You are on page 1of 9

(FOCUS UPMI)

Vol. 7 No. 3 (20xx) 117 - 125 ISSN Media Elektronik: 1979-2204

Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan


(Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 Kuh Perdata)

Dayat Limbong1
1
Magister Ilmu Hukum, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia, Medan

Abstract
Marriage is a contract that justifies the relationship between a man and a woman to have intercourse at the same time as an
inner and outer bond to live together legally to form an eternal, peaceful and happy family based on the Godhead. Besides
marriage aims to obtain offspring or reproduction / regeneration. Legitimate marriages play an important role in determining
blood relations or also the relationship between children and their parents. Legitimate marriages will also determine the position
of children born to the property field. If there is an event of the death of someone who has a close relationship (family), it can
have legal consequences, namely how to proceed with the management of the rights and obligations of someone who has died.
Therefore, the inheritance law emerged. Transferring the property of someone who has died to the living is a relationship of
friendship or kinship between the two. This is in accordance with the word of God in Sura An-Nisa 'verse 7 which means: "For
men there is a part of the inheritance of the mother-father and his relatives, and for women there is a right (also) part of the
inheritance of the mother-father and his relatives, whether a little or a lot according to the predetermined portion "(An-Nisa ':
7).
Keywords: Sumbang Children, Article 867 Civil Code, Inheritance

Abstrak
Perkawinan merupakan suatu akad yang menghalalkan hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk
melakukan persetubuhan sekaligus sebagai ikatan lahir batin untuk hidup bersama secara sah untuk membentuk keluarga yang
kekal, tentram dan bahagia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu perkawinan bertujuan untuk memperoleh
keturunan atau reproduksi/regenerasi. Perkawinan yang sah berperan penting menentukan hubungan darah atau juga hubungan
nasab antara anak-anaknya dengan orang tuanya. Perkawinan yang sah juga akan menentukan kedudukan anak yang dilahirkan
terhadap lapangan harta kekayaan. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang mempunyai hubungan dekat
(keluarga), maka dapat menimbulkan akibat hukum, yaitu bagaimana caranya kelanjutan pengurusan hak-hak dan kewajiban
seseorang yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu, muncullah hukum kewarisan.Beralihnya harta seseorang yang telah
meninggal dunia kepada yang masih hidup ialah adanya hubungan silaturahim atau kekerabatan antara keduanya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 7 yang artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
Ibu-Bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan Ibu-Bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan “(An-Nisa’:7).
Kata kunci: Anak Sumbang, Pasal 867 Kuh Perdata, Harta Warisan
© 2018 Jurnal Focus UPMI

1. Pendahuluan anaknya dengan orang tuanya. Perkawinan yang sah


juga akan menentukan kedudukan anak yang dilahirkan
Perkawinan merupakan suatu akad yang menghalalkan
terhadap lapangan harta kekayaan. Apabila ada peristiwa
hubungan antara seorang laki-laki dan seorang
meninggalnya seseorang yang mempunyai hubungan
perempuan untuk melakukan persetubuhan sekaligus
dekat (keluarga), maka dapat menimbulkan akibat
sebagai ikatan lahir batin untuk hidup bersama secara
hukum, yaitu bagaimana caranya kelanjutan pengurusan
sah untuk membentuk keluarga yang kekal, tentram dan
hak-hak dan kewajiban seseorang yang telah meninggal
bahagia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
dunia. Oleh karena itu, muncullah hukum kewarisan.
Selain itu perkawinan bertujuan untuk memperoleh
keturunan atau reproduksi/regenerasi [1].
Beralihnya harta seseorang yang telah meninggal dunia
kepada yang masih hidup ialah adanya hubungan
Perkawinan yang sah berperan penting menentukan
silaturahim atau kekerabatan antara keduanya. Hal ini
hubungan darah atau juga hubungan nasab antara anak-

117
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

sesuai dengan firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 7 Mengenai kedudukan anak yang lahir kerena hubungan
yang artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari badan antara laki-laki dan perempuan yang masih
harta peninggalan Ibu-Bapak dan kerabatnya, dan bagi mempunyai hubungan darah terhadap harta warisan
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan Ibu- dikaitkan menurut Pasal 76 KHI disebutkan bahwa
Bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut “Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan
bahagian yang telah ditetapkan “(An-Nisa’:7). hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya” [3].

Kelahiran seorang anak terjadi karena adanya hubungan Dalam KUH Perdata juga sama, hal ini sesuai dengan
badan yang dapat disebabkan oleh perkawinan yang sah Pasal 95 KUH Perdata bahwa “Suatu Perkawinan,
dan juga anak yang lahir diluar nikah. Anak sah walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala
sebagaimana yang dinyatakan UU No. 1 Tahun 1974 akibat Perdatanya, baik terhadap suami istri, maupun
Pasal 42 : adalah anak yang dilahirkan dalam atau terhadap anak-anak mereka, bila perkawinan itu
sebagai akibat perkawinan yang sah. Dan kompilasi dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami istri
Hukum Islam (KHI) Pasal 99 menyatakan, anak yang itu”, alasan pembatalannya sesuai dengan Pasal 90 KUH
sah adalah : (a) anak yang dilahirkan dalam perkawinan Perdata yang menyebutkan : “semua perkawinan yang
yang sah. (b) hasil perbuatan suami istri yang sah di luar dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam
rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Pasal-Pasal 30, 31, 32 dan 33, boleh dimintakan
pembatalan, baik oleh suami istri itu sendiri, maupun
Kelahiran seorang anak juga disebabkan oleh hubungan oleh orang tua mereka atau keluarga sedarah mereka
badan antara laki-laki dengan perempuan yang tidak dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang
terkait dengan akad nikah yang sah. Hubungan badan mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu,
seperti ini disebut zina bila pelakunya berbuat secara ataupun oleh Kejaksaan” [4].
sengaja dan melawan hukum [2].
Namun yang menjadi permasalahan adalah anak
Terkait mengenai kelahiran seorang anak yang sumbang (termasuk anak luar kawin yang tidak dapat
dilahirkan secara sah dengan perkawinan yang sah dan diakui). Pasal 862 sampai dengan Pasal 873 KUH
juga anak yang lahir diluar nikah juga dapat lagi Perdata adalah mengenai hubungan hukum antara anak
disebabkan oleh hubungan badan antara seorang laki- luar nikah dengan orang tuanya. Dengan kata lain
laki dengan seorang perempuan yang masih mempunyai “Natuurlijk kind” (anak luar nikah). Dalam Pasal 867
hubungan darah dekat. Anak yang dilahirkan dari hasil KUH Perdata berbunyi : “ketentuan-ketentuan tersebut
hubungan sedarah tersebut dinamakan anak sumbang. di atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dan
Sehingga hubungan antara mereka dilarang oleh perzinaan atau penodaan darah. Undang-Undang hanya
Undang-Undang untuk menikah. memberikan nafkah seperlunya kepada mereka [5].

Larangan perkawinan sedarah ini diatur dalam Pasal 8 Kelahiran itu sendiri hanya ada hubungan antara Ibu dan
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yakni : anak hal ini sesuai pada Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang
Perkawinan dan juga pada Pasal 100 Kompilasi Hukum
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus Islam. Hubungan anak dengan laki-laki yang
kebawah atau keatas membuahkannya tidak ada. Barulah karena
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan pengakuannya atau juga disertakan pembuktian
menyimpang yaitu antara saudara, antara seorang berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau
dengan saudara, antara seorang dengan saudara alat bukti lain menurut hukum maka lahirlah hubungan-
orang tua dan antara seorang dengan saudara hubungan hukum antara anak dan laki-laki yang
neneknya. mengakuinya yang menimbulkan hubungan
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, kekeluargaan. Walaupun kedudukannya tetap
menantu dan ibu atau ayah tiri. terbelakang di bandingkan dengan anak sah, terutama
4. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, dalam hukum waris.
anak sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
5. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai Pasal 862 KUH Perdata hanya memberikan hak mewaris
bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang kepada anak luar nikah yang ada hubungan Perdata
suami beristeri lebih dari seorang. dengan si pewaris berdasarkan Pasal 281 KUH Perdata.
Sejak kelahiran seorang anak, terjadilah hubungan
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) salah satu Perdata antara orang tua dan anak. Hubungan yang
batalnya perkawinan dalam Pasal 70 huruf (d) KHI yaitu demikian terjadi dengan sendirinya karena kelahiran.
: “Perkawinan dilakukan diantara dua orang yang Jadi dengan kelahirannya maka anak yang tidak sah itu
mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan menjadi anak luar nikah dari si Ibu. Dengan pengakuan
sampai derajat tertentu” si Ayah ia menjadi anak luar nikah dari si Ayah.

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


118
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

Anak luar nikah tidak akan pernah dapat mewaris dari adalah anak yang telah berumur 12 (dua
sanak keluarga orang tuanya, dan tidak dapat bertindak belas) tahun, tetapi belum berumur 18
dalam harta peninggalan salah seorang anggota (delapan belas) tahun yang diduga
keluarganya. Akan tetapi Pasal 873 KUH Perdata melakukan tindak pidana.
memungkinkan terjadi pewarisan yang demikian. Jadi 4. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang
hanya apabila sama sekali tidak ada orang lain, maka Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
anak luar nikah dapat mewaris dari sanak keluarga orang Manusia, pengertian anak adalah setiap
tuanya dan sebaliknya dengan menyampingkan Negara. manusia yang berusia dibawah 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah, termasuk
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada dua anak yang masih dalam kandungan apabila
cara untuk mendapatkan warisan, yaitu : hal tersebut demi kepentingannya.
5. Pengertian anak menurut Undang-Undang
1. Sebagai ab intestato (ahli waris menurut Undang- No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak
Undang) dalam pasal 832 KUH Perdata mengatur secara langsung tolak ukur kapan
2. Secara Testamentair (ahli waris karena ditunjuk seseorang digolongkan sebagai anak, akan
dalam surat wasiat/testamen) dalam pasal 899 tetapi pengertian anak dapat dilihat pada
KUH Perdata. Pasal 6 ayat (2) yang memuat ketentuan
syarat perkawinan bagi orang yang belum
Dalam Hukum Islam anak sumbang mendapatkan hak mencapai umur 21 tahun mendapati izin
waris dari garis ibunya, hal ini sesuai dengan Pasal 186 kedua orang tua. Selanjutnya diatur pula
KHI bahwa “Anak yang lahir diluar perkawinan hanya dalam Pasal 7 ayat (1) yang memuat batasan
mempunyai hubungan saling mewarisi dengan Ibunya minimum usia untuk dapat kawin bagi pria
dan keluarga dari pihak Ibunya [6]. adalah 19 (sembilan belas) tahun dan wanita
16 (enam belas) tahun.
1.1 Pengertian Anak 6. Pengertian anak menurut Undang-Undang
Merujuk dari Kamus Umum bahasa Indonesia No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
mengenai pengertian anak secara etimologis Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
diartikan dengan manusia yang masih kecil 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam
ataupun manusia yang belum dewasa [7]. Pasal 1 angka 1 yaitu seseorang yang belum
Pengertian anak menurut R.A Kosnan ialah “anak- berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam anak yang masih dalam kandungan.
jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah
terpengaruh untuk keadaan sekitarnya” [8]. 1.2 Pengertian Anak Sumbang
Menurut Undang-Undang yang berlaku di Anak merupakan anugerah dan titipan dari Allah
Indonesia, pengertian anak berbeda-beda menurut SWT, sudah semestinya anak-anak mendapatkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang terbaik. Hubungan antara anak dan orangtua
yakni sebagai berikut: akan timbul sejak dilahirkan. Anak-anak
1. Anak Menurut KUH Perdata, ialah mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
dijelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang- khusus, kesempatan dan fasilitas yang
Undang Hukum Perdata yang mengatakan memungkinkan mereka berkembang secara sehat
orang belum dewasa adalah mereka yang dan wajar. Anak yang memiliki hubungan sah
belum mencapai umur 21 tahun dan tidak menurut hukum akan memiliki hak yang
lebih dahulu telah kawin. Jadi anak adalah dilindungi. Tetapi jika anak yang dilahirkan dari
setiap orang yang belum berusia 21 tahun luar perkawinan akan timbul permasalahan pada
dan belum menikah. Seandainya seorang kedudukan dan hak waris terhadap anak tersebut.
anak telah menikah sebelum umur 21 tahun Seperti yang terjadi pada anak yang dilahirkan dari
kemudian bercerai atau ditinggal mati oleh hubungan sedarah atau dilarang Undang-Undang.
suaminya sebelum genap umur 21 tahun, Pengertian anak sumbang adalah anak-anak yang
maka ia tetap dianggap sebagai orang yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang
telah dewasa bukan anak-anak [9]. mempunyai hubungan darah yang dekat, sehingga
2. Anak menurut Kitab Undang-Undang antara mereka dilarang Undang-Undang untuk
Hukum Pidana, adalah anak dalam Pasal 45 menikah [10].
KUH Pidana adalah anak yang umurnya
belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Menurut Benyamin Asri, anak sumbang (Bloed
3. Pengertian anak menurut Undang-Undang Schenneg/darah yang dikotori) yaitu anak yang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem dilahrikan dari hubungan antara seorang laki-laki
Peradilan Pidana Anak, adalah sebagaimana dan perempuan, yang diantara keduanya terdapat
yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) anak

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


119
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

larangan untuk menikah (karena terdapat hubungan untuk dimanfaatkan bagi


darah, misalnya kakak dan adik) [11]. kemaslahatan umat Islam.
Pada dasarnya ada 3 (tiga) rukun waris, yaitu :
1.3 Syarat-syarat dan Rukun Waris 1. Pewaris (Muwarrits)
Syarat dan rukun waris islam pada dasarnya ialah Pewaris adalah seseorang yang telah
persolan waris-mewarisi yang selalu identik meninggal dan meninggalkan sesuatu yang
dengan perpindahan kepemilikan sebuah benda, dapat beralih kepada keluarganya yang
hak dan tanggung jawab dari pewaris kepada ahli masih hidup. Berdasarkan prinsip bahwa
warisnya. peralihan harta dari pewaris kepada ahli
Syarat Warisan Islam ada 3 (tiga) yaitu : waris berlaku sesudah meninggalnya
1. Orang yang mewariskan (muwarris) benar pewaris, maka kata “pewaris” itu
telah meninggal dunia dan dapat dibuktikan sebenarnya tepat untuk pengertian
secara hukum bahwa ia telah meninggal. Ini seseorang yang telah mati.
berarti bahwa apabila tidak ada kematian, 2. Ahli waris (Warits)
maka tida ada pewarisan. Pemberian atau Ahli waris adalah orang yang pada saat
pembagian harta kepada keluarga pada meninggal dunia mempunyai pertalian
masa hidupnya, tidak termasuk kedalam darah atau pertalian perkawinan dengan
kategori waris-mewarisi, tetapi pemberian pewaris. Dengan ketentuan mereka juga
atau pembagian ini disebut Hibah. harus beragama islam, tidak terhalang
2. Orang yang mewarisi (ahli waris) hidup karena hukum untuk menjadi ahli waris dan
pada saat orang yang mewariskan pula tidak terdinding tali pemisah karena
meninggal dunia dan bisa dibuktikan secara ada ahli waris lainnya. Dengan demikian
hukum. Termasuk dalam pengertian hidup ahli waris itu adalah mereka yang pada
disini adalah : waktu meninggal pewaris mempunyai
a. Anak (embrio) yang hidup dalam pertalian darah atau perkawinan dengan
kandungan ibunya pada saat orang pewarisnya.
yang mewariskan meninggal dunia 3. Harta warisan
b. Orang yang menghilang dan tidak Harta warisan adalah segala sesuatu yang
diketahui tentang kematiannya, dalam ditinggalkan oleh pewaris yang secara
hal ini perlu adanya keputusan hakim hukum dapat beralih kepada ahli warisnya.
yang mengatakan bahwa ia masih Dalam pengertian ini dapat dibedakan
hidup. Apabila dalam waktu yang antara harta peninggalan dengan harta
ditentukan ia tidak juga kembali, maka warisan. Harta peninggalan adalah apa-apa
bagian warisannya dibagikan kembali yang ditinggalkan oleh yang meninggal,
kepada ahli waris. dengan arti lain ialah apa yang berada pada
c. Ada hubungan pewarisan antara orang seseorang yang meninggal saat
yang mewariskan dengan orang yang kematiannya, sedangkan harta warisan
mewarisi yaitu : adalah harta yang berhak diterima dan
1) Hubungan nasab: (keturunan, dimiliki oleh ahli waris [12].
kekerabatan), baik pertalian garis
lurus keatas, seperti : ayah, kakek 2. Metode Penelitian
dan lainnya, atau pertalian lurus
2.1 Spesifikasi Penelitian
kebawah seperti : anak, cucu,
atau pertalian Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum yang
mendatar/menyamping seperti : deskripsi-analitis, yaitu menggambarkan peraturan
saudara, paman, dan anak perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan
turunanya. teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum
2) Hubungan pernikahan, yaitu positif yang menyangkut permasalahan [13].
seseorang dapat mewarisi
disebabkan menjadi suami atau Deskriptif karena dalam penelitian ini diharapkan akan
istri dari orang yang mewariskan. diperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis
3) Karena hubungan agama islam, tentang fokus penelitian. Sedangkan analitis karena dari
yaitu apabila seseorang data-data yang diperoleh akan di analisis, yakni masalah
meninggal dunia tidak kedudukan anak sumbang dalam penerimaan harta
meninggalkan orang yang warisan kemudian dianalisis dari sudut hukum Islam
mewarisi, maka hartanya akan terhadap Pasal 867 KUH Perdata.
diserahkan kepada Baitul’Mal
(perbendaharaan Negara Islam)

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


120
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

2.2 Teknik Pengumpulan Data 4. Data display, yaitu penyajian data dalam bentuk
deskriptif verbalitas.
Untuk memperoleh data di dalam penelitian ini, 5. Data verifikasi, yaitu pemeriksaan kembali dari
penyusun akan menelusuri lieratur-literatur yang relevan pengulangan data.
(library research) dengan masalah yang akan dibahas, 6. Data konklusi, yaitu perumusan kesimpulan hasil
dan sumber data yang digali dalam penelitian ini, seperti penelitian yang disajikan, baik perumusan secara
Kompilasi Hukum Islam, KUH Perdata serta buku-buku umum ataupun khusus [15].
yang relevan dengan kajian yang dibahas dan membantu
pemahaman dalam penulisan ini. 3. Hasil dan Pembahasan
2.3 Sumber Data 3.1 Hak Waris Anak Sumbang Menurut KUH Perdata.

Sumber data merupakan hal yang sangat penting karena Hukum waris menurut KUH Perdata adalah suatu
akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana berhubung
dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ada. Dalam dengan meninggalnya seseorang, dan akibat-akibatnya
penelitian ini bersumber data yang penulis gunakan didalam kebendaan, yang diatur, yaitu : akibat dari
adalah sebagai berikut : beralihnya harta peninggalan dari seorang yang
meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam
1. Bahan Hukum Primer hubungannya antara mereka sendiri yang mempunyai
Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum pertalian darah atau keluarga, maupun dengan pihak
yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ketiga.
seperti Al-Quran, Al-Hadits, Itjma/itjihad, KUH
Mengenai waris, terdapat 3 (tiga) unsur hukum waris.
Perdata, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-
Karenanya kita baru berbicara tentang masalah
Undang No. 1 Tahun 1974.
pewarisan, kalau tidak ada salah satunya maka hukum
2. Bahan Hukum Sekunder
waris tidak bisa diberlakukan / tidak terlaksana tanpa
Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang
adanya :
memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai
bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder 1. Pewaris
seperti buku-buku mengenai waris, hukum Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia,
perdata, literatur, dan karya-karya ilmiah. baik laki-laki maupun perempuan yang
3. Bahan Hukum Tersier meninggalkan sejumlah harta kekayaan, maupun
Bahan Hukum Tersier merupakan bahan hukum perempuan yang meninggalkan sejumlah harta
yang memberikan penjelasan dan petunjuk kekayaan, maupun hak-hak yang diperoleh
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum beserta kewajiban-kewajiban yang harus
sekunder. Biasanya bahan hukum tersier dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat
diperoleh dari kamus hukum, kamus bahasa wasiat maupun tanpa surat wasiat. Karenanya
Indonesia, kamus bahasa Inggris, dan adalah penting artinya untuk menetapkan dengan
sebagainya. teliti saat meninggal [16].
2.4 Analisis Data Dalam Pasal 830 KUH Perdata menyebutkan
bahwa, “Pewarisan hanya berlangsung karena
Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam kematian”.
suatu penelitian. Analisis data ini menggunakan analisis
data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang 2. Warisan
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, Pengertian warisan dalam sistem hukum perdata
mengorganisir data, memilah-milahnya menjadikan barat yang bersumber pada KUH Perdata atau
satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari Burgelijk Wetbook itu meliputi seluruh harta
dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan
diceritakan kepada orang lain [14]. yang dapat dinilai dengan uang.
3. Ahli Waris
Adapun prosedur pengembangannya data Berdasarkan Pasal 832 KUH Perdata, Ahli waris
kualitatif adalah : adalah keluarga sedarah baik sah maupun luar
kawin yang diakui, serta suami istri yang hidup
1. Data collecting, yaitu proses pengumpulan data. terlama. Jika golongan pertama ahli waris masih
2. Data editing, yaitu proses pembersihan data, ada maka akan menutup hak anggota keluarga
artinya memeriksa kembali jawaban apakah cara lainnya dalam garis lurus keatas maupun
menjawabnya sudah benar. kesamping.
3. Data reducting, yaitu data yang disederhanakan,
diperkecil, dirapikan, diatur dan dibuang yang Ahli waris harus juga memenuhi syarat-syarat untuk
salah. dapat menerima warisan, yaitu meliputi :

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


121
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

1. Mempunyai hak terhadap peninggalan waris, Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
misal hubungan keluarga atau tertulis dalam surat (Burgerlijk Wetboek) anak yang dilahirkan di luar
wasiat (testamen) perkawinan adalah anak-anak yang dibenihkan dan
2. Ahli waris sudah ada saat pewaris (pemilik harta) dilahirkan di luar perkawinan yang sah [17]. Anak yang
meninggal. Ketentuan ini tidak berarti dilahirkan diluar perkawinan itu termasuk juga anak luar
mengurangi makna ketentu Pasal 2 KUH Perdata, kawin yang dapat diakui atau disahkan, termasuk juga
yaitu : “anak yang ada dalam kandungan seorang anak yang dilahirkan oleh hubungan badan antara
perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih
bilamana kepentingan si anak menghendakinya”. dalam ikatan darah atau anak sumbang dan juga anak
3. Seseorang yang sudah meninggal dunia dan hasil zinah. Meskipun anak sumbang, anak zina, baik
digantikan oleh keturunannya. Misal, seorang juga terhadap anak luar kawin yang dapat diakui didalam
kakek dapa mewariskan ke cucu, karena si pengertiannya berbeda-beda didalam penyebutannya
anaknya sudah meninggal terlebih dahulu. dan kedudukan hukumnya yang digantungkan pada
4. Cakap untuk menerima warisan seseuai dengan hubungan hukum dari orang tua yang menyebabkan
ketentuan yang berlaku. kelahirannya, maka terhadap hak-hak mereka terdapat
persamaan dan perbedaan-perbedaan dihadapan hukum.
Menurut Pasal 838 KUH Perdata yang dianggap tidak
patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari Pranata pengakuan (erkenning) dan pengesahan
pewarisan ialah : (wettiging) terhadap anak oleh ibu dan atau ayah
biologisnya merupakan perbuatan hukum yang
1. Mereka yang dengan putusan hakim dihukum
membawa konsekuensi peningkatan kedudukan hukum
karena dipersalahkan telah membunuh, atau
anak luar kawin dalam hubungan perdata antara dirinya
mencoba membunuh orang yang meninggal.
dengan orang tua dan atau dengan keluarga orang
2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah
tuanya. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 280 KUH
dipersalahkan, karena secara fitnah telah
Perdata bahwa melakui pengakuan yang dilakukan
mengajukan pengaduan terhadap orang yang
terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan
meninggal, ialah pengaduan telah melakukan
perdata antara si anak dengan bapak atau ibunya.
sesuatu kejahatan yang terancam dengan
Selanjutany akan lebih meningkat lagi kedudukannya
hukuman penjara lima tahun lamanya atau
jika dilakukan pengesahan, sebagaimana ditentukan
hukuman yang lebih berat.
Pasal 277 KUH Perdata bahwa pengesahan anak, baik
3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan
karena kawinnya bapak dan ibunya, maupun dengan
telah mencegah orang yang meninggal untuk
pengesahan menurut Pasal 274 KUH Perdata,
membuat atau mencabut surat wasiat.
mengakibatkan bahwa terhadap status anak luar kawin
4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau
itu menjadi sama dengan anak sah mempunyai hubungan
memalsukan surat wasiat orang yang sudah
perdata dengan ibu dan bapaknya serta hubungan
meninggal.
perdata dengan keluarga ibu dan ayahnya.
Adapun ketentuan pengaturan hukum mengenai waris
Dari adanya pengakuan dan pengesahan anak yang lahir
anak yang dilahirkan dalam hubungan sedarah atau anak
di luar kawin maka timbullah akibat hukum yang
sumbang diatur secara khusus dalam Pasal 867 KUH
meliputi :
Perdata yang menyatakan bahwa, anak sumbang tidak
mempunyai hubungan timbal balik dalam pewarisan, 1. Hak mengetahui asal usulnya, sebagaimana hak
karena hak anak tersebut tidak diatur warisannya dalam mengetahui asal usul bagi seorang anak
KUH Perdata. Tetapi Undang-Undang hanya merupakan hak perdata anak yang dijamin dalam
memberikan nafkah seperlunya kepada mereka. Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan
3.2 Hak-hak Keperdataan Anak Sumbang Menurut
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
KUH Perdata
Anak yang isi ketentuannya sama, bahwa setiap
Hak-hak keperdataan anak luar kawin dalam peraturan anak berhak untuk mengetahui siapa orang
perundang-undangan diatur secara khusus dalam Kitab tuanya.
Undang-Undang Hukum Perdata. Hak keperdataan anak
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa
merupakan hak yang melekat pada setiap anak yang
pemenuhan hak asal usul anak luar kawin secara
diakui oleh hukum dalam hubungan hukum dengan
KUH Perdata dapat dilakukan oleh orang tua
orang tua dan keluarga orang tuanya, meliputi hak
biologisnya dengan beberapa cara, yaitu :
mengetahui asal ususlnya, hak mendapat pemeliharaan
dan pendidikan dari orang tua, hak diwakili dalam segala a. Dengan akte kelahiran di hadapan Pegawai
perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan dan Catatan Sipil sebelum atau tidak adanya
hak mengurus harta benda anak, serta hak mendapatkan perkawinan orang tua.
warisan. b. Dengan akta otentik yang dibuat Pegawai
Catatan Sipil, dibukukan dalam register

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


122
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

kelahiran dan dicatat dalam jihat akta hak-hak anak sumbang yang diatur didalam Pasal 867
kelahiran KUH Perdata.
c. Dengan akta perkawinan orang tuanya yang
3.3 Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUH
mengesahkannya
Perdata Terkait Kedudukan Anak Sumbang Terhadap
d. Dengan surat presiden.
Harta Warisan.
2. hak atas pemeliharaan dan pendidikan dari orang
tua, dimana hak untuk mendapatkan Hukum waris adalah suatu hukum yang mengatur
pemeliharaan dan pendidikan dari orang tua ini peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia
akan timbul setelah bagi anak luar kawin yang diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan
disahkan berlaku Pasal 272 KUH Perdata yang masyarakat yang lebih berhak. Hukum waris menurut
mengakibatkan anak tersebut akan berlaku Islam, atau ilmu Faraidh adalah cabang ilmu
ketentuan-ketentuan yang seolah-olah anak itu pengetahuan yang membahas tentang aturan pembagian
dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah. warisan seseorang yang telah meninggal dunia kepada
3. Hak diwakili dalam segala perbuatan hukum di ahli warisnya yang masih hidup, baik harta, maupun
dalam dan di luar pengadilan dan hak mengurus hak-haknya yang legal sesuai syariat islam. Faraidh
harta bendanya, adapun hak anak luar kawin artinya bagian, siapa yang berhak mendapat waris dan
untuk diwakili di dalam segala perbuatan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk
hukumnya baik di dalam maupun diluar setiap ahli waris.
pengadilan dan hak mengurus harta bendanya
diurus oleh walinya. Khusus terhadap anak yang Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia, paling
lahir di luar perkawinan yang tunduk pada KUH tinggi kedudukannya, paling besar ganjarannya, oleh
Perdata, maka haknya untuk diwakili dalam karena pentingnya, bahkan sampak Allah sendiri yang
segala perbuatan hukumnya baik di dalam menentukan takarannya, karena harta dan pembagiannya
maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai merupakan sumber ketamakan bagi manusia, sebagian
besar dari harta warisan adalah untuk pria dan wanita,
pribadi anak maupun harta bendanya,
besar dan kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga
sebagaimana dimaksud dalam KUH Perdata
tidak terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat
Pasal 333, bahwa :
a. Bagi anak luar kawin yang disahkan, atau berbicara dengan hawa nafsu.
kedudukannya tidak dibawah perwalian Dalam hukum Islam terdapat dua faktor yang
tetapi ada dalam kekuasaan orang tua, menyebabkan adanya pewarisan yaitu :
sehingga orang tuanya tersebut yang
mewakilinya, sebagaimana kekuasaan 1. Adanya hubungan kekerabatan (Nasab)
orang tua terhadap kedudukan anak sahnya. 2. Adanya perkawinan yang sah.
b. Bagi anak luar kawin yang diakui, Terkait mengenai kelahiran anak yang disebabkan oleh
perwaliannya dilakukan oleh orang tua yang adanya hubungan badan antara seorang laki-laki dan
mengakuinya atau seorang wali yang seorang perempuan yang masih mempunyai hubungan
ditunjuk. darah atau anak sumbang, termasuk juga perkawinan
4. Hak mendapatkan waris bagi anak luar kawin, yang tidak diakui atau juga anak yang lahir diluar
adapun hak anak terhadap waris bagi anak luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling
kawin ini terdapat pada Pasal 272, yang apabila mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya, yang
suatu pengakuan itu dilakukan dalam akta berdasarkan Pasal 186 KHI.
perkawinan sendiri. Dengan demikian, anak
tersebut berkedudukan sebagai anak luar kawin Didalam Pasal 76 KHI juga disebutkan bahwa batalnya
yang disahkan, sehingga terhadapnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan
berdasarkan Pasal 277 KUH Perdata berlaku hukum antara anak dengan orang tuanya. Salah satu
ketentuan-ketentuan Undang-Undang yang sama alasan batalnya perkawinan dalam Pasal 70 KHI
seolah-olah anak itu dilahirkan dalam disebutkan adanya perkawinan yang dilakukan antara
perkawinan yang sah. dua orang yang mempunyai hubungan darah. Dalam
KHI dinyatakan bahwa anak yang lahir di luar
Mengenai hak-hak anak luar kawin sebagaimana hal perkawinan hanya memiliki nasab dengan ibu dan
ketentuan-ketentuan yang dimuat diatas, keberlakuan keluarga ibunya yang terdapat pada Pasal 100 KHI,
hukumnya tidak sepenuhnya terjadi kepada anak sehingga anak luar kawin tersebut hanyala mewarisi dari
sumbang. Perlu diketahui bahwa KUH Perdata tidak ibu dan keluarga ibunya. Pelanggaran ketentuan-
membolehkan pengakuan terhadap anak-anak yang ketentuan tentang larangan perkawinan atau rukun
dilahirkan dari perbuatan zina atau anak yang dilahirkan perkawinan atau syarat-syarat perkawinan dalam
dari hubungan antara dua orang yang dilarang kawin. ketentuan Hukum Perkawinan Indonesia terdapat dalam
Sehingga demikian hak-hak keperdataan anak sumbang Pasala 39 butir (1) huruf a KHI, yang menyatakan :
sangat terbatas dimana KUH Perdata hanya menentukan

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


123
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

“Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang sumbang yang termasuk kepada anak tidak sah
pria dan seorang wanita disebabkan : yang tidak dapat diakui. Oleh karena itu
kedudukanya sebagai anak luar kawin yang tidak
1. Karena pertalian nasab:
dapat diakui dan dibatasi haknya didalam
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan
penerimaan harta warisan yang berdasarkan
atau yang menurunkannya, atau
Pasal 867 KUH Perdata, bahwa Undang-Undang
keturunannya.
hanya memberikan nafkah seperlunya kepada
Adapun menurut para ulama, anak mereka, dan secara subjektifnya lagi bahwa
sumbang, diqiyaskan kepada anak diluar pemberian nafkah itu tergantung dengan sebatas
nikah yang hanya dinisbatkan kepada kemampuan dari orang tua yang menyebabkan
ibunya dengan argumentasi bahwa kelahirannya.
pernikahan jenis ini dianggap batal demi 2. Berdasarkan Pasal 867 KUH Perdata anak
hukum, sehingga dianggap tidak pernah sumbang tidak mendapatkan warisan, melainkan
terjadi pernikahan antara kedua suami isteri. hanya mendapatkan nafkah seperlunya dari orang
Hubungan yang seperti ini didalam Islam tua yang menyebabkan kelahirannya, dan
secara tegas, Al-Quran Surah An-Nisa ayat memiliki kemungkinan menjadi ahli waris
23 menyatakan larangannya yang artinya : Terstamentair (ahli waris yang ditunjuk dalam
suatu wasiat). Sedangkan Hukum Islam
“diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-
memandang dalam Pasal 186 KHI bahwa anak
ibumu; anak-anakmu yang perempuan; sumbang mempunyai hubungan nasab, saling
saudara-saudaramu yang perempuan, mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; yang berdasarkan Pasal 186 KHI, sedangkan
saudara-saudara ibumu yang perempuan; dalam KUH Perdata tidak demikian.
anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak 4.2 Saran
perempuan dari saudara-saudaramu yang
Adapun saran sebagai masukan dari penulis ialah :
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui
kamu; saudara perempuan sepersusuan; 1. Tentunya untuk melindungi anak yang suci dan
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak tidak berdosa terkhusus yang dilahirkan oleh
perempuan dari isterimu (anak tiri) yang adanya hubungan sedarah ataupun zina, untuk
dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah menjamin perlindungan haknya apabila anak itu
kau campur dengan isterimu itu (dan sudah telah terlahir kedunia, Badan Legislatif atau
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu DPR, haruslah membuat suatu peraturan khusus
(menikahinya); (dan diharamkan bagimu) yang mengatur agar anak yang lahir yang
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); disebabkan oleh adanya hubungan sedarah atau
dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam zina juga memiliki konsekuensi sanksi mengenai
pernikahan) dua perempuan yang nafkah dan keperluan si anak yang dilahirkan
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada bagi laki-laki yang menyebabkan kelahirannya
masa lampau. Sungguh Allah Maha diluar daripada hal penerimaan kewarisan.
Pengampun, Maha Penyayang”. Karena adalah tidak tepat dan tidak adil jika
hukum membebaskan laki-laki yang melakukan
4. Kesimpulan hubungan badan atau seksual yang menyebabkan
terjadinya kehamilan dan kelahiran anak tersebut
4.1 Kesimpulan dari tanggung jawabnya sebagai seorang bapak
Setelah penulis menguraikan tentang kedudukan anak yang dengan bersamaan dengan itu pula hukum
sumbang dalam penerimaan harta warisan, maka dapat meniadakan hak-hak anak yang dilahirkan
diambil kesimpulan sebagai berikut : terhadap laki-laki yang membuahkannya. Hal
tersebut diatas jika boleh penulis
1. Anak sumbang menurut KUH Perdata yaitu anak membandingkan suatu poin hukum, tentunya
yang dilahirkan oleh adanya hubungan badan perbuatan laki-laki yang menyebabkan lahirnya
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan seorang anak dimana perbuatan tersebut telah
yang masih mempunyai hubungan darah atau dilarang oleh hukum dan agama seperti perbuatan
pertalian dalam sebuah keluarga. Seperti yang tindak pidana tabrak lari disebuah jalan yang
termuat didalam Pasal 8 Undang-Undang No. 1 panjang dan ramainya manusia yang hanya
Tahun 1974, yakni antara ayah dan anak menyaksikan.
perempuannya atau sebaliknya antara anak laki- 2. Disarankan juga kepada Komisi VIII DPR, lebih
laki dengan ibunya, antara kakak dengan adiknya serius lagi memperhatikan nasib anak yang
atau sesama saudara. Maka anak yang dilahirkan dilahirkan oleh adanya hubungan sedarah
dari hubungan sedarah tersebut adalah anak ataupun zina, dan juga lagi disarankan agar

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


124
Dayat Limbong1
(Focus UPMI) Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125

menciptakan payung hukum yang memberi


perlindungan hukum dan kepastian hukum yang
nantinya dapat meminimalisir perbuatan zina dan
hubungan sedarah. Hal ini bisa lagi ditingkatkan
dengan gencar melakukan seminar dan
pemberitahuan-pemberitahuan yang
berkesinambungan, edukasi-edukasi yang baik
atau penyuluhan-penyuluhan hukum yang turun
langsung kepada masyarakat, dengan
membentuk suatu tim dari Komisi Perlindungan
Anak Indonesia terkhusus, sehingga efektifitas
terhadap pemberlakuan hukum tidak lagi menjadi
isu ataupun kabar angin belaka.

Daftar Rujukan
[1] Nasution, Khoiruddin Hukum Perkawinan 1, (Yogyakarta
ACADEMIA & TAZAFFA, 2004).
[2] Syarifudin, Amir, Pelaksana Hukum Kewarisan Islam Dalam
Lingkungan Adat Minangkabau, Cet. I. (Jakarta: Gunung Agung,
1984).
[3] Kompilasi Hukum Islam, Pasal 76, Tentang Batalnya Perkawinan.
[4] KUH Perdata, Pasal 90, Tentang Batalnya Perkawinan.
[5] KUH Perdata, Pasal 876, Tentang Pewarisan Bila Ada Anak
Diluar Kawin.
[6] Kompilasi Hukum Islam, Pasal 186, Tentang Besarnya Bahagian
[7] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai
Pustaka : Amirko, 1984).
[8] R.A Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia,
(Bandung : Sumur, 2005) hlm. 113
[9] Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
(terjemahan burgerlijk wetboek), (Jakarta: Pradnya Paramita,
1960).
[10] Satrio, J. Hukum Waris, (Paramita, Bandung, 1988).
[11] Asri, Benyamin dan Thabrani Asri, Dasar-Dasar Hukum Waris
Barat Suatu Pembahasan Teoritis Dan Praktek, (Tarsito, Bandung,
1988).
[12] Usman, Rachmadi Hukum Kewarisan Islam Dalam Dimensi KHI,
Cet I. (Bandung: CV. Mandar maju, 2009).
[13] Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan
Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988).
[14] Lexy J. Moeleong, metode Peneeitian Kualitatif, (Banudng : PT.
Remaja Rosdakarya, 2006)
[15] Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis, (Jakarta Pusat : PT.
Bina Ilmu, 2004)
[16] A Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Belanda, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), Hlm. 15.
[17] P. Scholten dalam J. Andy Hartanto, Kedudukan Hukum Dan Hak
Waris Anak Luar Kawin Menurut Burgerlijk Wetboek
(Yogyakarta : Laksbang Pressidndo, 2008).

(Focus UPMI )Vol . 7 No. 3 (2018) 117 – 125


125

You might also like