Professional Documents
Culture Documents
Kidup Supriyadi
Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
kidup.supriyadi@uinjkt.ac.id
ABSTRACT
This paper discusses efforts to Islamize science in mathematics learning. This paper focuses
its study on descriptions of the Islamization of science and mathematics learning. The data
sources in this article were obtained from scientific works that discuss the Islamization of
science in mathematics learning. This main source is strengthened and supported by other
relevant data (called secondary data), namely in the form of books or sources from other
authors who talk about the Islamization of science in mathematics learning. This paper is a
research library (library research) using a qualitative approach, which tries to describe a
variable, symptom or situation as it is and is not intended to test certain hypotheses. The
results of this paper show that the Islamization of science is carried out in an effort to rebuild
the spirit of Muslims in developing science through freedom of intellectual reasoning and
rational-empirical and philosophical studies while still referring to the contents of the Qur'an
and the Prophet's Sunnah. So that Muslims will rise and advance to catch up with other
people, especially the West. Efforts to Islamize science in knowledge have been developed
by the thoughts of al-Attas and al-Faruqi regarding the idea of Islamization, according to him,
science is not value-free but value requirements (value laden). Both also believe that the
civilization brought by the West is a civilization that upholds the value of dichotomism. and
this value is of course contrary to the existing values in Islamic teachings, namely
monotheism. In developing integrated mathematics learning with Islam, the concept of
learning must be based on the method of monotheism taught by the al-Qur'an.
ABSTRAK
Tulisan ini membahas upaya islamisasi ilmu dalam pembelajaran matematika. Tulisan ini
mengfokuskan kajiannya pada deskripsi-deskripsi islamisasi ilmu dan pembelajaran matematika.
Sumber data dalam artikel ini diperoleh dari melalui karya ilmiah yang membahas tentang islamisasi
ilmu dalam pembelajaran matematika. Sumber pokok tersebut diperkuat dan ditunjang dengan data-
data lain yang relevan (disebut data skunder), yaitu berupa buku-buku atau sumber-sumber dari
penulis lain yang berbicara tentang islamisasi ilmu dalam pembelajaran matematika. Tulisan ini
adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
berusaha menggambarkan tentang suatu variable, gejala atau keadaan dengan apa adanya dan tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu. Hasil dari tulisan ini memperlihatkan bahwa
Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dalam upaya membangun kembali semangat umat
Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebebasan penalaran intelektual
dan kajian-kajian rasional–empirik dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan
Al-quran dan Sunnah Nabi. Sehingga umat Islam akan bangkit dan maju menyusul
ketinggalan dari umat lain, khususnya Barat. Upaya Islamisasi ilmu dalam pengetahuan
telah dikembangkan oleh pemikiran pemikiran al-Attas dan al-Faruqi mengenai ide
islamisasi, menurutnya ilmu itu tidak bebas nilai (value-free) akan tetapi syarat nilai (value
laden). Keduanya juga meyakini bahwa peradaban yang dibawa oleh Barat adalah
peradaban yang menjunjung tinggi nilai dikotomisme. dan nilai ini tentunya bertentangan
377
dengan nilai yang ada dalam ajaran Islam yaitu tauhid. Dalam pengembenagan
pembelajaran matematika yang terinegrasi dengan Keislaman, maka tetap konsep
pembelajarannya harus berlandaskan pada metode ketauhidan yang diajarkan oleh al-
Qur’an.
378
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
A. PENDAHULUAN
Ide Islamisasi ilmu pengetahuan berangkat dari asumsi bahwa ilmu pengetahuan
itu tidak bebas nilai atau netral. Memang diakui transfer ilmu-ilmu Barat ke dunia Islam
tidak dapat terelakkan dan merefleksikan nilai-nilai yang mengandung pandangan yang
menghasilkan ilmu tersebut. Jika ilmu tersebut akan ditransfer lewat pendidikan maka
yang bertentangan dengan nilai-nilai ke islaman perlu mendapat kajian lebih lanjut.
Agama Islam memiliki dua macam ilmu, yaitu ayat-ayat Tanziliah dan ayat-ayat
Kauniyah, maka Islam mengenal dua macam ilmu yaitu ilmu agama dan ilmu pengetahuan
umum. Pemisahan dua macam ilmu itu sangat jelas. Dua macam ilmu tersebut dalam
sejarah perkembangan ilmu-ilmu keislaman. Pada awal perkembangannya ilmu ke-islaman
berfokus pada ilmu fikih, ilmu tafsir, ilmu hadist yang memilki supremasi dan dominasi
keilmuan yang dikembangkan oleh para sahabat, tabit dan tabiin. Perkembangan ilmu
agama tersebut dimulai dari masjid, musholla dan surau. Adapun ilmu-ilmu umum yang
sekarang ini masuk kedalam pendidikan Islam, berawal dari masuknnya ilmu-ilmu asing
yang berasal dari tradisi Hellenistik, ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Pusat
pengemabagnannya bukan dari masjid tetapi melalui halaqah-halaqah pribadi atau
perpustakaan-perpustakaan, seperti darul hikmah.
Dari pemisahan (dikotonmi) ilmu tersebut, materi yang masuk kedalam ilmu
agama dan ilmu umum, materi ilmu agama dan ilmu umum telah dikembangkan oleh
ilmuan-ilmuan muslim. Ibnu Khaldun menyebut ilmu agama sebagai ilmu Fikih, Ushul,
tafsir dan Ilmu Hadits. Sedangkan ilmu umum disebutnya dengan ilmu akli yang meliputi
ilmu mantiq, ilmu alam, ilmu kehutanan, tehnik hitung, perbinyangan dan sebagainya.
Ikwan al-Safa mengkalsifikasi ilmu umum kepada dua kelompok yaitu: pertama disipilin
umum; kedua disipilin ilmu-ilmu filosofis. Masuk katagori pertama adalah: ilmu kitabah
wa qira’ah , ilmu gramatika, ilmu hitung, sastra, ilmu kimia, perdagangan, pertanian,
sejarah; sedangkan kelompok kedua matematika, logika, ilmu angka-angka, termasuk
ekonomi, musik, ilmu alam astronomi dan lain-lain.
Di Indonesia, dikotomi pengetahuan ini semakin tajam, ketika pendidikan pondok
pesantren dan madrasah hanya mengembangkan ilmu-ilmu agama (syariat), sementara
ilmu umum dibawa oleh penjajah. Anggapan bahwa ilmu agama adalah ilmu islam dan
ilmu umum bukan ilmu islam. Kalau kita kembali kepada islam, agama yang hak hingga
akhir zaman, islam agama yang konprehenship, karena islam adalah tuntutan dalam
menjalankan kehidupan ini. Teori ilmu pengetahuan menurut Islam sangat berkaitan
dengan keharusan yang mendesak kepada pencarian ilmu. Semangat itu dapat dilihat pada
wahyu pertama surat Al-Alaq (1-5)” bacalah dengan nama Tuhanmu …”. “Baca” di sini
bukan hanya perintah dalam arti sempit, tertapi terkuatnya ilmu pengetahuan dan
penyebaran diri akan adanya Allah, Zat Yang Maha Mengetahui1.
Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menjadi khalifah di bumi, memanfaatkan
dan memelihara alam untuk kemakmuran ummat manusia, hal ini tidak dapat tercapai jika
manusia tidak memeiliki ilmu pengetahuan dan tehnologi. Menggali dan mengembangkan
ilmu pengetahuan bagi umat islam memang sudah menjadi dasar dan landasan yang
ditentukan oleh ajaran-ajarannya.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Para tokoh islamisasi ilmu memberikan definisi sesuai dengan keahliannya.
Menurut Sayed Husain Nasr “ islamisasi ilmu termasuk juga islamisasi budaya upaya
menerjemahkan pengetahuan modern ke dalam bahasa yang bisa dipahami masyarakat
muslim di mana mereka tinggal, artinya islamisasi ilmu lebih merupakan usaha untuk
1
Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), 6.
379
mempertemukan cara berfikir dan bertindak (epistemology dan aksiologi) masyarakat
Barat dengan Islam.
Selanjutnya, menurut Hanna Bastaman islamisasi lmu adalah” upaya
menghubungkan kembali ilmu pengetahuan dan ilmu agama, yang berarti menghubungkan
kembali sunnatullah (hukum alam) dengan al-Qur’an yang merupakan keduanya sama-
sama ayat Tuhan2. Menurut Naqub al–Attas, islamisasi ilmu adalah upaya membebaskan
ilmu pengetahuan dari makna, ideology dan prinsip-prinsip sekuler, sehingga terbentuk
pengetahuan baru yang sesuai fitrah Islam3
Lebih lanjut dijelaskan oleh al-Attas islamisasi ilmu adalah: Pembebasan manusia
dari tardisi magis, mitologi, anmistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan islam)
dan dari belenggu paham sekuler terhadap pemikirian dan bahasa… juga pembebasan dari
control dorongan fisiknya yang ceberung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat dari atau
jiwanya sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat diri Atau
jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya
yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah suatau proses
menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi 4
Menurut al-Faruqi Islamisasi adalah usaha ”untuk mendefiniskan kembali,
menyusun ulang data, memikirkan kembali argument dan rasionalasasi yang berkaitan
dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyrksikan kembali
tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disipilin-disiplin ini
memperkaya wawasan islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita)5
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan bahwa
islamisasi ilmu merupakan upaya menghubungkan “ilmu” dengan ajaran Islam. Juga
menghubungkan epistimologi dengan aksiologi ilmu. Antara ilmu agama (wahyu) tidak
bisa dipisahkan-pisahkan secara otonom sebagaimana diutarakan oleh kelomopok
sekulerisme. Secara umum islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan
respon pisitif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan islam yang
terlalu religious, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan integral tanpa pemisahan
diantaranya.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research),
yaitu suatu riset atau penelitian murni.6 Penelitian kepustakaan adalah sebuah penelitian
yang dilakukan dengan cara pengumpulan data yang ditempuh dengan memverifikasi data
dan literatur yang secara langsung terkait dengan pokok tema penelitian (disebut data
primer). Dalam penelitian ini sumber pokok diperoleh melalui karya ilmiah yang
membahas tentang islamisasi ilmu. Sumber pokok tersebut diperkuat dan ditunjang dengan
data-data lain yang relevan (disebut data skunder), yaitu berupa buku-buku atau sumber-
sumber dari penulis lain yang berbicara tentang islamisasi ilmu.
2
A. Khadari Saleh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 239.
3
A. Khodari Saleh, Wacana Baru Filsafat Islam, 240.
4
Alex Nanang Agus Sifa, Makalah: Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan Atas Pemikiran Syed M.
Naquib al-Attas dan Ismail R. al-Faruqi) Selasa, 31 Mei 2011.
5
Alex Nanang Agus Sifa, Makalah: Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan Atas Pemikiran Syed M.
Naquib al-Attas dan Ismail R. al-Faruqi).
6
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), 6.
380
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Islamisasi Ilmu
Gagasan awal islamisasi ilmu pengetahuan muncul pada saat konferensi dunia
pertama tentang pendidikan muslim di Makkah, pada tahun 1977 yang diprakarsasi oleh
King Abdul Azis University. Menurut al-Attas bahwa tantangan terbesar yang dihadapi
umat islam adalah tantangan pengetahuan, bukan kebodohan. Pengetahuan yang
disebarkan ke seluruh dunia Islam oleh peradaban Barat, sehingga dipandang sebagai inti
dari malaise atau penderitaan yang dialami umat. Ia mengeritik sains Barat telah terlepas
dari nilai dan harkat manusaia dan nilai spriutal dan harkat dengan Tuhan.7
Al-Faruqi menggunakan pendekatan dengan jalan menuang kembali seluruh
khazanah sains barat dalam rangka Islam yang prakteknya tidak lebih dari usaha penulisan
kembali buku-bulu teks dan berbagai disiplin ilmu dengan wawasan ajaran islam. Untuk
merealisasikan gagasan tentang islamisasi pengetahuan ini, al-Faruqi meletakaan fondasi
epistemologinya pada prinsip tauhid yang terdiri dari lima macam kesatuan: yaitu:
1. Keesaan Allah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang menguasai dan memelihara
alam semesta. Ini berimplikasi bahwa sains bukan hanya menerangkan dan memahnami
realitas yang terpisah dari Tuhan, tapi sebagai bagian integral dari eksistensi Tuhan
2. Kesatuan ciptaan bahwa semesta ini baik yang material, psikis, biologi, sosial, maupun
estetis adalah merupakan kesatuan yang integral untuk mencapai tujuan tertinggi.
Tuhan yang menundukkan alam semesta untuk manusia
3. Kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kebenaran bersumber pada realitas, dan realitas
bersumber dari satu yaitu Tuhan. Maka apa yang disampaikan lewat wahyu tidak
bertentangan dengan realitas yang ada, karena keduanya ciptaan Tuhan
4. Kesatuan hidup yang meliputi amanah, khilafah, dan kaffah (komprehensif)8
Termologi selanjutnya al-Faruqi meletakkan lima rencana sasaran kerja islamisasi
ilmu:
1. Penguasaan disiplin ilmu pengetahuan
2. Penguasaan khazanah islam
3. Menentukan relevansi islam dengan masing-masing disipilin ilmu kedokteran
4. Mencari cara untuk melakukan sintesa kreataif antara khazanah islam dengan ilmu-ilmu
modern
5. Mengarahkan aliran pemikitran islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pada
rencana Allah9.
Lebih juah Al-Faruqi menjabarkan proyek islamisasi ilmunya dalam dua belas
langkah praktis yaitu:10
1. Penguasaan disipilin ilmu modern pengurai katagoris
2. Survei atau tinjauan disiplin ilmu
3. Penguasaan khazana Islam: sebuah antologi
4. Penguasaan khazanah ilmiah Islam tahap analisa
5. Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu
6. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern tingkat perkembangannya di masa kini
7. Penilaian kritis terhadap khazanah Islam: tingkat perkembangannya dewasa ini
8. Survei permasalahan yang dihadapi ummat Isam
9. Survei permaslahan yang dihadapi ummat manusia
7
M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu: menyiapkan Generasi Ulul Albab, (Malang: UIN
Maliki Press, 2008), 70-71.
8
M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu: menyiapkan Generasi Ulul Albab, 68-69.
9
M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu: menyiapkan Generasi Ulul Albab, 70.
10
Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Ilmmu Pengetahuan, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, tt),
38-39.
381
10. Analisa kreatif dan sintesa
11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam: buku-buku dasar
tingkat universitas
12. Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah diislamkan.
Al-Faruqi setelah menggagas konferensi internasional I tahun 1977 yang
membahas tentang islamisai ilmu pengetahuan di swiss, kemudian al-Faruqi mendirikan
International Institute of Islamic Thought (IIIT) pada tahun 1981 di Wasington DC untuk
mewujudkan gagasan tentang islamisasi ilmu. Tahun 1983 di Islam Abad Pakistan yang
bertujuan (1) mengekspos hasil konfrerensi I dan hasil rumusan yang dihasilkan IIIT
tentang cara mengatasi krisis umat (2) mengupayakan suatu penelitian dalam rangka
mengevaluasi krisis tersebut. Setahun kemudian diadakan lagi konfrensi di Kuala
Lumpur, Malaysia dengan tujuan untuk mengembangkan rencana reformasi landasan
berfikir umat Islam dengan mangacu secara lebih sfesifik kepada metodologi dan prioritas
masa depan, dan mengembangkan skema islamisasi masing-masing disiplin ilmu.
Dalam perkembangannmya ketika membahaas tentang islamasasi ilmu tidak
ketinggalan seorang tokoh bernama Al-Attas, untuk melakukan islamisasi ilmu
pengetahuan, perlu melibatkan dua proses yang saling berhubungan. Pertama ialah
melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk
kebudayaan dan peradan Barat. Kedua memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep-
konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu penegtahuan masa kini yang relevan. Islamisasi
adalah pembebasan manusia, pertama dari tradisi magis, mitosm animis, dan faham
kebangsaan dan kebudayaan pra-Islam, kemdudian dari kendali sekuler atas nalar dan
bahasanya.11, Al-Attas membantah pandangan bahwa islamisasi ilmu dapat diperoleh
dengan memberikan libelisasi ilmu dan prinsip islam kedalam ilmu sekuler.
Jika usaha ini dilakukan maka tidak akan bermanfaat selama virus masih berada
dalam tubuh ilmu itu sendiri sehingga ilmu yang dihasilkan akan mengambang. Sementara
tujuan yang akan dihasilkan dalam islamisasi ilmu adalah untuk melindungi umat islam
dari ilmu yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan. Islamisasi
ilmu dimaksudkan untuk mengembangkan kepribadian muslim yang sebenarnya sehingga
menambah keimanan kepada Allah, dan dengan islamisasi tersebut akan terlahirlah
keamanan, kebaikan, keadilan, dan kekuatan iman12
Dalam perkembangan selanjutnbya islamisasi ilmu pengetahuan terdapat dua
kelompok. Kelompok pertama yang menolak adanya islamsasi ilmu diantaranya
Fahruddin, menurutnya ide islamisasi itu bukan termasuk kerja ilmiah apalagi kerja
kreatif. Islamisasi ilmu tidak berbeda dengan pembajakan atau pengakuan terhadap karya
orang lain13. Tokoh lain adalah Fazlur Rahman, yang menyatakan tida perlu ada islamisasi
ilmu pengetahuan, karena semua ilmu telah tunduk dalam aturan sunnatullah. Yang
terpenting adalah menciptakan semua yang tahu dan mengerti, tentang nilai-nilai islam
dan kemanusiaan, sehingga mampu menggunakan sains secara konstruktif positif.
Kelompok kedua adalah kelompok yang setuju antara lain AM Saifuddin. Menurutnya
islamisasi ilmu adalah suatu keharusan bagi kebangkitan Islam, karena sentral
kemunduran umat dewas ini adalah keringnmya ilmu pengetahuan dan tersingkirnya pada
posisi yang rendah. Akibatnya,m umat islam menjadi acuh tak acuh dengan gagap
terhadap Iptek. Usman Bakar menyatakan islamisasi ilmu sangat penting untuk mencapai
kemajuan ilmiah dan teknologi umat islam, dan pada waktu bersamaan juga bisa
11
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, terj. Haidir Bagir, (Bandung,
Mizan, 1996), 95.
12
Alex Nanang Agus Sifa, Makalah: Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan Atas Pemikiran Syed M.
Naquib al-Attas dan Ismail R. al-Faruqi)
13
A. Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, 245.
382
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
mempertahankan bahkan membentengi pandangan intektual, moral dan spiritual umat
islam. Tokoh lain adalah Hanna Djumhana Bastaman kegiatan ini merupakan suatu proyek
besar maka perlu kerja sama yang baik dan terbuka diantara pakar dari berbagai disiplin
ilmu agar terwujud sebuah sains yang berwajah islami, sains yang menyelamatkan.14.
Tokoh lain yang setuju adalah Ziauddin Sardar, menurutnya isalamisasi ilmu tidak
sekedar sintesa ilmu-ilmun modern dengan nilai-nilai islam sebagaimana kesan yang
ditampilkan Faruqi.
383
Ada juga pondok pesanteren yang melaksanakan pendidikan dari tingkat Sekilah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
pembinaannya dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan posisi
madrasah sangat kuat dalam system pendidikan nasional (UU No. 20 tahun 2003).
Pada tingkat perguruan tinggi, pelaksanaan integrasi ilmu agama dan umum
dibukanya untiversitas islam yang didalammnya dibuka fakultas agama dan fakultas
umum, misaslnya UIN Jakarta, UIN Malang, UIN Bandung, UIN Makasar, UIN
Jogjakarta. Pada STAIN dan STAIS juga IAIN membuka fakultas umum dan fakultas
agama.
2. Menurunkan konsep teoritik ilmiah dari ideologi yang bersumber dari konsep agama
Kuntowijoyo mengemukakan bahwa untuk dapat beropearsi sebagai acuan
aksiologis sebenarnya konsep normative islam yang berakar pada system nilai dan wahyu
ini dapat diturunkan melalui dua medium yakni ideolog dan ilmu17. Dengan kata lain
bahwa nilai-nilai normative dapat dijabarkan menjadi ideology untuk aksi dan dapat juga
dirumuskan menjadi tori untuk aplikasi. Dalam kehidupan sehari-hari bagi ummat islam
dapat diaplikasikan misalnya zakat. Pada bentuk normatifnya bertujuan mengasihi fakir
miskin serta membersihkan jiwa dan harta. Pada tingkat empirik objektif nilai ajaran zakat
dapat menjadi landasan untuk menyusun konsep teortik tentang ekonomi Islam.
16
Abd Rahim Yunus, Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), 334.
17
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, (Bandung: Mizan, 1991), 329.
384
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
Menurut Muhammad Izzuddin Taufiq, penemuan-penemuan hasil riset ilmiah
dapat menjelaskan dalil-dalil al-Qu’ran, yang memiliki bebarapa tujuan:
a. Ada yang beranggapan bahwa dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan
merupakan dikotomi yang riil. Oleh karena itu, perlu penjelasan lebih lanjut tentang
bentuk hubungan antara keduanya serta hubungan erat antara isyarat Al-Qur’an dan
penemuan-penenmua ilmiah serta bagaimana ilmu pengetahuan dapat memperjelas
makna isyrat Al-Qur’an.
b. Ada yang berpegang pada anggapan bahwa ilmu pengetahuan tidak berhubungan
dengan masalah iman dan kufur, tetapi masalah akidah inilah yang berusaha mencari
jalan agar ilmu pengetahuan masuk kedalam barisannya. Oleh karena itu ilmu
pengetahuan yang benar ketika tidak ada hambatan akan mencapai keimanan.
c. Sebagian orang menganggap Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bukan kitab ilmu,
termasuk ilmu tentang alam semesta dan manusia. Mereka menganggap tidak ada
hubungan di antara keduanya, bahkan bidang garapan masing-masing berbeda dengan
lainnya. Ketika kita menganggap objek keduanya berbeda, hal ini tidak berarti
hubungann antara keduanya terputus, karena Al-Qur’an membantu ilmu pengetahuan
dalam mengarahkan jalan dan mengungkap hakikat-hakikt dengan meletakkan dasar-
dasar metodologi serta memberinya maklu-maklumat. Disisi lain, ilmu pengetahuan
mendukung Al-Qu’an dengan memperjelaskan ayat-ayat dan isyarat yang berkenaan
dengan alam semesta dan manusia.
d. Salah satu tujuan riset dari ilmu pengetahuan adalah mengungkap syubhat lain yang
berhubungan dengan hakikat kebenaran riset-riset ilmu dan penemuan-penemuannya.18
Membahas hubungan Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan bukan di nilai dengan
banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang setimpal di dalamnya, bukan pula
dengan menunujukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya
diletakkan pada prosporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian al-
Qur’an dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri. 19 Lebih lanjut Quraih
Shihab menjelaskan, ketika membahas hubungan antara Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan
bukan dengan melihat, misalnya adakah teori relativitas atau bahasan tentang angkasa
luar; ilmu computer tercantum dalam Al-Qur’an; tetapi yang lebih utama adalah melihat
jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah
satu ayat Al-Qur’an yang bertemtangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan?.
Dengan kata lain meletakkannya pada sisi”social psychology” (psikologi sosial) bukan
pada sisi “history of scientific prigress” (sejarah perkembangan ilmu pengetahuan).20
18
Muhammad Izzudin Taufiq, Al-Qur’an dan Embriologi, (Solo: Tiga Srangkai, 2006), 3-6.
19
M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2004), 41.
20
M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, 41.
385
sama ayat Tuhan21. Menurut Naqub al–Attas, islamisasi ilmu adalah upaya membebaskan
ilmu pengetahuan dari makna, ideology dan prinsip-prinsip sekuler, sehingga terbentuk
pengetahuan baru yang sesuai fitrah Islam22 Lebih lanjut dijelaskan oleh al-Attas
islamisasi ilmu adalah: Pembebasan manusia dari tardisi magis, mitologi, anmistis, kultur-
nasional (yang bertentangan dengan islam) dan dari belenggu paham sekuler terhadap
pemikirian dan bahasa… juga pembebasan dari control dorongan fisiknya yang ceberung
sekuler dan tidak adil terhadap hakikat dari atau jiwanya sebab manusia dalam wujud
fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud
fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil
terhadapnya. Islamisasi adalah suatau proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat
proses evolusi dan devolusi 23
Menurut al-Faruqi Islamisasi adalah usaha ”untuk mendefiniskan kembali,
menyusun ulang data, memikirkan kembali argument dan rasionalasasi yang berkaitan
dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali
tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disipilin-disiplin ini
memperkaya wawasan islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita)24 Memang diakui
transfer ilmu-ilmu Barat ke dunia Islam tidak dapat terelakkan dan merefleksikan nilai-
nilai yang mengandung pandangan yang menghasilkan ilmu tersebut. Jika ilmu tersebut
akan ditransfer lewat pendidikan maka yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman
perlu mendapat kajian lebih lanjut. Dari pemisahan (dikotomi) ilmu tersebut, materi yang
masuk kedalam ilmu agama dan ilmu umum, materi ilmu agama dan ilmu umum telah
dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim.
Ibnu Khaldun menyebut ilmu agama sebagai ilmu Fikih, Ushul, tafsir dan Ilmu
Hadits. Sedangkan ilmu umum disebutnya dengan ilmu akli yang meliputi ilmu mantiq,
ilmu alam, ilmu kehutanan, tehnik hitung, perbinyangan dan sebagainya. Ikwan al-Safa
mengkalsifikasi ilmu umum kepada dua kelompok yaitu: pertama disipilin umum; kedua
disipilin ilmu-ilmu filosofis. Masuk katagori pertama adalah: ilmu kitabah wa qira’ah,
ilmu gramatika, ilmu hitung, sastra, ilmu kimia, perdagangan, pertanian, sejarah;
sedangkan kelompok kedua matematika, logika, ilmu angka-angka, termasuk ekonomi,
musik, ilmu alam astronomi dan lain-lain.
Di Indonesia, dikotomi pengetahuan ini semakin tajam, ketika pendidikan pondok
pesantren dan madrasah hanya mengembangkan ilmu-ilmu agama (syariat), sementara
ilmu umum dibawa oleh penjajah. Anggapan bahwa ilmu agama adalah ilmu islam dan
ilmu umum bukan ilmu islam. Kalau kita kembali kepada islam, agama yang hak hingga
akhir zaman, islam agama yang konprehenship, karena islam adalah tuntutan dalam
menjalankan kehidupan ini. Teori ilmu pengetahuan menurut Islam sangat berkaitan
dengan keharusan yang mendesak kepada pencarian ilmu. Semangat itu dapat dilihat pada
wahyu pertama surat Al-Alaq (1-5)” bacalah dengan nama Tuhanmu …”. “Baca” di sini
bukan hanya perintah dalam arti sempit, tertapi terkuatnya ilmu pengetahuan dan
penyebaran diri akan adanya Allah, Zat Yang Maha Mengetahui25.
Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menjadi khalifah di bumi, memanfaatkan
dan memelihara alam untuk kemakmuran ummat manusia, hal ini tidak dapat tercapai jika
21
A. Khadari Saleh, Wacana Baru Filsafat Islam, 239.
22
A. Khodari Saleh, Wacana Baru Filsafat Islam, 240.
23
Alex Nanang Agus Sifa, Makalah: Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan Atas Pemikiran Syed M.
Naquib al-Attas dan Ismail R. al-Faruqi), Saihu Saihu, “Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia,” Al Amin:
Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam 1, no. 1 (2018): 1–33.
24
Alex Nanang Agus Sifa ,Makalah :Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan Atas Pemikiran Syed M.
Naquib al-Attas dan Ismail R. al-Faruqi).
25
Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, 6.
386
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
manusia tidak memeiliki ilmu pengetahuan dan tehnologi. Menggali dan mengembangkan
ilmu pengetahuan bagi umat islam memang sudah menjadi dasar dan landasan yang
ditentukan oleh ajaran-ajarannya
Dalam proses Islamisasi Ilmu Al-Faruqi menggunakan pendekatan dengan jalan
menuang kembali seluruh khazanah sains barat dalam kerangka Islam yang prakteknya
tidak lebih dari usaha penulisan kembali buku-bulu teks dan berbagai disiplin ilmu dengan
wawasan ajaran islam. Untuk merealisasikan gagasan tentang islamisasi pengetahuan ini,
al-Faruqi meletakaan fondasi epistemologinya pada prinsip tauhid yang terdiri dari lima
macam kesatuan: yaitu:
1. Keesaan Allah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang menguasai dan memelihara
alam semesta. Ini berimplikasi bahwa sains bukan hanya menerangkan dan memahnami
realitas yang terpisah dari Tuhan, tapi sebagai bagian integral dari eksistensi Tuhan
2. Kesatuan ciptaan bahwa semesta ini baik yang material, psikis, biologi, sosial, maupun
estetis adalah merupakan kesatuan yang integral untuk mencapai tujuan tertinggi.
Tuhan yang menundukkan alam semesta untuk manusia
3. Kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kebenaran bersumber pada realitas, dan realitas
bersumber dari satu yaitu Tuhan. Maka apa yang disampaikan lewat wahyu tidak
bertentangan dengan realitas yang ada, karena keduanya ciptaan Tuhan
4. Kesatuan hidup yang meliputi amanah, khilafah, dan kaffah (komprehensif)
5. Prinsip kesatuan umat manusia 26
Kelima fondasi tersebut kita berupaya agar dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran matematika. Kata pembelajaran diambil dari kata instruction yang berarti
serangakaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar
pada siswa27. Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 menyatakan” belajar adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu leingkungan belajar. Dari pernyataan tersebut
proses terjadinya pembelajaran memiliki lima hal pokok yaitu inter aksi, peserta didik,
pendidik, sumber belajar dan lingukungan belajar. Kegiatan pembelajaran merupak
sarana untuk mencap[ai tujuan pendidikan nasional sebagai mana yang dtercantum pada
UU nomor 20 tahun 2003 tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “ Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan berbagai materi pelajaran
seluruh materi pelajaran tercantum dalam satu kesatuan program yang dinamakan
kuikulum termasuk juga materi matematika.
Melalui prinsip-prinsip yang telah disebutkan, berikut disajikan beberapa materi
matematika yang dapat dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam.
26
M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu: menyiapkan Generasi Ulul Albab, 68-69, Athoilllah
Islamy and Saihu, “The Values of Social Education in the Qur’an and Its Relevance to The Social Character
Building For Children,” Jurnal Paedagogia 8, no. 2 (2019): 51–66; Made Saihu, Merawat Pluralisme Merawat
Indonesia (Potret Pendidikan Pluralisme Agama Di Jembrana-Bali) (Yogyakarta: Deepublish, 2019).
27
Udin, S.Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Univeritas Terubuka, tt), 120.
387
kita ambil salah satu contoh tentang formula angka 1 utnuk membutkikan keesaan Alloh
swt. Dalam matematika dikenal angka satuan yaitu 1,2,3,4,5,6,7,8,9,0. Dari urutan angka
tersebut yang dapat berdiri sendiri adalah angka 1. Coba kita perhatikan angka 2 hasil
dari (1+1), angka 3 hasil dari (1+2), angka 4 hasil dari (1+3), angka 5 hasil dari (1+4)
anka 6 hasil dari (1+5), angka 7 hasil dari (1+6) angka 8 hasil dari (1+7) angka 9 hasil
dari (1+8) dan angka 0 hasil dari (1-1). Angka 1 berdiri sendiri tidak terpengaruh dari
hasil operasi matematika bai penjumlahan, pengurangan, pembagian, maupun perkalian,
bahkan angka 1 dapat dikatakan sebagai cikal bakal untuk menghasilkan anga satuan
yang lainnya. Angka 1 merupakan sifat Allah, yaitu Allah Maha Esa, tidak berasal dari
apapun, Allh tidak diciptkan dari apapun, qiyamuhubinafsihi. Keesaan Allah termaktub
dalam surat Al-Ikhlas yang artinya. “Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. Makna ikhlas
sendiri adalah ketulusan, kemurnian, dan mengosongkan hati dari selain Allah swt. dan
itu semua terangkum dalam surah ini. Atau disebut al-ikhlas adalah karena seorang
hamba akan mengosongkan/mengkhilaskan diri dari kesyirikan.
3. Memahami sikap berserah diri dengan aturan rumus pembagian (Infak dan Sedekah)
Firman Alloh dalam al-Qur’an “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan
hartanya dijalan Allah adalah sama dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
tangkai, pada setiap tangkai tumbuh 100 biji. Allah melipatgandakan (balasan) bagi siapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al-
Baqarah [2]: 261).Ilustrasi rumus matematikanya:p/h = H ATAU p/0 = ∞ Catatan:
a. p = pemberian;
b. h = harapan;
c. H = Hasil;
d. 0 = nol harapan;
e. ∞ = tidak terhingga
Misalnya seseorang memberikan sedekah sebesar 1 juta kepada kaum mustahiq
dengan harapan balasan yang berbeda-beda, maka orang tersebut akan memperoleh
388
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
balasan dari Allah dengan jumlah balasan yang berbeda-beda pula. Sebagai gambaran
dapat disajikan sebagai berikut:
1000.000/ 500.000 = 2
1000.000/ 400.000 = 2.5
1000.000/ 300.000 = 3.3
1000.000/ 200.000 = 5
1000.000/ 100.000 = 10
1000.000/ 50.000 = 20
1000.000/ 25.000 = 40
1000.000/ 20.000 = 50
100.000/ 10.000 = 100
1000.000/ 5.000 = 200
1000.000/2.500 = 400
1000.000/1.000 = 1000
1.000.000/0 = ∞
Pada hasil pembagian nilai yang terakhir adalah ∞ dan hal ini merupakan bukti tak
terpatahkan dari penggalan ayat, “……Allah melipatgandakan (balasan) bagi siapa yang
Dia kehendaki…” Ini berarti pemberian yang ikhlas kepada yang membutuhkan besar
maupun kecil, sedikit atau banyak tanpa mengharap imbalan apa pun kecuali rida Allah
Swt. akan mendatangkan balasan tak terhingga dari-Nya.
4. Memahami Sikap Jujur dengan pendekatan Rumus Perkalian (+) dan (-)
Umat islam diwajibkan shalat fardu 5 kali dalam sehari semalam serta diriingi
dengan shalat sunnah yang lainnya. Shalat merupakan persembahan mahluk kepada
kholiknya sebagai bentuk berserah diri atau berdo’a. Dalam shalat ada surat yang wajib
dibaca, jiak tidak dibaca maka shkatnya tidak sah, yaitu surat Al-Fatihah, karena dalam
surat Al-fatihah terdapat ayat yang selalu kita minta petunjuk agar selalu berada pada jalan
yang benar dan bukan jalan yang sesat. Dengan kata lain tunjukkan yang benar itu benar
dan yang salah itu salah. Jika hal ini kita ilustrasikan dalam formula poerkalia dalam
matematika (perkalian antara (+) damn (-), maka akan terdapat:
(+) x (–) = ( – )
( –) x (+) = (–)
(+) x (+) =(+)
( –) x ( ) = (+)
Jika (+) = benar atau kebenaran, sementara (-) = salah atau kesalahan, maka dapat
simpulkan sebagai berikut: :
a. Jika yang benar kita katakan salah, maka perbuatan kita salah.
b. Jika yang salah kita katakan benar, maka perbuatan kita salah.
c. Jika yang benar kita katakan benar, maka perbuatan kita benar.
d. Jika yang salah kita katakan salah, maka perbuatan kita benar.
389
himpunannya adalah golongan manusia yang disebutkan sebelumnya. Digram Venn dari
hipunan manusia tersebut: dapat digambarkan:
M1 :Muttaqin
M2 : Mukhsin
M3 : mukmin
M4 : Muslim
1 segi tiga
3 segi tiga
5 segi tiga
Rumus matematika menjelaskan jumlah sudut dalam suatu segitiga besarnya 180
derajat. Pada gambar diatas terdapat 9 segitiga kecil yang sama dan sebangun (kongruen),
maka jumlah sudutnya adalah 9 x 180 = 1620, dengan menggunakan aturan deret angka 9
dapat diurai menjadi 9 = (1+2+3+4+5+6+7+8+9) = 45. Jika 1620 dibagi dengan 45
mengahasilkan angka 36. (1620 : 45 = 36). Dalam urutan al-Qur’an surah ke -36 adalah
surah Yaasiin dengan jumlah ayat sebanyak 83, sedangkan surat ke-83 adalah surat Al-
Muthafifin dengan jumlah ayat sebanyak 36. Hubungan antara kedua surat tersebut
membentuk suatu lingkaran. Kata Yasiin ditulis dengan dua huruf yaitu (ya) dan (sin).
28
Gustaf Alex Adolf, Matematika Shalat, 99.
390
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
Dalam urutan abjad hijaiyah (ya) merupakan huruf ke -30 dan (sin) adalah huruf ke-12.
Hasil perkalian keduanya adalah 360 (30x12), sedangkan jumlah sudut dalam satu
lingkaran penuh adalah 360 derajat. Semuanya ini bukan kebetulan tetapi Allah swt sudah
menetapkan tata letak dan ukuran ka’bah terkait dengan Thawaf sebagai rukun haji.
E. KESIMPULAN
Islamisasi ilmu pengetahuan dilakukan dalam upaya membangun kembali
semangat umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebebasan
29
M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, 126.
30
M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, 126.
31
M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, 127.
391
penalaran intelektual dan kajian-kajian rasional–empirik dan filosofis dengan tetap
merujuk kepada kandungan Al-quran dan Sunnah Nabi. Sehingga umat Islam akan
bangkit dan maju menyusul ketinggalan dari umat lain, khususnya Barat.
Upaya Islamisasi ilmu dalam pengetahuan telah dikembangkan oleh pemikiran
pemikiran al-Attas dan al-Faruqi mengenai ide islamisasi, menurutnya ilmu itu tidak
bebas nilai (value-free) akan tetapi syarat nilai (value laden). Keduanya juga meyakini
bahwa peradaban yang dibawa oleh Barat adalah peradaban yang menjunjung tinggi nilai
dikotomisme. dan nilai ini tentunya bertentangan dengan nilai yang ada dalam ajaran
Islam yaitu tauhid. Dalam pengembenagan pembelajaran matematika yang terinegrasi
dengan Keislaman, maka tetap konsep pembelajarannya harus berlandaskan pada
metode ketauhidan yang diajarkan oleh al-Qur’an.
392
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 2, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
DAFTAR PUSTAKA
Abd Rahim Yunus, Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
Alex Nanang Agus Sifa ,Makalah:Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan Atas Pemikiran
Syed M. Naquib al-Attas dan Ismail R. al-Faruqi) Selasa, 31 Mei 2011.
A. Khadari Saleh, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta, Pustaka, Pelajar, 2003.
Gus AA (Gustaf Alex Adolf), Matematika Shalat, tanpa tahun.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 2002.
Islamy, Athoilllah, and Saihu. “The Values of Social Education in the Qur’an and Its
Relevance to The Social Character Building For Children.” Jurnal Paedagogia 8, no. 2
(2019): 51–66.
Kuntowijoyo,Paradigma Islam:, Mizan, Bandung, 1991.
Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004.
Muhammad Izzudin Taufiq, Al-Qur’an dan Embriologi, Tiga Srangkai, Solo, 2006.
Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan. Bandung, 2004.
Saihu, Made. Merawat Pluralisme Merawat Indonesia (Potret Pendidikan Pluralisme Agama
Di Jembrana-Bali). Yogyakarta: Deepublish, 2019.
Saihu, Saihu. “Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia.” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu
Dan Budaya Islam 1, no. 1 (2018): 1–33.
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, penerjemah Haidir Bagir,
Bandung, Mizan, 1996.
Udin, S. Teori Belajar dan Pembelajaran, Univeritas Terubuka, Jakarta,
Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Jakarta: Lintas Pustaka, 2006.
393