Professional Documents
Culture Documents
Faktor Pribadi Lingkungan Dan Sosiologi inisiasiKWU Ikanhias
Faktor Pribadi Lingkungan Dan Sosiologi inisiasiKWU Ikanhias
Haris Budiyono
Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi
(budiyonoharis2@gmail.com)
Rianti Setyawasih
Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi
(riantis@unismabekasi.ac.id; riantis@yahoo.com)
Abstract
This study aim to find out and analyzed the personal factors, environmental, and sociological
influences the initiation stage (triggering event) of the entrepreneurial process of ornamental fish
in Bekasi. This research refers to a model developed by Moore (1986) which describes how the
process of entrepreneurship that is formed in a model that consists of four factors (i.e. factors of
personal, family, environmental and social organizations) to four stages (i.e. the stage of
innovation, initiation, implementation, and growth). This model is used to examine the presence of
entrepreneurial process in Bekasi as the largest exporter of ornamental fish town in Indonesia.
Primary data of this research is obtained through the survey/interview using a questionnaire to a
number of entrepreneurial ornamental fish in the town of Bekasi and descriptive quantitative
research methods, with the analysis of Structural Equation Modelling using SmartPLS software.
The results showed that the personal and environmental factors doesn’t effect on the performance
of significant entrepreneurial ornamental fish at the stage of initiation, while the influential
sociological factors positively and significantly to the performance of entrepreneurial. Indicator
role models is set on internal factors of sociology. The performance of entrepreneurial ornamental
fish in Bekasi at the stage of initiation is very determined to success if at the time started his
business supported by the availability of adequate standard and means of financial support of
others.
Keywords: faktor pribadi, faktor lingkungan, faktor sosiologi, tahap inisiasi (triggering event),
proses kewirausahaan, ikan hias
M.A.W. Brouwer pada tahun 1980an, 1. Kota Bekasi sebagai wilayah perkotaan
yang menyebutkan bahwa Indonesia baru terbentuk Tahun 1996,
Negara Pegawai; dijelaskan pula berkembang sebagai salah satu pusat
kondisi negara lainnya sebagai pertumbuhan jasa dan perdagangan di
perbandingan bahwa Prusia negara Indonesia, yang menjadi magnet
militer, Amerika negara wiraswasta, pembentukan wirausaha baru.
Tiongkok Mao negara buruh, dan Iran 2. Hasil analisis terhadap pertambahan
negara ulama; jumlah penduduk Kota Bekasi yang
semakin meningkat karena 4 (empat)
2. Kedua, hingga Tahun 2012 Indonesia
hal, yakni: pertumbuhan alami, migrasi
belum menjadi bagian objek riset The
(karena daya tarik urbanisasi),
Global Entrepreneurship Monitor
penduduk pasangan muda, dan angka
(GEM). GEM dibentuk sejak Tahun
harapan hidup semakin tinggi. Hasil
1997, konsorsium ini memiliki
Sensus Penduduk Tahun 2010
kepedulian terhadap kepentingan
diketahui Laju Pertumbuhan Penduduk
perkembangan kewirausahaan di
(LPP) Kota Bekasi =3,48 % per tahun.
sebuah negara bagi perekonomian
Pertambahan penduduk yang cepat ini
negaranya dan dunia. Hal ini
memberikan insentif terhadap “pasar”
menunjukkan bahwa potret
berupa peningkatan dan keragaan
kewirausahaan di Indonesia masih
“demand”, yang dapat menstimulasi
belum menjadi ukuran dan potensi bagi
pembentukan wirausaha baru;
GEM untuk diharapkan memberikan
3. Kota Bekasi sebagai wilayah
kontribusi bagi perekonomian dunia;
permukiman bagi penduduk yang
3. Peraturan Pemerintah Republik bekerja di wilayah sekitarnya (DKI
Indonesia Nomor 41 Tahun 2011 Jakarta, Tangerang, Kabupaten Bekasi,
tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kabupaten Karawang) dalam
dan Kepeloporan Pemuda, serta beragam profesi, keahlian, dan talenta
Penyediaan Prasarana dan Sarana kreativitas, merupakan potensi sumber
Kepemudaan, Pasal 2 menyebutkan daya insani yang sebagian siap (bahkan
bahwa pengembangan kewirausahaan sebagian lagi sudah) mengembangkan
merupakan tugas dan tanggung diri sebagai wirausaha baru.
jawab pemerintah, pemda provinsi, 4. Di Kota Bekasi terdapat 3 (tiga)
dan pemerintah daerah kabupaten/kota. kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan
Sebagaimana di kabupaten/kota Menengah (UMKM) unggulan yaitu :
lainnya, termasuk di lingkungan UMKM Pengrajin Boneka, UMKM
Pemerintah Kota Bekasi, sejumlah Peternak Ikan Hias, dan UMKM
program dan kegiatan telah Pengolah Limbah Plastik, yang
dirumuskan, dianggarkan, dan merupakan hasil kompetisi Program
dilaksanakan untuk mendorong Pendanaan Kompetisi-Indeks
pertumbuhan jumlah wirausaha baru, Pembangunan Manusia (PPK-IPM)
terutama melalui pelatihan, fasilitasi Indek Daya Beli Sektor Pengembangan
pendanaan, dan bentuk kegiatan UMKM Kota Bekasi Tahun 2007 dan
lainnya. Namun demikian informasi Tahun 2008. Para pelaku usaha
tentang bagaimana proses (wirausaha) ikan hias ini telah
kewirausahaan itu sendiri tejadi (di berkembang di Kota Bekasi. Kota
sebuah wilayah kabupaten/kota) belum Bekasi disebut-sebut sebagai kota
dikaji secara khusus. eksportir ikan hias terbesar di
Khusus untuk Kota Bekasi, ada 4 Indonesia, berdasarkan data Asosiasi
(empat) alasan kuat yang menimbulkan Ikan Hias Bekasi, diperkirakan ada 500
kepentingan untuk meneliti dan mengkaji pelaku usaha ikan hias di Kota Bekasi
keberadaan proses kewirausahaan di Kota dengan produksi 8,12 juta ekor dan
Bekasi, yaitu : perolehan Rp 8,9 milyar per tahun.
Gambar 2. Proses Kewirausahaan dan Definisi Operasional GEM (GEM Report, 2010)
kesiapan dan kemajuan yang lebih baik penelitian yang dilakukan oleh Mazzarol
dalam usaha yang dijalankan et al., (1999) membuktikan bahwa
dibandingkan seseorang tanpa intensi seseorang yang pernah bekerja di sektor
untuk memulai usaha. Seperti yang pemerintahan cenderung kurang sukses
dinyatakan oleh Krueger dan Carsrud untuk memulai usaha. Namun, Mazzarol et
(1993), intensi telah terbukti menjadi al., (1999) tidak menganalisis hubungan
prediktor yang terbaik bagi perilaku antara pengalaman kerja di sektor swasta
kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi terhadap intensi kewirausahaan.
dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar Faktor-faktor yang berhubungan
yang masuk akal untuk memahami siapa- dengan pengalaman bekerja juga
siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo berdampak pada akitivitas kewirausahaan.
dan Wong, 2006). Banyak orang yang merasakan tidak puas
Latar belakang pendidikan seseorang dengan pengalaman kerjanya akan
terutama yang terkait dengan bidang mendorong mereka memasuki dunia usaha
usaha, seperti bisnis dan manajemen atau (Amit dan Muller, 1995). Alasan-alasan
ekonomi dipercaya akan mempengaruhi tertentu sehingga seseorang menganggur
keinginan dan minatnya untuk memulai (misalnya karena meninggalkan pekerjaan
usaha baru di masa mendatang. Sebuah atau sedang berusaha mencari pekerjaan
studi dari India membuktikan bahwa latar baru yang lebih cocok) atau ketidakpuasan
belakang pendidikan menjadi salah satu terhadap tempat kerjanya pada akhirnya
penentu penting intensi kewirausahaan dan akan mendorong seseorang untuk
kesuksesan usaha yang dijalankan (Sinha, mengambil keputusan mendirikan usaha
1996). Penelitian lain, Lee (1997) yang secara mandiri. Morris dan Lewis (1995)
mengkaji perempuan wirausaha mengamati bahwa mayoritas wirausaha
menemukan bahwa perempuan (59%) sedang mengalami situasi yang
berpendidikan universitas mempunyai tidak menyenangkan dalam hidupnya saat
kebutuhan akan prestasi yang tinggi untuk mereka memulai usaha, walaupun
menjadi wirausaha. Hasil penelitian yang sebelumnya mereka tidak tahu produk apa
dilakukan oleh Sinha (1996) di India, yang akan dibuat atau dijual, atau jasa apa
menunjukkan bahwa hampir sebagian yang akan diusahakan. Meskipun dampak
besar wirausaha yang sukses adalah ketidakpuasan selama bekerja itu negatif,
mereka yang berusia relatif muda. Hal ini Brockhaus (1980) mendapatkan
senada dengan Reynolds et al., (2000) kesimpulan bahwa semakin besar
yang menyatakan bahwa seseorang berusia pengalaman ketidakpuasan seseorang
25-44 tahun adalah usia-usia paling aktif dalam bekerja akan meningkatkan daya
untuk berwirausaha di negara-negara juang untuk mencapai keberhasilan
barat. Hasil penelitian terbaru terhadap sebagai seorang wirausaha.
wirausaha warnet di Indonesia McClelland (1961, 1971) telah
membuktikan bahwa usia wirausaha memperkenalkan konsep kebutuhan
berkorelasi signifikan terhadap kesuksesan berprestasi sebagai salah satu motif
usaha yang dijalankan (Kristiansen et al., psikologis. Kebutuhan berprestasi dapat
2003). Senada dengan hal itu, Dalton dan diartikan sebagai suatu kesatuan watak
Holloway (1989) membuktikan bahwa yang memotivasi seseorang untuk
banyak calon wirausaha yang telah menghadapi tantangan mencapai
mendapat tanggung jawab besar pada saat kesuksesan dan keunggulan (Lee, 1997:
berusia muda, bahkan layaknya seperti 103). Lebih lanjut, McClelland (1976)
menjalankan usaha baru. menegaskan bahwa kebutuhan berprestasi
Kolvereid (1996) menemukan bahwa sebagai salah satu karakteristik
seseorang yang memiliki pengalaman kepribadian seseorang yang akan
bekerja mempunyai intensi kewirausahaan mendorong seseorang untuk memiliki
yang lebih tinggi dibandingkan mereka intensi kewirausahaan.
yang tidak pernah bekerja sebelumnya. Menurutnya, ada 3 (tiga) atribut yang
Sebaliknya, secara lebih spesifik, melekat pada seseorang yang mempunyai
kebutuhan berprestasi yang tinggi, yaitu terhadap sebuah usaha, maka dapat
(a) menyukai tanggung jawab pribadi dipastikan orang tersebut mempunyai
dalam mengambil keputusan, (b) mau gambaran yang baik tentang
mengambil resiko sesuai dengan kewirausahaan.
kemampuannya, dan (c) memiliki minat Sejumlah peneliti telah mengamati dan
untuk selalu belajar dari keputusan yang menemukan bahwa pengaruh keluarga
telah diambil. Hasil penelitian Scapinello bersifat positif dalam membentuk
(1989) menunjukkan bahwa seseorang kewirausahaan dalam diri seseorang
dengan tingkat kebutuhan berprestasi yang (Matthews dan Moser, 1996; Morris dan
tinggi kurang dapat menerima kegagalan Lewis, 1995). Para wirausaha dengan
daripada mereka dengan kebutuhan latar belakang keluarga yang telah
prestasi rendah. Dengan kata lain, menekuni dunia usaha akan lebih siap
kebutuhan berprestasi berpengaruh pada menghadapi situasi yang tidak diharapkan
atribut kesuksesan dan kegagalan. Sejalan dalam berusaha karena mereka dalam
dengan hal tersebut, Sengupta dan kehidupan sehari-harinya telah terbiasa
Debnath (1994) dalam penelitiannya di dihadapkan pada risiko-risiko usaha dan
India menemukan bahwa kebutuhan mereka memiliki pemahaman yang lebih
berprestasi berpengaruh besar dalam baik tentang konsekuensi yang harus
tingkat kesuksesan seorang wirausaha. dihadapi dalam menjalankan usaha. Para
Lebih spesifik, kebutuhan berprestasi juga wirausaha yang berlatarbelakang keluarga
dapat mendorong kemampuan pengusaha umumnya lebih siaga dan siap
pengambilan keputusan dan menghadapi risiko situasi jika harus
kecenderungan untuk mengambil risiko berakhir dengan penutupan usaha.
seorang wirausaha. Semakin tinggi Selanjutnya, keluarga pengusaha yang
kebutuhan berprestasi seorang wirausaha, berhasil akan mempengaruhi keputusan
semakin banyak keputusan tepat yang seseorang (di lingkungan keluarganya)
dapat diambil. Wirausaha dengan untuk menjadi seorang wirausaha (Scott
kebutuhan berprestasi tinggi adalah dan Twomey, 1988; Wang dan Wong,
pengambil risiko yang moderat dan 2004). Pengalaman keluarga mengelola
menyukai hal-hal yang menyediakan usaha yang dilakukan secara turun
balikan yang tepat dan cepat. temurun akan mendorong hasrat anak-
anak di lingkungan keluarganya untuk
Faktor Sosiologi membuka usahanya sendiri kelak di
Menurut Moore (1986) yang termasuk kemudian hari (Brown, 1990).
sosiologi yang mempengaruhi seseorang
untuk memulai usaha adalah : Faktor Lingkungan
a. Networks (Jaringan) Menurut Moore (1986) yang termasuk
b. Teams (Tim) lingkungan yang mempengaruhi seseorang
c. Parents (Orang tua) untuk memulai usaha adalah :
d. Family (Keluarga) a. Opportunities (Peluang)
e. Role models internal (Model internal) b. Role models external (Model
Scott dan Twomey (1988) meneliti eksternal)
beberapa faktor seperti pengaruh orang tua c. Creativity (Kreativitas)
dan pengalaman kerja yang akan d. Competition (Bersaing)
mempengaruhi persepsi seseorang e. Resources (Sumber daya input)
terhadap suatu usaha dan sikap orang f. Incubator (Inkubator)
tersebut terhadap keinginannya untuk g. Government policy (Kebijakan
menjadi karyawan atau wirausaha. Lebih pemerintah)
lanjut, mereka menyebutkan bahwa jika Akses kepada modal merupakan
kondisi lingkungan sosial seseorang pada hambatan klasik terutama dalam memulai
saat dia berusia muda kondusif untuk usaha-usaha baru, setidaknya terjadi di
kewirausahaan dan seseorang tersebut negara-negara berkembang dengan
memiliki pengalaman yang positif dukungan lembaga-lembaga penyedia
keuangan yang tidak begitu kuat (Indarti, pihak lain; b) pertukaran barang dan jasa
2004). Studi empiris terdahulu dari dua belah pihak; dan c) muatan
menyebutkan bahwa kesulitan dalam normatif atau ekspektasi yang dimiliki
mendapatkan akses modal, skim kredit, oleh seseorang terhadap orang lain karena
dan kendala sistem keuangan dipandang karakter-karakter atau atribut khusus yang
sebagai hambatan utama dalam ada. Bagi wirausaha, jaringan merupakan
kesuksesan usaha menurut calon-calon alat mengurangi resiko dan biaya transaksi
wirausaha di negara-negara berkembang serta memperbaiki akses terhadap ide-ide
(Marsden, 1992; Meier dan Pilgrim, 1994; bisnis, informasi dan modal (Aldrich dan
Steel, 1994). Di negara-negara maju di Zimmer, 1986). Hal senada diungkap oleh
mana infrastruktur keuangan sangat Kristiansen (2003) yang menjelaskan
efisien, akses kepada modal juga bahwa jaringan sosial terdiri dari
dipersepsikan sebagai hambatan untuk hubungan formal dan informal antara
menjadi pilihan wirausaha karena pelaku utama dan pendukung dalam satu
tingginya hambatan masuk untuk lingkaran terkait dan menggambarkan
mendapatkan modal yang besar terhadap jalur bagi wirausaha untuk mendapatkan
rasio tenaga kerja pada banyak industri akses kepada sumber daya yang
yang ada. Penelitian relatif baru diperlukan dalam pendirian,
menyebutkan bahwa akses kepada modal perkembangan dan kesuksesan usaha.
menjadi salah satu penentu kesuksesan Adanya aktivitas kewirausahaan dapat
suatu usaha (Kristiansen et al., 2003; dikenali pada budidaya ikan di Jawa
Indarti, 2004). Tengah. Karakteristik kewirausahaan
Ketersediaan informasi usaha pada budidaya ikan dimaksud berupa
merupakan faktor penting yang inovasi yang dikembangkan para
mendorong keinginan seseorang untuk pelakunya mengemas produk baru dalam
membuka usaha baru (Indarti, 2004) dan menjual hasil panen ikan, selain dalam
faktor kritikal bagi pertumbuhan dan bentuk ikan segar, juga sudah ada produk
keberlangsungan usaha (Duh, 2003; dalam bentuk produk yang dibekukan,
Kristiansen, 2002b; Mead dan Liedholm, dikeringkan, diasapkan, dan difermentasi
1998; Swierczek dan Ha, 2003). Penelitian (Heruwati 2002). Elfitasari (2010) lebih
yang dilakukan oleh Singh dan Krishna lanjut telah meneliti bagaimana aktivitas
(1994) di India membuktikan bahwa kewirausahaan dijalani para pelaku usaha
keinginan yang kuat untuk memperoleh kecil budidaya ikan sebagai kiat dan upaya
informasi adalah salah satu karakter utama mereka meningkatkan pendapatan dan
seorang wirausaha. Pencarian informasi keberlanjutan pemasaran produknya, di
mengacu pada frekuensi kontak yang Jawa Tengah.
dibuat oleh seseorang dengan berbagai
sumber informasi. Hasil dari aktivitas METODE PENELITIAN
tersebut sering tergantung pada Unit Analisis
ketersediaan informasi, baik melalui usaha Unit analisis dalam penelitian ini
sendiri atau sebagai bagian dari sumber adalah wirausaha ikan hias.
daya sosial dan jaringan. Ketersediaan
informasi baru akan tergantung pada Populasi dan Sampel Penelitian
karakteristik seseorang, seperti tingkat Populasi penelitian ini adalah seluruh
pendidikan dan kualitas infrastruktur, wirausaha ikan hias yang berdomisili dan
meliputi cakupan media dan sistem melakukan usahanya di Kota Bekasi.
telekomunikasi (Kristiansen, 2002b). Berdasarkan data Asosiasi Ikan Hias
Mazzarol et al. (1999) menyebutkan Bekasi, diperkirakan ada 500 pelaku usaha
bahwa jaringan sosial mempengaruhi ikan hias di Kota Bekasi. Namun hasil
intensi kewirausahaan. Jaringan sosial pengamatan saat survey pendahuluan,
didefinisikan sebagai hubungan antara dua tercatat hanya sekitar 375 saja yang
orang yang mencakup a) komunikasi atau menjalankan usahanya secara mandiri.
penyampaian informasi dari satu pihak ke
Statistik Deskriptif
Analisis stastistik deskriptif ditujukan
untuk memberikan gambaran mengenai dimana:
demografi dan memperjelas deskripsi AVE= Average Variance Extracted
responden. Gambaran tersebut meliputi = component loading indicator
ukuran kecenderungan sentral seperti rata-
= error indicator
rata, median, modus, dan standar deviasi.
= 1-
Pengujian Hipotesis Jika nilai AVE setiap konstruk lebih
Hipotesis diuji dengan menggunakan besar daripada nilai korelasi antara
software Smart Partial Least Square konstruk yang satu dengan konstruk
(SmartPLS). PLS adalah model lainnya dalam model, maka dikatakan
persamaan struktural (Structural Equation memiliki nilai Discriminant Validity
Modeling, SEM) yang berbasis komponen yang baik (Fornell dan Larcker, 1981
atau varian dan lebih bersifat predictive
dalam Ghozali 2006).
model. Hal ini berbeda dengan SEM yang
berbasis kovarian untuk menguji c) Composite Reliability blok indikator
kausalitas atau teori (Ghozali, 2006). yang mengukur suatu konstruk. Untuk
Dalam PLS ada dua penilaian model, yaitu menilai reliabilitas gabungan
penilaian model pengukuran dan penilaian (composite reliability) untuk tiap-tiap
model struktural, sebagai berikut: variabel laten (sering disebut construct
reliability), dapat digunakan rumus
1. Penilaian Model Pengukuran composite reliability berikut:
(Measurement Model atau Outer
Model)
Terdapat tiga kriteria untuk menilai dimana:
model pengukuran atau measurement = composite reliability
model atau outer model yaitu: Convergent = (component) loading indicator
Validity, Discriminant Validity, dan = error indicator
Composite Reliability. Secara rinci kriteria = 1-
dimaksud dapat dijelaskan pada bagian di
bawah ini: Menurut Bagozzi dan Yi (1988)
a) Convergent Validity dari model dalam Ghozali dan Fuad (2008)
pengukuran dengan refleksif indikator tingkat cut-off untuk dapat
dinilai berdasarkan korelasi antara mengatakan composite reliability
item score/componen score yang cukup bagus adalah 0.6, dimana
dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif indikator variabel memberikan
individual dikatakan tinggi jika ukuran yang reliabel untuk variabel
berkorelasi lebih dari 0,70 dengan latennya.
konstruk yang diukur.
b) Discriminant Validity dari model 2. Penilaian Model Struktural
pengukuran dengan refleksif indikator (Structural Model atau Inner Model)
dinilai berdasarkan Cross Loading Pengujian model struktural atau
pengukuran dengan konstruk. Cara structural model atau inner model
lain menilai Discriminant Validity dilakukan untuk melihat hubungan antara
adalah dengan membandingkan nilai konstruk, nilai signifikansi, dan dari
Average Variance Extracted (AVE) model penelitian. Menilai model struktural
setiap konstruk dengan korelasi antara dengan PLS dimulai dengan melihat
konstruk yang satu dengan konstruk untuk setiap variabel laten dependen.
lainnya dalam model. Menghitung Perubahan nilai dapat digunakan untuk
AVE dengan rumus sbb.: menilai pengaruh variabel laten bebas
tertentu terhadap variabel laten tak bebas.
menghentikan kegiatan usahanya dan hal itu, Dalton dan Holloway (1989)
kembali menekuni usaha ikan konsumsi membuktikan bahwa banyak calon
yang sudah dilakukan sebelum mereka wirausaha yang telah mendapat tanggung
mencoba bisnis ikan hias. Menurut jawab besar pada saat berusia muda,
keterangan dari berbagai sumber yang ada bahkan layaknya seperti menjalankan
jumlah pelaku ikan hias saat ini hanya usaha baru.
tinggal 200 pelaku saja yang berlokasi Sementara itu Morris dan Lewis (1995)
usaha di Kota Bekasi. Terhitung hanya mengamati bahwa mayoritas wirausaha
belasan pelaku usaha (15-19) yang sudah (59%) sedang mengalami situasi yang
berlaku sebagai eksportir ikan hias di Kota tidak menyenangkan dalam hidupnya saat
Bekasi. mereka memulai usaha, walaupun
sebelumnya mereka tidak tahu produk apa
Karakteristik Responden yang akan dibuat atau dijual, atau jasa apa
Responden pada penelitian ini yang akan diusahakan. Meskipun dampak
sebanyak 33 orang yang melakukan ketidakpuasan selama bekerja itu negatif,
kegiatan wirausaha ikan hias di wilayah Brockhaus (1980) mendapatkan
Kota Bekasi. Tabel 5 di bawah ini kesimpulan bahwa semakin besar
menyajikan karakteristik/profil responden pengalaman ketidakpuasan seseorang
menyangkut umur, lamanya usaha, umur dalam bekerja akan meningkatkan daya
saat memulai usaha, pendidikan terakhir juang untuk mencapai keberhasilan
responden, dan omset usaha. sebagai seorang wirausaha. Penjelasan
Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat para peneliti dimaksud juga dapat
dilihat bahwa kisaran umur responden menjelaskan mengapa umur saat memulai
pada penelitian ini adalah 26-66 tahun dan usaha bisa terjadi pada usia yang tidak
umumnya masih pada kelompok umur muda lagi (di atas 40 tahun).
produktif (20-65 tahun), hanya 1 (satu) Dari Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa
orang responden yang sudah berusia di kisaran pendidikan terakhir responden
atas 65 tahun; kisaran lamanya responden wirusaha ikan hias pada penelitian ini
menjalankan usaha ikan hias pada dominan berpendidikan SMA (57,58%).
penelitian ini adalah 4-26 tahun. Pendidikan memberikan pengaruh yang
Responden dengan lama usaha < 5 tahun besar terhadap keputusan seseorang untuk
tampak lebih dominan (45,45 %) terjun ke dunia usaha dan berusaha
sebagaimana ditunjukkan pada tabel; mandiri (Morris dan Lewis, 1995; Rees
kisaran umur responden saat memulai dan Shah, 1986; Robinson dan Sexton,
usaha ikan hias pada penelitian ini adalah 1994) karena pendidikan memberikan
15-56 tahun. Umur responden saat bekal keterampilan yang diperlukan bagi
memulai usaha ikan hias lebih dominan seorang wirausaha untuk menghadapi
pada kisaran 25-29 tahun (30,30%). Hasil situasi tertentu yang tidak diharapkan
penelitian ini sesuai dengan hasil dalam menjalankan usaha. Wirausaha
penelitian yang dilakukan oleh Sinha yang terdidik memiliki tingkat percaya diri
(1996) di India, yang menunjukkan bahwa dan efikasi yang lebih tinggi, kedua hal itu
hampir sebagian besar wirausaha yang akan lebih meningkatkan kemampuannya
sukses adalah mereka yang berusia relatif untuk mengamati dan mengejar peluang
muda. Hal ini senada dengan Reynolds et (Robinson dan Sexton, 1994). Orang yang
al., (2000) yang menyatakan bahwa berpendidikan lebih tinggi juga memiliki
seseorang berusia 25-44 tahun adalah usia- kemampuan untuk mencari informasi
usia paling aktif untuk berwirausaha di tentang peluang usaha yang diminatinya.
negara-negara barat. Hasil penelitian Sedangkan berdasarkan omset usaha
terbaru terhadap wirausaha warnet di responden wirausaha ikan hias per tahun
Indonesia membuktikan bahwa usia berdasarkan pengelompokkan usaha
wirausaha berkorelasi signifikan terhadap mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan
kesuksesan usaha yang dijalankan usaha besar, dapat dilihat bahwa omset
(Kristiansen et al., 2003). Senada dengan usaha responden wirusaha ikan hias
Tabel 5c. Umur Responden Saat Memulai Usaha Ikan Hias Tabel 5d. Pendidikan Terakhir Responden Wirusaha Ikan Hias
No. Umur responden Jumlah Persentase No. Pendidikan terakhir Jumlah Persentase
saat memulai usaha ikan (orang) (%) responden (orang) (%)
hias saat memulai usaha ikan
1. 15-19 tahun 4 12,12 hias
2. 20-24 tahun 5 15,15 1. Tidak Tamat SD 0 0,00
3. 25-29 tahun 10 30,30 2. SD 4 12,12
4. 30-34 tahun 4 12,12 3. SMP 4 12,12
5. 35-39 tahun 4 12,12 4. SMA 19 57,58
6. 40-44 tahun 0 0,00 5. D3 2 6,06
7. 45-49 tahun 4 12,12 6. S1 4 12,12
8. ≥ 50 tahun 2 6,06 7. S2/S3 0 0,00
Jumlah 33 100,00 Jumlah 33 100
indikator), dan Kinerja Wirausaha pada Least Square (PLS), untuk menilai Fit
tahap inisisasi (5 indikator) memberi hasil Model memerlukan 2 (dua) tahap, yaitu
bahwa untuk konstruk Pribadi (terdapat 1 menilai outer model (outer loadings) atau
indikator yang termuat/load), Lingkungan measurement model dan menilai inner
(ada 3 indikator), Sosiologi (terdapat 1 model.
indikator), dan Kinerja Wirausaha pada
tahap inisisasi (terdapat 2 indikator yang Penilaian Outer Model atau
termuat) sebagaimana disajikan pada tabel. Measurement Model Variabel Faktor
Uji reliabilitas dapat menggunakan Pribadi (P)
nilai Cronbach’s alpha dan nilai Variabel Faktor Pribadi dijelaskan oleh
Compoiste reliability. Untuk dapat 9 indikator dari P1 sampai dengan P9. Uji
dikatakan suatu konstruk reliabel, maka terhadap outer loading bertujuan untuk
nilai Cronbach’s alpha minimal 0,6 dan melihat korelasi antara skor item atau
nilai Compoiste reliability minimal 0,7 indikator dengan skor konstruknya.
(Jogiyanto dan Abdillah, 2009). Dari Indikator dianggap reliabel jika memiliki
Tabel 6 tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai korelasi lebih dari 0,7, namun dalam
data tersebut valid dan reliabel. Adapun tahap pengembangan, nilai korelasi 0,5
nilai R2 adalah sebesar 0,280 dan Cross masih dapat diterima (Ghozali, 2008).
Loading dari output iterasi algoritma dapat Berdasarkan output PLS pada tabel Outer
dilihat pada tabel 6 berikut ini. Loadings, hanya indikator P6 yang
memenuhi convergent validity (yaitu lebih
Hasil Penilaian Outer Model besar dari 0,5) sedangkan indikator
(Measurement Model) lainnya harus dieliminasi karena memiliki
Dalam penggunaan metode Structural nilai kurang dari 0,5.
Equation Model (SEM) berbasis Partial
nya sebesar 0,911 lebih kecil dari nilai t- Kinerja wirausaha pada tahap inisiasi.
table (1,96), dapat disimpulkan bahwa Pada tabel terlihat bahwa hasil uji terhadap
hipotesis 1 tidak terdukung. Faktor koefisien parameter antara Faktor Sosial
(S) dan Kinerja Wirausaha pada tahap
Pribadi direfleksikan secara nyata oleh
inisiasi (K) menunjukkan adanya pengaruh
indikator job loss (pengangguran). positif, dengan nilai t-statistics nya sebesar
3,037 lebih besar dari nilai t-table (1,96),
Pengujian Hipotesis 2 dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3
Hipotesis 2 menyatakan bahwa Faktor terdukung. Faktor Sosiologi direfleksikan
Lingkungan berpengaruh positif terhadap secara nyata oleh indikator role models
Kinerja wirausaha pada tahap inisiasi. internal.
Pada tabel terlihat bahwa hasil uji terhadap
koefisien parameter antara Faktor Model Struktural
Lingkungan (L) dan Kinerja Wirausaha Keseluruhan model struktural untuk
pada tahap inisiasi (K) menunjukkan faktor pribadi, lingkungan, dan sosial
adanya pengaruh negatif, namun nilai t- terhadap kinerja wirausaha pada tahap
statistics nya sebesar 0,777 lebih kecil dari inisiasi dapat dilihat pada gambar 5.
nilai t-table (1,96), dapat disimpulkan Gambar menunjukkan bahwa dari 9
bahwa hipotesis 2 tidak terdukung. Faktor (sembilan) indikator yang dapat
Lingkungan direfleksikan secara nyata merefleksikan variabel faktor pribadi,
oleh indikator role models external, maka indikator job loss (pengangguran)
kreativitas, dan kompetisi. yang secara nyata merefleksikan faktor
pribadi tersebut. Sedangkan dari 7 (tujuh)
Pengujian Hipotesis 3 indikator yang dapat merefleksikan
Hipotesis 3 menyatakan bahwa Faktor variabel faktor lingkungan, maka indikator
Sosiologi berpengaruh positif terhadap
---o---
REFERENSI
Ahmad, N. dan Hoffman, A. 2007. A Framework evidence”. European Journal of Work and
for Addressing and Measuring Organizational Psychology 9 (1): 7-30.
Entrepreneurship. Entrepreneurship Indicator Dalton, dan Holloway, 1989. “Preliminary findings:
Steering Group. OECD. Paris, 20 November entrepreneur study”. Working paper, Brigham
2007. Young University.
Aldrich, H., dan C. Zimmer, 1986. Dollinger, M. 1995. Entrepreneurship Strategies
“Entrepreneurship through Social Network”, in and Resources. Burr Ridge, Illinois, Austin
D. L. Sexton and R. W. Smilor (eds.) The Art Press/Irwin, hal. 49-54.
and Science of Entrepreneurship, Cambridge: Duh, M., 2003. “Family enterprises as an important
Ballinger Publishing, 3-25. factor of the economic development: the case of
Amit, R., Muller, E., & Cockburn, I. 1995. Slovenia”. Journal of Enterprising Culture 11
“Opportunity costs and entrepreneurial (2): 111-130.
activity”. Journal of Business Venturing, 10(2): Dunn, P. dan Liang, C. (Kathleen). 2006.
95. Discovering Triggering Factors of
Arrow, K. 1962. Economic Welfare and the Entrepreneurship. Entrepreneurship Studies
Allocation of Resources for Invention, in the Center, The University of Louisiana at Monroe,
Rate and Direction of Inventive Activity: University Avenue, Monroe, Louisiana,
Economic and Social Factors. Princeton, NJ: Department of Community Development and
Princeton University Press, hal. 609-625. Applied Economics. The University of
Audretsch, D. 1997. Technological Regimes, Vermont, 103 C Morrill Hall, Burlington,
Industrial Demography and the Evolution of Vermont.
Industrial Structures, Industrial and Corporate Elfitasari, T. 2010. Factors influencing
Change, 6 (1), hal. 49-82. entrepreneurial activities of small-scale fish
Bandura, A., 1977. Social Learning Theory. farmers in deriving income improvement and
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. product sustainability in Central Java,
Bygrave, W. 1994. The Portable MBA in Indonesia. Thesis (PhD) : Swinburne University
Entrepreneurship. New York, John Wiley & of Technology. Faculty of Business and
Sons, Inc., hal. 7 dan 20. Enterprise, Melbourne, Australia.
Brockhaus, R.H. 1980. “Risk taking propensity of Ghozali, Imam dan Fuad. 2008. Structural
entrepreneurs”. Academy of Management Equation Modelling: Teori, Konsep, dan
Journal, vol. 23, no. 3, pp. 509-520. Aplikasi dengan Program Lisrel 8.80, Edisi 2.
Brouwer, M.A.W. 1983. Indonesia Negara Semarang: Badan Penerbit Universitas
Pegawai: Sebuah Renungan. Jakarta:LPPN. Diponegoro.
Brown, R. 1990. “Encouraging Enterprise: Britain`s Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation
Graduate Enterprise Program”. Journal of Small Modeling, Metode Alternatif dengan Partial
Business Management, vo. 28, no. 4, pp. 71-77. Least Square. Semarang: Badan Penerbit
Casson, M. 1982. The Market for Information, in Universitas Diponegoro.
the Entrepreneur, Chapter 11. Oxford: Martin Gujarati, D., 1995. Basic Econometrics. New York:
Robertson, hal. 201-218. McGraw-Hill.
Choo, S., dan M. Wong, 2006. “Entrepreneurial Heruwati, E.S. 2002, “Traditional fish processing:
intention: triggers and barriers to new venture prospects and opportunities for development”.
creations in Singapore”. Singapore Management Jurnal Litbang Pertanian, vol. 21, no. 3, hal.
Review 28 (2): 47-64. 92-99.
Cromie, S., 2000. “Assessing entrepreneurial Hisrich, R. D., Peters, M. P., and Shepard, D. A.
inclinations: some approaches and empirical 2013. Entrepreneurship, 9th edition. NY:
McGraw - Hill Irwin.
Indarti, N., 2004. “Factors affecting entrepreneurial Asian developing countries”. Small Enterprise
intentions among Indonesian students”. Jurnal Development 5 (2): 66-78.
Ekonomi dan Bisnis 19 (1): 57-70. Moore. C. 1986. dalam “Understanding
Jogiyanto H.M. dan Willy Abdillah. 2009. Konsep Entrepreneurial Behavior” dalam J. A. Pearce II
dan Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk and R. B. Robinson, Jr., eds., Academy of
Penelitian Empiris. Yogyakarta: BPFE. Management Best Papers Proceedings, 46 th
Katz, J., dan W. Gartner, 1988. “Properties of Annual Meeting of the Academy of
emerging organizations”. Academy of Management, Chicago, 1986,
Management Review 13 (3): 429-441. Morris, M.H. & Lewis, P.S. 1995. “The determinant
Kementerian Perdagangan RI. 2010. ExportNews of entrepreneurial activity: implications for
Indonesia. BPEN/MJL/XX/08/ 2010. marketing”. European Journal of Marketing,
Kementerian Perdagangan RI, Jakarta. vol. 28, no. 7, pp. 31- 48.
Kihlstrom dan Laffont, 1979. “A general Pemerintah Kota Bekasi. 2011. Makalah Presentasi
equilibrium entrepreneurial theory of firm Plt. Walikota Bekasi : Membangun Sinergi
formation based on risk aversion”, Journal of Pemerintah Kota Bekasi Dengan Dunia Usaha
Political Economy, 87 (4), August, hal. 719- dan Dunia Industri untuk Meningkatkan
748. Akselerasi Pembangunan Kota Bekasi. Hotel
Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad, 1998. Horison, Kota Bekasi, 11 Mei 2011.
“Entrepreneurship and female youth: Praag, C.M. van. 1999. “Some Classic Views on
knowledge, attitude, gender differences, and Entrepreneurship”. De Economist 147, 1999,
educational practices”. Journal of Business 311–335. Kluwer Academic Publishers. Printed
Venturing 13 (1): 77-88. in the Netherlands.
Kristiansen, S, 2002. “Competition and knowledge Rees, H. & Shah, A. 1986, “An empirical analysis
in Javanese rural business”. Singapore Journal of self-employment in the UK”. Journal of
of Tropical Geography 23 (1): 52-70. Applied Econometrics, vol. 1, No. 1, pp. 95-108.
Kristiansen, S., B. Furuholt, dan F. Wahid, 2003. Reynolds, P. D., M. Hay, W. D. Bygrave, S. M.
“Internet cafe entrepreneurs: pioneers in Camp, dan E. Aution, 2000. Global
information dissemination in Indonesia”. The Entrepreneurship Monitor: Executive Report. A
International Journal of Entrepreneurship and Research Report from Babson College,
Innovation 4 (4): 251-263. Kauffman Center for Entrepreneurial
Krueger, N. F. dan A. L. Carsrud, 1993. Leadership, and London Business School.
“Entrepreneurial intentions: applying the theory Robinson, P.B. & Sexton, E.A. 1994. “The effect of
of planned behavior”. Entrepreneurship & education and experience on selfemployment
Regional Development 5 (4): 315-330. success”. Journal of Business Venturing , no. 9,
Kuratko, D.F. and J.S. Hornsby. 2009. New pp. 141–156.
Venture Management: The Entrepreneur’s Scapinello, K. F., 1989. “Enhancing differences in
Roadmap. Pearson International Edition. the achievement attributions of high and low
Pearson Education, Inc., New Jersey. motivation groups”. Journal of Social
Lee, J., 1997. “The motivation of women Psychology 129 (3): 357-363.
entrepreneurs in Singapore”. International Schaper, M. and T. Volery. 2004. Entrepreneurship
Journal of Entrepreneurial Behaviour and and Small Business, 2nd Pacific Rim Edition.
Research 3 (2): 93-110. Milton, Queensland, John Wiley and Sons
Marsden, K., 1992. “African entrepreneurs – Australia Ltd.
pioneer of development”. Small Enterprise Scott, M. dan D. Twomey, 1988. “The long-term
Development 3 (2): 15-25. supply of entrepreneurs: students` career
Matthew, C.H. & Moser, S.B. 1996, “A aspirations in relation to entrepreneurship”.
longitudinal investigation of the impact of Journal of Small Business Management 26 (4):
family background and gender on interest in 5-13.
small firm ownership”. Journal of Small Sengupta, S. K. dan S. K. Debnath, 1994. “Need for
Business Management, vol. 34, no. 2, pp. 29-43. achievement and entrepreneurial success: a
Mazzarol, T., T. Volery, N. Doss, dan V. Thein, study of entrepreneurs in two rural industries in
1999. “Factors influencing small business start- West Bengal”. The Journal of Entrepreneurship
ups”. International Journal of Entrepreneurial 3 (2): 191-204.
Behaviour and Research 5 (2): 48-63. Shane, S. (2002). The Foundations of
McClelland, D. 1961. Entrepreneurial behavior Entrepreneurship Vol 1, Massachusetts, Edward
and characteristics of entrepreneurs, in the Eigar Publishing.
Achieving Society, Chapters 6 and 7, Princeton, Stevenson, H.; Grousbeck, I.; Roberts, M.; and
NJ: D. Van Nostrand, 205-258, 259-300. Bhide, A. (1999). New Business Ventures and
McClelland, D., 1971. “The Achievement Motive in the Entrepreneur, 5th Edition, Boston, Irwin
Economic Growth”, in: P. Kilby (ed.) McGraw-Hill.
Entrepreneurship and Economic Development, Shaver, K. G. and Scott, L. (1991). Person,
New York The Free Press, 109-123. Process, Choice: The Psychology of New
Meier, R. dan M. Pilgrim, 1994. “Policy-induced Venture Creation, Entrepreneurship Theory and
constraints on small enterprise development in Practices, 16, Winter, hal. 23-45.