Professional Documents
Culture Documents
Abstract: Building Entrepreneurial Ecosystems for Micro and Small Businesses in Indone-
sia: A Literature Review. Micro and small businesses play a strategic role in reducing poverty
and unemployment in Indonesia. Despite its important role, the ratio of micro and small
businesses in Indonesia is still inadequate to sustain the national economy. There are various
problems experienced by micro and small businesses, such as capital, human resources,
regulations, government support, social culture, and lack of support from educational institutions.
These problems are part of the entrepreneurial ecosystem, which is a theoretical approach to
entrepreneurship development. The entrepreneurial ecosystem is composed of culture, policy,
finance, human resources, markets, institutions and infrastructure that must be linked and
coordinated both formal and informal. The entrepreneurial ecosystem in Indonesia needs to be
developed into an ecosystem that supports each other among the actors and the factors within it in
order to have a positive influence on micro and small businesses. Research on entrepreneurial
ecosystems in Indonesia needs to be improved and developed in order to provide a conceptual
description of the entrepreneurial ecosystem that matches the character of entrepreneurship in
Indonesia.
Abstrak: Membangun Ekosistem Kewirausahaan untuk Usaha Mikro dan Kecil di Indone-
sia: Sebuah Tinjauan Literatur. Usaha mikro dan kecil berperan strategis dalam mengurangi
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Meskipun perannya penting, rasio usaha mikro dan
kecil di Indonesia masih belum memadai untuk menopang ekonomi nasional. Terdapat berbagai
permasalahan yang dialami usaha mikro dan kecil yaitu permodalan, sumber daya manusia, regu-
lasi, dukungan pemerintah, sosial budaya, dan kurangnya dukungan institusi pendidikan. Masalah-
masalah tersebut merupakan bagian dalam ekosistem kewirausahaan, yakni sebuah pendekatan te-
oritis untuk pengembangan kewirausahaan. Ekosistem kewirausahaan tersusun dari budaya, ke-
bijakan, keuangan, sumber daya manusia, pasar, kelembagaan dan infrastruktur yang harus terkait
dan terkordinasi baik formal mapun informal. Ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu
dikembangkan menjadi sebuah ekosistem yang saling mendukung di antara para aktor dan faktor
di dalamnya guna memberikan pengaruh positif bagi usaha mikro dan kecil. Penelitian mengenai
ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu ditingkatkan dan dikembangkan supaya dapat mem-
berikan konsepsi gambaran ekosistem kewirausahaan yang cocok dengan karakter kewirausahan
di Indonesia.
36
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 37
kecil yang menjadi penyumbang terbanyak tahun 2035. Kondisi tersebut memerlukan
untuk lapangan kerja, memiliki investasi riil terobosan kebijakan dan solusi yang signif-
dan bersifat lebih fleksibel dibanding usaha ikan untuk meminimalisir dampak sosial
skala besar (Berry, et al.,2001). Melalui in- terkait laju demografi dan tingkat pengang-
vestasi dan konsumsi mereka, usaha mikro guran.
dan kecil menciptakan nilai dan Di Indonesia, UMKM membuktikan
menghasilkan sejumlah besar barang dan diri selalu berperan untuk menyerap tenaga
jasa, sehingga memainkan peran penting da- kerja dalam negeri. Dimana UMKM mampu
lam mendanai layanan publik dan mencip- menyerap tenaga kerja sebanyak 97,22% da-
takan ekonomi lokal yang dinamis (Gou- lam periode lima tahun terakhir atau naik
dreault dan Hébert, 2013). dari angka 96,99% pada tahun 2014. UMKM
Isu demografi dan pengangguran juga menjadi sebuah fenomena penyedia lapangan
perlu dipertimbangkan dalam kaitannya kerja dan kesempatan kerja dan berperan
dengan UMKM. Data BPS pada bulan strategis dalam mengurangi angka kemiski-
Agustus 2019 menunjukan terdapat nan dan pengangguran di Indonesia dengan
Angkatan kerja Indonesia berada pada menyerap tenaga kerja sebesar 116.978.631
133,56 juta orang dengan Tingkat Pengang- orang pada tahun 2018 atau bertumbuh sebe-
guran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus sar 547.407 orang pada periode yang sama di
2019 sebesar 5,28%. Selain itu terdapat tahun 2017. Selain porsinya yang mengambil
126,51 juta angka penduduk bekerja yang di 99,9% pangsa usaha di Indonesia, bila
dalamnya terdapat pekerja paruh waktu dibandingkan dengan usaha besar yang
sebanyak 28,41 juta orang dan pekerja justru mengalami penurunan dengan
setengah menganggur sebanyak 8,14 juta penurunan tenaga kerja sebanyak 209.446
orang. Angka-angka tersebut perlu diper- orang, maka bisa dipahami bahwa usaha
hatikan karena berpotensi meningkat seiring mikro dan kecil adalah jenis usaha yang pal-
dengan meningkatnya pertumbuhan ing banyak menyerap tenaga kerja domestik
penduduk di Indonesia yang menurut dalam fungsi membantu menurunkan angka
proyeksi Bappenas akan ada sebanyak pengangguran.
305.652.400 juta penduduk Indonesia pada
Tabel 1. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar di tahun 2017 – 2018
Perkembangan dari
2017 2018
2017 - 2018
No Jenis
Jumlah Jumlah
Pangsa Jumlah (Unit) Pangsa %
(Unit) (Unit)
1 UNIT USAHA 62.928.077 64.199.606 1.271.529
(A+B)
A. UMKM 62.922.617 99,99 64.194.057 99,99 1.271.440 2,02
U Mikro 62.106.900 98,70 63.350.222 98,68 1.243.322 2,00
U Kecil 757.090 1,20 783.132 1,22 26.043 3,44
U Menengah 58.627 0,09 60.702 0,09 2.075 3,54
B. Usaha Besar 5.460 0,01 5.550 0,01 90 1,64
2 TENAGA KERJA 120.260.177 120.598.138 337.961 0,28
(A+B) (Orang)
A. UMKM 116.431.224 96,82 116.978.631 97,00 547.407 0,47
U Mikro 105.509.631 87,73 107.376.540 89,04 1.866.909 1,77
U Kecil 6.546.742 5,44 5.831.256 4,84 -715.486 -10,93
U Menengah 4.374.851 3,64 3.770.835 3,13 -604.016 -13,81
B. Usaha Besar 3.828.953 3,18 3.619.507 3,00 -209.446 -5,47
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI, 2019
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 38
Setidaknya terdapat 58 juta kegiatan modal dalam perusahaan kecil sangat sulit
usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk didapatkan, mahal dan sering tidak
secara mandiri dan sebesar 1,65 % dari ang- diinginkan karena alasan-alasan tertentu
ka tersebut telah bertransformasi menjadi (Cassar, 2014). Lembaga seperti venture cap-
pengusaha yang berkembang dari posisinya ital dan angel investment kurang tertarik
sebagai pemula, atau dalam kata lain mereka dalm memberikan modal pada usaha mikro
telah naik kelas menjadi pengusaha dan dan kecil karena berisiko tinggi dan belum
dapat meningkatkan skala usahanya sendiri. memperlihatkan potensi pertumbuhan (Cas-
Peran strategis UMKM dalam struktur sar, 2014). Usaha mikro dan kecil kesulitan
perekonomian Indonesia makin nyata di ma- mengakses permodalan dari bank atau lem-
na sekitar 99,9 persen unit bisnis di Indo- baga keuangan lainnya dikarenakan para
nesia merupakan UMKM. Meskipun begitu pelaku usaha dianggap kurang feasibel bagi
bila berbicara rasio wirausaha Indonesia perbankan (non bankable). Kendala yang
dengan basis dari data BPS pada tahun 2016 sering ditemui adalah usaha mikro dan kecil
bahwa terdapat 252 juta penduduk Indonesia sulit untuk memenuhi prinsip syarat 5C
dan di dalamnya terdapat wirausaha menetap (character, capacity, capital, collateral, and
sebanyak 7,8 juta atau sebesar 2,1% dari conditions) dalam kredit (Brodjonegoro,
jumlah penduduk Indonesia. Prosentase ter- 2016). Prinsip 5C perlu dilakukan
sebut terhitung kecil dan belum mencapai penyesuaian untuk mensasar UMKM karena
angka ideal menurut David McClelland sering terkendala akan asset yang dimiliki
(Hermanto, 2017) dimana tingkat oleh Usaha Mikro dan Kecil yang nilainya
kewirausahaan Indonesia baru melampaui tidak cukup untuk dijaminkan kepada pihak
2% dari populasi penduduk, yang bila bank. Hal itu sejalan dengan survey yang
dibandingkan dengan rasio wirausaha pada dikeluarkan International Financial Corpo-
negara lain, rasio di Indonesia lebih rendah ration World Bank pada tahun 2015 yang
apabila dibandingkan dengan negara tetang- menyebutkan bahwa pada Lembaga keu-
ga di Asia seperti Malaysia dengan prosen- angan di Indonesia mensyaratkan 73% ada-
tase 5%, lalu Tiongkok di 10%, selanjutnya lah jaminan dalam bentuk asset tetap (fixed
Singapura di angka 7%, Jepang dengan 11% asset) sedangkan pada kenyataanya, para
maupun AS yang 12%. (Majalah coopera- pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia
tive. Kemenkop dan UMKM RI. Maret memiliki 45% berbentuk barang bergerak,
2017). Rasio 2% belum cukup untuk dapat 33% adalah piutang dan 22% merupakan as-
menjadikan usaha mikro dan kecil sebagai set tetap. Sehingga terdapat gap yang sangat
fondasi ekonomi Nasional, diharapkan bah- besar antara asset yang dimiliki pelaku usaha
wa minimal rasio wirausaha dengan jumlah dengan persyaratan pada Lembaga keuangan
penduduk adalah sebesar 5% atau dengan yakni sebesar 51%.
kata lain, secara Nasional diperlukan seku- Statistik yang disebutkan di atas
rang-kurangnya 12,6 juta wirausaha untuk menunjukkan bahwa di Indonesia, pengu-
menghasilkan fondasi ekonomi yang kuat di saha belum memainkan peran penting dalam
Indonesia. mendukung perekonomian negara.
Permasalahan lain yang menjadi tan- Kewirausahaan bisa menjadi cara strategis
tangan utama bagi pelaku usaha mikro dan dalam upaya mengatasi pengangguran dan
kecil yakni terkait dengan permodalan yang kemiskinan di Indonesia, jika kewirausahaan
mayoritas pelaku usaha mikro dan kecil dapat berjalan dengan lancar, masyarakat
mengandalkan modal sendiri yang cenderung tidak akan lagi bergantung pada pemerintah
terbatas. Peraturan investasi yang dianut oleh karena dapat menyelesaikan masalah
bank kurang menguntungkan pengusaha ekonomi melalui kreativitas dan inovasi
pemula dengan masalah akses ke modal un- (Hermanto & Suryanto, 2017).
tuk pengusaha pemula yang dipenuhi dengan Usaha mikro dan kecil sangat jarang
hambatan (Hermanto, 2017). Pembiayaan tumbuh berkembang menjadi usaha menen-
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 39
gah atau besar dalam waktu singkat (Sorama bangnya usaha mikro dan kecil, karena ban-
& Joensuu, 2016). Orientasi usaha mikro dan yak kendala yang dihadapi oleh usaha-usaha
kecil tergolong rendah dan jarang untuk ini berasal dari aturan dan regulasi yang ada
berkembang atau naik kelas karena para (Hobohm, 2001). Dengan kata lain, ling-
pelaku usaha beranggapan bahwa usahanya kungan di mana usaha melakukan bisnis ha-
cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan da- rus kondusif atau menguntungkan bagi
sar (Autio, 2014). Pelaku usaha memiliki perkembangan mereka.
keengganan untuk mengeksploitasi potensi Seluruh hal yang disampaikan di atas
yang dimiliki agar dapat mengembangkan adalah bagian dalam sebuah ekosistem
usahanya bahkan untuk wilayah daerah Nor- kewirausahaan. Pendekatan ekosistem
dik Eropa, tercatat hanya sebesar 8% pelaku kewirausahaan sudah terjadi selama be-
usaha mikro dan kecil yang memiliki orien- berapa tahun terakhir sejak dikenalkan defin-
tasi bertumbuh menjadi pelaku usaha untuk isi konsep ekosistem wirausaha yang
menjalankan kegiatan ekspor (Nordic mengacu pada interaksi yang terjadi antara
Growth Entrepreneurship Review, 2015). berbagai pemangku kepentingan institusional
Meskipun ada minat luas dalam dan individu sehingga dapat mendorong
kewirausahaan dengan menjadikannya se- kewirausahaan, inovasi dan pertumbuhan
bagai cara untuk memecahkan tantangan so- UKM (Isenberg 2010). Berdasarkan laporan
sial yang muncul seperti pengangguran, na- tahun 2018 dari Aspen Network of Devel-
mun belum terdapat kebijakan eksplisit yang opment Entrepreneurs, yang adalah sebuah
menargetkan lahir dan tumbuhnya usaha organisasi pendorong kewirausahaan di
(Autio et al. 2014). negara-negara berkembang, menjelaskan
Masalah sumber daya manusia (SDM) bahwa ekosistem kewirausahaan mencakup
pengusaha yang relatif rendah juga menjadi delapan bidang, yakni: kebijakan, keuangan,
tantangan kemajuan usaha mikro dan kecil. human capital, pasar, dukungan bisnis, infra-
Hal ini tercermin dari kurangnya kemam- struktur, penelitian & pengembangan, dan
puan manajerial dalam menerapkan strategi budaya. Pembinaan kewirausahaan dil-
bisnisnya. Kurangnya pemahaman tentang akukan melalui sebuah rangkaian keterkaitan
sektor bisnis yang dia tuju juga menunjukkan aktor dan faktor pendukung dalam sebuah
rendahnya kapasitas sumber daya manusia ekosistem kewirausahaan. Untuk mendukung
(Hermanto & Suryanto, 2017). Selain itu, pertumbuhan kewirausahaan, perlu
ketidakmampuan untuk mengelola admin- dilahirkan ekosistem yang memudahkan la-
istrasi, keuangan serta ilmu pengetahuan dan hir dan tumbuhnya wirausaha, memberikan
teknologi berbasis internet masih melekat akses pelatihan, bimbingan, pembiayaan dan
dalam praktik kewirausahaan di Indonesia network (Indonesian Development Forum,
(Hermanto & Suryanto, 2017). 2019). Wirausahawan bukan lahir dengan
Beberapa penelitian mengungkapkan sendirinya melainkan melalui sebuah proses
bahwa aktor-aktor individu yang terlibat dan berkembang dengan baik di dalam se-
langsung dalam pengembangan kebijakan buah ekosistem kewirausahaan. Konsep
usaha mikro dan kecil lama diabaikan ekosistem kewirausahaan ini penting untuk
(Arshed et al., 2014; Xheneti, 2017). Selain diperhatikan, karena sangat berpengaruh ter-
itu, pengembangan kebijakan untuk usaha hadap pertumbuhan ekonomi dan melalui
mikro dan kecil yang lahir dari proses politik konsep ini tergambar sebuah ekosistem yang
yang tidak objektif atau netral (Smallbone, memiliki system jaringan yang dapat menga-
2016), yang justru didorong oleh dominasi tur secara mandiri dan berguna untuk men-
aktor individu tertentu seperti pejabat dukung sebuah persaingan (Isenberg, 2010).
pemerintah, peneliti, maupun lsm - yang ber- Secara umum, ekosistem
tindak dalam konteks tertentu. Lingkungan kewirausahaan tersusun dari kemudahan
politik, hukum dan peraturan sangat penting akses pasar, adanya sumber daya manusia,
untuk dapat mendukung lahir dan berkem- modal dan pembiayaan, jejaring pendukung
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 40
Dalam berbagai pandangan para ahli ekonomi dan budaya perlu dirancang untuk
tentang ekosistem kewirausahaan, terdapat saling mendukung dan melahirkan
dimensi yang melekat pada ekosistem untuk kewirausahaan terutama untuk merancang
mendukung kewirausahaan. Dimensi ini dimensi material dalam memberikan
kemudian menjadi penentu kompleksitas se- dukungan pajak, investasi dalam pembiayaan
buah ekosistem kewirausahaan yang berhub- publik dan peraturan birokrasi (Huggins dan
ungan dengan jumlah aktor dan faktor yang Williams, 2011, dalam Isololipu 2018). Se-
terkait. Dimensi yang ada dalam ekosistem lanjutnya disebutkan juga para pemangku
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori kepentingan yang merupakan kelompok-
yakni sosial, politik, ekonomi dan juga bu- kelompok yang memberikan dukungan untuk
daya (Isololipu, 2018). Komponen dari se- berlangsungnya sebuah usaha karena
luruh ekosistem usaha yang dihasilkan oleh dukungan dari para pemangku kepentingan
para ahli sangat erat kaitannyan dengan kat- menjamin usaha lahir dan berjalan. Teori ini
egori tersebut seperti yang teridentifikasi kemudian dikembangkan oleh Freeman
adalah budaya pendukung, modal ventura, (1984) memberikan kerangka kerja yang di-
jaringan aktif pengusaha, pejabat pemerintah perlukan untuk pengembangan model
daerah, investor, universitas dan layanan ekosistem kewirausahaan, menyelaraskan
pendukung (Isenberg, 2011; Feld, 2012; prioritas, membangun kemampuan kelem-
Suresh et al., 2012; Mazzarol, 2014; Erik bagaan baru dan membina sinergi antara
Stam, 2015; Spigel, 2017). pemangku kepentingan yang berbeda
Selain ke-4 dimensi tersebut, terdapat (Rodríguez-Pose, 2013; Warwick, 2013).
juga atribut material yang berisikan universi- Menurut Freeman (1984), pemangku kepent-
tas, pelayanan dan fasilitas pendukung, ke- ingan dapat berupa individu atau kelompok
bijakan pemerintah dan pasar (Stam dan individu yang terkena dampak dari atau bagi
Spigel, dalam Isololipu 2018). Dimensi ma- perusahaan atau dapat berdampak pada pen-
terial bersama dengan dimensi sosial, politik, capaian tujuannya.
Ekosistem kewirausahaan menurut Is- satu sama lain (Spigel, 2015). Selain itu hal
enberg (2011) terdiri dari 6 (enam) dimensi lain yang juga sangat penting untuk diper-
yang di dalam 6 (enam) dimensi tersebut hatikan adalah kaitan antar aktor pemangu
masih memiliki banyak elemen. Isenberg kepentingan dalam ekosistem (Xaver
(2011) membagi ekosistem kewirausahaan Neumeyer dan Susana C. Santo, 2017).
menjadi budaya, kebijakan, keuangan, hu- Ekosistem memperlihatkan interaksi antara
man capital, pasar dan dukungan kelem- aktor di ekosistem dan juga akses ke seluruh
bagaan dan infrastruktur. Seluruh dimensi di sumber daya yang ada dimana pemerintah
atas kemudian melakukan interaksi yang sal- berperan sebagai latar belakang (Stam,
ing mempengaruhi dan menghasilkan antar 2015).
(b) kurang percaya diri, (c) kurangnya ket- Pemerintah sebagai aktor dalam
erampilan kerja, (d) keengganan untuk ekosistem perlu melahirkan kebijakan dan
menerima konsep. (2) Penghalang kelem- regulasi yang berdampak dalam kewirausa-
bagaan meliputi: (a) kurangnya layanan han pada tingkat mikro, meso, dan makro
dukungan (tidak ada peta prosedur yang (Mirzanti, 2015). Pemerintah juga belum
jelas, proses panjang, keengganan untuk mampu melahirkan intervensi yang jelas
menerapkan pelayanan satu pintu dengan untuk mendorong kemunculan ekosistem
prosedur yang jelas, dan tidak ada pemba- wirausaha dan merangsang proses-proses
ruan dengan kegiatan baru), (b) lemahnya utama yang mendukung lahir dan berkem-
peraturan dan administrasi. Dan (3) Pengha- bangnya usaha mikro dan kecil (Mirzanti,
lang keuangan dan pasar meliputi: (a) ja- 2015). Peran kelembagaan pemerintah untuk
minan diberikan kepada lembaga pendanaan, memberikan arahan kebijakan bagi pem-
(b) jaringan, (c) kebijakan pendanaan dan bangunan ekonomi nasional menjadi pent-
ketentuan asuransi, (d) menemukan pelang- ing. Fokusnya tidak harus terutama pada
gan atau pemasok, (e) monopoli penyediaan modal tetapi menciptakan ling-
(perdagangan tersembunyi) (Al Barwani et kungan yang kondusif bagi bisnis dengan
al., 2014; Ashrafi et al. 2014; Bureau 2015; memberikan kebijakan utama yang akan
Jansen 2017; Magd dan McCoy 2014; Raja- beresonansi dengan baik dengan beragam
sekar 2014; Saqib et al. 2017; Talal, 2017). kelompok pemangku kepentingan yang
Berbagai lembaga Pendidikan di Indo- secara simbiotik mendorong pertumbuhan
nesia harus menjadi kunci dalam mendukung ekosistem wirausaha (Isenberg, 2011).
lahirnya ekosistem kewirausahaan yang Komponen lain yang sama pentingnya
mampu mendukung usaha mikro dan kecil. dalam ekosistem kewirausahaan adalah
Lembaga pendidikan kewirausahaan mulai dunia perbankan. Bank-bank saat ini mem-
sekolah dasar, menengah dan tinggi perlu iliki skema khusus dalam mempromosikan
terus menanamkan kewirausahaan sehingga kegiatan kewirausahaan dalam bentuk pem-
kemudian menjadi norma-norma sosial yang berian kredit bisnis (KUR). Setiap tahun,
ramah wirausaha dan mampu memperkuat kredit yang diberikan kepada pengusaha da-
hubungan positif antara pendidikan tinggi lam skema KUR ini terus meningkat secara
individu dan penciptaan bisnis baru (Lim, signifikan.
Kim, Chang & Swong, 2014). Program Seluruh komponen dalam ekosistem
dukungan pemerintah untuk bisnis baru dan kewirausahaan telah lahir dan berjalan na-
berkembang juga dapat memperkuat hub- mun komponen-komponen tersebut be-
ungan positif antara pendidikan tinggi dan lumlah terjalin menjadi satu kesatuan yang
keterlibatan dalam kegiatan bisnis baru yang saling berinteraksi untuk mendukung satu
berorientasi inovasi (Lim, 2014). sama lain Pengusaha yang menerima pelati-
Kemudian Lembaga sosial masyarakat han dari kementerian atau lembaga tertentu
sebagai sebuah komponen ekosistem tidak harus dibimbing oleh pengusaha yang
kewirausahaan saat ini perlu meningkatkan sukses. Mahasiswa yang memulai bisnisnya
kapasitasnya dalam keikutsertaan pada sejak kuliah juga belum tentu mendapatkan
kegiatan pendidikan dan pelatihan serta pen- KUR dari bank (Hermanto, 2017).
dampingan langsung dari pengusaha sukses
seperti Ciputra, Sandiaga Uno, dan lainnya
(Hermanto, 2017). Pembentukan komunitas SIMPULAN
wirausaha di masing-masing daerah atau Penulisan artikel ini bertujuan untuk
sektor usaha diyakini juga memberikan menyajikan tinjauan serta sintesis literatur
dampak terhadap pengembangan yang tersedia mengenai ekosistem
kewirausahaan di Indonesia (Hermanto, kewirausahaan bagi usaha mikro dan kecil
2017) yang menitikberatkan pada komponen-
komponen di dalamnya yakni kebijakan,
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 46
Jennen, T., Rigby, C. & Allum, J. (2016). Olugbola A, Seun. (2017). Exploring Entre-
Stakeholder Engagement in The Cre- preneurial Readiness of Youth and
ation of an Entrepreneurial Ecosys- Start-Up Success Component: Entre-
tems. Journal of Asia Entrepreneur- preneurship Training as a Moderator.
ship and Sustainability, XII (1). Pp 3- Journal of Innovation and
33 Knowledge.
Jurado, Tanya & Bartiti, Mastina. (2019). Reymen, Isabelle. Berends, Rob, Oudehand
The Evolution of SME Policy : The & Stultiens, Rutger. (2016). Decision
Case of New Zealand. Regional Stud- Making for Business Model Devel-
ies. Regional Science, Vol 6.1. pp 32- opment. Research and Development
54. Management. Vol 47. Pp 595 - 606.
Krueger F, Norris & Carsurd, Alan. (1993). Sarasvati D, Saras & Dew, Nicolas. ( 2005 ).
Entrepreneurial Intentions : Applying Creation New Market Through
Theory of Planned Behaviour. Jour- Transformations. Evolutionary Eco-
nal of Entrepreneurship and Regional nomics Journal. Vol 15. Pp 533-565.
Development. Volume 5. Pp 315 – Simatupang, Togar. Schwab, Andreas &
330. Lantu, C. Donald. (2015). Building
Malecki, E . J (2011). Connecting Local En- Sustanaible Entreprenuerial Ecosys-
treprenuerial Ecosystem to Global tem. Iowa State Digital Repository,
Innovation Network: Open Innova- Vol 7.
tion, Double Networks and Sondari, Mery. ( 2014 ). Is Entrepreneur Ed-
Knowledge Integration. International ucation Really Needed ? Examining
Journal Entrpreunership and Innova- the Antecedent of Entrepreneurial
tion Management, Vol 14, No.1. pp Career Intention. Proceeding of So-
36-59. cial dan Behavioural Science. Vol
Mason, Colin & Brown, Ross. (2014). En- 115. Pp 44 – 53.
treprenuerial Ecosystem and Growth Sorama & Joensuu – Salo (2016). A Case
Oriented. OECD. Study of Entrepreneurial Ecosystems
Mirzanti, Simatupang & Larso. (2015). En- Related to Growth Firm. Proceeding
treprenurship Policy Implementation of the European Conference 11.
Model In Indonesia. International Jyvaskyla Vol 15 Pp 754 – 761.
Journal of Entrepreneurship and Spigel, Ben & Harisson, Richard (2015).
Small Businness. Toward Proceses Theory of Entre-
Neumeyer, Saver & Santos, C. Susana. prenuerial Ecosytem. The Strategic
(2017). The Effect of Team Conflict Entreprenuership Journal Vol: 12.
on Teamwork Performance. Pp 151 – 168.
International Journal of Engineering Stam & Spiegel. (2016), Entreprenuerial
Education Perspective. Vol 36. Pp Ecosystems. Discussion Paper Series
502-509. Utrecht School of Economics.
Nur Wanita (2015). Perkembangan Usaha Tjalling Koopmans Research Insti-
Mikro, Kecil dan Menengah di Palu. tute.
Jurnal Penelitian Ilmiah LP2M IAIN
Palu. Vol 3.