You are on page 1of 13

Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4

ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

JURNAL ILMU PENDIDIKAN, PSIKOLOGI, BIMBINGAN & KONSELING

INTERAKSI SOSIAL SISWA TUNARUNGU

Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4


Universitas Ahmad Dahlan1,3, Universitas Ahmad Dahlan-Universitas Negeri Malang2,
Universitas Islam Syekh Yusuf4

e-mail:
normiyani1500001196@webmail.uad.ac.id1, muya.barida@bk.uad.ac.id2,
dianari.widyastuti@bk.uad.ac.id3, aishanadya@unis.ac.id4

Abstract

The problem of social interaction of deaf students is very diverse. This study
aims to describe the social interaction skills of deaf students. The research uses
a qualitative approach with a case study method. The research subjects were
two deaf students. Data were collected through interview, observation, and
documentation studies. The data were analyzed using the Miles and
Hubermasn flow, namely data reduction, data presentation, and conclusion
drawing. The results showed that each student has different interaction skills
starting from aspects of communication, attitudes, group behavior, and social
norms. Guidance and counseling teachers should provide social interaction
skills training in order to be able to develop their social potential optimally.

Keywords: Social Interaction; Deafness; Inclusive Education; Teacher


Guidance And Counseling

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 306 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

Abstrak

Masalah interaksi sosial siswa tunarungu sangat beragam. Penelitian ini


bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan interaksi sosial siswa tunarungu.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.
Subjek penelitian yaitu dua siswa tunarungu. Data dikumpulkan melalui teknik
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Data dianalisis menggunakan
alur Miles and Hubermasn, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian bahwa setiap siswa memiliki kemampuan
interaksi yang berbeda mulai dari aspek komunikasi, sikap, tingkah laku
kelompok, dan norma sosial. Guru bimbingan dan konseling hendaknya
memberikan pelatihan keterampilan berinteraksi sosial agar mampu
mengembangkan potensi sosialnya dengan optimal.

Kata Kunci:Interaksi Sosial; Tunarungu; Pendidikan Inklusi; Guru Bimbingan


Dan Konseling

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 307 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

PENDAHULUAN perkembangan proksimal, bahwa guru di


Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial kelas bertanggung jawab untuk menyusun
karena pada diri manusia juga ada dorongan interaksi antara siswa. Selain itu, guru
dan kebutuhan untuk berhubungan bertanggung jawab untuk membimbing
(berinteraksi) dengan orang lain (Riansyah, siswa melalui tugas yang terkait dengan
Hafit dan Wulandari, 2017). Menurut belajar konsep. Hal ini akan sangat penting
Walgito (2008) interaksi sosial adalah untuk melihat bagaimana para siswa yang
hubungan antara individu satu dengan tuli (tunarungu), kesulitan mendengar
individu yang lain, individu yang satu berpartisipasi dan berinteraksi dengan siswa
mempengaruhi individu yang lain atau lain di kelas pendidikan umum dan
sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan bagaimana guru menyediakan beragam
timbal-balik. Interaksi sosial dapat diartikan metode pengajaran yang memungkinkan
sebagai hubungan-hubungan sosial yang siswa untuk berpartisipasi dan berinteraksi
dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud satu sama lain.
dapat berupa hubungan antara individu yang Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
satu dengan individu lainnya, antara terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat,
kelompok yang satu dengan kelompok yaitu: (1) adanya kontak sosial dan (2)
lainnya, maupun antara kelompok dengan adanya komunikasi (Soekanto, 2006).
individu. Sedangkan kemampuan untuk mendengar
Kemampuan interaksi sosial tidak muncul dengan baik adalah salah satu syarat utama
begitu saja, akan tetapi saling berkaitan terjadinya kontak sosial dan komunikasi
dengan perkembangan kognitif dari siswa yang lancar. Dengan demikian maka dapat
itu sendiri. Teori Vygotsky (dalam Alasim, tersirat bahwa anak tunarungu, sebagai salah
2018) menunjukkan bahwa interaksi sosial satu anak berkebutuhan khusus, memiliki
mengarah pada perkembangan kognitif. hambatan dalam kemampuan interaksi sosial
Kolaborasi dan interaksi dengan rekan-rekan karena memiliki hambatan dalam
yang lebih mampu adalah cara yang efektif pendengerannya.
untuk mengembangkan keterampilan dan Adapun data yang menyatakan bahwasanya
strategi. Vygotsky (dalam Alasim, 2018) lebih dari 5% dari populasi dunia, sekitar
menyatakan bahwa konteks pembelajaran 360 juta orang mengalami gangguan
memiliki dampak yang kuat pada pendengaran (328 juta orang dewasa dan 32
pembelajaran dan pengembangan. Teori ini juta anak-anak). Prevalensi anak tunarungu
menekankan pada konsep zona di Indonesia berdasarkan data statistik

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 308 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

Depertemen Pendidikan Nasional Indonesia kemampuan berbahasa/bicara (Sardjono,


menunjukkan bahwa jumlah anak-anak 2005).
tunarungu di Indonesia cukup tinggi Pernyataan di atas menggambarkan bahwa
mencapai 0,17% dimana 17 dari 10.000 kemampuan komunikasi secara umum
anak pra sekolah sampai umur 12 tahun terutama melalui bahasa verbal bagi anak
mengalami tuli/tunarungu (Organisasi tunarungu mengalami hambatan karena
Kesehatan Dunia/WHO dalam Andiyana, mereka memiliki gangguan untuk
2018). menangkap gelombang suara. Hal ini dapat
Anak yang mengalami kelainan menghambat perkembangan sosial mereka
pendengaran akan menanggung konsekuensi karena minimnya penguasaan bahasa.
yang sangat kompleks. Mereka akan Kemiskinan bahasa ini membuat mereka
mengalami berbagai hambatan dalam meniti tidak dapat berkomunikasi dengan baik
perkembangannya terutama pada aspek dalam proses interaksi sosialnya. Padahal
berbahasa dan penyesuaian sosial. seyogyanya bagi setiap manusia, tak
Gangguan dalam pendengaran yang terkecuali bagi anak tunarungu, interaksI
berdampak pada hambatan berbahasa, sosial adalah hal yang sangat dibutuhkan
menjadikan hambatan pula bagi anak dalam kehidupan bermasyarakat. Hasil
tunarungu dalam interaksi sosialnya wawancara dengan salah satu guru pada
(Sadjaah, 2005). Tunarungu sendiri adalah Oktober 2018 di SLB N 2 Bantul yang
anak yang kehilangan seluruh atau sebagian notabennya merupakan adalah sekolah yang
daya pendengarannya sehingga mengalami menangani anak penyandang tunarungu dan
gangguan berkomunikasi secara verbal. tunagrahita. Adapun mayoritas siswanya
Komunikasi verbal atau lisan di lingkungan adalah anak tunarungu. Hasil observasi kelas
sosial masyarakat adalah bentuk komunikasi serta wawancara dengan siswa pada Oktober
yang paling sering dilakukan. Kemampuan 2018 menunjukkan bahwa siswa di kelas
berkomunikasi sangat bermanfaat dan yang peneliti teliti semuanya adalah
berdampak pada kehidupan individu penyandang tunarungu. Ketika peneliti
(Barida, et. al., 2021). Sedangkan pada berinteraksi dengan siswa, harus
kasus anak tunarungu, komunikasi verbal menggunakan media kertas dan pulpen
adalah sesuatu yang sulit. Dengan kata lain dikarenakan siswa dan peneliti sendiri tidak
bahwa anak gangguan pendengaran sebagai memahami ataupun mengerti satu sama lain.
akibat rusak pendengarannya, menjadi Hasil interaksi antara peneliti dan siswa Ar,
terhambat potensi untuk berkembangnya yaitu bahwa siswa Ar jarang berkomunikasi

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 309 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

dengan teman sekelas maupun teman Perkembangan sosial, emosional dan


sekolahnya sendiri. Teman yang sering kognitif yang sehat dari anak-anak
berinteraksi dengan Ar adalah Nb, tunarungu tergantung pada interaksi antar
dikarenakan Nb adalah teman dekatnya di individu dan faktor lingkungan. Anak-anak
dalam kelas. Siswa mengalami kesulitan saat tunarungu yang remaja memiliki tingkat
berinteraksi dengan teman lainnya kesehatan mental yang lebih besar daripada
dikarenakan Ar tidak banyak bicara terhadap anak-anak. Disfungsi dalam satu atau lebih
teman-temannya dan sulit untuk sistem berdampak pada sistem lain dalam
bersosialisai dengan yang lain. kehidupan anak. Disfungsi meningkatkan
Sebuah penelitian dilakukan oleh Solikhatun risiko ketidakmampuan menyesuaikan diri,
(2013) tentang interaksi sosial pada siswa kesehatan mental dan emosional yang buruk.
tunarungu di SLB Negeri Semarang, hasil Remaja tunarungu beresiko lebih besar
penelitiannya menunjukkan bahwa interaksi mengalami gangguan interaksi antar remaja,
sosial yang dilakukan siswa tunarungu lingkungan, sosial dan masalah emosional.
menggambarkan dalam dirinya cenderung Data dari National Longitudinal Study of
memiliki rasa kurang percaya diri, minder, Adolescent to Adult digunakan untuk
tidak mudah dekat dengan orang lain mendapatkan pemahaman yang lebih baik
khususnya orang normal, kecenderungan tentang perasaan siswa tunarungu dalam
bergaul dengan komunitasnya yaitu penerimaan diri di sekolah, perasaan positif,
tunarungu, tingkat emosional yang tidak nilai akademik dan rencana masa depan.
stabil dan pola komunikasi yang sulit Alasim (2018) meneliti tentang partisipasi
dimengerti oleh lingkungan. Hal-hal tersebut dan interaksi siswa tunarungu di Indonesia,
membuat siswa tunarungu terhambat dalam di kelas inklusi. Penelitian ini meneliti
penyesuaian sosialnya. Sebagai tambahan, masalah-masalah penting yang menyangkut
Faricha (2008) juga melakukan penelitian partisipasi dan interaksi siswa tunarungu di
tentang kemampuan berinteraksi sosial kelas pendidikan umum. Data yang
siswa tunarungu di SMALB Kemala dikumpulkan menunjukkan bahwa fasilitasi
Bhayangkari Gresik. Hasil penelitian partisipasi dan interaksi anak tunarungu di
menunjukkan bahwa agar siswa tunarungu kelas pendidikan umum membutuhkan
dapat berinteraksi dengan baik maka siswa pengetahuan dan keterampilan sekolah oleh
memerlukan dukungan yang baik dari staf, termasuk guru dan juru bahasa. Selain
lingkungannya. itu, kesadaran dan sikap guru terhadap anak
tunarungu penting untuk meningkatkan

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 310 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

partisipasi dan interaksi anak tunarungu di untuk memahami secara mendalam dan
kelas pendidikan umum. Penelitian ini mendeskripsikan interaksi sosial anak
menemukan bahwa kesulitan berbahasa anak tunarungu di SLB Negeri 2 Bantul.
tunarungu yaitu sulit mendengar adalah Teknik pemilihan subjek dalam penelitian
hambatan terbesar yang membatasi ini menggunakan teknik purposive
partisipasi dan interaksi para siswa. Selain sampling. Peneliti melakukan penelitian di
itu, siswa tunarungu juga selalu sibuk di kelas VIII SMP di SLB Negeri 2 Bantul
kelas karena dia mengerjakan tugasnya dan yang berjumlah 2 siswa. Sedangkan
mengawasi guru dan penerjemah secara pemilihan subjek ditentukan berdasarkan
bersamaan. Jadi, siswa ini sering menerima kriteria: 1) Berjenis kelamin laki-laki, 2)
informasi dan pertanyaan beberapa detik Tunarungu klasifikasi ringan, dan 3) Usia
setelah mendengar. Penelitian ini 14-15 tahun. Peneliti juga memilih wali
menunjukkan bahwa staf sekolah harus kelas untuk menjadi subjek dalam
meningkatkan kolaborasi mereka dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yang
masing-masing staf lainnya untuk digunakan dalam penelitian kualitatif ada
mengembangkan strategi terbaik yang empat macam, yaitu wawancara.
membuat konteks pendidikan kelas umum Untuk menjamin keabsahan data, maka
yang sesuai bagi siswa tunarungu. Apalagi dilakukan triangulasi sumber yaitu dari
guru-guru itu bertanggung jawab untuk siswa dan wali kelas. Teknik analisis data
meningkatkan kesadaran di antara siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yang tidak mengalami hambatan mendengar analisis data model Miles dan Huberman.
tentang karakteristik anak tunarungu yang Analisis data dilakukan pada saat
sulit mendengar. Secara umum sebagian pengumpulan data berlangsung, dan setelah
besar hambatan siswa yang tuli dan sulit selesai pengumpulan data dalam periode
mendengar siswa yang bertemu di kelas tertentu. Aktivitas dalam analisis data
pendidikan umum dapat diatasi ketika kualitatif dilakukan secara interaktif dan
seluruh staf sekolah bekerja bersama dan berlangsung secara terus menerus sampai
memberikan semua dukungan yang mungkin tuntas sehingga datanya sudah jenuh (Miles
bagi para siswa. dan Huberman dalam Sugiyono, 2016).
METODE PENELITIAN Aktivitas dalam analisis data penelitian ini
Penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu data reduction, data display, dan
ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. conclusion drawing/verification.
Penelitian menggunakan metode studi kasus

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 311 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah


Reduksi Data dilakukan dari aspek-aspek interaksi sosial
Subjek 1 (Nb) terhadap subjek 2 (Ar). Ar adalah siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang telah yang pendiam dan tidak banyak bicara.
dilakukan dari aspek- aspek interaksi sosial Walaupun demikian Ar ketika diajak
terhadap subjek 1 (Nb). Nb adalah siswa berkomunikasi dengan lawan bicara masih
yang bisa diajak berkomunikasi dengan baik merespon dan menjawab dari pertanyaan
walaupun dengan hambatan bahwasanya Nb yang diberikan. Ar sendiri adalah siswa
adalah siswa tunarungu. Tunarungu yang tunarungu sejak lahir, ia menggunakan
dialami oleh Nb sendiri adalah tunarungu Bahasa isyarat sebagai alat berkomunikasi
ringan, Nb masih bisa berkomunikasi dengan teman, guru, orang tua, maupun
dengan baik dan jelas menggunakan Bahasa orang sekitarnya. Belajar Bahasa isyarat
isyarat. Nb bisa bekerjasama dengan melalui kedua orang tua serta guru yang ada
kelompok ketika ada kegiatan yang ada disekolah. Nb senang ketika tugas kelompok
diadakan di sekolah maupun luar sekolah, dikarenakan Ar pintar dalam semua mata
contohnya ketika di sekolah ada tugas pelajaran, ia juga tidak masalah jika
kelompok Nb akan ikut serta dan terkadang mengerjakan tugas dengan sendiri malah Ar
memberikan saran ketika ada siswa lain lebih menyukainya. Ar tidak memiliki
yang memerlukannya. Nb juga memiliki komunitas ataupun kelompok tertentu, ia
teman tidak hanya di dalam kelas, berbaur dengan siapa saja, akan tetapi lebih
melainkan diluar kelas. Maksudnya Nb juga menyukai di rumah saja katanya lebih baik
berinteraski dengan teman-teman yang ada belajar dari pada berkumpul dengan orang
di sekolah. Sekolah Luar Biasa atau biasa sekitar.
disebut dengan SLB memiliki peraturan Penyajian Data
Tabel 1
yang harus ditaati oleh guru maupun siswa- Penyajian Data
Aspek
siwanya. Nb anak yang menaati peraturan Subjek
Subjek 1 (NB) Subjek 2 (Ar)
yang ada dan mengikuti kegiatan-kegiatan
Komunik Nb adalah siswa Ar adalah siswa tunarungu
yang diadakan oleh sekolah. Tidak hanya asi tunarungu klasifikasi ringan, ia dapat
klasifikasi ringan, berkomunikasi dengan
taat terhadap peraturan sekolah Nb juga ia berkomunikasi teman, guru, maupun dengan
dengan teman, orang sekitarnya
terhadap kedua orang tuanya, dimana Nb guru, maupun menggunakan Bahasa isyarat
dengan yang lain dan bersuara seperti anak
sendiri bilang “tidaklah sopan ketika menggunakan normal lainnya. Cara Ar
bahasa isyarat dan berkomunikasi dengan lawan
membantah perkataan kedua orang tua”. bersuara seperti bicara lumayan cukup baik,
anak normal karena pengucapan Ar
Subjek 2 (Ar) lainnya. sendiri sebagian masih

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 312 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

Komunikasi Nb kurang jelas dan kadang orang tua. Menurut


dapat susah dimengerti. Nb tidak patuh
berkomunikasi terhadap orang tua
dengan baik serta adalah perbuatan
ketika ia berbicara yang tidak sopan.
masih dapat
dimengerti.

Sikap Nb mempunyai Ar adalah siswa yang


kepribadian yang pendiam dan tidak banyak
ramah serta murah bicara. Sikap Ar terhadap
senyum. Sikap Nb orang yang baru dikenal
terhadap orang maupun orang yang dia
yang baru dia kenal sama saja, ia akan
kenal sama saja berbicara ataupun merespon
seperti sikap dia seadanya. Ar bersikap biasa
terhadap orang- saja terhadap orang yang dia
orang yang dia sukai maupun orang yang
kenal, contohnya dia tidak sukai.
terhadap teman-
teman maupun
gurunya. Nb
bersikap ramah
terhadap orang-
orang yang ada
disekitarnya.
Tingkah Nb adalah siswa Ar adalah siswa yang tidak
laku yang menyukai menyukai keramaian, ia
kelompo keramaian dan tidak memiliki suatu
k banyak komunitas ataupun kelompo,
mempunyai teman Ar lebih suka belajar
baik itu di sekolah dibandingkan bermain
maupun diluar dengan teman- temannya. Ar
sekolah. Nb mampu memimpin suatu
mampu bekerja kelompok dan juga mampu
sama dengan bekerjasama dengan teman-
kelompok, akan teman di dalam kelasnya.
tetapi Ar tidak
mampu menjadi
pemimpin dalam
suatu kelompok
tersebut. Ketika
teman-teman Nb
membutuhkan
saran Nbbisa
memberikan saran.
Norma Nb adalah siswa Ar adalah siswa yang taat
sosial yang taat terhadap terhadap peraturan, ia juga
peraturan, ia mengikuti kegiatan yang ada
mengikuti kegiatan di sekolah, akan tetapi Ar
yang dilakukan di enggan mengikuti kegiatan
sekolah maupun yang ada disekitar rumahnya
kegiatan diluar karena menurut Ar sendiri
sekolah. Nb juga lebih baik belajar saja di
patuh terhadap rumah. Ketika Ar dilarang
kedua orang kedua orang tuanya
tuanya, ketika ia melakukan hal yang dia
dilarang sukai maka Ar akan
melakukan sesuatu mengikuti perintah orang
yang ia sukai maka tuanya.
Nb akan mengikuti
perintah kedua

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 313 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

Penarikan Kesimpulan tidak banyak ekspresi, ia akan merespon biasa


Berdasarkan hasil analisis data maka dapat
saja terhadap perilaku apapun itu, baik
disimpulkan bahwa siswa tunarungu memiliki
terhadap orang yang menyukainya maupun
hambatan masing-masing, baik itu dari segi
yang tidak menyukainya.
komunikasinya maupun sosialisasinya. Dapat
Aspek ketiga tingkah laku kelompok, kedua
dilihat dari empat aspek-aspek interaksi sosial
siswa tunarungu Nb dan Ar terbiasa dalam
sebagai berikut.
interaksi terhadap kelompok. Nb tidak
Aspek pertama komunikasi, kedua siswa
memiliki komunitas maupun kelompok, ia
tunarungu Nb dan Ar sama- sama
berinteraksi dengan siapa saja. Nb juga dapat
menggunakan Bahasa isyarat ketika
bekerja sama dalam uatu kelompok, akan
berkomunikasi dengan lawan bicaranya.
tetapi Nb susah bekerjasama dalam kegiatan
Mereka berdua memiliki perbedaan dalam
kelompok di dalam kelas terutama pelajaran
berinteraksi dengan lawan bicaranya. Nb
matematika, karena ia sendiri kesusahan
adalah siswa yang mudah diajak
ketika ada mata pelajaran matematika.
berkomunikasi walaupun dengan orang yang
Sedangkan Ar adalah siswa yang bisa
baru dia kenal, ia tidak malu-malu dan murah
menjadi pemimpin dalam suatu kelompok, ia
senyum baik itu terhadap teman, guru,
bisa diandalkan dalam bekerjasama. Ar juga
maupun terhadap orang yang ia kenal.
tidak memiliki suatu komunitas ataupun
Sedangkan Ar adalah siswa yang jarang
kelompok tertentu, ia lebih suka belajar dari
berkomunikasi dengan teman maupun dengan
pada bergabung dalam kelompok-kelompok
guru, ia adalah siswa yang cukup pendiam
tertentu.
dan menjawab seadanya ketika diajak
Aspek keempat norma sosial, kedua siswa
berkomunikasi.
tunarungu Nb dan Ar dalam norma sosial
Aspek kedua sikap, kedua siswa tunarungu
yang ada di sekolah maupun di rumah. Nb
Nb dan Ar sangatlah berbeda dalam bersikap.
adalah siswa mengikuti peraturan yang ada,
Nb adalah siswa yang ramah, ketika peneliti
akan tetapi dari segi pakaian Nb kurang rapi.
menanyakan tentang sikap apa yang dia
Akan tetapi Nb taat terhadap guru maupun
lakukan ketika ada orang yang menyukainya
kedua orang tuanya, menurut Nb tidaklah
maupun orang yang tidak menyukainya,
sopan ketika melawan guru, apalagi melawan
maka Nb akan merasa tidak masalah. Akan
kedua orang tuanya. Sedangkan Ar adalah
tetapi menurut gurunya Nb akan memukul
siswa yang taat terhadap peraturan yang ada
temannya ketika ia merasa terancam ataupun
di sekolah maupun di rumah. Ia mengikuti
ketika ia merasa tidak nyaman. Sedangkan Ar
kegiatan yang diselenggarakan oleh guru-
adalah siswa yang pendiam dalam ataupun

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 314 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

guru yang ada disekolah, pakaia Ar pun tunarungu. Ketika Nb belajar bersama
bersih dan rapi ketika berada di sekolah. Ar temannya maupun bermain mereka saling
juga mengikuti kegiatan-kegiatan sosial yang memahami menggunakan Bahasa isyarat
ada dilingkungannya, akan tetapi ketika tidak yang digunakan. Sebagaimana yang
di ajak ia akan beridiam diri, karena Ar disampaikan guru:
memiliki sikap pendiam baik terhadap teman- “Nb adalah siswa yang ceria, mudah bergaul
temannya maupun terhadap orang yang baru dengan teman, dan ia juga suka menyapa
ia kenal. teman maupun saya sendiri. Nb juga
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komunikasinya lebih jelas dan mudah
siswa tunarungu juga dapat berinteraksi sosial dimengerti dibandingkan dengan Ar”. (KM1,
dengan baik, walaupun mereka berbeda dari 35).
anak normal lainnya. Tunarungu bukanlah Subjek pertama Nb berdasarkan dari hasil
hambatan bagi seseorang untuk tidak dapat wawancara serta observasi, tidaklah
berinteraksi dengan baik, namun hanya mengalami kesulitan dalam interaksi sosial.
berbeda cara interaksinya saja. Contohnya Hanya saja Nb kesulitan dalam mata
ketika menyapa mereka atau berinteraksi pelajaran matematika. Sebagaimana sudah
dengan mereka tidak hanya mengandalkan dijelaskan dalam berbagai aspek interaksi
ucapan/suara saja, akan tetapi adanya tatap sosial.
muka secara langsung atau menggunakan Siswa yang kedua adalah Ar, ia adalah siswa
Bahasa isyarat. tunarungu pada tahapan ringan yaitu masuk
Siswa yang pertama adalah Nb, ia adalah dalam kategori (50-76 DB). Kondisi dimana
siswa tunarungu pada tahapan sangat ringan 50-76 DB ini mengalami kondisi tunarungu
yaitu masuk dalam kategori (27-40 DB). dalam tingkatan hanya mampu mengerti
Kondisi dimana 27-40 DB ini masih mampu percakapan dalam jarak 3 kaki dan harus
mendengar suara dalam jarak dekat. Dalam dalam keadaan berhadap-hadapan. Ar adalah
proses belajar-mengajar di sekolah, kesulitan siswa yang pendiam dan tidak banyak bicara.
ini masih bisa di atasi dengan menempatkan Ar tetap berinteraksi dengan teman, guru,
anak pada posisi strategis. Nb mudah ketika maupun orang yang baru dikenal walaupun
diajak berkomunikasi, ia juga tidak pemalu sekedarnya saja. Ketika Ar berinterkasi
dan memahami apa yang lawan bicara dengan lawan bicaranya menggunakan
sampaikan. Nb sendiri berinteraksi dengan Bahasa isyarat serta pengucapan
lawan bicaranya menggunakan Bahasa isyarat menggunakan suara, walaupun terkadang
dan berkomunikasi sebagaimana bukan siswa tidak dapat dipamahami maupun dimengerti

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 315 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

oleh lawan bicaranya. Sebagaimana yang berinteraksi dan saling merasa nyaman
disampaikan oleh guru: dengan keadaan fisik bersama manusia lain
“Ar adalah siswa yang pendiam dan tidak dalam lingkungan sekitarnya. Adapun
banyak bicara, ia berinteraksi dengan lawan menurut Riansyah, Hafit, dan Wulandari
bicara seadanya. Ar adalah siswa yang pintar (2017) manusia dapat dikatakan sebagai
dibandingkan teman-teman yang ada makhluk sosial karena pada diri manusia juga
dikelasnya. Walaupun pengucapan Ar dalam ada dorongan dan kebutuhan untuk
berinteraksi terkadang tidak jelas, akan tetapi berhubungan (berinteraksi) dengan orang
saya menggunakan alat tulis ketika tidak lain.
memahami apa yang Ar katakan”. (KM1 (49, Menurut Alasim (2018) dalam penelitiannya
52,53), SK1(55), menyatakan bahwa dari para staf ataupun
Subjek kedua Ar berdasarkan dari hasil guru yang ada di sekolah harus meningkatkan
wawancara dan observasi sedikit kolaborasi masing-masing untuk
mengalami kesulitan dalam interaksi mengembangkan strategi terbaik yang
sosialnya. Akan tetapi walaupun begitu Ar membuat konteks pendidikan kelas sesuai
masih berinteraksi dengan baik dengan bagi siswa tunarungu. Adapun peranan
teman, guru, maupun orang disekitarnya. bimbingan konseling dalam interaksi sosial
Sebagaimana sudah dijelaskan pada aspek- tunarungu disini ialah memfasilitasi siswa
aspek interaksi sosial. tunarungu yang memiliki hambatan-
Kedua siswa tunarungu memiliki hambatan tertentu dalam berinteraksi sosial.
karakteristik yang berbeda. Akan tetapi Seperti memberi pengarahan dan membatu
tidaklah masalah dimana siswa tunarungu kesulitan apa yang dialami oleh murid itu
tetap berinteraksi dengan baik menggunakan sendiri. Adapun layanan yang bisa dilakukan
Bahasa mereka sendiri yaitu Bahasa isyarat. oleh guru bimbingan konseling ialah
Interaksi sosial ialah interaksi yang terjadi bimbingan kelompok dimana melatih
antara individu dengan individu, individu interaksi sosial siswanya baik itu dengan
dengan kelompok, maupun kelompok dengan individu maupun dengan suatu kelompok.
kelompok tertentu. Interaksi tdiak terbatas
hanya dari pengucapan saja akan tetapi
Bahasa tubuh ataupun Bahasa isyarat juga
termasuk interaksi.
Interaksi sosial sangatlah penting, dimana
manusia merupakan makhluk sosial yang

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 316 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

PENUTUP bekerjasama dengan suatu kelompok.


KESIMPULAN Mereka juga bisa jadi pemimpin dalam
Berdasarkan hasil dari analisis data dan suatu kelompok. Ketika ada kegiatan
pembahasan yang telah diperoleh ataupun tugas kelompok maka siswa
mengenai interaksi sosial anak tunarungu tunarungu mengikuti dan berpartisipasi
di SLB N 2 Bantul, dapat disimpulkan: dalam suatu kelompok tersebut.
Pertama komunikasi, siswa tunarungu Keempat norma sosial, siswa tunarungu
memulai percakapan dan merespon ketika mengikuti norma-norma yang ada baik itu
diajak lawan bicara untuk berkomunikasi. di sekolah maupun di rumah. Siswa
Siswa berkomunikasi di sekolah tunarungu taat terhadap peraturan tertulis
menggunakan bahasa isyarat, dan ataupun tidak tertulis. Siswa tunarungu
dilakukan melalui suara. Salah satu juga mampu menyesuaikan diri terhadap
diantara kedua siswa tunarungu norma-norma yang ada di masyarakat.
komunikasinya terkadang kurang jelas
dikarenakan pengucapannya yang terbata- DAFTAR PUSTAKA
bata. Alasim, Khalid N. (2018).
Kedua sikap, siswa tunarungu Participation and Interaction of
menunjukkan perasaan terhadap lawan Deaf and Hard-of- Hearing
bicara, contohnya ketika ia merespon Students in Inclusion Classroom.
lawan bicara maka ia mendengarkan International Journal Of Special
secara seksama. Perilaku siswa tunarungu Education. 33(2).
ramah, mudah tersenyum, dan salah satu Andiyana, Desi. (2018). Kebutuhan
dari siswa memiliki sikap pendiam dan Perawatan Periodontal Pada
tidak banyak bicara. Adapun penilaian Anak Berkebutuhan Khusus.
siswa tunarungu terhadap lawan bicaranya Jurnal Keperawatan. XIV(1).
ialah biasa saja, ketika ia senang maka Barida M, Hidayah N, Mappiare A,
akan direspon oleh siswa itu sendiri, dan M.Ramli, Taufiq A, Sunaryono,
jika tidak maka siswa tunarungu (2021). Development of an
menunjukkan sikap biasa saja. instrument of assertive
Ketiga tingkah laku kelompok, siswa communication scale based on
tunarungu mampu berbaur maupun Yogyakarta Cultural Value.

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 317 |


Normiyani1, Muya Barida2, Dian Ari Widyastuti3, Aisha Nadya4
ISSN: 2615-3297 (Online) & 2548-6500 (Print)

Pegem Journal of Education and


Instruction, 11(4), 100-109.
Faricha, Tutik. (2008). Kemampuan
Berinteraksi Sosial Siswa
Tunarungu SMALB Kemala
Bhayangkari 2 Gresik. Skripsi.
Malang: Jurusan Psikologi
UINMalang.
Riansyah, Hafit dan Wulandari.
(2017). Layanan Bimbingan
Kelompok Dalam Meningkatkan
Interaksi Sosial Siswa. Jurnal
Bimbingan dan Konseling. 1(1)
Sadjaah, Edja. (2005). Pendidikan
Bahasa Bagi Anak Gangguan
Pendengaran dalam Keluarga.
Jakarta: Depdiknas.
Walgito, Bimo. (2008). Psikologi
Sosial (Suatu Pengantar).
Yogyakarta: Andi.Sardjono.
(2005). Terapi Wicara. Jakarta:
Depdiknas.
Soekanto, Soerjono. (2006). Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: PT
Raja GrafindoPersada.
Solikhatun,Yanuar Umi. (2013).
Penyesuaian Sosial Pada
Penyandang Tunarungu di
SLB Negeri Semarang.
Educational sychologyJournal

JURNAL PSIKODIDAKTIKA || VOL: 7, NO: 1 Juni 2022 | 318 |

You might also like