You are on page 1of 11

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR RISIKO TERJADINYA MIOPIA

BOOMING PADA SISWA DI MTsN 2 JATIASIH KOTA BEKASI

Siti Asiyah1, Murni Marlina Simarmata2*, Zakaria Efendi3, Febri Maryani4,

Akademi Refraksi Optisien Gapopin Jakarta


sitiaisyah0955@gmail.com, *murnismart20@gmail.com, zakariaefendi125190032@gmail.com,
febrimaryani123@gmail.com.

ABSTRACT
Booming myopia is a condition where the number of people wearing glasses increases because of eye refraction
disorders such as nearsightedness. The aim of this study was to analyze risk factors for booming myopia
including genetic factors, close viewing activity, lighting and duration for students at MTsN 2 Jatiasih, Bekasi
city.
This research was conducted descriptively with the method of collecting data in a cross-sectional way using a
questionnaire and visual inspection. Data were collected by conducting interviews using questionnaires and
visual inspection of the study samples simultaneously during the study. The results of this study include (1)
Analysis of risk factors for family history of myopia (Father and Mother/only Father/only Mother) in 52.7%
which causes myopia boom in MTsN 2 Jatiasih students, Bekasi city, (2) Activity risk factor analysis close
viewing (Reading and using Gadgets, Reading only and using Gadgets only) can be 98.1% which causes
booming myopia in MTsN 2 Jatiasih students, Bekasi city, (3) Analysis of risk factors for lighting (Reading and
using Gadgets with less lighting, Reading with poor lighting only and using gadgets with only poor lighting) can
be 74.5% which causes booming myopia in MTsN 2 Jatiasih students, Bekasi city, (4) Analysis of duration risk
factors (reading and using gadgets for more than 2 hours, reading more from 2 hours and using Gadgets for
more than 2 hours only) in 90.9% which causes myopia boom in MTsN 2 Jatiasih students, Bekasi city.

Keywords: Analysis, Risk, Booming Myopia

PENDAHULUAN kontraksi otot siliar yang menyebabkan


penambahan tebal dan kecembungan lensa
Mata minus (myopia) merupakan masalah sehingga bayangan pada jarak yang berbeda-
kesehatan yang umum terjadi tidak hanya di beda akan terfokus di retina.
Indonesia tetapi di seluruh dunia. World Miopia merupakan salah satu penyakit
Health Organization (WHO) memprediksikan gangguan refraksi yaitu ketika sinar cahaya
bahwa setengah populasi dunia akan bermata yang masuk ke dalam mata jatuh di depan
minus di tahun 2050 mendatang(WHO, 2014). retina sehingga objek jarak dekat dapat
Miopia terjadi karena sinar sejajar garis terlihat jelas namun menjadi buram jika
pandang difokuskan di depan retina ketika digunakan untuk melihat objek dengan jarak
mata tidak berakomodasi atau kelainan jauh (George & Joseph, 2014).
refraksi kuantitatif di mana sferikal ekuivalen
Pada umumnya miopia disebabkan oleh
adalah -0.50 D. Karena itu miopia
ukuran bola mata yang terlalu panjang atau
digolongkan sebagai suatu bentuk kelainan
kekuatan refraksi dari lensa yang terlalu kuat
refraksi dimana sinar-sinar sejajar dari objek
sehingga cahaya yang masuk dari objek
pada jarak tak terhingga akan berkonvergensi
yang jauh akan terfokus di depan retina
dan berfokus (dibiaskan pada suatu titik) di
(Hall, 2011). Ilyas, H., Yulianti (2012)
depan retina pada mata tanpa akomodasi
membagi miopia menjadi dua berdasarkan
sehingga menghasilkan bayangan yang tidak
penyebabnya yaitu miopia refraktif dan miopia
fokus. Akomodasi adalah kemampuan mata
aksial. Etiologi dan patogenesis miopia belum
untuk mengubah daya bias lensa dengan

12
diketahui, diduga dipengaruhi olehfaktor pada kesehatan mata bila anak-anak itu tidak
lingkungan dan faktor genetika. Dari beberapa tahu merawat mata mereka.
studi penelitian genetik di Eropa didapatkan Basri et al (2020) menyatakan bahwa di
bahwa faktor genetik mempengaruhi 80% Indonesia prevalensi miopia sebesar 48,1%
untuk terjadinya kelainan refraksi. Faktor pada usia dewasa muda dan 23,74% pada anak
lingkungan yang mempengaruhi miopia seperti berusia 11-20 tahun dengan banyak kasus
aktivitas melihat dekat, tingkat pendidikan miopia yang masih belum terkoreksi.
orang tua, status sosial ikut menyebabkan Prevalensi kenaikan mata minus pada anak-
prevalensi miopia yang meningkat. anak sekolah di Indonesia mencapai 20%. Ini
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior artinya, 10 sampai 15 dari 40 anak di setiap
dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan ruangan kelas mengalami kelainan refraksi ini
media refraksi terlalu kuat. Miopia disebabkan dan mereka membutuhkan alat bantu
oleh pemanjangan sumbu bola mata yang penglihatan agar bisa melihat lebih jelas.
terlalu besar atau daya bias media bias yang Tentunya prevalensi ini meningkat dari tahun
terlalu kuat atau kornea yang terlalu ke tahun terutama sejak pandemi Covid-19,
melengkung anak-anak lebih sering menggunakan gadget
atau smartphone-nya sehingga terjadinya
Gamba1 1 Kelainan Sumbu kenaikan mata minus.
Aksial Bola Mata Pada Miopia
Sumber: Harold Ellis, 2006 Miopia dapat terjadi karena faktor risiko yaitu
faktor genetik dan faktor lingkungan. Selain
faktor genetik, faktor lingkungan juga
mempengaruhi perkembangan miopia. Faktor
lingkungan yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya miopia ialah aktivitas kerja yang
dekat, durasi aktivitas di depan layar, aktivitas
di luar ruangan dan pendidikan (Fauziah et al.,
2014).

Sejumlah penelitian menyebutkan mengenai


dampak negatif penggunaan gadget terhadap
kesehatan mata. Hal ini tampak dari
peningkatan data kasus miopia pada anak usia
sekolah. Penggunaan gadget telah
mengakibatkan gangguan tajam penglihatan
(Sasia et al., 2021) dan memperkuat data
Semenjak pandemi Covid-19, kurangnya
tersebut dengan menyebutkan mengenai
waktu untuk beraktivitas di luar rumah
hubungan antara lama penggunaan smartphone
menjadi salah satu pemicu terjadinya mata
dengan fungsi penglihatan. Sejumlah pengguna
minus terutama pada anak-anak. Faktor
gadget mengalami perubahan ketajaman
penggunaan gadget yang intens menjadi salah
penglihatan rendah.
satu penyebab fenonema myopia booming.
Masalah besar bisa muncul ketika Pandemi Berbagai faktor risiko dari miopia terus
Covid-19, yakni anak-anak justru didorong ditemukan seiring dengan semakin banyaknya
untuk menggunakan gadget karena hampir penelitian-penelitian yang terus dilakukan.
tidak ada pilihan lain yang bisa digunakan Murni Marlina Simarmata, Ferry Doringin
dalam pembelajaran. Anak usia sekolah (2021) menyatakan kelainan refraksi
menggunakan waktu lebih banyak daripada merupakan ancaman terbesar terhadap
sebelumnya di depan perangkat elektronik, ketajaman penglihatan manusia. Oleh sebab itu
seperti menatap layar komputer, tablet, TV, masyarakat perlu dibekali pengetahuan yang
smartphone, serta perangkat elektronik memadai tentang faktor-faktor terjadinya
lainnya. (Sasia et al., 2021) menyatakan miopia dan langkah penanggulangan yang
bahwa hal ini bisa memberikan dampak buruk dapat dilakukan. Selain itu beberapa

13
diantaranya adalah frekuensi melihat dekat, Berdasarkan uraian diatas penulis melakukan
aktivitas luar, pendidikan dan miopia pada penelitian lebih mendalam dengan judul
orang tua (Pan et al., 2012). Aktivitas melihat “Analisis Faktor Risiko Miopia Booming pada
jarak dekat merupakan hal yang sangat umum siswa di MTsN 2 Jatiasih Kota Bekasi”.
dalam kehidupan sehari-hari contohnya
membaca buku, menulis, melihat handphone,
menggunakan laptop atau komputer serta
beragam aktivitas lainnya. Dari sebuah METODE
penelitian yang dilakukan oleh Muhamedagic
Penelitian ini menggunakan pendekatan
et al (2014) didapatkan hasil bahwa melihat
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan
dekat memiliki peran yang penting dalam
secara cross sectional menggunakan
perkembangan dan progresivitas miopia.
kuesioner dan pemeriksaan visus. Metode
George & Joseph (2014) mendapatkan hasil
cross sectional adalah metode penelitian
bahwa 45% mahasiswa dengan miopia
deskriptif analisis dengan jenis penelitian
membaca selama 4 sampai 5 jam per harinya
kuantitaif. Penelitian cross sectional
dan pada penelitian Lee et al (2017)
merupakan salah satu penelitian
menyatakan sebanyak 39,9% siswa sekolah
observasional (non eksperimental) yang
dasar menderita miopia yang diakibatkan oleh
dapat digunakan untuk menentukan hubungan
aktivitas melihat dekat. Saxena et al (2015)
antara faktor risiko yang dicurigai dengan
menambahkan bahwa 50,3% siswa yang
penyakit yang terjadi.
mengalami miopia menghabiskan waktunya
untuk menonton TV selama lebih dari 21 jam Subjek penelitian adalah seluruh populasi
per minggunya. Jin et al (2015) menemukan siswa MTsN 2 Jatiasih Kota Bekasi yang
bahwa seseorang dengan aktivitas melihat mengalami miopia dengan terlebih dahulu
dekat memiliki risiko 1,23 kali lebih besar mengisi formulir informed consent dan telah
untuk terkena miopia. Pendidikan muncul melewati seleksi kategori inklusi dan
sebagai faktor risiko pun tidak lepas dari eksklusi. Pengumpulan data dilakukan
pengaruh melihat dekat yaitu membaca dan dengan pemeriksaan visus dan kuesioner
menulis, semakin lama dan tinggi tingkat untuk mendapatkan berbagai informasi yang
pendidikan seseorang, maka waktu yang dibutuhkan dalam penelitian. Jumlah sample
dihabiskan untuk aktivitas melihat dekat pun penelitian ini sebanyak 55 orang yang
semakin meningkat (Pan et al., 2012). ditentukan melalui total sampling.
MTsN 2 Jatiasih Kota Bekasi adalah salah satu
sekolah unggulan di Kota Bekasi dengan
jumlah siswa 662. Dari informasi awal yang HASIL DAN DISKUSI
didapatkan peneliti, di sekolah tersebut jumlah
siswa pengguna kaca mata cukup tinggi dan Faktor-Faktor Risiko terjadinya Miopia
meningkat sejak masa pandemi. Kondisi ini
lazim disebut miopia booming. Terdapat beberapa faktor risiko yang diduga
berpengaruh dengan kejadian miopia yaitu
Kasus miopia pada anak-anak usia muda akan aktivitas luar, pendidikan, dan orang tua
memburuk dengan cepat ketika mereka dengan miopia. Pada sebuah penelitian yang
beranjak dewasa. Anak-anak yang menderita dilakukan di Australia siswa dengan aktivitas
miopia, meski mendapatkan perawatan, tidak melihat dekat yang tinggi namun aktivitas luar
akan menurunkan tingkat miopia yang diderita rendahmemiliki risiko 2 hingga 3 kali untuk
ketika dia makin dewasa. Latar belakang terkena miopia jika dibandingkan dengan siswa
tersebut telah mendorong penulis untuk peduli aktivitas luar tinggi dan aktivitas melihat
pada peningkatan kasus miopia pada anak- jarak dekatnya rendah (Pan et al., 2012).
anak usia sekolah. Penulis tertarik untuk Selain itu Jin et al (2015) mengungkapkan
meneliti fenomena miopia yang begitu marak bahwa peningkatan aktivitas luar dapat
terjadi dan agar dapat memberikan penyuluhan mencegah onset dan perkembangan miopia
tentang bahaya miopia pada anak usia sekolah. serta pertumbuhan panjang axial. Pendidikan

14
serta pencapaian yang tinggi memiliki korelasi untuk aktivitas seperti menonton TV,
dengan kejadian miopia karena pendidikan menggunakan laptop atau komputer serta
yang tinggi identik dengan semakin handphone harus dikurangi dan diberi jeda
banyaknya aktivitas yang dihabiskan untuk setiap 40 menit karena semakin lama waktu
membaca dan menulis (Pan et al., 2012). yang dihabiskan tanpa istirahat maka tekanan
Miopia lebih sering muncul pada anak yang diberikan kepada mata akan semakin
dengan orang tua yang baik salah satu besar.
maupun keduanya mengidap miopia. Dari
sebuah penelitian didapatkan pada anak usia Anak-anak yang banyak menghabiskan waktu
sekolah 6,3% diantaranya menderita miopia dalam menjalankan kegiatan misal membaca,
dengan status kedua orangtua emetrop, 18,2% bermain video game, dan menonton televisi
anakdengan yang salah satu orangtuanya akan lebih berbahaya menderita miopia.
mengalami miopia, dan 32,9% pada anak yang Semakin lama waktu yang digunakan untuk
kedua orangtuanya mengidap miopia (Foster aktivitas jarak pendek, akibatnya besar pula
& Jiang, 2014). risiko miopia.
Cara penurunan miopia dapat secara autosomal Anak - anak yang membaca terus menerus
dominan, autosomal recessive dan sex linked. dalam kurun waktu lebih dari setengah jam
Derajat miopia yang diturunkan juga bervariasi. lebih berisiko menderita miopia dibandingkan
Penurunan miopia dapat diturunkan pada dengan anak yang membaca kurang setengah
tingkat satu yaitu langsung dari orang tua jam terus menerus. Sedangkan anak dengan
kepada anak atau pada keturunan tingkat dua kebiasaan membaca pada jarak <30 cm dalam
atau tiga dan seterusnya. Hal ini menunjukkan waktu 150 menit lebih berisiko menderita
bahwa dapat ditemukan orang tua dengan miopia dibandingkan dengan anak yang
miopia namun anaknya tidak menderita miopia. membaca pada jarak >30 cm dalam waktu 150
Dalam hal ini orangtua sebagai pembawa gen menit.
miopia (carrier). Miopia yang berhubungan
dengan faktor genetik berupa miopia sumbu Kecenderungan untuk membaca dengan teliti
atau miopia aksial, di mana anak yang selama lebih dari setengah jam secara terus-
mempunyai orang tua yang menderita miopia menerus menjadi penyebab tonus otot siliaris
memiliki sumbu mata yang lebih panjang menjadi tinggi, jadi titik fokus menjadi
dibandingkan dengan anak yang memiliki orang melengkung, menimbulkan gambaran benda
tua yang tidak menderita miopia. jatuh di depan retina dan menyebabkan rabun
jauh.
Aktivitas melihat dekat seperti membaca,
menulis, menggunakan komputer dan Saat membaca, kejadian rabun jauh juga
bermain video games merupakan sekian dipengaruhi oleh posisi tubuh, kecukupan
banyak aktivitas yang dicurigai sebagai cahaya saat membaca, ukuran huruf atau angka
aktivitas penyebab meningkatnya prevalensi yang dibaca. Posisi telentang atau tengkurap
miopia dari tahun ke tahun (Foster & Jiang, dapat meningkatkan perkembangan miopia
2014). Saxena et al (2015) mendapatkan hasil dengan menjadi penyebab pemanjangan bola
bahwa membaca lebih dari 5 jam per hari, mata sebagai akibat dari kontraksi otot
menonton TV lebih dari 2 jam per hari dan ekstraokular. Diketahui bahwa perbedaan arah
bermain komputer atau handphone pandangan menjadi penyebab perbedaan
meningkatkan risiko berkembangnya miopia. tegangan pada otot ekstraokular terutama otot
Pada pengukuran pemanjangan aksial terhadap oblik yang pada akhirnya mempengaruhi
aktivitas melihat dekat, terdapat pemanjangan tegangan dan tekanan pada bulbus okuli dan
axial secara signifikan pada mata dengan juga tekanan pada kelopak mata akan
onset awal miopia atau miopia yang mempengaruhi bentuk kornea, tergantung dari
berkembang. sudut pandang.

Disarankan saat membaca buku jarak yang Kecenderungan menonton TV dengan durasi
diberikan harus lebih dari 30 cm, dengan tertentu akan mempengaruhi derajat rabun jauh.
posisi duduk dan cahaya yang memadai, tidak Cahaya biru yang dihasilkan dari TV dapat
redup namun juga tidak terlalu terang. Durasi menyebabkan degenerasi retina dengan

15
merusak sitokrom oksidase dan menghambat Guan et al (2020) menyatakan peningkatan
pernapasan sel. Jarak yang terlalu dekat sambil penggunaan perangkat dapat menyebabkan
menatap TV juga dapat menimbulkan permasalahan okular dan non- okular seperti
kelemahan akibat kekakuan leher dan bahu, bertambahnya miopia, asthenopia, kerusakan
linglung, penglihatan kabur, mata merah dan retina, gangguan tidur. Dalam praktik sehari-
perih, serta rasa nyeri pada mata dan wajah. hari, ada beberapa cara untuk mencegah anak
Penelitian menunjukkan bahwa frekuensi mengalami computer vision syndrome, di
peningkatan rabun jauh pada anak-anak, antaranya dengan menggunakan aturan 20-20-
terutama anak-anak yang tinggal di apartemen 20 yang artinya tetap membuka mata selama 20
karena mereka akan lebih sering menghabiskan menit setiap kali melihat layar, istirahat selama
lebih banyak waktu untuk duduk di depan TV 20 detik. dan anak harus melihat sejauh
dan bermain gadget dan game. mungkin, 6 meter (20 kaki) untuk menghindari
kejang akomodasi dan asthenopia. Selain itu
Penggunaan gadget terkait dengan adanya perlu dilakukan penyesuaian cahaya dengan
berkas atau pancaran gambar yang dapat lingkungan agar tidak silau,24 jaga jarak mata
memungkinkan terjadinya berbagai bentuk ke layar komputer > 36 inci (> 90 cm), jarak
akomodasidan jarak yang diperlukan untuk mata ke layar handphone > 40 cm,23, 25
melakukan hal tersebut dapat menghasilkan penempatan layar digital 20° di bawah
efek yang lain terhadap miopia. Kurun waktu ketinggian mata,26 Batasi waktu menonton di
lama memandang pada monitor dan pancaran layar digital kurang dari 4 jam/hari dan gunakan
sinar biru dari monitor, risiko miopia dan mode malam (night mode) setelah sore hari. 27
bahaya cahaya biru terhadap mata wajib Rekomendasi screen time yang dianjurkan
diperhatikan secara serius, utamanya pada anak- untuk anak bisa disesuaikan dengan usia waktu
anak. belajar di rumah. Anak usia sekolah dianjurkan
Penggunaan gadget dalam waktu lama dapat untuk melakukan aktivitas fisik intensitas
menyebabkan kontraksiotot siliaris sehingga sedang minimal 60 menit, bermain dengan
bayangan objek akhirnya akan jatuh di depan peralatan hingga 2 jam, dan tidur berkualitas
retina. Perilaku penggunaan gadget yang sekitar 9-11 jam per hari. 28,29 Beberapa
berlebihan dapat menyebabkan penurunan visus anjuran lain bagi anak untuk meminimalisir
akibat stres otot akomodasi. Hal ini dapat screen time selama pandemi antara lain
terjadi ketika seseorang mencoba untuk melihat mematikan layar semua perangkat elektronik
benda-benda berdimensi kecil dari jarakdekat saat makan dan bepergian bersama keluarga,
untuk waktu yang lama. Otot-otot mata akan mengawasi dan mengawasi anak, menghindari
dipaksa bekerja terus menerus. Peningkatan penggunaan layar elektronik untuk
asam laktat akan terjadi sebab adanya menenangkan anak serta mematikan layar dan
keteganganpada otot siliaris dan akan mengeluarkan gawai dari kamar tidur 30–60
menyebabkan kelelahan pada mata. Primadiani menit sebelum waktu tidur.
& Rahmi (2017) mengemukakan bahwa Dipercayai bahwa penyebab peningkatan
pencahayaan yang tidak normal saat membaca miopia terletak pada lamanya aktivitas yang
biasanya memperburuk perkembangan miopia. dilakukan dari dekat, baik itu membaca di
Kondisi ruangan yang gelap mempengaruhi komputer atau perangkat.
intensitas dan jumlah cahaya yang diterima Kemunduran ketajaman penglihatan pada anak
mata dan menyebabkan kelainan refraksi pada yang frekuensi penggunaan alatnya berlebihan
mata. Pencahayaan yang cukup, saat cahaya disebabkan oleh stres yang terjadi pada fungsi
terfokus pada objek yang terlihat, tidak penglihatan. Ketegangan otot akomodatif dapat
membuat mata cepat lelah. Pencahayaan terjadi ketika seseorang mencoba untuk melihat
memainkan peran penting dalam fungsi benda-benda kecil dan jarak dekat dalam waktu
penglihatan. Jika pencahayaannya kurang yang lama.
bagus, akan membuat mata lelah. Agar mata Dalam kondisi seperti itu, otot akomodatif
tetap terang, perlu memastikan bahwa membesar, yang menyebabkan peningkatan
pencahayaannya cukup, tidak terlalu terang dan asam laktat dan akibatnya dapat menyebabkan
tidak terlalu gelap. kelelahan mata-tekanan pada retina jika kontras
bidang visual terlalu tinggi dan waktu

16
pengamatan terlalu lama. Durasi membaca Tabel 1 Distribusi Frekuensi
dengan bantuan perangkat merupakan salah Genetik Sampel
satu faktor yang berkontribusi terhadap No Riwayat Frekuensi Presentase
penurunan ketajaman visual. Menggunakan Keturunan
perangkat lebih dari 2 jam sehari 8,3 kali lebih 1 Ayah dan 8 14,5
mungkin untuk menurunkan ketajaman visual Ibu
dibandingkan anak-anak yang biasanya bermain 2 Ayah/Ibu 21 38,2
dengan perangkat kurang dari 2 jam sehari. 3 Tidak Ada 26 47,3
Pärssinen & Kauppinen (2016) menyatakan Total 55 100
Perkembangan miopia disebabkan oleh orang
yang berulang kali memaksa mata mereka dari 55 responden menunjukkan bahwa
untuk bekerja secara monoton dalam interval responden dengan kelainan miopia faktor
pendek dan panjang untuk menjaga agar mata keturunan (Ayah dan Ibu/ Ayah saja/Ibu saja)
terus-menerus disesuaikan. Ada hubungan yang sebanyak 29 orang (52,7%). Jadi Analisis
signifikan antara perkembangan miopia dan faktor risiko riwayat keluarga miopia (Ayah
waktu yang dihabiskan untuk membaca literatur dan Ibu/ Ayah saja/Ibu saja) di dapat 52,7%
dan aktivitas terdekat lainnya. Ini dipengaruhi yang menyebabkan miopia booming pada
oleh jenis pekerjaan dekat, yaitu. saat membaca, siswa MTsN 2 Jatiasih kota Bekasi. Anak yang
terdapat komponen kantung mata yang memilki orangtua yang menderita kelainan
mempengaruhi fungsi otot mata, sehingga miopia memang cenderung untuk terkena
kelelahan mata lebih cepat terjadi dan efek miopia. Hal ini disebabkan oleh karena
miopia lebih tinggi. regenerasi gen yang dibawakan oleh orangtua
ke anak sehingga mengakibatkan bentuk bola
mata menjadi lebih lonjong dan memiliki
Analisis Faktor Genetik
sumbu aksial yang lebih panjang. Biasanya
Faktor genetik dapat menurunkan sifat miopia orangtua yang mengalami miopia cenderung
ke keturunannya, baik secara autosomal menerapkan kebiasaan yang dilakukan dalam
dominan maupun autosomal resesif (penyakit sehari-hari yang berakibat terjadinya miopia
kelainan genetik turunan orangtua ke anaknya pada anaknya.Hal ini berarti bahwa riwayat
dan penyakit turunan orangtua akibat terinfeksi keluarga memiliki risiko dan keterkaitan
oleh anaknya). Lam et al (2008), dalam dengan miopia.
penelitiannya mengemukakan bahwa riwayat Hasil penelitian ini sejalan dengan sebuah
miopia pada orang tua mempengaruhi penelitian di Sumatera Barat, pada tahun 2017.
pertumbuhan bola mata anak. Pertumbuhan Penelitian tersebut didapatkan bahwa paling
bola mata dan pergeseran refraksi ke arah banyak terdapat faktor riwayat keturunan dari
miopia terjadi lebih cepat pada anak dengan salah satu orangtua. Faktor risiko yang penting
riwayat miopia. Seseorang dengan predisposisi dari miopia adalah faktor keturunan. Orangtua
keluarga dan terpapar oleh faktor miopigenik yang miopia cenderung memiliki anak miopia.
maka emetropisasi akan berjalan tak terkendali Jika kedua orangtua miopia, maka risiko anak
yang mengakibatkan pemanjangan aksial bola mengalami miopia akan semakin besar.
mata dan terjadi miopia sedang pada usia Prevalensi miopia 33-60% pada anak dengan
dewasa.Anak dengan riwayat ayah dan ibu kedua orang tua miopia.Pada anak yang
miopia cenderung melakukan aktivitas melihat memiliki salah satu orang tua miopia
lebih dekat dibandingkan anak tanpa orang tua prevalensinya 23-40% dan hanya 6-15% anak
miopia. mengalami miopia yang tidak memiliki orang
tua miopia. Faktor genetik, yang digambarkan
Dalam penelitian ini riwayat keluarga dilihat dengan adanya riwayat keturunan, merupakan
berdasarkan dari ada tidaknya keluarga inti faktor yang paling mempengaruhi terjadinya
responden yang diketahui memakai kacamata miopia. Diketahui bahwa miopia terjadi akibat
untuk melihat jauh, dikategorikan menjadi ada pemanjangan sumbu horizontal bola mata,
riwayat miopia keluarga (ayah dan ibu, ayah / sehingga bayangan jatuh di depan retina.
ibu) dan tidak ada riwayat miopia keluarga. Patogenesis abnormalitas sumbu horizontal

17
bola mata ini hanya dapat dijelaskan oleh salah satu jenis aktivitas yang memiliki
adanya kelainan di tingkat genetik. Terdapat proporsi tinggi pada masyarakat saat ini.Hal ini
18 lokus gen pada 15 kromosom yang diduga disebabkan semakin luasnya penggunaan
berperan terhadap terjadinya miopia. smartphone yang dapat digunakan untuk
Meskipun demikian, seluruh lokus tersebut berbagai keperluan, seperti membaca,
tidak terbukti secara langsung menyebabkan menonton video, dan komunikasi.
miopia.
Dalam penelitian ini Aktivitas melihat dekat
Analisis Faktor Aktivitas Melihat Dekat dilihat berdasarkan lamanya waktu (jam) per
Dalam aktivitas aktivitas jarak dekat, otot mata hari yang dibutuhkan untuk menonton
berperan dalam membantu mata bekerja, Jika membaca, kebiasaan menggunakan komputer /
aktivitas jarak terlalu dekat antara mata dengan laptop, bermain video game. Dikategorikan
objek dengan waktu yang lama maka akan menjadi Ya (Melakukan Aktivitas Jarak
mengakibatkan otot mata cepat lelah. Kondisi Dekat) atau Tidak (Melakukan Aktivitas Jarak
mata yang lelah dan terus menerus seperti itu Dekat).
maka mata akan terbiasa bekerja hanya dengan
jarak yang dekat. Sehingga ketika melihat Tabel 2 Distribusi Frekuensi
objek yang jauh mata akan terasa kabur. Aktivitas melihat dekat
Dalam penelitian ini terdapat adanya N Aktivitas Melihat Frekue Present
keterkaitan dengan pekerjaan. Pekerjaan pada O Dekat nsi ase
responden banyak didapatkan sebagai 1 Membaca dan
karyawan kantor dimana dalam pekerjaan menggunakan 35 63.6
mereka sering menggunakan aktivitas jarak Gadget
dekat sebagai media yang mempermudah
untuk mengakses informasi dan media 2 Membaca/Mengg
19 34.5
komunikasi seperti bermain komputer, laptop unakan gadget
ataupun handphone. Mata yang bekerja terlalu
3 Tidak membaca
lama akan mengakibatkan otot mata menjadi
dan menggunakan 1 1.8
lemah sehingga dapat mengurangi ketajaman
gadget
penglihatan pada responden. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang Total 55 100.0
dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, pada tahun 2018. Penelitian tersebut
juga menyimpulkan bahwa aktivitas melihat
dekat merupakan salah satu komponen dari Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa
faktor lingkungan yang terbukti berhubungan responden dengan risiko miopia paling banyak
dengan kejadian miopia, hasil penelitian ini didapatkan pada kelompok membaca dan
juga mendapati subjek penelitian melakukan menggunakan gadget sebanyak 35 orang
lama aktivitas jarak dekat selama 1-2 jam (63,6%). Sedangkan Aktivitas jarak dekat
(76,9%) . Terdapat teori yang menyatakan membaca/menggunakan gadget sebanyak 19
bahwa faktor gaya hidup yaitu aktivitas orang (34,5%) dan kelompok tidak membaca
melihat dekat yang terlalu banyak, seperti dan menggunakan gadget sebesar 1 orang
membaca buku, menonton TV, melihat layar (1,8%). Jadi Analisis faktor risiko aktivitas
komputer, bermain video game yang terlalu melihat jarak dekat (Membaca dan
lamadapat menyebabkan melemahnya otot menggunakan Gadget, Membaca saja dan
siliaris mata sehingga mengakibatkan menggunakan Gadget saja) di dapat 98,1%
gangguan otot untuk melihat jauh. Aktivitas yang menyebabkan miopia booming pada
melihat dekat terus menerus, terutama pada siswa MTsN 2 Jatiasih kota Bekasi.
usia anak-anak dan remaja, akan menyebabkan Aktivitas melihat dekat dari beberapa
perkembangan mata menjadi tidak normal. Hal penelitian diketahui dapat meningkatkan
ini menyebabkan sumbu horizontal mata terjadinya miopia26. Aktivitas melihat dekat
menjadi lebih panjang dari pada normal. menyebabkan akomodasi terus menerus,
Melakukan aktivitas jarak dekat telah menjadi

18
sehingga menyebabkan meningkatnya suhu memperburuk progresivitas miopia.
pada bilik mata depan yang selanjutnya akan Progresivitas pada miopia dapat terjadi dengan
meningkatkan produksi cairan intraokular. pencahayaan yang kurang sehingga
Peningkatan tersebut akan meningkatkan menyebabkan kelainan refraksi pada mata.
tekanan bola mata yang berhubungan dengan Kondisi ruangan gelap mempengaruhi
miopia. intensitas dan kuantitas cahaya yang diterima
mata sehingga menyebabkan kelainan refraksi
Analisis Faktor Pencahayaan pada mata penerangan yang cukup dengan
lampu yang difokuskan pada objek yang
dilihat menjadikan mata tidak mudah lelah.
Pencahayaan dilihat berdasarkan Penerangan berperan penting dalam fungsi
kurang/tidaknya intensitas cahaya yang penglihatan. Apabila penerangan kurang baik
dibutuhkan untuk menonton membaca, akan menyebabkan terjadinya kelelahan dalam
kebiasaan menggunakan gadget/ komputer penglihatan. Untuk menjaga agar mata tetap
/laptop, bermain video game. cemerlang perlu diperhatikan agar
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pencahayaan mendapatkan pencahayaan yang cukup tidak
pada Sampel terlalu terang dan tidak terlalu suram.
N Frekue Present
Pencahayaan
o nsi ase Analisis Faktor Durasi Aktivitas Dekat
1 Membaca dan
menggunakan (Lee et al., 2017) mengatakan bahwa terdapat
gadget dengan 19 34.5 hubungan antara menghabiskan waktu untuk
pencahayaan aktivitas melihat dekat dan melakukannya
kurang secara kontinyu selama >30 menit dengan
meningkatnya prevalensi miopia. Selain itu
2 Membaca/menggu Saxena et al (2015) menambahkan dengan
nakan gadget berbagai kegiatan aktivitas melihat dekat
dengan 22 40.0 seperti belajar atau membaca >5 jam/ hari,
pencahayaan menonton TV >2 jam/hari dan komputer atau
kurang video ataupun game handphone meningkatkan
resiko menderita miopia.
3 Membaca dan
menggunakan Hasil penelitian ini menunjukkan analisis
gadget dengan 14 25.5 faktor risiko durasi (Membaca dan
pencahayaan menggunakan Gadget lebih dari 2 jam,
cukup Membaca lebih dari 2 jam dan menggunakan
Gadget lebih dari 2 jam saja) di dapat 90,9%
Total 55 100.0 yang menyebabkan miopia booming pada
siswa MTsN 2 Jatiasih kota Bekasi. Terdapat 4
struktur mata yang berkontribusi dalam
refraksi yaitu kornea, aqueous humor, lensa
Pada penelitian ini hampir seluruh responden dan vitreous humour. Diantara keempatnya,
menyatakan mendapatkan pencahayaan yang kornea dan lensa berperan paling penting
kurang. Analisis faktor risiko pencahayaan dalam merefraksikan cahaya yang masuk.
(Membaca dan menggunakan Gadget dengan Ketika kornea dan lensa gagal dalam
pencahayaan kurang, Membaca dengan mengkompensasi pemanjangan pada panjang
pencahayaan kurang saja dan menggunakan aksial maka terjadilah gangguan refraksi yang
Gadget dengan pencahayaan kurang saja) di kemudian disebut dengan miopia. Banyak
dapat 74,5% yang menyebabkan miopia peneliti yang menyutujui bahwa panjang aksial
booming pada siswa MTsN 2 Jatiasih kota merupakan faktor yang paling menentukan
Bekasi. pada gangguan refraksi. Beberapa penelitian
Pencahayaan yang tidak normal pada saat melaporkan bahwa panjang aksial dan miopia
melakukan aktivitas membaca cenderung memiliki hubungan yang negatif, yang berarti

19
bahwa semakin panjang aksial yang dimiliki KESIMPULAN DAN SARAN
seseorang maka semakin parah miopia yang
dideritanya. Panjang aksial akan terus tumbuh Kesimpulan
hingga usia 16 sampai 18 tahun sebelum pada Kesimpulan dari penelitian menjelaskan bahwa
akhirnya berhenti membesar. hasil Analisis faktor risiko riwayat keluarga
miopia (Ayah dan Ibu/ Ayah saja/Ibu saja) di
Durasi dalam aktivitas sehari-hari dengan dapat 52,7% yang menyebabkan miopia
bantuan perangkat merupakan salah satu faktor booming pada siswa MTsN 2 Jatiasih kota
yang berkontribusi terhadap penurunan Bekasi. Hasil analisis faktor risiko aktivitas
ketajaman visual. Menggunakan perangkat melihat jarak dekat (Membaca dan
lebih dari 2 jam sehari 8,3 kali lebih mungkin menggunakan Gadget, Membaca saja dan
untuk menurunkan ketajaman visual menggunakan Gadget saja) di dapat 98,1%
dibandingkan anak-anak yang biasanya yang menyebabkan miopia booming pada
bermain dengan perangkat kurang dari 2 jam siswa MTsN 2 Jatiasih kota Bekasi. Hasil
sehari. Dikategorikan menjadi < 2 jam dan > Analisis faktor risiko pencahayaan (Membaca
2 jam dan menggunakan Gadget dengan
Tabel 4 Distribusi Frekuensi pencahayaan kurang, Membaca dengan
Durasi pada Sampel pencahayaan kurang saja dan menggunakan
N Frekue Present Gadget dengan pencahayaan kurang saja) di
Durasi
o nsi ase dapat 74,5% yang menyebabkan miopia
1 Membaca dan booming pada siswa MTsN 2 Jatiasih kota
menggunakan Bekasi. Hasil annalisis faktor risiko durasi
22 40.0
gadget lebih dari 2 (Membaca dan menggunakan Gadget lebih
jam dari 2 jam, Membaca lebih dari 2 jam dan
menggunakan Gadget lebih dari 2 jam saja)
2 Membaca/menggu didapat 90,9% yang menyebabkan miopia
nakan gadget lebih 28 50.9 booming pada siswa MTsN 2 Jatiasih kota
dari 2 jam Bekasi.
3 Membaca dan Saran
menggunakan
5 9.1
gadget kurang dari Berdasarkan penelitian analisis faktor yang
dari 2 jam mempengaruhi terjadinya miopia booming
terhadap siswa MTsN 2 Jatiasih Kota Bekasi
Total 55 100.0 adalah adanya faktor genetik / keturunan,
faktor aktivitas jarak dekat (membaca dan
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan gadget), durasi serta pencahayaan.
responden dengan risiko miopia paling banyak Disarankan untuk melakukan pencegahan agar
didapatkan pada kelompok miopia yang terjadi tidak semakin berat
membaca/menggunakan gadget lebih dari 2 dengan mengubah kebiasaan yang bisa
jam sebanyak 28 orang (50,9%). Sedangkan mempengaruhi progresivitas miopia contohnya
Membaca dan menggunakan gadget lebih dari dengan mengatur jarak dalam membaca dan
2 jam sebanyak 22 orang (40,0%) dan menggunakan gadget dengan tepat yaitu >30
kelompok membaca dan menggunakan gadget cm, mengatur pencahayaan serta
kurang dari dari 2 jam sebanyak 5 orang memperhatikan durasi. Orang tua diharapkan
(9,1%). Analisis faktor risiko durasi (Membaca untuk mengontrol kebiasaan anak agar
dan menggunakan Gadget lebih dari 2 jam, kelainan refraksi miopia bisa dicegah
Membaca lebih dari 2 jam dan menggunakan penambahannya, serta menjaga pola makan
Gadget lebih dari 2 jam saja) di dapat 90,9% dengan memberikan asupan gizi yang cukup
yang menyebabkan miopia booming pada untuk kesehatan mata.
siswa MTsN 2 Jatiasih kota Bekasi.

20
L., Wang, S., Zhang, J. Z., Tao, L. M., &
Tao, F. B. (2015). Effect of outdoor
REFERENSI activity on myopia onset and progression
in school-aged children in northeast
Basri, S., Pamungkas, S. R., & Arifian, F. F. china: The sujiatun eye care study. BMC
(2020). Prevalensi Kejadian Miopia yang Ophthalmology, 15(1), 1–11.
Tidak Dikoreksi pada Siswa MTSS https://doi.org/10.1186/s12886-015-
Ulumul Quran Banda Aceh. Jurnal 0052-9
Kedokteran Nanggroe Medika, 3(4), 1–8.
Lam, D. S. C., Fan, D. S. P., Lam, R. F., Rao,
Fauziah, M. M., Hidayat, M., & Julizar, J. S. K., Chong, K. S., Lau, J. T. F., Lai, R.
(2014). Hubungan Lama Aktivitas Y. K., & Cheung, E. Y. Y. (2008). The
Membaca dengan Derajat Miopia pada effect of parental history of myopia on
Mahasiswa Pendidikan Dokter FK Unand children’s eye size and growth: Results of
Angkatan 2010. Jurnal Kesehatan a longitudinal study. Investigative
Andalas, 3(3), 429–434. Ophthalmology and Visual Science,
https://doi.org/10.25077/jka.v3i3.164 49(3), 873–876.
https://doi.org/10.1167/iovs.06-1097
Foster, P. J., & Jiang, Y. (2014). Epidemiology
of myopia. Eye (Basingstoke), 28(2), Lee, C. W., Fang, S. Y., Tsai, D. C., Huang,
202–208. N., Hsu, C. C., Chen, S. Y., Chiu, A. W.
https://doi.org/10.1038/eye.2013.280 H., & Liu, C. J. L. (2017). Prevalence
and association of refractive
George, S., & Joseph, B. B. (2014). Study on anisometropia with near work habits
the prevalence and underlying factors of among young schoolchildren: The
myopia among the students of a medical evidence from a population-based study.
college in Kerala. International Journal PLoS ONE, 12(3), 1–15.
of Medical Research & Health Sciences, https://doi.org/10.1371/journal.pone.0173
3(2), 330. https://doi.org/10.5958/j.2319- 519
5886.3.2.069
Muhamedagic, L., Muhamedagic, B.,
Guan, H., Okely, A. D., Aguilar-Farias, N., del Halilovic, E., Halimic, J., Stankovic, A.,
Pozo Cruz, B., Draper, C. E., El & Muracevic, B. (2014). Relation
Hamdouchi, A., Florindo, A. A., Between Near Work and Myopia
Jáuregui, A., Katzmarzyk, P. T., Progression in Student Population.
Kontsevaya, A., Löf, M., Park, W., Materia Socio Medica, 26(2), 100.
Reilly, J. J., Sharma, D., Tremblay, M. https://doi.org/10.5455/msm.2014.26.100
S., & Veldman, S. L. C. (2020). -103
Promoting healthy movement behaviours
among children during the COVID-19 Murni Marlina Simarmata, Ferry Doringin, L.
pandemic. The Lancet Child and W. D. (2021). Penanggulangan Dampak
Adolescent Health, 4(6), 416–418. Aktivitas Melihat dekat Terhadap
https://doi.org/10.1016/S2352- Kejadian Miopia pada Anak Sekolah
4642(20)30131-0 dimasa Pandemi Covid-19Title. Jurnal
Mata Optik, 2(3).
Hall, J. E. (2011). NGuyton and Hall Textbook
of Medical Physiologyo Title (12th ed.). Pan, C. W., Ramamurthy, D., & Saw, S. M.
Saunders Elsevier. (2012). Worldwide prevalence and risk
factors for myopia. Ophthalmic and
Ilyas, H., Yulianti, S. R. (2012). Ilmu Penyakit Physiological Optics, 32(1), 3–16.
Mata (4th ed.). Balai Penerbit FK UI. https://doi.org/10.1111/j.1475-
1313.2011.00884.x
Jin, J. X., Hua, W. J., Jiang, X., Wu, X. Y.,
Yang, J. W., Gao, G. P., Fang, Y., Pei, C. Pärssinen, O., & Kauppinen, M. (2016).

21
Associations of reading posture, gaze
angle and reading distance with myopia
and myopic progression. Acta
Ophthalmologica, 94(8), 775–779.
https://doi.org/10.1111/aos.13148

Primadiani, I. S., & Rahmi, F. L. (2017).


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Progresivitas. Jurnal Kedokteran
Diponegoro, 6(4), 1505–1517.

Sasia, K., Iriani, F., Doringin, F., Wahyu


Budiana, M., & Refraksi Optisi dan
Optometri Gapopin, A. (2021). Edukasi
Dan Pemeriksaan Kesehatan Mata Sejak
Dini Untuk Mengatasi Peningkatan
Kasus Miopia Pada Siswa Sma Di
Jabodetabek. Prosiding Serina UNTAR
MBKM, 102–109.
https://journal.untar.ac.id/index.php/Serin
a_MBKM/article/view/18787

Saxena, R., Vashist, P., Tandon, R., Pandey, R.


M., Bhardawaj, A., Menon, V., & Mani,
K. (2015). Prevalence of myopia and its
risk factors in urban school children in
Delhi: The North India myopia study
(NIM study). PLoS ONE, 10(2), 1–11.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0117
349

WHO. (2014). Visual impairment and


blindness.
http://www.who.int/mediacentre/factshee
ts/fs282/en/

22

You might also like