.
Nugraha, Setya dan R.Maulana Arif,
Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, Karina, Surabaya.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
Instruksi Presiden Republik
Indonesia Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam Pasal
55.

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016 15

You might also like