Professional Documents
Culture Documents
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
RESTI ROLIANTI
NIM. 2020.125.411
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-
baik ciptaan Allah Swt yang dilengkapi dengan kemampuan daya hidup,
mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir dan
memutuskan. Namun manusia sebagai salah satu makhluk sempurna
yang diciptakan Allah SWT dalam proses perjalanan siklus kehidupan
dari saat lahir, tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya juga akan
meninggal dunia membawa pengaruh kepada lingkungan sekitarnya.
Terutama dengan orang yang dekat dengannya, baik dalam arti nasab
maupun dalam arti lingkungan.
Setiap mahluk pasti akan mati, tidak ada orang yang mengetahui
kapan dia mati karena waktu kematian merupakan salah satu yang
dirahasiakan Allah SAW. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah an-
Nam ayat 61:
ُ َ َ َ َ ٓ َ َ ٰٓ َ ُ ۡ ُ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ ً َ ى َ َ َۡ ُ
َُكم َوه ََو َٱلقاه َُِر َف ۡوق َع َِبادِ َه ِۦَ َوير ِسل َعليكم َحفظة َحَّت َإِذا َجاء َأح َد
َ َ َ ُ َ َُ ُ ُ َُۡۡۡ ُ ََى
ََ٦١َاَوه ۡمََل َُيف ِر ُطون تَتوفتهَرسلن َ ٱلمو
“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua
hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga,
sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara
kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-
1
malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.”
1
Surah An-Nam (6): 61
1
2
Dari surah An-Nisa ayat 7 di atas, sudah sangat jelas bahwa Laki-
laki mendapatkan hak bagian dari harta peninggalan orangtua dan kerabat
karibnya sebagai warisan. Demikian pula bagi perempuan, ada hak
bagian dari harta peninggalan itu, tanpa dihilangkan atau dikurangi.
Bagian-bagian tersebut telah ditentukan demikian, baik harta itu sedikit
maupun banyak.
Dalam Hukum Islam, pembagian harta waris antara laki-laki dan
perempuan mempunyai aturan tersendiri dalam pembagiannya.
Pembagian harta waris antara ahli waris berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan berbeda dalam arti jumlah. Jika perempuan mendapat 1
bagian maka laki-laki mendapat 2 bagian. Hal ini telah dijelaskan lebih
gamblang dalam surah Annisa Ayat 11. Perbedaan porsi warisan yang
diperoleh masing-masing individu diatur menurut prinsip Islam. Dalam
hukum Islam, sistem pembagian warisan meliputi ahli waris perempuan
dan ahli waris laki-laki sebagaimana tercantum dalam QS An-Nisa ayat
11, 12, 33 dan 176.
Perbedaan jumlah harta waris sebagaimana tercantum dalam surah
An-Nisa ayat 11 menjadi salah satu hal yang sering menjadi perdebatan di
masyarakat, hal ini terjadi karena sebahagian masyarakat kurang
memahami dan menerapkan aturan hukum waris Islam dalam pembagian
harta waris. Selain itu, adanya pergeseran peran laki-laki dan perempuan
di masyarakat dimana perempuan sudah tidak dianggap seperti zaman
dahulu lagi dalam arti bahwa hak dan kewajiban perempuan telah
disejajarkan dalam hak-haknya di masyarakat sehingga sebahagian
masyarakat khususnya perempuan sering mempermasahkan hal ini.
Hal tersebut terjadi karena adanya pergeseran peran laki-laki dan
perempuan di masyarakat. Perempuan sudah tidak dianggap seperti
4
An Nisa (4) :7
4
zaman dahulu lagi dimana pada saat ini perempuan telah disejajarkan
dalam hak-haknya di masyarakat. Oleh sebab itu, mesti dipahami bahwa
ketika membicarakan sesuatu dalam konteks hukum Islam akan sangat
erat kaitannya dengan syari’ah dan fiqih. Asas hukum dalam pewarisan
Islam tidak memandang perbedaan antara laki- laki dengan perempuan,
semua ahli waris baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang
sama sebagai ahli waris. Tetapi hanyalah perbandingannya saja yang
berbeda. Memang di dalam hukum waris Islam yang ditekankan adalah
keadilan yang berimbang, bukanlah keadilan yang sama rata sebagai
sesama ahli waris. Karena prinsip inilah yang sering menjadi perdebatan
yang kadang kala menimbulkan persengketaan diantara para ahli waris.
Sosialisasi hukum waris Islam di masyarakat saat ini masih belum
sepenuhnya dapat dilakukan, karena di Indonesia sendiri penerapan
hukum waris masih menggunakan beberapa jenis hukum waris, hal ini
karena Indonesia belum memiliki Undang-Undang Hukum Waris Nasional
yang berlaku, sehingga di Indonesia masih diberlakukan 3 sistem hukum
kewarisan, yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum
Islam dan Hukum Adat. 5
Dalam hukum kewarisan Islam, dimana pembagian harta waris
antara ahli waris antara laki-laki dan perempuan berbeda, sebagaimana
telah dijelaskan dalam surah Annisa Ayat 11 tidaklah berlaku di Desa
Tapah Sari. Salah satu desa yang terletak dii Kecamatan Mersam
Kabupaten Batang Hari ini menggunakan sistem pembagian harta waris
yang agak berbeda dari hukum kewarisan Islam.
Berdasarkan wawancara awal atau grandtour yang peneliti lakukan
terhadap beberapa narasumber di Desa Tapah Sari, yaitu Kepala desa
Tapah Sari, Ketua lembaga adat dan tetua kampung Di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam, secara umum dapat peneliti simpulkan bahwa
pembagian harta waris banyak dipengaruhi oleh hukum adat walaupun
5
Tyara Maharani Permadi. Penyelesaian Sengketa Waris Dalam Masyarakat Adat
Kampung Naga Berdasarkan Hukum Islam Dan Hukum Adat. Jurnal Kertha Semaya, Vol.
9 No. 10 Tahun 2021, hal. 1822
5
hukum adat sendiri banyak mengacu pada hukum Islam, hal ini
dikarenakan penduduk di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam mayoritas
beragama Islam dan masih memegang teguh adat istiadat yang dari
zaman dahulu telah dilakukan di Desa Tapah Sari.
Dalam pembagian harta waris di Desa Tapah Sari, menurut Ketua
Lembaga Adat Desa Tapah Sari Bapak Syahroni Marzuki, pembagian
harta waris lebih banyak menggunakan hukum Islam sebagai acuan
pelaksanaannya dimana setiap anak baik laki-laki maupun perempuan
memperoleh harta waris. Akan tetapi, pada prosesnya pembagian harta
waris banyak dilakukan oleh orang tua ketika masih hidup atau dalam
hukum Islam disebut hibah, hal tersebut dilakukan dengan alasan karena
orang tua ingin menunjang hidup anak-anak mereka yang sudah menikah
atau berusaha mandiri sendiri serta menghindari adanya sengketa ketika
orang tua sudah meninggal. Misalnya dengan hibah kebun sawit atau
kebun karet yang diolah oleh anak laki-lakinya dan hibah rumah kepada
anak perempuan atau anak bungsu yang diharapkan kelak dapat
mengurus orang tua dimasa tua. 6.
Menurut Tetuo Kampung Desa Tapah Sari Bapak Sukirno sebelum
pemberian hibah dilakukan musyawarah keluarga agar tidak terjadi konflik
baik antar anak maupun anak dan orang tua. Dalam pembagian harta
waris, namun masalah akan timbul jika ada pihak yang merasa tidak adil
dan menuntut untuk pembagian yang mereka anggap lebih adil walaupun
terkadang orang tua masih hidup. Hal ini yang sering memicu konflik dan
terkadang membutuhkan mediasi dari ketuo kampung ataupun dari
lembaga adat Desa Tapah Sari 7
Dari penjelasan tersebut, penulis mendapat gambaran tentang
bagaimana pembagian harta waris di Desa Tapah Sari Kecamatan
Mersam yang menurut penulis hukum adat dan hukum Islam telah menjadi
6
Wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Desa Tapah Sari Tanggal 08
Agustus 2023
7
Wawancara dengan Tetuo Kampung Desa Tapah Sari Tanggal 08 Agustus
2023
6
acuan dalam perilaku sosial maryarakat desa Tapah Sari dan telah
mendarah daging dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya..
Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh
mengenai bagaimana mekanisme pembagian harta waris di Desa Tapah
Sari Kecamatan Mersam dan Bagaimana tinjauan hukum Islam dan
hukum adat terhadap pembagian harta waris di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
dan Hukum Adat Terhadap Pembagian Harta Waris Di Desa Tapah
Sari Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
penulis dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut
1. Bagaimanakah praktik pembagian harta waris Di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari?
2. Bagaimanakah Tinjauan Hukum Islam dan hukum adat dalam
pembagian harta waris di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam
Kabupaten Batang Hari?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis praktik pembagian harta waris di
Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana tinjauan hukum Islam
dan hukum adat dalam pembagian harta waris Di Desa Tapah Sari
Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari
D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai informasi kepada masyarakat Desa Tapah Sari tentang
praktik pembagian harta waris yang didasarkan pada Hukum Islam
dan hukum adat
7
E. Kerangka Teori
1. Konsep Hukum Waris Islam
Hukum kewarisan Islam atau dalam bahasa Arabnya disebut
Farâidl adalah jama’ dari kata farîdlah, yang berarti “Suatu bagian
tertentu”. Menurut A. Rofiq, Farâidl atau farîdlah artinya adalah ketentuan
siapa-siapa orang yang termasuk ahli waris dan bagaimana cara
penghitungannya. 8 Adanya pengaturan tersebut berarti telah terjabarnya
hak-hak keperdataan mengenai harta tersebut berupa hak menerima
harta dari orang tertentu kepada dirinya ditimbulkan karena adanya
hubungan khusus antara dirinya sebagai penerima hak dengan orang
yang memiliki harta dimaksud. Dalam hukum kewarisan Islam, hubungan
tersebut dapat berupa hubungan nasab, hubungan karena susuan dan
hubungan sebab perkawinan.
Hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta
dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti
menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-
masing ahli waris, menentukan bagian harta peninggalan dan harta
warisan yang diberikan kepada ahli waris 9
Amir Syarifudin memberikan pengertian tentang hukum kewarisan
ini sebagai seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan
sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berwujud harta dari
8
Nuraida Fitri Habi. Hukum Waris Islam & Keadilan Gender Dalam Seloko Adat
Jambi Pada Hukum Pucuk Induk Undang Nan Limo. (Jakarta. Publica Indonesia Utama;
2022), hal. 33
9
Rahmat Haniru. Hukum Wais Di Indonesia Persfektif hukum Islam dan Hukum
Adat. Al-Hukama. The Indonesian Journal of Islamic Family LawVolume 04, Nomor 02,
(2014), hal. 2
8
yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama Islam. 10
Dari pernyataan tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa hukum
waris Islam merupakan seperangkat peraturan tertulis tentang proses
pemindahan harta seseorang yang telah meninggal kepada orang lain
yang masih hidup yang berupa benda yang wujud maupun yang berupa
hak kebendaan kepada keluarganya yang dinyatakan berhak menurut
hukum.
ٱَّللُ ف ِٓي أَ ۡو َٰ َل ِد ُك ۡۖۡم ل َِّلذ َك ِر م ِۡث ُل َح ِّظ ۡٱۡلُن َث َي ۡي َۚ ِن َفإِن ُكنَّ ن َِسآ ٗء َف ۡو َق ۡٱث َن َت ۡي ِن
َّ يُوصِ ي ُك ُم
فُ َو ِۡلَ َب َو ۡي ِه لِ ُك ِّل َٰ َوح ِٖد م ِّۡن ُه َماَۚ صۡ َف َلهُنَّ ُثلُ َثا َما َت َر ۖۡ َك َوإِن َكا َن ۡت َٰ َوحِدَ ٗة َف َل َها ٱل ِّن
د َو َو ِر َث ُهۥٓ أَ َب َواهُ َف ِِل ُ ِّم ِهٞ َۚد َف ِإن لَّمۡ َي ُكن لَّهُۥ َو َلٞ ان َلهُۥ َو َل َ ٱلسُّ ُدسُ ِممَّا َت َر َك إِن َك
َۚ ُ
ة َف ِِل ِّم ِه ٱلسُّ ُدسُ م ِۢن َب ۡع ِد َوصِ يَّةٖ يُوصِ ي ِب َهآ أَ ۡو دَ ۡي ٍۗنٞ ان َل ُهۥٓ إِ ۡخ َو َ ث َفإِن َك ُ َۚ ُٱلثل
ُّ
انَ ٱَّلل َك َ َّ َّٱَّلل إِن َ ون أَ ُّيهُمۡ أَ ۡق َربُ َل ُكمۡ َن ۡف ٗع َۚا َف ِر
ٍِۗ َّ يض ٗة م َِّن َ َءا َبآؤُ ُكمۡ َوأَ ۡب َنآؤُ ُكمۡ ََل َت ۡد ُر
.َعلِيمًا َحك ِٗيما
“Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
10
Syukri Albany Nasution. Hukum Waris. (Medan; Manhaji. 2015), hal. 7
9
Selain surah An-nisa ayat 11 di atas, dasar hukum waris Islam juga
terdapat dalam surah a-Anfal ayat 72, al-Ahzab ayat 4, 5, 6 dan 40 dan
an-Nisa ayat 7, 12, 33 dan 176
2) As-Sunnah
Selain Al-qur’an, dasar hukum waris lain yang digunakan adalah As-
Sunnah. Terdapat beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang
menjelaskan tentang ketentuan waris, di antaranya dalam HR. Bukhari no.
6732:
ِض ِبأ َ ْهلِ َها َف َما َبق َِي َفه َُو ِۡلَ ْولَى َر ُجل َذ َكر
َ أَ ْل ِحقُ ْوا ْال َف َرائ
“Berikanlah harta warisan kepada orang yang berhak
menerimanya, sedangkan sisanya untuk kerabat laki-laki yang
terdekat.12
11
An-Nisa (4) ; 11
12
Abu Muslim Nurman Darmawan. Faraidh. Hadist Nabi Seputar Warisan.
https://alukhuwah.com/2022/08/11/faraidh-hadits-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-
seputar-warisan/, di akses 10 Nopember 2023
13
Abu Muslim Nurman Darmawan . Faraidh. Hadist Nabi Seputar Warisan.
https://alukhuwah.com/2022/08/11/faraidh-hadits-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-
seputar-warisan/,di akses 10 Nopember 2023
10
14
Syukri Albani. Op. Cit. Hal. 11
15
Ibid. Hal. 11-12
11
termasuk pengertian ahli waris janin yang telah hidup dalam kandungan,
meskipun kepastian haknya baru ada setelah ia lahir dalam keadaan
hidup. Hal ini juga berlaku terhadap seseorang yang belum pasti
kematiannya. Tidak semua ahli waris mempunyai kedudukan yang sama,
melainkan mempunyai tingkatan yang berbeda-beda secara tertib sesuai
dengan hubungnnya dengan si mayit. 16
Secara hukum Islam, ahli waris terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
hubungan darah.
2. Ahli waris sababaiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
adanya perkawinan yang sah dan atau karena memerdekakan hamba
sahaya.
16
Dwi Putra Jaya. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. (Bengkulu. Zara Abadi.
2020), hal. 83
17
Ni Nyoman Sukerti. Buku Ajar Gender Dalam Hukum. (Bali; Pustaka Ekspres,
2016), hal. 2
12
garis keturunan tidak hanya ditentukan dari garis bapak, namun juga dari
garis ibu (parental). Sedangkan dalam pembagian warisan ditetapkan
berdasarkan Al Quran dan Sunah Nabi, yang menetapkan bagian anak
laki-laki dua kali lebih besar dari anak perempuan berdasarkan surat An
Nisa 11,12 merupakan ketentuan Allah yang tidak dapat diubah.
Pada Q.S an Nisa’ ayat 11-12 dijelaskan bahwa Allah memberikan
petunjuk tentang bagaimana anak-anak harus menerima warisan dalam
hukum waris Islam. Ayat ini menekankan bahwa laki-laki memiliki hak
setara dengan dua perempuan dan bahwa perempuan memiliki hak yang
lebih rendah dalam hal warisan. Ayat ini juga membahas tentang
bagaimana warisan harus dibagikan kepada orang tua jika ada, dan
bagaimana warisan harus dibagikan jika tidak ada anak atau saudara.
Dalam hukum waris Islam, laki-laki dan perempuan memiliki hak
yang berbeda dalam hal warisan. Laki-laki menerima bagian yang lebih
besar dari warisan dibandingkan perempuan, karena dalam tradisi Islam
laki-laki dianggap sebagai pemimpin dan pencari nafkah bagi keluarga.
Perempuan, pada gilirannya, memiliki hak atas warisan yang tetap dan
tidak dapat dicabut. Namun, meskipun ada perbedaan dalam jumlah
bagian warisan, Islam juga menekankan bahwa kebutuhan perempuan
harus dipenuhi dan dibahagiakan dan mereka dapat hidup dengan
martabat dan keamanan yang baik.
Jika kita lihat dari surah An-Nisa ayat 11 dan 12 yang membagi
harta waris perempuan 1 dan laki-laki 2 bagian, bagi sebahagian orang
yang belum memahami maksud dari surah tersebut akan beranggapan
bahwa masih adanya diskriminasi gender dalam pembagian warisan.
Namun dalam kedudukannya sebagai ahli waris laki-laki dan perempuan
surah An-Nisa menyebutkan tentang persamaan hak dalam menerima
hak waris.
Dalam kewarisan Islam, para ulama telah menetapkan bahwa
terdapat lima belas laki-laki dan sepuluh perempuan yang berhak untuk
mendapatkan hak waris, yaitu
13
18
Abdillah Mustari, Op. Cit, hal. 44-45
15
6. Penghalang Waris
Penghalang atau penggugur (Al-hajb) orang yang menghalangi
orang lain untuk mendapatkan warisan, dan al-mahjub berarti orang
yang terhalang untuk mendapatkan warisan. Adapun pengertian alhajb
menurut kalangan ulama faraid adalah menggugurkan hak ahli
waris lainnya untuk menerima waris, baik secara keseluruhannya
atau sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih berhak untuk
menerimanya.
Prinsip al-hjab mahjub adalah mengutamakan atau mendahulukan
kerabat yang mempunyai jarak lebih dekat daripada orang lain
dengan si mati. Keutamaan itu dapat pula disebabkan oleh kuatnya
hubungan kekerabatan seperti saudara kandung lebih kuat hubungannya
dibandingkan saudara seayah atau seibu saja, karena hubungan
saudara kandung melalui dua jalur (ayah dan ibu) sedangkan yang
seayah atau seibu hanya melalui satu jalur (ayah saja atau ibu saja).
Al-hajb terbagi dua, yaitu :
19
Abdillah Mustari. Op. Cit, hal. 27-28
16
pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan
penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Hukum waris
adat sebenarnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu
generasi kepada keturunannya22
Dalam mencari jalan penyelesaian mengenai perselisihan warisan
pada umumnya masyarakat hukum adat menghendaki adanya upaya
penyelesaian yang rukun dan damai, tidak saja terbatas pada para pihak
yang berselisih tetapi juga termasuk semua anggota keluarga almarhum
pewaris, sehingga gangguan keseimbangan yang merusak kerukunan
sekeluarga itu dapat dikembalikan menjadi utuh dan rukun seperti
sediakala sebelum terjadi perselisihan.
22
Dwi Putra Jaya. Hukum Kewarisan di Indoensia. Bengkulu; Zara Abadi. 2020),
hal. 24
18
23
Erwin Owan Hermansyah Soetoto, Zulkifli Ismail dan Melani Pita Lestari. Buku
Ajar Hukum Waris Adat. (Malang; Madza Media. 2021), hal. 108
24
Nuraida. Hukum Waris Islam. Op. Cit hal. 155
25
Ibid, hal. 155
20
Anak adalah golongan pertama ahli waris, baik anak jantan atau
anak betino sebagai ahli waris. Kalau ado anak, maka saudara kandung
dari si mati tidak berhak menjadi ahli waris dan tidak mendapat warisan.
b) Ibu bapak
Induk dan bapak adalah ahli waris golongan kedua dari si mati. Dia berhak
menerima harta warisan bersama anak dari si mati, karena hubungan
terdekat digaris lurus keturunan.
c) Suami atau Isteri
Suami atau isteri si mati, adalah golongan ketiga yang berhak
menerima harta warisan, bila salah satu dari suami atau isteri meninggal
dunia lebih dahulu. Suami atau isteri yang hidup, berhak atas harta
warisan. Misalnya suami mati, maka semua harta bersama dibagi dua,
sebagian untuk isteri atau sebagian lagi untuk suami. Harta suami atau
isteri, dibagikan kepada ahli warisnya; anak, ibunya, dan isterinya
(jandanya).
d) Saudara Kandung
Saudara kandung dari si mati, adalah golongan ahli waris yang
keempat. Dia berhak menerima harta warisan bersama suami atau isteri si
mati. Bila si mati tidak ada anak cucu dan tidak ada ibu bapak.
e) Ninik dan Cucu
Ninik dan cucu, adalah golongan kelima jadi ahli waris. Ninik
pengganti anak. Bila orang tua dahulu meninggal dari pewaris, ninik masih
hidup, ada yang ditinggalkan harta warisan, ninik berhak mendapat bagian
dari harta warisnya
Bila si pewaris Kalâlah (Tidak Punya Anak) maka ahli warisnya
terbagi sebagai berikut :
a) Isteri atau suami, bila masih hidup
b) Orang tua : ibu, ayah, nenek bila masih hidup
c) Saudara kandung, bila masih hidup.
Bila si pewaris memiliki anak angkat maka anak angkat tidak
berhak mendapatkan harta warisan dan menjadi ahli waris. Karena dia
21
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini berupaya mengkaji
tentang pembagian harta waris menurut jenis kelamin ahli waris terutama
di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam. Penelitian yang telah dilakukan
oleh mahasiswa atau peneliti terdahulu tentang harta waris ini telah
banyak dilakukan. Namun khusus di Institut Agama Islam (IAI) Nusantara
Batang Hari ini peneliti tidak menemukan hasil penelitian dari peneliti
terdahlu yang terkait dengan pembagian harta waris. Diatara penelitian
yang telah dilakukan tentang harta waris ini adalah:
Skripsi yang disusun oleh Nashirun, Institut Agama Islam Sultan
Muhammad Syafiuddin Sambas yang berjudul “Konsep Keadilan Dan
Kesetaraan Gender Tentang Pembagian Harta Waris Dalam Persfektif
Hukum Islam”. Dalam penelitiannya menggunakan metode penelitian
normative, artinya pendekatan berbasis pada teori-teori dan konsep
hukum Islam. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang
mempelajari masalah waris laki-laki dan perempuan menurut hukum Islam
yang dianalisis dengan menggunakan konsep keadilan dan kesetaraan
gender. Penelitian menghasilkan temuan Arti dari keadilan dalam hukum
kewarisan Islam tidak bisa diukur dari tingkatan kesetaraan ahli warisnya,
namun dilihat dari berapa besar beban atau tanggungjawab masing-
masing. Dan Islam melihat bahwa kewajiban untuk memberi nafkah
keluarga adalah tanggungjawabnya seorang laki-laki, maka sudah
pantaslah seorang laki-laki bagianya lebih besar dibandingkan dengan
bagian perempuan.
26
Nuraida. Op. Cit. hal.144-145
22
Oleh sebab itu apabila ada orang yang menerima harta warisan
lebih besar berarti ini merupakan dari besarnya tingkat dan peran
kewajibanya terhadap keluarganya. Dan dua banding satu bukanlah
bentuk dari penindasan serta ketidakadilan kepada kaum perempuan
dalam pembagian harta warisan, justru dalam Al-Qur’an menjelaskan
bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama berkaitan dengan
pembagian harta warisan, artinya mereka sama-sama mendapatkan harta
warisan dan tidak ada istilah gender dam Islam antara laki-laki maupun
perempuan.27
Skripsi yang ditulis Afida Wahyu Nabila NIM : U20191020
Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dengan judul
Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Warisan (Studi Pemikiran Quraish
Shihab). Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research) dengan metode deskriptif-analitis dan tematik (maudhu’i),
metode ini mendeskripsikan penafsiran Quraish Shihab dan menganalisis
ayat-ayat yang berhubungan dengan kadar pembagian waris. Adapun
teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari berbagai literature
baik karya tulis ataupun sejenisnya yang relevan. kesimpulan bahwa
perspektif Quraish Shihab memiliki dua pandangan dalam bagian waris.
Pandangan yang pertama tetap wajib melaksanakan pembagian waris
sesuai dengan ketentuan Allah. Pandangan kedua, Shihab
memperbolehkan pembagian waris disamaratkan dengan syarat tidak ada
unsur menilai bahwa kadar bagian yang Allah tetapkan tidak ada adil
ataupun salah. Adapun implikasi dari penafsiran Quraish Shihab terhadap
kesetaraan gender dalam pembagian waris, pada pandangan kedua
merupakan solusi alternatif yang ditawarkan oleh Shihab. Sehingga
sejalan dengan teori gender yaitu teori equilibrium yang bersifat
menjembatani, yang menekankan pada keharmonisan hubungan.
27
Nashirun, Konsep Keadilan Dan Kesetaraan Gender Tentang Pembagian Harta
Waris Dalam Persfektif Hukum Islam. Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syaifuddin
Sambas. Jurnal Ilmiah Vol. 6 No. 1 tahun 2022
23
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian empiris yaitu
merupakan salah satu jenis penelitian hukum yang menganalisis dan
mengkaji bekerjanya hukum dalam masyarakat. suatu penelitian yang
mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai priaku nyata (actual
behavior), sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami
setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, penelitian
hukum empiris disebut juga penelitian hukum sosiologis. 29
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif yaitu suatu cara analisis penelitian yang menghasilkan
data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara
tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan
dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 30
Oleh karena itu, peneliti harus dapat menentukan data mana atau
bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan
28
Afida Wahyu Nabila.Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Warisan (Studi
Pemikiran Quraish Shihab). Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
2023
29
Muhaimin. Metode Penelitian Hukum. (Mataram; Mataram University Press.
2020), hal. 80
30
Muhaimin. Op.Cit., hal. 106
24
2) Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian dari awal penelitian atau Grandtour
sampai dengan akhir penelitian direncananakan dilakukan dari bulan
Juni 2023 sampai dengan akhir penelitian yang diperkirakan peneliti
25
1) Wawancara
Wawancara (interview) adalah pengumpulan data primer yang
bersumber langsung dari nara sumber atau responden penelitian di
31
lapangan. Dalam wawancara ini, peneliti melakukan wawancara
terhadap nara sumber yang dipilih oleh peneliti dan dianggap meiliki
pengetahuan, pengalaman, ataupun gejala yang ada atau peristiwa
hukum yang terjadi, pihak-pihak yang menjadi objek penelitian, solusi
yang dilakukan oleh pihak-pihak, baik tanpa konflik maupun dalam hal
terjadi konflik; dan mengetahui akibat yang timbul dari peristiwa yang
terjadi di masyarakat sehubungan dengan peristiwa dalam hal waris di
Kecamatan Muara Tembesi.
2) Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengamati langsung terhadap obyek penelitian. Observasi atau
pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu
penelitian atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan
atau fenomena sosial dengan jalan mengamati dan mencatat 32.
Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara sistematis dan mencatat segala kejadian-kejadian
yang terjadi terhadap obyek penelitian baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Objek penelitian yang dimaksud dari penelitian ini
adalah mekanisme pembagian harta waris menurut hukum Islam dan
hukum adat. di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam
3) Dokumentasi
Kegiatan dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data tertulis
tentang gambaran umum yang berkaitan dengan kajian deskriptif
mengenai Pembagian harta waris berdasarkan hukum Islam dan Hukum
adat di Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam.
31
Abdul Kadir Muhammad. Metode Penelitian Hukum. (Mataram; Mataram
University Press. 2020), hal. 95
32
Chairul Pahmi. Penentuan Metode dan Pendekatan Penelitian Hukum. (Banda
Aceh; Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (LKKI). 2022), hal. 42
27
a. Reduksi Data
Reduksi data dalam penelitian dilakukan dengan aktivitas
pemilihan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan tertulis di lapangan. Reduksi data digunakan untuk
menyederhanakan data agar dapat dengan mudah dipahami. Reduksi
data yang digunakan ini mempunyai bentuk analisis berupa penyatuan,
penggolongan, pengarahan, dan membuang data yang tidak perlu. Dalam
penelitian yang dilakukan reduksi akan dilakukan dengan memilah data
yang benar-benar diperlukan untuk menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini.
Tahap reduksi ini merupakan tahap awal dalam analisis data yang
dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam memahami
data yang telah diperoleh. Reduksi data dilakukan dengan memilih dan
menyeleksi setiap data yang masuk dari hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi, kemudian mengolah dan memfokuskan semua data mentah
agar lebih bermakna
b. Penyajian Data (data display)
Penyajian data dilakukan peneliti untuk memudahkan dalam
melihat gambaran bagian-bagian tertentu atau dapat juga secara
keseluruhan dalam aktvitas penelitian. Data penelitian yang disajikan
dalam laporan akhir penelitian merupakan sekumpulan informasi yang
tersusun secara sistematis dan memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan di akhir laporan. Setelah proses reduksi selesai,
data disajikan dalam bentuk uraian dengan bentuk-bentuk yang lain
seperti tabel, grafik, dan diagram untuk memudahkan para pembaca
dalam memahami penelitian sudah dilakukan.
c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing / verification)
Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan (verifikasi data)
dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung.
Penarikan kesimpulan sebenarnya merupakan aktivitas dari konfigurasi
yang utuh selama peneltian berlangsung. Penarikan kesimpulan ini
29
H. Sistematika Penulisan
Peneliti menggunakan sistematika penulisan BAB yang masing
masing-masing BAB nantinya terdapat sub-sub bab. Penulisan
menggunakan lima BAB yang terdiri dari gambaran-gambaran penelitian
sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan. Pada bab ini peneliti menulis
tentang gambaran umum penelitian yang meliputi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, Kerangka Teori,
Tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua dari skripsi ini adalah metode penelitian yang digunakan
peneliti untuk memperoleh data hasil penelitian, yaitu terdiri dari jenis
penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data, metode analisis data, sistematika pembahasan dan
jadwal penelitian
Bab ketiga adalah gambaran umum dari lokasi penelitian yang
berisikan tempat dan waktu dilakukannya penelitian, sejarah
pemerintahan Desa Tapah Sari, aspek geografis dan demografis serta
aspek ekonomi Desa Tapah Sari
Bab keempat adalah temuan dan analisis penelitian. Bab ini berisi
analisis terhadap praktik pembagian harta waris di Desa Tapah Sari serta
tinjauan Hukum Islam dan hukum adat terhadap pembagian harta waris di
Desa Tapah Sari Kecamatan Mersam .
Bab kelima Penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan
hasil pemahaman, penelitian dan pengkajian terhadap pokok masalah,
saran-saran dan penutup
30
I. Jadwal Penelitian
Untuk kelancaran pelaksanaan penelitian, maka peneliti membuat
rincian jadwal penelitian sebagai berikut:
Tabel 1.
Jadwal Penelitian
Erwin Owan Hermansyah Soetoto, Zulkifli Ismail dan Melani Pita Lestari.
Buku Ajar Hukum Waris Adat. Malang; Madza Media. 2021
Nuraida Fitri Habi. Hukum Waris Islam & Keadilan Gender Dalam Seloko
Adat Jambi Pada Hukum Pucuk Induk Undang Nan Limo. Jakarta.
Publica Indonesia Utama; 2022
Syukri Albani Nasution. Hukum Waris, Medan ; CV. Man Haji. 2015
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
D. Manfaat Penulisan ...................................................................
E. Kerangka Teori ........................................................................
F. Tinjauan Pustaka .....................................................................
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
C. Kata Penutup ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
CURICULUM VITAE
LAMPIRAN