Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The provisions of article 149 of the Compilation of Islamic Law, which states the article is: The
ex-husband is obliged to provide proper mut'ah to his ex-wife except qobla dukhul, providing
maintenance, food and kiswah during the iddah period. In the jurisdiction of the Bandung High
Religious Court, there are decisions of the Divorce and Divorce Court in which some include the
provision of iddah and mut'ah support, while others do not. This research aims to find out 1).
Basic considerations for granting iddah and mut'ah divorce divorce in the Bandung High
Religious Court Area, 2). The legal basis for the differences in providing iddah maintenance
and mut'ah divorce divorce in the decision of the Religious Court in the Bandung Religious High
Court area, 3). Method of finding legal differences in providing iddah and mut'ah support in
the Bandung High Religious Court Area. This research is based on the principles of decisions
based on article 178 HIR/189 RGB and article 50 Law no. 48 of 2009 concerning Judicial
Power, namely: 1). Contain clear and detailed reasons, 2). Must try all parts of the lawsuit,
3). May not grant more than demands, 4). Spoken in public.
Abstrak
Ketentuan pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, yang bunyi dari pasal tersebut
adalah. Bekas suami wajib untuk memberikan mut’ah yang layak kepada bekas
istrinya kecuali qobla dukhul, memberi nafkah, maskan, dan kiswah selama masa
iddah. Di Wilayah Yuridiksi Pengadilan Tinggi Agama Bandung, terdapat putusan
Pengadilan Cerai Talak yang di dalamnya ada yang mencantumkan pemberian
nafkah iddah dan mut’ah, ada juga yang tidak mencantumkannya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui 1). Dasar pertimbangan pemberian nafkah iddah
dan mut’ah cerai talak di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung, 2).
Landasan hukum perbedaan pemberian nafkah iddah dan mut’ah cerai talak
dalam putusan Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung,
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
3). Metode penemuan hukum perbedaan pemberian nafkah iddah dan mut’ah di
Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung. Penelitian ini didasari asas putusan
berdasarkan pasal 178 HIR/189 RGB dan pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan kehakiman, yaiut: 1). Memuat dasar alasan yang jelas dan
rinci, 2). Wajib mengadili seluruh bagian gugatan, 3). Tidak boleh mengabulkan
melebihi tuntutan, 4). Diucapkan dimuka umum.
Pendahuluan
Putusya perkawinan yang disebabkan oleh percerain, sesuai dengan pasal
149 KHI, bekas suami wajib memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya
kecali qobla dukhul, memberi nafkah maskan dan kiswah selama masa iddah,
melunasi mahar yang belum dibayar, serta memberi biaya hadhonah untuk anak-
anaknya yang belum berumur 21 tahun. 1 Istri yang terbukti tidak melakukan
nusyuz juga wajib diberikan mut’ah dan nafkah iddah sebagaimana tertuang
dalam SEMA No 3 tahun 2018 Rumusan Hukum Kamar Agama. Bahkan, jauh
sebelum peraturan perundang-undangan itu muncul, Al- Qur’an telah terlebih
dahulu mengatur kewajiban kepada suami yang mencerai istrinyauntuk
memberikan nafkah iddah, baik yang ditalak raj’i ataupun talak ba’in.2
Keadilan menjadi pondasi utama dalam tujuan hukum. Oleh karena itu
menegakan keadilan harus dijalankan oleh seorang hakim dalam menjalankan
tugasnya di pengadilan. Keadilan dapat terealisasi dengan adanya jabatan hakim
sebagai jabatan fungsional, kerana hakim memiliki hak khusus dalam
menyelesaikan perkara cerai talak di Pengadilan Agama yaitu hak ex officio. Dengan
adanya hak tersebut, selama ada aturan yang masuk akal dan seusai dengan aturan
perundang-undangan hakim dapat keluar dari aturan baku.
Hak exofficio dalam praktiknya masih jarang digunakan oleh sebagian
hakim Pengadilan Agama dalam menetapkan hak-hak istri khususnya iddah dan
mut’ah sebagai akibat putusnya perkawinan akibat cerai talak. Akibat hak ex officio
yang tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan tidak dipertimbangkan
dengan cermat, kepentingan para pihak tidak terakomodir dengan baik,
khususnya pihak istri.
1 Salah bin Abdullah bin Humaid, Rumah Tangga Bahagia dan Problematikanya,
(Islamhouse, 2019), h. 15.
2 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakat 2, (Bandung: Pustaka Setia, cet ke-5 2016), h 23.
2
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian analisis isi (content analysis), yaitu dengan menganalisis isi putusan. 3
Metode penelitian ini mengunakan pendekatan penelitian yuridis normatif,4 yaitu
penafsiran yang difokuskan pada pandangan hakim mengenai penetapan
Pengadilan Agama dan peraturan Perundang-undangan. Penelitian ini
menganalisis putusan pemberian nafkah iddah dan mut’ah cerai talak dalam
putusan Pengadilan Agama di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung.
Content Analysis digunakan berdasakan karakteristik yang disesuaikan dengan
masalah, tujuan dan kerangka berfikir penelitian ini yang terfokus pada isi putusan
dikaitkan dengan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar
pada putusan percerian.
3 Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Isalam, (Jakarta: PT
3
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
5 Aah Tsamrotul Fuadah, Hukum Acara Peradilan Agama Plus Prinsip Hukum Acara
Islam Dalam Risalah Qadha Umar Bin Khattab, (Depok: Rajawali Pers, 2019), Cet ke-2, h, 161.
4
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
5
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
6
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
7
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
8
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
9
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
Dalam Rekonvensi
Majelis Hakim menimbang, bahwa berdasarkan dalil Penggugat
Rekonvensi/Termohon Konvensi dan jawaban Tergugat
Rekonvensi/Remohon Konvensi, maka tuntutan penggugat
Rekonvensi/Termohon Konvensi yaitu menuntut ganti rugi, karena yang
dituntut ganti rugi sesuai dengan ketantuan kewenangan Pengadilan
Agama yang tercantum dalam pasal 49 penjelasan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009, Tentang Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989, maka tuntutan Penggugat Rekonvensi/Termohon
Konvensi bukan kewenangan Pengadilan Agama.
4. Dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan nomor
9819/Pdt.G/2018/PA.Cmi
Pemohon yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, Majelis Hakim mempertimbangkan
surat Izin cerai dari badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Daerah Kabupaten Bandung Nomor 800/kepeg.23/BKPPD/2019
tanggal 11 juli 2017.
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 82 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989, Majelis Hakim telah berusaha untuk
mendamaikan agar dapat rukun kembali dan Termohon yang tidak
pernah hadir dalam persidangan, sehingga mediasai tidak dapat
dilaksanakan sebagaimana ketentuan pasal 4 ayat 2 huruf b PERMA
Nomor 1 Tahun 2016.
Majelis Hakim mengambil pertimbangan dari bukti-bukti yang
diajukan berupa alat bukti surat dan saki-saki. Selain itu, Majelis Hakim
10
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
11
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
12
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
Hasil Pleno Kamar Agama yang berisi; Nafkah madhiyah, iddah, mut’ah dan
nafkah anak menyempurnakan rumusan Kamar Agama dalam SEMA Nomor 07
Tahun 2012 angka 16 sehingga berbunyi “Hakim dalam menetapkan nafkah
madhiyah, nafkah iddah, mut’ah, dan nafkah anak, harus mempertimbangkan rasa
keadilan dan keputusan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan
fakta kebutuhan dasar hidup isteri dan/atau anak”.
Putusan Nomor 9819/Pdt.G/2018/PA.Cmi, Putusan Nomor
1640/Pdt.G/2020/PA.Nph, dan Putusan Nomor 0427/Pdt.G/2022/PA.Bks,
dalam ketiga putusan tersebut majelis hakim tidak menggunakan hak ex officio
untuk menetapkan pemberian nafkah iddah dan mut’ah. Majelih Hakim
memberikan putusan sesuai dengan petitum yang diajukan dari Pemohon.
berlandaskan kepada aturan dimana dalam memberikan putusan, hakim tidak
boleh menambah dan/atau mengurangi sebagaimana dalam petitum kecuali ada
peraturan yang menjadi dasar pertimbangan, selaras dengan Pasal 178 ayat 3
HIR/ Pasal 189 ayat 3 Rgb yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh
menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut.
13
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
14
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
aturan pada suatu peristiwa. Selain itu, putusan hakim Pengadilan Agama Bogor
juga seusai dengan metode interpretasi dalam teori penemuan hukum. Metode
interpretasi merupakan metode yang digunakan ketika hukum masih ada, hanya
saja kurang jelas untuk diterapkan pada kasus konkrit. Karena itu, dalam kasus ini
hakim masih berpegang pada teks peraturan perundang-undangan. Majelis
Hakim melakukan terobosan hukum dengan metode penemuan hukum
(rechtsvinding) dengan berpedoman pada Pasal 41 Huruf c Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam
dalam memberikan putusan berkaitan dengan istri yang terbukti tidak melakukan
nusyuz dan Pemohon (Suami) sebagai dokter yang dinyatakan mampu, dan sesuai
bukti T.5 Termohon telah mengikuti permintaan Pemohon untuk berhenti
bekerja. sehingga Majelis Hakim secara ex officio mewajibkan kepada Pemohon
dianggap layak dan patut untuk memberikan mut’ah kepada Termohon.
Dalam Putusan Nomor 9819/Pdt.G/2018/PA.Cmi, Putusan Nomor
1640/Pdt.G/2020/PA.Nph, dan Putusan Nomor 0427/Pdt.G/2022/PA.Bks.
hakim memutus perkara cerai talak sesuai dengan petitum yang diajukan oleh
pemohon. sesuai dengan ketentuan Pasal 178 ayat 3 HIR/ Pasal 189 ayat 3 RGB
bahwa hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut.
Kesimpulan
Dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memberikan putusan atas
pemberian nafkah iddah dan mut’ah di dasarkan pada Undang-Undang Nomor
1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam yang tercantum
dalam pasal 149, 151, dan pasal 152. SEMA Nomor 3 Tahun 2018. Bahwa
perceraian yang diakibatkan oleh talak bekas suami memiliki kewajiban untuk
memberikan mut’ah, nafkah, maskan dan kiswah. Dalam menetapkan nafkah
madhiyah, iddah, mut’ah, dan nafkah anak Majelis Hakim harus menggali fakta
ekonomi suami dan fakta kebutuhan dasar istri dan anak. Ketentuan tersebut
diperuntukan untuk istri yang terbukti tidak melakukan nusyuz. Majelis hakim
juga melihat petitum permohonan yang diajukan pemohon, jika dalam petitum
15
Dadan Hidayat
Perbedaan Pemberian Nafkah Iddah Dan Mut’ah Cerai Talak Dalam Putusan Pengadilan
Agama Di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung
tidak dicantumkan pemberian nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan istrinya.
maka, dalam membuat putusan, hakim harus sesuai dengan permohonan
pemohon.
Landasan hukum dalam perbedaan pemberian nafkah iddah dan mut’ah
cerai talak dalam putusan Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama
Bandung, putusaan yang tidak mencantumkan nafkah iddah dan mut’ah
berdasarkan pada Pasal 178 ayat 3 HIR/ Pasal 189 ayat 3 Rgb, dan putusan yang
mencantumkan nafkah iddah dan mut’ah didasarkan pada hak ex officio hakim
yang berpedoman pada Pasal 41 Huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan jo Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan
bilamana perkawinan putus karena talak maka bekas suami berhak untuk
memberika nafkah dan mut’ah yang layak kepada bekas istri, pengadilan juga
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri, walaupaun
penerapan hak ex officio hakim tersebut juga menyimpangi ketentuan pasal 178
ayat 3 HIR/Pasal 189 ayat 3 Rgb, namun demikian putusan tersebut tidak
melanggar asas ultra petitum.
Metode peneuan hukum yang digunakan adalah metode interpretasi atau
penafsiran dalam teori penemuan hukum (rechtvinding). Majelis Hakim melakukan
terobosan hukum dengan berpedoman pada Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam secara
hak ex offiscio menghukum Pemohon untuk memberikan nafkah iddah dan
mut’ah. sedangkan putusan yang tidak mencantumkan pemberian nafkah iddah
dan mut’ah kepada Termohon berpedoman pada Pasal 178 ayat 3 HIR/Pasal 189
ayat 3 Rgb.
Daftar Pustaka
16
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Vol. x, no. x (xxxx), pp. x-xx, doi: xxx-xxx-xxx
© 2020 by the authors. Submitted for possible open access publication under
the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY
SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0/).
17