Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
HAWAN : [ 50400122069]
SUJARWO :[ 50400122070]
ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt, yang telah memberikan rahmatnya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.Tidak lupa pula kami kami ucapkan
kepada junjungan kami nabi Muhammad Saw.
Yang telah memberikan pelajaran kepada kita semua sebagai umat Islam. Terimakasih
kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung kami dalam
menyelesaikan tugas ini sehingga dapat akhir yang cukup memuaskan. Inilah usaha keras
kami, kami harap dapat bemanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi kami khususnya.
Akhir kata kami ucapkan banyak terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Semoga bermanfaat. Amiiin.
Tertanda
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A .KESIMPULAN
B. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. SUMBER HUKUM
Ada dua hal yg penting tentang Al – Qur’an pada masa ini yaitu :
Pertama : [adanya kegiatan] menghafal Al – Qur’an kedua : memperbaiki tulisan
Al – Qur’an dan memberi syakal terhadap Al – Qur’an. Hal ini di rasa penting, sebab orang
muslim non – arab bisa salah dalam membaca Al – Qura’an. Maka gubernur irak waktu itu
ziyad bin abidin meminta kepada abu al – aswad aduali untuk memberi syakal. Maka abu al –
aswad aduali memberi syakal di setiap akhir kata, yaitu : di beri satu titik di atas huruf
sebagai tanda fatha, adapun tanda kasrah dengan satu titik di bawah huruf, tanda dhamah
dengan satu titik di samping huruf dan tanda tanwin dengan dua titik. Kemudian al – kholil
bin ahmad memperjelas bentuk tanda – tanda ini yaitu dengan alif di atas huruf sebagai tanda
fatha, ya di bawah huruf sebagai tanda kasrah dan wawu di atas huruf sebagai tanda kasrah
dan wuwu di atas huruf sebagai tanda dhamah. Di samping itu yg di beri tanda bukan hanya
huruf akhir dari kata, akan tetapi seluruh huruf. Terakhir, gubernur irak al hajaj bin yusuf atas
perintah khalifah abdul malik bin marwan meminta kepada nashr bin ashim untuk
menyempurnakannya, maka nashr pun memberi tanda satu titik atau dua titik pada huruf –
huruf yg tertentu, seperti qof dengan dua titik, fa dengan satu titik dan seterusnya.
Untuk hadisi pun sebagai sumber hukum yg kedua pada masa ini mulai di bukukan,
antara lain yg sampai kepada kita kitab al – muwatho yg di susun oleh imam malik pada
tahun 140 H. Kemudian pada abad ke dua hijriah di bukukan pula kitab – kitab musnad,
antara lain musnad ahmad ibnu hanbal, pada abad ketiga hijriah di bukukanlah kutubu sittah,
yaitu : shahih bukhari, mus- him abu dawud, anasa’I, aturmudzi, dan ibn majah.
Pada masa ini seluruh cara berijtihad yang kita kenal sudah di gunakan, meskipun para
ulama di setiap daerah memiliki warna masing – masing dalam berijtihadnya. Misalnya, abu
hanifah dan murid –muridnya di irak selain al – qur’an, sunnah dan ijma lebih menekankan
3
penggunaan qiyas dan istihsan, sedangkan imam malik di hijaz selain al – qur’an, sunnah,
dan ijma lebih menekan kan penggunaan al – maslahan al – mursalah.
Adapun sebab – sebab berkembanganya ilmu fiqh dan gairahnya berijtihad pada periode
ini antara lain adalah :
Pertama : wilayah islam sudah sangat meluas ke timur sampai ke tionkok dan ke
barat sampai ke andalusia [spanyol sekarang ] dengan jumlah rakyat yang banyak sekali.
Sudah tentu negeri yang sangat luas ini membutuhkan pengaturan yang menjadi pegangan
para hakim dan para pemimpin pemerintah, serta fatwa yang di butuhkan oleh rakyatnya,
untuk perundang – undangan dan fatwa ini tidak ada sumber lain kecuali syari’ah. Kondisi
yang semacam ini mendorong para ulama untuk berijtihad agar bisa menerapkan syari’ah
untuk semua wilayah yang berbeda – beda milieu [lingkungan ] nya dan bemacam – macam
masalah yang di hadapinya.
Kedua : para ulama pada masa itu telah memiliki sejumlah fatwa dan cara berijtihad
yang mereka dapatkan dari periode sebelumnya. Di samping Al – Qur’an telah di bukukan
dan telah tersebar di kalangan muslimim, demikian pula Al – Qur’an telah di bukukan dan
telah tersebar di kalangan muslimin , demikian pula al – sunnah sudah mulai di bukukan
pada permulaan abad ketiga hijriah.
Ketiga : seluruh kaum muslimin pada masa itu mempunyai keinginan yang keras agar
segala sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan syari’ah islam baik dalam ibadah mahdhah
maupun dalam ibadah ghair mahdhah [ maumalah dalam arti luas ]. Mereka meminta fatwa
kepada para ulama, demikian pula halnya para hakim dan para pemimpin pemerintah. Oleh
karena itu, para ulama menjadi sumber yang di butuhkan oleh masyarakat. Keadaan yang
semacam ini mendorong para ulama untuk berijtihad lebih keras lagi.
Keempat : pada periode ini memang di lahirkan ulama – ulama yang memiliki potensi
untuk menjadi mujtahid. Seperti imam malik dengan murid – muridnya, imam al – syafi’i
dengan murid – muridnya, dan imam ahmad ibnu hanbal dengan murid – muridnya.
Orang yang mempunyai potensi untuk menjadi mujtahid kemudian hidup di lingkungan
masyarakat yang mendukung untuk itu, sudah tentu akan membuahkan hasil seperti biji yang
4
baik di tanam pada tanah yang subur akan cepat tumbuh dan menghasilkan buah yang
bermanfaat bagi masyarakat.
hal – hal yang terpenting yang di wariskan oleh periode ini kepada berikitnya antara
lain :
2. Fiqh yang telah di bukukan lengkap dengan dalil dan alasannya. Di antaranya
kitab dhahir al – riwayah al – sittah di kalangan mazhab hanafi. Kitab al –
mudawanah dalam mazhab maliki, kitab al – umm di kalangan mazhab al – syafi’I
dan lain sebagainya.
3. Dibukukannya ilmu ushul fiqh. Para ulama mujtahid mempunyai warna masing –
masing dalam berijtihadnya atas dasar prinsip – prinsip dan cara – cara yang di
tempuhnya. Misalnya, imam malik di dalam kitabnya al – muwatha menunjukkan
adanya prinsip – prinsip dan dasar – dasar yang di gunakan dalam berijtihad.
Tetapi orang yang pertama kali mengumpulkan prinsip – prinsip ini dengan
sistematis dan memberikan alasan – alasan tertentu adalah muhammad bin idris
al- syafi’I dalam kitabnya yang termasyhur al – risalah. Oleh karena itu, beliaulah
sebagai pencipta ilmu ushul fiqh.
4. Adanya dua aliran yang menonjol pada periode ini yaitu yang terkenal dengan
nama madrasah al – hadist dan madrasah ar – ra’yi. Umumnya terdapat di irak.
Penamaan madrasa al – hadist atau ahlul hadits tidaklah berarti mereka tidak
mempergunakan ar – ra’yu. Demikian pula penamaan madrasah ar – ra’yu tidak
berarti bahwa mereka tidak mempergunakan hadist. Penanaman ini di sebabkan
karena madrasah ar – ra’yi atau ahlul ra’yi di irak menitik beratkan tinjauannya
kepada maksud – maksud dan dasar – dasar syara dalam pengambilan hukum,
mereka berkesimpulan bahwa hukum – hukum syara itu bisa di pahami maksud –
5
maksudnya dan bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Oleh karena
itu, hukum syara berdasarkan pada prinsip yang sama dan maksud yang sama,
maka tidak mungkin terjadi pertentangan di antara ketentuannya. Atas dasar
konsep inilah mereka memahami nash yang ada, menguatkan nash yang lain dan
memberikan hukum terhadap kasus – kasus, kadang – kadang dengan
menakwilkan bunyi lahir suatu nash. Oleh karena itu mereka memperluas daerah
ijtihad Bir-Ra’yi. Bahkan sering memberikan hukum terhadap sesuatu hal yang
belm terjadi yang sering disebut Fiqh Iftirodi atau Fiqh Takdiri.
Apabila terdapat perbedaan antara ketetapan nash dan akal pikiran, mereka
memegang kepada nash. Oleh karena itu, mereka segan sekali melakukan Ijitihad
Bir-Ra’yi kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa.
Fuqaha Irak memahami nash ini dari sisi pengertiannya yang rasional dan dari sisi tujuan
nash tersebut, yaitu tujuan pembayaran zakat bagi fakir miskin, maka ulam-ulama ahli Ra’yi
membolehkan membayar dengan seekor kambing, misalnya dengan uang seharga seekor
kambing.
Fuqaha Hijaz atau ahlu al-Hadits memahami nash tersebut sesuai dengan kata-katanya itu
sendiri. Bagi mereka yang wajib dikeluarkan sebagai zakat itu adalah seekor kambing bukan
barang lain dan bukan pula harganya.
1. Lingkungan Irak lain dengan lingkungan Hijaz. Seperti diketahui di Irak telah berlaku
satu sistem hukum yang meliputi baik hukum publik maupun hukum sipil. Hal ini
6
merupakan tantangan yang mengharuskan ulam-ulama Irak lebih keras berijtihad. Di
samping itu masyarakat Irak lebih terbuka ketimbang masyarakat Hijaz yang
menyebabkan masalah-masalah yang harus diselesaikan lebih banyak terdapat di Irak
daripada di Hijaz.
2. Hadits-hadits dan fatwa sahabat lebih banyak tersebar di Hijaz ketimbang di Irak.
Dengan demikian ulama-ulama Hijaz telah bisa menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya dengan kembali kepada arti kata dalam Hadits dan fatwa sahabat dengan
tidak merasa perlu mencari illat hukum atau mengembalikan masalah kepada prinsip-
prinsip hukum. Sedangkan di Irak disamping Hadits-hadits tidak sebanyak di Hijaz
juga banyak tersebar Hadits-hadits palsu yang menyebabkan ulama-ulama Irak lebih
ketat di dalam memberikan persyaratan terhadap Hadits. Mereka hanya mau
menerima Hadits-hadits yang terkenal di kalangan ahli fiqh.
Untuk menghadapi tantangan masa kita, cara beristinbat hukum, seperti yang
ditempuh oleh ahlu Ra’yi ini terutama sekali dalam bidang hkum yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia perlu mendapat perhatian kita dan dipelajari lebih mendalam lagi.
B. Periode Kemunduran
Periode ini di mulai dari pertengahan abad keempat hijriah sampai akhir abad
ketiga belas hijriah yaitu waktu pemerintah turki usmani memakai kitab undang –
undang yang di namai majalah al – ahkam al – adliyah. Dalam undang – undang
tersebut materi – materi fiqh di susun dengan sistematis dalam satu kitab undang –
undang hukum perdata.
7
Kondisi yang semacam ini pada giliran nya menyebabkan kurang nya
perhatian terhadap ilmu dan pemikiran tentang fiqh.
3. Dengan banyaknya kitab – kitab fiqh, para ulama dengan mudah bisah
menemukan jawaban – jawaban terhadap masalah – masalah yang di hadapi.
Hal ini sudah tentu bermanfaat, akan tetapi apabila membacanya tanpa kritis
dan tanpa membandingkan dengan pendapat mazhab - mazhab lain serta
tanpa memerhatikan kembali Al – Qur’an dan sunnah, membawah akibat
kehilangan kepercayaan terhadap potensi yang besar yang ada pada di rinya.
Tidak menghargai hasil ijtihad ulama – ulama lain dan merasa pendapat
sendiri yang mutlat benar dalam masalah – masalah ijtihadiyah, sudah tentu
akan mengarah kepada sikap yang tertutup dengan segala akibat – akibatnya.
4. Dengan jatuhnya cordoba sebagai pusat kebudayaan islam di barat tahun 1213
dan kemudian jatuhnya baghdad sebagai pusat kebudayaan islam di timur
tahun 1258 M. maka berhentilah denyut jantung kebudayaan islam baik di
barat maupun di timur. Di tambah lagi dengan kehancuran masyarakat islam
masa itu. Ulama – ulama di bagian timur berusaha mencoba untuk
menyelamatkan masyarakat yang sudah hancur itu dengan melarang berijtihat
untuk menyeragamkan kehidupan sosial bagi semua rakyat , dengan demikian
di harapkan timbulnya ketertiban sosial. Rupanya usaha ini tidak banyak
menolong, karena nasib sesuatu masyarakat tidak hanya tergantung kepada
keseragaman kehidupan sosial tetapi juga kepada hasil kekuatan dan
kreativitas perorangan.
8
2. Klasifikasi mujtahid
Kerja para ulama pada masa ini masih sekitar hasil ijtihad para imam – imam
mujtahid yang sebelumnya. Misalnya membuat ikhtisar- iktisar yang di sebut
matan. Kemudian matan ini di beri penjelasan – penjelasan lagi yang di sebut
hasyiah. Kadang – kadang juga mengumpulkan pendapat – pendapat yang ada
dalam satu mazhab tertentu kemudian memisah – memishkannya antara pendapat
yang kuat dari pendapat yang kurang kuat, hal ini tidak mengandung arti tidak
ada sama sekali ulama yg memiliki kemampuan berijtihad, hanya saja mereka
dalam ijtihadnya selalu mengikatkan diri dengan mazhab yang ada. Atas dasar ini
kemudian timbul istilah – istilah seperti mujtahid mutlak, mujtahid fi al mazhab,
dan lain – lain seperti penjelasan di bawah ini :
9
5. Ahlu takhrij, yaitu fuqoha yang kegiatannya terbatas menguraikan dan
memperjelas pendapatan – pendapatan yang samar dan janggal yang ada
dalam madzhabnya, seperti al – jashosh dalam madzhab hanafi.
B . Dibidang pendidikan
11
C. Dibidang penulisan buku – buku dalam bahasa indonesia dan
penerjamahan
Seperti kita ketahui ajaran islam pada umum nya dan fiqih pada khususnya tertulis
dalam puluhan ribu kitab yang berbahasa arab. Sudah tentu ilmu – ilmu tertulis dalam bahasa
arab itu hanyasedikit orang – orang indonesia yang mampu membaca dan memahaminya.
Tetapi sekarang tampak satu kegiatan penulisan tentang ushul fiqh dalam bahasa indonesia.
Baik yang sudah di cetak dan tersebar luas di masyarakat maupun yang masih berupa diktat-
diktat yang stensilan. Demikian pula hanya dengan penerjemahan menampakkan kegiatan
yang meningkat meskipun masih sangat sedikit bila di bandingkan dengan jumlah kitab –
kitab yang baik untuk di terjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Oleh karena itu, untuk jadi
seorang ahli dalam bidang fiqih tetap harus kembali membaca dan meneliti kitab – kitab fiqh
aslinya dalam bahas arab. Bagaimana pun juga kitab – kitab [ buku] ushul fiqh dan fiqih
dalam bahasa indonesia serta terjemahannya sangat bermanfaat untuk memperkenalkan
pemikiran – pemikiran dalam bidang fiqih kepada kalangan yang lebih luas.
Pemikiran kembali tentang fiqih sedang tumbuh dan tanpaknya pemikiran – pemikiran
itu seperti alur ijtihadnya umar, abdullah bin mas’ud, dan abu hanifah. Yaitu berpegang teguh
kepada dalil – dalil kulli, prinsip – prinsip umum dan semangat ajaran, sedang yang lebihnya
bisa mengambil dari fiqh atau dengan ijtihat sesuai dengan situasi dan kondisi yang di hadapi
. alternatif ini rupanya yang terbaik dalam menghadapi masalah – masalah yang bukan saja
ruang lingkupnya sangat luas, tetapi juga sangat rumit dan tidak realitis apabila hanya di
hadapi dengan materi fiqh yang ada, tetapi juga tidaklah islami apabila melemparkan fiqh
secara keseluruhan.
12
Pada bulan agustus 1937, di adakan lagi sidang. Yang berbicara tentang syari’ah islam
waktu itu adalah mahmud syaltut dengan judul: pertanggung jawaban pidana dan perdata
dalam islam serta prof. dr . abdurrahman tag dengan judul : sistem hukum romawi dan sistem
hukum islam.
Pada bulan juli 1951 di den haag di adakan pula konferensi pengacara – pengacara
internasional yang di hadiri oleh 53 negara. Keputusan yang terpenting tentang hukum islam
adalah mengingat adanya fleksibilitas di dalam hukum islam dan kedudukan nya yang sangat
penting, maka persatuan pengacara internasional harus mengambil hukum islam menjadi
bahan perbandingan .
Pada bulan juli 1951. Fakultas hukum universitas paris mengadakan pembahasan
tentang hukum islam dalam satu kegiatan dengan nama “pekan hukum islam” . yang di bahas
adalah tentang : penetapan hak milik, pemilikan oleh negara untuk kepentingan umum,
pertanggung jawaban pidana, pengaruh mazhab fiqh satu sama lain, dan teori tentang riba
dalam islam ,
Pada akhirnya seminar tersebut memutuskan : [1] tidak di ragukan lagi bahwa prinsip –
prinsip hukum islam mempunyai nilai – nilai dari segi hukum dan [2] perbedaan pendapat
dan mazhab – mazhab mengandung kekayaan pengetahuan hukum yang menakjubkan. Oleh
karena itu, hukum islam dapat memenuhi kebutuhan hidup.
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
A.djazuli : ushul fiqh, Gilang Aditya Pres, Cetak ll, 1996.
15