You are on page 1of 15

KONSEP KONSUMERISME DALAM MASYARAKAT MODERN DALAM KAJIAN

HERBERT MARCUSE

RINA OCTAVIANA
Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

ABSTRAK
Perkembangan zaman yang semakin hari semakin berubah dan meluas hingga
memberikan dampak yang sangat signifikan di kehidupan manusia. Dari berkembangnya zaman
ini sudah pasti akan memberikan berbagai dampak baik itu negatif dan positif. Kritik mengenai
zaman globalisasi ini salah satunya dilontarkan oleh seorang filsuf Jerman ternama dan juga
seorang pemikir kiri baru yang bernama Herbert Marcuse. Perkembangan zaman yang membuat
masyarakat saat ini berkiblat hanya pada satu dimensi saja yaitu kapitalisme. Kemudian dari
kejadian ini lahirlah suatu budaya baru yang dinamakan budaya konsumerisme. Budaya
konsumerisme ini adalah suatu paham atau ideologi yang dijadikan panutan oleh masyarakat
modern dalam segi gaya hidupnya yang menganggap bahwa barang-barang yang mewah
merupakan tolak ukur dari kebahagiaan, kesenangan, dan pemuas hasrat manusia. Kegemaran
masyarakat pada era modern ini dalam hal berbelanja dan memenuhi kebutuhan menjadikan
budaya ini menjadi budaya yang tidak hemat. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat
modern adalah masyarakat yang ditandai dengan berbagai teknologi yang mereka miliki.
Masyarakat modern ini sangat mudah untuk diidentifikasi, semakin canggihnya teknologi yang
mereka punya maka itulah yang disebut dengan masyarakat modern
Penelitian ini dilakukan untuk lebih mengetahui mengenai masyarakat modern dan juga
berbagai bentuk konsumerisme masyarakat modern dalam kajian Herbert Marcuse. Kecanggihan
dari teknologi dan kemajuan dari globalisasi memang sangat memberikan dampak baik bagi
kehidupan manusia, namun tidak menafikan juga terdapat dampak buruk yang sangat besar yang
dialami oleh manusia. Maka dari itu dengan lebih dibahasnya permasalahan mengenai
masyarakat modern dan konsumerisme ini, maka diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi agar masyarakat tidak terbuai dengan berbagai efek negative yang diberikan oleh arus
globalisasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif melalui
studi pustaka. Studi pustaka merupakan metode dengan tahapan mengumpulkan berbagai data
dan penelitian terdahulu guna menjawab permasalahan masyarakat modern dan bentuk
konsumerisme masyarakat modern yang terjadi pada era globalisasi saat ini. Adapun berbagai
sumber data yang digunakan berasal dari buku, artikel, jurnal, skripsi, atau bahkan dari film.
Penelitian ini disusun dengan cara mendeskripsikan berbagai macam pengertian dan sumber
yang ada kemudian dibahas serinci mungkin.
Hasil penelitian ini kemudian menemukan bahwa perilaku masyarakat modern saat ini
memang menjadi suatu perilaku yang sulit untuk dihindari. Mengingat semakin berkembangnya
kemajuan teknologi membuat masyarakat terbuai dengan kenyamanan yang diberikan oleh
zaman modern ini. Berbagai kebutuhan palsu dapat berubah menjadi kebutuhan pokok yang
harus dipenuhi. Meningkatnya budaya baru yang disebut Budaya Konsumerisme merupakan
suatu budaya yang dilahirkan dari kemajuan arus globalisasi. Masyarakat kemudian menjadi
makhluk dengan tingkat refresif yang tinggi. Dalam bukunya One Dimensional Man, Herbert
Marcuse dengan gamblang mengatakan bahwa masyarakat modern saat ini merupakan
masyarakat berdimensi satu yang telah telah berkiblat pada satu budaya yaitu budaya
konsumerisme.
Kata kunci: masyarakat modern, konsumerisme, Herbert Marcuse, dan kapitalisme

ABSTRACT
The development of the times is increasingly changing and expanding to have a very
significant impact on human life. From the development of this era, it will definitely give various
impacts both negative and positive. One of the critics about globalization is brought up by a
famous German philosopher and also a new left thinker named Herbert Marcuse. The
development of the era that makes the current society is oriented to only one dimension, namely
capitalism. Then from this incident was born a new culture called the culture of consumerism.
This consumerism culture is an ideology or ideology that is used as a role model by modern
society in terms of lifestyle that considers luxury goods as a benchmark of happiness, pleasure,
and satisfaction of human desires. The people's passion in this modern era when it comes to
shopping and meeting their needs makes this culture a less frugal culture. What is meant by
modern society is a society characterized by a variety of technologies that they have. Modern
society is very easy to identify, the more sophisticated the technology they have, then that is
what is called modern society.
This research was conducted to find out more about modern society and also various
forms of consumerism in modern society in the study of Herbert Marcuse. The sophistication of
technology and the progress of globalization is very good impact on human life, but it does not
deny there are also very large adverse effects experienced by humans. Therefore, with more
discussion about the problems of modern society and consumerism, it is expected to be used as a
reference material so that people are not swayed by the various negative effects provided by the
current of globalization.
The method used in this research is descriptive qualitative method through literature
study. Literature study is a method with stages of collecting various data and previous research in
order to answer the problems of modern society and the forms of consumerism of modern
society that occurred in the current era of globalization. The various data sources used come
from books, articles, journals, theses, or even from films. This research was arranged by
describing the various meanings and sources that were then discussed in as much detail as
possible.
The results of this study later found that the behavior of modern society today is indeed a
behavior that is difficult to avoid. Considering the continued development of technological
advancements, people are lulled by the convenience provided by this modern era. Various false
needs can turn into basic needs that must be met. The increasing new culture called Consumer
Culture is a culture that was born from the progress of globalization. Society then becomes a
creature with a high level of refressive. In his book One Dimensional Man, Herbert Marcuse
clearly says that today's modern society is a one-dimensional society that has been oriented to
one culture, namely the culture of consumerism.
Keywords: modern society, consumerism, Herbert Marcuse, and capitalism

PENDAHULUAN ikatan yang estetik. Perkembangan media


saat ini seperti yang telah dialami sekarang
Sebagai suatu bentuk budaya yang
menempatkan kita terhadap suatu hubungan
terlahir di era milenial, budaya populer tentu
antar manusia dan media menjadi semakin
tidak asing di telinga masyarakat. Budaya
erat. Hal ini berdampak pada manusia yang
pop di era ini merupakan budaya dari suatu
tidak bisa lagi menggunakan media sebagai
pengalaman yang terlahir karena budaya
fungsi dalam mengungkap suatu ide dari
konsumsi dan di dukung oleh teknologi
gagasan bahkan suatu perasaan manusia,
informasi yang serba baru.1 Jika kategori
namun saat ini medialah yang mengatur
seni yang di ciptakan masyarakat akan
gagasan dan menata perasaan manusia.
bertahan di karenakan kehendak bangsa
rakyat dengan tradisinya, seni yang Zigmunt Bauman telah melukiskan
bertemakan kerakyatan akan bertahan situasi ini sebagai awal dari menguatnya
karena kehendak bangsa dengan ideologi wilayah estetik dan memudarnya wilayah
kerakyatannya, maka seni populer terlahir kognitif serta wilayah moral. Meminjam
bahkan mampu bertahan karena kehendak pendapat dari Martin Buber, ia
media dengan menggunakan ideologi menggambarkan telah terjadinya sebuah
kapitalisme dan konsumsi. kesalahpahaman diantara manusia. Manusia
tidak berdiri dengan sesama manusia
Kemunculan media dan konsumsi
sebagai neighbour melainkan berdiri sebagai
akan mengeser suatu ikatan sosial yang pada
stranger. Mereka tengah berada didalam
awalnya mementingkan aspek moral dan
suatu tempat yang sama tetapi tidak
kognisi dan kemudian tergantikan oleh
1
M.Psi Safuwan, “Gaya Hidup, Konsumerisme Dan Modernitas,” Jurnal SUWA Universitas Malikussaleh V, no. 1
(2007): 38–46, http://repository.unimal.ac.id/1342/1/Gaya Hidup Modern.pdf.
mengalami kepekaan terhadap sekitarnya. tidak hanya terbentuk atas dasar kebutuhan
Mereka merasakan perasaan yang sama barang yang di konsumsi, tapi juga suatu
namun mengalami civic indifference keinginan dalam mengonsumsi barang
(ketidakpedulian sipil). Untuk mengetahui tersebut. Intinya suatu konsumsi barang dan
kebenaran yang terjadi kepada massa jasa bukan lagi bersifat kebutuhan
konsumen media, memerlukan suatu melainkan keinginan dari setiap individu
penelitian yang empiris dan menyeluruh. yang terhanyut kedalam dunia konsumtif
Secara metodologis, kajian mengenai media yang diciptakan oleh media.2
telah mengembangkan berbagai cara untuk
Jadi dapat dilihat betapa rumit dan
meneliti ke arah sana. Hasil dari temuan ini
kuatnya kekuatan dari media dan konsumsi
dapat meninjau kembali mengenai apa
yang membentuk dan mengubah realitas
sebenarnya yang disebut populer dan
rakyat dan kerakyatan menjadi realitas
dimana tempat yang seharusnya bagi budaya
populer. Dimanakah suatu pengalaman
populer ini.
rakyat dan kerakyatan yang sebelumnya?
Disamping dari media, pengalaman Pasti tidak akan tergantikan oleh realitas
budaya pop ini terkait dengan konsumsi. populer begitu saja. Akan tetapi, pada waktu
Media telah menciptakan sesuatu yang yang sama akan dirasa terlalu naif bagi kita
populer dengan cara mengosumsi barang- untuk kembali bernostalgia dengan realitas
barang komoditi. Budaya pop yang alami rakyat dan kerakyatan tanpa melewati
pada era ini merupakan budaya pop yang realitas populer. Teori mengenai budaya pop
terlahir dari cara orang-orang mengonsumsi diatas menunjukkan realitas populer telah
barang-barang (mode of consumption). ditentukan oleh komunikasi massa dan ada
Sistem kebutuhan saat ini tidak lagi kemungkinan bagi kita untuk mempengaruhi
ditentukan oleh kebutuhan yang riil kemajuan dari budaya populer tersebut baik
melainkan telah diatur dan diciptakan sesuai itu bersifat negatif maupun yang bersifat
dengan keberadaan barang-barang komoditi. positif.3
Sistem masyarakat dalam konsumsi cepat
Teknologi selalu mempunyai suatu
berubah mengikuti sistem kebutuhan dan
keunggulan tersendiri, di sisi ketakjuban
sistem fungsi-fungsi. Sehingga ikatan sosial
2
Herbert Marcuse, Manusia Satu Dimensi (Yogyakarta: Narasi.2016), hlm. 8
3
Dominic Strinati, Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
hlm. 13-19
terhadap teknologi selalu berderetan dengan tergolong sebagai masyarakat konsumen di
kegelisahan yang ditimbulkannya. Ketika era tersebut lambat laun akan mulai tumbuh
masyarakat telah menjadikan teknologi seiring pertumbuhan ekonomi global. Hal ini
sebagai kiblatnya dalam kegiatan sehari- dapat ditandai dengan semakin
hari, hal tersebut sebenarnya memberikan menjamurnya pusat perbelanjaan, industri
efek kegelisahan. Salah satu contohnya dibidang fashion, kecantikan, kuliner, gosip,
adalah dengan teknologi yang semakin dengan semakin disukainya produk asing,
aktual, maka akan terlahir darinya suatu banyaknya makanan cepat saji, dan beberapa
budaya yang terbilang konsumtif di faktor lainnya yang merupakan efek dari life
kalangan masyarakat. Kecanggihan style yang diakibatkan dari iklan dan
teknologi yang tiada hentinya memang televisi.
tengah menjadi suatu trending topic di
Adapun hal yang digolongkan
kehidupan masyarakat, sehingga tidak ada
kedalam penyebab dari kemunculan budaya
satupun kegiatan manusia yang luput dari
konsumer ini salah satunya adalah seorang
jasa teknologi. Berbagai macam kegiatan
public figure (selebritis). Seperti yang
manusia yang dibantu dengan teknologi,
diungkapkan oleh Primada Qurrota Ayun,
maka akan ada suatu konsekuensi yang
Adorno dan Max Horkheimer mengatakan
harus diterima oleh masyarakat salah
bahwa tren dari gaya hidup para selebritis
satunya adalah dengan terlahirnya suatu
merupakan suatu gaya hidup yang dapat
“budaya baru” yang mulai berkembang pada
memudarkan kemanusiaan, karena dengan
saat ini. Salah satu permasalahan dari
gaya hidup para selebritis yang cukup
budaya baru tersebut yakni akan muncul
glamour dapat membuat massa terhipnotis
budaya konsumerisme yang diakibatkan
untuk menirukan gaya hidup para selebritis.
oleh rangsangan dari berbagai macam
Selebritis sendiri merupakan suatu
komoditi yang dihasilkan oleh cyberspace.
kelompok yang secara tidak sadar akan
Di Indonesia sendiri, konsep memicu adanya penindasan dalam segi
mengenai life style terlahir di era 1990-an. ekonomi, hal tersebut akan menumbuhkan
Gaya hidup tersebut lahir karena diakibatkan suatu khayalan-khayalan dan mimpi palsu
oleh adanya globalisasi di bidang industri bagi para penggemarnya.4
media. Masyarakat Indonesia yang
4
Primada Qurrota Ayun, dkk, Cyberspace and Culture (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), hlm.4
Dengan tren gaya hidup para di dunia konsumsi dan budaya populer.
selebritis maka akan meciptakan suatu Untuk dapat mendefinisikan setiap individu,
identitas. Identitas itu sendiri adalah suatu dapat dilihat melalui bagaimana individu
deskripsi yang mencerminkan mengenai diri tersebut mengonsumsi barang atau jasa.
dari suatu subjek, sedangkan identitas sosial Konsumsi diartikan sebagai suatu
merupakan gambaran yang di berikan oleh penggunaan dari komoditas dalam
orang lain mengenai hasil dari penilaian memenuhi sebuah hasrat untuk
orang lain terhadap subjek tersebut. menghasilkan kepuasan tersendiri.5 Selain
Sedangkan yang dimaksud dengan identitas itu, life style juga memiliki relasi yang kuat
sosial yaitu suatu pemaknaan yang mengenai pemaknaan status sosial ekonomi.
definisinya ditampilkan melalui pemakaian Sehingga sebuah gaya hidup menciptakan
dari beberapa tanda, khususnya pemakaian keberadaan dari orang tersebut dalam dunia
dari atribut-atribut badaniah. Secara global ini.
keseluruhan maka identitas sosial ini
Awal kemunculan konsumsi itu
diklasifikasikan kepada orang-orang yang
sendiri terjadi pada tahun 1990-an, tentunya
memakai perlengkapan yang branded
dengan perkembangan dari masyarakat
sebagai produk yang terstandarisasi. Definisi
konsumen itu sendiri. Terdapat sebuah
identitas itu sendiri dapat dipandang melalui
ideologi mengenai konsumerisme, yakni
budaya yang memiliki arti sebagai seseorang
berupa sugesti yang memaknai kehidupan
yang memiliki suatu hal yang membedakan
manusia yang dilihat dari apa yang
dirinya dengan orang lain sehingga lebih
dikonsumsi bukan apa yang dihasilkan.
mudah untuk dikenal.
Ideologi dari konsumerisme tersebut
Sebuah life style atau gaya hidup merupakan suatu bentuk pengalihan dimana
merupakan sesuatu yang dibentuk, setiap masyarakat akan mengalami hasrat
diciptakan, dijiplak kemudian didaur ulang dalam berkonsumsi yang tidak ada habisnya.
sehingga dapat digunakan dalam kehidupan Dengan mengonsumsi komoditi, bagi
manusia, terutama masyarakat yang berada masyarakat konsumer dapat memberikan
5
Herbert Marcuse dalam One Dimensional Man mengemukakan bahwa “kita dapat membedakan kebutuhanyang
benar (true) dan kebutuhan yang semu (false). Semu adalah segala hal yang dipaksakan kepada individu oleh
kepentingan-kepentingan sosial tertentu dalam penindasannya: kebutuhan yang melanggengkan kerja, agrisivitas,
penderitaan dan ketidakadilan. Kebanyakan kebutuhan yang ada untuk membatu orang bersantai, bersenang-
senang, menyukai dan membenci apa yang disukai dan dibenci orang lain, masuk dalam kategori kebutuhan
semu.” (cyberspace and culture:14).
suatu identitas sosial. Jika tidak gengsi menjadi panutan utama dalam pola
mengonsumsi suatu barang atau jasa, maka konsumsi sehingga akan menghasilkan
akan merasa ketidakutuhan diri. Sedangkan konsumerisme. Sehingga gaya hidup yang
dengan mengonsumsi barang maupun jasa seperti itu menjadi bagian dari manusia yang
maka akan memberikan efek yang utuh dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya.7
juga kebahagiaan yang dirasakan dalam
setiap individu.
METODOLOGI PENEITIAN
Di Indonesia sendiri merupakan
Metodologi yang bersifat ilmiah
sebuah negara yang memiliki masyarakat
pada umumnya sangat berhubungan erat
dengan jumlah konsumsi yang cukup tinggi.
dengan pengetahuan yang dimiliki manusia.
Masyarakat Indonesia itu sendiri merupakan
Jika dilihat dari kacamata filsafat, maka
masyarakat yang tergolong dalam
metodologi penelitian sangat berhubungan
masyarakat modern sehingga mereka dapat
dengan epistemologi yang dapat dikatakan
menghabiskan kebanyakan waktu yang
bahwa metodologi penelitian filsafat
mereka miliki di pusat perbelanjaan. Mereka
merupakan bagian dari epistemologi (filsafat
menikmati kehidupan yang mewah dan
pengetahuan). Berhubungan dengan ilmu
tergolong rakus dalam mengonsumsi
filsafat formal, maka dalam melakukan
komoditas sebagai alat penunjang life style-
metodologi penelitian ada persyaratan yang
nya. Gambaran dari pola konsumsi yang
harus dipenuhi. Persyaratan tersebut adalah
dibahas di atas menunjukkan bahwa mereka
dengan mendalami dan menguasai metode-
cenderung mengonsumsi barang guna untuk
metode filsafat utama yang selalu
mewakili identitas dan gaya hidup semata.6
dipergunakan disepanjang sejarah. Jika ingin

Budaya konsumerisme dianggap menggunakan metode filsafat maka logika

sebagai budaya yang harus melekat pada harus dikuasai secara matang agar penelitian

masyarakat seolah-olah untuk memperoleh yang dilakukan bersifat rasional.8

sebuah identitas maka mereka harus


Metode penelitian merupakan suatu
memilih sebuah gaya hidup yang menganut
cara yang bersifat ilmiah dalam
kepada budaya konsumerisme. Sebuah
mendapatkan data yang mempunya tujuan
6
Primada Qurrota Ayun, dkk, Cyberspace and Culture (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), hlm. 40
7
Primada Qurrota Ayun, dkk, Cyberspace and Culture (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2014), hlm.11-21
8
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990). Hlm 20
dan kegunaan tertentu. Ada 4 poin yang Dengan menggunakan metode
harus diperhatikan dalam melakukan metode penelitian maka manusia akan dapat melihat
penelitian, yaitu cara ilmiah, data yang jelas, dan menggunakan hasilnya. Data yang
tujuan dari penelitian tersebut, dan kegunaan didapatkan dari penelitian merupakan data
dari penelitian tersebut. Yang dimaksud dari yang bisa digunakan untuk memahami,
cara ilmiah merupakan suatu cara yang memecahkan, dan mengantisipasi suatu
bersifat rasional, empiris, dan sistematis. permasalahan. Metode penelitian dapat
Rasional ini digunakan agar suatu penelitian memperjelas suatu permasalahan agar
yang dilakukan menghasilkan penelitian terlihat jelas informasi permasalahan
yang logis dan dapat diterima oleh akal. tersebut. Dengan memecahkan sutau
Empiris digunakan agar penelitian tersebut permasalahan maka akan meminimalisir
dapat dibuktikan dengan panca indera. atau bahkan menghilangkan permasalahan
Sistematis yaitu suatu cara agar langkah- yang terjadi. Kemudian dengan
langkah yang digunakan dalam penelitian mengantisipasi maka bertujuan untuk
bersifat logis. Adapun data yang didapatkan mencegah permasalahan tersebut akan
dalam penelitian haruslah bersifat validitas, terjadi lagi. Metode penelitian dapat dibagi
reliabilitas, dan obyektiv. Untuk menjadi tiga cara, yaitu metode penelitian
mendapatkan data yang valid maka tahapan kualitatif, metode penelitian kuantitatif, dan
yang harus dipenuhi adalah reliabilitas dan metode penelitian kombinasi.10
obyektiv. Yang dimaksud dengan reliabilitas
Metode penelitian kualitatif
adalah data tersebut harus bersifat dapat
merupakan metode penelitian yang
dipercaya dan konsisten. Kemudian
tergolong baru karena jika dilihat dari
obyektivitas adalah dapat menyikapi suatu
reputasinya yang belum lama. Metode
permasalahan tanpa adanya pengaruh dari
kualitatif juga sering kali disebut sebagai
pendapat dan pandangan pribadi. Dengan
metode yang artistik karena dilihat dari
menggunakan dua tahapan tersebut maka
proses penelitian dari metode kualitatif yang
data yang akan dihasilkan akan valid yang
bersifat seni. Metode kualitatif juga lebih
berarti data tersebut sesuai dengan yang
bersifat dengan pemahaman terhadap data-
seharusnya.9
data yang ditemukan di lapangan. Mettode

9
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990). Hlm 20
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm 10
kualitatif juga dapat disebut sebagai metode mengeksplore pemikirannya kedalam tema
yang bersifat konstruksi karen metode penelitian yang dilakukan.
tersebut dapat menemukan berbagai data
Penelitian ini bersifat deskriptif yang
yang berserakan dan kemudian
berarti penelitian ini diharapkan dapat
dikonstruksikan kedalam satu tema yang
memberi gambaran secara rinci. Peneliti
maknanya mudah untuk dipahami.
juga dapat menguraikan dan kemudian
Penelitian haruslah dilakukan berdasarkan
mengklasifikasikan secara obyektif berbagai
pada obyek yang alamiah yang berarti obyek
data yang telah dikaji sekaligus
tersebut tidak dimanipulasi oleh peneliti.
menginterpretasikan data-data tersebut.
Jadi dalam menggunakan metode kulaitatif,
peneliti haruslah memahami dan mempunyai Analisis data merupakan suatu

wawasan yang luas mengenai permasalahan penyederhanaan data dalam bentuk yang

yang akan diteliti sehingga dapat lebih sederhana dan sistematik dari

menghasilkan suatu penelitian yang pasti. pembahasannya. Dalam penyederhanaan

Analisis data yang terdapat pada metode data ini peneliti memisahkan sesuai dengan

kualitatif harus berdasarkan fakta-fakta yang jenis data tersebut. Kemudian peneliti

terjadi di lapangan.11 pengupayakan analisisnya dengan


penjelasan dan uraian. Sehingga kemudian
Adapun jenis penelitian yang dapat diambil dan ditarik kesimpulan
digunakan penulis merupakan penelitian sebagai hasil dari penelitian.
pustaka (library seacrh) karena penulis
Dalam penelitian yang bersifat
mengumpulkan dan kemudian menganalisis
kualitatif, teknik dari analisis data ini lebih
literatur-literatur dari berbagai sumber
sering dilakukan dengan pengumpulan
sehingga bersifat kualitatif. Langkah awal
datanya. Kemudian tahapan yang
yang dilakukan untuk bisa mengumpulkan
selanjutnya adalah dengan menentukan titik
data dalam penelitian ini adalah dengan
fokusnya terlebih dahulu yang selanjutnya
mengadakan penelitian terhadap kerangka
menggunakan minitour question, analisis
pemikiran dari Herbert Marcuse dan juga
data tersebut dilakukan dengan
berbagai macam buku-buku yang berkaitan
menggunakan analisis taksonomi.
dengan beliau sehingga peneliti dapat
Selanjutnya ada tahap selection, pertanyaan

11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dam R&D (Bandung: Alfabeta, 2015) hlm 7
yang digunakan adalah pertanyaan struktural tokoh tersebut. Ketiga idealisasi, yaitu
dengan analisis data menggunakan analisis mengungkap pemikiran Herbert Marcuse
komponensial, setelah analisis tersebut lalu yang telah dibahas kedalam sebuah konsep
dilanjutkan dengan analisis pokok yang ideal dan universal sehingga dapat
permasalahan. dibahasakan dengan baik dan jelas.12

Dalam analisis data, penelitian ini SIMPULAN


menggunaka metode yang bersifat kualitatif
Setelah mengulas sebagian kecil dari
mengenai pemikiran dari Herbert Marcuse
pemikiran Herbert Marcuse mengenai
dalam memandang masyarakat yang
masyarakat modern yang sebagaimana telah
konsumtif yang terjadi pada era modern ini.
dijelaskan pada bab sebelumnya dimana
Pemikiran dari Herbert Marcuse akan
Marcuse menganggap bahwa masyarakat
disajikan secara utuh untuk mencari pokok
modern merupakan masyarakat yang
utama dalam memandang masyarakat pada
berdimensi satu. Yang dimaksud dengan
era modern ini. Adapun unsur-unsur umum
berdimensi satu yaitu masyarakat di era
yang digunakan dalam penelitian ini adalah,
industri ini telah berkiblat hanya pada satu
pertama ada unsur deskriptif, yaitu semua
dimensi saja yaitu kapitalisme. Dimensi satu
data yang telah terkumpul terutama data
ini telah menimbulkan banyak pengontrolan
yang bersumber dari pemikiran Herbert
baru dengan menggunakan cara yang
Marcuse akan disajikan secara menyeluruh,
lembut, bebas, nyaman, dan dibuat rasional
sitematis dan akurat, dengan menggunakan
sehingga masyarakat yang hidup di era ini
metode penelitian yang menyeluruh dari
tidak bisa melepaskan keterbuaian mereka
berbagai sumber literatur yang telah
terhadap sistem yang ditawarkan oleh
diperoleh agar mendapatkan kejelasan
dimensi ini. Masyarakat modern sangat
mengenai pemahaman tentang masyarakat di
mudah diidentifikasi. Perangkat teknologi
era modern ini. Kedua interpretasi, yaitu
merupakan ciri utama dari masyarakat
dengan mendalami pemikiran Herbert
modern sehingga dapat dikatakan bahwa
Marcuse yang kemudian akan dibahas untuk
identitas dari masyarakat modern dapat
mengungkap arti untuk mendapatkan
dilihat dari perangkat teknologinya.
kejelasan dari pemahaman dnegan
memahami bahasa dan simbol penulisan
12
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990). Hlm 63
Kehidupan dari masyarakat modern Konsumsi dalam hal ini bersifat aktif dan
tidak jauh dari teknologi dan kapitalisme. kolektif dimana konsumsi dapat juga
Marcuse berpendapat bahwa teknologi yang merupakan suatu paksaan yang tidak
saat ini sedang berkembang pesat disadari. Tujuan konsumsi juga saat ini telah
merupakan bentuk pengontrolan dari sistem berubah, yang pada mulanya konsumsi
kapitalisme ini. Ada 4 dampak yang akan dilakukan guna memenuhi kebutuhan pokok
dirasakan oleh masyarakat yang diakibatkan manusia, saat ini konsumsi menjadi suatu
oleh sistem ini. Yang pertama adalah hal yang harus dilakukan demi tercapainya
dengan banyaknya bermunculan bentuk- hasrat dan ditemukannya identitas diri
bentuk dari pengontrolan baru, kedua manusia melalui konsumsi tersebut. Hal ini
masyarakat yang memiliki perilaku represif merupakan sebuah efek yang telah
tanpa ampun, ketiga tertutupnya wacana dan ditimbulkan dari adanya sistem kapitalisme
kritisisme terhadap sistem politik sehingga lanjutan ini.
membuat masyarakat menerima segala
Pada era globalisasi seperti sekarang
bentuk apapun yang ditawarkan, keempat
ini, satu hal yang perlu dibenahi oleh
hilangnya pemikiran kritis dari masyarakat
masyarakat modern adalah dengan merubah
mengenai sistem yang sebenarnya tidak
dan memperkuat mentalitas masyarakat.
sesuai. Hal seperti inilah yang kemudian
Konsumerisme yang saat ini merupakan
dianggap sebagai masyarakat yang
suatu proses yang tidak terelakkan.
mempunyai satu dimensi menurut Herbert
Masyarakat saat ini tidak mungkin
Marcuse.
mengabaikan atau bahkan menghentikkan
Kebebasan yang ditawarkan oleh proses tersebut. Namun ada baiknya jika
budaya konsumerisme ini bukanlah masyarakat mau mencari sisi positif dari
merupakan kebebasan sejati namun hanya konsumerisme ini sehingga hal tersebut
sebagai alat untuk mengontrol kehidupan dapat memberikan dampak yang baik bagi
manusia itu sendiri. Konsumsi merupakan kehidupan masyarakat. Dampak negatif
awal mulanya budaya konsumerisme ini yang sudah sangat jelas dari sistem
berkembang. Dengan sistem konsumsi yang konsumerisme ini telah berhasil
sedemikian rupa dapat membuat masyarakat mempengaruhi berbagai tingkah laku
merasakan berbagai macam kebutuhan yang manusia dalam kehidupan sehari-harinya.
sebenarnya tidak mereka butuhkan. Sehingga sikap yang seharusnya dilakukan
adalah dengan menentukan sikap yang kuat Sudarminta. J. 1983. Kritik Marcuse
Terhadap Masyarakat Industri Modern.
dan konsisten dalam menghadapi keganasan
Jakarta: PT. Gramedia. Dalam M.
dari kemajuan era globalisasi yang semakin
Sasatrapratedja (ed), Manusia Multi
bekembang.
Dimensional.
DAFTAR PUSTAKA Strinati, Dominic. 2010. Popular
Marcuse, Herbert. 2016. Manusia Satu Culture:Pengantar Menuju Budaya Popular.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Dimensi. Yogyakarta: Narasi.
Simamora, Bilson. 2008. Panduan Riset
Marcuse, Herbert. 2018. Eros dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Peradaban. Yogyakarta: Tanda Baca. Pustaka Utama
Marcuse, Herbert. 1998. Technology, War, Setiadi, Nugroho J. 2008. Perilaku
and Fascism. London: Routledge. Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk
Storey, John. 2007. Cultural Studies dan Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta:
Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra. Kencana
Boer, Kheyene M, dkk. 2014. Cyberspace Baudrillard, Jean. 2005. Masyarakat
and Culture.Yogyakarta: Mata Padi Konsumsi, terj. Wahyunto. Yogyakarta: L
Pressido. Kreasi Waana
Ihza, Yustiman. 2013. Bujuk Rayu
Konsumerisme. Depok: Linea Pustaka. Karim , Abdul M. 2009. Sejarah Pemikiran
dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka
Sukma, Oman. 2005. Sosiologi dan Politik Book Publisher
Ekonomi. Malang: UMM Press
Sutrisno, Mudji. 2008. Filsafat Kebudayaan
Piliang, Yasraf A. 2003. Hipersemiotika – ihtiar Sebuah Teks, Cet-Pertama Jakarta:
Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Hukan Kabisat
Yogyakarta: Jalasutra.
A. Hasyimy. 1975. Sejarah Kebudayaan
Chaney, David. 1996. Lifestyles; Sebuah Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:
Jalasuttra. Yatim, Badri. 1999. Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: PT Raja Grafinda Persada
Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sinaga, Dannerius. 1988. Sosiologi dan
Antropologi. Klantan: PT Intan Pariwara.

Featherstone, Mike. 2005. Posmodernisme


dan Budaya Konsumen. Yogyakarta: Heryanto Januar. Pergeseran Nilai dan
Pustaka Pelajar. Komsumerisme di Tengah Krisis ekonomi di
Indonesia. Vol 6. No. 1.
Tuner, Bryan. 2008. Teori-teori Sosiologi
Modernitas Postmodernisas. Yogyakarta: Rohman, Abdur. 2016. Budaya
Pustaka Pelajar. Konsumerisme dan Teori Kebocoran di
Kalangan Mahasiswa. Karsa: Jurnal Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
dan Budaya Keislaman. Vol 24. No. 2. Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Imamuddin Yuliadi, Analisis Makro
Ekonomi Indonesia Pendekatan ISLM,
Falach. Ghulam. 2018. Konsumerisme
Jurnal Ekonomi Pembangunan , 8/2 (2001):
hal 171 Manusia Satu Dimensi Tesis Aqidah dan
Filsafat Islam Universitas Islam Negeri
Mugeni. Fetrianna T. 2017. Gaya Hidup
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Shopaholic Sebagai Bentuk Perubahan
Perilaku di Kalangan Sosialita. Skripsi

You might also like