You are on page 1of 8

JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Volume 5, Nomor 2, Halaman 233-240 p-ISSN: 2528-0767


http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk e-ISSN: 2527-8495

AKIBAT HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM KAWIN HAMIL


LEGAL DUE TO CHILDREN WHO ARE BORN IN MARRIED BY ACCIDENT
R. Tetuko Aryo Wibowo*, Thohir Luth
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya
Jalan M.T. Haryono Nomor 169 Malang 65144, Indonesia

INFO ARTIKEL Abstract: this study aimed to explore deeply about the
legal consequences of children born as a result of married
Riwayat Artikel: by accident. The method used is formative juridical with
Diterima : 13 November 2019 the main reference Article 53 Compilation of Islamic Law,
Disetujui : 09 Juni 2020 Article 250 of the Civil Code, Article 42 of the Marriage
Law, and the Al-Qur’an namely Surat Al Isra ‘verse 32.
Keywords: The results of the study indicate that based on Compilation
Guardianship, Inheritance, of Islamic Law, Article 250 of the Civil Code, and Article
Islamic Law, Legal Certainty, 42 of the Marriage Law, the legal status of a child resulting
Married by Accident from a married by accident is a legitimate child, so it has the
descent, inheritance rights, and guardianship rights of both
parents. However, based on the Qur’an and the opinion of
Kata Kunci: jumhur ulama, the legal status of a child resulting from the
Hukum Islam, Kawin married by accident depends on the length of birth from the
hamil, Kepastian Hukum, time of marriage. If more than six months old, the child’s
Perwalian, Waris status is legitimate so that he is entitled to both parents. If it
is less than six months, then the status is an illegitimate child,
so that he is only entitled to his mother from the descent,
*) Korespondensi: guardianship rights, and inheritance rights.
E-mail: arthonk86@gmail.com
Abstrak: artikel ini bertujuan untuk menggali secara mendalam
tentang akibat hukum bagi anak yang dilahirkan akibat kawin
hamil. Metode yang digunakan adalah yuridis formatif dengan
rujukan utama Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 250
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 42 Undang-
Undang Perkawinan, dan Al-Qur’an yaitu Surat Al Isra’
ayat 32. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa berdasarkan
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 250 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, dan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan,
status hukum anak hasil dari perkawinan wanita hamil adalah
anak yang sah, sehingga memiliki nasab, hak kewarisan,
dan hak perwalian dari kedua orang tuanya. Akan tetapi,
berdasarkan Al Qur’an dan pendapat jumhur ulama, status
hukum anak hasil dari perkawinan wanita hamil bergantung
pada lama kelahiran dari waktu perkawinan. Apabila lebih
dari enam bulan maka status anak adalah sah sehingga
berhak atas kedua orang tuanya. Apabila kurang dari enam
bulan maka status adalah anak tidak sah, sehingga hanya
berhak atas ibunya baik dari nasab, hak perwalian, maupun
hak kewarisan.

PENDAHULUAN demikian ini, jelas bahwa kepastian hukum


Salah satu kajian hukum yang menarik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
untuk diteliti dengan berbagai perspektif norma hukum tertulis. Dalam hal kepastian
adalah kepastian hukum. Secara konseptual, hukum, menurut Teubner hukum yang dapat
kepastian hukum merupakan jaminan bahwa memuaskan semua pihak adalah hukum yang
hukum tersebut dapat dijalankan dengan baik responsif dan hukum yang responsif hanya
(Mertukusumo, 2009). Melalui pernyataan yang lahir apabila ada demokratisasi legislasi

233
Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Akibat hukum anak yang ... 234
(Prasetyo dan Barkatullah, 2012). Oleh karena Perkawinan tidak hanya dapat dipahami
itu kepastian hukum merupakan tujuan utama sebagai perbuatan hukum, tetapi juga sebagai
dari terlahirnya hukum satu jalan yang diberikan Allah SWT kepada
Kepastian hukum mengacu kepada aliran umatnya agar terciptanya keturunan dari masing-
positivime. Jika hukum tidak memiliki jati diri masing keluarga. Ikatan perkawinan merupakan
maka tidak lagi digunakan sebagai pedoman suatu ikatan yang kuat antara mempelai laki-
atau panutan perilaku setiap orang (Marwan, laki dan mempelai perempuan. Akibat hukum
2010). Untuk mencapai ketertiban diusahakan dari ikatan perkawinan yang sah melahirkan
adanya kepastian hukum dalam pergaulan. Hal hak-hak dan kewajiban-kewajiban bukan saja
ini disebabkan karena tidak mungkin manusia antara suami istri itu, melainkan juga dengan
dapat mengembangkan bakat dan kemampuan pihak lain yaitu anak-anak yang dilahirkannya
yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal (Irfan, 2012). Ikatan perkawinan merupakan
tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban ikatan lahiriah dan batiniah antara suami istri
(Kusumaatmadja, 2015). Adanya kepastian dengan orang tuanya.
hukum merupakan hal yang penting dan harus Saat ini, ada fenomena yang dapat
ada dalam semua perbuatan hukum pada semua menyebabkan ketidakjelasan status keturunan
jenis profesi termasuk hukum perkawinan. (nasab) sedang menjangkiti masyarakat sebagai
Misalnya, pegawai KUA dalam hal akibat dari pergaulan bebas termasuk perzinaan.
memutuskan keabsahan perwalian nikah seorang Tidak ada satu manusia pun yang tidak membenci
anak dan juga para notaris yang sedang menangani perzinaan sekali pun adalah pezina itu sendiri.
perjanjian pembagian waris. Para profesional Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al-Isra’
yang bersinggungan dengan kebijakan atau (17) ayat 32 tentang larangan mendekati zina.
peraturan tersebut dapat memberikan suatu Wanita hamil di luar nikah merupakan hal yang
keputusan yang tidak merugikan bagi semua sangat dilarang agama, norma, etika, perundang-
pihak yang terkait. Seluruh pihak terkait undangan negara. Kehamilan di luar nikah
berhak mendapatkan kepastian hukum bagi menyebabkan adanya peristiwa kawin hamil
diri dan keluarganya. Salah satu aktivitas yang berujung dengan nasab seorang anak yang
sosial kemasyarakatan yang tidak jarang dilahirkan. Nasab sangat berhubungan dengan
menemui masalah tentang kepastian hukum hukum perwalian dan kewarisan. Ketika persoalan
adalah perkawinan. nasab dikaitkan dengan hukum perkawinan
Perkawinan merupakan suatu perbuatan dan kewarisan maka akan berimplikasi dan
hukum, yang memerlukan syarat dan rukun berpengaruh secara yuridis sehingga ada hal
agar dapat dipandang sah menurut hukum. yang mutlak harus diperhatikan, yaitu konsep
Yang dimaksud dengan syarat disini ialah mahram dan konsekuensi memberikan hak
syarat perkawinan, yaitu yang berkaitan perwalian dan waris kepada anak.
dengan rukun-rukun perkawinan itu sendiri, Perwalian adalah kewenangan yang
diantaranya syarat bagi calon mempelai pria diberikan kepada seseorang untuk melakukan
yang bukan merupakan mahram dari mempelai sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk
wanita, atas kemauan sendiri, jelas orangnya kepentingan dan atas nama anak. Apabila
dan tidak sedang menjalani ihram. Syarat bagi anak yang lahir akibat dari perbuatan zina
wanita diantaranya tidak berhalangan syar’i, (di luar pernikahan) seroang perempuan dan
jelas orangnya dan tidak sedang melaksanakan dikemudian hari menikah, maka ayah/bapak
ihram. Syarat bagi wali diantaranya laki- laki, alami (biologis) tidak sah untuk menikahkannya.
baligh, berakal sehat, adil dan tidak sedang Sehingga yang menjadi wali nikahnya adalah
melaksanakan ihram. Sedangkan saksi haruslah wali hakim. Sebagaimana ketentuan wali nikah
laki-laki, baligh, sehat akalnya, adil, dapat yang ditentukan dalam Pasal 19 Kompilasi
mendengar dan melihat, tidak mengerjakan Hukum Islam (Jauhari,2011), yakni : (a) Wali
ihram dan memahami bahasa yang digunakan nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang
dalam ijab-kabul. Sedangkan rukun-rukun nikah harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita
adalah lafadz ijab dan qabul, calon suami, calon yang bertindak untuk menikahkannya, (b) yang
istri, dua saksi, dan wali (Wibisana, 2017). berhak sebagai wali nikah ialah orang lakilaki
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 235

yang memenuhi syarat hukum Islam yakni dengan berbagai derivasinya yang sangat
muslim, akil dan baligh (c) ketentuan hukum bervariasi. Hal-hal tersebut meliputi hak perdata
yang sama sebagaimana ketentuan hukum dalam hukum Islam, seperti menyangkut hak
terhadap anak luar nikah tersebut, sama halnya nasab, hak perwalian, hak memperoleh nafkah,
dengan status hukum semua anak yanglahir di dan hak mendapatkan warisan. Bahkan juga
luar pernikahan yang sah. meliputi konsep kemahraman dalam Islam
Agama Islam telah mensyariatkan nikah akibat hubungan persemendaan atau perkawinan.
dan larangan keras berbagai bentuk prostitusi Bersamaan dengan perintah kawin (nikah),
dan perzinaan, sebab zina disamping dinilai dalam hukum Islam juga diharamkan zina
sebagai perbuatan tercela juga dianggap sebagai karena zina menyebabkan tidak terpeliharanya
penyebab kekacauan dan bercampurnya nasab nasab secara sah (Irfan, 2012). Sehingga status
antara yang satu dengan yang lain (Irfan, 2012). hukum karena perzinaan akan menimbulkan
Hal inilah yang melatarbelakangi ajaran Islam berbagai akibat.
sangat menekankan untuk selalu menjaga dan Perkawinan wanita hamil adalah perkawinan
memelihara kemurnian nasab. yang dilakukan oleh seorang wanita yang sudah
Sementara itu pengaturan hukum mengenai hamil sebelum melangsungkan akad nikah
status anak hasil kawin hamil diatur dalam tiga dengan pria yang menghamilinya. Terdapat
peraturan yaitu: KUHPer, Undang-Undang beberapa hal yang yang memotivasi terjadinya
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawina wanita hamil karena zina diantaranya:
dan Kompilasi Hukum Islam. Artikel ini akan (a) untuk menutup aib; (b) harus bertanggung
membahas secara mendalam tentang akibat Jawab dengan perbuatan yang dilakukannya,
hukum anak yang lahir kawin hamil, khususnya karena telah menghamili wanita tersebut; (c)
yang berkaitan dengan perwalian dan kewarisan untuk menutup malu karena merupakan aib
berdasarkan ketiga peraturan hukum tersebut. bagi keluarga, baik bagi keluarga laki-laki
terlebih bagi keluarga perempuan (Wibisina,
METODE
2017). Perkawinan wanita hamil membutuhkan
Kajian ini menggunakan metode yuridis
kajian dan perhatian yang bijaksana terutama
normatif, yaitu kajian yang difokuskan untuk
bagi Pegawai Pembantu Pencatat Nikah (P3N).
mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma
Pendapat ini dilandasi karena adanya perbedaan
dalam hukum positif. Kajian hukum normatif
pendapat para ulama. Ada yang secara ketat
(normative law research) mengkaji undang-
tidak memperbolehkan/melarang karena hamil
undang. Dalam konteks ini, kasus yang menjadi
di luar nikah merupakan perbuatan zina baik oleh
fokus adalah keberadaan anak yang dilahirkan
pria yang menghamilinya maupun wanita yang
akibat kawin hamil. Perspektif yang digunakan
hamil dan merupakan dosa besar. Ada pula yang
adalah kepastian hukum yang meliputi kedudukan
menekankan pada penyelesaian masalah tanpa
waris dan perwalian. Sementara produk hukum
mengurangi kehati-hatian dalam mengambil
yang dikaji sebagai rujukan utama adalah Pasal
hukum. Sejalan dengan sikap para ulama itu,
53 Kompilasi Hukum Islam, Kitab Undang-
ketentuan hukum Islam menjaga batas-batas
Undang Hukum Perdata, dan Undang-Undang
pergaulan masyarakat untuk berperilaku sopan
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
sehingga memberikan ketenangan dan rasa
HASIL DAN PEMBAHASAN aman bahkan mewujudkan kemaslahatan dalam
masyarakat. Dalam hal pelaksanaan kawin hamil
Akibat Hukum dari Anak yang Dilahirkan akibat zina, Undang Undang Nomor 1 Tahun
dalam Kawin Hamil 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan)
Berdasarkan perspektif ajaran agama, Islam tidak mengatur secara jelas hal tersebut. UU
mensyari’atkan bahwa perkawinan (pernikahan) Perkawinan hanya memberikan batasan asalkan
sebagai cara yang dipandang sah untuk menjaga perkawinan tersebut dilakukan atas dasar saling
dan memelihara kemurnian nasab. Islam mencintai dan bertujuan mulia yaitu membentuk
memandang bahwa kemurnian nasab sangat keluarga yang bahagia dan kekal yang didasarkan
penting, karena hukum Islam sangat terkait dan dilakukan menurut ketentuan hukum
dengan struktur atau jajaran nasab keluarga, agama dan kepercayaannya. Maka tidak akan
baik hukum perkawinan maupun kewarisan

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 236

menjadi masalah apabila pada saat pernikahan status anak yang lahir dari perempuan sudah
si wanita yang akan menikah dalam keadaan hamil sebelum menikah. Dalam pasal lain
hamil. Pelaksanaan perkawinan yang didahului yang menjelaskan status anak (Pasal 99 KHI),
karena kehamilan yang diakibatkan perzinaan dinyatakan bahwa (1) anak sah adalah anak yang
akan membawa akibat hukum berupa hak dan lahir dalam atau akibat dari suatu perkawinan
kewajiban yang timbul antara keduanya. yang sah dan (2) hasil pembuahan suami istri
Asas pembolehan pernikahan wanita hamil yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri
dimaksudkan untuk memberi perlindungan tersebut. Apabila wanita tersebut telah menikah
kepastian hukum kepada anak yang ada dalam dengan pria yang menghamilinya sebelum
kandungan dan untuk mengakhiri status anak anaknya dilahirkan, maka anak tersebut adalah
zina. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang anak yang sah.
dinyatakan berlaku dengan Instruksi Presiden Kompilasi Hukum Islam juga hanya
Nomor 1 Tahun 1991 merupakan pedoman bagi mengatur perkawinan wanita hamil di luar
hakim di lembaga peradilan agama. Dalam nikah, belum ada aturan tentang perkawinan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 53, masalah wanita hamil dari suami yang nikah secara
kawin hamil diatur di dalam tiga ayat yaitu: sah yang kemudian cerai atau meninggal
(1) seorang wanita hamil di luar nikah, dapat sesuai dengan Al Qur’an Surat An-Nur (24)
dikawinkan dengan pria yang menghamilinya; ayat 3. Abdur Rahman Ba’alawy mengatakan
(2) perkawinan dengan wanita hamil yang “Boleh menikahi wanita yang hamil dari zina
disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa baik dengan laki-laki yang menghamilinya
menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya; dan atau bukan dan menggaulinya di waktu hamil
(3) dengan dilangsungkannya perkawinan pada disertai hukum makruh”. Jadi dapat ditarik
saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan kesimpulan bahwa Kompilasi Hukum Islam
ulang setelah anak yang dikandung lahir. mengatur hak-hak dan kewajiban yang timbul
Apabila melihat ayat 1 Pasal 53 Kompilasi diantara suami istri termasuk juga untuk
Hukum Islam yang berbunyi, “Seorang wanita suami istri yang perkawinannya diakibatkan
hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan oleh kehamilan di luar nikah (kawin hamil).
pria yang menghamilinya” maka frasa tersebut Pandangan hukum Islam tentang akad nikah
saja sudah bertentangan dengan Al Qur’an Surat wanita hamil akibat zina adalah sah selama
Al-Isra’ (17) ayat 32 yang secara ketat melarang yang mengawini wanita hamil tersebut adalah
adanya perzinaan dalam suatu hubungan laki- laki-laki yang menghamilinya.
laki dengan perempuan. Kemudian apabila Ketentuan pada Pasal 53 di atas sejalan
melihat ayat 2 Pasal 53 Kompilasi Hukum dengan ketentuan yang terdapat dalam Al Qur’an
Islam yang berbunyi “Perkawinan dengan Surat An-Nur (24) ayat 3. Perkawinan dalam
wanita hamil yang disebut pada ayat (1) kasus ini dapat dilangsungkan tanpa menunggu
dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih kelahiran dan anak yang dikandung dianggap
dahulu kelahiran anaknya”, ketentuan tersebut mempunyai hubungan darah dan hukum yang
bertentangan dengan Al Qur’an Surat At-Talaq sah dengan pria yang mengawini wanita tersebut.
(65) ayat 4. Ayat tersebut menjelaskan dalam Hukum positif di Indonesia membedakan
melangsungkan perkawinan seharusnya menunggu antara keturunan yang sah dan keturunan yang
masa iddah wanita yaitu wanita tersebut harus tidak sah. Keturunan yang sah didasarkan atas
melahirkan terlebih dahulu kemudian boleh adanya perkawinan yang sah, dalam arti bahwa
dinikahi. Melihat penjelasan ayat-ayat tersebut, keturunan tersebut adalah keturunan berdasarkan
apabila dikaitkan dengan hukum perwalian kelahiran dalam atau sebagai akibat perkawinan
dan pewarisan maka seharusnya anak yang yang sah. Anak-anak yang demikian disebut
dihasilkan dari perkawinan di luar perkawinan anak sah (Satrio, 2005). Sedangkan keturunan
mengikuti nasab ibunya (anak tidak sah). yang tidak sah adalah keturunan yang tidak
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal didasarkan atas suatu perkawinan yang sah.
53, perkawinan perempuan hamil karena Orang menyebut anak yang demikian ini adalah
zina dinyatakan boleh. Akan tetapi asal yang anak luar kawin.
menyatakan kebolehan mengawini perempuan Seorang anak dapat dikatakan sebagai anak
hamil itu tidak secara langsung menjelaskan yang sah memiliki hubungan nasab dengan

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 237

ayahnya apabila terlahir dari perkawinan yang yang sempurna seperti anak sah. Dikatakan
sah. Begitu pula sebaliknya, bahwa anak yang anak luar kawin, oleh karena asal usulnya
lahir di luar perkawinan yang sah tidak dapat tidak didasarkan pada hubungan yang sah
disebut anak yang sah, biasa disebut dengan yaitu hubungan antara ayah dan ibunya, yang
anak zina atau anak di luar perkawinan yang sebagai suami istri berkewajiban memelihara
sah (Nurudin dan Akmal, 2004). Menurut dan mendidik anak-anak yang dilahirkan
Pasal 2 ayat (1) Undang - Undang Nomor 1 dari perkawinan mereka atau oleh mereka
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan terhadap anak adoptifnya (Gombo, 2014). Dari
pasal tersebut maka perkawinan dengan tata pembedaan kedudukan anak dalam hukum ini
cara perkawinan yang sederhana dan dengan terdapat unsur yang sangat menentukan, yaitu
tujuan agar seseorang tidak bergeser ke arah perkawinan.
perzinaan, yang dilaksanakan berdasarkan Masing-masing pembedaan anak tidak
syariat agama atau kepercayaannya adalah sah, sah ini menurut KUHPer memiliki akibat yang
sehingga anak yang lahir dari perkawinan yang berbeda. Anak luar kawin yang disebut juga
sah dapat memperoleh hak-haknya. anak tidak sah dalam arti sempit adalah anak
Salah satu hak anak yang lahir dari ikatan yang dilahirkan dari hasil hubungan antara
perkawinan adalah hak perwalian atas anak seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
yang akan melangsungkan ikatan perkawinan. kedua-duanya tidak terikat perkawinan dengan
Hak tersebut merupakan perwujudan syariat orang lain dan tidak ada larangan untuk saling
Islam dalam rangka menjaga dan memelihara menikahi. Anak zina adalah anak yang dilahirkan
kemurnian nasab. Nasab penting untuk dijaga dari hubungan luar nikah antara seorang laki-
karena merupakan salah satu faktor yang harus laki dan seorang perempuan, dimana salah satu
dipertimbangkan dalam menjaga keserasian atau kedua-duanya terikat perkawinan dengan
dan kesetaraan kedua calon mempelai (Irfan, orang lain. Anak sumbang adalah anak yang
2012). Perwalian yang berlaku dalam hukum dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki
Islam terhadap anak sesudah lahir terdapat tiga dan seorang perempuan yang antara keduanya
macam yaitu: perwalian tehadap mengasuh dan berdasarkan undang-undang dan ada larangan
menyusukan; perwalian terhadap dirinya; dan untuk saling menikahi.
perwalian terhadap hak miliknya (Idami, 2012) Hubungan kekeluargaan sedarah/nasab
Menurut Pasal 250 Kitab Undang-Undang dalam hukum perdata mempunyai arti yang
Hukum Perdata (KUHPer) dan Pasal 42 UU sangat penting. Perkawinan wanita hamil akan
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang membawa akibat hukum yang sama dengan
dimaksud dengan anak sah adalah anak-anak perkawinan pada umumnya. Perkawinan yang
yang dilahirkan sepanjang perkawinan, atau dilakukan oleh wanita hamil dengan kawan
dengan kata lain dapat diartikan sebagai anak zinanya akan berakibat dihalalkannya para
yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang pihak berhubungan kelamin setelah akad nikah
sah (Satrio, 2005). Sedangkan anak tidak sah dilakukan tanpa menunggu kelahiran sang anak.
tidak dijelaskan secara eksplisit baik dalam Akibat hukum lain yang timbul adalah adanya
pasal-pasal dalam KUHPer maupun Undang- hak dan kewajiban secara timbal balik antara
Undang Perkawinan, tetapi secara a contrario suami kepada istri dan juga timbulnya hak-kak
anak tidak sah dapat diartikan sebagai anak dan kewajiban antara orangtua kepada anak.
yang dilahirkan oleh seorang wanita yang Anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang
tidak terikat dalam suatu perkawinan yang sah sah adalah bukan anak yang sah, sehingga tidak
dengan seorang laki-laki. membawa konsekuensi dalam bidang perwarisan.
Anak tidak sah pada dasarnya adalah Sebab anak yang dilahirkan di luar perkawinan
keturunan yang kelahirannya tidak didasarkan hanya mempunyai hubungan perdata dengan
atas suatu perkawinan yang sah. Anak tidak sah ibunya dan keluarga ibunya (Syahrani, 1989).
dalam arti luas meliputi anak luar kawin, anak Pasal 99 KHI menjelaskan bahwa anak
zina, dan anak sumbang. Dalam arti sempit yang sah adalah: (a) anak yang dilahirkan dalam
yang dimaksud dengan anak tidak sah terbatas atau akibat perkawinan yang sah; (b) hasil
pada anak luar kawin saja. Anak luar kawin perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan
ialah anak yang tidak mempunyai kedudukan dilahirkan oleh istri tersebut. Undang-Undang

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 238

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan anak luar kawin yang boleh untuk disahkan
Pasal 42 menyebutkan bahwa, “Anak yang atau diakui oleh kedua orang tuanya (Witanto,
sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau 2012). Namun secara spesifik bukan itu yang
sebagai akibat perkawinan yang sah”. Sejalan menjadi masalah utama dalam pembahasan ini,
dengan kedua hukum tersebut, pada tanggal 25 hal di atas hanya sebagai pengetahuan tentang
Mei 1951 Mahkamah Islam Tinggi Surakarta hak penyangkalan anak oleh suami. Masalah
berpendapat, “Gadis hasil dari zina boleh utama yang dibahas adalah terkait pengaturan
dinikahkan; adapun anaknya, jika lahir sebelum kedudukan hukum bagi anak yang lahir karena
6 bulan tetap anak zina, sehingga jika anaknya perkawinan dalam keadaan hamil (married by
perempuan dan akan menikah maka walinya accident) ditinjau dari hukum perdata.
adalah wali hakim”. Ketiga ketentuan tersebut Sudah dijelaskan dalam pembahasan
mengisyaratkan bahwa anak hasil kawin hamil sebelumnya bahwa kedudukan anak di dalam
merupakan anak sah karena dilahirkan dalam KUHPer dibedakan menjadi dua yaitu anak sah
perkawinan yang sah. Akan tetapi, ketentuan dan anak luar kawin. Apabila dipahami, anak
perwalian dan perwarisannya harus mengikuti yang lahir karena perkawinan dalam keadaan
ketentuan Al-Qur’an yaitu nasab ibunya. hamil tersebut termasuk dalam kategori anak
Berdasarkan Pasal 99 KHI sebagaimana sah. Hal ini dapat dijelaskan dalam Pasal 250
disebutkan di atas, jelas bahwa anak zina KUHPer bahwa anak yang lahir karena perkawinan
yang lahir setelah ibunya dinikahi orang yang dalam keadaan hamil itu termasuk anak yang
menghamilinya seperti diatur dalam pasal 53 lahir sepanjang perkawinan juga merupakan
ayat 1 KHI adalah anak sah. Sebabnya ialah anak yang ditumbuhkan sepanjang perkawinan.
anak tersebut dilahirkan dalam perkawinan Konsep anak sah itu tidak hanya terbatas bagi
yang sah. Anak ini bukan anak yang lahir di anak yang lahir dari perkawinan yang sah, tetapi
luar perkawinan. Menurut Pasal 186 KHI, anak juga sebagai akibat dari perkawinan yang sah.
yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anak
hubungan saling mewaris dengan ibunya dan tersebut juga mendapat hak perwalian dan hak
keluarga dari pihak ibunya. Oleh karena anak waris dari kedua orang tuanya (tidak hanya dari
ini dilahirkan dalam perkawinan yang sah maka pihak ibunya saja).
anak tersebut saling mewaris tidak saja dengan Hukum kewarisan sering dikenal dengan
ibu dan keluarga dari pihak ibunya, tetapi juga istilah faraidh. Dalam Islam, bagian-bagian
saling mewaris dengan bapak dan keluarga dari warisan yang menjadi hak ahli waris telah
pihak bapaknya. Dengan kata lain, tidak ada ditentukan dalam Al Qur’an. Hukum kewarisan
perbedaan antara anak ini dengan anak yang dalam Islam mendapat perhatian besar karena
lahir akibat perkawinan yang sah. pembagian warisan sering menimbulkan akibat-
KUHPer menganut asas bahwa seorang akibat yang tidak menguntungkan (Rofiq,
anak luar kawin baru memiliki hubungan 1995). Secara etimologis, faraidh diambil dari
perdata baik dengan ayah maupun ibunya kata fardh yang berarti takdir atau ketentuan.
setelah mendapat pengakuan, hal ini ditemukan Dalam istilah syara’, kata fardh adalah bagian
dari makna yang terkandung dalam Pasal 280 yang telah ditentukan bagi ahli waris (Sabiq,
KUHPer. Ada kemungkinan seorang anak 2006). Mewaris sendiri berarti menggantikan
secara yuridis tidak mempunyai ayah maupun tempat dari seseorang yang meninggal dalam
ibu karena ayah maupun ibu tidak atau lalai hubungan hukum harta kekayaannya. Hubungan-
melakukan pengakuan terhadap anak luar hubungan hukum yang lain, misalnya hubungan
kawinnya (Witanto, 2012). hukum dalam hukum keluarga. Sementara
Pasal 250 KUHPer menjelaskan bahwa warisan itu menyalurkan pikiran dan perhatian
anak sah menurut KUHPer adalah anak yang orang ke arah suatu kejadian penting dalam
lahir atau anak yang ditimbulkan dalam suatu suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang
perkawinan dan mendapat suami sebagai bapaknya anggota dari masyarakat itu meninggal dunia
dan pengertian sebaliknya dari rumusan pasal (Prodjodikoro, 1991).
di atas dikategorikan sebagai anak tidak sah. Oleh karena itu, melihat hukum kewarisan
Anak tidak sah yang termasuk dalam Islam diperlukan wawasan kesejarahan, paling
kategori anak zina dan anak sumbang merupakan tidak sistem sosial dan sistem hukum yang

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 239

melingkupi ketika Islam itu diturunkan (Rofiq, Hal ini sesuai dengan pendapat jumhur
1995). Di lain sisi, menurut para ahli fikih orang ulama diantaranya Syekh Muhammad Zaid Al
pertama yang bertanggung jawab atas nafkah Abyani yang menyatakan bahwa batas minimal
anak adalah kerabat terdekat dalam garis nasab umur kandungan adalah 180 hari atau sama
yaitu ayah kandung. dengan enam bulan. Para ulama mendasarkan
Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Isra’ hukumnya dari perpaduan dua ayat, yaitu Al
(17) ayat 32 maka jelas bahwa agama Islam Qur’an Surat Al-Ahqaf (46) ayat 15 dan Surat
mengatur secara ketat (melarang) terjadinya Luqman (31) ayat 14. Menurut Al Qur’an Surat
hubungan suami istri di luar perkawinan, Al-Ahqaf (46) ayat 15, waktu mengandung dan
sehingga kawin hamil tidak dapat dilakukan. menyapih sama dengan 30 bulan. Surat Luqman
Akan tetapi dalam Pasal 53 Kompilasi Hukum (31) ayat 14, waktu menyapih sama dengan 24
Islam yang merupakan fiqih Islam yang diadopsi bulan (dua tahun). Jadi waktu hamil minimal
dan berlaku di Indonesia malah membuka celah adalah enam bulan.
untuk mengesahkan perkawinan bagi orang yang Sesuai dengan pernyataan tersebut, Imam
telah melakukan zina yang dibenci oleh Allah. Abu Hanifah menghitung jumlah 180 hari itu
Fiqh secara tegas menyatakan bahwa anak dari pernikahan bukan dari mulainya hubungan
zina hanya dapat saling mewarisi dengan ibu dan seksual antara kedua orang tua biologisnya.
keluarga pihak ibu, sedangkan dengan bapak dan Maka jika si anak lahir kurang dari enam bulan
keluarga pihak bapak maka anak tersebut tidak terlahir perempuan dan setelah dewasa hendak
dapat saling mewarisi. Alasan yang dikemukakan menikah, maka walinya bukan suami ibunya
fiqh ialah adanya kejelasan hubungan nasab namun wali hakim. Tentu saja anak tersebut
antara anak dengan ibunya karena ibu tersebutlah secara syar’i tidak mendapatkan hak waris
yang mengandungnya. Oleh karena itu mereka sebagai anak yang sah dari suami ibunya itu
saling mewarisi. Sedangkan antara anak dengan apabila nanti suami ibunya meninggal dunia
bapak, kejelasan hubungan nasab didasarkan dan meninggalkan harta warisan, terkecuali
atas adanya akad nikah dengan ibu anak tersebut apabila yang meninggal itu sebelumnya telah
karena tidak ada indikasi selainnya yang dapat iqror (membuat pernyataan) bahwa anak
dijadikan pegangan. Demikianlah fiqh dahulu tersebut diakui sebagai anaknya sebagaimana
memberikan ketentuan. diterangkan oleh Badran Abu Al-Ainain sebagai
Implikasi hukum bagi anak sah meliputi konsekuensi kebalikan pada kasus anak Li’an
hubungan nasab, mahram, dan hak waris. Akan (suami yang menuduh istrinya mengandung
tetapi dalam fenomena pengabsahan anak, bukan dari dirinya).
semua ulama meniadakan hubungan nasab Berdasarkan uraian di atas maka hukum Islam
dan menolak pemberian hak waris bagi anak memberikan batasan bahwa untuk menentukan
zina yang disahkan sebab anak itu bukan anak anak tersebut dapat dinasabkan dengan ayahnya
sah secara syar’i, sehingga anak zina tersebut atau tidak tetap harus memperhitungkan
hanya mempunyai hubungan nasab maupun lamanya janin dalam kandungan dihitung sejak
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. perkawinan kedua orangtuanya. Jadi, apabila
Akan tetapi, dalam hubungan kemahramannya anak tersebut lahir setelah enam bulan atau
itu para ulama berbeda pendapat karena secara lebih setelah perkawinan kedua orangtuanya
genealogis anak itu haram dinikahi oleh ayahnya. maka anak tersebut dapat dinasabkan dengan
Adapun anak dari hasil hubungan zina, maka ayahnya. Tetapi jika anak tersebut lahir sebelum
setelah perkawinan kedua orang tuanya dapat genap enam bulan perkawinan orang tuanya,
ditetapkan dengan dua kemungkinan, yakni: (1) maka anak tersebut tidak dapat dinasabkan
apabila anak tersebut lahir enam bulan lebih dengan ayahnya.
setelah perkawinan sah kedua orang tuanya,
SIMPULAN
maka nasab nya adalah kepada suami yang
Dalam hukum positif di Indonesia status
telah mengawini ibunya itu; dan (2) apabila
hukum anak hasil dari perkawinan wanita
anak tersebut lahir kurang enam bulan setelah
hamil adalah anak yang sah karena baik Kitab
perkawinan sah kedua orang tuanya, maka nasab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-undang
anak tersebut adalah kepada ibunya.
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 240

Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa anak Idami, Z. (2012). Tanggung Jawab Wali Terhadap
yang sah adalah anak yang dilahirkan akibat Anak Yang Berada Dibawah Perwaliannya
atau dalam perkawinan yang sah, sehingga (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh).
anak tersebut memiliki hak-hak yang wajib Jurnal Dinamika Hukum, 12 (1) , 65.
dipenuhi oleh kedua orang tuanya termasuk Irfan, M. N. (2012). Nasab dan Status Anak
hak perwalian dalam perkawinan, hak nasab, dalam Hukum Islam. Jakarta: Amzah
dan hak kewarisan.Berdasarkan Kompilasi Kusumaatmadja, M. (2015). Pengantar Ilmu
Hukum Islam, Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum, Suatu Pengenalan Perrtama
Hukum Perdata, dan Pasal 42 Undang-Undang Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum.
Perkawinan, status hukum anak hasil dari Jаkаrtа: Аndi Publishing
perkawinan wanita hamil adalah anak yang sah, Marwan, A. (2010). Teori Hukum Kontemporer
sehingga memiliki nasab, hak kewarisan, dan Suatu Pengantar Posmoderenisme Hukum.
hak perwalian dari kedua orang tuanya. Status Yogyakarta: Rangkang Education
hukum anak hasil dari perkawinan wanita hamil Mertukusumo, S. (2009). Penemuan Hukum.
berdasarkan Al Qur’an dan pendapat jumhur Yogyakarta: Liberty
ulama adalah apabila anak tersebut lahir dari Nuruddin, A., & Akmal, A. (2004). Hukum
wanita hamil yang kandungannya minimal Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:
berusia enam bulan dari perkawinan yang sah Prenadia Media
atau kemungkinan terjadinya hubungan badan Prasetyo, T., & Barkatullah, A.H. (2012). Filsafat,
antara suami istri dari perkawinan yang sah Teori, dan Ilmu Hukum. Jakarta: Raja
tersebut maka anak itu adalah anak yang sah, Grafindo
sehingga memiliki hak perwalian, hak nasab, Rofiq, A. (1995). Hukum Islam di Indonesia.
dan hak kewarisan dari kedua orang tuanya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Akan tetapi apabila anak tersebut dilahirkan Sabiq, S. (2006). Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena
kurang dari enam bulan masa kehamilan dari Pundi Aksara
perkawinan sah ibunya atau dimungkinkan Satrio, J. (2005). Hukum Keluarga Tentang
adanya hubungan badan sebelum perkawinan Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang.
maka anak tersebut dalam hukum Islam adalah Jakarta: PT Citra Aditya Bakti
anak tidak sah sehingga anak hanya berhak Syahrani, R. (1989). Seluk Beluk dan Asas-
terhadap ibunya, baik dari segi hak nasab, hak Asas Hukum Perdata. Bandung: Penerbit
perwalian, maupun hak kewarisannya. Alumni Bandung
Witanto, D.Y. (2012). Hukum Keluarga Hak dan
DAFTAR RUJUKAN
Kedudukan Anak Luar Kawin. Jakarta:
Gombo, H. T. (2014). Hak Waris Anak di luar
Prestasi Pustakaraya
Nikah Ditinjau Menurut UU Nomor 1
Wibisana, W . (2017). Perkawinan Wanita Hamil
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lex
Diluar Nikah Serta Akibat Hukumnya
Privatum, II (1), 160-163.
Prespektif Fikih dan Hukum Positif. Jurnal
Jauhari, I. 2011. Hukum Perwalian Anak Zina
Pendidikan Islam-Ta’lim, 15 (1), 32.
dan Hak Warisnya. Kanun Jurnal Hukum,
Th. XIII, 16-17.

Copyright © 2020 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

You might also like