You are on page 1of 34

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARIS DI


DESA TAPAH SARI KECAMATAN MERSAM

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Syari’ah
Program Studi Hukum Eknomi Syari’ah

Oleh :
RESTI ROLIANTI
NIM. 2020.125.411

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NUSATARA BATANG HARI
FAKULTAS SYARI’AH
TAHUN 2023
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARIS
BERDASARKAN JENIS KELAMIN AHLI WARIS DI DESA TAPAH SARI
KECAMATAN MERSAM KABUPATEN BATANG HARI

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-
baik ciptaan Allah Swt yang dilengkapi dengan kemampuan daya hidup,
mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir dan
memutuskan. Namun manusia sebagai salah satu makhluk sempurna
yang diciptakan Allah SWT dalam proses perjalanan siklus kehidupan
dari saat lahir, tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya juga akan
meninggal dunia membawa pengaruh kepada lingkungan sekitarnya.
Terutama dengan orang yang dekat dengannya, baik dalam arti nasab
maupun dalam arti lingkungan.
Setiap mahluk pasti akan mati, tidak ada orang yang mengetahui
kapan dia mati karena waktu kematian merupakan salah satu yang
dirahasiakan Allah SAW. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah an-
Nam ayat 61:
ُ َ َ َ َ ٓ َ َ ٰٓ ‫َ ُ ۡ ُ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ ً َ ى‬ َ َ َۡ ُ
َُ‫كم‬ ‫َوه ََو َٱلقاه َُِر َف ۡوق َع َِبادِ َه ِۦَ َوير ِسل َعليكم َحفظة َحَّت َإِذا َجاء َأح َد‬
َ َ َ ُ َ َُ ُ ُ ُۡ‫َۡۡ ُ ََى‬
ََ٦١َ‫اَوه ۡمََل َُيف ِر ُطون‬ ‫تَتوفتهَرسلن‬ َ ‫ٱلمو‬
“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua
hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga,
sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara
kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-
1
malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.”

Kematian tidak dapat diprediksi kapan datangnya. Matinya manusia


akan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi, baik itu meninggalkan
orang tua, saudara, kerabat, pekerjaan dan harta bendanya. Harta benda
yang ditinggalkan sering timbul masalah diantaranya ialah perebutan
tentang hak atas harta benda yang ditinggalkan oleh anggota

1
Surah An-Nam (6): 61

1
2

keluarganya. Hukum yang mengatur mengenai harta benda peninggalan


orang yang meninggal dunia disebut dengan hukum waris. Hukum waris
yaitu hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli
warisnya.
Hukum mawaris merupakan salah satu ajaran atau syari’at Islam
yang yang sangat dianjurkan untuk dipelajari. Bahkan didalam Al-Qur’an
telah dituliskan sedemikian rupa pokok-pokok aturan dalam masalah
warisan, baik itu mengenai rukun waris, syarat, maupun pembagian harta
warisan. Pengertian hukum waris menurut Amir Syarifuddin :merupakan
seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Nabí
tentang hal ihwal peralihan harta atau berwujud harta dan yang telah mati
kepada yang masib hidup. yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat
untuk semua yang beragama Islam.” 2
Kalangan penulis Islam umumnya mendefinisikan hukum kewarisan
sebagai seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak
dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih
hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan pada wahyu Ilahi
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan penjelasannya yang diberikan oleh
Nabi Muhammad SAW.3
Dalam hukum kewarisan Islam, pembagian harta waris antara laki-
laki dan perempuan tidak dibedakan karena keduanya memiliki hak yang
sama dalam memperoleh harta waris dari orang tua sebagaimana
tercermin dalam surah An-Nisa ayat 7:

َ ‫ان َو ۡٱۡلَ ۡق َرب‬


ٞ ِ‫ُون َولِل ِّن َسآ ِء َنص‬
‫يب ِّممَّا َت َر َك‬ ۡ
ِ َ‫يب ِّممَّا َت َر َك ٱل َٰ َولِد‬
ٞ ِ‫ال َنص‬ ِ ‫لِّلرِّ َج‬
‫ [سورة‬٧ ‫ُوضا‬ ٗ ‫ُون ِممَّا َق َّل م ِۡن ُه أَ ۡو َك ُث َۚ َر َنصِ ٗيبا م َّۡفر‬ َ ‫ان َو ۡٱۡلَ ۡق َرب‬ ۡ
ِ َ‫ٱل َٰ َولِد‬
]٧,‫النساء‬
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)
2
Syukri Albani Nasution. Hukum Waris, (Medan ; CV. Man Haji. 2015), hal. 8
3
Sukris Samadi. Hukum Waris Islam di Indonesia. (Yogjakarta. Aswaja Pressindo,
2013), hal. 2
3

dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau


banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”4

Dari surah An-Nisa ayat 7 di atas, sudah sangat jelas bahwa Laki-
laki mendapatkan hak bagian dari harta peninggalan orangtua dan kerabat
karibnya sebagai warisan. Demikian pula bagi perempuan, ada hak
bagian dari harta peninggalan itu, tanpa dihilangkan atau dikurangi.
Bagian-bagian tersebut telah ditentukan demikian, baik harta itu sedikit
maupun banyak.
Dalam Hukum Islam, pembagian harta waris antara laki-laki dan
perempuan mempunyai aturan tersendiri dalam pembagiannya.
Pembagian harta waris antara ahli waris berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan berbeda dalam arti jumlah. Jika perempuan mendapat 1
bagian maka laki-laki mendapat 2 bagian. Hal ini telah dijelaskan lebih
gamblang dalam surah Annisa Ayat 11. Perbedaan porsi warisan yang
diperoleh masing-masing individu diatur menurut prinsip Islam. Dalam
hukum Islam, sistem pembagian warisan meliputi ahli waris perempuan
dan ahli waris laki-laki sebagaimana tercantum dalam QS An-Nisa ayat
11, 12, 33 dan 176.
Perbedaan jumlah harta waris sebagaimana tercantum dalam surah
An-Nisa ayat 11 menjadi salah satu hal yang sering menjadi perdebatan di
masyarakat, hal ini terjadi karena sebahagian masyarakat kurang
memahami dan menerapkan aturan hukum waris Islam dalam pembagian
harta waris. Selain itu, adanya pergeseran peran laki-laki dan perempuan
di masyarakat dimana perempuan sudah tidak dianggap seperti zaman
dahulu lagi dalam arti bahwa hak dan kewajiban perempuan telah
disejajarkan dalam hak-haknya di masyarakat sehingga sebahagian
masyarakat khususnya perempuan sering mempermasahkan hal ini.
Hal tersebut terjadi karena adanya pergeseran peran laki-laki dan
perempuan di masyarakat. Perempuan sudah tidak dianggap seperti

4
An Nisa (4) :7
4

zaman dahulu lagi dimana pada saat ini perempuan telah disejajarkan
dalam hak-haknya di masyarakat. Oleh sebab itu, mesti dipahami bahwa
ketika membicarakan sesuatu dalam konteks hukum Islam akan sangat
erat kaitannya dengan syari’ah dan fiqih. Asas hukum dalam pewarisan
Islam tidak memandang perbedaan antara laki- laki dengan perempuan,
semua ahli waris baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang
sama sebagai ahli waris. Tetapi hanyalah perbandingannya saja yang
berbeda. Memang di dalam hukum waris Islam yang ditekankan adalah
keadilan yang berimbang, bukanlah keadilan yang sama rata sebagai
sesama ahli waris. Karena prinsip inilah yang sering menjadi perdebatan
yang kadang kala menimbulkan persengketaan diantara para ahli waris.
Sosialisasi hukum waris Islam di masyarakat saat ini masih belum
sepenuhnya dapat dilakukan, karena di Indonesia sendiri penerapan
hukum waris masih menggunakan beberapa jenis hukum waris, hal ini
karena Indonesia belum memiliki Undang-Undang Hukum Waris Nasional
yang berlaku, sehingga di Indonesia masih diberlakukan 3 sistem hukum
kewarisan, yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum
Islam dan Hukum Adat. 5
Dalam hukum kewarisan Islam, dimana pembagian harta waris
antara ahli waris antara laki-laki dan perempuan berbeda, sebagaimana
telah dijelaskan dalam surah Annisa Ayat 11 tidaklah berlaku di Desa
Tapah Sari. Salah satu desa yang terletak dii Kecamatan Mersam
Kabupaten Batang Hari ini menggunakan sistem pembagian harta waris
yang agak berbeda dari hukum kewarisan Islam.
Berdasarkan wawancara awal atau grandtour yang peneliti lakukan
terhadap beberapa narasumber di Desa Tapah Sari, yaitu Kepala desa
Tapah Sari, Ketua lembaga adat dan tetua kampung Di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam, secara umum dapat peneliti simpulkan bahwa
pembagian harta waris banyak dipengaruhi oleh hukum adat walaupun
5
Tyara Maharani Permadi. Penyelesaian Sengketa Waris Dalam Masyarakat Adat
Kampung Naga Berdasarkan Hukum Islam Dan Hukum Adat. Jurnal Kertha Semaya, Vol.
9 No. 10 Tahun 2021, hal. 1822
5

hukum adat sendiri banyak mengacu pada hukum Islam, hal ini
dikarenakan penduduk di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam mayoritas
beragama Islam dan masih memegang teguh adat istiadat yang dari
zaman dahulu telah dilakukan di Desa Tapah Sari.
Dalam pembagian harta waris di Desa Tapah Sari, menurut Ketua
Lembaga Adat Desa Tapah Sari Bapak Syahroni Marzuki, pembagian
harta waris lebih banyak menggunakan hukum Islam sebagai acuan
pelaksanaannya dimana setiap anak baik laki-laki maupun perempuan
memperoleh harta waris. Akan tetapi, pada prosesnya pembagian harta
waris banyak dilakukan oleh orang tua ketika masih hidup atau dalam
hukum Islam disebut hibah, hal tersebut dilakukan dengan alasan karena
orang tua ingin menunjang hidup anak-anak mereka yang sudah menikah
atau berusaha mandiri sendiri serta menghindari adanya sengketa ketika
orang tua sudah meninggal. Misalnya dengan hibah kebun sawit atau
kebun karet yang diolah oleh anak laki-lakinya dan hibah rumah kepada
anak perempuan atau anak bungsu yang diharapkan kelak dapat
mengurus orang tua dimasa tua. 6.
Menurut Tetuo Kampung Desa Tapah Sari Bapak Sukirno sebelum
pemberian hibah dilakukan musyawarah keluarga agar tidak terjadi konflik
baik antar anak maupun anak dan orang tua. Dalam pembagian harta
waris, namun masalah akan timbul jika ada pihak yang merasa tidak adil
dan menuntut untuk pembagian yang mereka anggap lebih adil walaupun
terkadang orang tua masih hidup. Hal ini yang sering memicu konflik dan
terkadang membutuhkan mediasi dari ketuo kampung ataupun dari
lembaga adat Desa Tapah Sari 7
Dari penjelasan tersebut, penulis mendapat gambaran tentang
bagaimana pembagian harta waris di Desa Tapah Sari Kecamatan
Mersam yang menurut penulis hukum adat dan hukum Islam telah menjadi
6
Wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Desa Tapah Sari Tanggal 08
Agustus 2023
7
Wawancara dengan Tetuo Kampung Desa Tapah Sari Tanggal 08 Agustus
2023
6

acuan dalam perilaku sosial maryarakat desa Tapah Sari dan telah
mendarah daging dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya..
Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh
mengenai bagaimana mekanisme pembagian harta waris di Desa Tapah
Sari Kecamatan Mersam dan Bagaimana tinjauan hukum Islam dan
hukum adat terhadap pembagian harta waris di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
dan Hukum Adat Terhadap Pembagian Harta Waris Di Desa Tapah
Sari Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
penulis dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut
1. Bagaimanakah praktik pembagian harta waris Di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari?
2. Bagaimanakah Tinjauan Hukum Islam dan hukum adat dalam
pembagian harta waris di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam
Kabupaten Batang Hari?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis praktik pembagian harta waris di
Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana tinjauan hukum Islam
dan hukum adat dalam pembagian harta waris Di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari

D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai informasi kepada masyarakat Desa Tapah Sari tentang
praktik pembagian harta waris yang didasarkan pada Hukum Islam
dan hukum adat
7

2. Sebagai sumbangan dan kontribusi pemikiran untuk menjawab


persoalan berkenaan dengan pembagian harta waris berdasarkan
hukum Islam dan hukum adat di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam
Kabupaten Batang Hari.

E. Kerangka Teori
1. Konsep Hukum Waris Islam
Hukum kewarisan Islam atau dalam bahasa Arabnya disebut
Farâidl adalah jama’ dari kata farîdlah, yang berarti “Suatu bagian
tertentu”. Menurut A. Rofiq, Farâidl atau farîdlah artinya adalah ketentuan
siapa-siapa orang yang termasuk ahli waris dan bagaimana cara
penghitungannya. 8 Adanya pengaturan tersebut berarti telah terjabarnya
hak-hak keperdataan mengenai harta tersebut berupa hak menerima
harta dari orang tertentu kepada dirinya ditimbulkan karena adanya
hubungan khusus antara dirinya sebagai penerima hak dengan orang
yang memiliki harta dimaksud. Dalam hukum kewarisan Islam, hubungan
tersebut dapat berupa hubungan nasab, hubungan karena susuan dan
hubungan sebab perkawinan.
Hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta
dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti
menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-
masing ahli waris, menentukan bagian harta peninggalan dan harta
warisan yang diberikan kepada ahli waris 9
Amir Syarifudin memberikan pengertian tentang hukum kewarisan
ini sebagai seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan
sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berwujud harta dari

8
Nuraida Fitri Habi. Hukum Waris Islam & Keadilan Gender Dalam Seloko Adat
Jambi Pada Hukum Pucuk Induk Undang Nan Limo. (Jakarta. Publica Indonesia Utama;
2022), hal. 33
9
Rahmat Haniru. Hukum Wais Di Indonesia Persfektif hukum Islam dan Hukum
Adat. Al-Hukama. The Indonesian Journal of Islamic Family LawVolume 04, Nomor 02,
(2014), hal. 2
8

yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama Islam. 10
Dari pernyataan tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa hukum
waris Islam merupakan seperangkat peraturan tertulis tentang proses
pemindahan harta seseorang yang telah meninggal kepada orang lain
yang masih hidup yang berupa benda yang wujud maupun yang berupa
hak kebendaan kepada keluarganya yang dinyatakan berhak menurut
hukum.

2. Dasar Hukum Waris Islam


Dalam pelaksanaan hukum waris Islam di Indonesia, beberapa
dasar hukum waris digunakan untuk penyelesaian waris. Dasar hukum
waris tersebut adalah:
1) Al-Qur’an.
Dasar hukum waris Islam yang pertama yaitu Al-Qur’an seperti
telah tertuang dalam QS an-Nisa ayat 11

‫ٱَّللُ ف ِٓي أَ ۡو َٰ َل ِد ُك ۡۖۡم ل َِّلذ َك ِر م ِۡث ُل َح ِّظ ۡٱۡلُن َث َي ۡي َۚ ِن َفإِن ُكنَّ ن َِسآ ٗء َف ۡو َق ۡٱث َن َت ۡي ِن‬
َّ ‫يُوصِ ي ُك ُم‬
‫فُ َو ِۡلَ َب َو ۡي ِه لِ ُك ِّل َٰ َوح ِٖد م ِّۡن ُه َما‬َۚ ‫ص‬ۡ ‫َف َلهُنَّ ُثلُ َثا َما َت َر ۖۡ َك َوإِن َكا َن ۡت َٰ َوحِدَ ٗة َف َل َها ٱل ِّن‬
‫د َو َو ِر َث ُهۥٓ أَ َب َواهُ َف ِِل ُ ِّم ِه‬ٞ ‫َۚد َف ِإن لَّمۡ َي ُكن لَّهُۥ َو َل‬ٞ ‫ان َلهُۥ َو َل‬ َ ‫ٱلسُّ ُدسُ ِممَّا َت َر َك إِن َك‬
َۚ ُ
‫ة َف ِِل ِّم ِه ٱلسُّ ُدسُ م ِۢن َب ۡع ِد َوصِ يَّةٖ يُوصِ ي ِب َهآ أَ ۡو دَ ۡي ٍۗن‬ٞ ‫ان َل ُهۥٓ إِ ۡخ َو‬ َ ‫ث َفإِن َك‬ ُ َۚ ُ‫ٱلثل‬
ُّ
‫ان‬َ ‫ٱَّلل َك‬ َ َّ َّ‫ٱَّلل إِن‬ َ ‫ون أَ ُّيهُمۡ أَ ۡق َربُ َل ُكمۡ َن ۡف ٗع َۚا َف ِر‬
ٍِۗ َّ ‫يض ٗة م َِّن‬ َ ‫َءا َبآؤُ ُكمۡ َوأَ ۡب َنآؤُ ُكمۡ ََل َت ۡد ُر‬
.‫َعلِيمًا َحك ِٗيما‬
“Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
10
Syukri Albany Nasution. Hukum Waris. (Medan; Manhaji. 2015), hal. 7
9

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat


yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”11

Selain surah An-nisa ayat 11 di atas, dasar hukum waris Islam juga
terdapat dalam surah a-Anfal ayat 72, al-Ahzab ayat 4, 5, 6 dan 40 dan
an-Nisa ayat 7, 12, 33 dan 176

2) As-Sunnah
Selain Al-qur’an, dasar hukum waris lain yang digunakan adalah As-
Sunnah. Terdapat beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang
menjelaskan tentang ketentuan waris, di antaranya dalam HR. Bukhari no.
6732:

‫ِض ِبأ َ ْهلِ َها َف َما َبق َِي َفه َُو ِۡلَ ْولَى َر ُجل َذ َكر‬
َ ‫أَ ْل ِحقُ ْوا ْال َف َرائ‬
“Berikanlah harta warisan kepada orang yang berhak
menerimanya, sedangkan sisanya untuk kerabat laki-laki yang
terdekat.12

Dalam hadits ini Rasulullah memerintahkan supaya pembagian


warisan dimulai dari Ashabul Furudh, yaitu ahli waris yang mendapatkan
jatah tertentu (setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga,
sepertiga, atau seperenam), kemudian jika ada sisa maka diberikan
kepada kerabat laki-laki yang terdekat. Selain itu, Rasulullah juga
bersabda sebagaimana terdapat dalam HR. Bukhari no. 1588:

‫ث ْالمُسْ لِ ُم ْال َكاف َِر َو ََل ْال َكافِرُ ْالمُسْ ِل َم‬


ُ ‫ََل َي ِر‬
“Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak
mewarisi orang muslim” 13

11
An-Nisa (4) ; 11
12
Abu Muslim Nurman Darmawan. Faraidh. Hadist Nabi Seputar Warisan.
https://alukhuwah.com/2022/08/11/faraidh-hadits-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-
seputar-warisan/, di akses 10 Nopember 2023
13
Abu Muslim Nurman Darmawan . Faraidh. Hadist Nabi Seputar Warisan.
https://alukhuwah.com/2022/08/11/faraidh-hadits-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-
seputar-warisan/,di akses 10 Nopember 2023
10

Hadits tersebut merupakan dalil yang menunjukkan bahwa tidak


adanya hubungan pewarisan antara dua orang yang berbeda agama.
Misalnya seorang muslim tidak bisa menerima warisan dari kerabatnya
yang baragama nasrani, dan orang nasrani pun tidak bisa menerima
warisan dari kerabatnya yang muslim. Demikian pula sesama orang kafir
tidak saling mewarisi jika agamanya berbeda, misalnya seorang nasrani
tidak mendapatkan warisan dari kerabatnya yang yahudi, begitu pula
sebaliknya.

3) Ijma’ dan Ijtihat


Dalam hukum waris, Ijma’ dapat diartikan sebagai kesepakatan para
ulama atau sahabat sepeninggal Rasulullah SAW. tentang ketentuan
warisan yang terdapat dalam al-Quran maupun Sunnah. Karena telah
disepakati oleh para sahabatt dan ulama bahwa Ijma’ dapat dijadikan
sebagat referensi hukum Islam14
Sedangkan Ijtihad yaitu pemikiran sahahat atau ulama dalam
menyelesaikan kasus-kasus pembagian warisan, yang belum atau tidak
disepakati 15 , misalnya terhadap masalah radd atau ‘aul, di dalamnya
terdapat perbedaan pendapat. sejalan dengan nash ijtihad masing-masing
sahabat, tabi’in atau ulama. Meskipun hukum kewarisan, yang sering
disebut dengan Jara‘id (ketentuan) adatah ketentuan yang dibakukan
bagiannya, dalam penerapannya sering dijumpai kasus-kasus yang
menyimpang atau tidak sarna persis seperti yang dikehendaki aI-Qur’an..

3. Hakikat Ahli Waris


Ahli waris secara istilah adalah orang yang menerima atau memiliki
hak warisan dari tirkah (harta peninggalan) orang yang meninggal dunia
(pewaris). Untuk berhaknya dia menerima harta warisan itu diisyaratkan
dia telah dan hidup saat terjadinya kematian pewaris. Dalam hal ini

14
Syukri Albani. Op. Cit. Hal. 11
15
Ibid. Hal. 11-12
11

termasuk pengertian ahli waris janin yang telah hidup dalam kandungan,
meskipun kepastian haknya baru ada setelah ia lahir dalam keadaan
hidup. Hal ini juga berlaku terhadap seseorang yang belum pasti
kematiannya. Tidak semua ahli waris mempunyai kedudukan yang sama,
melainkan mempunyai tingkatan yang berbeda-beda secara tertib sesuai
dengan hubungnnya dengan si mayit. 16
Secara hukum Islam, ahli waris terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
hubungan darah.
2. Ahli waris sababaiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
adanya perkawinan yang sah dan atau karena memerdekakan hamba
sahaya.

4. Pembagian Waris dalam Hukum Waris Islam


Jenis Kelamin (gender) adalah suatu konsep sosial yang
membedakan (dalam arti memisahkan) status dan peran tidak ditentukan
berdasarkan biologis, melainkan dibedakan atau dipilah-pilah menurut
kedudukan dalam berbagai bidang kehidupan berdasarkan sifat yang
dirasakan cocok bagi salah satu jenis kelamin. Misalkan perempuan
lembut, dianggap cocok bekerja untuk mengasuh anak, membersihkan
rumah, memasak dan lainnya. Sedangkan laki-laki kuat lebih cocok
sebagai tukang kayu, menjadi sopir, bekerja diluar rumah mencari nafkah
keluarga.17
Dalam hukum kewarisan Islam, perempuan dan laki-laki merupakan
keturunan dari orang tuanya dan berhak mewaris atau sebagai ahli waris
berdasarkan surat An Nisa ayat 7. Dengan demikian dalam sistem hukum
kewarisan Islam mendudukan perempuan sebagai ahli waris sudah sesuai
dengan Al-Qur’an dan wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Dalam islam

16
Dwi Putra Jaya. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. (Bengkulu. Zara Abadi.
2020), hal. 83
17
Ni Nyoman Sukerti. Buku Ajar Gender Dalam Hukum. (Bali; Pustaka Ekspres,
2016), hal. 2
12

garis keturunan tidak hanya ditentukan dari garis bapak, namun juga dari
garis ibu (parental). Sedangkan dalam pembagian warisan ditetapkan
berdasarkan Al Quran dan Sunah Nabi, yang menetapkan bagian anak
laki-laki dua kali lebih besar dari anak perempuan berdasarkan surat An
Nisa 11,12 merupakan ketentuan Allah yang tidak dapat diubah.
Pada Q.S an Nisa’ ayat 11-12 dijelaskan bahwa Allah memberikan
petunjuk tentang bagaimana anak-anak harus menerima warisan dalam
hukum waris Islam. Ayat ini menekankan bahwa laki-laki memiliki hak
setara dengan dua perempuan dan bahwa perempuan memiliki hak yang
lebih rendah dalam hal warisan. Ayat ini juga membahas tentang
bagaimana warisan harus dibagikan kepada orang tua jika ada, dan
bagaimana warisan harus dibagikan jika tidak ada anak atau saudara.
Dalam hukum waris Islam, laki-laki dan perempuan memiliki hak
yang berbeda dalam hal warisan. Laki-laki menerima bagian yang lebih
besar dari warisan dibandingkan perempuan, karena dalam tradisi Islam
laki-laki dianggap sebagai pemimpin dan pencari nafkah bagi keluarga.
Perempuan, pada gilirannya, memiliki hak atas warisan yang tetap dan
tidak dapat dicabut. Namun, meskipun ada perbedaan dalam jumlah
bagian warisan, Islam juga menekankan bahwa kebutuhan perempuan
harus dipenuhi dan dibahagiakan dan mereka dapat hidup dengan
martabat dan keamanan yang baik.
Jika kita lihat dari surah An-Nisa ayat 11 dan 12 yang membagi
harta waris perempuan 1 dan laki-laki 2 bagian, bagi sebahagian orang
yang belum memahami maksud dari surah tersebut akan beranggapan
bahwa masih adanya diskriminasi gender dalam pembagian warisan.
Namun dalam kedudukannya sebagai ahli waris laki-laki dan perempuan
surah An-Nisa menyebutkan tentang persamaan hak dalam menerima
hak waris.
Dalam kewarisan Islam, para ulama telah menetapkan bahwa
terdapat lima belas laki-laki dan sepuluh perempuan yang berhak untuk
mendapatkan hak waris, yaitu
13

1. Ahli Waris Laki-laki


Terdapat 15 ahli waris laki-laki yang telah menjadi ijma’ para ulama,
yaitu:
a) Anak laki-laki.
b) Cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki seterusnya ke bawah
c) Ayah.
d) Kakek sahih (bapak dari ayah) dan laki-laki generasi di atasnya.
e) Saudara laki-laki sekandung.
f) Saudara laki-laki seayah.
g) Saudara laki-laki seibu.
h) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
i) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
j) Paman sekandung (saudara laki-laki sekandung ayah, baik adik
maupun kakak ayah).
k) Paman seayah (saudara laki-laki seayah ayah).
l) Anak laki-laki dari paman sekandung.
m) Anak laki-laki dari paman seayah.
n) Duda.
o) Laki-laki yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki
maupun budak perempuan.
2. Ahli Waris Perempuan
Terdapat 10 ahli waris perempuan yang telah menjadi ijma’ para
ulama, yaitu:
a) Anak perempuan.
b) Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki seterusnya ke
bawah,
c) Ibu.
d) Nenek (ibu dari ayah).
e) Nenek (ibu dari ibu). Nenek, baik ibu dari ayah maupun ibu dari
ibu, semuanya bersekutu dalam satu bagian yang telah
ditetapkan untuk mereka (dibagi sama rata),
14

f) Saudara perempuan sekandung.


g) Saudara perempuan seayah.
h) Saudara perempuan seibu.
i) Janda.
j) Perempuan yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki
maupun budak perempuan18

5. Rukun dan Syarat Waris


Rukun-rukun waris di dalam hukum Islam ada tiga, yang mana jika
salah satu dari rukun waris ini tidak ada maka tidak akan terjadi
pembagian warisan. Hukum tersebut terdiri dari:
2) Adanya pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia yang
meninggalkan sejumlah harta dan peninggalan lainnya yang dapat
diwariskan.
3) Adanya ahli waris, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang
berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris
dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan
pernikahan, atau lainnya, beragama Islam dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.
4) Adanya harta warisan, Harta warisan menurut hukum waris Islam
adalah harta bawaan dan harta bersama dikurang biayabiaya yang
dikeluarkan untuk pewaris selama sakit dan setelah meninggal dunia.
Misalnya pembayaran hutang, pengurusan jenazah dan pemakaman.
Harta warisan dalam hukum waris Islam tidak hanya harta benda
tetapi juga hakhak dari pewaris yaitu harta peninggalan milik pewaris
yang ditinggalkan ketika ia wafat. Harta warisan ini dapat berbagai
macam bentuk dan jenisnya, seperti uang, emas, perak, kendaraan
bermotor, asuransi, komputer, peralatan elektronik, binatang ternak
(seperti ayam, kambing, domba, sapi, kerbau, dan lain-lain), rumah,

18
Abdillah Mustari, Op. Cit, hal. 44-45
15

tanah, sawah, kebun, toko, perusahaan, dan segala sesuatu yang


merupakan milik pewaris yang di dalamnya ada nilai materinya
Sedangkan syarat-syarat waris ada tiga, di antaranya adalah :
1) Telah meninggalnya pewaris baik secara nyata maupun secara hukum
(misalnya dianggap telah meninggal oleh hakim, karena setelah
dinantikan hingga kurun waktu tertentu, tidak terdengar kabar
mengenai hidup matinya). Hal ini sering terjadi pada saat datang
bencana alam, tenggelamnya kapal di lautan, dan lainlain.
2) Adanya ahli waris yang masih hidup secara nyata pada waktu
pewaris meninggal dunia.
3) Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti, termasuk
kedudukannya terhadap pewaris dan jumlah bagiannya masing-
masing.19

6. Penghalang Waris
Penghalang atau penggugur (Al-hajb) orang yang menghalangi
orang lain untuk mendapatkan warisan, dan al-mahjub berarti orang
yang terhalang untuk mendapatkan warisan. Adapun pengertian alhajb
menurut kalangan ulama faraid adalah menggugurkan hak ahli
waris lainnya untuk menerima waris, baik secara keseluruhannya
atau sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih berhak untuk
menerimanya.
Prinsip al-hjab mahjub adalah mengutamakan atau mendahulukan
kerabat yang mempunyai jarak lebih dekat daripada orang lain
dengan si mati. Keutamaan itu dapat pula disebabkan oleh kuatnya
hubungan kekerabatan seperti saudara kandung lebih kuat hubungannya
dibandingkan saudara seayah atau seibu saja, karena hubungan
saudara kandung melalui dua jalur (ayah dan ibu) sedangkan yang
seayah atau seibu hanya melalui satu jalur (ayah saja atau ibu saja).
Al-hajb terbagi dua, yaitu :

19
Abdillah Mustari. Op. Cit, hal. 27-28
16

1) Al-hajb bil washfi (berdasarkan sifatnya)


2) Al-hajb bi asy-syakhshi (karena orang lain)
Al-hajb bil washfi berarti orang yang terkena hajb tersebut
terhalang dari mendapatkan hak waris secara keseluruhan, misalnya
orang yang membunuh pewarisnya, kafir atau murtad, serta budak.
Maka hak waris untuk kelompok ini menjadi gugur atau terhalang.
Al-hajb bil washfi di dalam kalangan ulama faraid dikenal pula dengan
nama al-Hirman.
Sedangkan al-hajb bi asy-syakhshi yaitu gugurnya hak waris
seseorang dikarenakan adanya orang lain yang lebih berhak untuk
menerimanya.

7. Konsep Hukum Waris Adat


Istilah hukum adat pertama kali diperkenalkan oleh Snouck
Hurgronje dalam bukunya yang berjudul De Atjehers, yang menyebutkan
istilah hukum adat sebagai Adatrecht yaitu untuk memberi nama pada
suatu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam
masyarakat Indonesia.20 Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah
oleh Van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia
Belanda.
Soepomo dalam bukunya Bab-bab Hukum Adat mengemukakan
bahwa hukurn waris adat memuat peraturan-peraturan yang mengatur
proses meneruskan serta mengoperkan barang barang harta benda dan
barang-barang yang tidak berwujud benda dan suatu angkatan manusia
(generasi) kepada turunannya. Proses itu telah mulai pada waktu orang
tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi batal oleh karena orang
tua meninggal dunia21
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis
ketentuan tentang sistem dan azas hukum waris, tentang harta warisan,
20
Rosdalina. Hukum Adat. Dee Publish (Yogjakarta; Group Penerbitan CV Budi
Utama, 2017), hal. 18
21
Amal Hayati. Dkk. Hukum Waris. (Medan: CV. Manhaji. 2016), hal. 5
17

pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan
penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Hukum waris
adat sebenarnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu
generasi kepada keturunannya22
Dalam mencari jalan penyelesaian mengenai perselisihan warisan
pada umumnya masyarakat hukum adat menghendaki adanya upaya
penyelesaian yang rukun dan damai, tidak saja terbatas pada para pihak
yang berselisih tetapi juga termasuk semua anggota keluarga almarhum
pewaris, sehingga gangguan keseimbangan yang merusak kerukunan
sekeluarga itu dapat dikembalikan menjadi utuh dan rukun seperti
sediakala sebelum terjadi perselisihan.

8. Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Adat Melayu Jambi


Dalam hukum adat, kedudukan harta perkawinan dipengaruhi oleh
susunan masyarakat adatnya, bentuk perkawinan yang berlaku dan jenis
hartanya. Hal ini tampak pada masyarakat adat yang terdiri dari”
a) Pada Masyarakat Adat yang Susunannya Patrilineal
Pada masyarakat adat yang susunannya patrilineal dan
perkawinan yang terjadi dalam bentuk perkawinan dengan pembayaran
“jujur” di mana istri kedudukannya tunduk pada hukum kekerabatan
suami, maka pada umumnya semua harta perkawinan dikuasai oleh
suami sebagai kepala keluarga/rumah tangga dan dibantu oleh istri
sebagai ibu keluarga/rumah tangga.
Dalam masyarakat patrilineal tidak ada pemisahan kekuasaan
terhadap harta bersama dan harta bawaan dalam kehidupan
keluarga/rumah tangga. Jika terjadi perceraian dan istri meninggalkan
tempat kedudukan suaminya berarti istri melanggar adat, dan ia tidak
berhak menuntut bagian dari harta bersama ataupun harta bawaannya,
ataupun juga membawa anaknya pergi dari tempat kediaman suaminya.

22
Dwi Putra Jaya. Hukum Kewarisan di Indoensia. Bengkulu; Zara Abadi. 2020),
hal. 24
18

b) Pada Masyarakat Adat yang Susunannya Matrilineal


Mengenai harta perkawinan, pada masyarakat adat yang
susunannya matrilineal dan bentuk perkawinan yang berlaku adalah
semanda (tanpa membayar jujur) maka terdapat pemisahan kekuasaan
terhadap harta perkawinan, yaitu:

1) Kekuasaan terhadap harta pusaka milik bersama kerabat dipegang


oleh Mamak Kepala Waris, sedangkan istri dan suami dalam hal ini
hanya mempunyai hak “ganggam bauntik”, yaitu hak mengusahakan
dan menikmati hasil panen terhadap bidang tanah serta hak mendiami
terhadap rumah gadang
2) Terhadap harta pencarian (harta suarang) mereka, suami istri secara
bersama menguasainya.
3) Terhadap harta bawaan masing-masing dikuasai oleh masing-masing
suami atau istri.
c) Pada Masyarakat Adat yang Susunannya Parental
Pada masyarakat parental, kedudukan harta perkawinan antara
suami istri sejajar, maka:
1) Harta bersama dikuasai bersama dan digunakan untuk kepentingan
bersama antara suami dan istri;
2) Harta bawaan dikuasai oleh suami dan istri masing-masing
Hukum waris adat mempunyai corak dan sifat-sifat yang khas
Indonesia, yang berbeda dari Hukum Islam maupun Hukum Barat.
Perbedaan tersebut karena latar belakang alam pikiran bangsa Indonesia
yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat yang Bhineka Tunggal
Ika. Sifat yang terdapat dalam latar belakang tersebut adalah saling tolong
menolong guna mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian di
dalam hidup.
Menurut Hazairin, “Hukum waris adat mempunyai corak tersendiri
dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan
yang sistem keturunannya patrilineal, matrilineal, parental atau bilateral,
19

walaupun pada bentuk kekerabatan yang sama belum tentu berlaku


sistem kewarisan yang sama.” Jadi, sifat hukum waris adat juga
dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang ada dalam masyarakat.23
Orang Melayu Jambi disebut juga dengan nama bangsa, kerajaan,
suku, Kalnu nan XII, sebab mereka terdiri atas dua belas puak yang
mendiami dua belas teritorial. Dua belas puak dan eritorial ini berada di
daerah aliran sungai batanghari administrasi pemerintahan Kabupaten
Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari, Kota Jambi, Muaro
Jambi, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat. Selain dari
mereka terdapat pula orang Melayu lain yang tidak berasal dari mereka,
seperti orang Melayu yang menduduki das Lagan, Mendahara,
Pengabuan, Kabupaten Sarolangun dan lain-lain. 24 Meskipun demikian
dalam hukum waris adatnya tidak banyak terdapat perbedaan diantara
mereka. Semua orang Melayu membagi harta peninggalan dengan 3 cara,
yaitu :
1) Harta peninggalan dibagi oleh para ahli waris secara rukun dan
damai.
2) Harta peninggalan dibagi oleh pemangku adat (pejabat dusun)
pemangku adat (Depati, Rio, Nagbi, Ninik Mamak lainnya),
bangsa metuo tengganai (waris) pihak ibu dan bapak.
3) Harta peninggalan dibagi menurut keputusan pengadilan adat
dalam dusun, yang termasuk dalamnya pegawai syarak (imam,
khatib, bilal, kadi/hakim) para ulama dan guru-guru agama25
Dalam hukum adat Melayu Jambi golongan penerima harta waris
terdiri dari:
a) Anak

23
Erwin Owan Hermansyah Soetoto, Zulkifli Ismail dan Melani Pita Lestari. Buku
Ajar Hukum Waris Adat. (Malang; Madza Media. 2021), hal. 108
24
Nuraida. Hukum Waris Islam. Op. Cit hal. 155
25
Ibid, hal. 155
20

Anak adalah golongan pertama ahli waris, baik anak jantan atau
anak betino sebagai ahli waris. Kalau ado anak, maka saudara kandung
dari si mati tidak berhak menjadi ahli waris dan tidak mendapat warisan.
b) Ibu bapak
Induk dan bapak adalah ahli waris golongan kedua dari si mati. Dia berhak
menerima harta warisan bersama anak dari si mati, karena hubungan
terdekat digaris lurus keturunan.
c) Suami atau Isteri
Suami atau isteri si mati, adalah golongan ketiga yang berhak
menerima harta warisan, bila salah satu dari suami atau isteri meninggal
dunia lebih dahulu. Suami atau isteri yang hidup, berhak atas harta
warisan. Misalnya suami mati, maka semua harta bersama dibagi dua,
sebagian untuk isteri atau sebagian lagi untuk suami. Harta suami atau
isteri, dibagikan kepada ahli warisnya; anak, ibunya, dan isterinya
(jandanya).
d) Saudara Kandung
Saudara kandung dari si mati, adalah golongan ahli waris yang
keempat. Dia berhak menerima harta warisan bersama suami atau isteri si
mati. Bila si mati tidak ada anak cucu dan tidak ada ibu bapak.
e) Ninik dan Cucu
Ninik dan cucu, adalah golongan kelima jadi ahli waris. Ninik
pengganti anak. Bila orang tua dahulu meninggal dari pewaris, ninik masih
hidup, ada yang ditinggalkan harta warisan, ninik berhak mendapat bagian
dari harta warisnya
Bila si pewaris Kalâlah (Tidak Punya Anak) maka ahli warisnya
terbagi sebagai berikut :
a) Isteri atau suami, bila masih hidup
b) Orang tua : ibu, ayah, nenek bila masih hidup
c) Saudara kandung, bila masih hidup.
Bila si pewaris memiliki anak angkat maka anak angkat tidak
berhak mendapatkan harta warisan dan menjadi ahli waris. Karena dia
21

masih berhak mendapatkan warisan dari orang tua kandungnya sendiri,


kecuali hibah dari orang tua angkat. Tetapi tidak boleh melebihi dari dua
pertiga. kalau lebih maka akan batal demi hukum. 26

F. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini berupaya mengkaji
tentang pembagian harta waris menurut jenis kelamin ahli waris terutama
di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam. Penelitian yang telah dilakukan
oleh mahasiswa atau peneliti terdahulu tentang harta waris ini telah
banyak dilakukan. Namun khusus di Institut Agama Islam (IAI) Nusantara
Batang Hari ini peneliti tidak menemukan hasil penelitian dari peneliti
terdahlu yang terkait dengan pembagian harta waris. Diatara penelitian
yang telah dilakukan tentang harta waris ini adalah:
Skripsi yang disusun oleh Nashirun, Institut Agama Islam Sultan
Muhammad Syafiuddin Sambas yang berjudul “Konsep Keadilan Dan
Kesetaraan Gender Tentang Pembagian Harta Waris Dalam Persfektif
Hukum Islam”. Dalam penelitiannya menggunakan metode penelitian
normative, artinya pendekatan berbasis pada teori-teori dan konsep
hukum Islam. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang
mempelajari masalah waris laki-laki dan perempuan menurut hukum Islam
yang dianalisis dengan menggunakan konsep keadilan dan kesetaraan
gender. Penelitian menghasilkan temuan Arti dari keadilan dalam hukum
kewarisan Islam tidak bisa diukur dari tingkatan kesetaraan ahli warisnya,
namun dilihat dari berapa besar beban atau tanggungjawab masing-
masing. Dan Islam melihat bahwa kewajiban untuk memberi nafkah
keluarga adalah tanggungjawabnya seorang laki-laki, maka sudah
pantaslah seorang laki-laki bagianya lebih besar dibandingkan dengan
bagian perempuan.

26
Nuraida. Op. Cit. hal.144-145
22

Oleh sebab itu apabila ada orang yang menerima harta warisan
lebih besar berarti ini merupakan dari besarnya tingkat dan peran
kewajibanya terhadap keluarganya. Dan dua banding satu bukanlah
bentuk dari penindasan serta ketidakadilan kepada kaum perempuan
dalam pembagian harta warisan, justru dalam Al-Qur’an menjelaskan
bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama berkaitan dengan
pembagian harta warisan, artinya mereka sama-sama mendapatkan harta
warisan dan tidak ada istilah gender dam Islam antara laki-laki maupun
perempuan.27
Skripsi yang ditulis Afida Wahyu Nabila NIM : U20191020
Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dengan judul
Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Warisan (Studi Pemikiran Quraish
Shihab). Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research) dengan metode deskriptif-analitis dan tematik (maudhu’i),
metode ini mendeskripsikan penafsiran Quraish Shihab dan menganalisis
ayat-ayat yang berhubungan dengan kadar pembagian waris. Adapun
teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari berbagai literature
baik karya tulis ataupun sejenisnya yang relevan. kesimpulan bahwa
perspektif Quraish Shihab memiliki dua pandangan dalam bagian waris.
Pandangan yang pertama tetap wajib melaksanakan pembagian waris
sesuai dengan ketentuan Allah. Pandangan kedua, Shihab
memperbolehkan pembagian waris disamaratkan dengan syarat tidak ada
unsur menilai bahwa kadar bagian yang Allah tetapkan tidak ada adil
ataupun salah. Adapun implikasi dari penafsiran Quraish Shihab terhadap
kesetaraan gender dalam pembagian waris, pada pandangan kedua
merupakan solusi alternatif yang ditawarkan oleh Shihab. Sehingga
sejalan dengan teori gender yaitu teori equilibrium yang bersifat
menjembatani, yang menekankan pada keharmonisan hubungan.

27
Nashirun, Konsep Keadilan Dan Kesetaraan Gender Tentang Pembagian Harta
Waris Dalam Persfektif Hukum Islam. Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syaifuddin
Sambas. Jurnal Ilmiah Vol. 6 No. 1 tahun 2022
23

Sehingga melahirkan kesetaraan dan keadilan yang memperhatiakan


masalah gender secara kontekstual dan situasional.28
Dari beberapa hasil penelitian di atas semuanya melakukan
pembahasan baik secara teoritis maupun praktis tentang pembagian harta
waris. Namun untuk penelitian tentang pembagian harta waris
berdasarkan hukum Islam dan hukum adat di Desa Tapah Sari belum
pernah dilakukan sehingga kiranya pembahasan yang akan peneliti
sampaikan cukup layak untuk diangkat menjadi sebuah skripsi.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian empiris yaitu
merupakan salah satu jenis penelitian hukum yang menganalisis dan
mengkaji bekerjanya hukum dalam masyarakat. suatu penelitian yang
mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai priaku nyata (actual
behavior), sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami
setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, penelitian
hukum empiris disebut juga penelitian hukum sosiologis. 29

2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif yaitu suatu cara analisis penelitian yang menghasilkan
data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara
tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan
dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 30
Oleh karena itu, peneliti harus dapat menentukan data mana atau
bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan

28
Afida Wahyu Nabila.Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Warisan (Studi
Pemikiran Quraish Shihab). Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
2023
29
Muhaimin. Metode Penelitian Hukum. (Mataram; Mataram University Press.
2020), hal. 80
30
Muhaimin. Op.Cit., hal. 106
24

hukum yang diharapkan atau diperlukan dan data atau bahan


hukum mana yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan
materi penelitian. Sehingga yang dipentingkan dalam menggunakan
analisis kualitatif adalah kualitas data, artinya peneliti melakukan analisis
terhadap data atau bahan hukum yang berkualitas saja. Oleh karenanya,
yang dipentingkan dalam analisis kualitatif adalah tidak semata-mata
bertujuan mengungkapkan kebanaran saja, tetapi juga memahami
kebenaran tersebut
Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan dari hasil penelitian
dilakukan menurut perspektif peneliti sehingga nantinya apa saja yang
ditemukan dalam proses penelitian dapat menjadi temuan baru bagi
peneliti itu sendiri. Berlangsungnya proses pengumpulan data dilakukan
secara berulang-ulang melalui kegiatan membuat catatan data dan
informasi yang dilihat, didengar serta selanjutnya dianalisis. Dalam proses
ini peneliti benar-benar harus mampu berinteraksi dengan subyek yang
dijadikan sasaran penelitian. Keberhasilan penelitian amat tergantung dari
data lapangan, maka ketetapan, ketelitian, rincian dan kelengkapan
pencatatan informasi yang diamati di lapangan amat penting agar hasil
penelitian dapat benar-benar menjadi jawaban dari rumusan masalah.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian


1) Lokasi Penelitian
Penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Adat
Terhadap Pembagian Harta Waris Di Desa Tapah Sari Kecamatan
Mersam Kabupaten Batang Hari” dilakukan oleh peneliti di Desa Tapah
Sari Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari.

2) Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian dari awal penelitian atau Grandtour
sampai dengan akhir penelitian direncananakan dilakukan dari bulan
Juni 2023 sampai dengan akhir penelitian yang diperkirakan peneliti
25

berakhir sampai dengan Desember 2023

4. Jenis dan Sumber Data


1) Jenis data
Jenis data yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini terdiri dari
data sekunder dan data primer. Sumber data sekunder diperoleh melalui
studi kepustakaan dan studi dokumen. Studi kepustakaan meliputi; buku,
jurnal, proseding seminar, makalah, kamus hukum, ensikolepdia hukum,
kamus literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya. Di samping studi
pustaka, juga studi dokumen yang yang meliputi dokumen hukum,
peraturan perundangan, yurisprudensi, perjanjian/kontrak dan dokumen
lainnya
Data primer merupakan data yang berasal dari data lapangan yang
diperoleh dari responden dan informan. Sumber data primer merupakan
data yang diperoleh dari sumber utama. Sumber data primer dimaksud
bisa diperoleh dari: responden dan informan serta nara sumber.
2) Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah Kepala Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam, Organisasi Kelembagaan Adat Desa Tapah Sari,
Tokoh masyarakat serta nara sumber atau responden lain yang peneliti
nilai mampu memberikan masukan data terhadap penelitian yang
semuanya didapat peneliti dengan menggunakan metode wawancara,
observasi dan dokumentasi serta sumber data lain yang berasal dari
undang-undang, aturan aturan serta buku-buku dan jurnal ilmiah yang
berhubungan langsung dengan masalah dalam penelitian..

5. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam berbagai
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi
26

1) Wawancara
Wawancara (interview) adalah pengumpulan data primer yang
bersumber langsung dari nara sumber atau responden penelitian di
31
lapangan. Dalam wawancara ini, peneliti melakukan wawancara
terhadap nara sumber yang dipilih oleh peneliti dan dianggap meiliki
pengetahuan, pengalaman, ataupun gejala yang ada atau peristiwa
hukum yang terjadi, pihak-pihak yang menjadi objek penelitian, solusi
yang dilakukan oleh pihak-pihak, baik tanpa konflik maupun dalam hal
terjadi konflik; dan mengetahui akibat yang timbul dari peristiwa yang
terjadi di masyarakat sehubungan dengan peristiwa dalam hal waris di
Kecamatan Muara Tembesi.
2) Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengamati langsung terhadap obyek penelitian. Observasi atau
pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu
penelitian atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan
atau fenomena sosial dengan jalan mengamati dan mencatat 32.
Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara sistematis dan mencatat segala kejadian-kejadian
yang terjadi terhadap obyek penelitian baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Objek penelitian yang dimaksud dari penelitian ini
adalah mekanisme pembagian harta waris menurut hukum Islam dan
hukum adat. di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam
3) Dokumentasi
Kegiatan dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data tertulis
tentang gambaran umum yang berkaitan dengan kajian deskriptif
mengenai Pembagian harta waris berdasarkan hukum Islam dan Hukum
adat di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam.

31
Abdul Kadir Muhammad. Metode Penelitian Hukum. (Mataram; Mataram
University Press. 2020), hal. 95
32
Chairul Pahmi. Penentuan Metode dan Pendekatan Penelitian Hukum. (Banda
Aceh; Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (LKKI). 2022), hal. 42
27

Studi dokumentasi yaitu mengadakan pengkajian terhadap semua


dokumen-dokumen yang dianggap mendukung hasil penelitian. Analisis
dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari
dokumentasi. Peneliti berupaya memperoleh dokumen yang berkaitan
dengan fokus penelitian, untuk melengkapi data dan informasi yang
diperoleh.
Penggunaan ketiga teknik pengumpulan data di atas didukung
dengan menggunakan alat bantu berupa daftar wawancara maupun
kamera. Akan tetapi tidak ada penggunaan secara khusus, satu dan
lainnya saling melengkapi. Pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini pada mulanya didapat dari informan sesuai dengan sudut
pandang informan/responden. Data yang sudah terkumpul kemudian
reduksi dan dianalisis berdasarkan dari sudut pandang peneliti.

6. Metode Analisis Data


Analasis data dalam penelitian ini dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian, karena
dapat memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti.
Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari responden melalui hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi dilapangan untuk selanjutnya
dideskripsikan dalam bentuk laporan.
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan model interaktif Miles dan Huberman yatu analisis data
menggunakan tahapan-tahapan yaitu reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display) serta Penarikan kesimpulan dan verifikasi
(conclusion drawing /verification).
Proses penganalisaan data ini akan terus dilakukan sampai dengan
memperoleh data jenuh. Kejenuhan data ditandai dengan tidak
diperolehnya lagi data atau informasi baru. Adapun teknik analisis data
dalam penelitian ini adalah
28

a. Reduksi Data
Reduksi data dalam penelitian dilakukan dengan aktivitas
pemilihan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan tertulis di lapangan. Reduksi data digunakan untuk
menyederhanakan data agar dapat dengan mudah dipahami. Reduksi
data yang digunakan ini mempunyai bentuk analisis berupa penyatuan,
penggolongan, pengarahan, dan membuang data yang tidak perlu. Dalam
penelitian yang dilakukan reduksi akan dilakukan dengan memilah data
yang benar-benar diperlukan untuk menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini.
Tahap reduksi ini merupakan tahap awal dalam analisis data yang
dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam memahami
data yang telah diperoleh. Reduksi data dilakukan dengan memilih dan
menyeleksi setiap data yang masuk dari hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi, kemudian mengolah dan memfokuskan semua data mentah
agar lebih bermakna
b. Penyajian Data (data display)
Penyajian data dilakukan peneliti untuk memudahkan dalam
melihat gambaran bagian-bagian tertentu atau dapat juga secara
keseluruhan dalam aktvitas penelitian. Data penelitian yang disajikan
dalam laporan akhir penelitian merupakan sekumpulan informasi yang
tersusun secara sistematis dan memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan di akhir laporan. Setelah proses reduksi selesai,
data disajikan dalam bentuk uraian dengan bentuk-bentuk yang lain
seperti tabel, grafik, dan diagram untuk memudahkan para pembaca
dalam memahami penelitian sudah dilakukan.
c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing / verification)
Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan (verifikasi data)
dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung.
Penarikan kesimpulan sebenarnya merupakan aktivitas dari konfigurasi
yang utuh selama peneltian berlangsung. Penarikan kesimpulan ini
29

berasal dari data-data penelitian yang telah dikumpulkan dan dianalisis


dengan baik. Kesimpulan ini adalah temuan baru yang didapatkan dari
hasil pengolahan hasil penelitian. Kesimpulan berupa diskripsi atau
gambaran obyek yang sebelumnya belum jelas.

H. Sistematika Penulisan
Peneliti menggunakan sistematika penulisan BAB yang masing
masing-masing BAB nantinya terdapat sub-sub bab. Penulisan
menggunakan lima BAB yang terdiri dari gambaran-gambaran penelitian
sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan. Pada bab ini peneliti menulis
tentang gambaran umum penelitian yang meliputi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, Kerangka Teori,
Tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua dari skripsi ini adalah metode penelitian yang digunakan
peneliti untuk memperoleh data hasil penelitian, yaitu terdiri dari jenis
penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data, metode analisis data, sistematika pembahasan dan
jadwal penelitian
Bab ketiga adalah gambaran umum dari lokasi penelitian yang
berisikan tempat dan waktu dilakukannya penelitian, sejarah
pemerintahan Desa Tapah Sari, aspek geografis dan demografis serta
aspek ekonomi Desa Tapah Sari
Bab keempat adalah temuan dan analisis penelitian. Bab ini berisi
analisis terhadap praktik pembagian harta waris di Desa Tapah Sari serta
tinjauan Hukum Islam dan hukum adat terhadap pembagian harta waris di
Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam .
Bab kelima Penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan
hasil pemahaman, penelitian dan pengkajian terhadap pokok masalah,
saran-saran dan penutup
30

I. Jadwal Penelitian
Untuk kelancaran pelaksanaan penelitian, maka peneliti membuat
rincian jadwal penelitian sebagai berikut:

Tabel 1.
Jadwal Penelitian

N Jadwal Tahun 2023


o Mei Juni Juli Agustus Sept Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi √ √
Pendahuluan
2 Pengajuan judul √ √
Proposal Skripsi
3 Pembuatan Draf √ √ √ √
Proposal Skripsi
4 Konsultasi √ √ √
Pembimbing
5 Seminar √
Proposal
6 Revisi Draf √ √
Proposal
setelah Seminar
7 Pengesahan √ √
Riset Penelitian
8 Penelitian √ √ √ √
Lapangan/
pengumpulan
data
9 Penulisan draf √ √ √
skripsi
10 perbaikan draf √ √
skripsi
11 Pendaftaran √
ujian muna-
qasyah
12 Ujian Muna √
qoysah
13 Skripsi setelah √
ujian
14 Penggandaan √
15 Penyerahan √
skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Mustari. Hukum Kewarisan Islam. Makasar, Alaudin University


Press, 2013

Abdul Kadir Muhammad. Metode Penelitian Hukum. Mataram; Mataram


University Press. 2020

Abu Muslim Nurman Darmawan. Faraidh. Hadist Nabi Seputar Warisan.


https://alukhuwah.com/2022/08/11/faraidh-hadits-nabi-shallallahu-
alaihi-wa-sallam-seputar-warisan/, di akses 10 Nopember 2023

Afida Wahyu Nabila.Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Warisan Studi


Pemikiran Quraish Shihab). Universitas Islam Negeri Kiai Haji
Achmad Siddiq Jember. 2023

Amal Hayati. Dkk. Hukum Waris. Medan: CV. Manhaji. 2016

Chairul Pahmi. Penentuan Metode dan Pendekatan Penelitian Hukum.


Banda Aceh; Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (LKKI). 2022.

Dwi Putra Jaya. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Bengkulu. Zara


Abadi. 2020.

Erwin Owan Hermansyah Soetoto, Zulkifli Ismail dan Melani Pita Lestari.
Buku Ajar Hukum Waris Adat. Malang; Madza Media. 2021

Muhaimin. Metode Penelitian Hukum. Mataram; Mataram University Pres,


2020

Nashirun, Konsep Keadilan Dan Kesetaraan Gender Tentang Pembagian


Harta Waris Dalam Persfektif Hukum Islam. Institut Agama Islam
Sultan Muhammad Syaifuddin Sambas. Jurnal Ilmiah Vol. 6 No. 1
tahun 2022

Nuraida Fitri Habi. Hukum Waris Islam & Keadilan Gender Dalam Seloko
Adat Jambi Pada Hukum Pucuk Induk Undang Nan Limo. Jakarta.
Publica Indonesia Utama; 2022

Rahmat Haniru. Hukum Wais Di Indonesia Persfektif hukum Islam dan


Hukum Adat. Al-Hukama. The Indonesian Journal of Islamic Family
LawVolume 04, Nomor 02, (2014)

Rosdalina. Hukum Adat. Dee Publish, Yogjakarta; Group Penerbitan CV


Budi Utama, 2017
Sukris Samadi. Hukum Waris Islam di Indonesia. Yogjakarta. Aswaja
Pressindo, 2013

Syukri Albani Nasution. Hukum Waris, Medan ; CV. Man Haji. 2015

Tyara Maharani Permadi. Penyelesaian Sengketa Waris Dalam


Masyarakat Adat Kampung Naga Berdasarkan Hukum Islam Dan
Hukum Adat. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 10 Tahun 2021

Tim Redaksi Nuansa Aulia. Kompilasi Hukum Islam Edisi Lengkap.


Bandung; CV. Nuansa Aulia. 2020
OUTLINE

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
D. Manfaat Penulisan ...................................................................
E. Kerangka Teori ........................................................................
F. Tinjauan Pustaka .....................................................................

BAB II : METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
B. Jenis Penelitian........................................................................
C. Pendekatan Penelitian .............................................................
D. Jenis dan Sumber Data............................................................
E. Metode Pengumpulan Data......................................................
F. Metode Analisis Data ...............................................................
G. Sistematika Pembahasan.........................................................
H. Jadwal Penelitian .....................................................................

BAB III : GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
B. Sejarah Pemerintah Desa Tapah sari .......................................
C. Aspek Geografis Desa Tapah Sari ..........................................
D. Aspek Demografis Desa Tapah Sari ........................................
E. Aspek Ekonomi Masyarakat Desa Tapah Sari .........................

BAB IV PRAKTIK PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT JENIS


KELAMIN HALI WARIS DI DESA TAPAH SARI KECAMATAN
MERSAM
A. Praktik Pembagian harta Waris di Desa Tapah Sari Kecamatan
Mersam ...........................................................................................
B. Tinjauan Hukum Islam dan hukum adat terhadap praktik pembagian
harta waris di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam........................

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
C. Kata Penutup ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
CURICULUM VITAE
LAMPIRAN

You might also like