You are on page 1of 8

1 Bahasa Inggris

Pronouns play a crucial role in effective communication by enhancing clarity, efficiency,


and cohesion in language. They serve several essential functions in language and
communication:

1. Clarity and Efficiency: Pronouns help avoid repetition by substituting nouns. Instead of
saying, "John went to the store, and John bought a book," you can use pronouns: "John went
to the store, and he bought a book." This makes communication more concise and easier to
follow.
2. Referential Precision: Pronouns allow speakers and writers to refer back to previously
mentioned entities without reiterating the full noun. For example, "The cat chased the dog,
and then it ran away." In this sentence, "it" refers to "the cat," making the message clear and
efficient.
3. Avoiding Ambiguity: Pronouns help disambiguate references. Without pronouns, sentences
can become confusing. For instance, consider, "Samantha said that Sarah told Samantha she
would visit her." The pronouns make it clear that Sarah would visit Samantha. Without them,
the sentence could be interpreted in multiple ways.
4. Building Coherence: Pronouns contribute to the overall coherence of texts. They connect
ideas and facilitate the flow of information in written and spoken discourse. In narratives, for
instance, they maintain consistency and reduce redundancy.

However, challenges can arise in the usage of pronouns across different languages and
contexts:

1. Ambiguity: Some languages may have less explicit pronoun referentiality, leading to
ambiguity. For example, in some languages, the same pronoun may refer to different people
based on the context.
2. Gender and Inclusivity: Many languages, including English, have gendered pronouns
(he/she). This can be problematic when referring to individuals who don't identify within the
binary gender system or when trying to promote gender inclusivity.
3. Cultural Variations: Some languages may have more or fewer pronouns, which can affect
how people express politeness, formality, or familiarity. Differences in pronoun usage can
lead to misunderstandings or offense in intercultural communication.
4. Sociopolitical Considerations: Pronoun usage can become a political issue, particularly in
discussions around gender identity and gender-neutral language. Decisions on which
pronouns to use may vary by region and community.
5. Translation Challenges: Translating pronouns from one language to another can be
challenging because languages have different rules for pronoun use. This can lead to
misunderstandings or awkward translations.
6. Age and Generational Differences: Pronoun usage can evolve over time. Younger
generations may adopt new pronoun conventions or use pronouns differently, creating a
potential generation gap in understanding.
7. Pragmatics: Pronoun usage can carry specific pragmatic implications, such as conveying
politeness, respect, or familiarity. Misusing pronouns in terms of pragmatics can lead to
misunderstandings or perceived disrespect.

In summary, pronouns are essential for effective communication, but their usage can be
complex and vary significantly across languages and contexts. Understanding the subtleties
of pronoun use is crucial for clear and respectful communication, especially in a globalized
and culturally diverse world.
REFERENCES SOURCES:

BMP/SKOM4209/BAHASA INGGRIS II/MODUL 2/HALAMAN 2.5 – 2.33

Changes in pronoun use a decade before clinical diagnosis of Alzheimer’s dementia—


Linguistic contexts suggest problems in perspective-taking. (n.d.). PubMed Central
(PMC). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8773561/

2 Hukum Media Massa


Izin menyampaikan jawaban saya

• Budaya hukum iyalah nilai, pemikiran, serta harapan atas kaidah atu norma dalam kehidupan
bermasyarakat. Budaya hukum memiliki peran yang sangat penting dalam penegakan hukum itu
karena dalam budaya hukum terdapat perilaku, keyakinan dan sikap masyarakat termasuk para
penegak hukum dalam kehidupan sehari-hari.

• Budaya hukum yang mana pentingnya peran dalam sistem penegakan hukum ini. Sikap, keyakinan,
dan perilaku masyarakat serta para penegak hukum dalam membentuk budaya hukum yang positif
atupun sebaliknya ini dapat dilihat jika masyarakat dan penegak hukum ini memiliki sikap, keyakinan
dan perilaku yang taat, patuh dan bermoral akan peraturan perundang-undang. Maka budaya hukum
dapat ditegakan secara efektif, sebaliknya jika sikap masyarakat dan penegak hukum ini memiliki
sikap, perilaku dam keyakinan yang buruk akan peraturan perundang-undangan, maka bentuk budaya
hukum yang terlihat ini tidak dapat efektif untuk diterapkan dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat.

• Budaya hukum yang kuat ini berasal dari norma-norma atau nilai nilai dasar yang disepakati
bersama. Setiap warga negara didalam sistem hukum tersebut tentu dapat mengambil alih dalam
subsistem budaya hukum. Jika budaya hukum tersebut tidak kuat untuk memengaruhi efektivitas
penegakan hukum dalam negara tersebut, maka bisa saja terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan
dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh kasusnya jika budaya hukum yang diidamkan tersebut masih
jauh dari apa yang diharapkan dan juga kesadaran hukum dari masyarakat yang terkait tersebut
kurang. Maka pelanggaran hukum dapat dilakukan dengan sengaja oleh masyarakat. Dari kurangnya
kesadaran masyarakat tersebut, masyarakat cenderung tidak suka membawa kasus atau perkara yang
dihadapi ke pengadilan. Masayarakt yang tidak suka membawa perkara ke pengadilan ini bukan karen
takut berargumen di pengadilan, namun lebih ke arah mereka yang tidak percaya akan para penegak
hukum. Maka dari itu memiliki budaya hukum yang kuat sangat penting dalam proses penegakan
hukum bagi kehidupan masyarakat.

Referensi :
Riwanto, Agus. 2023. BMP SKOM4439 HUKUM MEDIA MASSA Modul 2. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka
Fitrian, Yuniko. ARTIKEL : PENTINGNYA BUDAYA HUKUM DALAM MASYARAKAT yang
diakses pada tanggal 15 Oktober
2023 https://jdih.bengkuluprov.go.id/assets/backend/dist/produk/ARTIKEL_PENTINGNYA_BUDAY
A_HUKUM.pdf

3 Komunikasi Bisnis
Sebagai negara dengan salah satu penduduk terbanyak di dunia, yakni mencapai 274,9 juta jiwa dan
61,8% diantaranya merupakan pengguna sosial media atau sekitar 170 juta penduduk. Data yang
diambil dari laporan “Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital” yang diterbitkan
pada 11 Februari 2021 oleh media asal inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite menunjukkan
bahwa pola pemakaian media sosial di Indonesia cukup tinggi, yaitu rata-rata menghabiskan 3 jam 14
menit sehari untuk mengakses media sosial. Mengacu pada data tersebut, maka Indonesia mempunyai
peluang yang besar dalam implementasi social media marketing, khususnya bagi pelaku usaha
dagang. Social media marketing mampu menyediakan platform yang dapat digunakan untuk
membangun komunikasi dan relasi yang intens dengan pelanggan. Hal ini terbukti dengan masifnya
penggunaan internet dalam menjalankan usaha, dimana usaha yang menggunakan internet untuk
menerima pesanan,atau melakukan penjualan barang dan/atau jasa pada tahun 2020 hingga periode
pencacahan berakhir (31 Agustus) sebesar 90,18 persen. Hampir separuh dari seluruh usaha E-
Commerce (48,42 persen) adalah usaha di Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan
Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (Diambil dari web resmi Badan Pusat Statistik
Nasional https://www.bps.go.id).

Disamping penggunaan social media marketing yang memiliki manfaat serta dampak positif dan
negatif, implementasi yang ditimbulkan juga mengalami tantangan yang tidak sedikit. Tantangan yang
lebih sering muncul adalah dari sisi usaha kecil dimana dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu tantangan
yang berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yakni seperti ketidakmampuan atau
kurangnya pengetahuan dalam bidang teknologi, kurangnya biaya modal yang diperlukan untuk
sarana dan prasarana pengembangan social media marketing, serta tidak adanya tenaga ahli atau
karyawan dalam maintenance platform. Sedangkan dari sisi faktor efksernalnya adalah tidak adanya
jaminan atas kebocoran informasi mengenai privasi atau keamanan akun sehingga para pelaku usaha
kecil masih akan berpikir dua kali dalam implementasi social media marketing. Sedangkan dari sisi
usaha besar, tantangan yang dihadapi tidak terlalu banyak dan hanya mengalami risiko adanya cyber-
crime dimana data perusahaan tidak lagi menjadi privasi serta beberapa biaya pemeliharaan yang
melebihi ekspektasi. Tantangan yang dihadapi pelaku usaha kecil bisa diatasi dengan focus hanya
pada pengembangan strategi yang memperkuat hubungan dengan pelanggan melalui iklan di media
sosial sehingga tetap mendapat manfaat dari adanya social media marketing. Menurut Vinerean
(2017) untuk meningkatkan keberhasilan dalam penggunaan media sosial maka pelaku usaha perlu
untuk:

Menciptakan pengalaman personal untuk pelanggan.


Menciptakan strategi content yang efisien dan konsisten di tiap platform social media yang digunakan
(misalkan video, image, gifs, blog posts, podcast, dan lainnya).
Membentuk komunitas yang loyal dari audiens untuk mengembangkan publisitas merk dan juga
influencer.
Melakukan riset, memonitor dan mempelajari pelanggan berdasarkan percakapan yang terjadi di
social media, sehingga dapat memberikan umpan balik dan yang dibutuhkan.
Dengan menerapkan strategi yang diperlukan dalam implementasi social media marketing dan
memahami tantangan yang ada, diharapkan seluruh pelaku usaha dagang bisa memaksimalkan adanya
potensi tersebut untuk keberlangsungan hidup bisnisnya dan meningkatkan laba yang diperolehnya.

https://jurnalpost.com/tantangan-penggunaan-jejaring-sosial-dalam-pemasaran-berbasis-online-pada-
pelaku-usaha/23146/

4 Komunikasi Pemasaran
Teori Media Systems Dependency (MSD) menyatakan bahwa media, audiens, dan masyarakat saling
ketergantungan satu sama lain. Artinya, media mempengaruhi audiens dan masyarakat, sementara
audiens dan masyarakat juga mempengaruhi media. Hubungan ini bersifat saling memengaruhi dan
kompleks, menciptakan dinamika interaksi yang terus-menerus antara media, audiens, dan
masyarakat. Berikut di bawah ini saya jelaskan alasan hal-hal tersebut dapat memengarhui satu sama
lain.

1. Pengaruh media terhadap audiens dan masyarakat

Media bergantung pada audiens untuk kelangsungan hidup mereka. Media mendapatkan pendapatan
dari iklan dan berlangganan, yang muncul karena adanya audiens yang membutuhkan konten dan
informasi yang disediakan oleh media. Dalam konteks ini, media mencoba memahami dan memenuhi
kebutuhan audiens agar tetap relevan dan berkelanjutan
Informasi dan pengetahuan: Media memberikan informasi dan pengetahuan kepada audiens,
membentuk persepsi mereka terhadap dunia.
Pengaruh opini dan sikap: Media membentuk opini dan sikap audiens terhadap berbagai isu, politik,
budaya, dan sosial.
Agenda setting: Media mempengaruhi agenda publik dengan menentukan topik-topik yang
dibicarakan dan dibahas oleh masyarakat.
Pencitraan dan stereotip: Media dapat membentuk citra dan stereotip mengenai individu, kelompok,
atau masyarakat tertentu.
2. Pengaruh audiens dan masyarakat terhadap media:

Di sisi lain, audiens sangat bergantung pada media untuk mendapatkan informasi, hiburan, dan
komunikasi. Media adalah sumber utama informasi bagi banyak orang, dan audiens mengandalkan
media untuk memahami dunia di sekitar mereka. Ketika audiens ingin mengetahui berita terkini atau
mengakses hiburan, mereka seringkali berpaling kepada media.

Pemilihan dan preferensi konten: Preferensi dan permintaan audiens membentuk jenis konten media
yang diproduksi.
Kritik dan respons: Respon audiens terhadap konten media, baik positif maupun negatif, dapat
mempengaruhi praktik dan etika jurnalistik.
Partisipasi dan interaksi: Partisipasi aktif audiens melalui media sosial dan interaksi online
membentuk narasi dan diskusi yang melibatkan media.
Kesimpulan yang dapat saya ambil pada diskusi kali ini yaitu Teori Media Systems Dependency
menyoroti hubungan yang kompleks antara media, audiens, dan masyarakat. Media menjadi saluran
utama yang memberikan informasi dan hiburan bagi audiens, sementara audiens memberikan
dukungan finansial dan perhatian kepada media. Selain itu, media juga memiliki dampak yang
signifikan pada masyarakat, membentuk persepsi dan pemahaman kita tentang dunia. Ini adalah
hubungan saling ketergantungan yang penting dalam konteks komunikasi modern, di mana media
memiliki peran sentral dalam membentuk dan memengaruhi kehidupan kita sehari-hari.

Sekian penjelasan dari saya, semoga dapat membantu rekan-rekan sekalian untuk memahami diskusi
2 ini, terimakasih.

Sumber referensi:

BMP SKOM4328
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Teori_sistem_ketergantungan_media
https://p2k.unkris.ac.id/id3/2-3073-2962/Teori-Ketergantungan-Media_208897_p2k-unkris.html
Pendapat pribadi
Tautan permanenTampilkan indukBalas
5 Logika
1.) Prinsip dasar pernyataan atau aksioma penalaran pada dasarnya hanya ada tiga prinsip, yang
dikemukakan pertama kali oleh Aristoteles (384-322 SM), adapun prinsip kedua mengalami
penyempurnaan dalam menyatakannya dan tanpa mengubah makna yang dimaksudkannya, yaitu
prinsip identitas, prinsip nonkontradiksi, dan prinsip eksklusi tertii. Tiga prinsip dari Aristoteles
ditambah satu lagi oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz (1646-1716) menjadi empat prinsip.
1. Prinsip Identitas
Dalam suatu perbincangan atau suatu naskah jika sesuatu hal diartikan sesuatu p tertentu maka selama
perbincangan itu masih berlangsung atau dalam satu kesatuan naskah tidak boleh diartikan selain p,
harus tetap sama dengan arti yang diberikan semula atau konsisten. Dengan rumusan lain, pengakuan
bahwa benda ini adalah benda ini bukan benda lain, dan bahwa benda itu adalah benda itu bukan
benda yang lain. Jadi, singkatnya dalam penalaran apa pun harus konsisten.
2. Prinsip Nonkontradiksi
Penyebutan prinsip kontradiksi ini adalah tidak tepat karena yang dimaksudkan adalah tidak adanya
kontradiksi dalam suatu pernyataan, bukan kontradiksi itu sendiri yang menjadi prinsip). Prinsip
nonkontradiksi menyatakan: "sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu dalam
suatu kesatuan" atau "sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada
saat yang sama". Dengan kata lain, "sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan
nonp".
3. Prinsip Eksklusi Tertii
Prinsip eksklusi tertii dalam istilah Latin ialah principium exclusi tertii (law of excluded middle),
yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga. (Prinsip eksklusi
tertii menyatakan: "sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada
kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah".
4. Prinsip Cukup Alasan
Dari ketiga prinsip yang dikemukakan oleh Aristoteles di atas, seorang filsuf Jerman Gottfried
Wilhelm von Leibniz (1646-1716) menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan
bagi prinsip identitas, yaitu prinsip cukup alasan prinsip cukup alasan dalam istilah Latin disebut
dengan principium rationis sufficientis (law of sufficient reason), yang menyatakan: "suatu perubahan
yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-
tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi".

2.) Menurut para ahli logika umumnya dibedakan tiga jenis sesatpikir, yaitu sesatpikir formal (formal
fallacies), sesatpikir verbal (verbal fallacies), dan sesatpikir material (material fallacies) (The Liang
Gie, 1998). Berikut penjelasannya

1. Sesatpikir Formal
Sesatpikir formal adalah kekeliruan penalaran berdasarkan bentuk atau sering disebut sesatpikir
menurut logika (logical fallacies). Sesatpikir ini banyak ragamnya. salah satu misalnya "mengiyakan
suatu pilihan dalam suatu susunanpikir pengatauan yang merangkum".
2. Sesatpikir Verbal
Sesatpikir verbal adalah kekeliruan penalaran berdasarkan kata-kata, yakni bertalian dengan
penggunaan yang salah atau kemaknagandaan dari sesuatu kata, dan dikenal juga sebagai sesatpikir
arti kata (semantic fallacies). Sesatpikir ini banyak ragamnya, salah satu misalnya "susunanpikir
terdiri atas empat konsep". Aturannya tiga konsep, tetapi konsep pembandingnya bermakna ganda.
3. Sesatpikir Material
Sesatpikir material adalah kekeliruan penalaran berdasarkan isi, yaitu menyangkut kenyataan-
kenyataan yang sengaja atau tidak sengaja disesatkan. Sesatpikir ini banyak ragamnya, salah satu
misalnya "perumuman yang tergesa-gesa").

Sumber
BMP Logika Modul 2 hal 2.29-2.38

6 Perencanaan Pesan dan Media

Sebelum kita menjabarkan jawabannya, kita harus tahu terlebih dahulu pengertian dari perencanaan,
komunikasi itu sendiri.
Perencanaan memiliki arti yaitu suatu rencana yang akan dan harus dilakukan agar dapat mencapai
tujuan yang telah ditentukan.

Sedangkan komunikasi memiliki arti yaitu suatu proses dalam penyampaian pesan yang didalamnya
terdapat makna dari seorang komunikator yang ditujukan kepada seorang komunikan, yang dilakukan
secara langsung ataupun melalui saluran media.

Maka dari itu perencanaan komunikasi memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan
terjadinya komunikasi, karena komunikasi itu dilakukan tidak semata-mata untuk berkomunikasi
biasa saja tetapi untuk menuangkan pertukaran suatu ide ataupun gagasan informasi yang dimana
didalamnya dapat menghubungkan satu sama lain, sehingga dapat tercapainya suatu kesamaan serta
kesetaraan dalam pandangan.

Selain itu perencanaan komunikasi ini memainkan perannya dengan cara memberikan suatu arahan
yang mengenai dari adanya program yang akan dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat di
kegiatan komunikasi tersebut. Perencanaan komunikasi juga dapat memfasilitasikan suatu tujuan
komunikasi sehingga dapat dikendalikan. Sehingga meminimalisirkan suatu pemborosan dalam
penggunaan sumber daya komunikasi yang berdampak pada penggunaan biaya yang tinggi. Maka dari
itu peran dari adanya perencanaan komunikasi dapat mengurangi adanya ketidakpastian dari dampak
komunikasi yang timbul tersebut.
Strategi perencanaan komunikasi yang dapat diterapkan dalam interaksi sehari-hari ataupun
dilingkungan lainnya yaitu dengan menerapkan teknik informatif, dan teknik persuasif.
••>Strategi dengan menggunakan teknik informatif yaitu dengan cara menyampaikan suatu informasi
yang dimana di dalamnya terdapat fakta-fakta serta data yang valid yang bertujuan untuk
mempengaruhi khalayak dengan memberikan suatu jalan penerangan.
••>Strategi dengan menggunakan teknik persuasif yaitu dengan kegiatan membujuk khalayak agar
dapat dipengaruhi. Karena khalayak mudah dipengaruhi tergantung dengan kecakapan kita dalam
menyarankan atau memberikan suatu informasi kepada khalayak (komunikan) tersebut.

Berikut contoh nyata kegiatan perencanaan komunikasi yang matang sehingga menghasilkan suatu
hasil,yaituu dalam program ojek makanan balita (OMABA) dalam membentuk persepsi orang tua
mengenai anak yang gizi buruk. Yang dimana perencanaan komunikasi disini memiliki fungsi sebagai
pendekatan orang tua kepada anak yang memiliki gizi buruk, yang bertujuan agar orang menyadari
bahwa gizi yang baik itu penting bagi kesehatan anak-anaknya. Dengan menggunakan model
perencanaan komunikasi alur "P" Proses, model ini memiliki tujuan untuk menganalisis suatu kondisi
kesehatan masyarakat dengan memperhatikan komunikasi yang nantinya akan disampaikan serta
menyiapkan media untuk monitoring, implementasi serta menelaah hasil dari strategi suatu
komunikasi tersebut.

Sumber referensi :
- SKOM4314/Perencanaan pesan dan media/Modul 2/Halaman 2.5-2.13
- https://www.sman3cikarangutara.sch.id/read/4/strategi-komunikasi-pengertian-teknik-langkah-dan-
hambatan
- https://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/commed/article/download/468/302/1208

You might also like