You are on page 1of 9

SUMBER HUKUM ISLAM

MATERI KULIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


SYEKH MUHAMMAD NAFIS TABALONG
DEFINISI SUMBER HUKUM DAN DALIL

 Definisi Sumber Hukum


Dalam bahasa arab yang dimaksud dengan “sumber” adalah mashdar / ‫ انًصذ ر‬yaitu asal dari
segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu. Dalam Ushul Fiqh rujukan utama dalam
menetapkan hukum Islam adalah Al Quran dan As Sunnah

 Definisi Dalil
Secara etimologi dalil berarti :
‫انهادي اني اي شئ حسي او يعُىي‬ 
“Petunjuk kepada sesuatu yang baik yang bersifat material maupun non material
(maknawi)”
Secara terminologi dalil berarti :
‫يا يتىاصم بصحيح انُظر فيّ اني حكى شرعي عًهي‬
“ Suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh
hukum syara‟ yang bersifat praktis , baik yang statusnya qath‟i (pasti) maupun dzanni (relatif)
 Abdul Wahhab Khalaf mengatakan bahwa pengertian Dalil-dalil hukum ini identik dengan
Dasar-dasar hukum dan Sumber-sumber hukum. Karenanya para Ulama Ushul Fiqh
adakalanya menggunakan istilah Dalil-dalil hukum untuk menunjuk Sumber-sumber hukum
dan sebaliknya
SUMBER DAN DALIL FIQH YANG DISEPAKATI

 Dikalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa Sumber Ajaran Islam yang utama adalah Al
Quran dan As Sunnah. Sedangkan akal pikiran merupakan alat untuk memahami Al Quran
dan As Sunnah.
 Hal ini dinyatakan di dalam Al Quran Surah An Nisa ayat : 59
‫يأيها انذيٍ أيُىا أطيعىا هللا و اطيعىا انرسىل واوني األير يُكى‬
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan pemimpin diantara
kamu.”

Menurut Musthafa Al Maraghi dalam Tafsir Al Maraghi Jilid III, ayat tersebut memerintahkan
kepada orang-orang yang beriman agar mentaati Allah dengan mengamalkan kitabNya, dan
mentaati Sunnah Rasulullah Saw karena beliau menjelaskan kandungan kitab suci tersebut kepada
umat manusia serta mentaati Ulil Amri yang meliputi para ulama, pemerintah, hakim, panglima
perang, tokoh terkemuka dan lain-lain, tempat dimana umat manusia mengambil rujukan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dan menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya.

 Dengan demikian, Sumber dan Dalil Fiqh adalah Al Quran, As Sunnah/ Hadits dan Ijtihad.
AL QURAN

 Al Quran merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw secara berangsur-angsur,
dimulai dari Mekkah dan disudahi di Madinah. Nabi Muhammad Saw menyelesaikan berbagai
masalah /persoalan masyarakat Islam pada masa itu berdasarkan pada wahyu yang diterimanya.
 Petunjuk-petunjuk dalam Al Quran banyak yang bersifat umum dan global sehinggga penjelasan dan
penjabarannya menjadi tugas Nabi Muhammad Saw

 Al Quran dalam bahasa arab berasal dari kata ‫ قرأ‬artinya membaca, bentuk masdarnya ٌ‫قرا‬
bacaan.

 Al Quran menurut istilah, ulama ada beberapa pendapat ;


1. Menurut Al Jurjani : Wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah Saw yang ditulis dalam mushhaf
dan diriwayatkan secara mutawatir
2. Menurut Asy Syaukani : Wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul Nya, Muhammad bin Abdullah,
dalam bahasa arab dan maknanya yang murni, yang sampai kepada umat manusia secara mutawatir,
yang berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad Saw, sebagai pedoman hidup bagi setiap
umat Islam, sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya, dan bernilai abadi,
yang secara keseluruhan berisi ajaran akidah, syariah dan akhlak bagi umat manusia
3. Ulama Ushul Fiqh/Fiqh : Kalamullah yang diturunkan kepada Rasulllah, Muhammad Saw, dalam bahasa
arab, yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, yang ditulis dalam mushhaf,
membacanya merupakan ibadah, dimulai dari surah Al Fatihah dan ditutup dengan surah An Nas.
HUKUM-HUKUM DALAM AL QURAN

1. I‟tiqadiyah : hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah,
Rasul Allah, dan Hari Akhir
2. Khuluqiyah : hukum yang berhubungan dengan Akhlak. daManusia wajib berakhlak baik dan
menjauhi akhlak buruk
3. Amaliyah : hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia . Hukum amaliyah ini merupakan
cakupan atau pembidangan dalam ilmu fiqh
Kebijakan /prinsip Al Quran dalam menetapkan hukum :
1. Memberikan kemudahan
Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al Baqarah ayat 185, yang artinya ;
“ Allah meghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”
2. Menyedikitkan tuntutan
Ayat tentang hukum hanya mencapai 368 ayat _+ 5,8 % dari total keseluruhan ayat Al Quran. Ini
membuktikan bahwa Al Quran menempuh kebijaksanaan menyedikitkan tuntutan
3. Bertahap dalam menetapkan hukum
Seperti dijelaskan dalam Surah Al Baqarah ayat 219 , dinyatakan bahwa dosa meminum khamar dan
maisir lebih besar dari pada manfaatnya, kemudian dikuatkan kembali dalam Surah An Nisa ayat 43 , dan
akhirnya diharamkan dalam Surah Al Maidah ayat 90
4. Sejalan dengan kemaslahatan manusia
Hal ini dibuktikan dengan seringnya Al Quran menyebutkan sebab atau illat hukum, seperti tentang adanya
pengaturan harta, agar harta itu tidak berputar di antara orang-orang kaya saja ( Surah Al Hasyr ayat 7),
(Surah Al An‟am ayat 108) , dan Al Isra „ ayat 32)
AS SUNNAH / HADITS

 Langkah Rasulullah memberikan penjelasan terhadap ajaran Al Quran, baik melalui perkataan
maupun secara visual telah memperoleh legalitas dari Al Quran, bahkan Allah memerintahkan
umat manusia untuk mengikuti perintah serta anjurannya. Hal ini tertuang dalam Surah Al
Hasyr ayat 7 :
‫ويا اتاكى انرسىل فخذوِ ويا َهاكى عُّ فاَتهىا‬
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang maka
tinggalkanlah
 Macam-macam Sunnah :
1. Qauliyah : Sunnah ini sering juga dinamakan khabar atau berita berupa perkataan Nabi
Muhammad Saw, yang didengar atau disampaikan oleh seseorang atau beberapa orang sahabat
kepada yang lain. Contoh perkataan Nabi Saw ; “Tidak ada kemudharatan dan tidak pula
memudharatkan”. Hadits ini adalah Sunnah Qauliyah yang memberikan sugesti kepada umat
Islam agar tidak membuat kemudharatan pada dirinya dan juga orang lain.
2. Fi‟liyah : Setiap perbuatan yang dilakukan Nabi Saw yang diketahui dan disampaikan oleh
sahabat kepada orang lain, seperti cara shalat dan cara berwudhu yang dipraktikkan Nabi
Saw.
3. Taqririyah : Perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan Nabi Saw atau
sepengetahuan Nabi Saw, namun beliau diam dan tidak mencegahnya. Maka sikap diam dan
tidak mencegahnya, menunjukkan persetujuannya.
KODIFIKASI DAN KLASSIFIKASI SUNNAH

 Kodifikasi
Sunnah mulai dikodifikasi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99-101 H) dari Dinasti Bani
Umayah, selama satu abad terus berkembang tanpa kendali sehingga banyak penetrasi pemikiran para
perawi yang masuk tanpa kontrol. Atas dasar inilah, pada abad kedua hijriyah, para ulama menyusun suatu
metodologi untuk menganalisis sunnah/hadits agar dapat dipergunakan dalam penyelesaian masalah-
masalah hukum secara meyakinkan.

 Klassifikasi
Metodologi mampu mengklassifikasi Sunnah/Hadits yang dapat dipakai sebagai dalil syara‟ dan yang tidak
dapat dipakai sebagai dalil syara‟, dengan membaginya menjadi 3 kategori ;
1. Hadits Shahih adalah hadits yang memenuhi 5 kriteria ; yaitu sanadnya bersambung, perawinya adil
dan dhabith, tidak ada illat tidak ada syadz.
2. Hadits Hasan adalah hadits yang lengkap semua persyaratan hadits shahih, hanya perawinya kurang
dhabith
3. Hadits Dhaif adalah hadits yang tidak dapat mencapai tingkatan hasan, terlebih lagi shahih
 Tingkatan Perawi ;
1. Mutawatir : hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi pada setiap tingkatannya, yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta
2. Masyhur : hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi, yang pada tingkat sahabat tidak mencapai
mutawatir, kendati pada tingkat tabi‟in dan seterusnya mutawatir
3. Ahad : hadits yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang perawi dalam setiap tingkatannya
IJTIHAD SEBAGAI SUMBER FIQH ISLAM

 Sumber hukum dan dalil utama adalah Al Quran dan As Sunnah. Namun untuk menetapkan hukum
fiqh atau tuntutan suatu perkara adakalanya di dalam Quran dan Sunnah tidak terdapat keterangan yang
menjelaskan suatu perkara yang ditetapkan hukumnya.
 Melihat fenomina demikian, ajaran Islam membenarkan suatu langkah untuk menetapkan hukum suatu
perkara dengan jalan melakukan ijtihad, sebagai sarana ilmiah untuk mnenetapkan sebuah hukum fiqh.
 Secara etimology Ijtihad berarti :
‫بذل انجهذ الءدراك اير شاق‬
“Mengerahkan kesungguhan untuk memperoleh suatu perkara yang berat”
Ijtihad adalah penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan suatu keputusan hukum tertentu yang
tidak ditetapkan secara eksplisit dalam Al Quran dan Sunnah
Rasulullah Saw pernah bersabda kepada Allah bin Mas‟ud : Berhukumlah kamu dengan Quran dan Sunnah
, apabila suatu persoalan itu kamu temukan pada dua sumber tersebut, tapi apabila kamu tidak
menemukannya pada kedua sumber itu, maka berijtihadlah”.
 Secara terminology Ijtihad berarti :
 Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin : Mengerahkan kesungguhan untuk mengetahui suatu hukum
syar‟I
 Mahmud Syaltut : Ijtihad biasa disebut Ar Ra’yu mencakup dua pengertian ;
1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh
Quran dan Sunnah
2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat
atau sunnah
DASAR KEHARUSAN BERIJTIHAD

 Firman Allah Surah An Nisa‟ ayat 59 :


‫ فاءٌ تُازعتى في شئ فردوِ اني هللا و انرسىل اٌ كُتى‬,‫يأيها انذيٍ ايُىا اطيعىا هللا واطيعىاانرسىل واوني األير يُكى‬
‫تؤيُىٌ باهلل وانيىو األخر دنك خير واحسٍ تأويال‬
“ Wahai orang-orang yang beriman, Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan
Ulul Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnah), jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
 Ada dua alasan yang menuntut untuk melakukan ijtihad :
1. Terdapatnya nash-nash yang dzanny, baik dilihat sudut dalalahnya maupun dari segi
wurudnya, yakni hadits-hadits Nabi Saw yang tidak mutawatir
2. Berkembangnya fenomena temporer yang senantiasa menuntut jawaban-jawaban yuridis dari
para ulama
Dengan demikian ijtihad pada hakikatnya merupakan realisasi dari sejumlah ayat Al Quran yang
menyuruh umat Islam untuk menggunakan akal pikiran, melahirkan kemaslahatan masyarakat dan
kebaikan manusia. Justeru itu berijtihad perlu dikembangkan dan diperluas melalui metode-
metode yang telah dibuat oleh para ulama.

You might also like