You are on page 1of 27

Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih

Hal. 101 - 127

FAKTOR PRIBADI, LINGKUNGAN, DAN SOSIOLOGI PADA


TAHAP INISIASI PROSES KEWIRAUSAHAAN IKAN HIAS
DI KOTA BEKASI

Haris Budiyono
Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi
(budiyonoharis2@gmail.com)

Rianti Setyawasih
Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi
(riantis@unismabekasi.ac.id; riantis@yahoo.com)

Abstract

This study aim to find out and analyzed the personal factors, environmental, and sociological
influences the initiation stage (triggering event) of the entrepreneurial process of ornamental fish
in Bekasi. This research refers to a model developed by Moore (1986) which describes how the
process of entrepreneurship that is formed in a model that consists of four factors (i.e. factors of
personal, family, environmental and social organizations) to four stages (i.e. the stage of
innovation, initiation, implementation, and growth). This model is used to examine the presence of
entrepreneurial process in Bekasi as the largest exporter of ornamental fish town in Indonesia.
Primary data of this research is obtained through the survey/interview using a questionnaire to a
number of entrepreneurial ornamental fish in the town of Bekasi and descriptive quantitative
research methods, with the analysis of Structural Equation Modelling using SmartPLS software.
The results showed that the personal and environmental factors doesn’t effect on the performance
of significant entrepreneurial ornamental fish at the stage of initiation, while the influential
sociological factors positively and significantly to the performance of entrepreneurial. Indicator
role models is set on internal factors of sociology. The performance of entrepreneurial ornamental
fish in Bekasi at the stage of initiation is very determined to success if at the time started his
business supported by the availability of adequate standard and means of financial support of
others.

Keywords: faktor pribadi, faktor lingkungan, faktor sosiologi, tahap inisiasi (triggering event),
proses kewirausahaan, ikan hias

PENDAHULUAN 2012) menjadi 42,55 juta orang atau


Pengembangan kewirausahaan sangat 0,373 persen (Februari 2013). Asumsi
penting bagi kemajuan sebuah bangsa, terhadap peran wirausaha bagi
dengan pertimbangan bahwa kemajuan sebuah negara adalah bahwa
kewirausahaan diharapkan dapat menjadi suatu negara dapat maju dengan
lokomotif penggerak perekonomian memiliki jumlah wirausaha minimal 2
sebuah bangsa. Sementara itu kondisi (dua) persen dari jumlah penduduknya.
kewirausahaan Indonesia saat ini Tampak bahwa data jumlah wirausaha
digambarkan sebagai berikut: Indonesia Tahun 2013 (0,373 %) tidak
sebanding dengan jumlah wirausaha di
1. Pertama, jumlah wirausaha yang masih
negara-negara maju, antara lain:
sedikit di Indonesia. Badan Pusat
Amerika (sekitar 12 %), Jepang (10 %),
Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
dan Singapura (7 %). Hal ini
pada Februari 2013 jumlah wirausaha
menguatkan tesis fenomenolog,
malah turun 4,4 juta, yaitu dari 46,92
psikolog, dan budayawan kondang
juta orang atau 0,42 persen (Februari

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 101


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

M.A.W. Brouwer pada tahun 1980an, 1. Kota Bekasi sebagai wilayah perkotaan
yang menyebutkan bahwa Indonesia baru terbentuk Tahun 1996,
Negara Pegawai; dijelaskan pula berkembang sebagai salah satu pusat
kondisi negara lainnya sebagai pertumbuhan jasa dan perdagangan di
perbandingan bahwa Prusia negara Indonesia, yang menjadi magnet
militer, Amerika negara wiraswasta, pembentukan wirausaha baru.
Tiongkok Mao negara buruh, dan Iran 2. Hasil analisis terhadap pertambahan
negara ulama; jumlah penduduk Kota Bekasi yang
semakin meningkat karena 4 (empat)
2. Kedua, hingga Tahun 2012 Indonesia
hal, yakni: pertumbuhan alami, migrasi
belum menjadi bagian objek riset The
(karena daya tarik urbanisasi),
Global Entrepreneurship Monitor
penduduk pasangan muda, dan angka
(GEM). GEM dibentuk sejak Tahun
harapan hidup semakin tinggi. Hasil
1997, konsorsium ini memiliki
Sensus Penduduk Tahun 2010
kepedulian terhadap kepentingan
diketahui Laju Pertumbuhan Penduduk
perkembangan kewirausahaan di
(LPP) Kota Bekasi =3,48 % per tahun.
sebuah negara bagi perekonomian
Pertambahan penduduk yang cepat ini
negaranya dan dunia. Hal ini
memberikan insentif terhadap “pasar”
menunjukkan bahwa potret
berupa peningkatan dan keragaan
kewirausahaan di Indonesia masih
“demand”, yang dapat menstimulasi
belum menjadi ukuran dan potensi bagi
pembentukan wirausaha baru;
GEM untuk diharapkan memberikan
3. Kota Bekasi sebagai wilayah
kontribusi bagi perekonomian dunia;
permukiman bagi penduduk yang
3. Peraturan Pemerintah Republik bekerja di wilayah sekitarnya (DKI
Indonesia Nomor 41 Tahun 2011 Jakarta, Tangerang, Kabupaten Bekasi,
tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kabupaten Karawang) dalam
dan Kepeloporan Pemuda, serta beragam profesi, keahlian, dan talenta
Penyediaan Prasarana dan Sarana kreativitas, merupakan potensi sumber
Kepemudaan, Pasal 2 menyebutkan daya insani yang sebagian siap (bahkan
bahwa pengembangan kewirausahaan sebagian lagi sudah) mengembangkan
merupakan tugas dan tanggung diri sebagai wirausaha baru.
jawab pemerintah, pemda provinsi, 4. Di Kota Bekasi terdapat 3 (tiga)
dan pemerintah daerah kabupaten/kota. kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan
Sebagaimana di kabupaten/kota Menengah (UMKM) unggulan yaitu :
lainnya, termasuk di lingkungan UMKM Pengrajin Boneka, UMKM
Pemerintah Kota Bekasi, sejumlah Peternak Ikan Hias, dan UMKM
program dan kegiatan telah Pengolah Limbah Plastik, yang
dirumuskan, dianggarkan, dan merupakan hasil kompetisi Program
dilaksanakan untuk mendorong Pendanaan Kompetisi-Indeks
pertumbuhan jumlah wirausaha baru, Pembangunan Manusia (PPK-IPM)
terutama melalui pelatihan, fasilitasi Indek Daya Beli Sektor Pengembangan
pendanaan, dan bentuk kegiatan UMKM Kota Bekasi Tahun 2007 dan
lainnya. Namun demikian informasi Tahun 2008. Para pelaku usaha
tentang bagaimana proses (wirausaha) ikan hias ini telah
kewirausahaan itu sendiri tejadi (di berkembang di Kota Bekasi. Kota
sebuah wilayah kabupaten/kota) belum Bekasi disebut-sebut sebagai kota
dikaji secara khusus. eksportir ikan hias terbesar di
Khusus untuk Kota Bekasi, ada 4 Indonesia, berdasarkan data Asosiasi
(empat) alasan kuat yang menimbulkan Ikan Hias Bekasi, diperkirakan ada 500
kepentingan untuk meneliti dan mengkaji pelaku usaha ikan hias di Kota Bekasi
keberadaan proses kewirausahaan di Kota dengan produksi 8,12 juta ekor dan
Bekasi, yaitu : perolehan Rp 8,9 milyar per tahun.

102 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

5. Para pelaku usaha (wirausaha) ikan pada proses kewirausahaan berinteraksi


hias telah berkembang di Kota Bekasi, satu sama lainnya. Penelitian yang sudah
bahkan Kota Bekasi disebut-sebut dikembangkan terdahulu tidak
sebagai kota eksportir ikan hias mengeksplorasi keragaan antar wirausaha
terbesar di Indonesia, berdasarkan data berdasarkan demografinya. Keputusan
Asosiasi Ikan Hias Bekasi, yang diambil oleh seseorang untuk
diperkirakan ada 500 pelaku usaha ikan berwirausaha perlu memasukkan 2 (dua)
hias di Kota Bekasi dengan produksi faktor sekaligus, yakni faktor endogen
8,12 juta ekor dan perolehan Rp 8,9 yang berkaitan dengan pribadi
milyar per tahun wirausahanya maupun faktor eksogen
yang berkaitan dengan lingkungan dan
situasi perekonomian yang dihadapinya
Sejumlah penelitian telah dilakukan
saat itu (Dunn, 2006). Penelitian terhadap
untuk mengkaji aspek finansial bisnis ikan
proses kewirausahaan menarik untuk
hias baik pada usaha kecil maupun pada
dikembangkan lebih lanjut terutama
usaha menengah. Sementara itu aspek
menyangkut aspek kewilayahan (daerah
kewirausahaan pada bisnis ikan hias ini
urban vs pedesaan) dan aspek sektor
belum diteliti. Aspek kewirausahaan
(agribisnis, manufaktur, dan jasa).
dimaksud adalah bagaimana para pelaku
bisnis ikan hias (yang sudah ada) di Kota
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Bekasi itu menjalani proses
Kementerian Kelautan dan Perikanan
kewirausahaannya, mulai dari tahap
menitikberatkan pada upaya membangun
memperoleh gagasan, tahap yang
dan menciptakan iklim usaha yang baik
mendorong seseorang pertama kali
kepada daerah yang memiliki potensi ikan
memulai usaha, tahap menjalankan dan
hias, yakni dengan pendekatan penguatan
mempertahankan usahanya dalam kurun
sistem akuabisnis secara terpadu dari
waktu beberapa hari/minggu/bulan bahkan
mulai hulu (teknologi produksi, sarana dan
tahun, sebelum memasuki tahap
prasarana) hingga hilir (pemasaran)
menumbuhkan dan mengembangkan
termasuk pola-pola kemitraan yang sehat
usahanya.
antara pengusaha/swasta dan masyarakat
Model proses kewirausahaan telah (pembudidaya ikan, pemasar, hobbies, dan
dikembangkan oleh Moore (1986), dalam eksportir). Bisnis ikan hias dinilai
artikel berjudul“Understanding prospektif di masa depan, secara nasional
Entrepreneurial Behavior” dalam J. A. keragaan spesies ikan hias meliputi 700
Pearce II and R. B. Robinson, Jr., eds., spesies ikan hias air laut (marine
Academy of Management Best Papers ornamental fish) dan 450 spesies ikan hias
Proceedings, 46 th Annual Meeting of the air tawar (freshwater ornamental fish) dari
Academy of Management, Chicago, 1986, 1.100 spesies. Perkembangan produksi
yang menggambarkan bagaimana proses budidaya ikan hias Indonesia dari tahun ke
kewirausahaan itu terbentuk. Model tahun terus mengalami peningkatan sangat
proses kewirausahaan tersebut memuat siginifikan. Bahkan target tahun 2012
faktor dan tahapan, yakni 4 (empat) faktor: yang dipatok Kementerian Kelautan dan
(a) pribadi; (b) sosial keluarga; (c) Perikanan (KKP) sebesar 850 juta ekor.
lingkungan; dan (d) organisasi, terhadap 4 Catatan sementara mencapai 978 juta ekor
(empat) tahapan: (1) inovasi; (2) inisiasi; atau 115,16 % dari target semula. Sampai
(3) implementasi; dan (4) pertumbuhan. dengan tahun 2011, Indonesia menduduki
Sejumlah peneliti telah sepakat bahwa ranking ke-5 ekportir ikan hias dunia
proses kewirausahaan melibatkan setelah Rep. Ceko, Thailand, Jepang dan
serangkaian variabel yang kompleks antar Singapura. Potensi ekspor ikan hias
dimensi. Masih sedikit riset yang Indonesia sendiri diperkirakan mencapai
mengkaji atau dapat menjelaskan US $ 60 juta sampai dengan US$ 65 juta.
bagaimana sejumlah faktor dan tahapan (http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/9
008/ Ayo-Berbisnis-Ikan-Hias-Potensi

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 103


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Ekspornya-Capai-US-65-juta, 22 April (triggering event) wirausaha ikan hias


2013). Sekitar 480 spesies dari keragaan di Kota Bekasi.
spesies ikan hias air laut yang baru 2. Mengetahui sejauhmana faktor
dikenali dan 200 spesies sudah dapat lingkungan berpengaruh terhadap
diperdagangkan (Kementerian proses kewirausahaan pada tahap
Perdagangan RI, 2010). inisiasi (triggering event) wirausaha
ikan hias di Kota Bekasi.
Adanya aktivitas kewirausahaan dapat
3. Mengetahui sejauhmana faktor
dikenali pada budidaya ikan di Jawa
sosiologi berpengaruh terhadap proses
Tengah. Karakteristik kewirausahaan
kewirausahaan pada tahap inisiasi
pada budidaya ikan dimaksud berupa
(triggering event) wirausaha ikan hias
inovasi yang dikembangkan para
di Kota Bekasi.
pelakunya mengemas produk baru dalam
4. Mengetahui bagaimana keberhasilan
menjual hasil panen ikan, selain dalam
tahap inisiasi (triggering event)
bentuk ikan segar, juga sudah ada produk
wirausaha ikan hias di Kota Bekasi.
dalam bentuk produk yang dibekukan,
dikeringkan, diasapkan, dan difermentasi Sedangkan pertanyaan penelitian ini
(Heruwati 2002). Elfitasari (2010) lebih adalah:
lanjut telah meneliti bagaimana aktivitas
“Faktor manakah yang paling dominan
kewirausahaan dijalani para pelaku usaha
dari faktor pribadi, lingkungan, dan
kecil budidaya ikan sebagai kiat dan upaya
sosiologi yang memengaruhi proses
mereka meningkatkan pendapatan dan
kewirausahaan pada tahap inisiasi
keberlanjutan pemasaran produknya, di
(triggering event) wirausaha ikan hias di
Jawa Tengah.
Kota Bekasi?”
Sejumlah penelitian juga telah
Diharapkan penelitian ini dapat
dilakukan untuk mengkaji aspek finansial
memberikan manfaat sebagai berikut:
bisnis ikan hias baik pada usaha kecil
maupun pada usaha menengah. Sementara 1. Sebagai masukan kepada Pemerintah
itu aspek kewirausahaan pada bisnis ikan Kota Bekasi untuk memformulasikan
hias ini belum diteliti. Aspek kebijakan yang relevan untuk
kewirausahaan dimaksud adalah pengembangan wirausaha ikan hias di
bagaimana para pelaku bisnis ikan hias Kota Bekasi selanjutnya.
(yang sudah ada) di Kota Bekasi itu 2. Sebagai informasi dan pengetahuan
menjalani proses kewirausahaannya, mulai bagi wirausaha ikan hias di Kota
dari tahap memperoleh gagasan, tahap Bekasi dalam memahami proses
yang mendorong seseorang pertama kali kewirausahaan yang telah dijalaninya
memulai usaha, tahap menjalankan dan dan dijadikan pertimbangan dalam
mempertahankan usahanya dalam kurun mengelola dan mengembangkan usaha
waktu beberapa hari/minggu/bulan bahkan selanjuntnya.
tahun, sebelum memasuki tahap
menumbuhkan dan mengembangkan 3. Sebagai tambahan referensi akademik
usahanya. Pada penelitian ini secara bagi pihak sivitas akademika di
khusus ditujukan untuk mengamati dan UNISMA Bekasi khususnya dan
menganalisis faktor-faktor pribadi, tambahan referensi bagi peneliti
lingkungan, dan sosiologi pada tahap selanjutnya.
inisiasi (triggering event) yang
dipersepsikan oleh wirausaha ikan hias di TINJAUAN LITERATUR
Kota Bekasi. Wirausaha, Aktivitas Wirausaha, dan
Penelitian ini ditujukan untuk: Kewirausahaan
1. Mengetahui sejauhmana faktor pribadi Pengertian Wirausaha, Aktivitas
berpengaruh terhadap proses Wirausaha, dan Kewirausahaan menurut
kewirausahaan pada tahap inisiasi konsep The Organisation for Economic

104 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Co-operation and Development atau penghubung/ penggerak/ penghela; (3)


disingkat OECD (Ahmad and Hoffmann, Pekerja sebagai penerima sewa;
2007), yaitu bahwa Entrepreneurs Wirausaha berperan utama dalam sistem
(wirausaha) adalah orang-orang (pemilik ekonomi, dengan kinerjanya menghasilkan
bisnis) yang mampu menciptakan nilai proses pertukaran dan sirkulasi dalam
tambah, melalui kreasi atau ekspansi ekonomi; Wirausaha menjalankan
terhadap aktivitas ekonomi, dengan usahanya sendiri; Wirausaha bisa juga
mengeksploitasi pemunculan produk baru, berprofesi sebagai petani, pengolah,
proses, atau pasar. Entrepreneurial pengrajin, pengangkut, penjamin/pemberi
activity (aktivitas wirausaha) adalah modal (bankir), atau penjual.
mewirausahakan tindakan/kerja manusia Faktor motivasi yang paling utama
yang diarahkan untuk penciptaan nilai dalam kegiatan ekonomi adalah
tambah. Entrepreneurship memperoleh potensi laba dari kegiatan
(kewirausahaan) adalah segala sesuatu “beli pada harga tertentu, jual pada harga
keadaan atau peristiwa yang berkaitan yang tidak pasti”, dalam hal ini Cantillon
aktivitas wirausaha. Sementara itu, mengenali sosok wirausaha sebagai orang
Bygrave (2004) menambahkan unsur lain yang mau bekerja pada situasi
pada diri seorang wirausaha, yakni ketidakpastian.
kemampuannya dalam mempersepsikan
2. Jean-Baptiste Say (1767-1832)
adanya peluang (usaha), ia juga
menambahkan pengertian Entrepreneurial Dalam kegiatan usahanya, seorang
process (proses kewirausahaan) sebagai wirausaha mampu menjalankan peran
proses yang meliputi semua fungsi, sebagai pemimpin (leader) dan manager
aktivitas, dan aksi yang dilakukan untuk (manager). Dalam kegiatan manusia ada 3
meraih peluang yang telah dipersepsikan (tiga) jenis operasional yang dilakukan :
dimaksud. (1) theoretical knowledge construction;
(2) the application of knowledge; (3)
Istilah, kepentingan, konsep,
execution. Wirausaha bekerja pada
pengetahuan, dan teori kewirausahaan
wilayah “the application of knowledge to
telah lama dikembangkan. Richard
the creation of a product for human
Cantillon (1680–1734), Jean-Baptiste Say
consumption”. Wirausaha untuk mencapai
(1767-1832), Alfred Marshall (1842–
keberhasilan dalam usahanya memerlukan
1924), Joseph Schumpeter (1883–1950),
kualitas (diri) dan pengalaman (mengenali
dan Frank Knight (1885–1972) merupakan
usahanya).
narasumber yang telah memberikan
kontribusi nyata terhadap pengembangan 3. Alfred Marshall (1842–1924)
awal teori kewirausahaan. Berikut ini Marshal menatakan bahwa dalam
disajikan uraian perkembangan teori klasik kegiatan usahanya, wirausaha bersiap
kewirausahaan dari kelima tokoh tersebut untuk memikul tanggung jawab (risiko)
(Praag, 1999): dan mengerjakan semua hal untuk dapat
1. Richard Cantillon (1680–1734) mengendalikannya. Wirausaha
mengarahkan kegiatan produksi,
Cantilon pertama kali menjelaskan
mengambil risiko atas peluang bisnis,
konsep wirausaha dan yang pertama kali
mengkoordinasikan modal dan pekerja,
menjelaskan adanya fungsi kewirausahaan
dan berperan sebagai manajer sekaligus
dalam sistem ekonomi. Dalam teori
majikan. Wirausaha secara terus menerus
ekonomi, wirausaha merupakan
mencari peluang untuk meminimasi biaya
“kontributor” nilai terhadap perekonomian
dalam mencapai hasil tertentu.
sebuah masyarakat/bangsa. Cantillon
mengenali adanya 3 (tiga) agen dalam
4. Joseph Schumpeter (1883–1950)
sitem ekonomi : (1) Pemilik Tanah
Menurut Schumpeter, wirausaha
(modal) berlaku sebagai kapitalis; (2)
berlaku sebagai pemimpin dalam kegiatan
Wirausaha berlaku sebagai penengah/
usahanya, berlaku sebagai “innovator”

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 105


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

sehingga usaha yang dijalankannya dilakukannya terhadap sebuah nilai yang


berstatus sebagai “prime mover” dalam diharapkan).
sistem ekonomi; Wirausaha muncul
dengan memperkenalkan “new Proses Kewirausahaan
combinations” atau “innovations”.
Kontribusi penting lainnya terhadap teori
Inovasi didudukkan oleh Schumpeter
kewirausahaan diberikan oleh Moore
sebagai faktor endogen utama yang
(1986), berupa model proses
menyebabkan perubahan dalam
kewirausahaan, yang dipaparkan dalam
pengembangan usaha. Kombinasi baru
“Understanding Entrepreneurial
yang diperkenalkan oleh wirausaha akan
Behavior,” dalam J. A. Pearce II and R. B.
menghancurkan keseimbangan ekonomi
Robinson, Jr., eds., Academy of
yang statis dalam aliran sirkulasinya.
Management Best Papers Proceedings, 46
Sebutan wirausaha bukan hanya untuk
th Annual Meeting of the Academy of
peran direktur dan pemilik usaha saja,
Management, Chicago, 1986. Secara
sebutan itu berlaku bagi seseorang yang
umum model ini menggambarkan bahwa
mampu membuat kombinasi baru apapun
proses kewirausahaan memuat 4 (empat)
posisinya dalam sebuah usaha.
faktor : (a) pribadi; (b) sosial keluarga; (c)
Wirausaha baru bisa tampil dengan
lingkungan; dan (d) organisasi, terhadap 4
membuka usaha baru yang mengenalkan
(empat) tahapan: (1) inovasi; (2) inisiasi;
kombinasi baru, akan menggantikan usaha
(3) implementasi; dan (4) pertumbuhan.
yang ada sebelumnya bila usaha tersebut
Pada Gambar 1 berikut ini, disajikan
tidak segera membuat kombinasi yang
Model Proses Kewirausahaan. Dollinger
baru pula. Kombinasi baru itu meliputi
(1995) telah mengenalkan istilah lain
pengenalan produk atau jasa baru, metode
untuk pengertian “trigerring event”
baru dalam berproduksi, membuka
dengan istilah “impetus for
peluang pasar yang baru, menemukan
entrepreneurship”. Sebagai catatan,
sumber baru pasokan bahan baku, atau
tahapan pada model Moore “trigerring
implementasi model pengorganisasian
event” digunakan istilah inisiasi.
yang baru.Konsep wirausaha lebih luas
dibandingkan konsep konvensional
Tahap Inovasi dipengaruhi oleh
sebelumnya, sebutan wirausaha tidak
Faktor Pribadi dan Faktor Lingkungan.
hanya bagi seseorang yang menjalankan
Faktor Pribadi meliputi : pencapaian, locus
usahanya sendiri, juga sebaliknya menjadi
of control, kemampuan untuk melihat
lebih sempit dibandingkan konsep
peluang, toleransi, pengambilan risiko,
sebelumnya, yakni tidak semua orang
nilai-nilai pribadi, pendidikan, dan
yang memiliki dan memimpin usahanya
pengalaman. Faktor Lingkungan meliputi:
sendiri dapat disebut wirausaha,
peluang, model peran, dan kreativitas.
5. Frank Knight (1885–1972) Tahap Inisiasi dipengaruhi oleh
Faktor Pribadi, Faktor Sosiologis
Knight menambahkan istilah lain yang
(keluarga/pertemanan), dan Faktor
berbeda dengan istilah “uncertainity”
Lingkungan. Faktor Pribadi meliputi :
(ketidakpastian) sebagaimana
pengambilan risiko, ketidakpuasan kerja,
dikemukakan oleh Cantillon yaitu “risk”
kehilangan pekerjaan, pendidikan, usia,
(risiko), karena dalam hal ini
dan komitmen. Faktor Sosiologis
ketidakpastian masih memberikan
(keluarga/pertemanan) meliputi: jaringan,
kemungkinan diperolehnya laba.
berkelompok (bantuan, kerjasama, tim),
Knight mengartikan seorang
orang tua, keluarga, dan model peran.
wirausaha sebagai seseorang yang
Faktor Lingkungan meliputi : kompetisi,
memiliki kemauan untuk menghadapi
sumberdaya, inkubator, dan kebijakan
ketidakpastian dan kemampuan melakukan
pemerintah.
“judgmental decision maker”
Tahap Implementasi dipengaruhi oleh
(pengambilan keputusan berdasarkan
Faktor Pribadi, Faktor Sosiologis
estimasi dan akurasi atas estimasi yang

106 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

(keluarga/pertemanan), dan Faktor Tahap Pertumbuhan dipengaruhi


Lingkungan. Faktor Pribadi meliputi : oleh Faktor Pribadi, Faktor Organisasi,
wirausahawan, pemimpin, manajer dan Faktor Lingkungan. Faktor Pribadi
komitmen, dan visi. Faktor Sosiologis meliputi : wirausahawan, pemimpin,
(keluarga/pertemanan) meliputi : jaringan, manajer komitmen, dan visi. Faktor
berkelompok (bantuan, kerjasama, tim), Organisasi meliputi : kelompok, strategi,
orang tua, keluarga, dan model peran. struktur, budaya, dan produk. Faktor
Faktor Lingkungan meliputi : pesaing, Lingkungan meliputi : pesaing,
pelanggan, pemasok, investor, banking, pelanggan, pemasok, investor, banking,
sumberdaya, dan kebijakan pemerintah. sumberdaya, dan kebijakan pemerintah.

Gambar 1. Model Proses Kewirausahaan

Di lingkungan UNISMA Bekasi Model Global Entrepreneuship Monitoring


Proses Kewirausahaan Carol Moore ini (GEM) Report Tahun 2011.
merupakan kerangka proses yang
Bygrave (2004) lebih lanjut
diajarkan pada Bagian Kompetensi
menjelaskan bahwa sesungguhnya ada 3
Karakter Matakuliah Kewirausahaan yang
(tiga) faktor yang membuka jalan bagi
diposisikan sebagai Mata Kuliah Umum
seseorang untuk memulai atau membuka
(MKU) universitas, bersama dengan 3
usaha (menjadi seorang wirausaha), yaitu
MKU lainnya, yakni Pendidikan Agama
pribadi, sosiologis (keluarga), dan
Islam, Komputerisasi, dan Bahasa Inggris.
lingkungan. Faktor lainnya, yaitu
Sementara itu di Fakultas Pertanian
organisasi, merupakan faktor pendukung
UNISMA Bekasi, mata kuliah ini
setelah usaha itu berjalan. Seseorang yang
dikelompokkan sebagai Matakuliah
memulai dengan munculnya idea
Pengembangan Kepribadian (MPK).
(gagasan) dengan cara mencari atau
Dalam perkembangannya, Model Proses
muncul seketika dengan datangnya chance
Kewirausahaan Carol Moore masih
(peluang). Dalam hal ini apakah dia
menjadi esensi Model Proses
meneruskan atau tidak meneruskan
Kewirausahaan yang dikembangkan oleh

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 107


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

gagasannya bergantung pada alternatif merupakan bagian penting bagi seseorang


pertimbangan lainnya, berupa prospek dalam memulai usahanya.
karir yang sedang dijalaninya, keluarga,
teman, model peran yang menjadi Riset Terdahulu tentang Proses
panutannya, situasi ekonomi yang Kewirausahaan
dihadapi saat itu, dan keberadaan sumber Kepedulian terhadap kepentingan
daya yang dapat diakses di sekitarnya. kewirausahaan bagi perkeonomian bangsa
Setelah tahapan inovasi (menggagas) dan dunia, telah melahirkan sebuah
dilalui dan gagasan yang terbentuk berniat konsorsium yang disebut The Global
untuk diteruskan, selanjutnya seseorang Entrepreneurship Monitor (GEM). GEM
memasuki tahapan triggering event dibentuk pada Bulan September 1997
(peristiwa yang mendorong) untuk sebagai inisiatif kerjasama penelitan
membuka usaha. Peristiwa yang Babson College and London Business
mendorong ini bersifat impulsif, sehingga School. Program GEM diikuti oleh 10
dapat menguatkan atau membulatkan negara (Kanada, Pernacis, Jerman, Itali,
tekad untuk memulai usaha di hari Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat,
pertama (inisiasi). diikuti selanjutnya oleh Denmark, Finland,
Sejumlah peristiwa yang mendorong dan Israel), bertambah menjadi 20 (2000),
dapat beragam dan berupa situasi berikut 28 (2001), 37 (2002), dan 69 (2012). Riset
ini : seseorang yang merasakan tidak lagi GEM menggambarkan dan menganalisis
memiliki karir (bekerja) yang prospektif, proses kewirausahaan pada sejumlah
kecewa karena tidak mendapatkan negara, sehingga menjadikan GEM
promosi di tempat kerjanya, berulangkali sebagai organisasi yang berfokus pada
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), pengembangan kewirausahaan sebagai
dan adanya peluang usaha yang dapat salah satu faktor penggerak pertumbuhan
dieksplotasi baik dari lingkungan kerjanya ekonomi sebuah negara, yang kurang
atau keluarganya. Bagi yang lainnya diminati dan diperhatikan baik oleh
peristiwa yang mendorong untuk banyak peneliti maupun para pengambil
membuka usaha bisa saja karena hal itu keputusan, karena kelemahan akurasi data,
sudah merupakan pilihan karir. Pada sehingga data secara komparatif tidak
beberapa kasus yang menjadi trigerring dapat dibandingkan berlaku internasional
event adalah keinginan untuk (Xavier, Kelley, Kew, Herrington, and
mengembangkan konsep, pengetahuan, Vorderwülbecke, 2012). Sampai dengan
keterampilan, impian, harapan, dan Tahun 2012, Indonesia belum menjadi
penguasaan yang ia miliki di tempat bagian objek riset GEM.
kerjanya, tidak bisa diterapkan di tempat Berikut ini disajikan diagram proses
kerjanya, dan hanya bisa dengan membuka kewirausahaan dan definisi operasional
tempat kerja (usaha) baru. Bygrave yang dibuat The Global Entrepreneurship
(2004) menyimpulkan bahwa niat, kiat, Monitor (GEM).
dan talenta berwirausaha bisa dibentuk Pada Gambar 2. tampak ada 5 (lima)
oleh 2 (dua) faktor utama yaitu : personal status dalam proses kewirausahaan, yaitu:
attributes (atribut kepribadian) and 1. Potential Entrepreneur:
environment (lingkungan). Opportunities, Knowledge and Skills:
Schaper dan Volery (2004) Wirausaha potensial yang memiliki
menguatkan bahwa faktor penyentak peluang, pengetahuan, dan keahlian;
(trigger) saat memulai usaha meliputi 3 2. Nascent Entrepreneur: Involved in
(tiga) hal, yaitu material rewards, Setting Up a Business: Wirausaha
creativity, dan desire for autonomy. yang sedang dalam memulai usaha;
Sementara itu Hisrich, Peters, dan Shepard 3. Owner-Manager of a New Business
(2013) menyatakan bahwa kepribadian (up to 3.5 years old): Pemilik-
yang dilandasi komitmen untuk segera pengelola usaha baru, yang sedang
beraksi atas potensi peluang usaha berjalan sampai dengan 3,5 tahun;

108 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Gambar 2. Proses Kewirausahaan dan Definisi Operasional GEM (GEM Report, 2010)

4. Owner-Manager of an Established 1962; Casson, 1982; Audretsch, 1997).


Business (more than 3.5 years old): Dollinger (1995) menyatakan bahwa
Pemilik-pengelola usaha yang sedang adanya faktor positive pull berupa segala
berjalan lebih dari 3,5 tahun; dan sesuatu yang menarik sehingga seseorang
5. Discontinuation of Business: Usaha tergerak menjadi seorang wirausaha
yang tidak berlanjut. (misalnya karena adanya orang lain yang
mau bermitra, orang tua, pelanggan, dan
Kelima status itu melalui 3 (tiga) fase, lainnya) dan positive push yang
yaitu Phase Conception atau fase mendorong sehingga seseorang tergerak
konsepsi, Firm Birth atau fase kelahiran menjadi seorang wirausaha (misalnya
usaha, dan Persistence atau fase karena ada situasi atau peristiwa pahit
berlanjutnya usaha. dihadapi atau dirasakan orang tersebut dan
Menurut Shane (2002), riset terhadap lainnya). Selain itu ada situasi yang
kewirausahaan umumnya menyangkut 3 disebut dengan istilah negative
(tiga) dimensi penting, yaitu : dimensi displacement dan between things yang
internal pribadi wirausahanya, atmosfir menjadi faktor mempengaruhi seseorang
kewirausahaan di lingkungannya, dan untuk memulai kegiatan wirausaha;
interaksi antar keduanya. Pemikiran negative displacement merujuk pada
akademis yang telah dilakukan dan situasi seseorang yang merasa dirinya
menghasilkan kerangka teori termarjinalkan oleh masyarakatnya,
kewirausahaan masih berada pada tahapan misalnya karena dipecat dari pekerjaan
awal. Sejumlah peneliti telah berupaya atau tidak puas dengan situasi pekerjaan
untuk mengenali dimensi internal pribadi saat ini, dan peristiwa lainnya, sedangkan
wirausahanya dengan melakukan kajian between things merujuk pada situasi
terhadap bakat, kepribadian, kegemaran, peralihan tahapan hidup yang dialami
dan perilaku (Kihlstrom dan Laffont, seseorang, misalnya karena ditinggal
1979; McClelland, 1961; Shaver dan pasangan hidup, kematian orang tua, dan
Scott, 1991), dengan penyimpulan bahwa situasi lain yang serupa. Keputusan yang
mereka yang bergerak menjadi wirausaha diambil oleh seseorang untuk
dimotivasi oleh faktor perolehan insentif berwirausaha perlu memasukkan 2 (dua)
ekonomi dan faktor psikologis. Peneliti faktor sekaligus, yakni faktor endogen
lainnya mengungkapkan bagaimana faktor yang berkaitan dengan pribadi
lingkungan mempengaruhi keputusan wirausahanya maupun faktor eksogen
individu mengembangkan usaha baru yang berkaitan dengan lingkungan dan
dengan melihat peluang atau daya tarik situasi perekonomian yang dihadapinya
pasar, perubahan yang terjadi pada saat itu (Dunn, 2006).
pekerjaan, dan perubaban struktur Sementara itu Praag (1999) telah
organisasi tempat mereka bekerja (Arrow, merangkum sejumlah hasil studi empiris

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 109


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

tentang sejumlah faktor yang bekal keterampilan yang diperlukan bagi


mempengaruhi proses kewirausahaan seorang wirausaha untuk menghadapi
dibandingkan dengan teori klasik situasi tertentu yang tidak diharapkan
kewirausahaan. Data yang ditampilkan dalam menjalankan usaha. Wirausaha
memuat sejumlah sampel wirausaha di yang terdidik memiliki tingkat percaya diri
Amerika Serikat dan Belanda, dalam 2 dan efikasi yang lebih tinggi, kedua hal itu
(dua) status yaitu saat memulai usaha dan akan lebih meningkatkan kemampuannya
meraih sukses usaha, yang digambarkan untuk mengamati dan mengejar peluang
pada tabel 2. (Robinson dan Sexton, 1994). Orang yang
berpendidikan lebih tinggi juga memiliki
Faktor Pribadi, Sosiologi, dan kemampuan untuk mencari informasi
Lingkungan dalam Memulai Usaha tentang peluang usaha yang diminatinya.
Bandura (1977: 2) mendefinisikan
Faktor Pribadi efikasi diri sebagai kepercayaan seseorang
Menurut Moore (1986) yang termasuk atas kemampuan dirinya untuk
faktor pribadi yang mempengaruhi menyelesaikan suatu pekerjaan. Atau
seseorang untuk memulai usaha adalah : dengan kata lain, kondisi motivasi
a. Knowledge (Pengetahuan) seseorang yang lebih didasarkan pada apa
b. Experience (Pengalaman) yang mereka percaya daripada apa yang
c. Personal value (Nilai, Persepsi, Hobi) secara objektif benar. Persepsi pribadi
d. Achievement (Pencapaian) seperti ini memegang peranan penting
e. Risk Taking (Pertimbangan risiko) dalam pengembangan intensi seseorang.
f. Job loss (Pengangguran) Senada dengan hal tersebut, Cromie
g. Job dissatisfaction (Ketidakpuasan (2000) menjelaskan bahwa efikasi diri
kerja) mempengaruhi kepercayaan seseorang
h. Age (Umur) pada tercapai atau tidaknya tujuan yang
Commitment (Komitmen) sudah ditetapkan.
Pendidikan memberikan pengaruh yang Intensi kewirausahaan dapat diartikan
besar terhadap keputusan seseorang untuk sebagai proses pencarian informasi yang
terjun ke dunia usaha dan berusaha dapat digunakan untuk mencapai tujuan
mandiri (Morris dan Lewis, 1995; Rees pembentukan suatu usaha (Katz dan
dan Shah, 1986; Robinson dan Sexton, Gartner, 1988). Seseorang dengan intensi
1994) karena pendidikan memberikan untuk memulai usaha akan memiliki
Tabel 2.
Perbandingan Hasil Studi Empiris dengan Teori Klasik Kewirausahaan
tentang Faktor yang Mempengaruhi Proses Kewirausahaan
Memulai Meraih Sukses
Determinan Sampel di Sampel Sampel di Sampel
Belanda di AS Belanda di AS
Kesediaan/Keberanian Menghadapi Risiko
– t.s. t.s. t.s.
Ketidakpastian
Memiliki modal t.s. + t.s. 0
I.Q. + t.s. 0 t.s.
Ayahnya berusaha sendiri + t.s. 0 t.s.
Variabel latar belakang keluarga lainnya *) 0 0 0 0
Usia t.s. 0 - +
Pendidikan + - + 0
Pengalaman bekerja sendiri t.s. + t.s. 0
Pengalaman dalam industri usaha sejenis t.s. t.s. t.s. +
Pengalaman dalam pekerjaan t.s. t.s. t.s. +
Memulai saat menganggur t.s. t.s. t.s. -
Termotivasi karena ada tantangan t.s. t.s. + t.s.
Kehormatan diri t.s. 0 t.s. 0
Keterangan :
+ menunjukkan pengaruh positif yang nyata; - menunjukkan pengaruh negatif yang nyata; 0 menunjukkan pengaruh tidak
nyata; t.s. variabel tidak tersedia pada sampel yang diamati atau tidak dapat dihitung atau tidak diketahui saat memasuki
proses kewirausahaan; *) Variables yang menunjukkan apakah ada faktor determinan orang tua dalam keluarga,
menyangkut pendidikan, status sosial rumah tangga, dan daerah.

110 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

kesiapan dan kemajuan yang lebih baik penelitian yang dilakukan oleh Mazzarol
dalam usaha yang dijalankan et al., (1999) membuktikan bahwa
dibandingkan seseorang tanpa intensi seseorang yang pernah bekerja di sektor
untuk memulai usaha. Seperti yang pemerintahan cenderung kurang sukses
dinyatakan oleh Krueger dan Carsrud untuk memulai usaha. Namun, Mazzarol et
(1993), intensi telah terbukti menjadi al., (1999) tidak menganalisis hubungan
prediktor yang terbaik bagi perilaku antara pengalaman kerja di sektor swasta
kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi terhadap intensi kewirausahaan.
dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar Faktor-faktor yang berhubungan
yang masuk akal untuk memahami siapa- dengan pengalaman bekerja juga
siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo berdampak pada akitivitas kewirausahaan.
dan Wong, 2006). Banyak orang yang merasakan tidak puas
Latar belakang pendidikan seseorang dengan pengalaman kerjanya akan
terutama yang terkait dengan bidang mendorong mereka memasuki dunia usaha
usaha, seperti bisnis dan manajemen atau (Amit dan Muller, 1995). Alasan-alasan
ekonomi dipercaya akan mempengaruhi tertentu sehingga seseorang menganggur
keinginan dan minatnya untuk memulai (misalnya karena meninggalkan pekerjaan
usaha baru di masa mendatang. Sebuah atau sedang berusaha mencari pekerjaan
studi dari India membuktikan bahwa latar baru yang lebih cocok) atau ketidakpuasan
belakang pendidikan menjadi salah satu terhadap tempat kerjanya pada akhirnya
penentu penting intensi kewirausahaan dan akan mendorong seseorang untuk
kesuksesan usaha yang dijalankan (Sinha, mengambil keputusan mendirikan usaha
1996). Penelitian lain, Lee (1997) yang secara mandiri. Morris dan Lewis (1995)
mengkaji perempuan wirausaha mengamati bahwa mayoritas wirausaha
menemukan bahwa perempuan (59%) sedang mengalami situasi yang
berpendidikan universitas mempunyai tidak menyenangkan dalam hidupnya saat
kebutuhan akan prestasi yang tinggi untuk mereka memulai usaha, walaupun
menjadi wirausaha. Hasil penelitian yang sebelumnya mereka tidak tahu produk apa
dilakukan oleh Sinha (1996) di India, yang akan dibuat atau dijual, atau jasa apa
menunjukkan bahwa hampir sebagian yang akan diusahakan. Meskipun dampak
besar wirausaha yang sukses adalah ketidakpuasan selama bekerja itu negatif,
mereka yang berusia relatif muda. Hal ini Brockhaus (1980) mendapatkan
senada dengan Reynolds et al., (2000) kesimpulan bahwa semakin besar
yang menyatakan bahwa seseorang berusia pengalaman ketidakpuasan seseorang
25-44 tahun adalah usia-usia paling aktif dalam bekerja akan meningkatkan daya
untuk berwirausaha di negara-negara juang untuk mencapai keberhasilan
barat. Hasil penelitian terbaru terhadap sebagai seorang wirausaha.
wirausaha warnet di Indonesia McClelland (1961, 1971) telah
membuktikan bahwa usia wirausaha memperkenalkan konsep kebutuhan
berkorelasi signifikan terhadap kesuksesan berprestasi sebagai salah satu motif
usaha yang dijalankan (Kristiansen et al., psikologis. Kebutuhan berprestasi dapat
2003). Senada dengan hal itu, Dalton dan diartikan sebagai suatu kesatuan watak
Holloway (1989) membuktikan bahwa yang memotivasi seseorang untuk
banyak calon wirausaha yang telah menghadapi tantangan mencapai
mendapat tanggung jawab besar pada saat kesuksesan dan keunggulan (Lee, 1997:
berusia muda, bahkan layaknya seperti 103). Lebih lanjut, McClelland (1976)
menjalankan usaha baru. menegaskan bahwa kebutuhan berprestasi
Kolvereid (1996) menemukan bahwa sebagai salah satu karakteristik
seseorang yang memiliki pengalaman kepribadian seseorang yang akan
bekerja mempunyai intensi kewirausahaan mendorong seseorang untuk memiliki
yang lebih tinggi dibandingkan mereka intensi kewirausahaan.
yang tidak pernah bekerja sebelumnya. Menurutnya, ada 3 (tiga) atribut yang
Sebaliknya, secara lebih spesifik, melekat pada seseorang yang mempunyai

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 111


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

kebutuhan berprestasi yang tinggi, yaitu terhadap sebuah usaha, maka dapat
(a) menyukai tanggung jawab pribadi dipastikan orang tersebut mempunyai
dalam mengambil keputusan, (b) mau gambaran yang baik tentang
mengambil resiko sesuai dengan kewirausahaan.
kemampuannya, dan (c) memiliki minat Sejumlah peneliti telah mengamati dan
untuk selalu belajar dari keputusan yang menemukan bahwa pengaruh keluarga
telah diambil. Hasil penelitian Scapinello bersifat positif dalam membentuk
(1989) menunjukkan bahwa seseorang kewirausahaan dalam diri seseorang
dengan tingkat kebutuhan berprestasi yang (Matthews dan Moser, 1996; Morris dan
tinggi kurang dapat menerima kegagalan Lewis, 1995). Para wirausaha dengan
daripada mereka dengan kebutuhan latar belakang keluarga yang telah
prestasi rendah. Dengan kata lain, menekuni dunia usaha akan lebih siap
kebutuhan berprestasi berpengaruh pada menghadapi situasi yang tidak diharapkan
atribut kesuksesan dan kegagalan. Sejalan dalam berusaha karena mereka dalam
dengan hal tersebut, Sengupta dan kehidupan sehari-harinya telah terbiasa
Debnath (1994) dalam penelitiannya di dihadapkan pada risiko-risiko usaha dan
India menemukan bahwa kebutuhan mereka memiliki pemahaman yang lebih
berprestasi berpengaruh besar dalam baik tentang konsekuensi yang harus
tingkat kesuksesan seorang wirausaha. dihadapi dalam menjalankan usaha. Para
Lebih spesifik, kebutuhan berprestasi juga wirausaha yang berlatarbelakang keluarga
dapat mendorong kemampuan pengusaha umumnya lebih siaga dan siap
pengambilan keputusan dan menghadapi risiko situasi jika harus
kecenderungan untuk mengambil risiko berakhir dengan penutupan usaha.
seorang wirausaha. Semakin tinggi Selanjutnya, keluarga pengusaha yang
kebutuhan berprestasi seorang wirausaha, berhasil akan mempengaruhi keputusan
semakin banyak keputusan tepat yang seseorang (di lingkungan keluarganya)
dapat diambil. Wirausaha dengan untuk menjadi seorang wirausaha (Scott
kebutuhan berprestasi tinggi adalah dan Twomey, 1988; Wang dan Wong,
pengambil risiko yang moderat dan 2004). Pengalaman keluarga mengelola
menyukai hal-hal yang menyediakan usaha yang dilakukan secara turun
balikan yang tepat dan cepat. temurun akan mendorong hasrat anak-
anak di lingkungan keluarganya untuk
Faktor Sosiologi membuka usahanya sendiri kelak di
Menurut Moore (1986) yang termasuk kemudian hari (Brown, 1990).
sosiologi yang mempengaruhi seseorang
untuk memulai usaha adalah : Faktor Lingkungan
a. Networks (Jaringan) Menurut Moore (1986) yang termasuk
b. Teams (Tim) lingkungan yang mempengaruhi seseorang
c. Parents (Orang tua) untuk memulai usaha adalah :
d. Family (Keluarga) a. Opportunities (Peluang)
e. Role models internal (Model internal) b. Role models external (Model
Scott dan Twomey (1988) meneliti eksternal)
beberapa faktor seperti pengaruh orang tua c. Creativity (Kreativitas)
dan pengalaman kerja yang akan d. Competition (Bersaing)
mempengaruhi persepsi seseorang e. Resources (Sumber daya input)
terhadap suatu usaha dan sikap orang f. Incubator (Inkubator)
tersebut terhadap keinginannya untuk g. Government policy (Kebijakan
menjadi karyawan atau wirausaha. Lebih pemerintah)
lanjut, mereka menyebutkan bahwa jika Akses kepada modal merupakan
kondisi lingkungan sosial seseorang pada hambatan klasik terutama dalam memulai
saat dia berusia muda kondusif untuk usaha-usaha baru, setidaknya terjadi di
kewirausahaan dan seseorang tersebut negara-negara berkembang dengan
memiliki pengalaman yang positif dukungan lembaga-lembaga penyedia

112 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

keuangan yang tidak begitu kuat (Indarti, pihak lain; b) pertukaran barang dan jasa
2004). Studi empiris terdahulu dari dua belah pihak; dan c) muatan
menyebutkan bahwa kesulitan dalam normatif atau ekspektasi yang dimiliki
mendapatkan akses modal, skim kredit, oleh seseorang terhadap orang lain karena
dan kendala sistem keuangan dipandang karakter-karakter atau atribut khusus yang
sebagai hambatan utama dalam ada. Bagi wirausaha, jaringan merupakan
kesuksesan usaha menurut calon-calon alat mengurangi resiko dan biaya transaksi
wirausaha di negara-negara berkembang serta memperbaiki akses terhadap ide-ide
(Marsden, 1992; Meier dan Pilgrim, 1994; bisnis, informasi dan modal (Aldrich dan
Steel, 1994). Di negara-negara maju di Zimmer, 1986). Hal senada diungkap oleh
mana infrastruktur keuangan sangat Kristiansen (2003) yang menjelaskan
efisien, akses kepada modal juga bahwa jaringan sosial terdiri dari
dipersepsikan sebagai hambatan untuk hubungan formal dan informal antara
menjadi pilihan wirausaha karena pelaku utama dan pendukung dalam satu
tingginya hambatan masuk untuk lingkaran terkait dan menggambarkan
mendapatkan modal yang besar terhadap jalur bagi wirausaha untuk mendapatkan
rasio tenaga kerja pada banyak industri akses kepada sumber daya yang
yang ada. Penelitian relatif baru diperlukan dalam pendirian,
menyebutkan bahwa akses kepada modal perkembangan dan kesuksesan usaha.
menjadi salah satu penentu kesuksesan Adanya aktivitas kewirausahaan dapat
suatu usaha (Kristiansen et al., 2003; dikenali pada budidaya ikan di Jawa
Indarti, 2004). Tengah. Karakteristik kewirausahaan
Ketersediaan informasi usaha pada budidaya ikan dimaksud berupa
merupakan faktor penting yang inovasi yang dikembangkan para
mendorong keinginan seseorang untuk pelakunya mengemas produk baru dalam
membuka usaha baru (Indarti, 2004) dan menjual hasil panen ikan, selain dalam
faktor kritikal bagi pertumbuhan dan bentuk ikan segar, juga sudah ada produk
keberlangsungan usaha (Duh, 2003; dalam bentuk produk yang dibekukan,
Kristiansen, 2002b; Mead dan Liedholm, dikeringkan, diasapkan, dan difermentasi
1998; Swierczek dan Ha, 2003). Penelitian (Heruwati 2002). Elfitasari (2010) lebih
yang dilakukan oleh Singh dan Krishna lanjut telah meneliti bagaimana aktivitas
(1994) di India membuktikan bahwa kewirausahaan dijalani para pelaku usaha
keinginan yang kuat untuk memperoleh kecil budidaya ikan sebagai kiat dan upaya
informasi adalah salah satu karakter utama mereka meningkatkan pendapatan dan
seorang wirausaha. Pencarian informasi keberlanjutan pemasaran produknya, di
mengacu pada frekuensi kontak yang Jawa Tengah.
dibuat oleh seseorang dengan berbagai
sumber informasi. Hasil dari aktivitas METODE PENELITIAN
tersebut sering tergantung pada Unit Analisis
ketersediaan informasi, baik melalui usaha Unit analisis dalam penelitian ini
sendiri atau sebagai bagian dari sumber adalah wirausaha ikan hias.
daya sosial dan jaringan. Ketersediaan
informasi baru akan tergantung pada Populasi dan Sampel Penelitian
karakteristik seseorang, seperti tingkat Populasi penelitian ini adalah seluruh
pendidikan dan kualitas infrastruktur, wirausaha ikan hias yang berdomisili dan
meliputi cakupan media dan sistem melakukan usahanya di Kota Bekasi.
telekomunikasi (Kristiansen, 2002b). Berdasarkan data Asosiasi Ikan Hias
Mazzarol et al. (1999) menyebutkan Bekasi, diperkirakan ada 500 pelaku usaha
bahwa jaringan sosial mempengaruhi ikan hias di Kota Bekasi. Namun hasil
intensi kewirausahaan. Jaringan sosial pengamatan saat survey pendahuluan,
didefinisikan sebagai hubungan antara dua tercatat hanya sekitar 375 saja yang
orang yang mencakup a) komunikasi atau menjalankan usahanya secara mandiri.
penyampaian informasi dari satu pihak ke

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 113


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Singarimbun dan Effendi (2006) Model Penelitian


mengungkapkan bahwa besarnya sampel Model penelitian dan pengujian
tidak boleh kurang dari 5% dari populasi hipotesis menggunakan Multivariate
yang ada, dengan kriteria ini maka sampel Structural Equation Modeling (SEM).
penelitian yang sesuai adalah 18,75 atau SEM dalam penelitian ini dianalisis
19 (dibulatkan). Sedangkan bila sampel dengan menggunakan software Smart
dihitung dengan menggunakan rumus Partial Least Square (SmartPLS) dengan
Slovin dalam Sekaran (2003) sebagai alasan metode analisis ini powerfull, tidak
berikut: didasarkan pada banyak asumsi (Wold
; n adalah sampel, N populasi, (1985) dalam Ghozali (2006)) dan
memiliki kelebihan lain, seperti: data tidak
dan e adalah presisi yang digunakan.
harus terdistribusi normal; jumlah sampel
Jumlah populasi dalam penelitian ini
boleh sedikit (tidak harus besar); dapat
sebanyak 375 orang. Presisi yang diambil
digunakan untuk mengkonfirmasi teori;
sekitar 10 hingga 20%. Namun dalam
dapat digunakan untuk menjelaskan ada
penelitian ini presisi pengambilan sampel
tidaknya hubungan antar variabel laten;
20%. Sehingga diperoleh:
dan dapat menganalisis konstruk yang
dibentuk dengan indikator reflektif dan
Untuk meyesuaikan dengan normatif formatif.
Structural Equation Modeling (SEM), Pengaruh faktor pribadi, lingkungan, dan
sampel penelitian ditambah sehingga sosiologi pada tahap inisiasi (triggering
menjadi 30 wirausaha. Sampel ditentukan event) proses kewirausahaan
dengan menggunakan metode non menggunakan model Carol Moore dalam
probability sampling yaitu teknik Pearce dan Robinson (1986). Hubungan
convenience sampling yang dilakukan dan pengaruh faktor-faktor tersebut
dengan cara memilih unit-unit analisis digambarkan pada Gambar 4.
yang dianggap sesuai, berdasarkan
pertimbangan sebaran sampel dan Metode Analisis
kesediaan sampel untuk diteliti. Pengujian Reliabilitas dan Validitas
Kriteria seleksi sampel adalah sebagai Instrumen
berikut: Untuk mengukur sah atau valid
1. Wirausaha ikan hias yang beroperasi - tidaknya kuesioner (reliabilitas
berdomisili dan melakukan usahanya- instrumen) dalam penelitian ini
di Kota Bekasi: menggunakan uji Cronbach Alpha.
2. Wirausaha yang telah memulai dan Dikatakan valin jika nila Cronbach Alpha
menjalankan usaha atau sedang > 0,5. Sedangkan untuk menilai valid
menjalankan usaha ikan hias di Kota (sah) tidaknya suatu kuesioner (validitas
Bekasi lebih dari 3,5 tahun. instrumen) digunakan Confirmatory
Factor Analysis (CFA). Apabila semua
Data loading dari konstruk laten menunjukkan
Data yang digunakan adalah data sekunder hasil yang signifikan maka masing-masing
dari Pemerintah Kota Bekasi, BPS dan indikator pertanyaan adalah valid. Uji
sumber lainnya. Sedangkan data primer validitas dapat juga dengan melakukan
yang diperoleh dari hasil survey dengan Korelasi Bivariate antar masing-masing
menggunakan kuesioner. skor indikator total kunstruk. Apabila
korelasi total konstruk menunjukkan hasil
Variabel, Indikator Variabel, dan yang signifikan, maka masing-masing
Pengukurannya indikator dinyatakan valid.
Variabel, indikator variabel , dan
pengukurannya dalam penelitian ini
disajikan pada tabel di bawah

114 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Tabel 3. Variabel, Indikator Variabel, dan Pengukurannya


No Variabel Laten Indikator Variabel Pengukuran
(Skala Likert)
1 Faktor Pribadi 1. Konowledge (Pengetahuan)
(variabel bebas) 2. Experience (Pengalaman)
3. Personal value (Nilai, persepsi, hobi)
4. Achievement (Pencapaian)
5. Risk Taking (Pertimbangan Risiko)
6. Jobb Loss (Pengangguran)
7. Job Dissatisfaction (Ketidakpuasan Kerja)
Pengukuran untuk semua variabel
8. Age (Umur)
bebas sebagai berikut:
9. Commitment (Komitmen).
2 Faktor Lingkungan 1. Opportunities (Peluang)
SS= Sangat Setuju = skor 4;
(variabel bebas) 2. Role Models External (Model Eksternal)
S= Setuju = skor 3;
3. Creativity (Kreativitas)
CS= Cukup Setuju= skor 2;
4. Competition (Bersaing)
TS= Tidak Setuju = skor 1.
5. Resources (Sumberdaya input)
6. Incubator (Inkubator)
7. Government Policy (Kebijakan Pemerintah)
3 Sosiologi 1. Networks (Jaringan)
(variabel bebas) 2. Teams (Tim)
3. Parents (Orang Tua)
4. Family (Keluarga)
5. Role Models Internal (Model Internal)
4 Tahap Inisiasi atau 1. Memulai secara terencana Pengukuran untuk variabel terikat:
triggering event Proses 2. Memulai dengan ketersediaan/ kelengkapan  Pernyataan 1=SB (Sangat Baik) =
Kewirausahaan sarana standar. skor 4;
(variabel terikat) 3. Memulai dengan dukungan modal orang  Pernyataan 2= B (Baik) = skor 3;
lain  Pernyataan3= CB (Cukup Baik)=
4. Memulai dengan pertimbangan/perhitungan skor 2;
risiko  Pernyataan 4=TB (Tidak Baik)=
5. Memulai dengan potensi pasar. skor 1.

Gambar 4. Model Persamaan Struktural Faktor Pribadi, Lingkungan, dan Sosiologi


pada Tahap Inisiasi (Triggering Event) Proses Kewirausahaan

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 115


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Statistik Deskriptif
Analisis stastistik deskriptif ditujukan
untuk memberikan gambaran mengenai dimana:
demografi dan memperjelas deskripsi AVE= Average Variance Extracted
responden. Gambaran tersebut meliputi = component loading indicator
ukuran kecenderungan sentral seperti rata-
= error indicator
rata, median, modus, dan standar deviasi.
= 1-
Pengujian Hipotesis Jika nilai AVE setiap konstruk lebih
Hipotesis diuji dengan menggunakan besar daripada nilai korelasi antara
software Smart Partial Least Square konstruk yang satu dengan konstruk
(SmartPLS). PLS adalah model lainnya dalam model, maka dikatakan
persamaan struktural (Structural Equation memiliki nilai Discriminant Validity
Modeling, SEM) yang berbasis komponen yang baik (Fornell dan Larcker, 1981
atau varian dan lebih bersifat predictive
dalam Ghozali 2006).
model. Hal ini berbeda dengan SEM yang
berbasis kovarian untuk menguji c) Composite Reliability blok indikator
kausalitas atau teori (Ghozali, 2006). yang mengukur suatu konstruk. Untuk
Dalam PLS ada dua penilaian model, yaitu menilai reliabilitas gabungan
penilaian model pengukuran dan penilaian (composite reliability) untuk tiap-tiap
model struktural, sebagai berikut: variabel laten (sering disebut construct
reliability), dapat digunakan rumus
1. Penilaian Model Pengukuran composite reliability berikut:
(Measurement Model atau Outer
Model)
Terdapat tiga kriteria untuk menilai dimana:
model pengukuran atau measurement = composite reliability
model atau outer model yaitu: Convergent = (component) loading indicator
Validity, Discriminant Validity, dan = error indicator
Composite Reliability. Secara rinci kriteria = 1-
dimaksud dapat dijelaskan pada bagian di
bawah ini: Menurut Bagozzi dan Yi (1988)
a) Convergent Validity dari model dalam Ghozali dan Fuad (2008)
pengukuran dengan refleksif indikator tingkat cut-off untuk dapat
dinilai berdasarkan korelasi antara mengatakan composite reliability
item score/componen score yang cukup bagus adalah 0.6, dimana
dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif indikator variabel memberikan
individual dikatakan tinggi jika ukuran yang reliabel untuk variabel
berkorelasi lebih dari 0,70 dengan latennya.
konstruk yang diukur.
b) Discriminant Validity dari model 2. Penilaian Model Struktural
pengukuran dengan refleksif indikator (Structural Model atau Inner Model)
dinilai berdasarkan Cross Loading Pengujian model struktural atau
pengukuran dengan konstruk. Cara structural model atau inner model
lain menilai Discriminant Validity dilakukan untuk melihat hubungan antara
adalah dengan membandingkan nilai konstruk, nilai signifikansi, dan dari
Average Variance Extracted (AVE) model penelitian. Menilai model struktural
setiap konstruk dengan korelasi antara dengan PLS dimulai dengan melihat
konstruk yang satu dengan konstruk untuk setiap variabel laten dependen.
lainnya dalam model. Menghitung Perubahan nilai dapat digunakan untuk
AVE dengan rumus sbb.: menilai pengaruh variabel laten bebas
tertentu terhadap variabel laten tak bebas.

116 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Besarnya dihitung dengan rumus HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


berikut ini: Sekilas Perekonomian Kota Bekasi
Orientasi pembangunan ekonomi Kota
Bekasi dalam pembangunan jangka
panjang dihadapkan pada tantangan untuk
dimana :
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
= dari variabel laten
cukup tinggi secara berkelanjutan untuk
dependen ketika prediktor variabel laten memperluas kesempatan berusaha dan
digunakan dalam persamaan struktural. lapangan kerja, meningkatkan
= dari variabel laten kesejahteraan, dan mengurangi jumlah
dependen ketika prediktor variabel laten keluarga miskin. Untuk dapat menjawab
dikeluarkan di dalam persamaan tantangan dimaksud dan dengan tujuan
struktural. untuk tetap dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap pertumbuhan
Kriteria Pengambilan Keputusan ekonomi Provinsi Jawa Barat dan
Penerimaan dan Penolakan Hipotesis perekonomian nasional, maka laju
Pengambilan keputusan atas pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi harus
penerimaan atau penolakan hipotesis mampu dipacu pada kisaran 6-9 % per
dilakukan dengan melihat nilai outer tahun.
weight dan inner weightnya. Nilai outer Sampai dengan Tahun 2020 diprediksi
weight masing-masing indikator dan nilai bahwa sektor industri pengolahan,
inner weight dari hubungan antar variabel perdagangan, hotel, dan restoran,
laten harus menunjukkan arah positif dan pengangkutan dan komunikasi, dan jasa-
signifikan. Kriteria penerimaan dan jasa yang saat ini merupakan 4 (empat)
penolakan hipotesis pada masing-masing sektor utama terhadap pembentukan
uji (satu sisi atau dua sisi) dapat dilihat PDRB Kota Bekasi (lebih dari 80 %),
pada tabel 4. diperkirakan akan mengalami pergeseran
dalam jangka panjang. Diprediksi
Hipotesis penelitian: penurunan kontribusi industri pengolahan
Berdasarkan uraian di atas, proses terhadap Produk Domestik Regional Bruto
kewirausahaan seorang wirausaha pada (PDRB) Kota Bekasi akan terus berlanjut,
tahap inisisasi (triggering event) sementara sektor perdagangan, hotel, dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang restoran dan sektor jasa diprediksi
terdiri dari faktor pribadi, lingkungan, dan mengalami kenaikan kontribusinya
sosiologi. Faktor-faktor tersebut dapat terhadap PDRB Kota Bekasi.
berpengaruh secara positif/negatif Seiring dengan era perdagangan bebas,
terhadap proses kewirausahaan seorang peningkatan daya saing ekonomi
wirausaha menjadi faktor penentu bagi keberlanjutan
pembangunan ekonomi daerah. Penguatan
usaha menengah, kecil, dan mikro perlu

Tabel 4. Kriteria Penerimaan dan Penolakan hipotesis


Outer weight dan Uji t-stat p-value Keputusan
Inner weight
One-tailed > 1.282 p < 0.10 H1 diterima
(uji satu sisi/ekor) >1.645 p < 0.05 H1 diterima
>2.326 p < 0.01 H1 diterima
> 0.5 (positif)
Two-tailed >1.645 p < 0.10 H1 diterima
(uji dua sisi/ekor) >1.960 p < 0.05 H1 diterima
> 2.576 p < 0.01 H1 diterima

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 117


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

didorong berperan menjadi penggerak sama dengan AIHB. Pameran diikuti 19


pertumbuhan ekonomi daerah. Jenis usaha stand pelaku usaha, terdiri dari 12 stand
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah koordiantor wilayah kecamatan se-Kota
(UMKM) lokal yang dapat diandalkan Bekasi dan 7 stand peserta pelaku usaha
untuk dikembangkan di masa depan bagi mandiri. Jumlah pengunjungnya mencapai
Kota Bekasi adalah pembuatan boneka, 10 ribu orang yang berasal dari
konveksi, furniture, handycraft, makanan Jabodetabek, Karawang, Purwakarta,
dan minuman, sepatu dan sandal, ikan Subang, Bandung, Sukabumi, dan luar
hias, dan tanaman hias. Provinsi, yakni Banten, Yogyakarta, Jawa
Tengah, Sumatera Barat, dan Aceh.
Sekilas Keragaan Usaha Ikan Hias di Pameran juga disaksikan pengunjung dari
Kota Bekasi luar negeri, yakni Filipina, Malaysia,
Di Kota Bekasi telah terbentuk Singapura, dan utusan dari salah satu
Asosiasi Ikan Hias Bekasi (AIHB), pada eksportir Amerika Serikat.
Tanggal 8 Mei 2012, yang dipimpin oleh Terdapat sekitar 20 jenis ikan hias asal
Atep Setiawan, berkedudukan di Jalan Indonesia dan negara lain, yang
Laskar No. 33 Rt 01/02 Pekayon Jaya, dibudidayakan dengan baik di Kota
Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Anggota Bekasi, seperti Blackghost, Palmas
Asosiasi Ikan Hias Bekasi meliputi pelaku (Sinegalus, Albino, Endichery, Delhesi,
usaha ikan hias di Kota Bekasi dan Orna), Corydoras (Panda, Sterbai, Albino,
Kabupaten Bekasi. Kelembagaan pelaku Aenes, Paleatus, Metae), Congo, Rainbow,
usaha ikan hias di Kota Bekasi juga secara Bosemani, Furkata, Tetra, Oscar, Manvis,
khusus telah diwadahi Koperasi Peternak Cupang, Arwana, dan lain-lain. Para
Ikan Hias (KPIH) Candrabhaga yang pelaku usaha (wirausaha) ikan hias telah
berdiri pada Tahun 2010, KPIH berkembang di Kota Bekasi, bahkan Kota
Candrabhaga dibentuk sebagai hasil dari Bekasi disebut – sebut sebagai kota
beberapa kali pembahasan sejak Tahun eksportir ikan hias di Indonesia,
2008 dan 2009, berkedudukan di Jalan diperkirakan ada 500 pelaku usaha ikan
Dewi Sartika Gang Ceremai 1 RT03/RW hias di Kota Bekasi dengan produksi 8,12
07 Kelurahan Margahayu Kecamatan juta ekor dengan perolehan Rp 8,9 milyar/
Bekasi Timur, Kecamatan Bekasi Timur, tahun. Kota Bekasi juga pernah
Kota Bekasi, saat ini dipimpin oleh Drs. memperoleh kompetisi program
Ali Anwar. pendanaan kompetisi – indeks
Sebuah kegiatan yang berskala nasional pembangunan manusia (PPK-IPM) tahun
dalam rangka pengembangan ikan hias 2007 dan 2008 untuk peningkatan indeks
telah diselenggarakan di Kota Bekasi, daya beli masyarakat melalui
yaitu “FORUM BUDIDAYA IKAN pengembangan UMKM peternak ikan
HIAS” dengan Tema ”Strategi hias, UMKM pengrajin boneka, dan
Industrialisasi Ikan Hias Berbasis UMKM pengolah limbah plastik. Banyak
Pengelolaan Sumberdaya Alam” yang pihak berharap potensi agribisnis ikan hias
diselenggarakan di Hotel Horison Bekasi, ini semakin berkembang dengan
Jawa Barat pada Tanggal 19-21 April peningkatan skala usaha dan penguatan
2013 oleh Direktorat Jenderal Perikanan pelaku usahanya (menyangkut kapasitas
Budidaya, Kementerian Kelautan dan dan jumlah pelaku usaha).
Perikanan, Hotel Horison Bekasi, 19-21 Sementara itu hasil pengamatan di
April 2013. Kegiatan pengembangan lapangan sejumlah pelaku usaha ikan hias
budidaya ikan hias lainnya adalah menghadapi sejumlah kendala
penyelenggaraan pameran ikan hias sebagaimana yang dikeluhkan oleh pelaku
dengan nama AQUABEX 2013, di Bekasi usaha ikan hias sendiri berupa sulitnya
Square, Jalan Ahmad Yani, Kota Bekasi, memperoleh tambahan modal, tidak
pada Tanggal 10-16 Juni 2013. Pameran adanya fasilitas pembenihan, dan
ini diselenggarakan oleh Dinas permasalahan lainnya. Beberapa pelaku
Perekonomian Rakyat Kota Bekasi bekerja ikan hias di Kota Bekasi sudah

118 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

menghentikan kegiatan usahanya dan hal itu, Dalton dan Holloway (1989)
kembali menekuni usaha ikan konsumsi membuktikan bahwa banyak calon
yang sudah dilakukan sebelum mereka wirausaha yang telah mendapat tanggung
mencoba bisnis ikan hias. Menurut jawab besar pada saat berusia muda,
keterangan dari berbagai sumber yang ada bahkan layaknya seperti menjalankan
jumlah pelaku ikan hias saat ini hanya usaha baru.
tinggal 200 pelaku saja yang berlokasi Sementara itu Morris dan Lewis (1995)
usaha di Kota Bekasi. Terhitung hanya mengamati bahwa mayoritas wirausaha
belasan pelaku usaha (15-19) yang sudah (59%) sedang mengalami situasi yang
berlaku sebagai eksportir ikan hias di Kota tidak menyenangkan dalam hidupnya saat
Bekasi. mereka memulai usaha, walaupun
sebelumnya mereka tidak tahu produk apa
Karakteristik Responden yang akan dibuat atau dijual, atau jasa apa
Responden pada penelitian ini yang akan diusahakan. Meskipun dampak
sebanyak 33 orang yang melakukan ketidakpuasan selama bekerja itu negatif,
kegiatan wirausaha ikan hias di wilayah Brockhaus (1980) mendapatkan
Kota Bekasi. Tabel 5 di bawah ini kesimpulan bahwa semakin besar
menyajikan karakteristik/profil responden pengalaman ketidakpuasan seseorang
menyangkut umur, lamanya usaha, umur dalam bekerja akan meningkatkan daya
saat memulai usaha, pendidikan terakhir juang untuk mencapai keberhasilan
responden, dan omset usaha. sebagai seorang wirausaha. Penjelasan
Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat para peneliti dimaksud juga dapat
dilihat bahwa kisaran umur responden menjelaskan mengapa umur saat memulai
pada penelitian ini adalah 26-66 tahun dan usaha bisa terjadi pada usia yang tidak
umumnya masih pada kelompok umur muda lagi (di atas 40 tahun).
produktif (20-65 tahun), hanya 1 (satu) Dari Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa
orang responden yang sudah berusia di kisaran pendidikan terakhir responden
atas 65 tahun; kisaran lamanya responden wirusaha ikan hias pada penelitian ini
menjalankan usaha ikan hias pada dominan berpendidikan SMA (57,58%).
penelitian ini adalah 4-26 tahun. Pendidikan memberikan pengaruh yang
Responden dengan lama usaha < 5 tahun besar terhadap keputusan seseorang untuk
tampak lebih dominan (45,45 %) terjun ke dunia usaha dan berusaha
sebagaimana ditunjukkan pada tabel; mandiri (Morris dan Lewis, 1995; Rees
kisaran umur responden saat memulai dan Shah, 1986; Robinson dan Sexton,
usaha ikan hias pada penelitian ini adalah 1994) karena pendidikan memberikan
15-56 tahun. Umur responden saat bekal keterampilan yang diperlukan bagi
memulai usaha ikan hias lebih dominan seorang wirausaha untuk menghadapi
pada kisaran 25-29 tahun (30,30%). Hasil situasi tertentu yang tidak diharapkan
penelitian ini sesuai dengan hasil dalam menjalankan usaha. Wirausaha
penelitian yang dilakukan oleh Sinha yang terdidik memiliki tingkat percaya diri
(1996) di India, yang menunjukkan bahwa dan efikasi yang lebih tinggi, kedua hal itu
hampir sebagian besar wirausaha yang akan lebih meningkatkan kemampuannya
sukses adalah mereka yang berusia relatif untuk mengamati dan mengejar peluang
muda. Hal ini senada dengan Reynolds et (Robinson dan Sexton, 1994). Orang yang
al., (2000) yang menyatakan bahwa berpendidikan lebih tinggi juga memiliki
seseorang berusia 25-44 tahun adalah usia- kemampuan untuk mencari informasi
usia paling aktif untuk berwirausaha di tentang peluang usaha yang diminatinya.
negara-negara barat. Hasil penelitian Sedangkan berdasarkan omset usaha
terbaru terhadap wirausaha warnet di responden wirausaha ikan hias per tahun
Indonesia membuktikan bahwa usia berdasarkan pengelompokkan usaha
wirausaha berkorelasi signifikan terhadap mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan
kesuksesan usaha yang dijalankan usaha besar, dapat dilihat bahwa omset
(Kristiansen et al., 2003). Senada dengan usaha responden wirusaha ikan hias

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 119


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

umumnya (78,79%) tergolong Usaha diduga merefleksikan variabel pribadi,


Mikro (< Rp 300 juta), yang tergolong lingkungan, sosial, dan kinerja wirausaha
Usaha Kecil (> Rp 300 juta – Rp 2,5 pada tahap inisiasi; kedua, menghapus
milyar) sebanyak 18,18%, dan yang indikator yang tidak termuat ke konstruk
tergolong Usaha Besar (> Rp 50 milyar) yang mewakilinya. Uji validitas dan
sebanyak 3,03 %. reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan software PLS (Partial Least
Hasil Pengujian Faktor Pribadi, Square).
Lingkungan, dan Sosiologi terhadap Uji validitas konstruk diukur dengan
Tahap Inisiasi Proses Kewirausahaan outer model yaitu convergent validity yang
Ikan Hias di Kota Bekasi dapat dilihat melalui square root of
average variance extracted (AVE)
Hasil Pengujian Kualitas Data (Uji masing-masing konstruk. Rule of thumb
Validitas dan Reliabilitas) nilai AVE tersebut minimal 0,5 (Jogiyanto
Pengolahan data dilakukan melalui 2 dan Abdillah, 2009). Hasil pengujian
(dua) tahap: pertama, pengujian validitas validitas konstruk Pribadi (9 indikator),
dan reliabilitas atas seluruh indikator yang Lingkungan (7 indikator), Sosiologi (5

Tabel 5. Karakteristik Responden


Tabel 5a. Umur Responden Wirausaha Ikan Hias Tabel 5b. Lamanya Responden Menjalankan Usaha Ikan Hias
No. Umur responden Jumlah Persentase No. Lamanya responden Jumlah Persentase
wirausaha ikan hias (orang) (%) menjalankan usaha ikan (orang) (%)
1. 20-24 tahun 1 3,03 hias
2. 25-29 tahun 3 9,09 1. < 5 tahun 15 45,45
3. 30-34 tahun 5 15,15 2. 5,1 – 10 tahun 5 15,15
4. 35-39 tahun 8 24,24 3. 10,1 – 15 tahun 9 27,27
5. 40-44 tahun 5 15,15 4. > 15 tahun 4 12,12
6. 45-49 tahun 3 9,09 Jumlah 33 100
7. ≥ 50 tahun 8 24,24
Jumlah 33 100

Tabel 5c. Umur Responden Saat Memulai Usaha Ikan Hias Tabel 5d. Pendidikan Terakhir Responden Wirusaha Ikan Hias
No. Umur responden Jumlah Persentase No. Pendidikan terakhir Jumlah Persentase
saat memulai usaha ikan (orang) (%) responden (orang) (%)
hias saat memulai usaha ikan
1. 15-19 tahun 4 12,12 hias
2. 20-24 tahun 5 15,15 1. Tidak Tamat SD 0 0,00
3. 25-29 tahun 10 30,30 2. SD 4 12,12
4. 30-34 tahun 4 12,12 3. SMP 4 12,12
5. 35-39 tahun 4 12,12 4. SMA 19 57,58
6. 40-44 tahun 0 0,00 5. D3 2 6,06
7. 45-49 tahun 4 12,12 6. S1 4 12,12
8. ≥ 50 tahun 2 6,06 7. S2/S3 0 0,00
Jumlah 33 100,00 Jumlah 33 100

Tabel 5e. Omset Usaha Responden Wirusaha Ikan Hias


No. Omset usaha responden Pengelompokkan Usaha Jumlah Persentase
wirausaha ikan hias Berdasarkan Omset Usaha (orang) (%)
per tahun
1. < Rp 100 juta 8 24,24%
Usaha Mikro
2. Rp 100 - Rp 200 juta 14 42,42%
(Max Rp 300 juta)
3. Rp 201 - Rp 300 juta 4 12,12%
4. > Rp 300 juta - Rp 2,5 milyar Usaha Kecil 6 18,18%
(> Rp 300 juta – Rp 2,5 milyar)
5. > Rp 2,5 - Rp 50 milyar Usaha Menengah 0 0,00%
(> Rp 2,5 – Rp 50 milyar)
6. > Rp 50 milyar Usaha Besar 1 3,03%
(> 50 milyar)
Jumlah 33 100
Sumber: Data primer (diolah)

120 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

indikator), dan Kinerja Wirausaha pada Least Square (PLS), untuk menilai Fit
tahap inisisasi (5 indikator) memberi hasil Model memerlukan 2 (dua) tahap, yaitu
bahwa untuk konstruk Pribadi (terdapat 1 menilai outer model (outer loadings) atau
indikator yang termuat/load), Lingkungan measurement model dan menilai inner
(ada 3 indikator), Sosiologi (terdapat 1 model.
indikator), dan Kinerja Wirausaha pada
tahap inisisasi (terdapat 2 indikator yang Penilaian Outer Model atau
termuat) sebagaimana disajikan pada tabel. Measurement Model Variabel Faktor
Uji reliabilitas dapat menggunakan Pribadi (P)
nilai Cronbach’s alpha dan nilai Variabel Faktor Pribadi dijelaskan oleh
Compoiste reliability. Untuk dapat 9 indikator dari P1 sampai dengan P9. Uji
dikatakan suatu konstruk reliabel, maka terhadap outer loading bertujuan untuk
nilai Cronbach’s alpha minimal 0,6 dan melihat korelasi antara skor item atau
nilai Compoiste reliability minimal 0,7 indikator dengan skor konstruknya.
(Jogiyanto dan Abdillah, 2009). Dari Indikator dianggap reliabel jika memiliki
Tabel 6 tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai korelasi lebih dari 0,7, namun dalam
data tersebut valid dan reliabel. Adapun tahap pengembangan, nilai korelasi 0,5
nilai R2 adalah sebesar 0,280 dan Cross masih dapat diterima (Ghozali, 2008).
Loading dari output iterasi algoritma dapat Berdasarkan output PLS pada tabel Outer
dilihat pada tabel 6 berikut ini. Loadings, hanya indikator P6 yang
memenuhi convergent validity (yaitu lebih
Hasil Penilaian Outer Model besar dari 0,5) sedangkan indikator
(Measurement Model) lainnya harus dieliminasi karena memiliki
Dalam penggunaan metode Structural nilai kurang dari 0,5.
Equation Model (SEM) berbasis Partial

Tabel 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas


Tabel 6a. Hasil Uji Validitas Konstruk Tabel 6b. Hasil Uji Reliabilitas
Average variance Composite
Konstruk Konstruk
extracted (AVE) Reliability
P (Pribadi) 1.000 P (Pribadi) 1.000
L (Lingkungan) 0.682 L (Lingkungan) 0.858
S (Sosial) 1.000 S (Sosial) 1.000
K (Kinerja wirausaha pada tahap K (Kinerja wirausaha pada tahap
0.622 0.761
inisiasi) inisiasi)

Tabel 6c. Hasil Cross Loadings


Item P L S K
K2 0.213 -0.170 0.402 0.913
K3 0.304 -0.250 -0.014 0.640
L2 -0.228 0.525 0.020 -0.056
L3 -0.704 0.957 0.134 -0.249
L4 -0.657 0.924 -0.115 -0.220
P6 1.000 -0.562 0.054 0.237
S5 0.078 0.007 1.000 0.374
Sumber: Output SmartPLS dari Data Primer (diolah).

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 121


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Tabel 7. Hasil Outer LoadingsHaris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Original Sample Mean of Standard Hal. 101 - 127
Item T-Statistic
Estimate Subsamples Deviation
P
P6 1.000 1.000 0.000
L
L2 0.525 0.516 0.244 2.149
L3 0.957 0.835 0.292 3.279
L4 0.924 0.802 0.338 2.732
S
S5 1.000 1.000 0.000
K
K2 0.913 0.911 0.064 14.177
K3 0.640 0.626 0.199 3.213
Sumber: Data Primer (diolah)
0,913) dan K3 (memulai dengan dukungan
Penilaian Outer Model atau modal orang lain, dengan nilai 0,640) yang
Measurement Model Variabel Faktor memenuhi convergent validity (yaitu lebih
Lingkungan (L) besar dari 0,5) sedangkan indikator
Variabel Faktor Lingkungan dijelaskan lainnya harus dieliminasi karena memiliki
oleh 7 indikator dari L1 sampai dengan L7. nilai kurang dari 0,5. Nilai t-statistics
Berdasarkan output PLS pada tabel Outer untuk kedua indikator dimaksud memiliki
Loadings, indikator L2 (Model Eksternal nilai t-statistics lebih besar dari 1,97
dengan nilai 0,525), L3 (Kreativitas dimana berturut-turut sebesar 14,177
dengan nilai 0,957), dan L4 (Bersaing untuk K2 dan 3,213 untuk K3 sehingga
dengan nilai 0,924) yang memenuhi dapat disimpulkan bahwa Variabel Kinerja
convergent validity (yaitu lebih besar dari wirausaha pada tahap inisiasi sudah
0,5), sedangkan indikator lainnya harus memenuhi syarat dari kecukupan model
dieliminasi karena memiliki nilai kurang atau Discriminant Validity.
dari 0,5. Kelayakan sebuah model juga
dapat dilihat dari nilai t-statisticsnya, Pengujian Hipotesis
dapat dilihat bahwa untuk ketiga indikator Keterdukungan hipotesis dapat
dimaksud memiliki nilai t-statistics lebih dilakukan dengan menggunakan uji
besar dari 1,97 sehingga dapat hipotesis atas nilai koefisien jalurnya.
disimpulkan bahwa Variabel Faktor Ukuran signifikansi keterdukungan
Lingkungan sudah memenuhi syarat dari hipotesis dilakukan dengan
kecukupan model atau Discriminant membandingkan nilai t-table dengan nilai
Validity. t-statistics. Jika nilai t-statistics lebih
besar dari nilai t-table maka berarti
Penilaian Outer Model atau hipotesis terdukung. Dengan
Measurement Model Variabel Faktor menggunakan tingkat keyakinan 95 %
Sosiologi (S) (atau tingkat kesalahan sebesar 5%) maka
Variabel/Faktor Sosiologi dijelaskan nilai t-table untuk hipotesis dua ekor (two-
oleh 5 indikator dari S1 sampai dengan S5. tailed) adalah ≥ 1,96, sedangkan untuk
Berdasarkan output PLS pada tabel Outer hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah ≥
Loadings hanya indikator S5 yang 1,64. Hasil untuk inner weights pada tabel
memenuhi convergent validity (yaitu lebih menyajikan keterdukungan hipotesis
besar dari 0,5), sedangkan indikator dimaksud.
lainnya harus dieliminasi karena memiliki
nilai kurang dari 0,5. Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis 1 menyatakan bahwa Faktor
Penilaian Outer Model atau Pribadi berpengaruh positif terhadap
Measurement Model Variabel Kinerja Kinerja Wirausaha pada tahap inisiasi.
wirausaha (K) Pada tabel dapat dilihat bahwa hasil uji
Variabel Kinerja wirausaha pada tahap
inisiasi dijelaskan oleh 5 indikator dari K1 terhadap koefisien parameter antara Faktor
sampai dengan K5. Berdasarkan output Pribadi (P) dan Kinerja Wirausaha pada
PLS pada tabel Outer Loadings di atas, tahap inisiasi (K) menunjukkan adanya
indikator K2 (Memulai dengan pengaruh positif, namun nilai t-statistics
ketersediaan sarana standar memiliki nilai

122 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

nya sebesar 0,911 lebih kecil dari nilai t- Kinerja wirausaha pada tahap inisiasi.
table (1,96), dapat disimpulkan bahwa Pada tabel terlihat bahwa hasil uji terhadap
hipotesis 1 tidak terdukung. Faktor koefisien parameter antara Faktor Sosial
(S) dan Kinerja Wirausaha pada tahap
Pribadi direfleksikan secara nyata oleh
inisiasi (K) menunjukkan adanya pengaruh
indikator job loss (pengangguran). positif, dengan nilai t-statistics nya sebesar
3,037 lebih besar dari nilai t-table (1,96),
Pengujian Hipotesis 2 dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3
Hipotesis 2 menyatakan bahwa Faktor terdukung. Faktor Sosiologi direfleksikan
Lingkungan berpengaruh positif terhadap secara nyata oleh indikator role models
Kinerja wirausaha pada tahap inisiasi. internal.
Pada tabel terlihat bahwa hasil uji terhadap
koefisien parameter antara Faktor Model Struktural
Lingkungan (L) dan Kinerja Wirausaha Keseluruhan model struktural untuk
pada tahap inisiasi (K) menunjukkan faktor pribadi, lingkungan, dan sosial
adanya pengaruh negatif, namun nilai t- terhadap kinerja wirausaha pada tahap
statistics nya sebesar 0,777 lebih kecil dari inisiasi dapat dilihat pada gambar 5.
nilai t-table (1,96), dapat disimpulkan Gambar menunjukkan bahwa dari 9
bahwa hipotesis 2 tidak terdukung. Faktor (sembilan) indikator yang dapat
Lingkungan direfleksikan secara nyata merefleksikan variabel faktor pribadi,
oleh indikator role models external, maka indikator job loss (pengangguran)
kreativitas, dan kompetisi. yang secara nyata merefleksikan faktor
pribadi tersebut. Sedangkan dari 7 (tujuh)
Pengujian Hipotesis 3 indikator yang dapat merefleksikan
Hipotesis 3 menyatakan bahwa Faktor variabel faktor lingkungan, maka indikator
Sosiologi berpengaruh positif terhadap

Tabel 8. Hasil untuk Inner Weights (Koefisien Jalur)

Original Sample Mean of Standard Hipotesis


Item T-Statistic
Estimate Subsamples Deviation
P -> K 0.178 0.147 0.195 0.911 Tidak terdukung
L -> K -0.166 -0.161 0.213 0.777 Tidak terdukung
S -> K 0.429 0.440 0.141 3.037 Terdukung
Sumber: Output SmartPLS dari Data Primer (diolah)

Gambar 5. Model Struktural berdasarkan Output SmartPLS

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 123


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

role models external, kreativitas, dan merefleksikan faktor pribadi


kompetisi yang secara nyata merefleksikan dimaksud.
faktor lingkungan tersebut. Sementara itu 2. Faktor lingkungan tidak berpengaruh
5 (lima) indikator yang diharapkan dapat signifikan pada kinerja wirausaha ikan
merefleksikan variabel/faktor sosiologi, hias pada tahap inisiasi di Kota
maka indikator role models internal yang Bekasi. Hal ini didukung dengan fakta
secara nyata dapat merefleksikannya. bahwa dari 7 (tujuh) indikator yang
Sedangkan dari 5 (lima) indikator yang dapat merefleksikan variabel faktor
diharapkan dapat merefleksikan lingkungan, maka indikator role
variabel/faktor kinerja wirausaha pada models external, kreativitas, dan
tahap inisiasi suatu proses kewirausahaan, kompetisi yang secara nyata
maka indikator “memulai sesuatu merefleksikan faktor lingkungan
dengan ketersediaan sarana standar” dimaksud.
dan “memulai usaha dengan dukungan 3. Faktor sosiologi berpengaruh positif
dana orang lain” yang secara nyata dapat dan signifikan terhadap kinerja
merefleksikannya. wirausaha ikan hias di kota Bekasi
Dalam hal ini diperlukan peran pada tahap inisiasi. Adapun role
Pemerintah Kota Bekasi untuk models internal yang secara nyata
merumuskan dan mengaktualisasikan sangat menentukan variabel sosiologi
kebijakan pengembangan wirausaha ikan ini.
hias di Kota Bekasi pada aspek 4. Kinerja wirausaha ikan hias di Kota
penyediaan sarana standar yang memadai Bekasi pada tahap inisiasi sangat
dan skim pendanaan untuk memulai usaha. ditentukan keberhasilannya jika pada
Sebagaimana dimaklumi bahwa peran saat memulai usahanya wirausaha
pemerintah daerah dalam pengembangan tersebut didukung dengan
wirausaha telah diarahkan dengan ketersediaan sarana standar yang
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 memadai dan tersedianya dukungan
tentang Gerakan Nasional dana orang lain.
Memasyarakatkan dan Membudayakan 5. Temuan ini memperkuat peran
Kewirausahaan dan Keputusan Bersama pemerintah daerah dalam
Menteri Negara Koperasi Dan Pengusaha pengembangan kebijakan wirausaha
Kecil Menengah dan Menteri Pendidikan ikan hias di Kota Bekasi, khususnya
Nasional Republik Indonesia Nomor untuk kepentingan dukungan
02/SKB/MENEG/VI/2000 dan Nomor pemerintah daerah melalui penguatan
4/U/SKB/2000 Tanggal. 29 Juni 2000 sarana standar yang memadai dan
tentang Pendidikan Perkoperasian dan penyediaan skim pendanaan untuk
Kewirausahaan, serta Peraturan memulai usaha.
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2011 tentang Pengembangan Saran
Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada
serta Penyediaan Prasarana dan Sarana satu waktu tertentu (cross-sectional)
Kepemudaan. dan tidak dilakukan secara time-series.
Hal ini berdampak pada kurang
SIMPULAN DAN SARAN tertangkapnya perilaku wirausaha
Simpulan dalam tahap inisiasi tersebut.
1. Faktor pribadi tidak berpengaruh 2. Penelitian ini sebaiknya dilakukan
signifikan pada kinerja wirausaha ikan secara berkelanjutan sehingga
hias pada tahap inisiasi di Kota responden wirausaha ikan hias di Kota
Bekasi. Hal ini didukung dengan fakta Bekasi dapat dilibatkan dalam jumlah
bahwa dari 9 (sembilan) indikator yang lebih banyak. Hal ini akan
yang dapat merefleksikan variabel memberi dampak respon yang tidak
faktor pribadi, maka indikator job loss bias dan penelitian ini dapat
(pengangguran) yang secara nyata digeneraliasi.

124 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

3. Untuk kebijakan pengembangan


wirausaha ikan hias di Kota Bekasi
peran Pemerintah Kota Bekasi sangat
dibutuhkan pada aspek penyediaan
sarana standar yang memadai dan
skim pendanaan untuk memulai usaha.
Fakta empiris membuktikan kedua
indikator ini secara nyata
merefleksikan kinerja wirausaha.

---o---

REFERENSI

Ahmad, N. dan Hoffman, A. 2007. A Framework evidence”. European Journal of Work and
for Addressing and Measuring Organizational Psychology 9 (1): 7-30.
Entrepreneurship. Entrepreneurship Indicator Dalton, dan Holloway, 1989. “Preliminary findings:
Steering Group. OECD. Paris, 20 November entrepreneur study”. Working paper, Brigham
2007. Young University.
Aldrich, H., dan C. Zimmer, 1986. Dollinger, M. 1995. Entrepreneurship Strategies
“Entrepreneurship through Social Network”, in and Resources. Burr Ridge, Illinois, Austin
D. L. Sexton and R. W. Smilor (eds.) The Art Press/Irwin, hal. 49-54.
and Science of Entrepreneurship, Cambridge: Duh, M., 2003. “Family enterprises as an important
Ballinger Publishing, 3-25. factor of the economic development: the case of
Amit, R., Muller, E., & Cockburn, I. 1995. Slovenia”. Journal of Enterprising Culture 11
“Opportunity costs and entrepreneurial (2): 111-130.
activity”. Journal of Business Venturing, 10(2): Dunn, P. dan Liang, C. (Kathleen). 2006.
95. Discovering Triggering Factors of
Arrow, K. 1962. Economic Welfare and the Entrepreneurship. Entrepreneurship Studies
Allocation of Resources for Invention, in the Center, The University of Louisiana at Monroe,
Rate and Direction of Inventive Activity: University Avenue, Monroe, Louisiana,
Economic and Social Factors. Princeton, NJ: Department of Community Development and
Princeton University Press, hal. 609-625. Applied Economics. The University of
Audretsch, D. 1997. Technological Regimes, Vermont, 103 C Morrill Hall, Burlington,
Industrial Demography and the Evolution of Vermont.
Industrial Structures, Industrial and Corporate Elfitasari, T. 2010. Factors influencing
Change, 6 (1), hal. 49-82. entrepreneurial activities of small-scale fish
Bandura, A., 1977. Social Learning Theory. farmers in deriving income improvement and
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. product sustainability in Central Java,
Bygrave, W. 1994. The Portable MBA in Indonesia. Thesis (PhD) : Swinburne University
Entrepreneurship. New York, John Wiley & of Technology. Faculty of Business and
Sons, Inc., hal. 7 dan 20. Enterprise, Melbourne, Australia.
Brockhaus, R.H. 1980. “Risk taking propensity of Ghozali, Imam dan Fuad. 2008. Structural
entrepreneurs”. Academy of Management Equation Modelling: Teori, Konsep, dan
Journal, vol. 23, no. 3, pp. 509-520. Aplikasi dengan Program Lisrel 8.80, Edisi 2.
Brouwer, M.A.W. 1983. Indonesia Negara Semarang: Badan Penerbit Universitas
Pegawai: Sebuah Renungan. Jakarta:LPPN. Diponegoro.
Brown, R. 1990. “Encouraging Enterprise: Britain`s Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation
Graduate Enterprise Program”. Journal of Small Modeling, Metode Alternatif dengan Partial
Business Management, vo. 28, no. 4, pp. 71-77. Least Square. Semarang: Badan Penerbit
Casson, M. 1982. The Market for Information, in Universitas Diponegoro.
the Entrepreneur, Chapter 11. Oxford: Martin Gujarati, D., 1995. Basic Econometrics. New York:
Robertson, hal. 201-218. McGraw-Hill.
Choo, S., dan M. Wong, 2006. “Entrepreneurial Heruwati, E.S. 2002, “Traditional fish processing:
intention: triggers and barriers to new venture prospects and opportunities for development”.
creations in Singapore”. Singapore Management Jurnal Litbang Pertanian, vol. 21, no. 3, hal.
Review 28 (2): 47-64. 92-99.
Cromie, S., 2000. “Assessing entrepreneurial Hisrich, R. D., Peters, M. P., and Shepard, D. A.
inclinations: some approaches and empirical 2013. Entrepreneurship, 9th edition. NY:
McGraw - Hill Irwin.

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 125


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Indarti, N., 2004. “Factors affecting entrepreneurial Asian developing countries”. Small Enterprise
intentions among Indonesian students”. Jurnal Development 5 (2): 66-78.
Ekonomi dan Bisnis 19 (1): 57-70. Moore. C. 1986. dalam “Understanding
Jogiyanto H.M. dan Willy Abdillah. 2009. Konsep Entrepreneurial Behavior” dalam J. A. Pearce II
dan Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk and R. B. Robinson, Jr., eds., Academy of
Penelitian Empiris. Yogyakarta: BPFE. Management Best Papers Proceedings, 46 th
Katz, J., dan W. Gartner, 1988. “Properties of Annual Meeting of the Academy of
emerging organizations”. Academy of Management, Chicago, 1986,
Management Review 13 (3): 429-441. Morris, M.H. & Lewis, P.S. 1995. “The determinant
Kementerian Perdagangan RI. 2010. ExportNews of entrepreneurial activity: implications for
Indonesia. BPEN/MJL/XX/08/ 2010. marketing”. European Journal of Marketing,
Kementerian Perdagangan RI, Jakarta. vol. 28, no. 7, pp. 31- 48.
Kihlstrom dan Laffont, 1979. “A general Pemerintah Kota Bekasi. 2011. Makalah Presentasi
equilibrium entrepreneurial theory of firm Plt. Walikota Bekasi : Membangun Sinergi
formation based on risk aversion”, Journal of Pemerintah Kota Bekasi Dengan Dunia Usaha
Political Economy, 87 (4), August, hal. 719- dan Dunia Industri untuk Meningkatkan
748. Akselerasi Pembangunan Kota Bekasi. Hotel
Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad, 1998. Horison, Kota Bekasi, 11 Mei 2011.
“Entrepreneurship and female youth: Praag, C.M. van. 1999. “Some Classic Views on
knowledge, attitude, gender differences, and Entrepreneurship”. De Economist 147, 1999,
educational practices”. Journal of Business 311–335. Kluwer Academic Publishers. Printed
Venturing 13 (1): 77-88. in the Netherlands.
Kristiansen, S, 2002. “Competition and knowledge Rees, H. & Shah, A. 1986, “An empirical analysis
in Javanese rural business”. Singapore Journal of self-employment in the UK”. Journal of
of Tropical Geography 23 (1): 52-70. Applied Econometrics, vol. 1, No. 1, pp. 95-108.
Kristiansen, S., B. Furuholt, dan F. Wahid, 2003. Reynolds, P. D., M. Hay, W. D. Bygrave, S. M.
“Internet cafe entrepreneurs: pioneers in Camp, dan E. Aution, 2000. Global
information dissemination in Indonesia”. The Entrepreneurship Monitor: Executive Report. A
International Journal of Entrepreneurship and Research Report from Babson College,
Innovation 4 (4): 251-263. Kauffman Center for Entrepreneurial
Krueger, N. F. dan A. L. Carsrud, 1993. Leadership, and London Business School.
“Entrepreneurial intentions: applying the theory Robinson, P.B. & Sexton, E.A. 1994. “The effect of
of planned behavior”. Entrepreneurship & education and experience on selfemployment
Regional Development 5 (4): 315-330. success”. Journal of Business Venturing , no. 9,
Kuratko, D.F. and J.S. Hornsby. 2009. New pp. 141–156.
Venture Management: The Entrepreneur’s Scapinello, K. F., 1989. “Enhancing differences in
Roadmap. Pearson International Edition. the achievement attributions of high and low
Pearson Education, Inc., New Jersey. motivation groups”. Journal of Social
Lee, J., 1997. “The motivation of women Psychology 129 (3): 357-363.
entrepreneurs in Singapore”. International Schaper, M. and T. Volery. 2004. Entrepreneurship
Journal of Entrepreneurial Behaviour and and Small Business, 2nd Pacific Rim Edition.
Research 3 (2): 93-110. Milton, Queensland, John Wiley and Sons
Marsden, K., 1992. “African entrepreneurs – Australia Ltd.
pioneer of development”. Small Enterprise Scott, M. dan D. Twomey, 1988. “The long-term
Development 3 (2): 15-25. supply of entrepreneurs: students` career
Matthew, C.H. & Moser, S.B. 1996, “A aspirations in relation to entrepreneurship”.
longitudinal investigation of the impact of Journal of Small Business Management 26 (4):
family background and gender on interest in 5-13.
small firm ownership”. Journal of Small Sengupta, S. K. dan S. K. Debnath, 1994. “Need for
Business Management, vol. 34, no. 2, pp. 29-43. achievement and entrepreneurial success: a
Mazzarol, T., T. Volery, N. Doss, dan V. Thein, study of entrepreneurs in two rural industries in
1999. “Factors influencing small business start- West Bengal”. The Journal of Entrepreneurship
ups”. International Journal of Entrepreneurial 3 (2): 191-204.
Behaviour and Research 5 (2): 48-63. Shane, S. (2002). The Foundations of
McClelland, D. 1961. Entrepreneurial behavior Entrepreneurship Vol 1, Massachusetts, Edward
and characteristics of entrepreneurs, in the Eigar Publishing.
Achieving Society, Chapters 6 and 7, Princeton, Stevenson, H.; Grousbeck, I.; Roberts, M.; and
NJ: D. Van Nostrand, 205-258, 259-300. Bhide, A. (1999). New Business Ventures and
McClelland, D., 1971. “The Achievement Motive in the Entrepreneur, 5th Edition, Boston, Irwin
Economic Growth”, in: P. Kilby (ed.) McGraw-Hill.
Entrepreneurship and Economic Development, Shaver, K. G. and Scott, L. (1991). Person,
New York The Free Press, 109-123. Process, Choice: The Psychology of New
Meier, R. dan M. Pilgrim, 1994. “Policy-induced Venture Creation, Entrepreneurship Theory and
constraints on small enterprise development in Practices, 16, Winter, hal. 23-45.

126 JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL”


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016
Haris Budiyono dan Rianti Setyawasih
Hal. 101 - 127

Singh, K.A., dan K. V. S. M. Krishna, 1994.


“Agricultural entrepreneurship: the concept and
evidence”. Journal of Entrepreneurship 3 (1):
97-111.
Sinha, T. N., 1996. “Human factors in
entrepreneurship effectiveness”. Journal of
Entrepreneurship 5 (1): 23-29.
Steel, D., 1994. “Changing the institutional and
policy environment for small enterprise
development in Africa”. Small Enterprise
Development 5 (2): 4-9.
Wang, C.K. & Wong, P. 2004. ‘Entrepreneurial
interest of university students in Singapore’.
Technovation, no. 24, pp. 163-172.
Xavier, S.R., Kelley, D. Kew, J. Herrington, M.,
and Vorderwülbecke, A. 2012. The Global
Entrepreneurship Monitor 2012 Global Report.
The Global Entrepreneurship Monitor (GEM).
Babson College, USA.
www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/9008/ Ayo-
Berbisnis-Ikan-Hias-Potensi Ekspornya-Capai-
US-65-juta, diakses Tanggal 29 April 2013.

JURNAL ILMIAH EKONOMI MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN “OPTIMAL” 127


 VOL. 10, NO.2  SEPTEMBER 2016

You might also like