You are on page 1of 16

P-ISSN 0216-8138 | E-ISSN 2580-0183

MKG Vol. 24, No.1, Juni 2023 (29 – 44)


DOI: https://doi.org/10.23887/mkg.v24i1.57219

Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar


Hutan Lindung Mbeliling Manggarai Barat
Wigbertus Gaut Utama
Masuk: 11 01 2023 / Diterima: 11 04 2023 / Dipublikasi: 30 06 2023

Abstract The management policy of these protected forests often influences the pattern of agricultural land
tenure around protected forests. This research focuses on the agricultural land tenure around the Mbeliling
Protected Forest, West Manggarai Regency, NTT. The purpose of the study was to describe changes in
agricultural land tenure patterns in correlation with the existence of the Mbeliling Protected Forest. In
addition, this study is directed to describe alternative fulfillment of agricultural land in line with protected
forest management. The qualitative method used in this study allows research data to be obtained
profoundly and widely in communities, especially farmers around the Mbeliling Protected Forest. The data
are processed and analyzed by categorization techniques and inductive conclusions. The results showed
that the control of agricultural land has changed from communal control to private control. Today, private
agricultural land is acquired through inheritance influenced by the patrilineal kinship system. Changes in the
area of forest areas directly reduce agricultural land and limit people's access to forest natural resources.
Integrating local wisdom in forest area management and agricultural development is necessary. There needs
to be special treatment on the inheritance of agricultural land to maintain a minimum area of agricultural
land. It is also essential to integrate communal land management into social forestry policies.

Keywords: Agricultural land; Land tenure; Protected Forest

Abstrak Pola penguasaan lahan pertanian di sekitar hutan lindung sering dipengaruhi kebijakan
pengelolaan hutan lindung tersebut. Penelitian ini berfokus pada penguasaan lahan pertanian di sekitar
Hutan Lindung Mbeliling Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan
perubahan pola penguasaan lahan pertanian dalam korelasinya dengan keberadaan Hutan Lindung
Mbeliling. Selain itu penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan alternatif pemenuhan lahan pertanian
yang selaras dengan pengelolaan hutan lindung Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini
memungkinkan data penelitian diperoleh secara mendalam dan luas pada masyarakat terutama petani di
sekitar Hutan Lindung Mbeliling. Data diolah dan dianalisis dengan teknik kategorisasi, serta pengambilan
kesimpulan secara induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan lahan pertanian mengalami
perubahan dari penguasaan secara komunal menjadi penguasaan secara privat. Saat ini, lahan pertanian
privat diperoleh melalui pewarisan yang dipengaruhi oleh sistem kekerabatan patrilineal. Perubahan luas
kawasan hutan secara langsung mengurangi lahan pertanian serta membatasi akses masyarakat pada
sumber daya alam hutan. Perlu mengintegrasikan kearifan lokal dalam pengelolaan kawasan hutan dan
pembangunan pertanian. Perlu adanya perlakuan khusus pada pewarisan lahan pertanian untuk
mempertahankan luas minimal lahan pertanian. Penting pula untuk mengintegrasikan manajemen lahan
komunal dalam kebijakan perhutanan sosial.

Kata kunci: Lahan Pertanian; Penguasaan lahan; Hutan Lindung

This is an open access article under the CC BY-SA license.


Copyright © 2023 by Author. Published by Universitas Pendidikan Ganesha.
Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

1. Pendahuluan
Salah satu isu penting dan dilakukan oleh Susanti (Susanti, 2017)
strategis dalam pembangunan sektor menunjukkan fakta bahwa rata-rata
pertanian adalah akses petani pada penguasaan lahan pertanian di
sumber-sumber ekonomi terutama Pegunungan Tengger Atas yaitu seluas
tanah. Hal ini mengingat peran tanah 0,28 hektar. Luas ini belum dapat
sebagai input penting dalam proses menunjang tingkat hidup yang layak
produksi pertanian. Penguasaan tanah sebagaimana ditetapkan dalam UU
pertanian (aspek kuantitas) dapat Pokok Agraria bahwa luas minimum
menjadi rujukan dalam kategorisasi untuk mencapai hidup yang layak
petani sebagai petani pemilik lahan adalah seluas 2 Hektar. Data lain
yang cukup, petani gurem, atau petani menunjukkan bahwa di Indonesia luas
yang tidak memiliki lahan sama sekali. lahan pertanian yang beralih fungsi
Saat ini, penguasaan lahan pertanian setiap tahun mencapai 40.000-100.000
menjadi salah satu persoalan penting hektar, 50% diantaranya terdapat di
karena tingkat pertumbuhan rumah pulau Jawa (Rongiyati, 2013).
tangga usaha petani gurem di Indonesia Penguasaan tanah juga
cukup tinggi. Hermawan (2012) katakan menyinggung aspek lain dalam
salah satu penyebab powerless petani pembangunan masyarakat pertanian
dan dianggap penyebab terbesar adalah dan perdesaan yakni keadilan distribusi
ketimpangan dalam distribusi lahan. lahan. Konflik agraria yang sering terjadi
Hasil Survei Pertanian Antar menunjukkan sensitifnya isu
Sensus (SUTAS) 2018 menunjukkan penguasaan lahan pertanian.
pada skala nasional pertumbuhan Masyarakat petani di sekitar kawasan
jumlah rumah tangga petani gurem pada hutan pada umumnya berpotensi besar
periode 2013 – 2018 sebesar 1.560.534 masuk dalam pusaran konflik agraria.
atau bertumbuh sekitar 10.95%. Pertumbuhan penduduk selalu menjadi
Persentase ini jauh lebih besar satu variabel pemicu alih fungsi lahan
dibandingkan dengan persentase pertanian ke non-pertanian seperti
pertumbuhan rumah tangga pemilik permukiman. Pada sisi lain kawasan
lahan yang berjumlah 1.471.506 atau hutan menjadi semacam “wilayah
5,71% (BPS, 2018). Pada periode yang sakral” yang dalam banyak hal
sama, di Kabupaten Manggarai Barat, membatasi akses masyarakat atas
terjadi pertumbuhan petani gurem sumber daya alam yang ada di
sebesar 4.035 atau sebesar 30,08% dalamnya. Bahkan dalam kasus
(BPS NTT, 2018). Data ini menunjukkan tertentu, masyarakat selalu dipaksa taat
adanya persoalan pada akses tanah pada perubahan batas kawasan hutan,
pertanian di level komunitas. Situasi sekalipun itu mengambil sebagian atau
kurang lebih sama terjadi juga pada seluruh lahan pertaniannya.
wilayah lain seperti hasil penelitian Lahan menjadi pusat konflik
Wigbertus Gaut Utama terutama antara masyarakat dengan
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng, pemerintah (Prastya, 2019). Tidak
Indonesia adanya pemetaan yang tegas antara
Utamagaut25@gmail.com berbagai sektor menyebabkan

30 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

banyaknya overlapping klaim lahan di Kawasan Hutan TWA Ruteng (Tambo,


sektor-sektor agraria seperti kehutanan, 2016). Dalam konteks budaya
tanah, tambang, dan juga ada desa- masyarakat yang kurang lebih sama,
desa definitif yang ada di sekitar atau di Hutan Lindung Mbeliling di Manggarai
dalam hutan (Mulyani, 2014). Semntara Barat memiliki dinamika sosial budaya
itu, Reforma agraria yang digadang yang sama.
mampu menjadi solusi konflik justru Berdasarkan data UPT PKH
belum dapat diimplementasikan dengan Manggarai Barat (2022) luas Hutan
baik di tingkat komunitas (Salim et al., Lindung Mbeliling adalah 6.140,55 Ha.
2021) Saat ini sebagian kawasan Hutan ini
Jika dicermati, persoalan seperti dijadikan lokasi program redistribusi
ini umumnya muncul karena komunikasi tanah seluas 10 Ha. Hutan Mbeliling
yang tidak sejalan antara kepentingan memiliki arti penting bagi masyarakat di
konservasi dan ekonomi. Di satu sisi sekitarnya salah satunya jasa hidrologis
berbagai upaya konservasi melalui kawasan hutan ini yang menopang
kebijakan politik pengelolaan kawasan kehidupan masyarakat di sekitarnya
hutan dipandang sebagai pembatasan baik untuk konsumsi maupun
akses masyarakat pada sumber daya mendukung usaha pertanian. Dinamika
alam hutan serta membatasi ruang kawasan hutan ini juga memberi
gerak masyarakat sekitar kawasan dampak pada masyarakat terutama jika
hutan. Di sisi lain, kehidupan sosial dikaitkan dengan akses masyarakat
ekonomi masyarakat sekitar kawasan terhadap sumberdaya alam tanah dan
hutan sangat tergantung pada jasa hutan. Beberapa wilayah ulayat MHA
lingkungan yang diperoleh dari menjadi bagian dari kawasan hutan ini.
keberadaan kawasan hutan. Artinya, Hal ini menimbulkan tumpang tindih
dalam hal ini tercipta dikotomi antara klaim karena masuknya tanah ulayat
kepentingan ekologi dan ekonomi oleh dalam kawasan hutan tidak serta merta
masyarakat kehutanan. Aksesibilitas menghapus hak tradisional masyarakat
masyarakat (petani) terhadap sumber atas objek tanah tersebut. Di sini, konflik
daya hutan menjadi sangat terbatas, agraria tetap menjadi bahaya laten.
dan dalam perspektif ekonomi ini Selain itu Penetapan kawasan hutan
menjadi satu alasan rendahnya tingkat juga tentu saja membatasi akses
kesejahteraan petani di sekitar kawasan masyarakat terhadap kawasan hutan
hutan (Hasan & Yumantoko, 2012) tersebut.
Masyarakat Manggarai Nilai strategis Kawasan Hutan
(Manggarai Barat, Manggarai, dan Lindung ini perlu diperhatikan secara
Manggarai Timur) juga memiliki sejarah proporsional dan terpadu dengan pola-
panjang terkait dengan konflik agraria. pola pengembangan sektor pertanian
Konflik agraria yang paling menyita oleh warga sekitar kawasan ini.
perhatian tentunya adalah “Kasus Colol” Masyarakat Manggarai yang mendiami
yang dilatarbelakangi oleh klaim kawasan sekitar Hutan Lindung
Masyarakat Hukum adat (MHA) atas Mbeliling ini merupakan masyarakat
lahan pertanian yang juga diklaim oleh agraris yang mana memiliki pola-pola
pemerintah sebagai bagian dari tersendiri dalam penguasaan lahan

31 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

pertaniannya. Keberadaan dan juga kawasan hutan yang tidak sesuai


dinamika kebijakan pemerintah atas dengan fungsinya. Pada kesempatan
Kawasan Hutan Lindung ini, ini, fokus kajian diarahkan pada
memberikan dampak tertentu pada pemerolehan atau penguasaan lahan
pola-pola penguasaan lahan oleh pertanian oleh masyarakat di sekitar
masyarakat petani di sekitarnya. kawasan hutan. Dalam arah pemikiran
Sudhartono et al., (2011) tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengatakan “Penguasaan lahan mendeskripsikan dinamika penguasaan
mencerminkan keterkaitan lahan pertanian dalam korelasinya
hubungannya dengan akses petani dengan keberadaan dan kebijakan
penggarap ke dalam kawasan hutan pengelolaan hutan lindung. Selain itu
karena luas atau sempitnya penelitian ini diarahkan untuk
penguasaan lahan menunjukkan menemukan upaya yang mungkin
kecukupan luasan lahan yang dipunyai dalam memenuhi kebutuhan petani
oleh petani penggarap guna memenuhi akan lahan pertanian yang sejalan
kebutuhan hidupnya yang berkorelasi dengan asas kelestarian pengelolaan
dengan tingkat ketergantungan petani kawasan hutan lindung.
penggarap atas lahan hutan.” Ini berarti,
interaksi masyarakat dengan lingkungan 2. Metode
kawasan hutan juga turut Penelitian ini menggunakan
mempengaruhi penguasaan lahan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan
pertanian warga masyarakat. pada komunitas masyarakat petani di
Dinamika penguasaan lahan sekitar Hutan Lindung Mbeliling,
pertanian oleh masyarakat di sekitar Manggarai Barat, NTT. Data
kawasan hutan menjadi isu penting dikumpulkan melalui teknik wawancara,
dalam banyak konflik agraria serta observasi partisipatif dan dokumentasi.
memiliki karakteristik tersendiri pada adapun narasumber yang dijadikan
masing-masing wilayah. Tentu sangat sebagai sampel ditentukan secara
penting untuk mengkaji persoalan ini purposive berjumlah sebelas (11) orang
secara serius, agar konflik agraria tidak yang terdiri atas beberapa komponen
terus terjadi dengan kompleksitas yang yakni pimpinan instansi pemerintah
semakin tinggi. Dengan demikian, studi- (kepala UPT PKH Manggarai Barat,
studi sosial-ekonomi-budaya menjadi Kepala Dinas Pertanian Manggarai
sangat urgen dan relevan untuk Barat, Kepala Desa Liang Ndara), tiga
memahami pola-pola penguasaan lahan (3) orang pimpinan lembaga adat (Tua’
pertanian oleh masyarakat petani di Golo Cecer, Tua’ Golo Lamung, Tua’
sekitar kawasan hutan Golo Langgo), tiga (3) orang masyarakat
Studi ini akan menunjukkan petani dan dua (2) orang masyarakat
perspektif lain dalam pengelolaan yang berasal dari wilayah sekitar
kawasan hutan yakni akses masyarakat Mbeliling yang menetap di luar wilayah
petani pada sumber daya alam lahan. tersebut.
Konflik-konflik kehutan umumnya Setiap data yang terkumpul diolah
muncul dari ekspansi lahan pertanian melalui beberapa tahap yakni 1)
pada kawasan hutan serta pemanfaatan Reduksi data, di mana semua data

32 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

disederhanakan melalui proses Masyarakat yang bermukim di


abstraksi, 2) Kategorisasi, yakni wilayah sekitar Hutan Lindung Mbeliling
memilah data yang telah direduksi ke merupakan masyarakat etnis Manggarai
dalam unit-unit informasi berdasarkan dengan Bahasa harian yang digunakan
kesamaannya, 3) Sintesis, menentukan adalah Bahasa Manggarai dengan
tema berdasarkan keterkaitan antara dialek Kempo. Sebagaimana etnis
berbagai kategori, dan 4) menjawab Manggarai umumnya, masyarakat di
pertanyaan penelitian dengan cara sekitar Hutan Lindung Mbeliling
merumuskan pernyataan yang terorganisasi dalam Masyarakat Hukum
proporsional dan merupakan teori Adat (MHA) Golo, yang dikepalai oleh
substantif yang mendeskripsikan seorang Tua’ Golo. MHA Golo
perubahan pola penguasaan lahan merupakan kesatuan masyarakat yang
pertanian oleh masyarakat di sekitar memiliki otonomi mengurus masyarakat
Hutan Lindung Mbeliling, serta alternatif dalam wilayah ulayatnya. Satu MHA
upaya pemenuhan kebutuhan lahan Golo ditandai oleh adanya kampung
pertanian yang selaras dengan (beo / golo), wilayah ulayat berupa
pengelolaan hutan lindung. lahan-lahan pertanian komunal yang
disebut lingko, dan mata air kampung
3. Hasil dan Pembahasan yang biasa disebut wae tiku. sejak
Secara umum, kawasan hutan masuknya misionaris Eropa bersama
Mbeliling didominasi pegunungan dan pemerintah Kolonial, banyak penduduk
bukit-bukit yang curam. Ketinggian Manggarai menganut Agama Katolik
tempat antara 0 – 1.140 mdpl (60% pada Roma, dan menjadi agama mayoritas di
0 – 499 mdpl; 35% pada 500 – 1.000 wilayah ini. Sementara itu pengaruh
mdpl; dan 5% pada ketinggian >1.000 budaya luar terutama, Bima, Bugis, dan
mdpl). Desa-desa di sekitar kawasan lainnya turut membawa Agama Islam
hutan ini berada pada ketinggian antara masuk wilayah ini, sehingga beberapa
500 – 800 mdpl (BPS Manggarai Barat, komunitas masyarakat di wilayah ini
2022). menganut agama Islam.
Hutan ini juga memberikan Berdasarkan data yang telah
manfaat besar bagi masyarakat, baik diperoleh dan terorganisasi dalam unit-
berupa hasil hutan non kayu, kawasan, unit informasi, dapat ditentukan
maupun jasa lingkungannya. Kawasan beberapa tema yang relevan dengan
hutan ini merupakan habitat bagi penelitian ini sebagaimana yang
beberapa jenis burung endemic flores diuraikan berikut ini.
yakni Serindit Flores (Loriculus
Flosculus), Celepuk, Flores (Otus Lahan Pertanian Komunal
Alfredi), Gagak Flores (Corfus Secara tradisional, masyarakat
Florensis), dan Kehicap Flores di sekitar Hutan Lindung Mbeliling
(Monarcha Sacerdotum). Kawasan terorganisasi dalam komunitas-
Hutan Lindung ini juga menjadi Objek komunitas masyarakat hukum adat
Daya Tarik Wisata khususnya (MHA) yang disebut dengan “Golo.”
ekowisata. Satu MaHA Golo menguasai dan
memiliki hak otonom terhadap wilayah

33 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

ulayatnya yang terdiri atas beberapa terbagi menjadi lahan-lahan pribadi dan
lingko (bdk. Bustan et al., 2020) Lingko- diusahakan sesuai dengan kemauan
lingko ini pada prinsipnya merupakan pemilik lahan. Beberapa MHA Golo
tanah komunal yang pemanfaatannya misalnya Langgo dan Lamung, masih
diatur berdasarkan kebijakan otoritas memiliki beberapa lingko yang belum
adat. Jumlah lingko tiap MHA Golo dibagikan kepada masyarakat, karena
tidaklah sama, demikian pula luas lingko lahan pertanian yang ada saat ini masih
dalam satu MHA Golo tidaklah sama. cukup untuk diusahakan warga. Lingko-
Lingko-lingko ini umumnya merupakan lingko itu masih dibawa penguasaan
lahan pertanian dan beberapanya adat tiap Golo. Sementara itu, beberapa
digunakan untuk perluasan MHA Golo, mengakui beberapa
perkampungan atau permukiman. lingkonya kini dikuasai pemerintah
Dalam tradisi yang lama, lingko karena telah menjadi bagian dari
diusahakan melalui mekanisme Kawasan Hutan Mbeliling.
perladangan berpindah-pindah,
Sehingga pembagian lingko kepada Otoritas Lembaga Adat Golo
masyarakat sifatnya sementara, hanya MHA Golo yang bermukim di
untuk satu periode perladangan. Jika wilayah sekitar Hutan Lindung Mbeliling
kuantitas dan kualitas lingko dianggap memiliki struktur adat untuk mengatur
tidak lagi mampu meningkatkan tata hidup masyarakat. struktur tersebut
produktivitas pertanian, maka lingko dimulai dari keluarga yang dipimpin
akan ditutup, dan selanjutnya akan kepala keluarga, beberapa keluarga
dibuka lingko lain untuk aktivitas yang memiliki ikatan keluarga dekat
berikutnya. memiliki Tua’ Ame sebagai pemimpin.
Seiring berjalanya waktu, Lalu pada tingkatan yang lebih luas,
variabel demografis seperti beberapa keluarga yang umumnya
pertambahan penduduk dan masih memiliki garis keturunan yang
berkembangnya tradisi bertani secara sama membentuk satu Batu yang
modern, setiap keluarga memiliki dikepalai oleh seorang Tua’ Batu.
kepentingan untuk mengolah lahan- Tingkatan tertinggi adalah Tua’ Golo
lahan pertanian tersebut secara yang memimpin seluruh warga dalam
berkelanjutan. Budidaya tanaman satu MHA Golo. Tokoh masyarakat
pertanian jangka panjang seperti kemiri, kampung Roe mengatakan “Lembaga
kopi, cengkeh, dan lain-lain memaksa adat golo merupakan lembaga adat
masyarakat untuk mempertahankan dalam satu kampung dan sudah
lahannya secara berkelanjutan. Situasi dikukuhkan sejak dari dulu dan
ini kemudian menjadi awal perubahan diwariskan hingga saat ini. Lembaga
arah kepemilikan lahan pertanian dari adat ini memiliki struktur tersendiri di
kepemilikan komunal ke kepemilikan mana tua’ golo memegang kekuasaan
secara pribadi. Situasi ini juga menjadi puncak, lalu di bawahnya ada tua’ batu
pengubah budaya ladang berpindah lalu terakhir ada tua’ ame.”
menjadi perladangan tetap. Secara tradisional setiap
Saat ini keberadaan lingko di pemimpin dalam tiap tingkatan tersebut
beberapa MHA Golo sudah habis memiliki kewenangan mengurus

34 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

anggota masyarakat Golo dalam sama. Seorang warga kampung Cecer


tingkatannya masing-masing. Untuk katakana “Dulu, kebun dikerjakan
urusan lahan pertanian, pada kurang lebih tiga tahun. Setelah tiga
pelaksanaannya, Tua’ Golo memiliki tahun, ada ritual walek watu. Kebun ini
perangkat tersendiri untuk tidak boleh diganggu lagi untuk
mengaturnya. Dalam situasi di mana memulihkan kesuburan tanahnya
hampir semua lingko telah dibagi, hingga pohon-pohonnya tumbuh lagi.
perangkat-perangkat ini sudah Jika kemudian dirasa sudah subur lagi,
kehilangan peran dan mulai kehilangan maka bisa dibuka lagi.”
eksistensinya. Seiring dengan terbaginya
Hadirnya sistem pemerintahan hampir semua lahan komunal (lingko)
dalam mengatur kehidupan masyarakat, menjadi lahan hak milik pribadi,
terutama pemerintah desa yang manajemen lahan komunal juga mulai
umumnya menggantikan banyak peran menghilang. Lingko sudah terbagi
lembaga adat, membawa konsekuensi menjadi lahan pertanian dengan hak
semakin memudarnya otoritas lembaga milik terletak pada pribadi, bukan pada
adat. Dalam beberapa urusan, terutama otoritas adat. Dalam hal ini tidak ada lagi
sengketa tanah antarwarga, peran wewenang lembaga adat untuk
lembaga adat terutama Tua’ Golo masih mengatur fungsi dan aktivitas di atasnya
sangat penting, karena pemahamannya lahan-lahan tersebut. Dalam konteks ini
tentang sejarah dan status lahan otoritas lembaga adat dalam
komunal di wilayahnya. Tua’ Golo memanajemen lahan komunal semakin
menjadi referensi utama untuk pudar dan terbatas pada fungsinya
persoalan-persoalan agraria di tingkat sebagai referensi status dan sejarah
komunitas. Peran Tua’ Golo dewasa ini lahan tersebut. Situasi ini dipengaruhi
juga masih “tersisa” pada seputaran pula oleh determinasi yang semakin
urusan adat. besar dari lembaga pemerintahan dalam
kehidupan masyarakat. hal ini sejalan
Degradasi Manajemen Lokal untuk dengan yang disampaikan oleh Zakarias
Lahan Komunal Sem.
Dalam tradisi masyarakat sekitar
Hutan Lindung Mbeliling, manajemen “Yang saya lihat, lembaga-lembaga
pemanfaatan lahan komunal diatur budaya kita memang masih punya nama,
tetapi aktivitas untuk pengembangan
secara terpusat oleh otoritas lembaga budaya itu sendiri saya rasa perlulah
adat, dalam hal ini Tua’ Golo. revitalisasi karena sudah sangat tidak
Manajemen ini mulai dari pembukaan jelas. Saya kira ini karena terkooptasi
lingko, membaginya (tugas ini oleh negara / pemerintah.”
diemban/didelegasikan kepada
Pemerolehan Lahan Pertanian
penggawa), jadwal dan tahapan
Jika merujuk pada tradisi yang
mengusahakan lahan komunal dengan
ada pada masyarakat, tidak akan
berbagai ritusnya, hingga penutupan
ditemukan lahan pertanian yang
kembali lingko setelah dinilai sudah
berstatus hak milik pribadi, karena
tidak produktif lagi, untuk berpindah ke
semua lahan pertanian dikuasai dan
lingko lain dengan melewati siklus yang

35 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

dimanajemen di bawah otoritas lembaga luar golo. Saat ini banyak juga terjadi
adat. Akan tetapi saat ini hampir semua jual-beli dengan pihak investor yang
lahan komunal sudah dibagi kepada umumnya bergerak di sektor pariwisata.
warga masyarakat. Umumnya, anggota Fenomena ini banyak terjadi di wilayah-
masyarakat yang merupakan anggota wilayah seperti Desa Liang Ndara dan
keluarga atau kerabat dekat Tua’ Golo Desa Tondong Belang. Jual beli ini
memiliki lahan yang lebih banyak (luas) kemudian turut mengubah fungsi tanah
dibandingkan masyarakat umumnya, pertanian menjadi fungsi non-pertanian.
karena adanya hak khusus atau
privilese yang melekat pada status Bentuk Usaha Pertanian
seseorang yang menjadi pemimpin Lokasi MHA Golo yang
MHA Golo. bermukim di sekitar Hutan Lindung
MHA Cecer, yang bermukim di Mbeliling umumnya berada pada
sekitar hutan Lindung Mbeliling sudah ketinggian antara 500 – 800 mdpl.
tidak memiliki lagi lingko yang bisa Kondisi ini sangat mendukung usaha
dibagi. Saat ini, masyarakat sedang pertanian terutama komoditi
menerima pembagian lahan pertanian perkebunan seperti kopi, cengkeh,
baru sebagai bagian dari program kakao, kemiri, maupun vanili. Selain itu
reforma agraria melalui TORA. Tua’ masyarakat juga memanfaatkan lahan
Golo Cecer katakan “Lahan TORA ini pertanian untuk tanaman pangan,
dibagi kepada 210 orang, dan biofarmaka dan buah-buahan. Tabel 1.
merupakan pembagian baru, dengan berikut menunjukkan usaha pertanian
asas keadilan. Bagi MHA Golo yang masyarakat Kecamatan Mbeliling pada
lahan komunalnya sudah habis terbagi, tahun 2019 yang terdiri atas tanaman
lahan untuk usaha pertanian diperoleh pangan, biofarmaka, tanaman
melalui mekanisme pewarisan. perkebunan, dan tanaman buah-buahan
Hak waris, secara tradisional Tabel. 1 Luas Panen dan Jumlah Produksi
hanya dimiliki oleh anak laki-laki, karena Usaha Pertanian Kecamatan Mbeliling
masyarakat Manggarai yang menganut Tahun 2019
Jenis Usaha Luas Produksi
sistem kekerabatan patrilineal.
Pertanian Panen (Ton)
Umumnya, lahan pertanian yang ada (Ha)
saat ini merupakan harta warisan yang Tanaman 940.424 21.019,6
Pangan
diterima dari orang tua. Bahkan anak Biofarmaka 12.100 74.000
laki-laki yang tidak menetap di kampung Perkebunan 808 450
halaman, umumnya tetap mendapat Tanaman Buah- Tidak ada 25.953
buahan data
jatah tanah warisan dari orang tua. JUMLAH 953.332 787.422,6
Bentuk pemanfaatan tanah-tanah Sumber: BPS Manggarai Barat. Kecamatan
warisan ini sepenuhnya menjadi hak Mbeliling dalam Angka, 2020
pemilik tanah.
Selain pemerolehan melalui Tabel 1, menunjukkan bahwa
mekanisme pewarisan, beberapa tanah pada tahun 2019, usaha pertanian
juga diperoleh melalui sistem jual beli, masyarakat di Kecamatan Mbeliling
baik antaranggota masyarakat dalam didominasi oleh tanaman perdagangan
satu golo, maupun dengan warga lain di dan tanaman buah-buahan. Khusus

36 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

untuk tanaman pangan, usaha pertanian Akses Masyarakat pada Kawasan


padi sawah merupakan yang terbesar Hutan
dengan 3.424 Ha dan Produksi Hingga saat ini, Kelestarian alam
mencapai 15.671,4 Ton. Sedangkan dan lingkungan kawasan Hutan Lindung
tanaman buah-buahan paling produktif Mbeliling masih terjaga dengan baik.
pada tahun 2019 adalah pisang dengan Tingkat ketaatan warga masyarakat di
tingkat produksi mencapai 21.032 Ton. sekitar kawasan hutan ini terhadap
berbagai peraturan terkait regulasi
Perubahan Batas Hutan Lindung kehutanan masih sangat tinggi. Hal ini
Kawasan Hutan Lindung ditunjang oleh ketaatan warga terhadap
Mbeliling sudah ditetapkan sejak berbagai ketentuan budaya yang
pemerintahan Kolonial Belanda. Batas berlaku dalam masyarakat. Otoritas
ini umumnya diketahui oleh semua adat masih memiliki wewenang dan
warga masyarakat di sekitar kawasan wibawa yang dapat mengatur perilaku
Hutan Mbeliling yang berupa onggokan warga masyarakat, termasuk ketentuan-
batu yang disusun dengan jarak ketentuan yang berkaitan dengan
tertentu. Batas yang ditetapkan ini tidak kawasan hutan di sekitarnya.
tidak tumpang tindih dengan batas Akses masyarakat terhadap
lahan-lahan pertanian warga. Oleh kawasan Hutan Lindung Mbeliling saat
karena itu, jika merujuk pada batas ini sangat terbatas. Bahkan pemungutan
kawasan hutan sebagaimana ditetapkan hasil hutan non-kayu hampir tidak
sejak pemerintahan kolonial Belanda, dilakukan lagi oleh masyarakat di
maka tidak ada tumpang tindih klaim wilayah ini. Di sisi lain, otoritas
antara kawasan hutan dengan lingko- pemerintah yang mengurusi kawasan
lingko milik MHA Golo. hutan belum banyak melakukan inovasi
Pada dekade 90-an terjadi pengelolaan kawasan hutan yang
perubahan batas kawasan hutan memungkinkan pemanfaatan kawasan
mbeliling, berdasarkan SK Penunjukkan hutan lindung ini oleh warga
No. 423/1999 dan SK Penetapan No. masyarakat. Artinya keterbatasan akses
1363/Kpts-II/1996 yang ditetapkan pada masyarakat pada kawasan hutan
18 juli 1996 oleh Kementerian lindung ini, selain karena ketaatan
Kehutanan. Perubahan inilah yang warga, juga karena minimnya bentuk-
kemudian menimbulkan perselisihan bentuk pengelolaan yang
dengan MHA karena hilangnya hak memungkinkan keterlibatan warga
penguasaan dan pengusahaan pada dalam memanfaatkan kawasan hutan
lahan-lahan yang masuk dalam lindung ini. pengelolaan kawasan hutan
kawasan hutan tersebut. Hal ini masih fokus pada pengamanan
menyebabkan banyak warga kehilangan kawasan hutan.
lahan pertanian, dan MHA juga Berdasarkan ketujuh tema yang
kehilangan hak tradisional atas telah diuraikan, terdapat emapt konsep
lahannya. Tumpang tindih klaim lahan yang dapat diuraikan untuk
pun tidak terelakkan. menjelaskan perubahan pola
penguasaan lahan pertanian di sekitar
Hutan Lindung Mbeliling serta upaya

37 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

yang dpat ditawarkan sebagai alternatif Gambar 1 menunjuukan gambaran


galam memenuhi kebutuhan lahan umum tentang konsesp-konsep
pertanian masyarakat agar selaras tersebut.
dengan pengelolaan hutan lindung.

Tema Konsep

U
Lahan Pertanian Komunal
N Dari Lahan Pertanian
I berbasis hak ulayat ke
T Otoritas Lembaga Adat Golo Lahan Pertanian Pribadi

Penguasaan Lahan
Degradasi Manajemen Lokal untuk Lahan Komunal
Pertanian melalui
I Pewarisan
N
Pemerolehan Lahan Pertanian
F
Perubahan Penguasaan
O Lahan Pertanian sebagai
R Bentuk Usaha Pertanian Dampak Perubahan Batas
M Kawasan Hutan
A Perubahan Batas Hutan Lindung
S
I Manajemen lokal untuk
Akses Masyarakat pada Kawasan Hutan Integrasi Pembangunan
Pertanian dan Kehutanan

Gambar 1. Matriks Induksi Konsep

Perubahan Penguasaan Lahan secara pribadi, tetapi bukan milik


Pertanian Masyarakat di Sekitar pribadi.
Hutan Lindung Mbeliling Penguasaan dan pengusahaan
lahan pertanian pada lingko tidak
Dari lahan pertanian berbasis hak ulayat berlangsung tanpa batas. Terdapat
ke lahan pertanian pribadi kaidah tertentu terkait lamanya satu
Budaya agraris masyarakat lingko diusahakan oleh masyarakat.
Manggarai turut memberi dampak pada Umumnya satu lingko diusahakan
penguasaan lahan secara komunal sebagai lahan pertanian hingga masa
sehingga setiap komunitas MHA produktifnya mulai menurun. Setelah
menguasai dan mengusahakan lahan- lingko tersebut tidak produktif lagi, maka
lahan komunal (lingko) dalam wilayah akan ditutup dan kemudian berpindah
ulayatnya. Lingko, dalam sudut pandang ke lingko lainnya, dengan kaidah-kaidah
sosial ekonomi dapat ditempatkan yang sama. Siklus ini berlangsung terus
sebagai sumber utama ekonomi menerus, sehingga lahan pertanian
anggota komunitas Golo. Lingko tidak dapat dimiliki secara permanen.
didistribusikan kepada masyarakat Seiring berjalannya waktu,
dengan mengikuti kaidah-kaidah pertumbuhan penduduk semakin tinggi.
tertentu. Kaidah-kaidah ini umumnya Secara tradisional, kebijakan
terkait dengan status seseorang dalam penguasaan lahan secara komunal
struktur adat, tingkat kebutuhan mulai mengalami pergeseran. Setiap
masyarakat, dan jumlah anggota warga yang menerima pembagian lahan
keluarga. Konsekuensi dari pembagian pertanian, dapat mengajukan
lahan komunal kepada anggota permohonan untuk memiliki bagian
komunitas, maka lahan ini dapat diolah lahan tersebut secara permanen dan

38 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

diakui haknya atas lahan tersebut. Inilah tertentu, ada lingko yang baru mulai
yang menjadi awal mula perubahan pola dibuka. Fakta ini kemudian menjadi latar
kepemilikan lahan pertanian pada MHA belakang dari pemerolehan lahan
di sekitar Kawasan Hutan Lindung pertanian melalui mekanisme
Mbeliling, dan juga pada wilayah pewarisan. Saat ini, umumnya lahan
Manggarai umumnya. Jannah et al., pertanian diperoleh sebagai harta
(2022) mengungkapkan fakta ini dalam warisan dari orang tua kepada anak
penelitiannya di wilayah Manggarai (umumnya anak laki-laki) berdasarkan
timur yang menunjukkan bahwa budaya patrilineal yang dianut oleh
keberadaan tanah ulayat masih ada masyarakat setempat.
namun jumlahnya sangat terbatas dan Konsekuensinya adalah,
bahkan beberapa wilayah sudah habis semakin bertambahnya penduduk atau
sama sekali. Ia juga mengatakan bahwa anggota keluarga, maka mekanisme
eksistensi MHA cenderung melemah. pewarisan ini akan menyebabkan
Perubahan pola kepemilikan semakin kecilnya luas lahan pertanian
lahan ini juga menjadi titik awal semakin yang akan dikuasai oleh tiap orang atau
memudarnya peran dan otoritas tiap rumah tangga petani. Hal ini akan
lembaga adat Golo dalam menjadi persoalan bagi lahan pertanian
memanajemen lahan pertanian. jika terjadi jual beli lahan pertanian.
Nugroho, (2004) menilai, Situasi ini Adanya pola penguasaan lahan
merupakan dampak dari sistem politik pertanian melalui mekanisme
rezim Orde Baru yang represif sehingga pewarisan, pada prinsipnya memuat
keberadaan institusi lokal tidak potensi persoalan yakni, pertama,
berfungsi atau masih beroperasi tetapi berpotensi meningkatkan jumlah rumah
tidak efektif. Bahkan dalam konteks tangga petani penggarap, buruh tani,
yang lebih luas, peran lembaga adat dan petani gurem. Mewariskan lahan
dalam kehidupan MHA seluruhnya pertanian kepada anak yang tidak
mengalami degradasi karena berprofesi sebagai petani cukup riskan
kehilangan wewenang agrarisnya dalam terhadap jual beli lahan, dan munculnya
kehidupan masyarakat. Hal ini lahan pertanian yang terbengkalai.
disampaikan pula oleh (Rizal, 2002) Dalam situasi yang lebih positif, lahan
yang mengatakan “Selama lebih 30 pertanian tersebut akan disewakan
tahun berbagai lembaga – lembaga kepada petani gurem atau kepada
masyarakat (adat/tradisional) yang petani yang tidak memiliki lahan
diharapkan dapat mengembangkan pertanian. Selain itu, dengan semakin
proses peran serta secara aktif dalam bertambahnya jumlah penduduk,
pembangunan umumnya dan pewarisan lahan pertanian secara
kehutanan khususnya telah banyak konstan akan mengurangi luas lahan
hilang atau pudar.” pertanian itu sendiri.
Kedua, masih terkait dengan
Penguasaan lahan pertanian melalui pola pewarisan dalam pemerolehan
pewarisan lahan pertanian. Jika lahan pertanian
Setelah mengalami perubahan diwariskan kepada anak yang tidak
kepemilikan lahan pertanian dari lahan berprofesi sebagai petani atau anak
komunal ke lahan privat, maka bentuk yang menetap di luar wilayah tersebut
pemerolehan lahan pertanian saat ini maka akan meningkatkan potensi
umumnya tidak lagi bersumber dari konversi lahan pertanian ke non
pembagian lahan oleh otoritas adat pertanian. Konversi ini terjadi karena
dalam hal ini Tua’ Golo dan nilai lahan pertanian akan berkurang jika
perangkatnya, kecuali dalam kasus dikuasai oleh orang yang tidak

39 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

berprofesi sebagai petani. Untuk dampak dari perubahan batas kawasan


meningkatkan nilai lahan tersebut, maka hutan.
perlu dikonversi ke bentuk pemanfaatan Masyarakat sekitar Hutan
lain. Lindung Mbeliling tidak pernah
Nilai lahan pertanian pada mengusahakan lagi lahan-lahan
prinsipnya ditentukan pula oleh luas pertanian tersebut sejak ditetapkan
lahan, yang berkorelasi langsung sebagai bagian dari kawasan hutan.
dengan produktivitasnya. Pola Akan tetapi secara tradisional, sebagai
pewarisan lahan pertanian secara sebuah MHA, masyarakat tetap
kontinyu akan sampai pada titik nilai meyakini kepemilikan lahan-lahan
minimum luas lahan untuk tingkat tersebut. Harus diakui, ini menjadi
produksi yang diharapkan. Situasi ini bahaya laten yang sesewaktu dapat
dapat memicu peralihan profesi ataupun menjadi sebuah konflik agraria di tengah
konversi fungsi lahan tersebut agar masyarakat. Seiring berjalannya waktu,
tetap mendapatkan keuntungan. pertumbuhan penduduk akan menjadi
Konversi fungsi lahan pertanian ke non titik di mana kebutuhan lahan pertanian
pertanian umumnya terjadi pada lahan akan semakin tinggi dan klaim
pertanian skala kecil yang dipengaruhi masyarakat terhadap wilayah ulatnya
oleh harga lahan pertanian, status lahan akan menjadi pemicu bagi munculnya
yang merupakan tanah warisan, konflik agraria.
besarnya kebutuhan/pengeluaran, Perpres No. 88/2017 tentang
pendapatan dari hasil pertanian dan penyelesaian penguasaan tanah dalam
profesi di luar sektor pertanian(Pradana Kawasan Hutan, memungkinkan
et al., 2021) penguasaan kembali tanah-tanah ulayat
dalam kawasan hutan, melalui beberapa
Perubahan penguasaan lahan pertanian pola, salah satunya adalah
sebagai dampak perubahan batas mengeluarkan bidang tanah dalam
kawasan hutan kawasan hutan melalui perubahan batas
Pengambilalihan lahan kawasan hutan. Pola ini kemudian
masyarakat merupakan salah satu diimplementasikan dalam Program
sumber konflik di masyarakat (Gu, Reforma agraria yang saat ini sedang
2022). Pengambilalihan ini bisa dalam dilaksanakan. Namun program ini belum
bentuk perubahan fungsi lahan bisa mampu menjawab persoalan kebutuhan
terjadi dari lahan pertanian ke non lahan pertanian di tengah masyarakat.
pertanian seperti kawasan lindung. Penyediaan TORA dalam program
Persoalan akan menjadi sulit jika tersebut tidak berdasarkan kajian
perubahan fungsi tersebut tidak kebutuhan, sehingga terkesan tidak
dibarengi dengan upaya nyata tepat sasaran. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan kesejahteraan penduduk tidak adanya prioritas bagi warga
yang terdampak. masyarakat yang menjadi subyek TORA
Sebagaimana informasi yang serta jenis objek redistribusi tanah yang
diperoleh berdasarkan data yang tidak jelas antara pertanian atau non-
terkumpul, menunjukkan bahwa pertanian (Utama et al., 2022)
perubahan batas Hutan Lindung Selain perubahan batas hutan
Mbeliling membawa dampak langsung yang berdampak pada hilangnya lahan
terhadap luas lahan pertanian yang pertanian, persoalan juga muncul dari
dikuasai oleh MHA baik lahan komunal tertutupnya akses masyarakat sekitar
maupun lahan pribadi. Beberapa lingko kawasan hutan lindung terhadap
dan lahan pertanian pribadi tersebut sumberdaya hutan itu sendiri.
masuk dalam kawasan hutan, sebagai Pengelolaan kawasan hutan ini belum

40 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

menyediakan kemungkinan- pertanian hanya untuk anak yang


kemungkinan pemanfaatan kawasan berprofesi sebagai petani, dan memilih
hutan yang memungkinkan partisipasi menetap di wilayah MHA tersebut.
masyarakat dengan tetap pewarisan lahan pertanian perlu diberi
memperhatikan asas kelestarian. Dalam pengkhususan agar tidak semata
hal ini, pengelolaan kawasan hutan merujuk pada sistem kekerabatan
belum secara maksimal membuka patrilineal sebagaimana dianut
peluang pelibatan masyarakat. masyarakat setempat. Baik anak laki-
laki maupun perempuan memiliki hak
Manajemen lokal untuk Integrasi yang sama atas lahan pertanian jika
Pembangunan Pertanian dan memilih menjadi petani. Dengan
Kehutanan demikian, lahan pertanian tidak akan
Jika pola-pola penguasaan dikonversi ke lahan non-pertanian.
lahan pertanian oleh masyarakat sekitar Kedua, Akses MHA pada
Hutan Lindung Mbeliling dipadukan wilayah ulayat yang sekarang menjadi
dengan pengelolaan kawasan hutan, kawasan hutan, perlu dibuka seluas-
maka ada peluang integrasi kearifan luasnya. Pemerintah perlu memikirkan
lokal yang berorientasi pada untuk menerapkan pengelolaan
memadukan kepentingan baik kawasan hutan yang partisipatif dan
pengelolaan kawasan hutan lindung, berakar pada budaya setempat. Hal ini
penyediaan lahan pertanian, dan juga sangat dimungkinkan, mengingat
lestarinya nilai-nilai budaya masyarakat. Perpres N0 88/2017 menawarkan pola-
Integrasi ini terutama diarahkan pada pola penyelesaian penguasaan dan
pengelolaan lahan pertanian yang pemanfaatan tanah dalam kawasan
berada dalam kawasan hutan, tentunya hutan adalah dengan memberikan
dengan berbagai mekanisme yang akses pengelolaan hutan melalui
memungkinkan dan selaras dengan program perhutanan sosial. Sebagai
prinsip pengelolaan kawasan hutan contoh, konflik agraria di Desa Genteng
yang lestari dan partisipatif. Secara lebih Kabupaten Sumedang diatasi dengan
konkret dapat ditawarkan dua kebijakan, dibangunnya consensus baru di
yakni pertama, Perlu ada perpaduan masyarakat yang memperbolehkan
kebijakan pemerintah dalam petani untuk mengusahakan lahan
memetakan dan menentukan luas lahan pertanian dalam wilayah kehutanan
minimum bagi usaha pertanian di setiap dengan jenis tanaman tertentu yakni
wilayah desa. Kebijakan ini menjadi tanaman kopi (Adiansah, et al., 2019)
dasar untuk menghindari konversi lahan Hal ini juga dapat menjadi media
pertanian menjadi non pertanian di untuk menyelesaikan status hukum
kemudian hari. Sebagai contoh, petani tanah ulayat di dalam kawasan hutan,
di Denpasar berkomitmen untuk selain tentu saja melalui perubahan
mempertahankan lahan pertaniannya batas kawasan hutan, sebagaimana
untuk mendukung kebijakan pemerintah diuraikan sebelumnya (Harnadi, 2018)
terkait ruang terbuka hijau (Jandi et al., Jika ini diimplementasikan, maka lahan-
2018). lahan yang memungkinkan untuk
Otoritas budaya perlu program tersebut dihibahkan kepada
memikirkan kemungkinan inovasi MHA yang juga memiliki hak tradisional
bentuk pewarisan khusus untuk lahan atas lahan-lahan tersebut, untuk dapat
pertanian yang mendukung dikelola berdasarkan manajemen lahan
perlindungan lahan pertanian pada komunal tetapi dengan tetap tunduk
setiap MHA. Implementasinya dapat pada prinsip kelestarian dan prinsip-
berupa kewajiban mewariskan lahan prinsip dasar HKm. Dengan inovasi ini,

41 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

MHA tidak kehilangan hak atas wilayah Mbeliling. Dinamika budaya


ulayatnya, tidak kehilangan kearifan menunjukkan adanya perubahan pola
lokalnya, dan menjadi partner strategis penguasaan lahan pertanian dari
dalam pengelolaan kawasan hutan yang
penguasaan lahan pertanian secara
lebih produktif. Diyakini, bahwa hal ini
juga berpengaruh terhadap regenerasi komunal ke penguasaan lahan secara
tenaga kerja pertanian, oleh karena privat. Situasi ini sejalan pula dengan
meningkatnya nilai social-cultur lahan berkurangnya otoritas lembaga adat
pertanian (Sudrajat et al., 2020) dalam memanajemen lahan pertanian.
Kedua strategi ini pada Selain perubahan tersebut, dinamika
prinsipnya merupakan solusi alternatif budaya juga menyebabkan penguasaan
yang dalam penerapannya butuh studi
lahan pertanian saat ini ditentukan oleh
lebih lanjut, mengingat upaya
mengedepankan adat dalam usaha proses pewarisan berdasarkan sistem
pengembalian hak atas tanah adalah kekerabatan patrilineal sebagaimana
sesuatu yang sulit dalam konteks dianut masyarakat setempat.
Indonesia (Bedner & Arizona, 2019). Sementara dari aspek kebijakan
Sekalipun demikian, kedua strategi ini pengelolaan kawasan hutan lindung,
memberikan pengaruh baik terhadap penguasaan lahan pertanian ditandai
perlindungan tanah pertanian sekaligus
oleh adanya tumpang tindih klaim antara
mendamaikan pertentangan antara
MHA dan kehutanan atas lahan yang lembaga kehutanan dengan MHA
sama dalam kawasan hutan. Pada setempat. Perubahan batas Hutan turut
gilirannya, pengelolaan kawasan tidak mempengaruhi luas lahan pertanian
hanya berfokus pada upaya yang dikuasai masyarakat. Upaya
pengamanan kawasan dan sumber mempertahankan luas lahan pertanian
daya, tetapi pada maksimalisasi
secara konsisten perlu ditempuh
manfaat sumber daya hutan bagi
masyarakat. dengan mengintegrasikan kearifan lokal
tentu saja perlu memperhatikan dalam kebijakan pembangunan
kebijakan dari berbagai sektor lain yang pertanian dan kehutanan yang berupa
memiliki kepentingan yang sama baik 1) inovasi pewarisan khusus untuk lahan
atas kawasan hutan, lahan pertanian, pertanian hanya kepada anak yang
maupun MHA. Kebijakan yang integratif memilih menetap dalam wilayah yang
ini diharapkan dapat menjadi jalan sama dan memilih menjadi petani dan 2)
tengah yang dapat mendamaikan membuka seluas-luasnya akses
berbagai kepentingan berbagai sektor masyarakat pada lahan komunal yang
sehingga menjadi satu bentuk masuk dalam kawasan hutan dengan
implementasi pembangunan yang memaksimalkan kearifan lokal dalam
berkelanjutan. memanajemen lahan pertaniannya.
Keterbatasan penelitian ini terletak pada
4. Penutup tidak adanya data-data spasial dan
Perubahan penguasaan lahan kuantitatif yang memadai tentang lahan
pertanian di sekitar Hutan Lindung pertanian (perubahan, luas, dan
Mbeliling Manggarai Barat, NTT persebarannya) untuk mewakili analisa
menunjukkan adanya pengaruh kuat yang lebih mendalam terkait perubahan
dari dinamika budaya setempat dan kepemilikan lahan oleh masyarakat
kebijakan pengelolaan Hutan Lindung petani. Sekalipun demikian, penelitian

42 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

ini dapat menjadi satu refleksi penting (2020). Karakteristik Dan Dinamika
bagi masyarakat untuk memprediksi Sistem Pertanian Lahan Kering Dalam
ketersediaan lahan pertanian minimum Kebudayaan Manggarai. Jurnal
Lazuardi, 3(1), 344–367.
untuk menunjang kesejahteraan
http://www.ejurnal-
keluarga. Bagi pemerintah penelitian ini
pendidikanbahasaundana.com/index.
menjadi penting untuk menerapkan
php/lazuardijournal/article/view/25/21
berbagai kebijakan pengelolaan Gu, G. (2022). Rethinking dispossession:
ekosistem hutan yang berkelanjutan. The livelihood consequences of land
Hasil penelitian ini merekomendasikan expropriation in contemporary rural
perlunya peninjauan kembali China. Journal of Agrarian Change,
pengelolaan hutan lindung oleh institusi 22(4), 703–721.
kehutanan terutama pada wilayah- https://doi.org/10.1111/joac.12498
wilayah yang diklaim oleh MHA sebagai Hasan, R. AL, & Yumantoko. (2012).
wilayah ulayatnya. Selanjutnya, institusi Kemiskinan Masyarakat Sekitar Hutan
(Studi Kasus di Pulau Lombok).
adat dan terutama masyarakat petani
Prosiding Seminar Nasional FISIP-UT
perlu membuka diri pada perubahan-
2012, 7.
perubahan yang mungkin dalam sistem http://repository.ut.ac.id/2521/1/fisip20
pewarisan lahan pertanian 1224.pdf
Hermawan, S. (2012). Tinjauan Keadilan
Daftar Pustaka Sosial Terhadap Hukum Tata Pangan
Adiansah, W., Apsari, N. C., & Raharjo, S. T. Indonesia. Mimbar Hukum - Fakultas
(2019). Resolusi Konflik Agraria Di Hukum Universitas Gadjah Mada,
Desa Genteng Kecamatan Sukasari 24(3), 489–503.
Kabupaten Sumedang. Jurnal Jandi, Y., Vipriyanti, N. U., & Sukanteri, N. P.
Kolaborasi Resolusi Konflik, 1(1), 1. (2018). Pertanian Di Kota Denpasar (
https://doi.org/10.24198/jkrk.v1i1.2088 Studi Kasus Subak Intaran Barat
7 Renon – Denpasar ). Jurnal Agrimeta,
Bedner, A., & Arizona, Y. (2019). Adat in 8(15), 51–59.
Indonesian Land Law: A Promise for Jannah, W., Salim, M. N., & ... (2022).
the Future or a Dead End? Asia Pacific Eksistensi Masyarakat Hukum Adat
Journal of Anthropology, 20(5), 416– dan Dinamika Tanah Ulayat di
434. Manggarai Timur. Jurnal Ilmu Sosial
https://doi.org/10.1080/14442213.201 Dan …, 11(2), 213–232.
9.1670246 https://ejournal.undiksha.ac.id/index.p
BPS. (2018). Hasil Survey Pertanian Antar hp/JISH/article/view/41006%0Ahttps://
Sensus (SUTAS) 2018 (T. Sutas2018 ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIS
(ed.)). Badan Pusat Statistik. H/article/download/41006/22468
BPS Mangarai Barat. (2022). Kecamatan Mulyani, L. (2014). Reforma Agraria untuk
Mbeliling Dalam Angka 2020. BPS Mendukung Tata Kelola Kehutanan
Kabupaten Manggarai Barat. yang Baik. In I. Hakim, L. R. Wibowo,
BPS NTT. (2018). Hasil Survey Pertanian D. R. K. Sari, & A. Pribadi (Eds.),
Antar Sensus SUTAS 2018 Provinsi Penataan Kembali Reformasi Agraria
Nusa Tenggara Timur (B. S. P. BPS Kehutanan di Indonesia Pasca
NTT (ed.); A1 ed.). Badan Pusat Desentralisasi (Issue Agraria dan
Statistik Provinsi NTT. Kehutanan, pp. 5–10). Puslitbang
Bustan, F., Mahur, A., & Nau, A. S. T. Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan

43 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44


Perubahan Pola Penguasaan Lahan Pertanian di Sekitar Hutan Lindung Mbeliling Manggarai
Barat/Wigbertus Gaut Utama

Penelitian dan Pengembangan Gede Pangrango Jawa Barat (Access


Kehutanan. Pattern of Local Community in
http://isejarah.fib.unair.ac.id/wp- Expansion Area of Gunung Gede
content/uploads/2017/09/Kebijakan- Pangrango National Park West Java)
Konflik-Dan-Perjuangan-Agraria- (Vol. 16, Issue 3).
Indonesia-Awal-Abad-Ke-21-ilovepdf- Sudrajat, Agista, D. E., & Rohmah, S.
compressed.pdf (2020). Persepsi Petani Terhadap Nilai
Nugroho, H. (2004). Memerangi Socio-Culture Lahan dan Pengaruhnya
Delegitimasi Institusi Lokal. terhadap Regenerasi Petani dan
Pembangunan Pedesaan, IV(3), 1–3. Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian
Pradana, A. C., Soedwiwahjono, & Nurhadi, di Desa Duren. Media Komunikasi
K. (2021). Fenomena Perubahan Geografi, 21(2), 183–201.
Penggunaan Lahan Pertanian menjadi https://ejournal.undiksha.ac.id/index.p
Perumahan: Studi Kasus Kawasan hp/MKG/article/view/29297
Peri-Urban Kecamatan Colomadu. Susanti, A. (2017). Pertanian di
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Pegunungan Tengger Lereng Atas:
Wilayah, Kota Dan Permukiman, 3(2), Adaptasi Petani Melalui Sistem Waris.
24–35. Jurnal Kajian Ruang Sosial Budaya,
Prastya, I. Y. (2019). Konflik Dalam 1(1), 49–63.
Pengelolaan Hutan Lindung. Jurnal https://doi.org/10.21776/ub.sosiologi.jk
Kebijakan Publik, 10(2), 111. rsb.2017.001.1.05
https://doi.org/10.31258/jkp.10.2.p.111 Tambo, D. (2016). Masyarakat Colol: Gugur
-118 Berkalang Tanah, Cacat Seumur
Rizal, J. (2002). Peranserta Masyarakat Hidup Demi Tanah Warisan Leluhur. In
Dalam Pembangunan Kehutanan. E. Cahyono, A. Mariana, S. Maimunah,
Jurnal Hukum Dan Pembangunan, M. Erwas, Y. Y. D. . Pellokila, W.
239–245. Khirina, S. Siagian, N. Saptariyani, N.
Rongiyati, S. (2013). Land Reform Melalui J. Panga, E. Cahyadi, & N.
Penetapan Luas Tanah Pertanian Ramdhaniaty (Eds.), Konflik Agraria
(Kajian Yuridis Terhadap UU No Masyarakat Hukum Adat atas
56/PRP/Tahun 1960 Tentang Wilayahnya di Kawasan Hutan (pp.
Penetapan Luas tanah Pertanian). 775–796). Komisi Nasional Hak Asasi
Jurnal Negara Hukum, 4(1), 1–15. Manusia Republik Indonesia.
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/huku Utama, W. G., Jandu, I. H., & Sudirman, P.
m/article/view/200 E. (2022). Implikasi Reforma Agraria di
Salim, M. N., Utami, W., Wulan, D. R., Pinuji, Kabupaten Manggarai Barat terhadap
S., Mujiati, M., Wulansari, H., & Ketersediaan Lahan Pertanian
Dwijananti, B. M. (2021). Menyoal Masyarakat. Seminar Nasional Inovasi
Praktik Kebijakan Reforma Agraria di Teknologi Pertanian Berkelanjutan 23
Kawasan Hutan. BHUMI: Jurnal Juli 2022 Fakultas Pertanian Dan
Agraria Dan Pertanahan, 7(2), 149– Peternakan, UNIKA Santu Paulus
162. Ruteng, 74–91.
https://doi.org/10.31292/bhumi.v7i2.47
6
Sudhartono, A., Basuni, S., & Didik
Suharjito, D. (2011). Pola Akses Petani
Penggarap Lahan Di Kawasan
Perluasan Taman Nasional Gunung

44 | Media Komunikasi Geografi, Vol. 24, No. 1, Juni 2023: 29-44

You might also like