You are on page 1of 7

Penerapan Media Roda Berputar Dalam Meningkatkan Kemampuan

Problem Solving Anak-Anak Di Panti Asuhan Immamul Muttaqien


Ainul Yaqin Sugianto, Alvin Ni'mah Maulidina, Eka Nuur Setiani,
Lutfi Nailil Istiqomah, Nanda Mayang Wahyuningtias

Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah


Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Email: lutfiistiqomah24@gmail.com,

Abstrak

The ability to face and overcome problems is an ability that should be trained since a person is still a
child. Increasing problem solving abilities is important so that a person is able to face more complex
problems when they reach adulthood. Because of this, several figures have formulated problem
solving training methods for children, one of which is playing techniques. In line with this,
researchers tried to apply play media, namely spinning wheels, as a problem solving training medium
for children. The research method used is descriptive qualitative research. The targets for using this
media are children at the Immamul Muttaqien Orphanage in Sumberan Ambulu Jember. The number
of children is 25, with ages ranging from 8-17 years. It is hoped that the spinning wheel media
applied by the researchers will be able to become a supporting medium for children to train their
problem solving skills. From the activities that have been carried out, the results show that children
still have simple thoughts without thinking long and paying attention to risks. With this, researchers
then try to provide education about things that must be considered when making decisions and
solving problems. And the final result of the training was that several children began to understand
the importance of having the courage to take risks when facing something, but with careful
consideration.

Kemampuan menghadapi dan mengatasi suatu masalah merupakan kemampuan yang hendaknya
dilatih sejak seseorang masih usia anak-anak. Peningkatan kemampuan problem solving ini penting
agar seseorang mampu menghadapi permasalahan yang lebih kompleks ketika ia mencapai usia
dewasa. Oleh karena hal tersebut, beberapa tokoh merumuskan metode pelatihan problem solving
untuk anak-anak, salah satunya yakni dengan teknik bermain. Sejalan dengan hal tersebut, peneliti
mencoba menerapkan media bermain yakni roda berputar sebagai media latihan problem solving bagi
anak-anak. Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian kualitatif deskriptif. Adapun sasaran
penggunaan media tersebut yakni anak-anak yang ada di Panti Asuhan Immamul Muttaqien
Sumberan Ambulu Jember. Jumlah anak yakni 25, dengan rentang usia mulai 8-17 tahun. Media roda
berputar yang diterapkan oleh peneliti diharapkan mampu menjadi salah satu media pembantu anak-
anak untuk melatih kemampuan problem solving mereka. Dari kegiatan yang telah dilaksanakan,
didapatkan hasil bahwa anak-anak masih dalam pemikiran yang sederhana tanpa berpikir panjang dan
memperdulikan resiko. Dengan hal tersebut, peneliti kemudian mencoba memberikan edukasi tentang
hal-hal yang harus diperhatikan saat mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Dan hasil
akhir dari pelaksanaan pelatihan tersebut, beberapa anak mulai memahami pentingnya keberanian
mengambil resiko dalam menghadapi sesuatu, namun dengan tetap pertimbangan yang hati-hati.

Kata Kunci: penerapan media; media roda berputar; problem solving.


Pendahuluan

Dalam kehidupan, baik secara kelompok maupun individu seseorang pasti tidak lepas
dari masalah, baik masalah ekonomi, keluarga, masalah dalam pendidikan atau masalah lainnya.
Berbagai masalah yang ada dalam seluruh aspek kehidupan manusia itu terjadi karena beberapa
faktor. Suatu peristiwa atau kejadian bisa dikatakan masalah, jika seseorang yang mengalaminya
itu menganggapnya sebagai suatu hal yang harus diselesaikan. Diluar itu, masih banyak orang
beranggapan bahwa suatu masalah harus dihindari dan dijauhi.

Adapun dalam ilmu konseling masalah bukanlah sesuatu yang bisa kita hindari,
melainkan harus diselesaikan. Suatu masalah bisa diselesaikan dengan berbagai macam metode
yang digunakan agar konseli bisa terlepas dari masalah yang mereka alami. Tentu ada masalah
yang membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya, adapula masalah yang
membutuhkan waktu singkat untuk mengatasinya. Dalam konseling, ketika konseli memiliki
masalah, konselor memainkan peran dalam mengkonseling kliennya. Bimbingan dan konseling
tersebut merupakan sebuah proses bantuan yang diberikan konselor kepada konseli, sehingga
konseli dapat mengungkapkan masalahnya dan konselor memberikan bantuan kepada konseli
agar konseli tersebut bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan untuk sampai pada tahap
penyelesaian masalah, konselor membutuhkan metode ataupun strategi konseling yang tepat.

Dalam ranah konseling sendiri, konselor bukanlah pihak yang bertugas menyelesaikan
masalah konseli secara begitu saja, melainkan konselor menuntun konseli untuk memahami apa
yang sedang konseli alami dan bagaimana cara untuk mengatasi hal tersebut. Hal ini bertujuan
agar konseli tidak bergantung kepada konselor ketika dia memiliki permasalahan lainnya di masa
depan. Oleh karenanya, kemampuan konseli untuk menghadapi dan mengatasi permasalahannya
sendiri merupakan salah satu tujuan dari proses konseling.

Kemampuan seseorang dalam menganalisa masalah serta menemukan solusi yang efektif
untuk memecahkannya disebut juga sebagai problem solving. Menurut Umar Hamalik problem
solving adalah suatu atau sebuah proses mental serta intelektual dalam menemukan masalah dan
memecahkannya dengan berdasarkan pada data serta informasi yang ada untuk mengambil
sebuah kesimpulan yang tepat dan cermat. Definisi lainnya dari Santrok, problem solving adalah
sebuah cara yang dilakukan untuk menemukan jalan atau solusi yang sesuai di dalam suatu
pencapaian tujuan. Problem solving merupakan salah satu metode belajar untuk mengaktifkan
kemampuan kognitif seseorang. Pentingnya melatih kemampuan problem solving ini bukan
hanya ditujukan pada usia matang atau dewasa, melainkan sejak seseorang masih di usia dini.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan sebagai bentuk pelatihan problem solving. Dan tentunya
ketika pelatihan problem solving diberikan kepada anak-anak, maka perlu metode yang
sederhana menyesuaikan kemampuan kognitif di usia mereka.

Dari pernyataan di atas, pelatihan problem solving bisa diberikan sejak usia anak-anak
dengan penyesuaian metode sesuai usia. Hal inilah yang diterapkan oleh peneliti dalam
kesempatan ini. Pada karya ilmiah ini, peneliti menyajikan tentang bagaimana pelatihan problem
solving pada anak-anak. Peneliti juga menyajikan data percobaan pelatihan problem solving
kepada anak-anak melalui pemanfaatan media yang telah dipilih oleh peneliti. Melalui karya
ilmiah ini, peneliti berharap bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian
yang semua sumber datanya diperoleh berdasarkan interaksi langsung ke lapangan (Rahmadi,
2011). Peneliti terjun langsung ke lapangan atau tempat penelitian untuk meneliti bagaimana
hasil dari pengaplikasian media roda berputar dalam melatih kemampuan problem solving pada
anak-anak. Adapun pendekatan yang digunakan dalampenelitian ini adalah pendekatan deskritif
kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian data berupa kata-kata tertulis
atau lisan tentang orang-orang, perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran
yang dapat diterima oleh akal sehat manusia (Margono, 2007). Sasaran penelitian yaitu anak-
anak Panti Asuhan Immamul Muttaqien Sumberan Ambulu Jember.

Hasil dan Pembahasan

A. Media Roda Berputar

Berdasarkan bentuk fisiknya media permainan roda berputar yang di tawarkan


berbentuk tiga dimensi yang berbentuk persegi panjang dengan panjang kurang lebih 70
cm dan lebar 46,5 cm. Di dalamnya terdapat bentuk lingkaran yang tidak lain adalah roda
putar yang berfungsi sebagai penunjuk arah pilihan dalam permainan tersebut, yang mana
di dalam lingkaran tersebut terdapat sebuah panah. Adapun ukuran lingkaran tersebut
berdiameter 23 cm dan panah warna merah dengan panjang 6cm yang mana panah
tersebut di gunakan untuk menunjukan pilihan permainan yang akan dimainkan di
samping-samping lingkaran. Ketika roda diputar jarum akan berputar searah dengan
berputarnya roda. Dan kemudian, ketika roda berhenti maka jarum ikut berhenti dan
menunjuk pada salah satu dari empat kotak kartu pilihan yang telah disediakan di
sekelilingnya. Empat kotak pilihan tersebut adalah bagian truth, bagian lucky corner,
bagian dare, dan bagian motivation dengan lebar 8 cm dan panjang 13cm dengan label
nama di setiap kotaknya. Adapun kotak-kotak tersebut sudah di isi dengan kartu-kartu
sesuai label nama yang tertera. Adapun penjelasan rincinya sebagai berikut:

 Truth (Kejujuran): berisi tentang beberapa pertanyaan mengenai sebuah keadaan sulit
yang mungkin dialami oleh mereka. Pertanyaan ini disesuaikan dengan usia anak-
anak. Ketika subjek penelitian mendapat truth, maka subjek diharuskan menjawab
pertanyaan yang terdapat pada amplop truth dengan jujur.

 Dare (tantangan): berisi beberapa tantangan ringan yang telah disesuaikan dengan
usia subjek dan disesuaikan dengan hal-hal yang biasa diajarkan oleh yayasan. Ketika
harus subjek tertuju pada dare, maka subjek harus mengambil salah satu kartu dare
dan melakukan tantangan yang tertulis di dalamnya.

 Motivation (motivasi): terdapat beberapa kartu yang berisi ungkapan semangat dan
petuah kebaikan. Saat jarum subjek mengarah pada arah motivation, maka subjek
dituntun untuk membacakan hal tertulis dalam kartu motivasi yang telah ia pilih.
 Lucky Corner (keberuntungan): berisi tentang beberapa kata selamat dan semangat.
Ketika subjek mendapat kartu lucky Corner, maka ia dituntun untuk membacakannya
dan mendapatkan kesempatan mengambil hadiah yang telah disediakan oleh peneliti.

B. Problem Solving Anak-anak

Salah satu bidang pengembangan yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh
guru dan orang tua dalam perkembangan anak ialah pembelajaran bidang aspek
perkembangan kognitif. Kognitif merupakan “kemampuan untuk memecahkan msalah
atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan atau lebih”. Gardner
(dalam Susanto, 2011: p 47) dalam (PGPAUD et al., n.d.) menyatakan bahwa “kognitif
merupakan pikiran yang dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu
situasi untuk memecahkan masalah”. Dalam kurikulum pendidikan dan kebudayaan 2015
disebutkan bahwa kognitif meliputi tiga aspek. Pertama, belajar dan pemecahan masalah,
mencakup kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, berpikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola, berinisiatif,
berencana, dan mengenal sebab-akibat. Ketiga, berpikir simbolik, mencakup kemampuan
mengenal, menyebutkan, dan menggunakan konsep bilangan.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak yaitu
model pembelajaran berbasis masalah problem solving. Hal ini sesuai dengan pendapat
Duch, bahwa pembelajaran berbasis problem solving adalah suatu model pembelajaran
yang menghadapkan peserta didik pada tantangan belajar untuk belajar. Kemampuan
anak dalam memecahkan masalah (problem solving) juga dapat meningkatkan
kemampuan kognitifnya baik dalam kemampuan berpikir maupun kreativitasnya
memecahkan masalahnya sendiri.

Metode Problem solving yaitu penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran


dengan cara melatih peserta didik untuk menghadapi berbagai masalah, baik itu masalah
pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama. Metode pembelajaran problem solving berasal dari John Dewey. Metode
ini bermaksud untuk memberikan latihan kepada anak untuk berpikir. Metode ini juga
dapat menghindarkan anak untuk kesimpulan yang tergesa-gesa, menimbang-nimbang
kemungkinan berbagai pemecahan, dan menangguhkan pengambilan keputusan sampai
terdapat bukti-bukti yang cukup. Abu Ahmadi mengatakan bahwa dalam pemecahan
problem-problem baru yang dihadapi diperlukan kesanggupan untuk berpikir. Dalam
penugasan problem solving ini, sebagian anak akan memilih menyelesaikan masalahnya
dengan menggunakan cara yang sederhana. Oleh sebab itu, tentu mereka masih
memerlukan bantuan orang tua atau guru dalam menerapkan problem solving di dalam
masalah sehari-hari. Sehingga sudah sewajarnya sekolah turut bertanggung jawab
mempersiapkan anak didik dengan menggunakan metode problem solving.

Keterampilan memecahkan masalah merupakan bekal untuk anak sampai saat


dewasa. Anak mengatasi kesulitan atau hal-hal baru yang dihadapinya ketika sedang
beraktivitas sehari-hari, di sekolah, atau di lingkungan sekitarnya. Anak menjadi mandiri
dan tidak bergantung pada orangtua untuk menyelesaikan masalah jika ada kesulitan
yang dihadapi. Anak juga terlatih untuk menjadi kreatif karena selalu dibiasakan untuk
menyelesaikan masalah dengan berbagai cara yang dapat dipikirkannya. Adapun metode
yang dapat diterapkan dalam pelatihan problem solving anak salah satunya yakni
menggunakan metode bermain. Dalam hal ini, Froebel mengemukakan bahwa melalui
bermain kreatif anak dapat mengembangkan, mengintegrasikan, dan meningkatkan
semua kemampuannya karena anak lebih banyak belajar melalui bermain dan melakukan
eksplorasi terhadap objek-objek dan pengalamannya. Tidak hanya itu anak juga dapat
membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi sosial dengan orang dewasa pada
saat mereka memahaminya dengan bahasa dan gerakan sehingga tumbuh dengan baik
secara kognitif menuju berpikir verbal. Selain itu, menggunakan metode permainan juga
lebih mengasyikkan dan membuat anak tidak merasa tertuntut dan tertekan dalam
menerima pembelajaran. Berdasarkan hal ini, pendidik dapat memilihkan permainan
yang dapat melatih anak mandiri, kreatif,dan belajar memecahkan masalahnya.

C. Penerapan media roda berputar dalam Pelatihan Problem Solving Anak

Penerapan media roda berputar pada lokasi penelitian merupakan salah satu
pendekatan yang digunakan peneliti untuk mengetahui dan membantu anak-anak dalam
meningkatkan kemampuan problem solving pada diri mereka sendiri. Media roda
berputar yang dimaksud oleh peneliti adalah sebuah media roda berputar yang memiliki
jarum di salah satu sisinya, dimana jarum tersebut dapat menunjuk salah satu dari empat
pilihan yang disediakan oleh peneliti. Empat pilihan tersebut diantaranya: Truth, Dare,
Motivation, dan Lucky Corner. Dari empat pilihan yang telah disediakan oleh peneliti,
fokus dari pembahasan kali ini ialah pada amplop truth. Dalam amplop truth terdapat
beberapa pertanyaan yang mengasah tentang bagaimana anak menghadapi masalah-
masalah yang ada di depannya. Meskipun pertanyaan yang diberikan hanyalah
pertanyaan sederhana, namun cukup untuk mengetahui bagaimana anak menghadapi
masalah tersebut.

Dalam penerapan permainan ini, anak-anak diajak bernyanyi bersama-sama dengan


mengoper benda dari satu anak ke anak lain. Kemudian pada saat instruktur mengatakan
berhenti, maka dilihat ada pada siapakah benda yang dioper tadi. Adapun anak yang
memegang barang tadi, maka ia dituntun untuk maju dan memainkan roda berputar.
Kemana jarum menunjuk, maka anak tersebut berhak memilih amplop yang ada pada
kotak tempat jarum berputarnya berhenti. Ketika jarum menunjukkan kotak Truth, maka
anak akan mengambil satu kartu dan diminta untuk membacakan secara lantang. Isi dari
kartu Truth ini yakni pertanyaan sederhana. Oleh karenanya, setelah anak membacakan
pertanyaan yang ada dalam kartu, anak diminta untuk menjawab dengan hati-hati.
Berdasarkan pelatihan saat itu, peneliti menemui beberapa anak yang berpikir secara
sangat sederhana tanpa pertimbangan apapun, dan mengikuti apa yang ia mau. Hal ini
tidaklah salah, karena mengingat berarti anak-anak mampu mengungkapkan apa hal yang
mereka inginkan, dan ini merupakan hal yang cukup penting bagi usia perkembangan
mereka. Akan tetapi, peneliti ikut bertanggungjawab apakah jawaban penyelesaian
mereka baik atau tidak. Maka sedikit banyaknya peneliti memberikan edukasi terkait
penyelesaian masalah sesuai pertanyaan yang tertera. Salah satu pertanyaan yang terpilih
yakni "apa yang akan kamu lakukan ketika bertemu dengan orang yang tidak kamu
sukai?". Menanggapi pertanyaan tersebut, ada beberapa anak yang menjawab
"membiarkan" dan beberapa menjawab "tak antemi (tak lempari)". Dengan jawaban ini
tentu bukan penyelesaian yang tepat,terlebih apabila berunsur kekerasan. Oleh karenanya
peneliti memberikan edukasi kepada anak-anak bagaimana menghadapi hal tersebut.

Dari hasil tersebut, maka hal ini sesuai dengan pernyataan sebelumnya bahwa
beberapa anak memikirkan masalah dengan cara yang sederhana, oleh karenanya penting
bagi orang tua atau pendidik untuk tetap memperhatikan dan membantu anak-anak dalam
memikirkan solusi dari masalah yang mereka hadapi.

Penutup

Problem solving merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang dapat membantu
melatih kognitif seorang anak dengan aktif. Metode problem solving ini dapat menghindari anak
dari membuat suatu kesimpulan yang tergesa-gesa, anak dapat mempertimbangkan masalahnya
karena pada metode problem solving ini merupakan salah satu aspek kemampuan berpikir kritis
yang perlu dikembangkan pada setiap individu, karena pada prinsipnya masalah ada dalam
kehidupan sehari-hari. Problem solving penting dilatih sejak usia anak, hal ini karena usia anak
merupakan usia emas dalam pembelajaran. Adapun metode yang dapat diberikan dalam
pelatihan problem solving pada anak-anak salah satunya dengan memanfaatkan media bermain.
Oleh karena itu, peneliti memilih salah satu media bermain dalam pelaksanaan pelatihan problem
solving berikut. Dari hasil yang didapat, anak-anak menanggapi dan memecahkan masalah
dengan pemikiran yang sederhana, sehingga membutuhkan bantuan orang tua dalam memilih
solusi bagi permasalahan mereka. Hal ini agar seorang anak tidak memilih solusi yang salah
secara fatal. Dari penggunaan media yang dipilih oleh peneliti, tentu bukan satu-satunya media
bermain yang dapat digunakan untuk pelatihan problem solving tersebut, dan dengan jangka
waktu yang singkat dalam penerapannya tentu data yang didapat belum banyak. Oleh karenanya,
peneliti mengharap peneliti selanjutnya dapat melakukan pelatihan problem solving pada anak-
anak secara lebih intens dengan metode bermain yang lebih efektif lagi.

Daftar Pustaka

Bobik, P., Boschini, M. J., Gervasi, M., Grandi, D., Kudela, K., & Rancoita, P. G. (2006).
Primary helium cr inside the magnetosphere: A transmission function study. Astroparticle,
particle and space physics, detectors and medical physics applications -proceedings of the
9th Conference, 909–916. https://doi.org/10.1142/9789812773678_0145

Fitriya, Anita. Jurnal “Upaya Pemecahan Masalah Dengan Bantuan Bimbingan dan Konseling.
Hlm. 2

Pendidikan, K., & Kebudayaan, D. A. N. (2015). Menteri pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia nomor 137 Tahun 2013 Tentang. Gitin, L. (n.d.). The Pupil Personnel
Administrato.

Syaodih, E., Setiasih, O., Romadona, N. U. R. F., & Handayani, H. (2018). Pengembangan
kemampuan pemecahan masalah anak usia dini dalam pembelajaran proyek di taman
kanak-kanak. Jurnal Pendidikan Anak, 12(1), 29–36.
Utami, L. O., Utami, I. S., & Sarumpaet, N. (2017). Penerapan metode problem solving dalam
mengembangkan kemampuan kognitif anak usia dini melalui kegiatan bermain. Tunas
Siliwangi, 3(2), 175–180.

https://duniapendidikan.co.id/problem-solving/ diakses 07 Mei 2021

You might also like