You are on page 1of 32

Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi

Perkawinan Sejenis Akibat Kampanye dan


Propaganda LGBTQ (Studi Kasus Negara Asia-
Amerika)
Agung Tri Wicaksono*1, Akbar Galih Pamungkas2,
Celsie Aprilla Coppiens3, Sayidatul Mar'ah4
1-4 Program Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya


Correspondent Author: 05020421022@student.uinsby.ac.id

Abstract: The existence of human rights is often used as an excuse to fulfill a human being's
right to happiness. Especially the happiness that supports their next life, namely marriage. In
fact, marriage is a union between a man and a woman in a legal bond. However, facts on the
ground say that the rise of LGBTQ people makes them think about having same-sex marriages.
Not a few countries have provided guarantees and protection for these people, including several
countries from the Asian continent to America. This upsurge was caused by the large number of
LGBTQ people who asked for the same protection, guarantees and rights as society in general.
They think, as long as their actions do not harm other people, then what is the reason for the
state to reject their existence? Therefore, this article was written to understand what factors
actually led to the emergence of same-sex marriage and why, with a human rights orientation,
several Asian and American countries have legalized this. This discussion topic was chosen by
the authors with the aim of mapping readers' motivations regarding the importance of knowing
the extent to which Asian-American countries have legalized this and whether this action can
affect Indonesia's probability of marriage or same-sex marriage. The research method used in
this article is a normative juridical research method. The research results prove that in many
Asian-American countries, including Thailand, Vietnam and America, these countries view
that there are several factors that influence the emergence of this type of marriage, one of which is
the implementation of human rights which are too freely given. In contrast to several of these
countries, Indonesia stands firm and firmly states that it has not yet regulated the legalization of
this type of marriage. However, the prohibitions and orders for carrying out marriages are clearly
written in the Indonesian Marriage laws and regulations.
Keywords: Same-Sex Marriage, LGBTQ, Legal Paradigma
Abstrak: Keberadaan HAM sering kali dijadikan alasan untuk pemenuhan hak
bahagia seorang manusia. Khususnya kebahagiaan yang menunjang kehidupan
mereka selanjutnya, yakni perkawinan. Sejatinya, perkawinan merupakan
penyatuan antara laki-laki dan wanita dalam ikatan yang sah. Akan tetapi, fakta
lapangan menyebutkan bahwa maraknya LGBTQ membuat mereka berpikir
untuk melangsungkan perkawinan sesama jenis. Tidak sedikit negara yang telah
memberikan jaminan dan perlindungan bagi kaum tersebut, termasuk beberapa
negara dari Benua Asia hingga Amerika. Kemarakan itu mengakibatkan timbul
banyaknya kaum LGBTQ yang meminta perlindungan, jaminan, serta hak yang
sama seperti masyarakat pada umumnya. Mereka berfikir, selama tindakan mereka

Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum


Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023
ISSN (Print): 2775-1333, ISSN (Online): 2774-6127
tidak merugikan orang lain, lantas apa yang menjadi alasan negara menolak
keberadaan mereka. Setelah beberapa perlakuan demontrasi dari kaum LGBTQ
membuat negara yang awalnya menlak secara penuh berujung menyetujui, bahkan
ada pula negara yang kian sedang membuat regulasi jaminan bagi kaum tersebut.
Oleh karenanya, tulisan ini dibuat guna memahami tentang faktor apa saja
sebenarnya yang mengakibatkan munculnya perkawinan sejenis dan mengapa
dengan orientasi hak asasi manusia beberapa negara Asia maupun Amerika
melegalkan hal tersebut. Topik pembahasan ini dipilih oleh para penulis dengan
maksud memetakan motivasi pembaca tentang pentingnya kita mengetahui sejauh
mana negara Asia-Amerika melegalkan hal tersebut dan apakah tindakan ini dapat
mempengaruhi probilitas Indonesia mengenai perkawinan atau perkawinan
sejenis. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah metode
penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa dari sekian
banyak negara Asia-Amerika diantaranya seperti Thailand, Vietnam, dan Amerika,
negara-negara tersebut memandang bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi timbulnya jenis perkawinan ini, salah satunya adalah pelaksanaan
dari Hak Asasi Manusia yang terlalu diberikan secara bebas. Berbeda dengan
beberapa negara tersebut, justru Indonesia berdiri tegak dengan tegas bahwa
mereka belum mengatur adanya pelegalan jenis perkawinan ini. akan tetapi,
larangan dan perintah pelaksanaan perkawinan tertulis jelas dalam peraturan
perundang-undangan Perkawinan Indonesia.
Kata Kunci: Perkawinan Sejenis, LGBTQ, Paradigma Hukum

Pendahuluan
Istilah perkawinan mulai bergumam sejak ribuan tahun lalu
sebelum masehi. Dimana jelas perkawinan merupakan prses
penyatuan anata serang pria dan wanita dalam ikatan yang sah
dengan berbagai tujuan yang berbeda. Hakikatnya, setiap menusia
memiliki kebebasan secara penuh untuk menentukan siapapun yang
menjadi pasangan hidupnya. Namun ternyata, banyak diantara
mereka yang salah mengartikan makna kebebasan ini. Maka tak
heran jika banyak kaum LGBTQ yang kini mulai beranjak dalam
hubungan perkawinan. Pada tahun 1960, berdirinya organisasi yang
mengangkat emansipasi wanita, nyatanya menjadi celah untuk
masuknya kaum LGBT di Indonesia. Organisasi tersebut
diantaranya adalah Hiwad (Himpunan Wanita Adam), Lambda
Indonesia (1982), Persatuan Lesbi Indonesia (1986). 1
Berbeda dengan negara asia yang lainnya, Thailand dan
Vietnam istilah LGBT sudah lama dikenal bahkan dari zaman
leluhur mereka. Keberadaan LGBT membengkak pada abad 20
1 Akbar, “Menelisik Perjalanan LGBT Di Indonesia” dalam Republika, diakses pada
5 Oktober 2023.

396 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
hingga 21an. Begitu merambatnya kaum LGBT di negara tersebut,
mengakibatkan banyaknya pula berbagai regulasi hukum yang
mereka buat untuk kemudian membatasi dan memberhentikan
hubungan sejenis ini. Akan tetapi, ternyata regulasi-regulasi hukum
tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Hingga pada
akhirnya membuat pemerintah sesegera mungkin dan mau tidak
mau harus ikut menakui keberadaan mereka sebagai warga
negaranya, terkhusus setelah munculnya kolaborasi laporan antara
UNDP dan UNSAI yang berisikan pemetakan, pemahaman, dan
analisa sitauasi hak kaum LGBT diberbagai lingkungan baik dalam
masyarakat maupun negara.2
Terlepas dari itu, di Amerika LGBT mulai terbuka pada abad
ke 19. Tidak sedikit dari masyarakatnya yang mengakui bahwa
mereka adalah salah satu kaum yang masuk kategori LGBT. Akan
tetapi, dalam perjalanannya kaum LGBT belum mendapat
pengakuan pasti dari negara. Karena terus menerus mendapat
perlakuan yang buruk karena keberadaan mereka belum diakuti oleh
negara, tak terkesan takut beberapa kali mereka mencoba
menyuarakan hak mereka sebagai golongan kaum LGBT yang kisah
perjuangannya dapat dilihat dalam peristiwa Gay Rights March yang
diberlangsungkan di Washington DC pada tahun 1979. Yang
mulanya hanya diikuti 100.000 orang dan bertambah menjadi
500.000 orang. Parahnya lagi, makin tahun makin bertambahnya
kaum LGBT yang ikut turut menyuarakan haknya dalam peristiwa
ini guna mendapatkan pengakuan dari negara.3
Seiring berjalannya waktu, lesbian, gay, bisexual dikenal sebagai
istilah LGBT sejak tahun 1990-an.4 Seringkali dalam memberikan
istilah-istilah pada LGBT ditambahkan huruf Q sebagai “queer”, kata
tersebut diperkenalkan sebagai istilah untuk orang atau kelompok
yang mempunyai orientasi seksual atau gender minoritas, artinya
semua orang yang mempunyai orientasi seksual non-heteroseksual
dikatakan juga sebagai LGBTQ, penambahan istilah LGBTQ
tercatat semenjak tahun 1996. Artinya dalam perkembangannya,

2 Andi Norman, “Tinjauan HAM Terhadap Kelompok LGBT: Studi Kasus Indonesia-
Thailand” (Skripsi: Universitas Bosowa, 2017), h.2.
3 “Bab II: Awal Kemunculan Dan Perkembangan Komunitas LGBT Di Amerika Serikat”

(Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), h.19


4 Muhammad Tisna Nugraha, “Kaum LGBT Dalam Sejarah Peradaban Manusia”

(Jurnal Raheema, 2017), h.1

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 397


istilah LGBTQ digunakan untuk mempresentasikan individu yang
memiliki variasi atau peyimpangan dari orientasi seksual atau gender
yang berbeda pada kodratnya, dalam hal ini kodrat orientasi seksual
adalah kepada lawan jenis (heteroseksual). Disamping perkawinan
heteroseksual, terdapat lawan dari heteroseksual yaitu non-
heteroseksual atau dikenal dengan LGBTQ yang meliputi
homoseksual, biseksual, dan sejenisnya.
LGBTQ sendiri merupakan sebuah hal baru, jika kita tarik
kebelakang, praktik LGBTQ telah ditemukan diberbagai literatur
kuno bahkan dibeberapa kitab suci, dalam kitab suci Al-Quran,
kaum ini terdapat dalam kisah Nabi Luth, Nabi Luth sendiri adalah
nabi yang berada di daerah bernama Sadum atau Sodom di mana
masih berada di kawasan Yordania, sedangkan dalam kitab suci
Nasrani dan Yahudi, kaum yang melakukan tindakan ini dikenal
dengan kaum shodom, bahkan dalam kitab kitab agama Yahudi
yakni kitab Imaamat 20:13 , pelaku LGBTQ dihukum dengan
cara dibunuh, karena tindakan LGBTQ yang dilakukan adalah
suatu kekejian dalam ayat tersebut. 5 Hal ini menandakan
bahwasannya hampir semua agama abrahamik/samawi
menyatakan bahwasannya LGBTQ adalah tindakan tercela dan
keji, bahkan ada agama yang sampai memberi hukuman mati
bagi pelaku LGBTQ.
Islam mengenal homoseksual dengan liwath dan sihaq. Liwath
bermakna melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth
atau lebih jelasnya liwath adalah perbuatan kaum luth,6 homoseksual
dimaknai sebagai liwath karena yang pertama kali melakukan prilaku
liwath adalah kaum Nabi Luth.7 Definisi liwath sendiri, menurut Al-
Mawardi menyatakan bahwa liwath adalah pesetubuhan antara lelaki
dengan lelaki.8 Sedangkan sihaq digunakan untuk menunjuk makna
lesbian, menurut Al-Mawardi sihaq adalah aktivitas wanita
menggauli wanita lain.9 Melihat kedua perilaku tersebut yang sangat
menyimpang dari ajaran Islam atau bertentangan dengan fitrah

5 Muhamad Tisna Nugraha, “Kaum LGBT Dalam Sejarah Peradaban Manusi,”


(Raheema, 2017), h. 34–43.
6 Mokhamad Rohman Rozikin, LGBT Dalam Tinjauan Fikih, Menguak Konsepsi

Islam terhadap Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (2017; UB Press), h.15
7 An-Nawawi, ‘Tahriru Al-Fadzhi At-Tanbih “ (1988; 324).
8 Al-Mawardi, “Al-Hawi Al-Kabir “ (1999; 222).
9 Al-Mawardi, “Al-Hawi Al-Kabir “ (1999; 224).

398 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Islam, dengan begitu secara jelas dalam agama Islam sangat menolak
dan tidak menerima adanya perkawinan sejenis ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, dinamika legalisasi
perkawinan sejenis sangat marak digaungkan dengan cara
propaganda, terdapat beberapa negara yang sudah melegalisasi
perkawinan sejenis ini, salah satunya adalah Amerika, dan terdapat
juga beberapa propaganda yang tengah mengupayakan perkawinan
sejenis untuk dilegalisasi, beberapa diantaranya adalah Thailand dan
Vietnam. Ketiga negara tersebut sebelumnya memiliki paradigma
hukum yang menyatakan bahwa perkawinan sejenis adalah praktik
inkonstitusional dan negara tidak akan mengakuinya, akan tetapi
dengan maraknya euforia propaganda yang sangat massive ditengah
masyarakat, maka kemungkinan bagi negara Vietnam dan Thailand
juga akan melegalisasi perkawinan sejenis, hal itu dibuktikan dengan
perubahan-perubahan minor yang sedikit demi sedikit memihak
kepada LGBTQ, di artikel ini juga akan membahas mengenai
probabitas Indonesia akan melegalisasi dan merubah paradigma
hukum nya terhadap LGBTQ jika ditinjau dari perspektif hukum
positif dan kemungkinan tergerusnya konsekuensi terkait larangan
perkawinan sejenis dikarenakan propaganda LGBTQ.
Untuk menekankan nilai orisinalitas dari penelitian
ini, penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu
yang memiliki objek kajian yang sama, antara lain: Perdebatan dan
Fenomena Global Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis: Studi Kasus
Amerika Serikat, Singapura, dan Indonesia yang bertujuan untuk
mengetahui perkembangan isu dan fenomena perkawinan sesama
jenis dengan komparasi negara Amerika serta Singapura 10; Studi
Komparatif Hukum Positif Dan Hukum Islam Di Indonesia
Mengenai Perkawinan Sejenis yang membahas terkait perkawinan
sejenis dalam perspektif hukum positif (UU tentang Perkawinan)
dan perspektif hukum islam (Alquran dan Hadits)11; Menilik
Akseptabilitas Perkawinan Sesama Jenis di dalam Konstitusi
Indonesia yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan

10 Hamid Chalid and Arief Ainul Yaqin, “Perdebatan Dan Fenomena Global
Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis: Studi Kasus Amerika Serikat, Singapura, Dan
Indonesia,” Jurnal Konstitusi 18, no. 1 (2021): 138–67,
https://doi.org/10.31078/jk1817.
11 Nur Chasanah, “Studi Komparatif Hukum Positif Dan Hukum Islam Di

Indonesia Mengenai Perkawinan Sejenis,” Jurnal Cendikia 12, no. 3 (2014): 67–72.

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 399


legalisasi perkawinan sejenis jika ditinjau dari segi Konstitusi,
Undang-undang Perkawinan, dan hukum Adat 12; Perilaku Lgbt
Dalam Perspektif Konstitusi Negara Republik Indonesia Dan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016 yang
menjelaskan tentang isu Isu kriminalisasi terhadap perilaku LGBT
(Lesbian, Gay, Bisexual, Transexual) dalam peraturan perundang-
undangan di Indonesia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 46/PUU-XIV/201613. Penelitian ini membahas terkait
konsep probabilitas/kemungkinan Negara Indonesia dalam
melegalisasi pernikahan sejenis ditinjau dari perubahan paradigma
berbagai negara yang awalnya mempunyai peraturan terkait larangan
pernikahan sejenis, namun akhirnya melegalisasi pernikahan sesama
jenis dikarenakan propaganda yang masif.
Perkawinan Sejenis Dalam Hukum Positif Indonesia
Permasalahan orientasi seksual yang menyimpang dari
kodratnnya telah menjadi perdebatan pro dan kontra semenjak
dahulu peradaban manusia, terlihat dari kisah Nabi Luth yang
kaumnya sudah melakukan tindakan homoseksual yang disebut
liwaht saat itu. Gerakan LGBT awal mula bergerak dalam masyarakat
di Negara Barat, bahkna perkembangannya mulai banyyak negara
yang melegalkan perkawinan sejenis. Dalam konteks hukum positif
Indonesia, keberadaan LGBT sangat menyimpang dari peraturan
yang ada dalam hukum di Indonesia.
Persoalan LGBT jika kita menilik dalam dasar norma negara
Indonesia yakni Pancasila, dalam sila ke-satu menyatakan
“Ketuhanan yang Maha Esa”. Menurut Mohh Hatta sendiri sebagai
salah satu tokoh yang terlibat perumusan dasar negara, menurutnya
sila pertama adalah sila yang memiliki peranan penting sebagai
landasan dan inspirasi bagi ke-empat sila lainnya yang terkandung
dalam Pancasila. Dengan sila pertama Pancasila yang menjadi kunci
pelaksanaan, nilai-nilai moral, dan etika terhadap sila-sila lainnya,
dan sila pertama yang akan mendasari pelaksanaan dalam kehidupan

12 Timbo Mangaranap Sirait, “Menilik Akseptabilitas Perkawinan Sesama Jenis Di


Dalam Konstitusi Indonesia Divine the Acceptability of Same Sex Marriage in the
Constitution,” Jurnal Konstitusi 14, no. 3 (2017): 621–43.
13 Eka NAM Sihombing, “Perilaku LGBT Dalam Perspektif Konstitusi Negara

Republik Indonesia Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-


XIV/2016,” EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial 5, no. 1 (2019): 13–20,
https://doi.org/10.30596/edutech.v5i1.2758.

400 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
berbangsa-bernegara. Sehingga nilai-nilai agama menjadi penjaga
sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan demokratis
bangsa Indonesia.14
Begitu pula pada Undang-Undang Dasar NRI 1945 sebagai
fundamental norm yang telah menjamin hak kemanusiaan dalam Bab
XA tentang Hak Asasi Manusia. Merujuk Pasal 28B ayat (1) UUD
NRI 1945 bahwa setiap orang mempunyai hak membentuk sebuah
keluarga dan melanjutkan keturunannya dalam perkawinan yang
sah.15 Dengan ketentuan tersebut, maka konstitusi telah
memberikan hak untuk melanjutkan kehidupan dengan membetuk
keluarga dan meneruskan keterununannya, tetapi dengan
berdasarkan perkawinan yang sah. perkawinan dikatakan sah apabila
sesuai dengan peraturan yang mengatur terkait perknikahan, melihat
dalam UU Perkawinan diatur bahwa perkawinan sah itu dilakukan
secara hukum masing – masing agama serta kepercayaannya masing
– masing, tepatnya dalam pasal 2 ayat (1). Berhubungan dengan
hukum agama atau kepercayaan, dalam hukum positif terkait hukum
agama Islam telah dikodifikasikan dalam bentuk Kompilasi Hukum
Islami, di dalam KHI juga telah mengatur terkait sahnya perkawinan,
sahnya perkawinan menurut KHI adalah perkawinan yang dilakukan
untuk menghubungkan dua individu secara lahiriah dan bathin
seorang laki-laki dengan perempuan dalam sebuah perkawinan.
Selanjutnya dalam Pasal 28J ayat (1) UUD NRI 1945,
bahwasannya setiap manusia wajib menghormati hak asasi manusia
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa - bernegara.
Sedangkan ayat (2) menjelaskan bahwa dalam menjalankan hak dan
kebebasan itu, maka setiap orang itu wajib pula untuk taat terhadap
limitasi yang diberikan konstitusi dengan bentuk peraturan,
selanjutnya limitasi lain juga harus ditaat di dalam hal nilai moral,
nilai agama, keamanan serta ketertiban umum.16 Sehubung dengan
batasan yang maksud ayat tersebut, maka terkait hak serta kebebasan
manusia harus diatur dalam konstitusi sebagai limitasi untuk
menjalankan hak dan kebebasannya. Dalam hal perkawinan telah
diatur batasannya dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

14 Ramulyo Idris, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis UU No 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam (Jakarta, 1994; PT Bumi Aksara), h.15
15 UUD NRI 1945, Pasal 28B ayat (1).
16 UUD NRI 1945, Pasal 28J ayat (1) dan (2).

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 401


tentang Perkawinan, mengatur juga batasan atas pengertian
penikahan itu sendiri, bahwa perkawinan merupakan hugungan
secara lahiriah dan bathin antar dua individu berbeda jenis sebagai
suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan abadi
berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.17 Sedangkan batasan secara
moral dan agama, yang mana agama di Indonesia, baik Islam,
Kristen - Katolik dan Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu
semuanya menolak perilaku homoseksual atau LGBTQ dan
menolak pula perkawinan sesama jenis,18 artinya Indonesia yang
mengakui 6 agama tersebut yang secara tidak langsung kesemuanya
menolak adanya perkawinan sejenis, tetapi perkawinan yang
dilakukan oleh dua individu yang berbeda gendernya untuk
mencapai sebuah keluarga berdasarkan Ketuhanan YME.
Berhubungan dengan perkawinan maka akan erat
pembahasannya dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, UU perkawinan ini telah mengatur secara jelas
syarat-syarat perkawinan diantaranya dengan lawan jenis. 19 Maka
peraturan hukum yang dimaksud pada perkawinan adalah hubungan
secara lahiriah dan bathin antara dua insan yang berbeda jenis pria
dan wanita, yang akan disebut sebagai suami istri dalam bentuk
keluarga. Sedangkan perkawinan sejenis dalam hukum positif tidak
dikenal di Indonesia, karena yang dimaksud dalam perkawinan
sejenis adalah perkawinan antara dua pribadi sesama jenis atau
gender, dan dalam segi agama di Indonesia pun menolak adanya
perilaku LGBT maupun perkawinan sejenis. Pada hukum positif
juga terkait perkawinan memiliki tujuan yakni melanjutkan
keturunan yang tidak bisa dilakukan oleh hubungan sesama jenis
(non-heteroseksual), karena pada perkawinan sejenis tidak
memungkinkan untuk mempunyai seorang keturunan dari hasil
perkawinan sejenis tersebut. Jadi perkawinan yang dimata hukum
dan yang absah di Indonesia hanya mengenal perkawinan oleh
seorang laki-laki dengan seorang perempuan (heteroseksual) yang
nanti disebut sebagai suami-isteri.
17 Pasal 1, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
18 Syafiin Mansur, Homoseksual Dalam Perspektif Agama - Agama di Indonesia (2017,
Jurnal Aqlania, Vol 08 No. 01), h. 57
19 Karlina Sofyarto, “Abu-Abu Regulasi LGBT Di Indonesia” (Selisik; 4, no. 6, 2018),

h. 84–94

402 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Berdasarkan peraturan hukum yang berhubugan dengan
permasalahan, maka kesimpulannya Pancasila, Undang-Undang
Perkawinan, dan Ketentuan Hukum Islam (KHI) sebagai limitasi
perkawinan dan peraturan tersebut telah mengambil landasan
agama, yaitu Ketuhanan YME, sebagai dasar yang kuat untuk
menolak LGBT dan perkawinan sejenis dalam konteks agama di
Indonesia. Namun, jika LGBT dilihat dari dimensi HAM yang diatur
dalam Konstitusi, dapat disimpulkan bahwa LGBT tidak memiliki
perlindungan hukum di Indonesia, karena dalam konstitusi telah
diatur pembatasan terkait dengan hak - kebebasan individu,
termasuk dalam hal pembatasan yang terkait dengan Undang-
Undang Perkawinan dan KHI.
Perubahan Paradigma Hukum Negara Vietnam, Thailand
dan Amerika Serikat Yang Disebabkan Propaganda
LGBTQ
Dalam beberapa dekade terakhir, terdapat banyak negara
yang merubah paradigma hukumnya terhadap LGBTQ,
perubahan paradigma hukum yang terjadi berupa perubahan
konstruksi hukum terkait legalisasi praktik LGBTQ bahkan
legalisasi perkawinan sesama jenis(perkawinan LGBTQ).
Paradigma sendiri adalah kerangka acuan dalam melihat maupun
meninjau suatu realitas 20, Hukum sendiri dalam arti sempit
adalah serangkaian peraturan yang didalamnya berisi sanksi dan
norma, jika kita telaah, maka paradigma hukum adalah kerangka
acuan dalam menyikapi suatu realitas berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Terdapat berbagai jenis paradigma yang
berkembang, diantaranya paradigma kuantitatif, kualitatif,
positivisme, konstruktivisme, pragmatisme, subjektivisme, dan
kritis. Dalam bahasan kali ini, terdapat perubahan paradigma
oleh berbagai negara dalam menyikapi LGBTQ, perubahan
paradigma yang terjadi adalah pergeseran paradigma positivisme
yang melarang perkawinan LGBTQ, berubah menjadi paradigma
pragmatis karena peraturan yang sebelumnya melarang
perkawinan sesama jenis, akhirnya dilegalisasi oleh pemerintah
melalui perubahan konstitusi maupun peraturan. Paradigma
positivisme sendiri dalam ilmu hukum menekankan pada

20 Ridha Nikmatur, “Proses Penelitian, Masalah, Variabel Dan Paradigma


Penelitian,” Jurnal Hikmah 14, no. 1 (2017): 63.

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 403


metode yang lebih melihat pada rumusan teks pasal-pasal
peraturan yang dipandang netral, objektif, dan imparsial, bebas
konteks dan menekankan pada realitas empirik yang berupa
perilaku yang bisa ditangkap panca indra dan dipandang bebas
nilai 21. Sedangkan paradigma hukum dibeberapa negar a menjadi
pragmatis, dimana paradigma pragmatisme memiliki landasan
utama paradigma pragmatis dibangun atas dasar peraturan dan
realitas didasarkan pada keyakinan dan kebiasaan yang dibangun
secara sosial.22
Jika melihat jauh kebelakang, negara eropa saat masa
kolonial juga sempat memiliki peraturan terkait pelarangan
LGBTQ, Belanda dan Inggris salah satunya. Pada masa kolonial,
Hindia Belanda beranggapan bahwa homoseksual bukanlah
pelanggaran, dan tidak ada larangan kepada pasangan
homoseksual, akan tetapi pada pasal Pasal 292, Wetboek van
Strafrecht (Kitab KUHP Belanda) terdapat larangan terkait
homoseksual pada anak dibawah umur, dalam kata lain
homoseksual yang berkaitan dengna pedofilia. 23 Inggris pada
masa kolonial juga menerapkan hal serupa, bedanya peraturan
dan sanksinya lebih luas daripada hindia belanda, inggris sendiri
mewariskan peraturan larangan LGBTQ ini kepada negara
jajahannya terdahulu, dalam pasal 377 hukum pidana kolonial
Inggris, dinyatakan bahwa orang yang dengan sengaja
melakukan persetubuhan dengan laki-laki, perempuan atau
hewan yang bertentangan dengan hukum alam, akan dihukum
dengan penjara seumur hidup, atau dengan hukuman penjara
untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga sepuluh
tahun, dan juga akan dikenakan denda. 24 Akan tetapi pada masa
sekarang, peraturan-peraturan tersebut mulai dihapus dan

21 S C Maya Indah, “Refleksi Atas Paradigma Positivisme Dalam Ilmu Hukum


Menuju Nilai Keadilan,” Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 2010, 115–28.
22 Vibha Kaushik and Christine A. Walsh, "Pragmatism as a Research Paradigm

and Its Implications for Social Work Research", Social Sciences 8, no. 9 (2019): 1–
17.
23 Marieke Bloembergen. "5: Being clean is being strong Policing cleanliness and

gay vices in the Netherlands Indies in the 1930s." Cleanliness and Culture. Brill,
2011. 117-145.
24 Shubha Chacko, “Section 377 and Beyond,” Perspectives. Political Analysis and

Commentary. The Gender Issue. Gender Politics in Asia. 1 (2015): 4–7.

404 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
diperbarui seraya mendukung gerakan LGBTQ, perubahan yang
terjadi didasari oleh banyak faktor, tapi faktor yang paling kuat
dalam mendasari perubahan paradigma hukum adalah
propaganda LGBTQ yang sangat massive.
Propaganda memiliki beragam pemaknaan, beberapa ahli
mengungkap bahwa propaganda adalah usaha untuk
memperdayai personalitas dan mengontrol tingkah laku individual
menuju tujuan akhir yang dianggap tidak ilmiah atau nilainya
meragukan dalam masyarakat pada waktu yang ditentukan 25, dalam
hal ini tindakan propaganda LGBTQ dilakukan oleh sekelompok
ahli propaganda dengan beragam cara dan beragam media, yang
bertujuan untuk menyebarluaskan paham LGBTQ di masyarakat
luas dengan beragam cara dan media tentang LGBTQ itu sendiri,
penyebaran propaganda biasanya melalui beberapa media seperti
media sosial, event kampanye, bahkan penyebaran melalui event
konser musik, akan tetapi media yang paling banyak digunakan di
Indonesia adalah media sosial. 26
Terdapat beberapa negara yang mengubah paradigma
hukumnya akhir-akhir ini, diantara yang sudah secara resmi
mengubah paradigma hukumnya adalah Negara Amerika dan
negara yang sedang memfinalisasi perubahan paradigmanya
adalah Vietnam dan Thailand. Ketiga negara tersebut jika kita
teliti lebih jauh, sebelumnya juga sempat memiliki peraturan
yang melarang perkawinan sejenis, Amerika memiliki konstitusi
yang dalam salah satu amar putusannya melarang pernkikahan
sejenis yang didasarkan dengan Putusan Mahkamah Agung
Amerika Serikat dalam kasus Loving versus Virginia yang terjadi
pada tahun 1967, dan kemudian konstruksi pelarangan
perkawinan sejenis itu dibatalkan dan dinilai inkonstitusional
oleh Mahkamah Agaung Amerika Serikat pada tahun 2015
seraya melegalisasi perkawinan sejenis di 50 bagian Negara
Amerika Serikat. Kemudian Vietnam dan Thailand juga adalah
negara dikawasan asia yang memiliki peraturan larangan

25 Andi Youna Bachtiar et al., “Peran Media Dalam Propaganda,” Peran Media
Dalam Propaganda Jurnal Komunikologi 13 (2016): 78.
26 Fajar Dwi Putra, “Psikologi Cyber Media Seni Komunikasi Propaganda

Menggunakan Media Sosial Dalam Kaitannya Dengan Isu Sara Di Indonesia,”


CHANNEL: Jurnal Komunikasi 5, no. 2 (2017): 91–108,
https://doi.org/10.12928/channel.v5i2.7978.

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 405


perkawinan sejenis dimasing-masing konstitusinya, untuk
Vietnam peraturan larangan tersebut tercantum dalam Pasal 10
ayat 5 Undang-Undang Perkawinan dan Keluarga (Luật Hôn
nhân và Gia đình), yang berisi larangan eksplisit atas perkawinan
sesama jenis, namun pada tahun 2014, Majelis Nasional
mencabut larangan itu dan memberlakukan ketentuan pengganti
yang terdapat pada Pasal 8 ayat 2 yang berbunyi "Negara tidak
akan mengakui perkawinan antara orang-orang dari jenis
kelamin yang sama". Kemudian pada Negara Thailand,
peraturan larangan terletak di Pasal 1448 KUH Perdata, yang
mana menyebutkan bahwa perkawinan hanya boleh dilakukan
oleh pasangan yang berlainan jenis, dan pada tahun 2021,
Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan bahwa Pasal 1448
KUH Perdata yang menafsirkan perkawinan hanya antara
perempuan dan laki-laki adalah konstitusional, akan tetapi
dinamika melegalisasi perkawinan sejenis sangat kental dimana
penormaan baru ini sedang dibahas di Rancangan Undang-
Undang Thailand, namun karena dorongan serta propaganda
LGBTQ, kedua negara ini juga turut didesak untuk segera
melegalisasi peraturan yang melarang perkawinan sejenis.
Perbandingan Hukum Antar Negara Asia-Amerika
Mengenai Perkawinan Sejenis
Seiring berjalannya waktu, semakin berkembang pula
kehidupan manusia. Naik turunnya kehidupan akan membuat pola
pikir berubah. Kadang kala, perubahan pola pikir membuat mereka
merasa bahwa segala hal yang mereka lakukan adalah benar, selama
dalam menjalaninya membuat mereka bahagia. Karena kebahagiaan
adalah suatu hal yang wajib didapatkan semua orang, negara pun
memberikan jaminan untuk membuat rasa kebahagiaan itu hadir
diantara mereka. Jaminan itulah yang kita kenal sebagai jaminan
HAM.
Pada dasarnya, tugas negara hanyalah memberikan jaminan
HAM, bukan memberikan nilai dari hak asasinya sendiri. Hal ini
dikarenakan, sejatinya setiap manusia yang lahir di dunia dibersamai
oleh hak asasi. Oleh karenanya, penting bagi setiap negara untuk
memberikan jaminan agar hak setiap insan yang ada didunia ini
dapat dipenuhi dan diberikan dengan selayak-layaknya sebagaimana
mestinya.

406 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Lantas, apakah jaminan tersebut dapat memberikan dampak
yang sangat kuat jika terlalu dibebaskan? Maksudnya disini adalah,
negara yang terlalu memberikan kebebasan kepada masyarakatnya
juga dapat berdampak pada adanya peluang bagi masyarakat untuk
melegalkan segala perbuatan buruk dengan bertopeng bahwa itu
adalah kebahagiaan mereka. LGBT merupakan salah satu dampak
dari kebebasan itu. Perlu dipahami, peran kekuatan hukum dalam
suatu negara sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan jika hukumnya
saja sudah berprinsip lain, dalam artian pandangan hukum yang ada
dalam suatu negara menyetujui, bagaimana mungkin masyarakat
tidak melakukannya.
Beberapa negara ada yang masih melarang adanya perilaku menyukai
sesama jenis. Namun, beberapa negara lainnya juga ada yang sudah
memperbolehkan adanya perilaku tersebut. Bahkan, mereka
memberikan jaminan adanya perkawinan sejenis. Beberapa
diantaranya adalah Vietnam, Thailand, dan Amerika. Lalu,
bagaimana dengan Indonesia? Apakah ada kemungkinan jika negara
kita Indonesia akan menyetujui adanya perilaku ini dalam budaya
kehidupan Indonesia? Berikut perbandingan hukum antara Negara
Asia-Amerika dalam menanggapi terkait adanya pelegalan
perkawinan sejenis.
1. Vietnam
Seperti pembahasan sebelumnya, bahwa kekuatan
hukum dapat mempengaruhi keseimbangan kehidupan
masyarakat dalam bernegara. Menurut catatan sejarahnya,
Vietnam merupakan salah satu negara yang sama sekali tidak
memiliki hukum yang menyatakan adanya perlawanan
terhadap pasangan sesama jenis. Beberapa tahun lalu
sebelum kemudian diundangkan dan disahkan, negara ini
sempat melarang adanya perilaku atau tindakan LGBTQ
dalam negaranya. Namun, setelah para penggerak negara
berfikir bahwa selama tidak merugikan bmaka hal tersebut
boleh-boleh saja dilakukan.
Menurut Jamie Gillen selaku peneliti dari
Universitas Nasional di Singapura, mengemukakan bahwa
Vietnam merupakan negara yang memimpin adanya
perjuangan untuk memajukan hak pasangan sejenis di Asia

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 407


Tenggara.27 Tepat pada tahun 2013 lalu, pemerintah
Vietnam secara sah menghapus adanya larangan bagi
pasangan sejenis yang akan melaksanakan adanya
perkawinan. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengurangan
denda terkait hubungan dari pasangan tersebut.28
Beberapa pakar berpendapat bahwa kebebasan yang
diberikan Vietnam kepada warga negaranya adalah bentuk
penjunjungan akan nilai HAM yang begitu tinggi. Mereka
menganggap bahwa tindakan yang dianggap buruk ini
sebenarnya lahir dari pengalaman masyarakat itu sendiri.
Akibat terlalu tingginya nilai sosial, negara ini mengambil
tindakan yang terlalu bebas bagi warga negaranya.
Pada abad ke 21, kesadaran Negara Vietnam untuk
memperjuangkan hak-hak pasangan sejenis mulai
meningkat. Hal ini dibuktinya dengan berbagai acara
LGBTQ yang diselenggarakan secara bebas di Vietnam,
salah satunya yaitu diadakannya Parade Gay di Hanoi pada
2012 silam. Departemen Ekonomi dan UU Sipil Vietnam
yakni Bui Minh Hong, menyatakan bahwa meski dianggap
tidak ada unsur perlawanan hukum, bersamaan dengan ini
pemerintahan Vietnam juga secara resmi menyatakan bahwa
perkawinan tersebut tidak dapat diakui secara hukum. Ibarat
kata, negara secara bebas memberikan hak tersebut kepada
warga negaranya yang mana mereka bebas melakukan
berbagai hal yang mereka sukai, bebas mencintai atau
bahkan memilih pasangan hidup, akan tetapi negara tetap
tidak akan mengakui adanya perilaku tersebut dalam hukum
negara.29
2. Thailand
27 Harith Jobs, “Vietnam Izinkan Pernikahan Sejenis,” 9 Januari 2015. Accesed
Juli 2, 2023, https://kbr.id/berita/internasional/01-2015/vietnam-izinkan-
pernikahan-sejenis/12800.html
28 Tieng Viet, “Vietnam Mengadopsi Standar Kesehatan LGBT Skala Global,” 22

Agustus 2022. Accesed Juli 2, 2023,


https://www.hrw.org/id/news/2022/08/22/vietnam-adopts-global-lgbt-
health-standard
29 Marianne Brown, “Vietnam Perlihatkan Perubahan Sikap atas Kaum LGBT,”

9 Agustus 2012, Accesed Juli 2, 2023,


https://www.voaindonesia.com/a/vietnam-perlihatkan-perubahan-sikap-atas-
kaum-lgbt/1476818.html

408 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Thailand merupakan salah satu negara Asia
Tenggara yang juga diisukan akan melegalkan adanya
perkawinan sesama jenis dalam negaranya. Terkait hal ini,
sebenarnya alasan pelegalan yang dimiliki oleh negara
Thailand tidak jauh beda dengan Vietnam. Thailand juga
merupakan salah satu negara Asia yang dikenal sebagai
negara yang paling terbuka terkait komunitas LGBTnya.
Sudah tidak asing di mancanegara, mengenal begitu
banyaknya transgender yang ada dinegara ini. Akan tetapi,
isu mengenai adanya pelegalan perkawinan sejenis baru-baru
ini menjadi semakin panas.
Adanya kelompok LGBT yang beredar di negara ini
nyatanya mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa kaum
LGBT masih sering menghadapi diskriminasi, baik di
lingkungan pendidikan, sosial, maupun agama. Hal ini
dikarenakan beberapa masyarakat berpandangan bahwa hal
tersebut merupakan bentuk sempitnya pemahaman sosial
masyarakat dan ketidakberdayaannya untuk berkembang
secara normal sebagai mana mestinya.30
Sekitar tanggal 2 Juni 2022, Kabinet Thailand yang
beranggotakan 25 orang komite membacakan sebuah
Rancangan Undang-Undang terbaru terkait hubungan
antara sesama jenis.31 Sebenarnya, RUU tersebut hanyalah
sebagai bentuk revisi dari UU sebelumnya terkait hukum
perkawinan di Thailand. Akan tetapi, beberapa poin dalam
RUU menyatakan bahwa “baik laki-laki dan perempuan akan
mendapatkan hak yang sama untuk bebas memilih pasangan sesuai
dengan pilihannya”. Tujuan diadakannya RUU, juga
mengutarakan bahwa perkawinan itu berlaku untuk semua
orang.

30 Aziza Aziz R, dkk, “Perbandingan Sistem Hukum Indonesia Dengan Thailand


Terkait LGBT Dalam Perspektif Hukum Positif,” Siyasah Jurnal Hukum Tatanegara
2, no. 1 (2022): 36, Accesed Juli 2, 2023, https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/siyasah/article/view/5117/2686
31 Yashinta Difa Pramudyani, “Pernikahan sesama jenis di Thailand mendekati

perizinan,” 16 Juni 2022. Accesed Juli 2, 2023,


https://babel.antaranews.com/berita/281105/pernikahan-sesama-jenis-di-
thailand-mendekati-perizinan

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 409


Dengan melihat hal tersebut, meski sama-sama
bertujuan untuk memajukan nilai hak asasi manusia, perlu
dipahami bahwa secara sekilas hukum yang ada di Thailand
sangat berbeda dengan Vietnam. Sebelumnya di Vietnam
diketahui bahwa negara tersebut hanya mengurangi adanya
sanksi bagi pasangan sejenis dan belum secara resmi
melegalkan adanya perkawinan sejenis. Jika merujuk pada
RUU yang diajukan, apabila kemudian rancangan ini
disahkan oleh negara, maka Thailand akan secara resmi
menyatakan bahwa negara nya melegalkan adanya
perkawinan sejenis.
Namun, setelah dilakukannya berbagai
perbincangan, para aktivis Thailand masih menganggap
bahwa rancangan konsolidasi ini masih mengandung adanya
diskriminasi pada pasangan sejenis. Hingga akhirnya
Mahkamah Konstitusi Thailand mengusulkan untuk
diadakannya perluasan terkait hak-hak yang berkaitan
dengan jenis kelamin. Isu pengesahan RUU ini semakin hari
semakin memanas dengan adanya berbagai aktivitas publik
(komunitas LGBT) yang melakukan percepatan agar RUU
ini dapat disahkan, dan resmi mengakui bahwa negara
Thailand merupakan salah satu negara Asia Tenggara kedua
setelah Taiwan yang akan memberlakukan adanya hukum
perkawinan sejenis guna memajukan hak-hak setiap warga
negaranya.32
3. Amerika Serikat
Lagi-lagi keberadaan hak asasi manusia menjadi
faktor utama adanya pelegalan perkawinan sejenis dari
beberapa negara, salah satu negara tersebut adalah Amerika
Serikat. Sebelumnya, perlu dipahami bahwa konsep
penegakan hukum yang ada di Amerika Serikat
menggunakan kesadaran hati nurani masyarakat menjadi
batu ujinya.33 Hal ini dikarenakan, beberapa oknum

32 Teguh Firmansyah, “Thailand Semakin Dekat Izinkan Pernikahan Sesama


Jenis,” 28 Juli 2022. Accesed Juli 2, 2023,
https://internasional.republika.co.id/berita//rfqjud377/thailand-semakin-
dekat-izinkan-pernikahan-sesama-jenis?
33 Supreme Court of the United States, “See Rochin versus California,” 2 January

1952.

410 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
pemerintahan menganggap bahwa kesadaran diri dan hati
nurani masyarakat dapat menentukan apakah suatu
perbuatan itu dianggap benar atau justru kebalikannya.
Konsep ini pertama kali diberlakukan oleh
Mahkamah Agung AS setelah adanya studi kasus terkait
“Rochin vs California” 1952. Justice Felix Frankfurter adalah
orang yang pertama kali memperkenalkan kasus ini kepada
masyarakat publik. Dikarenakan banyak masyarakat AS yang
menyetujui adanya metode ini, maka baju uji yang
didasarkan oleh hati nurani masyarakat menjadi
yurisprudensi yang digemari dan diikuti oleh masyarakat
luas, khususnya kaum LGBT di Amerika Serikat. 34
Dari metode hukum yang dilakukan di negara ini,
kita dapat mengetahui bahwa penegakan jaminan HAM
diberikan secara bebas oleh negara kepada seluruh
masyarakatnya. Maraknya komunitas LGBT yang ada di AS
mengakibatkan masing-masing dari mereka juga meminta
hak yang sama dengan masyarakat lainnya, mereka
menganggap bahwa seharusnya negara tidak
mempermasalahkan adanya hubungan di antara mereka.
Setelah berbagai cara yang dilakukan komunitas
LGBT untuk mendapatkan kemenangan, tepat pada tanggal
12 Desember 2022 Presiden Amerika Serikat Joe Biden
menandatangani suatu undang-undang yang melegalkan
adanya perkawinan sejenis bagi warga AS. 35 Keputusan
Biden tidak lain adalah menganggap bahwa perkawinan
sejenis adalah kemenangan hak bagi kaum LGBT. Mantan
Presiden AS, Obama juga mengungkapkan bahwa
keputusan yang diambil ini merupakan keputusan yang
sangat besar, di mana di dalamnya mengandung banyak hak-
hak masyarakat yang dahulu terkesan dikekang dan tidak

34 Saby Ghoshray, “Searching For Human Rights to Water amidst Corporate


Privatization in India: Hindustan Coca-Cola Pvt. Ltd. v. Perumatty Grama
Panchayat” Georgetown Int’l Environment Law Review 1, (2007): 667-68.
35 Rita Uli Hutapea, ”Joe Biden Sahkan UU Perlindungan Pernikahan Sesama

Jenis,” detikNews, 14 Desember 2022. Accesed Juli 3, 2023,


https://news.detik.com/internasional/d-6460240/joe-biden-sahkan-uu-
perlindungan-pernikahan-sesama-jenis.

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 411


dianggap kini mendapatkan kebebasan untuk melakukan apa
pun yang mereka mau.36
Keputusan besar yang diambil oleh Presiden ini
kemudian Mahkamah Agung AS menyatakan bahwa UU
tersebut berlaku bagi setiap warga negara. Negara secara
tegas memberikan adanya hak akan perkawinan yang sama
di antara masyarakat. Oleh karenanya, hal tersebut juga tidak
bisa dikecualikan kepada para pasangan sejenis yang ada di
AS. Mendengar hal ini maka seluruh masyarakat khususnya
komunitas pasangan sejenis memberikan apresiasi besar
kepada pemerintahan karena telah menganggap bahwa baik
sejenis atau pun tidak mereka memiliki hak yang sama untuk
memilih pasangan hidupnya.37
4. Indonesia
Berbeda jauh dengan pola pikir negara-negara
lainnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang
meniadakan adanya perkawinan sejenis bagi seluruh warga
negaranya. Ketika negara lainnya memberikan jaminan
HAM untuk kebahagiaan warga negara, justru Indonesia
memberikan jaminan HAM untuk semata mata setiap
manusia memiliki hak yang sama dimata hukum. Bukan
hanya kebahagiaan, tapi juga kedamaian dan ketenteraman
negara.
Dengan mayoritas masyarakat beragama Islam,
pemikiran politik perkawinan negara ini hampir sama
dengan negara lainnya. Dalam kehidupan didunia ini setiap
insan diciptakan secara berpasang-pasangan. Hitam dengan
putih, matahari dengan bulan, langit dengan bumi, bahkan
laki-laki berpasangan dengan para wanita. Karena idelogi ini,
sampai saat ini tidak ada pemikiran khusus Indonesia untuk

36 Agust Supriadi, ”Amerika, Negara ke-21 yang Legalkan Pernikahan Sesama


Jenis,” CNN Indonesia, 27 Juni 2015. Accesed Juli 3, 2023,
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150627020426-134-
62714/amerika-negara-ke-21-yang-legalkan-pernikahan-sesama-jenis.
37 BBC News Indonesia, “Pernikahan sejenis kini sah di seluruh Amerika Serikat,”

26 Juni 2015. Accesed Juli 3, 2023,


https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/06/150626_dunia_amerika_pern
ikahan_sejenis

412 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
melegalkan adanya perkawinan sesama jenis bagi seluruh
warga negaranya.
Dalam konstitusi negara Indonesia, Pasal 28B Ayat
(1) menyatakan bahwa setiap orang memiliki kebebasan hak
untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.38 Jika merujuk pada konstitusi
negara, sebenarnya di Indonesia tidak memiliki perlawanan
adanya larangan perkawinan sesama jenis bagi seluruh warga
negara. Akan tetapi, perlu adanya kita memahami bahwa di
negara kesatuan ini menganal adanya Hierarki Peraturan
perundang-undangan. Setiap tingkatannya peraturan
tersebut adalah bersifat umum ke khusus. Karena konstitusi
UUD 1945 adalah suatu peraturan yang bersifat abstrak,
maka diperlukan adanya penafsiran ulang terkait berbagai
peraturan yang ada di dalamnya.
Dengan merujuk pada penjelasan konstitusi di atas,
peraturan mengenai larangan perkawinan sejenis ini
dipertegas dan diperjelas oleh peraturan Hukum Positif
lainnya, yakni dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974,
tepat pada Pasal 1 menyatakan bahwa “Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.” Dari pasal tersebut memberikan keterangan yang
cukup jelas bahwa Indonesia hanya melegalkan perkawinan
antara laki-laki dan perempuan sebagaimana mestinya.
Sebenarnya, kedua dasar hukum ini tidak bisa
dijadikan acuan bahwa Indonesia menolak adanya perbuatan
untuk menyamaratakan adanya hubungan sesama jenis sama
seperti hubungan lainnya. Hanya saja dalam peraturan
perundang-undangannya sama sekali tidak ada yang
menyinggung antara larangan dan diperbolehkannya
perkawinan sejenis dinegara ini. Bisa dikatakan bahwa terkait
hal ini belum ada keputusan yang pasti apakah sewaktu-

38 Nur Chasanah, “Studi Kmparatif Hukum Positif dan Hukum Islam Di


Indonesia Mengenai Perkawinan Sejenis,” Jurnal Cendekia 2, no. 3 (September,
2014): 70.

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 413


waktu Indonesia akan melegalkan adanya perkawinan sejenis
atau tidak.
Hal tersebut juga diperkuat dalam putusan MK
Nomor 46/PUU-XIV/2016, yang mana Mahkamah
Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan bahwa
terkait isu dilegalkannya perkawinan sejenis di Indonesia
merupakan Open Legal Policy atau kebijakan hukum terbuka
bagi pembuat Undang-undang, yakni presiden bersama para
anggota DPR.39 Oleh karenanya, menurut MK perlu
sesegera mungkin para pembentuk hukum membentuk
sebuah peraturan yang memberikan kepastian terkait
permasalahan pelegalan perkawinan sesama jenis di
Indonesia, guna untuk menutupi adanya kekosongan hukum
terkait isu yang sama.
Probabilitas Indonesia Dalam Legalisasi Perkawinan Sejenis
Yang Disebabkan Propaganda
Adanya seksualitas yang menyimpang pada era saat ini sudah
termasuk pada hal yang lumrah dibahas oleh masyarakat luas. LGBT
merupakan akronim yang diperkenalkan mulai tahun 1990-an,
perubahan dari frasa “komunitas gay” karena dianggap memiliki
pengertian lebih rinci. LGBT merupakan kelompok yang terdiri dari
berbagai kelompok yang dapat dibagi menjadi empat, yang pertama
adalah lesbi yaitu kelompok wanita dari fisik, spiritual, dan/atau
emosionalnya memiliki ketertarikan pada sesama wanita. Yang kedua
adalah gay yaitu kelompok pria dari fisik, spiritual dan/atau
emosionalnya memiliki ketertarikan kepada pria lain. Yang ketiga
adalah biseksual yaitu seseorang yang secara fisik, spiritual dan/atau
emosionalnya tertarik pada kedua jenis seksualitas. Dan yang
terakhir, transgender yaitu diperuntukan kepada orang yang merasa
memiliki identitas gender yang berbeda dengan jenis kelamin
miliknya, sehingga melakukan/tidak melakukan opearsi kelamin
yang menyesuaikan dengan identitas gender sesuai kemauannya

39Eka NAM Sihombing, “Perilaku LGBT Dalam Perspektif Konstitsui Negara


Republik Indnesia dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-
XIV/2016,” Jurnal EduTech 5, no. 1 (1 Maret 2019): 19.

414 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
sendiri (biasanya operasi dilakukan oleh seorang pria yang merasa
identitas gender yang ia miliki adalah wanita).40
Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat
penambahan pada akronim LGBT menjadi LGBTQ+, penambahan
tersebut terjadi karena adanya peningkatan kesadaran untuk
menyertakan identitas seksual lain dengan penawaran representasi
yang lebih baik. Penggunaan akronim tersebut memiliki maksud
untuk mencakup dan mengenali semua identitas gender dan
orientasi seksual yang berbeda dan beragam, juga sebagai jalan
penghubung dengan komunitas yang lebih luas. Maksud “Q” dalam
akronim LGBTQ+ adalah Queer atau Questioning, teori dari queer
menjelaskan bahwa seksualiatas seorang memiliki sifat yang tidak
tetap dan tidak stabil, alat vital yang dimilikinya tidak menentukan
jati dirinya, dan identitas adalah proses yang dikonstruksikan secara
sosial dan historis perjalanan hidupnya sendiri. Dan “+” memiliki
maksud untuk menandakan suatu penambahan adanya identitas
gender dan orientasi seksual yang tidak tercakup oleh lima inisial
tersebut.41
Keberadaan dari kelompok LGBTQ sendiri tidak bisa
dipungkiri kehadirannya oleh masyarakat, meski dalam berbagai
agama seperti islam, yahudi, dan kristen menuliskan dan
menekankan dengan tegas dalam kitabnya melarang adanya perilaku
seksualitas yang meyimpang tersebut.42 Tetapi larangan agama secara
tegas juga tidak dapat menghalangi adanya kehidupan dan kegiatan
yang dilakukan oleh mereka secara sembunyi-sembunyi, sehingga
kehidupan LGBTQ juga terus mengalami perkembangan dari
zaman ke zaman dan waktu ke waktu dengan adanya komunitas atau
perkumpulan yang melakukan kampanye dengan menggunakan
media komunikasi melalui media sosial untuk mendapatkan
dukungan dari masyarakat.
Globalisasi LGBTQ terus mengalami peningkatan dengan
adanya kampanye yang dilakukan oleh komunitas pendukung

40 Roby Yansyah dan Rahayu, Globalisasi LGBT: Perspektif HAM dan Agama Dalam
Lingkup Hukum Di Indonesia, Jurnal Law Reform: Volume 14, Nomor 1, Tahun
2018, hal. 133
41 Ani Mardatila, LGBTQ Adalah Ragam Identitas Seksual: Singkatan dan

Pengertiannya, Merdeka.com: 29 April 2021, diakses pada 03 Juli 2023


42 Yeni Sri Lestari, LGBT Dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Community: Volume 4,

Nomor 1, April 2018, hal. 113

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 415


tersebut, sehingga LGBTQ diperkirakan akan selalu mengalami
perkembangan, dengan isu utama pemenuhan hak LGBTQ dalam
kehidupan masyarakat seperti pemberantasan penganiayaan
berdasarkan orientasi seksual, perlindungan dan kepastian hukum
terhadap LGBTQ dari kebencian yang diutarakan kepadanya,
pemenuhan hak-hak yang sama seperti orang yang memiliki
orientasi seksual normal (seperti perkawinan, kerjasama, pelayanan
medis,hingga hak asuh anak atau adopsi), serta sosialisasi terhadap
orang yang memiliki kecenderungan homophobic dan
heteroseksisme.43
Pada saat ini, sudah banyak orang dengan terang-terangan
menunjukkan bahwa mereka memiliki orientasi seksual
menyimpang dan menuntut pemenuhan hak-hak yang diinginkan
dan harus dipenuhi. Hal ini juga disebabkan adanya kampanye yang
dilakukan para pelaku dan pendukungnya terutama pada media
sosial maupun media komunikasi, sehingga mengakibatkan
penerimaan hak LGBTQ diseluruh dunia mengalami peningkatan.
Pemerintah di beberapa negara pun mulai membuat peraturan
perundang-undangan yang menerima LGBTQ serta undang-
undang anti diskriminasi, seperti yang dilakukan oleh Belanda,
Prancis, Denmark, dan Inggris. Belanda juga merupakan negara
pelopor di Uni Eropa dalam mempromosikan dan memperjuangkan
hak-hak kaum LGBTQ dengan mengadakan beberapa acara,
program, kampanye dan lainnya untuk mendukung kelompok
LGBTQ dengan adanya dukungan oleh negara-negara Uni Eropa,
dan juga berhasil meningkatkan penerimaan sosial terhadap
LGBTQ.44 Berdasarkan pada data yang terdapat pada The Human
Right Campaign (HRC) pada tahun 2022 sudah ada 32 negara di dunia
yang melegalkan LGBTQ.45

43 Roby Yansyah dan Rahayu, Globalisasi LGBT: Perspektif HAM dan Agama Dalam
Lingkup Hukum Di Indonesia, Jurnal Law Reform: Volume 14, Nomor 1, Tahun
2018, hal. 136
44 Hamid Chalid dan Arief Aiunul Yaqin, Perdebatan dan Fenomena Global Legalisasi

Pernikahan Sesama Jenis, Jurnal Konstitusi: Volume 18, Nomor 1, Maret 2021, hal.
152
45 Avesina Wisda, 32 Negara Yang MelegalkanLGBT dan Pernikahan Sesama Jenis,

era.id: 25 Agustus 2022, diakses pada 03 Juli 2023,


https://era.id/internasional/101967/negara-yang-melegalkan-lgbt

416 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Para aktivis dan pro-LGBTQ hampir semuanya
mendasarkan argumentasinya pada Hak Asasi Manusia (HAM).
Alasan yang sering dijadikan oleh mereka adalah adanya diskriminasi
yang ditujukan kepada mereka atau bahkan mengalami kekerasan
fisik karena orientasi seksual mereka, dengan adanya perilaku
tersebut dianggap melanggar hak asasi manusia mereka. Mereka
beranggapan bahwa hak untuk menjalin hubungan dan menikah
sesama jenis juga bagian dari hak asasi manusia yang harus mereka
dapatkan, dengan cara formal yaitu legal recognition by state (pengakuan
hukum oleh negara) dan juga secara informal yaitu social recognition by
society (pengakuan sosial oleh masyarakat).46
Kampanye yang dilakukan para aktivis dan pro-LGBTQ ini
juga sudah memasuki Indonesia, melalui media sosial yang dapat
diakses oleh masyarakat luas, sudah banyak orang pro-LGBTQ yang
menyuarakan pendapat mereka dan bahkan adapula pelaku yang
secara blak-blakan mengatakan bahwa ia memiliki orientasi seksual
menyimpang, dan meminta untuk diberikan dukungan oleh
masyarakat. Sebagai contoh seorang Influencer dengan inisial RM
merupakan salah satu influencer Indonesia berjenis kelamin pria
yang sudah melakukan perkawinan sesama jenis dengan pria
berwarganegraan Jerman, yang sekarang bertempat tinggal juga di
Jerman dan pada saat memiliki 4.6 juta pengikut pada akun media
sosialnya. Hal ini juga dapat dikategorikan sebagai salah satu
propaganda dalam rangka pendukungan kelompok LGBTQ.
Selain itu, adapula perayaan yang disebut dengan “Pride
Month” atau bulan kebanggaan yang dilakukan oleh para pelaku dan
aktivis pro-LGBTQ yang dilakukan pada setiap bulan Juni. Perayaan
Pride Month ini diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan rasa
empati dan kesadaran masyarakat mengenai kebebasan berekspresi
dan hak-hak asasi yang harusnya juga dipatkan oleh kelompok
LGBTQ. Dan di Indonesia sendiri belum ada pengaturan hukuman
pidana terkait LGBTQ yang berlaku saat ini secara spesifik. KUHP
hanya mengatur pidana bagi pelaku kekerasan seksual, bukan pelaku
yang memiliki orientasi seksual menyimpang.47 Dan di Indonesia
46Hamid Chalid dan Arief Aiunul Yaqin, Perdebatan dan Fenomena Global Legalisasi
Pernikahan Sesama Jenis, Jurnal Konstitusi: Volume 18, Nomor 1, Maret 2021, hal.
144
47 Rahka Susanto, Pride Month: Potret Kebebasan LGBT di Indonesia, dw.com:

diupload pada 08 Juni 2022, diakses pada 03 Juli 2023,

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 417


sendiri juga terdapat organisasi “Gaya Nusantara”, organisasi ini
merupakan organisasi gay terbesar yang ada di Asia Tenggara
dengan sebaran 11 kota di Indonesia. Pada laman situs organisasi
gayanusantara.or.id tertulis adanya visi dan misi dari organisasi tertulis,
dengan jelas ditulis bahwa organisasi tersebut adalah pelopor untuk
organisasi gay di Indonesia yang terbuka dan berbangga diri akan jati
dirinya dan tidak menjadi masalah dengan adanya keberagaman
orientasi seksual, gender, dan latar belakang lainnya.48
Setelah adanya kampanye, pengeskpresian diri secara
terbuka melalui sosial media, dan perayaan rutin Pride Month tiap
bulan juni. Ada satu lagi propaganda yang juga dapat menjadi
kesempatan untuk kelompok LGBTQ dalam menyorakkan
dukungan untuknya, yaitu melalui konser yang dilakukan oleh
beberapa artis Internasional yang mendukung adanya kelompok
LGBTQ. Sebagai contohnya, yang akhir-akhir ini banyak menjadi
perbincangan yaitu band “Coldplay”, band yang berasal dari london
tersebut dijadwalkan akan melangsungkan konsernya pada tanggal
15 November 2023 yang bertempat di Stadion Utama Bung Karno,
Jakarta. Coldplay dianggap memberikan dukungan kepada
kelompok LGBTQ karena dalam konsernya sang vocalis terlihat
sering mengibarkan lambang bendera kelompok LGBTQ yang
identik dengan bendera berwarna warna-warni layaknya pelangi.49
Dengan diselenggarakannya konser dukungan LGBTQ tersebut,
dapat dianggap bahwa Indonesia membuka pintu dan menerima
kelompok LGBTQ untuk memasuki negara Indonesia, karena
mengizinkan adanya konser dukungan LGBTQ tersebut berarti
turut serta dalam mengampanyekan kesadaran kepada masyarakat
untuk menerima dan tidak mendiskriminasi kelompok LGBTQ.
Indonesia sendiri, merupakan negara yang berpengang
teguh pada norma agama yang dapat dilihat pada sila pertama

https://www.dw.com/id/pride-month-potret-kebebasan-lgbt-di-indonesia/a-
62050251
48 Toba Sastrawan Manik, Eksistensi LGBT di Indonesia Dalam Kajian Perspektif

HAM, Agama, dan Pancasila, Jurnal Kewarganegaraan: Volume 18, No. 2, 2021,
hal. 85
49 Drlakai, Kontroversi Konser Coldplay Dengan Misi LGBT Bahayanya Buat Generasi

Muda, detiksultra.com: 27 Mei 2023, diakses pada 04 Juli 2023,


https://detiksultra.com/opini/kontroversi-konser-coldplay-dengan-misi-lgbt-
bahayanya-buat-generasi-muda/

418 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mana tidak dapat
langsung menerima orientasi seksual yang menyimpang begitu saja.
Tetapi di satu sisi lain Indonesia pun merupakan negara yang
menghormati dan menjunjung hak asasi manusia, yang memiliki
keharusan untuk menghargai setiap insan manusia yang hidup
dinegaranya, sebagaimana yang juga termaktub pada sila kedua
Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.50
Sehingga hal itu menyebabkan adanya perbedaan pendapat
dan berbagai argumentasi yang dimilki oleh masyarakat Indonesia
yang saling bertentangan. Kelompok yang pro-LGBTQ akan
menjadikan Hak Asasi Manusia sebagai dasar argumentasinya,
karenan menganggap adanya pelarangan terhadap kelompok
LGBTQ adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia. Dan
kelompok yang kontra LGBTQ akan menjadikan nilai-nilai agama
sebagai dasar argumentasinya, dengan mengatakan bahwa ajaran
agama tidak menghalalkan seseorang untuk melaksanakan suatu
pernikah sejenis dan oleh karena itu kelompok LGBTQ harus
dilarang atau bahkan harus dijatuhi hukuman karena tidak sesuai
dengan norma agama yang ada.
Untuk menanggulangi hal itu, semestinya diperlukan adanya
ketegasan negara dalam pemberlakuan hukum LGBTQ di
Indonesia. Kehadiran negara dianggap sangat perlu untuk
memberikan pegangan terhadap LGBTQ agar masyarakat memiliki
argumen dalam mengambil keputusan dan bersikap. Dengan adanya
fakta bahwa sudah ada pergeseran persepsi dan paradigma
masyarakat untuk penerimaan LGBTQ adalah hal yang
mengkhawatirkan, apabila masyarakat semakin terbuka dengan
keberadaan mereka maka akan mempermudah kalangan mereka
untuk memasuki dan berkampanye untuk penerimaan mereka di
negara Indonesia. Hal ini juga disebabkan karena adanya hukum
yang belum tegas pengaturannya dalam peraturan Indonesia, apakah
penerimaan kelompok LGBTQ itu dibenarkan atau tidak. 51
Dan dengan banyak serta marak dimana-mana propaganda
terkait penerimaan LGBTQ, Indonesia dianggap masih memiliki
50 Febby Shafira Dhamayanti, Pro-Kontra Terhadap Pandangan Mengenai LGBT
Berdasarkan Perspektif HAM, Agama, dan Hukum di Indonesia, Ikatan Penulis
Mahasiswa Hukum Indonesia: Law Journal, Volume 2, Nomor 1, 2022
51 Bariah Oyoh, Problematika Hukum LGBT dan Akibatnya: Studi Persepsi Masyarakat

Kabupaten Karawang, Risalah: Volume 8, No. 2, Juli 2022, hal. 470

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 419


kemungkinan untuk melegalkan LGBTQ. Pendapat ini didasarkan
dari analisis yang didapatkan dari negara lain, yang dalam proses
pelegalannya berawal memiliki aturan yang melarang LGBTQ, akan
tetapi dengan adanya propaganda masive yang ada pada masyarakat
luas maka negara yang awalnya melarang LGBTQ pada akhirnya
memilih untuk melegalkan LGBTQ.
Tetapi dengan munculnya Undang-Undnag Nomor 1
Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
mempersempit probabilitas pelegalan LGBTQ di Indonesia
meskipun baru akan diberlakukan tiga tahun setelah dilakukan
pengundangan pada tanggal 2 Januari 2023 lalu. Pada pasal 292
KUHP yang baru berbunyi: “Orang yang cukup umur, yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun”.52
Dengan adanya pengaturan tersebut meskipun tidak secara
tegas melarang masuknya kelompok LGBTQ di Indonesia,
setidaknya Indonesia telah membatasi adanya LGBTQ dengan
munculnya pasal yang dapat menjerat kelompok LGBTQ apabila
melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara. Sehingga
hal itu cukup menjadi dasar untuk masyarakat yang tidak memiliki
orientasi seksual yang menyimpang sebagai pelindungan diri dari
kelompok LGBTQ di mata hukum dan negara.
Kesimpulan
Merabaknya kelompok LGBTQ memang tidak dapat
dihindari apalagi dipungkiri kehadirannya pada era saat ini.
Mudahnya penyeberan informasi, pengeskspresian diri, adanya
kampanye, “Pride Month” yang rutin diselanggarakan tiap tahun,
hingga konser yang diselenggarakan dengan tujaun untuk
mendukung adanya kelompok LGBTQ supaya diterima, dilegalkan,
dan dihormati keberadaanya. Adanya propaganda tersebut dinilai
sangat berpengaruh sehingga dapat menyebabkan semakin
banyaknya negara yang melegalisasi adanya LGBTQ, dan pada
tahun 2022 sudah ada sekitar 32 negara di dunia yang melakukan

52 Erandhi Hutomo Saputra, Gaduh Pasal LGBT di rancangan KUHP,


kumparan.com: 30 Mei 2022, diakses pada 04 Juli 2023,
https://kumparan.com/kumparannews/gaduh-pasal-lgbt-di-rancangan-kuhp-1-
1yAlg213mRn/full

420 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
pelegalan adanya kelompok LGBTQ, dan tidak menutup
kemungkinan negara yang melegalisasi LGBTQ akan semakin
bertambah akibat maraknya kampanye dan propaganda yang
dilakukan oleh kelompok LGBTQ. Seperti negara yang telah
dibahas yaitu Thailand dan juga Amerika Serikat yang telah secara
resmi mengakui dan memberlakukan adanya perkawinan sesama
jenis.
Permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah adanya
probabilitas/kemungkinan Negara Indonesia dalam melegalisasi
pernikahan sejenis ditinjau dari perubahan paradigma berbagai
negara yang awalnya mempunyai peraturan terkait larangan
pernikahan sejenis, namun akhirnya melegalisasi pernikahan sesama
jenis dikarenakan propaganda yang masif. Namun dengan berbagai
rangkaian konstitusi, peraturan perundang-undangan (UU tentang
Perkawinan dan UU tentang KUHP baru), dan hukum adat yang
selaras dalam menolak legalisasi perkawinan sejenis, maka probalitas
legalisasi perkawinan sejenis yang disebabkan propaganda terbilang
cukup kecil, meski tidak menutup peluang bahwa kelak Negara
Indonesia merubah paradigma hukumnya ditinjau dari beberapa
negara yang juga merubah paradigma hukumnya seperti Negara
Amerika.
Di Indonesia sendiri sudah terdapat peraturan yang
membatasi ruang gerak kelompok LGBTQ, hal itu selaras dengan
tujuan dari pasal 292 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru),
yaitu yang apabila mereka melakukan perbuatan asusila dengan
orang yang memiliki seksualitas yang sama dan belum cukup umur
diancam pidana penjara paling lama lima tahun. Memang dengan
adanya pembatasan ruang gerak tersebut tidak serta-merta membuat
Indonesia secara tegas menolak adanya kelompok LGBTQ, tetapi
dengan adanya peraturan tersebut merupakan suatu “penyegaran”
bagi masyarakat yang dapat dijadikan sebagai perlindungan diri
apabila mendapat tindakan asusila dari kelompok LGBTQ.

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 421


Daftar Pustaka
Buku
Al-Mawardi, Abu Al-Hasan. (1999). Al-Hawi Al-Kabir Fi Fiqhi
Madzhabi Al-Imam Asy-Syafii (cet. 1). Beirut: Dar Al-Kutub Al-
‘Ilmiyyah
An-Nawawi, Yahya bin Syarof . (1988). Tahriru Al-Fadzhi At-Tanbih.
Dimasyq: Dar Al-Qolam
Azzulfi, Muhammad bin Ibrahim. (2014). Homoseks. Bandung: PT
Mizan Publika.
Idris, Ramolyo. (1994). Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis UU
No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Rozikin, Mokhamad Rohman. (2017). LGBT Dalam Tinjauan Fikih,
Menguak Konsepsi Islam terhadap Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender. Malang: UB Press.
Supreme Court of the United States, “See Rochin versus California,” 2 January
1952
Jurnal
Bachtiar, Andi Youna. (2016). Peran Media Dalam Propaganda. Jurnal
Komunikologi Vol 13
Bloemnergen, Marieke. (2011). Being clean is being strong Policing
cleanliness and gay vices in the Netherlands Indies in the 1930s.
Cleanliness and Culture: Brill Vol 5
Chacko, Shubha. (2015). “ Section 377 and Beyond,” Perspectives.
Political Analysis and Commentary. The Gender Issue. Gender
Politics in Asia Vol 1
Chalid, Hamid dan Arif Ainul Yaqin. (2021). Perdebatan dan Fenomena
Global Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis. Jurnal Konstitusi Vol
18, No. 1
Chasanah, Nur. (2014). Studi Kmparatif Hukum Positif dan Hukum
Islam Di Indonesia Mengenai Perkawinan Sejenis. Jurnal Cendikia
Vol 2, No. 3

422 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Dhamayanti, Febby Shafira. (2022). Pro-Kontra Terhadap Pandangan
Mengenai LGBT Berdasarkan Perspektif HAM, Agama, dan
Hukum di Indonesia. Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum
Indonesia: Law Jurnal Vol 2, No.1
Ghoshray, Saby. (2007). Searching For Human Rights to Water amidst
Corporate Privatization in India: Hindustan Coca-Cola Pvt. Ltd. v.
Perumatty Grama Panchayat. Georgetown Int’l Environment Law
Review 1
Indah, S. C. Maya. (2010). Refleksi Atas Paradigma Positivisme Dalam
Ilmu Hukum Menuju Nilai Keadilan. Refleksi Hukum: Jurnal
Ilmu Hukum
Kaushik, Vibha dan Christine A. (2019). Pragmatism as a Research
Paradigm and Its Implications for Social Work Research. Social
Sciences Vol 8, No. 9
Lestari, Yeni Sri. (2018). LGBT Dan Hak Asasi Manusia. Jurnal
Community Vol 4, No. 1.
Manik, Toba Sastrawan. (2021). Eksistensi LGBT di Indonesia Dalam
Kajian Perspektif HAM, Agama, dan Pancasila. Jurnal
Kewarganegaraan Vol 18, No. 2
Mansur, Syafiin. (2017). Homoseksual Dalam Perspektif Agama - Agama
di Indonesia. Jurnal Aqlania Vol 8, No. 1
Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Mataram University
Press.
Muhammad, Abdulkadir. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Nikmatur, Ridha. (2017). Proses Penelitian, Masalah, Variabel Dan
Paradigma Penelitian. Jurnal Hikmah Vol 14, No. 1
Nugraha, Muhammad Tisna. (2017). Kaum LGBT Dalam Sejarah
Peradaban Manusia. Jurnal Raheema Vol 3, No. 1
Oyoh, Briah. (2022). Problematika Hukum LGBT dan Akibatnya: Studi
Persepsi Masyarakat Kabupaten Karawang. Risalah Vol 8, No. 2
Putra, Fajar Dwi. (2017). Psikologi Cyber Media Seni Komunikasi
Propaganda Menggunakan Media Sosial Dalam Kaitannya Dengan Isu

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 423


Sara Di Indonesia. CHANNEL: Jurnal Komunikasi Vol 5, No.
2
Sihombing, Eka NAM. (2019). Perilaku LGBT Dalam Perspektif
Konstitsui Negara Republik Indonesia dan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Jurnal EduTech, No. 1
Sofyarto, Karlina. (2018). Abu-Abu Regulasi LGBT Di Indonesia.
Jurnal Selisik: Vol 4, No. 6
Suardita, I Ketut. (2017). Penganalan Bahan Hukum (PBH). Simdos.
Unud.Ac.Id.
Yansyah, Roby dan Rahayu. (2018). Globalisasi LGBT: Perspektif
HAM dan Agama Dalam Lingkup Hukum Di Indonesia. Jurnal
Law Reform Vol 14, No. 1
Internet
Agust Supriadi, ”Amerika, Negara ke-21 yang Legalkan
Pernikahan Sesama Jenis,” CNN Indonesia, 27 Juni
2015. Accesed Juli 3, 2023,
https://www.cnnindonesia.com/internasional/201506270
20426-134-62714/amerika-negara-ke-21-yang-legalkan-
pernikahan-sesama-jenis.

Akbar, “Menelisik Perjalanan LGBT Di Indonesia,” Republika,


diakses pada 5 Oktober 2023,
https://ameera.republika.co.id/berita/rv5kwp414/survei-
komunitas-lgbt-terus-berkembang-di-skala-nasional-
maupun-global

Ani Mardatila, Ani. (2021). LGBTQ Adalah Ragam Identitas


Seksual: Singkatan dan Pengertiannya. www.
Merdeka.com: diakses pada 03 Juli 2023

Avesina Wisda, 32 Negara Yang MelegalkanLGBT dan Pernikahan


Sesama Jenis, era.id: 25 Agustus 2022, diakses pada 03 Juli
2023, https://era.id/internasional/101967/negara-yang-
melegalkan-lgbt

424 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis
Aziza Aziz R, dkk, “Perbandingan Sistem Hukum Indonesia
Dengan Thailand Terkait LGBT Dalam
Perspektif Hukum Positif,” Siyasah Jurnal Hukum
Tatanegara 2, no. 1 (2022): 36, Accesed Juli 2,
2023,https://ejournal.metrouniv.ac.id/index.php/siyasah/
article/view/5117/2686

BBC News Indonesia, “Pernikahan sejenis kini sah di seluruh


Amerika Serikat,” 26 Juni 2015. Accesed Juli 3, 2023,
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/06/150626
_ dunia_amerika_pernikahan_sejenis

Drlakai, Kontroversi Konser Coldplay Dengan Misi LGBT Bahayanya


Buat Generasi Muda, detiksultra.com: 27 Mei 2023, diakses
pada 04 Juli 2023.

Erandhi Hutomo Saputra, Gaduh Pasal LGBT di rancangan


KUHP, kumparan.com: 30 Mei 2022, diakses pada
04 Juli 2023,
https://kumparan.com/kumparannews/gaduh-pasal-lgbt-
di-rancangan-kuhp-1-1yAlg213mRn/full

Harith Jobs, “Vietnam Izinkan Pernikahan Sejenis,” 9 Januari


2015. Accesed Juli 2, 2023,
https://kbr.id/berita/internasional/01-
2015/vietnam- izinkan-pernikahan-sejenis/12800.html

Marianne Brown, “Vietnam Perlihatkan Perubahan Sikap atas


Kaum LGBT,” 9 Agustus 2012, Accesed Juli 2,
2023, https://www.voaindonesia.com/a/vietnam-
perlihatkan-perubahan-sikap-atas-kaum-
lgbt/1476818.html

Rahka Susanto, Pride Month: Potret Kebebasan LGBT di Indonesia,


dw.com: diupload pada 08 Juni 2022, diakses pada 03 Juli
2023, https://www.dw.com/id/pride-month- potret-
kebebasan-lgbt-di-indonesia/a-62050251

MA’MAL | Volume 4, Nomor 4, Agustus 2023 425


Rita Uli Hutapea, ”Joe Biden Sahkan UU Perlindungan
Pernikahan Sesama Jenis,” detikNews, 14 Desember
2022. Accesed Juli 3, 2023,
https://news.detik.com/internasional/d6460240/joe-
biden-sahkan-uu-perlindungan-pernikahan-sesama-jenis.

Teguh Firmansyah, “Thailand Semakin Dekat Izinkan


Pernikahan Sesama Jenis,” 28 Juli 2022. Accesed
Juli 2, 2023

Tieng Viet, “Vietnam Mengadopsi Standar Kesehatan LGBT


Skala Global,” 22 Agustus 2022. Accesed Juli 2,
2023,
https://www.hrw.org/id/news/2022/08/22/vietnam
adopts- global- lgbt-health-standard

Yashinta Difa Pramudyani, “Pernikahan sesama jenis di


Thailand mendekati perizinan,” 16 Juni 2022.
Accesed Juli 2, 2023,
https://babel.antaranews.com/berita/281105/pernikahan-
sesama-jenis-di-thailand-mendekati-perizinan

426 Agung Tri W., dkk. | Probabilitas Indonesia Untuk Melegalisasi Pernikahan Sejenis

You might also like