You are on page 1of 42

DINASTI – DINASTI ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN

DINASTI ABBASIYAH

MAKALAH

Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Sejarah Peradaban


Islam

OLEH:

DIVA AMELIA 2330202009

LIVIA NABILLA SALSA BILLA 2330202017

DOSEN PENGAMPU:

MAMI NOFRIANTI, S.HUM., M.A

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) MAHMUD YUNUS


BATUSANGKAR

1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan
makalah Sejarah Peradaban Islam dengan judul ―Dinasti-Dinasti Islam pada Masa
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah‖ tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung


bantuan berbagai referensi, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana


ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-
makalah selanjutnya.

Batusangkar, 8 Oktober 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


A. LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN ..................................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
A. DINASTI AGHLABIYAH .................................................................................. 3
1. Latar belakang berdirinya Dinasti Aghlabiyah ............................................... 3
2. Sistem pemerintahan dan paham keagamaan pada masa Dinasti
Aghlabiyah ..................................................................................................... 5
3. Perkembangan kebudayaan Islam pada masa Dinasti Aghlabiyah ................ 8
B. DINASTI FATHIMIYAH ................................................................................. 10
1. Latar belakang berdirinya Dinasti Fathimiyah ............................................. 10
2. Sistem pemerintahan dan paham keagamaan Dinasti Fathimiyah ............... 12
3. Menguraikan para khalifah atau Imam yang berkuasa pada masa Dinasti
Fathimiyah serta usahanya masing-masing .................................................. 16
4. Perkembangan peradaban Islam dan d. Perkembangan intelektual dalam
bidang filsafat, astronomi, sejarah, sastra, teologi dan fisika pada masa
Dinasti Fathimiyah ....................................................................................... 20
5. Penyebab kemunduran Dinasti Fathimiyah ................................................ 22
C. DINASTI AYYUBIYAH .................................................................................. 24
1. Sejarah berdirinya Dinasti Ayyubiyah .......................................................... 24
2. Sistem pemerintahan dan paham keagamaan yang di anut oleh Dinasti
Ayyubiyah .................................................................................................... 29
3. Perkembangan kebudayaan dan pendidikan Islam pada masa Dinasti
Ayyubiyah .................................................................................................... 31
4. Meneladani sikap keperwiraan Sulthan Shalah al Din al Ayyubiydalam
perang Salib .................................................................................................. 33
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 37
A. KESIMPULAN ................................................................................................. 37
B. SARAN ............................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 38

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah merupakan peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang
harus dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk kemajuan umat manusia.
Islam merupakan agama yang universal dari segi penyebarannya, sejak
berabad-abad yang lalu Islam telah mengalami pasang surut di bidang
peradabannya. Islam mengalami puncak keemasannya pada saat
pemerintahan Abbasiyah yang berada di Baghdad, namun catatan sejarah
pula yang memberikan penjelasan bahwa Islam tidak dinamis berada pada
puncak kejayaan. Namun itulah realita kehidupan. Untuk lebih mengetahui
historis dan kronologisnya maka diperlukan pembahasan yang lebih
mendalam, namun yang akan dibahas pada penulisan kali ini yaitu seputar
dinasti-dinasti kecil, tetapi memiliki pengaruh yang besar pada kemajuan
umat Islam, baik dari segi ilmu pengetahuan, dan yang lainnya.
Dalam perkembangan sejarah islam ada masa pasang dan surutnya
kerajaan islam pada masa terdahulu. Dimulai pada masa Nabi Muhammad
SAW, masa pemerintahan khulafaur rasyidin, dinasti Umayah, dinasti
Abbasiyah, dinasti kecil islam hingga sampai masa sekarang. Hanya orang
orang tertentu saja yang mau mempelajari sejarah peradaban islam. Pada
saat ini tidak semua orang mengetahui dinasti dinasti kecil islam yang mulai
berkembang pada masa dinasti Abbasiyah. Sebagian orang hanya
mengetahui dinasti dinasti besar islam yang berjaya pada masanya. Saat ini
kejayaan tersebut telah runtuh meninggalkan bukti historis yang patut
dipelajari generasi sekarang maupun generasi selanjutnya sebagai bukti
kuatnya peradaban islam.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang harus dijelaskan secara mendalam mengenal dinasti-
dinasti kecil yaitu dinasti aghlabiyah, fatimiyah dam ayyubiyah dapat
dirumuskan di antaranya:

1
1. Bagaimana proses pembentukan, kemajuan-kemajuan, serta
pengaruhnya bagi dunia Islam?
2. Apa yang menyebabkan kemunduran atau kehancurannya?
3. Apa dampak atau hikmah dan adanya dinasti-dinasti tersebut bag!
Umat manusia, terutama bagi dunia Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Dinasti Aghlabiyah
2. Menjelaskan Dinasti Fathimiyah
3. Menjelaskan Dinasti Ayyubiyah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dinasti Aghlabiyah

1. Latar Belakang Berdirinya Dinasti Aghlabiyah


Dinasti Aghlabiyah berdiri di Aljazair dan Sicilia tahun 184-
296 H / 800-909 M. Dinasti Aghlabiyah ini didirikan oleh Ibrahim ibn
al-Aghlab yang diberi hak otonomi oleh Khalifah Harun al- Rasyid
atas wilayah yang sekarang disebut Tunisia. Khalifah Harun al-Rasyid
merasa terancam dengan berdirinya Dinasti Idrisiyah dan meluasnya
kekuasaan Rustamiyah yang menganut paham Khawarij. Untuk
mencegah agar tidak meluas ke timur, Khalifah mengirim Sulayman
ibn Jarir untuk menjadi mata-mata dan berpura-puramenentang Daulah
Abbasiyah. Bersamaan dengan itu, al-Rasyid juga menyerahkan
kawasan Tunisia kepada Ibrahim ibn al Aghlab sebagai daerah otonom
dengan kewajiban membayar upeti sebanyak
4.000 dinar setiap tahunnya, sebagai bukti kesetiaannya kepada
khalifah Abbasiyah di Baghdad.1

1
C.E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, hlm. 46.

3
Jarak geografis antara wilayah Afrika Utara ini dengan Baghdad
sangat jauh, sehingga daerah tersebut tidak mendapat kontrol yang
efektif dari pemerintahan pusat. Karena itu, Ibrahim ibn al-Aghlab
yang mahir dalam administrasi pemerintah ini dapat menguatkan
kekuasaannya dan melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiyah.
Dia mendirikan dinasti sendiri, yang dikenal dengan nama Dinasti
Aghlabiyah, yang menguasai daerah Tunisia dan Aljazair. Dinasti
Aghlabiyah kemudian juga meluaskan pengaruhnya ke pulau-pulau di
Laut Tengah.
Aspek yang menarik pada Dinasti Aghlabiyah adalah ekspedisi
lautnya yang menjelajahi pulau-pulau di Laut Tengah dan pantai-pantal
Eropa seperti pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Alpen.
Selain itu juga berhasil menaklukan kota-kota pantai Itali, Brindisi,
Napoli, Calabria. Totonto, Bari, dan Benevento. Pada tahun 868 M
mampu menduduki Malpa. Dengan berhasilnya penaklukan-
penaklukan seperti di atas Dinasti Aghlabiyah menjadi dinasti yang
kaya, sehingga para penguasa Aghlabiyah antusias dalam bidang
pembangunan. Keberhasilan penguasaan seluruh pulau Sisilia Inilah
yang membuat Aghlabiyah unggul di Mediterania Tengah. Kemudian
Aghlabiyah melanjutkan serangan- serangannya ke pulau lainnya dan
pantal-pantal di Eropa, termasuk berhasil menaklukan kota-kota pantal
Italia Brindisi (836/221 H.) Napoll (837M), Calabria (838 M). Toronto
(840 M ). Bari (840 M), dan Benevento (840 M). Karena tidak tahan
terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah pada
bandar-bandar Itall, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes VIII
(872-840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti
sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada Aghlabiyah. Pasukan
Aghlabiyah juga berhasil menguasai kota Regusa di pantal Yugoslavia
(890 M), Pulau Malta (869 M). Menyerang pulau Corsika dan
Mayorka, bahkan mengusal kota Portofino di pantai Barat Italia (890),
kota Athena di

4
Yunani pun berada dalam jangkauan penyerangan mereka. Dengan
keberhasilan penaklukan- penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti
Aghlabiyah kaya raya, para penguasa bersemangat membangun
Tunisia dan Sisilia, Ziyadatullah membangun masjid Agung Qairuan.
Sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga
membangun hampir 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara. Tidak
cukup itu, jalan-jalan, pos-pos, benteng pertahanan di Afrika Utara.
Tidak cukup itu, jalan-jalan, pos-pos. Armada angkutan, irigasi untuk
pertanian (khususnya di Tunisia Selatan yang tanahnya kurang subur),
demikian pula perkembangan arsitektur, ilmupengetahuan, seni dan
kehidupan keberagamaan, Selain sebagai ibu kota Dinasti Aghlabiyah,
Qoiruan juga sebagai pusat penting munculnya mazhab Maliki, tempat
berkumpulnya ulama-ulama terkemuka, seperti Sahnun yang wafat M)
(854 pengarang mudawwanat, kitab Fiqih Maliki, Yusuf bin Yahya,
yang wafat 901 M. Abu Zakariah al-Kinani, yang wafat 902 M. Dan
Isa bin Muslim. Wafat 908M. Karya-karya para ulama pada masa
DinastiAghlablyah Ini tersimpan baik di Masjid Agung Qairuan.
Dinasti Aghlabiyah ini berkuasa selama satu abad lebih dengan
11 orang sultannya. Pemimpinnya disebut sultan karena gelar khalifah
dipegang oleh pemerintahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.
Sultan-sultan Aghlabiyah telah menciptakan mata uang sendiri Dan
menyebutkan nama-nama mereka sejajar dengan para khalifah
Abbasiyah Baghdad dalam setiap khotbah Jum‘at di masjid-masjid yang
berada dalam wilayah mereka ( Supriyadi,2008:161- 162 ).

2. Sistem Pemerintahan dan Paham Keagamaan pada Masa Dinasti


Aghlabiyah
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu dinasti Islam di Afrika
Utara yang berkuasa selama lebih kurang 100 tahun (800-900 M).

5
Di luar wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrika Kecil, terutama
Tunisia), sempalan dari ―Afrika Latin‖, Harun Al-Rasyid pada 800 M,
telah mengangkat Ibrahim bin Al-Aghlab sebagai gubernur. Ibrahim
bin Al-Aghlab (800-811 M) memerintah sebagai penguasa yang berdiri
sendiri, dan setahun setelah pengangkatannya, tidak satu pun khalifah
Abbasiyah yang menjalankan kekuasaan di luar perbatasan barat
Mesir. Aghlabiyah merasa puas dengan gelar Amir, tetapi tidak merasa
perlu mencantumkan nama khalifah di mata uang mereka, sekalipun
sebaga bukti kekuasaan spiritualnya. Dari ibukotanya, Qairawan,
sampai ke Kartago, mereka menguasai Mediterania Tengah selama
abad-abad kejayaan mereka.
Nama dinasti Aghlabiyah ini diambil dari nama Amir yang
pertama, yaitu Ibrahim bin Al-Aghlab. Ia adalah seorang pejabat
Khurasan dalam militer Abbasiyah dan dikenal mahir di bidang
administrasi. Dengan kemampuan ilmu administrasinya, Ibrahim bin
Al-Aghlab mampu mengatur roda pemerintahan dengan baik.
Dinasti Aghlabiyah merupakan tonggak terpenting dalam
sejarah peradaban Islam atau konflik berkepanjangan antara Asia dan
Eropa, di bawah pimpinan Ziyadatullah I. Karena Ibrahim bin Al-
Aghlab sangat pandai menjaga hubungan dengan khalifah Abbasiyah
seperti membayar pajak tahunan yang besar maka Ibrahim bin Al-
Aghlab diberi kekuasaan oleh khalifah, meliputi hak otonomi yang
besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentu- kan
penggantinya tanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini
dikarenakan jarak yang cukup jauh antara Afrika Utara dengan
Baghdad sehingga Aghlabiyah tidak terusik oleh pemerintahan
Abbasiyah.2
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah
adalah sebagai berikut:

2
Sarmin Lawendatu, Dinasti Aghlabiyah
6
a. AIbrahim ion al Aghlab (184-195 H/ 800-811 M).
b. ‗Abdullah ibn Ibrahim (185-200 H/811-816 M).
c. Ziyadatullah ibn Ibrahim (200-222 H/816-837 M).
d. Abu al ‗Iqal ibn Ibrahim (222-226 H/837-841 M).
e. Abu al ‗Abbas Muhammad (226-242 H/841-856 M).
f. Abu Ibrahim Ahmad (242-249 H/856-863 M).
g. Ziyadatullah II (249-250 H/863-864 M).
h. Abu al Gharanik Muhammad II ibn Ahmad (250-260 H/864-
874M).
i. Ibrahim II bin Ahmad, (260-289 H/874-902 M).
j. Abu al ‗Abbas Abdullah II (289-290 H/902-903 M)
k. Abu Mudhar Ziyadatullah III (290-296 H/903-909 M).

Dinasti Aghlabiyah, terkenal dengan prestasinya di bidang


arsitektur, terutama dalam pembangunan masjid. Pada masa
Ziyadatallah yang kemudian disempurnakan oleh Ibrahim II. Berdiri
dengan megahnya masjid yang besar. Yaitu masjid Qairawan. Menara
masjidnya merupakan warisan dari bentuk bangunan Umayyah yang
merupakan bangunan tertua di Afrika. Oleh karena imlah, Qairawan
menjadi kota suci keempat setelah Makkah, Madinah, dan Yerusalem.
Masjid tersebut disebut sebagai masjid terindah dalam Islam karena
ditata sedemikian indah. Selain itu, dibangun pula sebuah masjid di
Tunisia, pada masa kekuasaan Ahmad serta dibuat pula suatu peralatan
pertanian dan irigasi untuk daerah Lfrikiyah yang kurang subur Pada
akhir abad ke-9.

Posisi Dinasti Aghlabiyah di Ifrikiyah mengalami


kemunduran, dengan masuknya propaganda Syiah yang dilancarkan
oleh Abdullah Al-Syi‘ah atas isyarat Ubaidilah Al-Mahdi telah
menanamkan pengaruh yang kuat di kalangan orang-orang Barbar
suku Ketama. Kesenjangan sosial antar penguasa Aghlab di satu

7
pihak dan orang-orang Barbar di pihak lain, telah menambah
kuatnya pengaruh itu dan pada akhirnya membuahkan kekuatan
militer. Pada tahun 909, kekuatan militer tersebut berhasil
menggulingkan kekuasaan Aghlabid yang terakhir. Ziyadatallah III
sehingga ia diusir ke Mesir setelah gagal mendapatkan bantuan dari
pemerintahan pusat di Baghdad. Ada juga yang berpendapat bahwa
Ziyadatallah kalah karena tidak mengadakan perlawanan apapun
sebelum Dinasti Fatimiyah Syi‘ah mengadakan invasi Dan sejak itu
pula, Ifrikiyah dikuasai oleh orang-orang Syi‘ah yang pada masa
selanjutnya membentuk Dinasti Fatimiyah. Salah satu faktor
mundurnya Aghlabiyah ialah hilangnya hakikat kedaulatan dan ikatan-
ikatan solidaritas sosial semakin luntur.

3. Perkembangan Kebudayaan Islam pada Masa Dinasti Aghlabiyah

Dalam pembangunan fisik, dinasti ini terkenal dengan prestasinya


di bidang arsitektur. Salah satu contohnya adalah pembangunan Mesjid
Agung Qairawan pada masa Ziyadatullah yang kemudian disempurnakan
oleh Ibrahim II. Menara mesjidnya meniru bentuk bangunan mesjid pada
masa Bani Umayyah. Oleh karena itu, Masjid Agung Qairawan ini
dipandang sebagai masjid suci keempat setelah Masjd al Haram di Makkah,
Masjid al Nabawiy di Madinah dan Masjid al Aqsha di Yerussalem. Masjid
Agung tersebut merupakan salah satu mesjid terindah dalam dunia Islam
karena ditata dengan rapi. Selain Masjid Agung Qailrawan ini, dibangun pula
sebuah mesjid di Tunisia pada masa kekuasaan Abu Ibrahim ibn Ahmad. Di
samping itu juga dibuat peralatan untuk pertanian dan irigasi untuk daerah
Afrikiyah yang kurang subur.
Pajak dan cukai perdagangan serta pajak kepala (jizyah)
diterapkan jauh lebih murah dari masa Byzantium. Para petani
mendapatkan hak-haknya yang jauh lebih repesentatif, terutama untuk
menghidupkan lahan-lahan mati, sehingga tanah-tanah di wilayah ini
secara otomatis sangat produktif dan cukup

8
meningkatkan penghasilan wilayah. Pemerintah menginventarisir
tanah-tanah yang ada dan mengelompokkannya ke dalam lima
kategori, yaitu:
a. Tanah orang islam yang sudah dimilkinya sejak dia belum
masuk Islam, sehingga seluruh penghasilannya tidak terkena
pajak
b. Tanah orang kafir yang terkena pajak.
c. Tanah yang terus menerus harus membayar pajak, baikdari
kalangan muslim ataupun kafir.
d. Tanah Hibah, yang diberikan kepada para tentara yangikut
berjuang menaklukkan wilayah tersebut.
e. Tanah milik pemerintah
Bekas-bekas tentara ini terdiri dari orang Arab yang disebut
kelompok jund. Mereka terbagi dua. Ada yang terus melakukan
tugasnya sebagai tentara,dan ada juga yang menjadi veteran kemudian
menjadi pedagang dan peani. Kelompok ini menjadi kaya raya yang
kemudian malah menjadi kelompok penekan bagi kestabilan wilayah
Sycilia ini.(Ajib Thohir:86-87,2004)
Pada akhir abad ke 9 M, posisi Dinasti Aghlabiyah di Ifrikiyah
mengalami kemunduran, yang disebabkan oleh hilangnya hakikat
kedaulatan dan semakin lunturnya ikatan-ikatan solidaritas sosial.
Kedaulatan pada hakikatnya hanya dimiliki oleh mereka yang sanggup
menguasai rakyat dan sanggup memungut iuran negara. Lunturnya
ikatan-ikatan solidaritas sosial telah menyebabkan terjadinya
kesenjangan sosial antar penguasa Aghlab di satu pihak dan orang-
orang Barbar di pihak lain. Pada waktu itu, masuk pula propaganda
Syi‘ah yang dilancarkan oleh ‗Abdullah al Syi‘iy atas isyarat
‗Ubaydullah al Mahdiy, yang telah menanamkan pengaruh yang kuat
di kalangan orang-orang BarBar suku Ketama. Sehingga akhimya
menimbulkan kekuatan militer. Pada tahun 909 M, kekuatan militer
tersebut berhasil mengulingkan kekuasaan Sulthan

9
Aghlabiyah yang terakhir, Ziyadatullah III, sehingga Ziyadarullah lari
ke Mesir, setelah gagal mendapatkam bantuan dari pemerintahan pusat
di Baghdad. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ziyadatullah
kalah karena tidak mengadakan perlawanan apapun ketika Dinasti
Fatimish mengadakan invasi. Sejak itu, Ifrikiyah dikuasai oleh orang-
orang Syi‘ah, yang pada masa selanjutnya membentuk Dinasti
Fatimiah.

B. Dinasti Fatimiyah

1. Latar Belakang Berdirinya Dinasti Fatimiyah


Seperti yang sudah dijelaskan sewaktu membicarakan Daulah
Abbasiyah, orang-orang Syi‘ah tersingkir dari pemerintahan
Abbasiyah, sedangkan mereka ikut berjuang bersama Buni ‗Abbas
untuk menjatuhkan Daulah Bani Umayyah. Oleh karena itu, selama
pemerintahan Daulah Abbasiyah, orang- orang Syi‘ah sering
melakukan perlawanan dan berusaha untuk dapat mendirikan
pemerintahan sendiri, yang berdasarkan ajaran paham Syi‘ah. Usaha
mereka ini berhasil dengan berdirinya Daulaj Fathimiyah di Mesir
yang pernah pula mencapai puncak kejayaannya, menandingi kejayaan
yang dicapai oleh pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad.

10
Dinasti Fathimiyyah merupakan pengejawantahan terlembaga
sekte Syi‘ah Ismailiyyah dalam realitas sejarah.304 Gerakan
Ismailiyyah terdiri dari kelompok Syi‘ah yang berpendapat bahwa
Ismail ibnu Ja‘far ash-Shadiq (w.765 M) yang berperan sebagai imam
ketujuh menggantikan ayah mereka, bukannya Musa Al Kazhim.
Istilah Dinasti Fathimiyyah diambil dari nama Fatimah az-Zahra, putri
Nabi Saw. Dan istri Ali ibnu Abi Thalib melalui garis Ismail, puta Ja‘far
ash-Shadiq. Peletak dasar sekaligus pendiri dinasti ini adalah
Ubaidillah al-Mahdi, putra Husein ibnu Ahmad ibnu Abd Allah ibnu
Muhammad ibnu Ismail ibnu Ja‘far ash-Shadiq. Lawan-lawannya dari
Sunni menyebutnya Dinasti Ubaidiyyun (keturunan Ubaidillah al-
Mahdi), menolak adanya hubungan denganAli.
Ubaidillah al-Mahdi datang dari Suriah ke Afrika Utara karena
propaganda Syi‘ah di daerah ini mendapat sambutan baik, terutama
dari suku Berber Ketama. Ia mulai merintis kegiatan dakwahnya tahun
893 M, dengan mengetengahkan konsep akan datangnya al-Mahdi dari
keturunan Nabi Saw. Para dai Fathimiyyah berhasil menarik suku-suku
Berber untuk mendukung kepemimpinan Ubaidillah al- Mahdi.
Dengan dukungan Berber Ketama, ia berhasil menumbangkan
gubernur-gubernur Aghlabiyyah di Ifriqiyyah dan Rustamiyyah
Khariji di Tahart, dan menjadikan Idrisiyah Fez sebagai penguasa
bawahannya Pada tahun 909 M, ia dilantik menjadi khalifah (amir al-
Mu‘minin yang sejajar dengan khalifah di Baghdad. Kemudian tahun
920 ia mendirikan ibu kota baru bernama al-Mahdiyah,306 Berbeda
dengan dinasti-dinasti kecil lainnya, Dinasti Fathimiyyah ini
sepenuhnya melepaskan diri dari Baghdad. Dalam perjalanannya,
Sicilia berhasil diduduki oleh Fathimiyyah, yang kemudian dilanjutkan
dengan melakukan operasi angkatan Laut terhadap Istanbul. Pada tahun
358 H/969 M, jenderal Jawhar al-Shiqilli memasuki Kairo lama
(Fusthat) menyingkirkan

11
dinasti terakhir, Ikhsyidiyyah. Sebagaimana kota al-Mahdiyah di
Ifriqiyyah, Fathimiyyah pun membangun ibu kota baru di Mesir, yaitu
Kairo Baru (al-Qahirah, ―yang berjaya‖). Dari Mesir, kekuasaannya
meluas hingga ke Palestina dan Suriah, dan mengambil alih penjagaan
atas tempat-tempat suci di Hijaz.

2. Sistem Pemerintahan dan Paham Keagamaan Dinasti Fatimiyah


Usaha untuk mendirikan Daulah Fatimiyah ini dimulai secara
rahasia dan diam-diam di kota Salmasah, dengan tokoh utamanya Sa‘id ibn
Husayn. Dari kota ini propagandis Syi‘ah dikirim ke daerah-daerah lain yang
menganut paham Syi‘ah, seperti Abu al Qasim Rustam Ibn Husayn yang
ditugaskan ke Yaman dan berhasil dengan kegiatan propagandanya. Setelah
itu, propaganda Syi‘ah ini berkembang ke Maghribi di Afrika Utara,
dipimpin oleh Abu ‗Abdillah al Husayn. Karena pidatonya yang sangat baik
dan bersemangat, dia berhasil mendapatkan dukungan dari Suku Barbar
Ketama. Selain itu, dia juga mendapat dukungan dari seorang gubernur
Ifrikiyah yang bernama Zirid. Setelah mendapatkan kekuatan yang bisa
diandalkan, Abu Abdillah mengirim surat kepada Imam Isma‘iliyah Sa‘id
ibn Husayn, memintanya untuk datang ke Afrika Utara. Setibanya Sa‘id, dia
diangkat menjadi pimpinan pergerakan. Pada tahun 296 H 909 M, Sa‘id
berhasil mengalahkan Ziyadatullah III, penguasa Bani Aghlab.

Setelah itu, Sa‘id diproklamasikan menjadi Imam Pertama


dengan gelar ‗Ubaydullah al Mahdiuy. Dengan demikian, berdirilah
Daulah Fathimiyah di Afrika dengan khalifah pertamanya al Mahdiy,
berpusat di Qairawan. Dari basis mereka itu, mereka segera
mengumpulkan berbagai perlengkapan dan kekayaan untuk
memperluas daerah kekuasaannya, dari perbatasan Mesir sampai
provinsi Fez di Marokko. Pada tahun 914 M, mereka bergerak ke

12
arah timur, dan berhasil merebut Iskandariah, menguasai
Syiria, Malta, Sardinia, Cosrica dan lainnya. Pada tahun 920 M, al
Mahdiy ini mendirikan sebuah kota baru di pantai Tunisia, yang
diberinya nama al Mahdiy. Al Mahdiy ini wafat pada tahun 934 M,
digantikan oleh anaknya Abu al Qasim yang bergelar al Qa-im, yang
langsung merebut Genoa dan wilayah sepanjang Kalabriya. Al Qa-im
juga mengirim tentara ke Mesir, namun dijegal oleh Abu Yazid
Makad, seorang tokoh khawarij Mesir. Setelah al Qa-im meninggal
tahun 946 M, dia digantikan oleh anaknya al Manshur yang berhasil
menumpas gerakan Abu Yazid Makad. Al Manshur kemudian
digantikan pula oleh anaknya Abu Tamim Ma‘ad, yang bergelar al
Mu‘iz li Dinillah.
Pada masa awal pemerintahannya, al Mu‘iz berhasil
menaklukkan Marokko, dan Silsilia. Mu‘iz mempunyai seorang
panglima perang yang handal; Jawhar al Siqiliy, yang berasal dari
pulau Sicilia di Laut Tengah. Jauhar al Siqiliy ini pada tahun 355
H/965 M ditugaskan al Mu‘iz untuk menguasai Mesir, yang menjadi
pusat Dunia Islam pada masa itu. Berkat perjuangan Jawhar al
Siqiliy, Mesir dapat direbut dalam masa yang pendek. Jawhar
kemudian mendirikan sebuah kota baru dengan nama al Qahirah
(Kairo), yang berarti yang berjaya.
Setelah itu barulah Khalifah al Muiz datang ke Mesir pada
tahun 362 H/973 M. Dia mula-mula memasuki kota Iskandariyah,
kemudian menuju ke al Qahirah, kota yang baru didirikan oleh
panglimanya itu. Dengan demikian, pindahlah pusat pemerintahan
Dawlah Fathimiyah ke al Qahirah. Setelah memerintah di Mesir,
Fathimiyah terus memperluas kekuasaannya sampai ke Palestina,
Syiria dan mampu niengambil penjagaan atas tempat-tempat suci di
Hijaz Khalifah al Muiz sangat gigih meningkatkan keamanan
masyarakat dan menundukkan pengikut-pengikut Ikhsyid yang
membangkang serta membuat sistem pemerintahan yang baik dan
teratur.

13
Di samping itu, hubungan pemerintah dengan pembayar pajak
terus ditingkatkan, ditambah lagi dengan mengadakan toleransi yang
mantap dengan komunitas non muslim, Yahudi maupun Nasrani,
sehingga merekapun mengakui keberadaan khilafah Fathimiyah.
Kegiatan penyebaran doktrin Syi‘ah terus pula ditingkatkan, dan Syair
ketika itu dijadikan sebagai alat yang ampuh untuk tujuan tersebut, di
samping upacara-upacara maulid yang juga dipergunakan baik untuk
tujuan yang sama. Al Maghriziy mengatakan ada enam Maulid yang
senantiasa dirayakan yaitu Maulid Nabi SAW, Maulid Ali, Maulid
Fathimah, Maulid al Hasan, Maulid al Husayn dan Maulid Khalifah
yang sedang berkuasa.
Setelah al Mu‘iz meninggal, dia digantikan oleh anaknya al
‗Aziz, yang terkenal sebagai seorang yang pemberani dan bijaksana.
Pada masa pemerintahan al ‗Aziz ini Daulah Fathimiyah mencapai
puncak kejayaannya, seluruh wilayah Syiria dan Mesopotamia dapat
ditaklukkannya. Namanya selalu disebutkan dalam khutbah Ju‘mat di
seluruh pelosok, sejak dari Lautan Atlantik sampai Laut Merah,
Yaman dan Damaskus. Semua ini nampaknya tidak terlepas dari
kemampuan khalifah Fatimiyah itu untuk mengkonsolidasikan
kekuatan militernya dengan semangat keberanian dan kepahlawanan.
Sikap toleransi terhadap non muslim yang telah dicontohkan al Muiz
diteruskan pula oleh al ‗Aziz Hal ini terbukti dengan tetap
diberikannya sebahagian jabatan penting dalam pemerintahan kepada
non muslim, seperti jabatan Wazir kepada Ya‘qub ibn Jami‘ al-Azhar
Killis, seorang Yahudi yang kemudian masuk Islam dan dia pula
yang menyarankan kepada al Azis agur difungsikan sebagai
Universitas Agama. Peran wazir Ya‘qub Ibn Killis ini sangat besar
dalam membantu jalannya roda pemerintahan.

14
Di samping itu sejumlah dewan seperti Diwan al- Jatry
(Departemen Kemiliteran), Diwan al Kuswah (Departemen yang
menangani masalah sandang), Diwan al Rawatib (Departemen
Pembayaran Gaji) dan lain-lain terus diintensifkan. Khalifah al ‗Aziz
juga mengangkat Qadhi al Qudhat yang bertugas mengangkat dan
mengontrol para hakim dalam menangani berbagai masalah
kriminal dan persengketaan. Dengan berbagai terobosan itu, maka
khilafah terus mengalami kemajuan sehingga Daulah Fathimiyah
mencapai puncak kegemilangannya. Pada masa al-Aziz ini pula
Masjid al Azhar mengalami perubahan, menjadi Universitas al
Azhar pada tahun 970 M, yang lama kelamaan berkembang menjadi
pusat pendidikan tinggi islam yang terus berlanjut sampai sekarang.
Setelah al ‗Aziz meninggal, Daulah Fathimiyah ini dipimpin
oleh para khalifah penerusnya, sampai akhirnya pada tahun 1171 M,
khalifah al ‗Adhidh, khalifah Daulah Fatimiyah yang ke 14
meninggal dunia. Dengan meninggalnya Khalifah El ‗Adhid ini,
berakhirlah masa Daulah Fatimiyah di Mesir (909 1171 M). Selama
masa kekuasaan Daulah Fathimiyah yang lebih kurang 162 tahun itu,
telah memerintah sebanyak 14 orang khalifah, yakni:
a. Ubaydullah al Mahdiy (296-322 H/ 909-934 M).
b. Abu al Qasim Muhammad ibn al Mahdiy, al Qa-im (322-334
H/934-946 M).
c. Abu al Thahir Isma‘il ibn al Qa-im, al Manshur (334-
341 H/946-952 M).
d. Abu Tamim Ma‘ad ibn al Manshur, al Mu‘iz li Dinillah(341-
365 H/952-975)
e. Abu Manshur Tazar ibn al Mu‘iz, al ‗Aziz (365-386 H/975-
996 M).
f. Abu ‗Aliy al Manshur ibn al ‗Aziz, al Hakim (386-412H/
996-1021 M).

15
g. Abu al Hasan ‗Ali ibn al Hakim, al Zhahir (412-426 H/1021-
1035 M).
h. Abu Tamim Ma‘ad ibn al Zhahir. Al Mustanshir (426-487
H/1035-1094 M).
i. Abu al Qasim Ahmad ibn al Mustanshir, al-Musta‘lly(487-
494 H/1094-1101)
j. Abu ‗Aliy al Manshur ibn al Musta‘liy, al Amir (494-524
H/1101-1130 M).
k. Abu al Maymun ‗Abd al Majid ibn Muhammad ibn al
Mustanshir, al Hafizh (524-544 H/1130-1149 M)
l. Abu Manshur Isma‘il ibn al Hafizh, al Zhafir (544-550H/
1149-1154 M)
m. Abu al Qasim ‗Isa ibn al Zhafir, al Fa-iz (550-556 H /1154-
1160 M).
n. Abu Muhammad ‗Abdullah ibn Yusuf ibn al Hafizh, al
‗Adhidh (556-567 H/1160-1171 M).

Berbeda dengan pemerintahan Syiah yang biasa memakai gelar


Imam, Dinasti Fatimiyah ini memakai gelar khalifah untuk kepala
pemerintahannya, dengan tujuan sebagai tandingan terhadap khilafah
‗Abbasiyah di Bahgdad.

3. Menguraikan para khalifah atau Imam yang berkuasa pada masa


Dinasti Fathimiyah serta usahanya masing-masing.
a. Al-Mahdi (909-934 M)
Di antara penguasa Fathimiyah yang cakap adalah Al-Mahdi.
Dua tahun semenjak pengangkatannya, ia menghukum mati
pimpinan propaganda yaitu Abu Abdullah Al-Husain karena ia
bersekongkol dengan saudaranya yang bernama Abdul Abbas
dengan suatu obsesi untuk merebut jabatan khalifah. Pada tahun
920 H.Khalifah Al-Mahdi membangun kota baru di pantal

16
Tumbia dan meresmikannya sebagai ibukota Fathimiyah. Kota
ini disebut kota Mahdıniyah.
b. Al-Qa’im (934-946 M)
Setelah Al-Mahdi wafat, ia digantikan oleh putranya yang
tertua bernama Abdul Qasim dan bergelar Al-Qaim. Al-Qaim
dikenal prajurit pemberani, hampir setiap ekspedisi militer
dipimpinnya sendiri secara langsung. Ia merupakan khalifah
pertama yang menguasai Lautan Tengah, Al-Qaim meninggal pada
tahun 946 M dan ia digantikan oleh putranya yang bernama Al-
Manshur.
c. Al-Mu’iz (953-975 M)
Ketika Al-Manshur wafat, ia digantikan oleh putranya yang
bernama Abu Tamim Ma‘ad sebagai khalifah dengan gelar Mu‘iz
Lidinillah. Banyak keberhasilan yang dicapainya. Pertama kali ta
mengadakan peninjauan ke seluruh penjuru wilayah kekuasaannya
untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya. Mu‘ir
membuat program-program yang berorientasi kepada usaha
mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. Pada tahun 969
M, Jauhar berhasil menguasai Fustat tanpa perlawanan. Kemudian
ia membangun kota Fustat menjadi kota baru dengan nama Al-
Qahirah (Kairo).
Semenjak tahun 973 M kota ini ditetapkan menjadi ibukota
pemerintahan dinasti Fathimiyah. Selanjutnya Mu‘mendirikan Masjid
Al- A Athar. Masjid ini oleh Khalifah Al-Aziz difungsikan sebagai
pendidikan tinggi A Al- Azhar. Khalifah Mu‘iz meninggal pada
tahun 975 M, setelah memerintah Aselama 23 tahun. Ia merupakan
khalifah yang terbesar. Ia adalah pendiri dinasti Fathimiyah di Mesir
yang-sebenarnya.

17
d. Al-Aziz (975-996 M)
Al-Aziz menggantikan kedudukan ayahnya, Mu‘iz Lidinillah
sebagai khalifah. Kemajuan dinasti Fathimiyah mencapai
puncaknya pada masa pemerintahan Mu‘iz. Pembangunan fisik dan
seni arsitektur merupakan simbol kemajuan pada masa ini, yang
tercermin pada banyaknya bangunan megah didirikan di kota Kairo.
Al-Aziz meninggal pada tahun 996 M dan sejak itu berakhir pula
kejayaan dinasti Fathimiyah.
e. Al-Hakim (996-1021 M)
Setelah Al-Aziz wafat, khalifah Fathimiyah digantikan
anaknya yang bernama Abu Al-Mansyur Al- Hakim. Ketika naik
takhta ia berusia sebelas tahun. Oleh karena itu, bertahun-tahun Al-
Hakim berada di bawah pengaruh seorang gubernurnya yang
bernama Barjawan. Pada tahun 1306 M, ia menyelesaikan
pembangunan Dar Al-Hikmah sebagai lembaga penyebaran teologi
Syiah dansebagai pendukung kemajuan kegiatan pengajaran.
f. Al-Zahir (1021-1036 M)
Al-Hakim digantikan oleh putranya yang bernama Abu
Hasyim Ali, ia bergelar Al-Zahir. Ia naik takhta pada usia enam
belas tahun sehingga pusat kekuasaan berada di tangan bibinya yang
bernama Siti Al-Mulk. Sepeninggal bibinya, Al- Zahir menjadi
khalifah boneka di tangan menterinya. Pada masa pemerintahan ini
rakyat menderita kekurangan bahan pangan, harga barang tidak
terjangkau oleh rakyat. Kondisi ini disebabkan terjadinya musibah
banjir terus-menerus. Setelah memerintah selama 16 tahun, Al-
Zahir meninggal pada 1036 M.
g. Al-Muntashir (1036-1094 M)

18
Al-Zahir digantikan oleh anaknya yang bernama Abu
Tamim Ma‘ad, ia bergelar Al-Muntashir, pemerintahannya selama
59 tahun. Akan tetapi, justru pada masa yang panjang ini kekuasaan
Fathimiyah mengalami kemunduran secara drastis. Sepeninggal Al-
Muntashir pada tahun 1094 M, dinasti Fathimiyah di landa konflik
dan permusuhan. Tidak seorang pun khalifah pasca Al- Muntashir
yang mampu mengendalikan kemerosotandinasti ini.
h. Al-Musta’li (1094-1101 M)
Sepeninggal Al-Muntashir kemudian putranya yang termuda
yang bergelar Al-Musta‘li menduduki takhta kekhalifahan. Setelah
Al-Musta‘li meninggal. Anaknya yang masih muda bernama Al-
Amir Manshur dengan gelar Al-Amir dinobatkan sebagai khalifah.
Ketika Al-Amir menjadi korban pembunuhan politik, kemenakan
Al-Amir bernama Al-Hafiz memproklamirkan diri sebagai khalifah.
Anaknya bernama Abu Manshur Ismail, dengan gelar Al- Zafir
meng gantikan kedudukan ayahnya. Al-Zafir meninggal pada tahun
1154 M.

Anak Al-Zafir yang masih kecil menggantikan kedudukan


ayahnya dengan gelir Al-Faiz, in meninggal sebelum dewasa dan
digantikan kemenakannya Al- Adid Al-‗Adid berusaha keras untuk
mempertahankan kedudukannya dari se- rangan Raja Yerusalem.
Dalam keadaan yang kacau, datang Sultan Shalahuddin Al-
Ayyubi, pejuang dalam Perang Salib. Sultan Shalahuddin
menurunkan Al- Adid dan jabatan khalifah Fathimiyah pada
tahun 1171 M. Dengan demikian, dinasti Fathimiyah berakhir.3

3
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 254-263

19
4. Perkembangan peradaban Islam dan Perkembangan intelektual dalam
bidang filsafat, astronomi, sejarah, sastra, teologi dan fisika pada masa
Dinasti Fathimiyah.
Setelah kota Kairo didirikan, dibangun pula Masjid al Azhar,
yang dalam masa Khalifah al ‗Aziz berubah menjadi Universitas al-
Azhar, dan masih berkembang dengan baik sampai sekarang
Kemudian, Khalifah al Hakim mendirikan Dar al ‗Ulum, sebuah
univesitas yang lebih terbuka untuk umum, karena kurikulumnya tidak
hanya terbatas pada dasar-dasar madzhab Syi‘ah, tetapi juga meliputi
berbagai cabang Imu pengetahuan, seperti astronomi kedokteran,
fisika, sejarah dan lain-lainnya. Di samping itu, al Hakim pada tahun
1005 M mendirikan pula lembaga penerjemahan yang disebut dengan
Dar al Hikmah, yang juga berfungsi sebagai perpustakaan.
Perpustakaan ini makin lama besar, sehingga pada masa Khalifah al
Mustansir, jumlah koleksinya mencapai 200,000 buah buku dari
berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Penulisan buku dalam bermacam-macam ilmu pengetahuan
berkembang dengan pesat. Banyak lahir percetakan dan perpustakaan.
Ibnu Ali bin Husein seorang penulis yang terkenal pada masa Daulat
Fathimiyah, mengarang sekitar 200 buah buku dalam bidang ilmu
pendidikan, fisika dan filsafat. Abu Hasan Ali ibn Ridhwan terkenal
sebagai ilmuwan dalam bidang kedokteran dan filsafat. Ali ibn Yunus
(958 1009 M) adalah seorang – astronom, dengan karangannya al Zij
al Kabir al Hakimy dan kitab al Ta‘dil al Muhkam. Ali al Hasan ibn
Haytam (965-1039 M) adalah seorang ahli fisika dan optika, yang
menyusun kitab al Manazir. Ibn Haytam

20
inilah menegaskan bahwa sinar cahaya itu bergerak dari objek menuju
mata, bukannya dari mata menuju objek. Ibn Ziyad al Daylamiy adalah
seorang sejarawan. Dan banyak lagi ilmuwan yang muncul pada masa
Daulat Fatimiyah ini, sehingga kota Kairo waktu itu telah dapat
menandingi kota Baghdad dan Cordova, sebagai pusat peradaban dan
ilmu pengetahuan.
Dinasti Fathimiyah memiliki perhatian besar terhadap ilmu
pengetahuan. Fathimiyah membangun masjid Al Azhar yang
akhirnya di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga berdirilah Universitas Al Azhar yang nantinya
menjadi salah satu perguruan Islam tertua yang dibanggakan oleh
ulama Sunni. Al Hakim berhasil mendirikan Daar al Hikmah,
perguruan Islam yang sejajar dengan lembaga pendidikan Kordova
dan Baghdad. Perpustakaan Daar al Ulum digabungkan dengan Daar
al Himmah yang berisi berbagai buku ilmu pengetahuan. Beberapa
ulama yang muncul pada saat itu adalah sebagai berikut:
a. Muhammad al Tamimi (ahli Fisika dan Kedokteran)
b. Al Kindi (ahli sejarah dan filsafat)
c. Al nu‘man (ahli hukum dan menjabat sebagai hakim)
d. Ali bin Yunus (ahli Astronomi)
e. Ali Al Hasan bin al Khaitami (ahli Fisika dan Optik)

Disamping itu kemajuan bangunan fisik sungguh luar biasa.


Indikasi-indikasi kemajuan tersebut dapat diketahui dari banyaknya
bangunan-bangunan yang dibangun berupa masjid- masjid,
universitas, rumah sakit dan penginapan megah. Jalan-jalan utama
dibangun dan dilengkapi dengan lampu warna-warni, dalam bidang
industri telah dicapai kemajuan besar khususnya yang berkaitan
dengan militer seperti alat-alatperang, kapal dan sebagainya.

21
5. Penyebab kemunduran Dinasti Fathimiyah
Kemunduran Dawlah Fathuniyah ini berawal dari terjadinya
perpecahan internal di kalangan mereka pada masa al Hakim, sehingga
al Hakim dibunuh oleh komplotan yang dipimpin saudaranya sendiri
Sita al Muluk. Pada masa al Mustanshir, beberapa wilayah telah lepas
dari kekuasaan Fathimiyah. Tunisia direbut oleh Bani Sulaym tahun
1052, Sisilia jatuh ke tangan bangsa Nurmandia tahun 1071, dan Hijaz
melepaskan diri tahun 1079, sedangkan di Yaman, nama khalifah tidak
lagi disebutkan dalam khuthbah Jumpat, dan Syiria direbut Bani Saljuk
pada tahun 1083.
Pada masa al Musta‘liy, walaupun telah datang serangan
tentara salib yang berhasil merebut Antiokia sampai ke Bayt al
Maqdis, namun perpecahan internal makin menguat, sehingga
pemerintahan makin bertambah lemah. Bahkan dua orang khalifah
sesudah itu mati karena dibunuh; al Amir dibunuh oleh kelompok
bathiniyah, sedangkan al Zhafir dibunuh oleh anaknya sendiri al
‗Abbas. Khalifah berikutnya, al Fa-iz dinobatkan tahun 1154 sewaktu
masih bayi dan enam tahun kemudian dia wafat pula, sedangkan
penggantinya, yakni al ‗Adhidh, dinobatkan sewaktu masih berusia 9
tahun, sehingga pemerintahan dijalankan oleh Wazir Syawar. (Ajid
Thohir: 119-121).
Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah abad,
kemudian khalifah Fathimiyah mengalami kehancuran. Para sejarawan
menyimpulkan kemunduran dinasti Fathimiyah disebabkan oleh
beberapa faktor sebagai berikut:
a. Figur Khalifah yang Lemah
Khalifah yang dianggap figur yang lemah disebabkan oleh
beberapa hal. Di antaranya, adalah diangkat dalam usia muda.
Terdapat beberapa nama khalifah yang diangkat dalam usia
muda, seperti Khalifah Al-Hakim yang diangkat dalam usia
sebelas tahun, Al-Zalur juga

22
menjadi khalifah pada usia 16 tahun, dan Al- Muntashir usia
sebelas tahun. Karena faktor usia khalifah masih muda terkadang
muncul sikap sewenang-wenang,
b. Perebutan Kekuasaan di Tingkat Istana
Sebagai akibat dari diangkatnya khalifah di usia muda
mengakibatkan peranan wazir menjadi sangat penting dan
kompetitif sehingga perebutan kekuasaan antarwazir tidak
terhindarkan lagi. Konflik yang terjadi semakin melemahkan
kekuasaan khalifah Fathimiyah. Demikian juga pada masa Al-
‗Adid juga terjadi pertentangan, terutama perebutan wazir antara
Syawar dan Dirgham. Akan tetapi, dari pertentangan inilah
secara berangsur-angsur dinasti Fathimiyah mengalami
kehancurannya.
c. Konflik di Tubuh Militer
Pada masa Khalifah Al-Muntashir, di masa ini kekuasaan dinasti
Fathimiyah merosot tajam. Tentara profesional betul-betul tidak
bisa dikendalikan sang khalifah. Kelompok militer yang yang
terdiri dari orang Turki, Sudan, Barbar, dan Armenia bersaing
sengit dan terkadang terjadi pertempuran di antara mereka. 244
Sejarah Peradaban Islam.
d. Bencana Alam Berkepanjangan
Pada masa Al-Muntashir, selama 7 tahun (1065-1072 M), Mesir
ditimpa musibah kelaparan akibat kekeringan. Sungai Nil
sebagai urat nadi wilayah Mesir saat itu mengalami kekeringan
menyebabkan pertanian mengalami kegagalan.
e. Keterlibatan Nonmuslim dalam Pemerintahan
Sebagian orang nonmuslim dipercaya menjadi menteri, petugas
pajak, dan bahkan penasihat dalam bidang politik, ekonomi,
dan ilmu pengetahuan juga terdapat para dokter dan para pejabat
yang mengendalikan kerja operasional kekhalifahan. Kenyataan ini
secara berangsur-angsur dapat melemahkan dan menggerogoti kondisi
kekhalifahan-Fathimiyah.

23
C. Dinasti Ayyubiyah

1. Sejarah Berdirinya Dinasti Ayyubiyah


Dinasti ini didirikan oleh Shalah al Din Abu al Muzhaffar
Yusuf ibn Ayyub ibn Syadziy al Ayyubiy al Tikritiy, yang berasal dari
Suku Kurdi Hadzbani Azerbaijan dan lahir di Tikrit tahun 532 H/1137
M. Ayahnya Ayyub ibn Syadziy yang bergelar Najm al Din telah lama
menjadi tentara Turki di Syiria di bawah panglima ‗Imad al Din Zanki,
sedangkan pamannya Syirkuh yang bergelar Asad al Dn mengabdi
kepada Nur al Din Zanki, putera dari Zanki.
Pada waktu itu Daulah Fathimiyah telah sangat lemah,
sehingga tidak sanggup menghadapi tentara salib yang hendak
menguasai Dunia Islam. Khalifahnya al ‗Adhid li Dinillah masih
terlalu muda dan sering jatuh sakit, bahkan kemudian perdana
menterinya Syawar dikudeta pula oleh Dirgham yang mendapat
bantuan dari Amauriy, pemimpin tentara salib di Yerussalem.

Karena itu Syawar meminta bantuan kepada Nur al Din Zanki,


raja Syiria. Nur al Din mengirimkan tentara tahun 560 H / 1164 M, di
bawah pimpinan Asad al Din Syirkuh, dan Shalah al Din Yusuf ikut
sebagai seorang prajurit. Dirgham dapat dikalahkan dan Syawar
kembali menjadi Perdana Menteri Daulah Fathimiyah.

24
Tiga tahun kemudian, yakni tahun 563 H/1167 M, Nur al Din
Zanki kembali menugaskan Syirkuh memimpin pasukan ke Mesir, dan
Shalah al Din Yusuf ikut di dalamnya sebagai seorang prajurit. Sebab
Syawar yang telah kembali menjadi Perdana Menteri itu membuat
perjanjian dengan Amaury, yang akan membahayakan posisi Nur al
Din khususnya dan umat Islam umumnya. Terjadi pertempuran sengit
antara pasukan Syirkuh dengan pasukan Amauriy, bahkan kota
Iskandariah maricas pasukan Syrkuh dikepung tentara salib dari darat
dan laut. Namun peperangan ini berakhir dengan perjanjian pada bulan
Agustus 1167 M, yang isinya antara lain mengatur penukaran tawanan,
menyerahkan kota Iskandariah ke tangan Syawar, sedangkan Syirkuh
dan Amauriy harus pulang ke tempat asal mereka masing- masing.
Namun perjanjian ini dilanggar oleh Amauriy, karena dia
sangat berkeinginan untuk menguasai Mesir. Karena itu, untuk ketiga
kalinya Nur al Din menugaskan Syirkuh memimpin pasukannya ke
Mesir, dan Shalah al Din Yusuf tetap ikut sebagai seorang prajurit
dalam pasukan yang dipimpin pamannya itu. Setelah melalui perang
yang sengit, Amauriy dapat dikalahkan, sehingga Mesir berhasil
diselamatkan dari cengkeraman tentara Salib. Namun Perdana Menteri
Syawar merasa iri kepada Syirkuh dan Yusuf, karena keduanya
mendapat sambutan baik dari Khalifah ‗Adhid dan masyarakat Mesir,
sehingga dia berencana untuk membunuh mereka. Tetapi sebelum
rencananya itu berhasil, tentara Syirkuh dapat menangkap Syawar,
yang kemudian dihukum mati atas perintah Khalifah al ‗Adhid.
Khalifah al ‗Adhid kemudian mengangkat Asad al Din Syirkuh
sebagai Perdana Menteri pada tahun 564 H/1169 M. Namun dua bulan
kemudian, Syirkuh wafat, dan pada tanggal 25 Jumad al Akhir 564
H/26 Maret 1169 M, Khalifah al ‗Adhid mengangkat Shalah al Din
Yusur yang ketika itu berumur 32 tahun, menjadi Perdana Menteri
Daulah Fathimiyah dengan gelar al Malik al Nashir. Pengangkatan
Shalah al Din menjadi Perdana Menteri ini disambut baik oleh Nur al
Din Zanki penguasa Syiria, namun sebagai seorang panglima tentara
Syiria, diadiperintahkan untuk menghilangkan nama Khalifah al ‗Adhid

25
dalam khuthbah Jum‘at dan menggantinya dengan nama Khalifah
‗Abbasiyah. Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 10 Muharram 566
H/1171 M, Khalifah al ‗Adhid meninggal dunia.
mengangkat Asad al Din Syirkuh sebagai Perdana Menteri
pada tahun 564 H/1169 M. Namun dua bulan kemudian, Syirkuh
wafat, dan pada tanggal 25 Jumad al Akhir 564 H/26 Maret 1169 M,
Khalifah al ‗Adhid mengangkat Shalah al Din Yusur yang ketika itu
berumur 32 tahun, menjadi Perdana Menteri Daulah Fathimiyah
dengan gelar al Malik al Nashir. Pengangkatan Shalah al Din menjadi
Perdana Menteri ini disambut baik oleh Nur al Din Zanki penguasa
Syiria, namun sebagai seorang panglima tentara Syiria, dia
diperintahkan untuk menghilangkan nama Khalifah al ‗Adhid dalam
khuthbah Jum‘at dan menggantinya dengan nama Khalifah
‗Abbasiyah. Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 10 Muharram 566
H/1171 M, Khalifah al ‗Adhid meninggal dunia.
Setelah Khalifah Fathimiyah al ‗Adhid wafat, Shalah al Din
Yusuf al Ayyubiy memproklamirkan bersatunya Mesir kembali
dengan Dawlah ‗Abbasiyah di Baghdad, yang ketika itu berada di
bawah kekuasaan Bani Saljuq. Shalah al Din kembali menghidupkan
Madz-hab Sunni sebagai pengganti dari aliran Syi‘ah yang selama ini
dianut oleh para khalifah Fathimiyah. Dia mendirikan-madrasah yang
mengajarkan Madz-hab Sunni, menukar qadhi-qadhi Syi‘ah dengan
gadhi-qadhi Sunni, mengganti pemerintahan yang korup dan memecat
pegawai-pegawai yang bersekongkol dengan para penjahat. Usaha
Shalah al Din ini disambut baik oleh Daulah ‗Abbasiyah, sehingga
pada tahun 569 H 1174 M, Khalifah Abu Muhammad al Mustadhiy
menganugerahinya gelar Mu‘izz li Amir al Mukminin. Khalifah
bahkan menyerahkan Mesir, Maghrib, Yaman, Palestina dan Syiria
bagian tengah ke dalam kekuasaan Shalah al Din. Sejak itu, Sulthan
Shalah al Din dipandang sebagai Sulthan al Islam wa al Muslimin.
(Ensiklopedi Islam, IV: 206).
Karena kedudukannya yang teguh di Mesir, banyaklah orang-
orang yang iri atas kenaikan dan kebesarannya, termasuk Nur

26
al Din Zanki. Disampaikan kepada Nur al Din bahwa Shalah al Din
hendak merampas Mesir dari kekuasaannya, sehingga Nur al Din
berniat hendak menyerang Mesir menghajar Shalah al Din. Namun
sebelum perang itu terjadi, Nur al Din Zanki raja Syiria itu wafat
secara tiba-tiba di Damaskus pada tahun 569 H/1174 M. Dia
digantikan oleh puteranya al Malik al Shalih Ismail. Karena putra Nur
al Din, al Malik al Shalih Ismail itu masih kecil maka Shalah al Din
memproklamirkan dirinya sebagai raja Mesir dan pelindung raja Syiria.
Namun Malik al Shalih Isma‘il meninggal pula tahun 576 H/1181 M.
Sejak itu Shalah al Din menjadi penguasa Arab terpenting yang
mempersatukan Mesir, Syiria, Mesopotamia dan Yaman untuk
melawan tentara Salib. Orang Kurdi dan Turkuman bergabung dengan
pasukan Shalah al Din yang sangat berpengaruh di Asia Barat.
Shalah al Din mendirikan benteng Kairo di atas bukit
Muqattam yang paling Barat. Tempat ini menjadi pusat pemerintahan
dan kubu militer yang sanggup menangkis serangan dari luar. Shalah
al Din berencana untuk menghubungkan benteng ini dengan
perbentengan Kairo Kuno warisan Fathimiyah dan memperluasnya
sehingga memagari kota Fustat sepanjang Sungai NIL (Musyrifah
Sunanto, 2003: 151-152).
Kebijaksanaan Shalah al Din adalah menyatukan kekuatan
Negara Arab untuk mengusir tentara Salib. Shalah al Din sudah
berulang kali berperang melawan tentara salib dan selalu mengalahkan
mereka dalam setiap peperangan. Puncaknya adalah ketika Shalah al
Din menghancurkan mereka di Hittin dekat Thabris tahun 582 H/1187
M. Kemudian diikuti oleh penaklukan atas Palestina, Acre (Okka),
Nablus, Caesaria, Jaffa, Ascolon, Beirut. Pada tahun yang sama,
Yerussalem juga menyerah, Tripolis, Antiokia dan seluruh pesisir
utara Tyre dikuasai. Setelah kota-kota itu ditaklukkannya, Shalah al
Din membangun sekolah-sekolah,

27
rumah sakit, merestrorasi Masjid al Aqsha dan Kubah Batu. Salib yang
terpampang di atas Kubah Batu diturunkannya, dan masjid- masjid
yang dijadikan gereja oleh orang Kristen dikembalikan menjadi
masjid.
Kemenangan Shalah al Din ini tentu saja menggoncangkan
kaum salib di Eropa, sehingga Paus Gregorius kembali menyerukan
Perang Salib. Seruan ini disambut oleh penguasa dan masyarakat
Eropa. Raja Clemen III pengganti Gregory, Raja Philip II dari
Perancis dan Raja Richard dari Inggeris datang dengan pasukannya
masing-masing, dengan didahului oleh Raja William dari Sisilia.
Kembali terjadi peperangan yang dahsyat antara Shalah al Din Yusuf al
Ayyubiy dengan tentara salib. Waktu peperangan sedang berkecamuk,
Richard jatuh sakit dan minta damai. Kesempatan ini digunakan
Shalah al Din, secara diam-diam beliau datang ke kemah Richard
menyamar sebagai dokter Arab, mengobati Richard sehingga sembuh.
Sesudah Richard sembuh, perang pun dimulai kembali. Mendengar
aba-aba suara Shalah al Din, Richard mengenalinya sebagai si dokter
Arab yang telah mengobatinya. Menghadapi kenyataan ini Richard
mengakul dari lubuk hatinya yang paling dalam tentang kebaikan dan
keberanian yang luar biasa dari musuhnya. Perang tersebut berakhir
dengan Perjanjian Ramlah tahun 587 H/1192 M, yang isi pokoknya
menyetujui Yerussalem tetap berada di tungan umat Islam dan umat
Kristen diizinkan menjalankan ibadah di tanah suci mereka itu dengan
tidak membawasenjata.
Setelah perjanjian Ramlah ini ditanda-tangani, Shalah al Din
Yusuf al Ayyubiy memindahkan pusat pemerintahannya ke Damaskus.
Namun tidak lama kemudian, dia jatuh sakit. Setelah sakit selama 14
hari, akhirnya Shalah al Din Abu al Muzhaffar Yusuf ibn Ayyub al
Ayyubiy ini wafat pada bulan Shafar 588 H/ Oktober 1193 M dalam
usia 57 tahun. Shalah al Din tidak meninggalkan harta

28
kekayaan apapun, kecuali uang yang hanya beberapa dinar dan dirham
saja (Ensiklopedi Islam, IV: 207). Dengan demikian, Shalah al Din
adalah negarawan yang berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiyah dan
seorang panglima perang Islam yang berhasil mengalahkan tentara
salib. Sebagai seorang negarawan, beliau banyak melaksanakan
pembangunan di seluruh negara, membangun ekonomi, perdagangan,
memajukan ilmu pengetahuan, membangun madrasah dan sekolah,
mengembangkan bidang keagamaan mazhab Ahl al Sunnah. Sebagai
seorang panglima perang Islam dalam melawan tentara salib, Shalah al
Dn berulang kali bertempur melawan tentara salib tersebut, sehingga
dia berhasil membebaskan daerah-daerah Islam dari cengkeraman
mereka.

2. Sistem pemerintahan dan paham keagamaan yang di anut oleh Dinasti


Ayyubiyah.
Dinasti Ayyubiyah berkuasa di Mesir menggantikan Dinasti
Fathimiyyah pada tahun 171 M, dengan Salahuddin al-Ayubi sebagai
khalifah pertama. Salahuddin kemudian menguasai Alepo dan Mosul.
Untuk mengantisipasi pemberontakan dari pengikut Fathimiyyah dan
serangan tentara Salib, beliau membangun benteng bukit di Mukattam
sebagai pusat pemerintahan dan militer.4
Salahuddin menghapuskan jejak-jejak terakhir kekuasaan
Fathimiyyah di Mesir dan mempromosikan—di bekas wilayah
kekuasaan Fathimiyyah-suatu kebijaksanaan pendidikan dan
keagamaan Sunni yang kuat. Dalam sejarah, Salahudidin al-Ayubi
(Saladin) dikenal sebagai pahlawan Islam dalam perang Salib.
Kemajuan yang dicapai Dinasti Ayyubiyah-terutama dalam
bidang pendidikan-adalah pembangunan madrasah-madrasah; didirikan
25 kulliyat, didirikan lembaga-lembaga ilmiah baru

4
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam. Bandung Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 107.

29
terutama masjid yang dilengkapi dengan tempat belajar teologi dan
hukum; bermunculan karya ilmiah seperti kamus-kamus biografi,
compendium sejarah, manual hukum, komentar-komentar teologi;
ilmu kedokteran diprioritaskan, dikembangkan, dan diajarkan di
rumah sakit; dan didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat
pikiran.
Dinasti Ayyubiyah ini bekuasa selama 90 tahun dan
mempunyai sembilan orang Sultan, yakni:
a. Shalah al Din Yusuf al Ayyubiy (569-589 H/1174-1193M)
b. Al ‗Aziz ibn Shalah al Din (589-594 H/1193-1198 M)
c. Manshur ibn al ‗Aziz (594-595 H/1198-1199 M)
d. Al‘Adil I Ahmad ibn Ayyub (595-614H/1199-1218 M)
e. Al Kamil (614-635H/1218-1238 M)
f. Al‘Adil II (635-637 H/1238-1240 M)
g. Shalih Najm al Din (637-647 H/1240-1249 M)
h. Mu‘azzham Tawran ibn Shalih (647-648 H/1249-1250M)
i. Syajarat al Durr, istri Malik al Shalih (648 H/ 1250 M)

Dinasti Ayyubiyah berkuasa di Mesir menggantikan Dinasti


Fathimiyyah pada tahun 171 M, dengan Salahuddin al-Ayubi sebagai
khalifah pertama. Salahuddin kemudian menguasai Alepo dan Mosul.
Untuk mengantisipasi pemberontakan dari pengikut Fathimiyyah dan
serangan tentara Salib, beliau membangun benteng bukit di Mukattam
sebagai pusat pemerintahan dan militer. Salahuddin menghapuskan
jejak-jejak terakhir kekuasaan Fathimiyyah di Mesir dan
mempromosikan-di bekas wilayah kekuasaan Fathimiyyah-suatu
kebijaksanaan pendidikan dan keagamaan Sunni yang kuat. Dalam
sejarah, Salahudidin al-Ayubi (Saladin) dikenal sebagai pahlawan
Islam dalam perang Salib.

30
3. Perkembangan kebudayaan dan pendidikan Islam pada masa Dinasti
Ayyubiyah.
Kemajuan yang dicapai Dinasti Ayyubiyah-terutama dalam
bidang pendidikan-adalah pembangunan madrasah-madrasah; didirikan
25 kulliyat, didirikan lembaga-lembaga ilmiah baru terutama masjid
yang dilengkapi dengan tempat belajar teologi dan hukum;
bermunculan karya ilmiah seperti kamus-kamus biografi, compendium
sejarah, manual hukum, komentar-komentar teologi; ilmu kedokteran
diprioritaskan, dikembangkan, dan diajarkan di rumah sakit; dan
didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacatpikiran.
Maimoonides harum namanya sebagai ahli astronomi, ilmu
ketuhanan, tabib dan terutama sebagai ahli filsafat. Da juga
mempunyai pandangan baru dalam lapangan kesehatan. Dalam
lapangan kedokteran, Maimoonides mengarang buku Aphorisme, yang
merupakan kritik-kritik terhadap buku Galen. Sebuah bukunya dalam
bidang filsafat yang berjudul Dalalat al Haizin (Sebuah Pedoman bagi
Orang Yang Ragu), mencoba untuk mempertemukan ilmu Ketuhanan
Yahudi dengan alian Aristotelian Islam atau mempertemukan
kepercayaan dengan akal. Pandangan filsafatnya yang diuraikan dalam
buku ini atau buku lainnya menunjukkan adanya persamaan dengan
Averoes, walaupun keduanya tidak pernah saling berhubungan. Dalil
ciptaannya adalah dalil atomistis. Dalil ini berbeda dari dua dalil
lainnya yang dijunjung tinggi oleh ahli fikir Arab,yakni teori
Fundamental bahwa Tuhan adalah pencipta tiap-tiap benda,dan teori
filsafat yang bersifat Neo Platonis dan Aristotelian. Pengaruh
Maimoonides yang mendalam terlihat orang-orang Yahudi dan Kristen
sampai abad XVIII, buku-bukunya itu merupakan alat utama untuk
menyebarkan alam fikiran Yahudi

31
memasuki alam pikiran lainnya. Pengaruhnya yang terakhir terlihat
pada buah ciptaan Spinoza dan Kant.
Sezaman dengan Maimoonides, terdapat seorang pemuda yang
bernama ‗Abd al Lathif. Dia pertama kali tinggal di Baghdad,
kemudian karena hendak mencari orang pandai dalam ilmu
kedokteran, dia pindah ke Kairo. Dia menyaksikan wabah kelaparandan
gempa bumi di Mesir pada tahun 1200-1202 M. Selama di Mesir, dia
dapat memperbaiki teori Galen tentang tulang rahang bawah dan
tulang rahang yang menghubungkan tulang punggung dan kaki. Tahun
1246 M terdapat Ibn al Baytar, seorang dokter hewan dan medical.
Dalam bahasa Arab, dokter hewan disebut al- Baytari, mengambil
nama dokter itu. Dokter hewan Eropa belajar kepada Ibn al Baytar.
Dia banyak menyelidiki bahan bahan yang dapat dijadikan ramuan
obat. Bukunya yang terakhir dinamakan Agrabadzin. Ahli Eropa
menyangka bahwa kata Aqrabazin berasal dari bahasa Latin
―grafhidion‖ yang berarti buku kecil. Selain itu, dia juga menulis
sebuah buku yang berisikan kumpulan obat- obatan, yang memuat
1.400 macam tumbuh tumbuhan yang dapat dijadikan ramuan obat,
yang berasal dari ramuan obat-obatan lama bangsa Arab.
Buku ramuan obat-obatan Islam yang termasyhur di Erupe
dengan nama ―Management of the Drug Store‖ (Mengatur Resep
Apotek), dikarang oleh Kahin al Attar dalam tahun 1400 M Sebuahlagi
―Memorial karangan Dawud al Intakiy, yang wafan 1599 M. Kedua
buku ini dikarang di Kairo, namun berbagai apotek di Eropa memakai
kedua buku itu untuk melengkapi ramuan obat- obatannya. Pada masa
itu banyak ramuan obat-obatan Islam yang memasuki ramuan obat-
obatan Eropa, di antaranya Rob (semacam obat ramuan dari air buah
dan madu), Juleb (berasal dari kam gulab, berarti air mawar), Syrup
(dari Syarab, berarti obat minum dengan aroma) yang di Indonesia
menjadi syerbat.

32
Dalam kalangan zoology (ilmu hewan), kaum muslimin pun
tidak ketinggalan dari ilmuan-ilmuam lain. Buku terbaik tentang ilmu
hewan Islam adalah karangan Muhammad al Damirty yang wafat di
Kairo tahun 1405 M, yang berjudul ―Hayat al Hayawan‖ (The life of
Animals). Buku ini dalam waktu yang sangat panjang dipakai sebagai
rujukan oleh sekolah-sekolah di berbagai negeri timur.
Salahuddin al Ayyubi berhasil mendirikan tiga buah Madrasah
di Kairo dan Iskandariyah unuk mengembangkan Mazhab Sunni.
Kemudian, al Kamil mendirikan sekolah Tinggi al Kamiliyah yang
sejajar dengan perguruan tinggi lainnya. Th Khalikan mengambarkan
bahwa al Kamil adalah orang yang cinta ilmu pengetahuan, pelindung
para ilmuwan dan seorang muslim yang bijaksana.

4. Meneladani sikap keperwiraan Sulthan Shalah al Din al Ayyubiy


dalam perang Salib.
Banyak hal penting yang didapat dari mempelajari biografi
salahuddin al-ayyubi. Diantaranya, mengikuti jejaknya sebagai
seorang pemberani, bijaksana, toleransi, dan mencintai ilmu
pengetahuan. Kehidupannya penuh dengan perjuangan dan
peperangan. Hal ini dilakukan dalam menunaikan tugas Negara dan
membela agama. Adapun pelajaran yang dapat kita ambil dari
mempelajari biografi Salahuddin al-Ayyubi sebagai berikut.
a. Kita harus memiliki sifat pemberani, terlebih dalam menegakan
kebenaran.
b. Kita harus memiliki jiwa pemurah dan penyayang terhadap siapa
saja, terutama kepada orang-orang yang lemah.
c. Kita harus bersikap tegas terhadap segala bentuk kemaksiatan dan
kemungkaran.

33
d. Kita harus mencintai ilmu, baik ilmu pengetahuan umum ataupun
agama dan belajar sungguh-sungguh dan tekun.
e. Kita harus memiliki sikap toleransi kepada siapa saja, selama
dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh agama.
f. Kita harus bersikap adil pada siapa saja, serta memiliki jiwa
ksatria dan perwira.
g. Kita harus menanamkan pada diri kita bahwa semua yang kita
lakukan dalam kehidupan ini semata-mata hanya untuk mencari
keridaan Allah Swt..
Salahuddin Al-Ayyubi adalah pahlawan besar bagi umat Islam.
Kecintaanya terhadap agama dan umat Islam telah menempatkan
sebagian lembar hidupnya di medan pertempuran menegakkan harga
diri umat Islam dan untuk merebut kembali wilayah-wilayah Islam
yang dirampas.
Saat ini kita sulit mendapatkan sosok pejuang Muslim seperti
Salahuddin Al-Ayyubi. Namun setidaknya, sebagai seorang Muslim
kita harus berusaha mencontoh dan meneladani semangat keperwiraan
yang beliau miliki, untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Baik dalam perjuangan mencari ilmu, mengabdi kepada masyarakat
tempat tinggal kita, atau dalam melakukan apa pun yang dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan umat Islam. Oleh karena itu
perhatikanlah hal-hal dibawah ini.

a. Membela agama Allah SWT dan umat islam adalah kewajiban


setiap orang Islam.

b. Allah akan menolong dan memuliakan orang-orang yang


berjuang di jalan yang diridai-Nya.

c. Berjuang (jihad fi sabilillah) tidak hanya terbatas dengan


mengangkat senjata di medan peperangan. Tetapi dapat
ditempuh dengan berbagai cara, misalnya:

34
 Menuntut ilmu
 Mengajarkan ilmu yang kita miliki kepada orang lain
 Mengurus, membina masyarakat melalui organisasi
kemasyarakatan
 Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat bagi
kepentingan orang banyak, dan lain-lain
d. Tanamkan kesediaan dan keikhlasan untuk berkorban bagi agama
Allah SWT, baik harta, tenaga, pikiran, maupun jiwaraga.
e. Tanamkan sikap tegas, berani, dan sungguh-sungguh berjuang di
jalan Allah SWT.
f. Jagalah citra baik agama Islam dengan perbuatan- perbuatan kita
yang terpuji, dan hindarilah segala perbuatan yang tercela yang
dapat menodai kemuliaan agama Islam.

Pada tahun 1169, Salahuddin diangkat menjadi panglima dan


gubernur (wazir). Setelah berhasil mengadakan pemulihan dan
penataan kembali sistem perekonomian dan pertahanan Mesir,
Salahuddin mulai menyusun strateginya untuk membebaskan Baitul
Maqdis dari cengkeraman tentara Salib. Beliaulah yang menjadi
panglima muslim ketika perang salib terjadi. Kepemimpinannya
sangat luar biasa dan beliau sangat di segani musuh di medan perang.
Beliaulah yang merebut kembali Baitul Maqdis pada perang salib 2. Di
balik itu semua ternyata pribadi seorang Salahuddin Al- Ayyubi
sangatlah mengagumkan. Pada pribadi beliau tersimpan pribadi yang
berani, wara, zuhud, pemaaf, tegas dan sebagainya.
Berikut beberapa sifat beliau yang bisa kita teladani :
a. Selalu Mengingat Allah dimanapun berada
b. Dekat Dengan Rakyat dan adil
c. Mengutamakan Sholat Berjamaah
d. Haus dengan Ilmu Agama

35
e. Zuhud Terhadap Dunia

Seluruh kaum Muslimin yang menyaksikan kewafatannya


menitiskan air mata apabila Sultan yang mengepalai negara yang
terbentang luas dari Asia hingga ke Afrika itu hanya meninggalkan
warisan 1 dinar dan 36 dirham. Tidak meninggalkan emas, tidak punya
tanah atau kebun. Padahal mengabdi pada kerajaan berpuluh tahun dan
memegang jabatan sebagai panglima perang dan menteribesar.

Kain yang dibuat kafannya adalah betul-betul dari warisan


beliau yang jelas-jelas halal dan sangat sederhana. Anak beliau yang
bernama Fadhal telah masuk keliang lahat meletakkan jenazah
ayahnya. Dikatakan bahwa beliau dikebumikan bersama-sama
pedangnya yang dipergunakan dalam setiap peperangan agar dapat
menjadi saksi dan dijadikannya tongkat kelak pada hari kiamat.5

5
Berdasarkan Lembaran Kerja Siswa SKI FATTAH halaman 49 Meneladani Kepribadian
Salahuddin al-ayyubi dalam Kehidupan Sehari-hari.

36
BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kemunculan dinasti-dinasti kecil paling sedikit mempunyai dua
pola. Pertama, pemimpin lokal melakukan suatu pemberontakan yang
berhasil dan menegakkan kemerdekaan penuh. Kedua, seseorang yang
ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah menjadi sedemikian kuatnya
sehingga ia tidak dapat digantikan dan menunjuk anaknya sebagai
pengganti. Atas dasar itu, tidak heran jika dalam waktu yang relatif
singkat, baik di sebelah barat maupun timur Baghdad bermunculan dinasti-
dinasti yang bersifat otonom dan lepas dari kontrol langsung Baghdad.
Dari uraian di atas kita dapat mengambil hikmah Hal positif
maupun hal negatif dari tiga dinasti-dinasti Islam pada masa dinasti
Abbasiyah tersebut. Kemajuan peradaban dan perjuangan para khalifah
memajukan ilmu pengetahuan, ekonomi, maupun sosial pada masa itu.

B. SARAN
Sekian makalah dari kami, kami menyadari banyaknya kekurangan
pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan
demi perbaikan makalah ini. Semoga isi dari makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua khususnya untuk penulis.

37
DAFTAR PUSTAKA

C.E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam

Fatmawati, Sejarah Peradaban Islam, Stain Batusangkar Press, Batusangkar,2010

Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung Pustaka Bani Quraisy, 2004

Pulungan Sayuthi, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta Timur

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam

Sarmin Lawendatu, Dinasti Aghlabiyah.

Suntiah Ratu, Maslani, Sejarah Peradaban Islam, PT.Remaja Rosdakarya,

Bandung

38
39

You might also like