You are on page 1of 15

JURNAL

POLA KOMUNIKASI PEMBELAJARAN ANTARA GURU DAN MURID


TUNANETRA

(Studi Kasus Pola Komunikasi Pembelajaran Antara Guru dan Murid

Tunanetra di YKAB Solo)

Oleh:

Lu’lu’i Khoirunnisa’
D0215018

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020
POLA KOMUNIKASI PEMBELAJARAN ANTARA GURU DAN MURID
TUNANETRA DI YKAB SOLO
(Studi Kasus Pola Komunikasi Pembelajaran Antara Guru dan Murid
Tunanetra di YKAB Solo)

Lu’lu’i Khoirunnisa’
Sri Hastjarjo

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik


Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract
A blind child is someone who has no vision at all or someone who is totally
blind to someone who has the ability to see but cannot use his vision to read normal
writing with the size of 12 points under normal light without the help of vision aid.
Despite their limitations in seeing, children who are blind have the same right to
meet their needs, including education. In learning process to deliver lesson
material, teacher does not just deliver the material directly but there needs to be a
teaching media to ease blind children in understanding the material of the lesson.
This research was conducted to know about how the effective communication was
established between teachers and students as well as to know about the pattern of
communication between teachers and students at YKAB Solo.
The theories used in this research were 5 Laws of Effective Communication
(REACH) and 4 Pattern of Communication based on Djamarah.
The method of this research was Case Study Research. The sampling
technique used in this research was a purposive sampling technique by selecting 3
informants who are teachers from YKAB Solo Middle School. In collecting the data,
the writer used interviews and observations in the classroom when the learning
process took place. After collecting the data, the writer used Miles and Huberman's
interactive data analysis techniques which consisted of data reduction, data
display, and conclusion (drawing and verifying).
The results of this study based on Laws of Effective Communication REACH
indicated that the teachers at YKAB Solo were able to communicate effectively in
the classroom. And The Communication Patterns established in the learning
process between the teachers and the students with blindness at YKAB Solo were
primary, secondary, and circular communication patterns in which all of the
materials in the lesson were directly delivered using teaching media which was
adjusted with the need of blind children.
Keywords: Pattern of Communication, Learning Process, Students with Blindness

1
Pendahuluan

Selain sebagai makhluk individu, manusia pada hakikatnya juga mahluk


sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Salah satu
media interaksi yang dapat dilakukan adalah dengan komunikasi. Melalui
komunikasi, manusia dapat menyampaikan pesan, baik secara verbal maupun non
verbal, sehingga tercapai sebuah tujuan tertentu antara komunikator dan
komunikan. Melalui proses komunikasi yang baik, maka akan menghasilkan pola
interaksi yang baik antar individu.
Komunikasi dapat terjalin antar individu, kelompok, organisasi maupun
komunikasi massa. Misalnya, komunikasi yang terjalin antara orang tua dengan
anak, direktur dengan karyawan, komunikasi yang ada dalam satu
komunitas/organisasi, ataupun komunikasi yang terjadi melalui media massa, dll.
Komunikasi antar individu atau disebut komunikasi interpersonal dapat
ditemukan antara guru dengan murid. Komunikasi diantara keduanya memiliki
peran penting demi tercapainya tujuan dari proses pembelajaran. Sebuah proses
komunikasi antara guru dan murid dikatakan berhasil ketika seorang guru dapat
menyampaikan pesan dengan tepat kepada murid, sehingga murid akan memahami
pesan yang disampaikan dengan tepat pula. Salah satu bentuk pesan antara guru
dan murid adalah materi pembelajaran.
Dalam proses penyampaian pesan dibutuhkan komunikasi yang baik dan
mudah dipahami. Terutama, jika pesan tersebut diperuntukkan oleh anak-anak,
terlebih anak-anak berkebutuhan khusus. Setiap anak di dunia ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Jika dilihat dari keadaannya, ada dua golongan yaitu
anak dengan kebutuhan khusus, dan normal. Anak berkebutuhan khusus meliputi
anak-anak tuna wicara, tunanetra, tuna rungu, dll. Biasanya, anak dengan
kebutuhan khusus memiliki kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungannya
juga memiliki kesulitan atau perbedaan dalam berkomunikasi.
Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak tuna netra dan low
vision. Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) mendefinisikan tunanetra adalah
seseorang yang tidak memiliki penglihatan sama sekali atau buta secara total
hingga mereka yang masih memiliki kemampuan melihat namun tidak bisa

2
menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa dengan ukuran 12
point dengan kadar cahaya normal tanpa alat bantu melihat. (Umi, 2016)
Sedangkan Definisi low vision adalah keadaan seseorang yang memiliki
gangguan fungsi penglihatan setelah melakukan pengobatan dan atau koreksi
refraksi standar, dan memiliki tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) hingga
light perception g d g gd i d i i i fi i i
masih memiliki potensi untuk menggunakan penglihatannya untuk melakukan
atau merencanakan pekerjaan. Definisi lain menurut Low Vision Consensus, low
vision adalah mereka yang mengalami kerusakan fungsi visual (impairment of
visual function) yang penatalaksanaannya tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan kacamata konvensional, lensa kontak atau yang intervensi lainnya
dan menimbulkan halangan dalam kehidupan mereka sehari-hari. pada tahun 1977
American Optometric Association menambahkan kriteria low vision diantaranya
gangguan sensitivitas kontras, ocular motility dan warna (Asroruddin, 2014).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun 2014,
penyandang keterbatasan melihat di Indonesia sebanyak 29,63%. Salah satu yang
paling banyak setelah penyandang yang mengalami lebih dari satu jenis
keterbatasan.
Mereka yang tidak memiliki kemampuan melihat tentunya memiliki
keterbatasan untuk melakukan aktivitas komunikasi. Komunikasi yang dapat
mereka lakukan tidak seperti orang normal lainnya yang dapat berbicara secara
langsung dengan tatap muka (melihat ekspresi wajah). Anak-anak tuna netra
hanya memanfaatkan indera pendengaran dan peraba untuk berkomunikasi tanpa
dapat melihat secara langsung lawan bicara. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran dan berinteraksi pun dibutuhkan cara khusus agar pesan-pesan yang
disampaikan bisa diterima dengan baik. Dikutip dari difabel.tempo.co Aktivis
disabilitas, Maulani Rotinsulu yang juga Ketua HWDI mengatakan, kekeliruan
yang kerap dilakukan oleh non-disabilitas dalam berinteraksi dengan tunanetra
adalah kurangnya komunikasi. "Mereka terkadang berpikir 'urusan kalian
(disabilitas), aku yang atur. Beres'." Maulani mengatakan, jangan menggunakan
kata ganti, seperti di sana atau di sini kepada penyandang disabilitas netra.
Sebaiknya pakai kata yang menunjukkan arah, seperti kanan, kiri, atas, atau
bawah. Bisa juga dengan patokan arah jarum jam (Arigi, 2018).

3
Meski memiliki keterbatasan, anak-anak difabel memiliki hak yang sama
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk pendidikan. Setiap warga
negara Indonesia, termasuk penyandang tunanetra memiliki hak yang
sama. Salah satunya hak untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh
informasi. Hal itu sesuai amanat Pasal 24 Huruf B UU No.8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas, yang menjamin hak berekspresi, berkomunikasi, dan
memperoleh informasi bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan informasi
dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses (Hutabarat, 2017).
Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti bagaimana pola komunikasi
antara guru dengan murid tunanetra. Strategi apa sajakah yang dilakukan oleh para
guru terhadap murid-murid agar mereka bisa saling berkomunikasi dengan baik
meski dalam proses komunikasi lawan bicara tidak dapat melihat. Selain itu
peneliti juga ingin meneliti bagaimana cara komunikasi yang dilakukan guru-guru
sebagai tenaga pengajar untuk memberikan pemahaman materi pembelajaran
kepada peserta didik tunanetra. Lebih khusus, penelitian ini mengambil lokasi di
YKAB Solo, salah satu sekolah bagi anak-anak tunanetra yang sudah sejak lama
berdiri, dan juga berhasil meluluskan beberapa anak penyandang tuna netra dengan
prestasi yang baik.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana Komunikasi Efektif yang Terjalin antara Guru dan Murid


Tunanetra di YKAB Solo ?
2. Bagaimana Pola Komunikasi Pembelajaran antara Guru dan Murid Tunanetra
di YKAB Solo?

Kajian Teori

1. Komunikasi

Dalam kehidupan sehari-sehari, seseorang membutuhkan komunikasi untuk


menjalin hubungan maupun berinteraksi. Baik itu komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok maupun komunikasi organisasi. Komunikasi terjalin agar
pesan-pesan yang disampaikan oleh pembuat pesan dapat sampai kepada
penerima pesan.

4
Larry A. dalam Mulyana (2013: 46) mengatakan bahwa kata komunikasi
atau atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata communis
yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti
“memb m ”. I i h e m (communis) paling sering disebut sebagai
asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang
mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu
pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer
menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal-hal tersebut,
e e id m im “ i be b gi i i ” “ i me di i m ”d
“ i me gi im e .”
Banyak ahli mendefiniskan komunikasi dengan berbagai macam artian,
seperti:
Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah proses mengubah perilaku
orang lain (communication is the process to modify the behavior of other
individuals) (Effendy, 2006: 10).
Namun untuk mengubah perilaku hanya bisa tercapai apabila didukung
dengan adanya unsur-unsur komunikasi. Menurut Cangara dalam (Wati, 2017:
83) unsur-unsur komunikasi terdiri dari:
1. Sumber, merupakan seluruh peristiwa akan melibatkan sumber sebagai
pengirim informasi.
2. Pesan, yakni sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada
penerima.
3. Media, yakni alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber kepada penerima pesan.
4. Penerima, merupakan pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim
oleh sumber.
5. Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah mengirim
pesan.
6. Tanggapan balik merupakan salah satu pengaruh yang berasal dari
penerima pesan.
7. Lingkungan adalah faktor-faktor tertentu yang memengaruhi jalannya
komunikasi.
Dalam praktiknya, komunikasi tidak hanya terjadi antar individu saja,
5
namun juga bisa terjadi antar kelompok maupun organisasi. Dalam komunikasi,
terdapat tingkatan komunikasi atau yang disebut dengan levels of communication,
dikutip dalam Pawito (2007: 1) yakni (1) Komunikasi antarpribadi (intepersonal
communication), (2) Komunikasi Kelompok (group communication), (3)
Komunikasi Organisasi (organizational communication), (4) Komunikasi Massa
(mass communication), dan komunikasi budaya (cultural communication).
2. Pola Komunikasi

Djamarah dalam Se o (2 5: 497) me g b hw “Po


komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih
dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami”
Djamarah dalam (Sondakh, Boham, Harilama, 2019) menjelaskan macam
pola komunikasi ada beberapa macam, yaitu :
1. Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi primer adalah proses penyampaian oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan simbol sebagai
media. Dalam pola ini terbagi menjadi dua lambang, yaitu lambang
verbal dan non verbal.
Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan
bahasa, karena mampu mengungkapkan pemikiran komunikator.
Sedangan non verbal adalah komunikasi yang bukan bahasa melainkan
dengan menggunakan isyarat seperti gerakan tubuh.
Dapat dikatakan bahwa proses komunikasi primer merupakan
proses komunikasi secara langsung.
2. Pola Komunikasi Sekunder
Pola komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media kedua
setelah lambang pada media pertama. Komunikator yang
menggunakan media kedua ini yang menjadi sasaran komunikasi
berjarak jauh atau dengan jumlah yang cukup banyak.
3. Pola Komunikasi Linear
Penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan sebagai
titik terminal. Biasanya terjadi pada komunikasi tatap muka atau face

6
to face, namun adakalanya terjadi pada komunikasi bermedia. Dalam
proses komunikasi ini biasanya pesan yang disampaikan akan efektif
apabila ada perencanaan sebelum melaksanakan komunikasi.
4. Pola Komunikasi Sirkular
Sirkular secara harfiah berarti bundar, bulat, atau keliling. Hal ini
berarti bahwa komunikasi memiliki feedback atau umpan balik, yaitu
terjadinya arus dari komunikan ke komunikator sebagai penentu
keberhasilan komunikasi. Dalam pola komunikasi seperti ini,
komunikasi yang berjalan memiliki adanya umpan balik antara
komunikator dengan komunikan.
3. Komunikasi Pembelajaran
Berbicara mengenai komunikasi dalam pendidikan, maka fokus
pembicaraan diarahkan pada jantung pendidikan, yaitu pembelajaran. (Nofrion,
2018: 66).
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (20) bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi antara peserta didik dan pendidik dengan berbagai sumber belajar
dalam suatu lingkungan belajar. Pola-pola interaksi di dalam pembelajaran
memiliki banyak bentuk diantaranya interaksi peserta didik dengan dengan
pendidik, interaksi peserta didik dengan peserta didik, interaksi peserta didik
dengan peserta didik lain dalam dialog, interaksi peserta didik dengan peserta
didik lain dalam kelompok, dan interaksi peserta didik dengan peserta didik lain
diluar kelompok memiliki arti bahwa pembelajaran sebagai kegiatan utama
pendidikan, tidak akan berjalan tanpa adanya komunikasi (Nofrion, 2018: 66-
67).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru dengan optimal adalah
menciptakan komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran. McCartthy
dan Carter dalam Khan, dkk (2017: 18) mengatakan bahwa teacher
communication skills are important for a teacher in delivery of education to
student. Oleh karena itu, terdapat 5 hukum yang mencerminkan esensi
komunikasi efektif, yaitu REACH yang bermakna merengkuh atau meraih:
(Naim, 2011: 46-49)
a. Respect: komunikasi yang efektif harus dibangun dari sikap
menghargai terhadap tiap individu yang menjadi sasaran pesan.
7
Misalnya dalam dunia pendidikan, guru harus memperlakukan siswa
sebagaimana manusia yang memiliki perasaan untuk dihargai dan
dihormati. Dengan kata lain, guru harus menjadikan murid sebagai
subjek belajar sehingga lahir sebuah sinergi bersama dengan murid
agar dapat meraih tujuan bersama melalui proses pembelajaran.
b. Empathy: Kemampuan seseorang untuk menempatkan diri sesuai
dengan suatu situasi atau kondisi yang sedang dihadapi oleh orang
lain. Secara khusus, Stephen R. Covey menaruh kemampuan untuk
mendengarkan sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan manusia yang
sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu baru
dimengerti. Rasa empati akan memudahkan seseorang untuk dapat
menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan
penerima pesan untuk menerimanya. Sebagai salah satu contoh adalah
bagaimana guru sebelum mengirimkan pesan atau materi pembelajaran
kepada siswa, guru harus mengerti dan memahami dengan empati
terhadap murid. Sehingga pesan akan sampai, tanpa ada halangan
psikologis.
c. Audible: Makna audible adalah dapat didengarkan atau dimengeri
dengan baik. Dalam dunia pendidikan, kemampuan memanfaatkan
media merupakan sesuatu kelebihan tersendiri untuk menunjang
kesuksesan proses pembelajaran.
d. Clarity: Sebuah pesan tidak hanya harus dapat dimengerti dengan jelas
namun pesan juga harus mendapatkan perhatian sehingga tidak
menimbulkan multi-interpretasi. Kesalahan penafsiran terhadap pesan
yang disampaikan dapat membawa implikasi yang tidak sederhana.
e. Humble: sikap humble adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan
unsur yang terkait dengan unsur pertama (respect) untuk membangun
rasa menghargai orang lain. Humble adalah Sebuah sikap mau
melayani, mau mendengar, menghargai, menerima kritik, tidak
memandang rendah orang lain, lemah lembut, berani mengakui
kesalahan, dan tidak sombong.
Terciptanya komunikasi efektif dalam proses pembelajaran, tentunya
akan memudahkan guru dan murid untuk bersinergi mencapai tujuan yang
hendak dicapai. Without communicating, the teaching and learning process will
8
not take place. Therefore, teachers will good communication skills will create a
more successful teaching and learning ambience for the students. (Duta,
Panisoara, Panisoara, 2015: 1008)
4. Tunanetra
Secara Harfiah, tunantera berasal dari dua kata, yaitu: tuna (tuno: Jawa)
yang berarti rugi, yang kemudian diartikan dengan terganggu, rusak, tidak
memiliki dan netra (netro: Jawa) yang berarti mata. Sehingga tunanetra dapat
diartikan sebagai suatu kondisi luka atau rusaknya mata atau penglihatan
sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi
penglihatan (Indriastuti, 2015).
Dalam pendapat lain tunanetra dilihat dari sudut pandang pendidikan, anak
tunanetra merupakan seorang anak yang membutuhkan alat bantu, metode atau
teknik tertentu dalam kegiatan pembelajarannya. (Rohmat, 2017 :12)

Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif dengan metode studi
kasus untuk menggambarkan bagaimana pola komunikasi pembelajaran antara
guru dan murid tunanetra di YKAB Solo dan bagaimana komunikasi efektif yang
ada di dalamnya. Lokasi penelitian dilakukan di SMP YKAB (Yayasan
Kesejahteraan Anak Buta Surakarta). Data primer diperoleh langsung dari
keterangan narasumber melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan
observasi. Sedangkan data sekunder diperlukan sebagai data pendukung dalam
penelitian ini.
Total terdapat tiga informan dalam penelitian ini yaitu Ernesta, Sigit dan Siti
Mahmudah. Sampel dilakukan dengan pendekatan purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi non
partisipan dimana peneliti hadir dan mengamati proses pembelajaran di dalam
kelas antara guru dan murid-murid tunanetra. Penelitian ini menggunakan teori 5
hukum komunikasi efektif dan 4 pola komunikasi menurut Djamarah.
Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber data. Triangulasi
data mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data wajib menggunakan
sumber data yang berbeda-beda. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih
mantab kebenarannya jika digali dari beberapa sumber data yang berbeda.
(Sutopo, 2006: 93)

9
Sajian dan Analisis Data

Menurut 5 Hukum Komunikasi Efektif, maka komunikasi pembelajaran yang


berlangsung antara guru dan murid tunantera di YKAB Solo adalah:
a. Respect: yaitu, sebuah komunikasi yang dibangun dari sikap
menghargai dimana seorang guru harus menjadikan murid sebagai
subyek belajar agar terjadi sinergi antara guru dan murid sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam hal ini kita dapat melihat
dari bagaimana cara para guru menyampaikan materi pembelajaran.
Para informan cenderung memiliki cara yang sama untuk
menyampaikan materi pembelajaran yakni ceramah. Namun selain itu,
guru juga melibatkan murid-murid agar aktif di kelas yakni dengan
melakukan tanya jawab. Baik Ernesta, Sigit, Maupun Siti Mahmudah
selalu berkesempatan bertanya kepada murid-murid, sehingga murid-
murid juga aktif dikelas dengan menjawab pertanyaan guru. Bahkan
pada hasil observasi yang dilakukan di kelas Siti Mahmudah dan Sigit,
murid-murid cukup aktif bertanya kepada guru. Tidak hanya itu, Sigit
dalam kelasnya pun juga turut melibatkan murid-murid agar mereka
mengulang menyampaikan materi pembelajaran sesuai yang mereka
pahami di akhir pembelajaran.
b. Emphaty: yaitu, kemampuan seseorang untuk menempatkan diri sesuai
dengan suatu situasi atau kondisi yang sedang dihadapi oleh orang
lain. Dalam hal ini para guru cenderung mengulang materi
pembelajaran apabila ada murid yang belum paham atau tertinggal
dengan materi penjelasan yang disampaikan oleh guru. Hal ini
berkaitan dengan sistem pembelajaran di SLB dimana materi
pembelajaran mengikuti kemampuan murid. Selain itu guru juga
berupaya tidak memaksakan kehendak, bila kemampuan murid belum
bisa memenuhi standar yang diterapkan.
c. Audible: Makna audible disini adalah dapat dimengerti, sehingga
bagaimana guru melakukan komunikasi dalam proses pembelajaran

10
tentunya membutuhkan media untuk membantunya. Salah satu media
yang digunakan informan untuk mempermudah menyampaikan materi
pembelajaran adalah dengan adanya beberapa media yang membantu.
Disini seluruh informan dalam menyampaikan materi pembelajaran
pasti ada media-media lain yang dibutuhkan, seperti pada kelas yang
diampu oleh Sigit, Sigit membawa globe, dan bola. Kemudian pada
kelas Ernesta, ia menggunakan buku paket braile untuk mempermudah
murid-murid tunanetra membaca buku teks, dan juga Siti Mahmudah
membutuhkan riglet dan pen untuk murid-murid nya agar mereka
dapat gunakan untuk menulis ayat Al-Quran.
Dapat dikatakan riglet, pen, dan buku tulis adalah barang wajib yang
harus ada untuk murid-murid agar mereka bisa mencatat materi
pembelajaran yang disampaikan.
d. Clarity: Sebuah pesan yang disampaikan oleh informan kepada murid-
murid tunanetra utamanya adalah dengan menggunakan metode
ceramah dengan menjelaskan segala sesuatu nya dengan sangat detail
dan mempraktikannya secara langsung (seperti kegiatan
menyentuh/meraba). Seluruh guru menggunakan metode ceramah
dalam menyampaikan materi pembelajaran. Dan mayoritas juga
menggunakan penjelasan yang cukup detail.
e. Humble: Humble merupakan sebuah sikap yang penuh melayani, sikap
mau mendengar, menerima kritik, menghargai, tidak memandang
rendah orang lain. Dan hal ini dapat dilihat dari bagaimana cara guru
berkomunikasi kepada murid dan bagaimana interaksi yang terjalin di
dalamnya. Dengan berbagai aspek yang beranekaragam, maka cara
atau bentuk sikap humble yang ditunjukkan guru-guru di YKAB Solo
sangat beragam seperti seperti rendah hati, mau mendengar, dan sikap
melayani.
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dapat disimpulkan bawa komunikasi
pembelajaran antara guru dan murid tunanetra di YKAB Solo sudah cukup efektif
karena guru-guru disana terbukti menerapkan hukum komunikasi efektif secara
menyeluruh.
Sedangkan menurut Djamarah dalam Sentosa (2015: 497) menyatakan bahwa
“Po om i i di i eb g i be o h b g d o g
11
lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
ehi gg e y g dim dd di h mi”
Maka berdasarkan definisi tersebut, penelitian ini mengacu pada bagaimana
komunikasi pembelajaran antara guru dan murid tunanetra di YKAB Solo,
sehingga membentuk suatu pola komunikasi sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami.
Menurut Djamarah dalam (Sondakh, dkk, 2019) menjelaskan macam pola
komunikasi ada 4 macam, yaitu pola komunikasi primer, pola komunikasi
sekunder, pola komunikasi linear dan pola komunikasi sirkular
Jika mengacu pada data, maka komunikasi yang berlangsung antara guru dan
murid-murid tunanetra di YKAB Solo adalah komunikasi secara langsung dengan
mengandalkan beberapa media tambahan sebagai salah satu alat untuk
memudahkan komunikasi pembelajaran yang berlangsung yang di dalamnya juga
terdapat feedback atau respon tanya jawab antara guru dan murid. Oleh karena itu,
pola komunikasi yang terbentuk bila di dasarkan 4 macam pola komunikasi
menurut Djamarah maka komunikasi pembelajaran antara guru dan murid tunanetra
di YKAB adalah pola komunikasi primer, pola komunikasi sekunder dan pola
komunikasi sirkular. Hal ini sesuai dengan penjelasan Djamarah bahwa pola
komunikasi primer adalah komunikasi dengan menggunakan dua lambang verbal
dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan
bahasa sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi bukan bahasa (dengan
menggunakan isyarat seperti gerakan tubuh). Secara kesimpulan, komunikasi
primer adalah merupakan komunikasi secara langsung. Dan pola komunikasi
sirkular adalah komunikasi memiliki feedback atau umpan balik, yang dapat
dibuktikan dengan bagaimana guru menyampaikan materi umumnya dengan
metode ceramah, disamping ada diskusi, tanya jawab. Metode ini tentunya
disampaikan secara langsung meski dalam penyampaian nya ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan seperti penggambaran secara detail dan jelas saat menjelaskan
obyek-obyek yang sifatnya visual. Selain itu, pola komunikasi pembelajaran antara
guru dan murid tunanetra di YKAB Solo juga membentuk sebuah pola komunikasi
sekunder yaitu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan media dimana hal ini terbukti pada saat proses pembelajaran
guru-guru menggunakan media sebagai alat bantu untuk menyampaikan materi
pembelajaran kepada murid-murid tunanetra seperti audiobook, buku paket braile,
12
hp, riglet, globe, bola, dll.

Kesimpulan
Berdasarkan hukum komunikasi efektif yakni REACH (Respect, Emphaty,
Audible, Clarity, Humble) maka dapat disimpulkan bahwa guru-guru di YKAB
Solo sudah mampu melakukan komunikasi pembelajaran secara efektif di dalam
kelas. Dan pola komunikasi pembelajaran yang terbentuk antara guru dan murid-
murid tunanetra di YKAB Solo berdasarkan macam pola komunikasi menurut
Djamarah adalah pola komunikasi primer, sekunder, dan sirkular dimana
komunikasi secara verbal atau secara langsung masih menjadi cara komunikasi
yang paling utama. Namun meskipun komunikasi secara langsung masih menjadi
cara komunikasi yang paling utama dalam proses pembelajaran namun guru harus
mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan lebih detail dan jelas, terlebih
dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan visual. Selain itu, untuk
membantu proses pembelajaran, guru membutuhkan beberapa media atau alat
yang dapat digunakan agar membantu murid-murid tunanetra lebih paham
terhadap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, seperti dengan
melakukan praktek meraba obyek visual, dengan media audiobook, riglet untuk
menulis, juga hp yang di desain khusus untuk anak-anak tunanetra. Dan dalam
proses pembelaran tentunya juga melibatkan murid agar selalu aktif di dalam
kelas dengan adanya kegiatan tanya jawab antara guru dan murid-murid tunanetra

Daftar Pustaka

Arigi, F. (2018, April 23). Cara Berinteraksi dengan Tunanetra, Perhatikan Tutur
dan Sentuhan. Tempo.co. Retrieved from tempo.co:
https://difabel.tempo.co/read/1132451/cara-berinteraksi-dengan-tunanetra-
perhatikan-tutur-dan-sentuhan/.
Asroruddin, M. (2014). Dampak Gangguan Penglihatan dan Penyakit Mata
Terhadap Kualitas Hidup Terkait Penglihatan (Vision Related Quality of
Life) pada Populasi Gangguan Penglihatan Berat dan Buta di Indonesia.
(Tesis, Univesitas Indonesia, 2014). Dilihat dari www.lib.ui.ac.id.
Duta, N., Panisoara, G., Panisoara, I. O. (2015). The Effective Communication in
Teaching. Diagnostic Study Regarding the Academic Learning Motivation to
Students. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 1008
Doi : 10.1016/j.sbspro.2015.04.064.
Effendy, O. U. (2006). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosyda Karya.

13
Hutabarat, D. (2017). Di Era Digital Tuna Netra Harus Maju. Retrieved from
kominfo: https://www.kominfo.go.id/content/detail/9038/menkominfo-di-era-
digital-kaum-disabilitas-tuna-netrapun-harus-maju/0/berita_satker.
Indriastuti, F. (2015). Efektivitas Media Pembelajaran Audio Melalui Cerita
Pendidikan Berkarakter Untuk Tunanetra Jenjang SMP. JRR, 24(1).
Khan, A., Khan, S., Islam, S.Z.U., & Khan, M. (2017). Communication Skills of
Te che d I Ro e i he Deve o me of he S de ’ Ac demic S cce .
Journal of Education and Practice, 8(1), 18
Naim, N. (2011). Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Nofrion. (2018). Komunikasi Pendidikan Penerapan Teori dan Konsep Komunikasi
dalam Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Rohmat, G. (2017). Penyesuaian Diri Anak Tunanetra di Sekolah Studi Kasus di
SMP Ekakapti Karangmojo dan SLBK Baktiputra Ngawis. (Skripsi,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2017). Diakses dari
http://eprints.uny.ac.id/48071/1/Ginanjar%20Rohmat_12103241080.pdf.
Sentosa, A. T. (2015). Pola Komunikasi dalam Proses Interaksi Sosial di Pondok
Pesantren Nurul Islam Samarinda. EJurnal Ilmu Komunikasi, 3(3), 497-498.
Sondakh, R., Boham, A., & Harilama, S.H. (2017). Pola Komunikasi Guru Dalam
Proses Belajar Anak Down Sindrom di Yayasan Pendidikan Anak Catat
Malalayang. ejournal “Acta Diurna”, 6(1), 5-6.
Sutopo. (2006). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Penerapannya dalam
Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Umi, M. (2016). Modul Guru Pembelajar PLB Tunanetra Kelompok Kompetensi D.
Bandung: PPPP TK TK DAN PLB Direktorat Guru dan Tenaga
Kependidikan.
Wati, F. F. (2017). Kemampuan Komunikasi Persuasif Pengelola Museum Provinsi
Sulawesi Tengah. Jurnal Online Kinesik, 4(4), 83.

14

You might also like