You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

Oleh :

NAVA SYAFAAT ARAFAT USMAN

14420231070

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

(………….………..) (……………………)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2023
I. KONSEP KEPERAWATAN
1. Definisi Isolasi Sosial
Menurut Townsend Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian
yang di alami oleh individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan
sebagai kondisi yang negatif dan mengancam. (Sukaesti, 2019)
Menurut Yosep dan Sutini Isolasi sosial merupakan keadaan
dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.(Keliat et al.,
2015)
2. Etiologi
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa
percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan
ego yang lemah serta represi rasa takut. Menurut Stuart & Sundeen, Isolasi
sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan Kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang.
Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karna apabila tugas perkembangan ini
tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya,
kurang stimulasi kasih sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu
(pengasuh) pada bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologi Genetik adalah salah satu faktor pendukung
ganguan jiwa, faktor genetik dapat menunjang terhadap respon
sosial maladaptive ada bukri terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini namun tahap
masih diperlukan penelitian lebih lanjut
c. Faktor sosial budaya Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya ganguan dalm membina hubungan dengan
orang lain, misalnya angota keluarga, yang tidak produktif,
diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga Pola komunikasai dalam
keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam ganguan
berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal yang
negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
2) Faktor presipitasi Stressor pencetus pada umumnya mencakup
kejadian kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan indifidu untuk brhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
a. Faktor Nature (alamiah) Secara alamiah, manusia merupakan
makhluk holistic yang terdiri dari dimensi bio-psiko-sosial dan
spiritual. Oleh karena itu meskipun stressor presipitasi yang sama
tetapi apakah berdampak pada gangguan jiwa atau kondisi
psikososial tertentu yang maladaptive dari individu, sangat
bergantung pada ketahanan holistic individu tersebut.
b. Faktor Origin (sumber presipitasi) Demikian juga dengan factor
sumber presipitasi, baik internal maupun eksternal yang berdampak
pada psikososial seseorang. Hal ini karena manusia bersifat unik.
c. Faktor Timing Setiap stressor yang berdampak pada trauma
psikologis seseorang yang berimplikasi pada gangguan jiwa sangat
ditentukan oleh kapan terjadinya stressor, berapa lama dan
frekuensi stressor.
d. Faktor Number (Banyaknya stressor) Demikian juga dengan
stressor yang berimplikasi pada kondisi gangguan jiwa sangat
ditentukan oleh banyaknya stressor pada kurun waktu tertentu.
Misalnya, baru saja suami meninggal, seminggu kemudian anak
mengalami cacad permanen karena kecelakaan lalu lintas, lalu
sebulan kemudian ibu kena PHK dari tempat kerjanya (Suryani,
2005).
e. Appraisal of Stressor (cara menilai predisposisi dan presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap factor predisposisi dan
presipitasi yang dialami sangat tergantung pada:
1. Faktor kognitif: Berhubungan dengan tingkat pendidikan,
luasnya pengetahuan dan pengalaman.
2. Faktor Afektif: Berhubungan dengan tipe kepribadian
seseorang. Tipe kepribadian introvert bersifat: Tertutup, suka
memikirkan diri sendiri, tidak terpengaruh pujian, banyak
fantasi, tidak tahan keritik, mudah tersinggung,menahan
ekspresi emosinya, sukar bergaul, sukar dimengerti orang lain,
suka membesarkan kesalahannya dan suka keritik terhadap diri
sendiri.Tipe kepribadian extrovert bersifat: Terbuka, licah
dalam pergaulan, riang, ramah, mudah berhubungan dengan
orang lain, melihat realitas dan keharusan, kebal terhadap
keritik, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasakan
kegagalan dan tidak banyak mengeritik diri sendiri. Tipe
kepribadian ambivert dimana seseorang memiliki kedua tipe
kepribadian dasar tersebut sehingga sulit untuk menggolongkan
dalam salah satu tipe.
f. Faktor Physiological Kondisi fisik seperti status nutrisi, status
kesehatan fisik, factor kecacadan atau kesempurnaan fisik sangat
berpengaruh bagi penilaian seseorang terhadap stressor
predisposisi dan presipitasi.
g. Faktor Bahavioral Pada dasarnya perilaku seseorang turut
mempengaruhi nilai, keyakinan, sikap dan keputusannya. Oleh
karena itu, factor perilaku turut berperan pada seseorang dalam
menilai factor predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya.
Misalnya, seorang peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan
lebih emosional dalam menghadapi stressor.Demikian juga dengan
perokok atau penjudi, dalam menilai stressor berbeda dengan
seseorang yang taat beribadah.
h. Faktor Sosial Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya
saling bergantung antara satu dengan lainnya. Menurut Luh Ketut
Suryani (2005), kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan
dalam pengambilan keputusan, adopsi nilai, pembelajaran,
pertukaran pengalaman dan penyelenggaraan ritualitas. Dengan
demikian, dapat diasumsikan bahwa factor kolektifitas atau
kebersamaan berpengaruh terhadap cara menilai stressor
predisposisi dan presipitasi(Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)

3. Tanda dan Gejala Halusinasi


1. Merasa sedih
2. Afek tumpul
3. Merasa tidak dipedulikan orang lain
4. Merasa tertekan/depresi
5. Merasa bosan
6. Lambat dalam mengahabiskan waktu
7. Sedih afek tumpul dan kurang motivasi

4. Proses terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
Faktor perkembangan sosial budaya yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku menarik diri.Kegagalan perkembangan
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu-ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku
tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam
diri dan menyendiri.
b. Faktor Presipitasi
Tingkat kecemasan yang berat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasi masalah yang diyakini
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri)
5. Patofisologi
Risiko gangguan persepsi sensori
Halusinasi

Isolasi social Defisit Perawatan diri

Mekanisme koping tidak efektif

Gangguan konsep diri harga diri rendah

6. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
1. Solitude 1. Merasa sendiri 1. Manipulasi
2. Bekerjasama 2. Menarik diri 2. impulsive
3. Saling tergantung 3. Tergantung 3. narkisisme
4. Mutuality

Keterangan :
1. Respons adaptif
Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :
a. Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan
seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya, dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk
menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam
hubungan sosialnya.
c. Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan
interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons
individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan
hubungan interpersonal.
2. Respons antara adaptif dan maladaptif
a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian,
terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungannya.
b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka
dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan
interpersonal ataupun dengan lingkungannya.
c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada
individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang
dimilikinya.
3. Respons maladaptif
Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang
meliputi :
a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila
seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain
atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan sementara
waktu.
b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada
masalah pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada
diri sendiri atau tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan

7. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
yang disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah
berhubngan :
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial
yaitu proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain.
2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline
yaitu pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang
lain, merendahkan orang lain dan identifikasi–proyeksi.

II. PROSES KEPERAWATAN


1. Pengakajian
a. Data Fokus
Hubungan Social:

Orang yang berarti bagi pasien…..


Peran serta dalam kegiatan berkelompok atau masyarakat….
Hambatan berhubungan dengan orang lain…. ADDIN
CSL_CITATION {"citationItems":[{"id":"ITEM-
1","itemData":{"author":[{"dropping-
a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Pasien merasa tidakman berada dengan orang lain
c) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f) Pasien merasa tidak sempurna
g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup. (Keliat, A, B.
Akemat, 2019)
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat anda tanyakan pada saat
wawancara untuk mendapatkan data subjektif:
1. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya
(keluarga atau tetangga)?
2. Apakah pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman
dekatnya?
3. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat
dengannya?
4. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
5. Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
6. Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dan
orang sekitarnya
7. Apakah pasien merasakan waktu begitu lama berlalu?
8. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup?
(Keliat, A, B. Akemat, 2019)

Tanda dan gejala isolasi social yang dapat melalui observasi.

1. Tidak memiliki teman dekat


2. Menarik diri
3. Tidak komunikatif
4. Tidak berulang dan tidak bermakna
5. Asyik dengan pikirannya sendiri
6. Tidak ada kontak mata
7. Tampak sedih, efek tumpul. (Keliat, A, B. Akemat, 2019)
b. Masalah Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul (Yosep, I, H.
Sutini, 2016)
a) Isolasi social
b) Harga diri rendah kronis
c) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
d) Koping keluarga tidak efektif
e) Koping individu tidak efektif
f) Intoleransi aktifitas
g) Defisit perawatan diri
h) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

c. Analisa Data (Badar, 2016)


DATA PENGKAJIAN MASALAH KEPERAWATAN
Data Subjektif:

● Pasien mengatakan ia tidak memiliki

banyak teman dan malas untuk


berkenalan
Isolasi Sosial
● Pasien mengatakan ia lebih suka

sendiri dari pada beramai-ramai


Data Objektif

● Pasien terlihat menyendiri

● Pasien terliha murung dan suka

melamun

d. Pohon Masalah Isolasi Sosial (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)


Harga Diri Rendah - (Causa)

Isolasi Sosial - (Core Problem)

Risiko Halusinasi - (Efek)

2. Diagnosa Keperawatan
Keliat mengatakan bahwa setelah dilakukan pengkajian, maka
dirumuskanlah masalah keperawatan yaitu isolasi social (sekaligus
menjadi diagnose keperawatan). (Keliat, A, B. Akemat, 2019)

3. Intervensi Keperawatan
Promosi Sosialisasi (I.13498)
Observasi
Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain
Terapeutik
Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok
Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis: jalan-jalan, ke toko buku)
Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang
lain
Diskusikan perencanaan kegiatan di masa depan
Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan

Edukasi
Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
Anjurkan meningkatkan kejujuran diri dan menghormati hak orang lain
Anjurkan penggunaan alat bantu (mis: kacamata dan alat bantu dengar)
Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan khusus
Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
Latih mengekspresikan marah dengan tepat

Terapi Aktivitas (I.01026)


Observasi
Identifikasi defisit tingkat aktivitas
Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu luang
Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik
Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas
Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri),
sesuai kebutuhan
Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi,
atau gerak
Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori implisit dan
emosional (mis: kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika
sesuai
Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur,
dan aktif
Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis: vocal group, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah
tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kartu)
Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan Kesehatan
Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Merupakan insiatif dan rencana tindakan untuk tujuan yang
spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klen mencapai tujuan
yang diharapkan.Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang memengaruhi
masalah kesehatan klien.(Febriana, D, 2017).

5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan
antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Metode penulisan evaluasi keperawatan dalam progress
notes/catatan perkembangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan
SOAP: (Febriana, D, 2017)
a. S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan
b. O (Objective) : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan
c. A (Analysis) : Isolasi Sosial (+)
d. P (Planing) : latihan cara berkenalan sebanyak 3 kali (Febriana,
D, 2017)

6. Yang Diharapkan Untuk Pasien dan Keluarga

a. Pasien
Pasien mampu bercakap-cakap dengan orang lan, pasien mampu
bekerja sama dengan orang lain serta menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadinya dengan orang lain. (Keliat, A, B.
Akemat, 2019)
b. Keluarga
Keluarga dapat merawat pasien degan masalah isolasi social
langsung dihadapan pasien.(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)

7. Terapi Kelompok Yang Sesuai

Terapi aktifitas yang cocok untuk klien isolasi social yaitu terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS). Hal tersebut dikarenakan klien sering
menyendiri (menghindar dari orang lain), komunikasi berkurang (bicara
apabila ditanya,jawaban singkat), berdiam diri di kamar dalam posisi
meringkuk, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, wajah tampak sedih dan
sering menunduk yang menunjukkan bahwa klien mengalami masalah
dalam hubungan social ( isolasi social). Oleh karena itu terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS) cocok untuk memfasilitasi kemampuan klien
dengan masala hubungan social agar klien dapat bersosialisasi kembali
dengan orang lain maupun lingkungannya serta dapat meningkatkan
hubungan interpersonal dan kelompok. Terapi aktivitas kelompok
sosialisasi (TAKS) dilakukan dalam 7 sesi dengan indikasi klien menarik
diri yang sudah sampai pada tahap mampu berinteraksi dalam kelompok
kecil dan sehat secara fisik (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)
a. Sesi 1: kemampuan memperkenalkan diri
b. Sesi 2: kemampuan berkenalan
c. Sesi 3: kemampuan bercakap-cakap
d. Sesi 4: kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
e. Sesi 5: kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f. Sesi 6: kemampuan bekerjasama
g. Sesi 7: evaluasi kemampuan sosialisasi
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan


Jiwa - Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (1st ed.). Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.

Azizah, M. lilik, Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Indomedia Pustaka, 291.
https://doi.org/ISBN 978-xxx-xxx-xx-x

Badar. (2016). Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan


Masalah Utama “Isolasi Sosial.” Bogor: Penerbit In Media.

Febriana, D, V. (2017). Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Healthy.

Keliat, A, B. Akemat, M. K. (2019). Model Praktik Profesional Keperawatan


Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keliat, B. D. Pawirowiyono, A. (2017). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok (2nd ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sukaesti, D. (2019). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 6(1), 19. https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.19-24

Yosep, I, H. Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (7th ed.). Bandung:
PT Refika Aditama.

You might also like