You are on page 1of 51

MEMIMPIN DI ERA TRANSFORMASI DIGITAL

Perubahan peran kita dari karyawan menjadi seorang pemimpin dihadapkan dengan
tantangan transformasi digital yang diharapkan mampu berkomunikasi digital dan
menjalankan keterampilan kepemimpinan.

Pelatihan ini membantu kita untuk memahami perubahan peran dari karyawan menjadi
pemimpin tim. Peran yang tadinya hanya sebagai kontributor indvidu, sekarang
berubah menjadi peran yang perlu mengelola sumber daya manusia. Pengelolaan
sumber daya manusia adalah langkah awal untuk mengembangkan mindset bahwa
kesuksesan yang kita capai diwujudkan melalui tim. Ketika seorang pemimpin
berhasil membangun kepercayaan dan mendapatkan komitmen dari tim, maka pemimpin
dapat menjalankan peran memimpin tim.

Perkembangan teknologi digital yang terjadi membuat pemimpin di zaman digital


memilki tantangan yang berbeda dengan yang dihadapi pemimpin zaman dulu.
Pemimpin di zaman digital harus dapat beradaptasi dengan perubahan dan
persaingan maupun menguasai elemen agility (kecepatan). Adaptasi pemimpin
digital harus dapat menyesuaikan dengan perubahan dari pelanggan, perusahaan dan
persaingan. Pemimpin juga perlu mengasah diri untuk dapat menggunakan elemen
agiity sebagai kebiasaan dengan mengembangkan velocity, flexibility dan focus.
Kunci untuk dapat menjalankan adaptasi perubahan digigital dan elemen agilty
akan ditentukan menggunakan interaksi low touch-high touch dalam komunikasi
maupun keterampilan kepemiminan digital.

Jadi, tujuan kita dalam perjalanan kali ini adalah:


1. Mengubah mindset dari kontributor individu menjadi pemimpin tim
2. Menjalankan paradigma kepemimpinan dalam transformasi digital
3. Memahami keterampilan 5M kepemimpinan untuk membantu orang lain agar dapat
mengatasi tantangan perubahan dalam transformasi digital
4. Mendengarkan secara empati dalam situasi interaksi langsung maupun interaksi
digital
5. Memahami komunikasi non verbal dalam situasi interaksi langsung maupun
digital
6. Merespon komunikasi secara asertif dalam situasi interaksi langsung maupun
digital
7. Menjalankan pemberian instruksi secara tepat kepada orang lain
8. Menjalankan delegasi terhadap tugas-tugas dengan mempertimbangkan prioritas
9. Menjalankan dasar-dasar proses Coaching untuk dapat mengembangkan kemampuan
SDM
Supaya perjalanan ini lebih mantap, maka sasaran pribadi saya adalah:

TARGET KOMPETENSI

Gaining Commitmen
Pengertian: Menggunakan teknik dan gaya interpersonal yang sesuai untuk membuat
orang lain menerima suatu gagasan atau rencana; menyesuaikan perilaku dengan
tugas, situasi, maupun orang lain yang terlibat.
1. Membuka diskusi dengan efektif: Menjelaskan harapan, tujuan, atau
permintaan dengan cara yang jelas dan menarik.
2. Memperjelas situasi saat ini: Mencari, memberikan dan merangkum
informasi; memastikan orang lain dapat memahami situasi atau isu yang dihadapi.
3. Mengembangkan gagasan orang lain dan diri sendiri: Menyampaikan gagasan
pribadi; meminta dan mengembangkan saran dari orang lain; membuat saran atau
usulan.
4. Mendorong terjadinya kesepakatan: Menggunakan strategi yang sesuai untuk
mempengaruhi orang lain (misalnya menunjukkan keuntungan yang bisa diraih atau
memberikan penghargaan) agar mendapatkan kesepakatan; berkeras dengan cara
menggunakan berbagai pendekatan yang diperlukan untuk mendapatkan kesepakatan.
5. Menutup diskusi dengan ringkasan yang jelas: Merangkum hasil diskusi dan
menetapkan langkah tindak lanjut jika diperlukan.
6. Mengelola hubungan: Membangun hubungan interpersonal yang baik dengan
cara membuat orang lain merasa bernilai, dihargai dan dilibatkan dalam
diskusi-diskusi (meningkatkan harga diri, berempati, melibatkan orang lain,
terbuka dan memberikan dukungan).

Building Trust
Pengertian: Berinteraksi dengan cara yang membuat orang lain merasa yakin atas
tujuan individu maupun organisasi, menaati aturan serta peduli terhadap
lingkungan sekitar.
1. Bekerja dengan integritas: Menunjukkan kejujuran; menjaga komitmen;
berperilaku dengan konsisten; menerima tanggung jawab atas hasil (baik positif
maupun negatif) kerja seseorang; mengakui kesalahan dan kembali fokus kepada
upaya-upaya jika diperlukan; Mentaati peraturan-peraturan (K3LH, kepatuhan,
Disiplin dll) yang berlaku di perusahaan dalam setiap aktivitas dan pekerjaan
2. Terbuka mengenai posisi diri sendiri: Menyampaikan pemikiran, perasaan dan
alasan yang rasional sehingga orang lain dapat memahami posisinya.
3. Terbuka terhadap gagasan yang berbeda: Mendengarkan orang lain dan
secara obyektif mempertimbangkan ide dan opini orang lain meskipun bertentangan
dengan ide dan opininya.
4. Mendukung orang lain: Memperlakukan orang lain sesuai dengan martabat,
kehormatan, dan keadilan; memberikan penghargaan yang sesuai pada orang lain;
membela orang lain yang berhak meskipun harus menghadapi perlawanan ataupun
tantangan.
5. Tidak mengutamakan tujuan kelompok sendiri: Menempatkan tujuan
organisasi sebagai prioritas utama dibandingkan tujuan kelompok sendiri;
mengantisipasi dampak dari tindakan dan keputusan dalam kelompok terhadap
hubungan kemitraan
6. Menampilkan keteladanan: Menampilkan contoh/teladan, perilaku yang
sesuai dengan etika, standar dan nilai-nilai.

Coaching
Pengertian: Melibatkan individu dalam mengembangkan dan berkomitmen pada suatu
rencana tindakan untuk mengembangkan perilaku, keterampilan, ataupun pengetahuan
yang spesifik yang dibutuhkan untuk mendukung peningkatan kinerja atau
mempersiapkan keberhasilan dalam mengembangkan tanggung jawab yang baru.
1. Menyelaraskan ekspektasi sebagai bahan diskusi: Membuka sesi bimbingan
dengan menjelaskan tujuan dan kepentingan diskusi; memeriksa pemahaman.
2. Menetapkan tantangan kinerja: Menjelaskan dan mengklarifikasi kebutuhan
untuk pengembangan atau persiapan yang dibutuhkan untuk menjawab peluang baru
dalam pekerjaan; menjelaskan dampaknya terhadap individu, tim dan organisasi;
memberikan contoh spesifik dan data yang relevan.
3. Mempertahankan motivasi: Mengakui nilai, kemajuan dan kontribusi individu
tanpa mengurangi tantangan kinerja; berempati dengan kekhawatiran individu serta
tetap menekankan tanggung jawab atas tindakan yang telah disetujui bersama.
4. Melibatkan dan mengikutsertakan: Memberi pertanyaan untuk
mengklarifikasi isu-isu dan penyebabnya; secara kolaboratif mengembangkan sebuah
rencana dengan mencari dan membangun berdasarkan ide-ide orang lain;
menyeimbangkan antara bertanya dan memberi tahu.
5. Menawarkan dukungan: Menyediakan bantuan (secara langsung atau melalui
orang lain) dengan memberikan saran untuk pengembangan, contoh-contoh praktis
terbaik, sumber daya pengembangan, contoh positif, atau peluang untuk
bereksperimen; mengekspresikan keyakinan terhadap keinginan dan kemampuan
individu untuk menunjukkan kinerja efektif.
6. Menyusun rencana tindakan: Menyimpulkan tindakan yang spesifik yang akan
diambil oleh individu; menentukan akuntabilitas, rentang waktu, pengukuran
kemajuan, dan langkah tindak lanjut secara jelas; memastikan komitmen untuk
menjalankan tindakan pengembangan; memantau kemajuan dan hasil; mendorong dan
mengarahkan kembali aktivitas.

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 5
MEMIMPIN PERUBAHAN DIGITAL 6
A. Transformasi Digital 6
B. Perubahan Dunia Akibat Transformasi Digital 8
C. Tantangan Pemimpin Untuk Adaptasi Perubahan dan Elemen Agility di Era
Digital 10
D. Kunci Peran Pemimpin Transfromasi Digital: Interaksi High Touch & Low
Touch 14
E. 5M Kepemimpinan 19
KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN 21
A. Pengertian Komunikasi 21
B. Empati 23
C. Tingkat Komunikasi Kepemimpinan 24
D. Keterampilan Komunikasi 25
E. Membangun Komunikasi 31
F. Respon dalam Komunikasi 35
G. Komunikasi Asertif 39
KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN 41
A. Directing & Controlling (Pengarahan & Pengawasan) 41
B. Delegating (Pendelegasian) 48
C. Coaching Error! Bookmark not defined.
KESIMPULAN 69
RENCANA TINDAKAN 69
MEMIMPIN PERUBAHAN DIGITAL

A. Transformasi Digital
Munculnya teknologi digital, dan disrupsi yang diciptakannya, membentuk kembali
perusahaan dan seluruh industri. Transformasi digital adalah proses mengubah
cara perusahaan memanfaatkan teknologi, orang, dan proses untuk meningkatkan
kinerja bisnis dan merangkul model bisnis baru. Transformasi ini bersifat budaya
dan mempengaruhi semua elemen bisnis termasuk penjualan, pemasaran, operasi dan
layanan pelanggan dan biasanya disertai dengan perpindahan ke teknologi cloud
modern. Transformasi digital adalah the real game changer untuk mengubah bisnis
menjadi lebih cepat, lebih aman, dan memberikan pengalaman pelanggan terbaik.
Ini mempercepat transformasi aktivitas bisnis, proses, kompetensi, dan model
untuk sepenuhnya memanfaatkan perubahan dan peluang teknologi digital dan
dampaknya di masyarakat dengan cara yang strategis.

Transformasi digital pada akhirnya mendorong perubahan karena tidak hanya


berdampak pada struktur industri dan posisi strategis, tetapi juga semua tingkat
organisasi (setiap tugas, aktivitas, proses) dan juga hubungan dengan
pihak-pihak eksternal. Dengan keberhasilan transformasi digital, perusahaan
dapat memanfaatkan bidang teknologi dan komunikasi untuk memanfaatkan
pertumbuhan dan keuntungan. Pendekatan ini akan membantu dalam meningkatkan
proses inti, dan dapat mendorong peningkatkan keterlibatan pelanggan, yang pasti
akan berdampak positif pada keuntungan perusahaan.

Peran pemimpin transformasi telah banyak berkembang dalam beberapa tahun


terakhir. Dari memilih ragam teknologi digital yang tepat hingga memfasilitasi
peluncuran sistem baru, seorang pemimpin transformasi harus mengatasi berbagai
tantangan dalam digitalisasi. Pada praktiknya, seringkali para pemimpin merasa
kesulitan untuk membimbing organisasi melalui transformasi digital. Ini
membutuhkan serangkaian sifat kepemimpinan baru untuk mengatasi tantangan
organisasi modern dan membuat dampak jangka panjang.

Pemimpin transformasi digital yang efektif memahami outcomes apa yang penting
dan mendorong organisasi yang sukses. Mereka juga tahu bagaimana menghubungkan
inisiatif tersebut dengan orang, proses, dan teknologi yang diperlukan untuk
mencapainya, dan ahli dalam menampilkan perpaduan yang tepat antara pengetahuan
dan keterampilan untuk menghasilkan transformasi skala besar dalam organisasi.
Dengan transformasi digital yang meningkat, perusahaan mulai mengalami
pergeseran tanggung jawab di berbagai peran. Peran pemimpin transformasi penuh
dengan tantangan dan kurva pembelajaran. Menerapkan transformasi digital dalam
bisnis adalah tentang membayangkan kembali bagaimana organisasi berfungsi, mulai
dari prosesnya hingga sistemnya, hingga datanya, hingga pengalaman pelanggannya,
hingga manusianya.

GAMES & DISKUSI PEMIMPIN TRANSFORMASI DIGITAL


Berdasarkan gambar yang sudah dibuat dalam games, tuliskan hasil diskusi Anda
mengenai kedua sosok tersebut sesuai pada kolom di bawah ini:

Staf Zaman Dahulu

Pemimpin Tim Zaman Digital

-->
-->

-->

-->

-->

Tuliskan perjalanan perjuangan dari staf menjadi pemimpin di sini:

B. Perubahan Dunia Akibat Transformasi Digital


Perhatikan hasil survei transformasi digital dari Broadbridge tahun 2021 berikut
ini.

Saat ini dunia sedang bergerak berubah dan mengalami percepatan perubahan
teknologi. Perusahan menempatkan prioritas pada 3 bidang yang memerlukan
transformasi digital, yaitu bidang hubungan pelanggan, penjualan pemasaran, dan
operasional. Keterlibatan peran pemimpin berkisar 71%-83% menggerakkan proses
transfomasi digital di perusahaan.

Lebih jauh lagi, pemimpin memiliki tanggung jawab pengelolaan anggaran yang
berkisar 9%-12% yang dialokasikan untuk investasi pada transformasi digital dan
solusi digital generasi baru. Peran pemimpin untuk dapat memimpin perubahan dan
transformasi digital sangat berdampak pada 3 faktor penting bagi perusahaan,
yaitu peningkatan kualitas perencanaan dan pengambilan keputusan, pertumbuhan
pendapatan, dan tingkat keuntungan yang lebih baik. Dalam dua tahun kedepan,
pemimpin dihadapkan dengan peningkatan tanggung jawab untuk dapat memberikan
hasil pada proses transformasi digital.
Hanya saja, hampir dari 50% investasi digital dari seluruh dunia gagal
menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih besar dari modal yang dikeluarkan.
Dari Investasi 150-350 juta USD, hanya beberapa perusahaan saja yang berhasil
mendapatkan pendapatan 500 juta-1 Milyar USD yang berdampak langsung pada
peningkatan pendapatan dalam proses transformasi digital. Hasil survei
menunjukkan bahwa hanya 20 perusahaan yang betul-betul dapat menghasilkan
tingkat pengembalian investasi 25% ke atas.

3 dari 20 perusahaan yang berhasil memberikan hasil pada proses transformasi


digital menunjukkan peran pemimpin dapat menggerakan faktor manusia di dalamnya
untuk mau berubah, memberikan bimbingan dan mengatasi masalah resistensi dalam
tim. Hal ini menunjukkan peran pemimpin semakin besar untuk dapat memenuhi
perubahan. Pada akhirnya proses transformasi bergantung pada faktor Sumber Daya
Manusia yang mampu untuk beradaptasi dengan perubahan, memberikan bimbingan dan
mendapatkan komitmen.

Perhatikan bagan berikut:

C. Tantangan Pemimpin Untuk Adaptasi Perubahan dan Elemen Agility di Era Digital
Dalam transformasi digital, seorang pemimpin harus dapat menguasai 2 hal yaitu
tuntutan adaptasi perubahan dan elemen agility sebagai bagian dari perilakunya.
1. Tuntutan Adaptasi Perubahan
Tuntutan adapatasi perubahan muncul karena adanya tuntutan yang datang dari
perkembangan situasi (context) pelanggan, persaingan, dan perusahaan. Ketiga
perkembangan ini akhirnya melahirkan percepatan perubahan. Jika dahulu sering
ditemukan mitos “berubah atau mati”, maka saat ini kenyataan saat ini
menunjukkan dengan jelas bahwa perubahan adalah kewajiban. Percepatan perubahan
ini perlu dipahami sebagai bagian dari transformasi digital.
a. Pelanggan
Perkembangan digital membuat pelanggan memiliki kemudahan akses untuk
mendapatkan informasi. Banyaknya paparan informasi membuat pelanggan mendapatkan
beragam jenis edukasi dan pengetahuan, yang kemudian berdampak pada perubahan
kebutuhan yang berlangsung begitu cepat. Contohnya, pengguanaan Qris sebagai
alat pembayaran meningkat pesat sejak semakin dikenalnya mobile banking. Fitur
NFC untuk mengisi e-wallet/e-money sekarang menjadi fitur wajib bagi bisnis.
Pelanggan berinteraksi dengan lebih leluaasa melalui aplikasi dan ruang maya
(low touch) tanpa perlu bertatap muka secara langsung (high touch). Komunikasi
melalui media digital dengan segala fasilitas maupun keterbatasannya menjadi
lazim untuk dilakukan. Pemimpin dan timnya dituntut untuk dapat memahami
perasaan dan situasi yang terjadi pada pelanggan bahkan tanpa menemui pelanggan
secara langsung, melainkan hanya melalui media komunikasi digital.

Dengan adanya kehidupan digital, maka lahirlah generasi pelanggan yang terbiasa
hidup tanpa terpisah dari alat digital (digital native). Pelanggan yang terbiasa
dengan pola hidup digital akan menuntut pemenuhan kebutuhan secara cepat dan
tepat. Kepuasan pelanggan akan diukur dari pengalaman yang dirasakan selama
berinteraksi dengan perusahaan melalui tatap muka dan media digital yang
digunakan. Senyum ramah saja tanpa ada dukungan digital yang mudah akan dirasa
sebagai pengalaman yang terasa kurang bagi digital native.
b. Persaingan
Adanya tuntutan pelanggan yang semakin cepat berubah membuat arah persaingan
semakin mengedepankan inovasi, bahkan jika perlu menciptakan disrupsi yang dapat
mengubah cara bisnis menjadi betul-betul berbeda. Contohnya, keberadaan
marketplace dan fasilitas belanja online membuat para pelaku bisnis
berlomba-lomba menyempurnakan layanan digital untuk dapat memberikan layanan
yang lebih cepat dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Aplikasi digital juga
melahirkan transparansi harga, dengan hanya 1 klik jari, pelanggan bisa langsung
tahu harga, kualitas dan tampilan fisik tanpa harus meninggalkan rumah. Media
sosial tidak bisa dipisahkan sebagai bagian dari upaya memenangkan persaingan
melalui integrasi proses berbasis digital. Korporasi besar sekarang juga
mendapatkan ancaman dari menjamurnya start up. Revolusi teknologi internet
membuat semua usaha masuk ke ranah digital sehingga 90% bisnis sudah masuk ke
arah digital. Persaingan menuntut pelaku bisnis wajib menyesuaikan diri dengan
tuntutan adaptasi digital.

c. Perusahaan
Dengan adanya kondisi pelanggan dan persaingan, perusahaan harus merespon untuk
dapat menjawab tantangan. Produk yang dijual saat ini mengharuskan perusahaan
untuk masuk ke era digital. Produk adalah layanan, dalam arti produk yang dibuat
harus dilengkapi dengan layanan sebagai bagian yang tidak terpisah. Produk harus
mudah dicari dan mudah untuk diakses melalui saluran digital. Perusahaan juga
mengalami ledakan data. Informasi yang masuk seringkali harus dikelola untuk
menjadi data yang relevan. Dengan adanya tuntutan kerja sama untuk dapat
memenangkan persaingan, perusahaan menerapkan adanya hubungan kerja struktural,
fungsional, teritorial dan gugus tugas serta proyek lintas unit.
Hubungan-hubungan kerja ini membentuk jejaring kolaborasi yang kompleks.

Perusahaan perlu memastikan agar tim yang terbentuk dapat menyelesaikan


tantangan yang dihadapi namun tetap bisa fokus untuk menjalankan tugasnya secara
struktural. Untuk dapat meningkatkan kinerja dan selaras dengan prosedur
Kesehatan di era kenormalan baru, perusahaan mulai menjalankan adaptasi Hybrid
Working Hour. Karyawan memiliki keleluasan untuk bekerja dari mana saja. Lokasi
bisa di kantor (WFO/Working From Office) maupun di rumah (WFH/Working From
Home). Dengan memasuki bekerja di masa sekarang, perusahaan perlu mengambangkan
kebijakan hidup berimbang (Work Life Balance)

2. Elemen Agility (kecepatan)


Elemen Agility adalah kunci perilaku yang cepat dalam merespon perubahan yang
terjadi. Elemen ini terdiri dari:
a. Velocity (arah kecepatan): kecepatan dan kemajuan adaptasi terhadap konsep
maupun proses digital, termasuk design thinking, agile & lean, pendekatan
eksperimen, inovasi customer centric dan prakademisi (praktisi akademisi) dalam
validasi data/hasil pembelajaran berkelanjutan.
b. Focus (fokus): membangun momentum perusahaan melalui strategi yang membuka
kemungkinan, cepat dan mampu beradaptasi dengan proses yang langsung terkait
dengan eksekusi dan selaras dengan tujuan perusahaan yang jelas dengan
penggunaan melihat perkembangan di luar organisasi.
c. Flexibility (fleksibel): menciptakan budaya, lingkungan dan struktur yang
cepat bergerak melalui kerja sama lintas fungsi, kelompok kecil, kecepatan
pengambilan keputusan, kolaboratif dan budaya yang mengedepankan penguasaan,
otonomi dan berbasis tujuan.
Kondisi ini menjadi formula bagi seorang pemimpin untuk dapat cepat merespon
perubahan, yang berarti pemimpin mampu untuk mengarahkan energi untuk cepat
beradaptasi, memilih tindakan yang terfokus pada sasaran perusahaan dan
membangun kolaborasi untuk menggerakkan orang lain.

Lalu, apa yang terjadi ketika salah satu komponen dari elemen Agility tidak
dikuasai?

Tanpa Velocity
Focus
Flexibility
Pemimpin lambat dalam menjalankan perubahan sehingga sulit untuk beradaptasi
Velocity
Tanpa Focus
Flexibility
Pemimpin bersikap sembrono karena bertindak di luar dari sasaran organisasi
Velocity
Focus
Tanpa Flexibility
Pemimpin justru melumpuhkan organisasi karena tidak empati bahkan menjadi sumber
konflik
Velocity
Focus
Flexibility
Pemimpin sukses dengan cepat mengarahkan adaptasi, bertindak selaras dengan
sasaran perusahaan dan membangun kerja sama

Berdasarkan dari 2 faktor perilaku yang harus dikuasai, maka seorang pemimpin di
era digital harus dapat menguasai tuntutan pemimpin digital. Pada prinsipnya,
pemimpin perlu menjalankan 3 elemen Agility untuk dapat beradaptasi dengan 3
tuntutan perubahan untuk dapat sukses menjalankan peran transformasi digital.
Pemimpin dapat menjalankan:
a. Elemen Agility untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pelanggan
b. Elemen Agility untuk dapat memenuhi tuntutan perusahaan
c. Elemen Agilty untuk dapat tanggap terhadap dinamika situasi persaingan
TUNTUTAN PEMIMPIN DIGITAL
PENGUASAAN ELEMEN AGILITY
Adaptasi tantangan digital
Velocity
Focus
Flexibility
Pelanggan
Membaca perubahan kebutuhan pelanggan
Merumuskan tindakan perbaikan yang memenuhi kebutuhan pelanggan
Merespon dengan cepat terhadap perubahan kebutuhan pelanggan
Perusahaan
Mengatasi hambatan perilaku tim dalam beradaptasi dengan perubahan
Menjalankan tindakan perbaikan yang sejalan dengan sasaran tim mauun visi
perusahaan
Membangun kecepatan tim dalam merespon tuntutan perusahaan
Persaingan
Tanggap dan responsif terhadap situasi bisnis serta bersedia berbagi informasi
kepada tim
Mengatasi tekanan lingkungan dengan mengarahkan eksekusi tim agar tetap fokus
pada sasaran organisasi
Menyesuaikan perilaku tim untuk mencari cara-cara baru yang kreatif untuk
menghasilkan inovasi

Kesembilan tuntutan ini menjadi kunci seorang pemimpin untuk dapat menempa
dirinya untuk mempersiapkan diri memimpin tim dalam era digital. Perubahan yang
berjalan begitu cepat membuat banyak orang menanti peran aktif dari pemimpin
untuk merespon dan membantu orang lain beradaptasi.

D. Kunci Peran Pemimpin Transfromasi Digital: Interaksi High Touch & Low Touch

Perubahan teknologi di masa digitalisasi ini menyebabkan munculnya media-media


komunikasi baru, yang pada akhirnya ikut mengubah pula cara pemimpin berhubungan
dengan orang lain. Hubungan-hubungan ini dapat dibangun melalui berbagai pilihan
media komunikasi yang memungkinkan seseorang menjalankan perannya sebagai
pemimpin. Interaksi yang terjadi dalam hubungan antara seorang pemimpin dengan
pihak lainnya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam High Touch Interaction
(interaksi sosial tinggi) atau Low Touch Interaction (interaksi sosial rendah).
Dalam interaksi sosial tinggi, seseorang bisa menawarkan bantuan dan dukungan
langsung kepada pihak lainnya, sementara dalam interaksi sosial rendah,
pihak-pihak lainnya ini diberikan alat/perangkat untuk menyelesaikan masalah.

Interaksi sosial rendah vs interaksi sosial tinggi dalam interaksi antarmanusia


sering diartikan sebagai bentrokan antara komunikasi manusia dan proses otomasi.
Hal ini dikarenakan terjadinya pergeseran dari hubungan yang membutuhkan banyak
sumber daya manusia dengan pelayanan secara tatap muka menjadi hubungan melalui
proses otomasi yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pihak-pihak yang
berinteraksi. Kedua pendekatan ini membutuhkan penilaian, kesiapan dan
keterampilan baru dalam proses komunikasi. Dalam revolusi industri 4.0, kedua
interaksi ini sangat bergantung pada pengumpulan data, analisis dan pemecahan
masalah (yang dilakukan oleh pemimpin yang berinteraksi dengan anggota tim), dan
penguasaan perangkat digital. Kunci dari menguasai kedua pendekatan interaksi
ini adalah memberikan kemampuan untuk pemimpin dapat meyampaikan pesan yang
dapat diterima dengan persepsi yang sama.

Pergeseran ini tidak lantas langsung membuat pemimpin menjadi sekadar bagian
mesin teknologi. Lebih jauh lagi, pergeseran ini justru menempatkan manusia
sebagai pusat dalam komunikasi karena semua interaksi akan bertumpu pada
penguasaan seorang pemimpin untuk dapat bertatap muka secara langsung maupun
menggunakan media digital. Kepemimpinan masa kini menuntut pembinaan hubungan
tim yang relevan dengan situasi kerja, tujuan bisnis secara spesifik dan
membantu tim dalam adapatasi perubahan. Saat SDM kita memahami pergeseran ini,
komunikasi kepemimpinan yang terjadi baik secara interaksi sosial tinggi maupun
interaksi sosial rendah akan digunakan untuk mencapai sasaran kinerja yang
diharapkan. Kedua bentuk hubungan pelanggan akan saling melengkapi.

Pada saat ini, terdapat kesalahpahaman bahwa keterlibatan digital memiliki


nuansa robot yang mekanistik dan tidak manusiawi. Namun, hanya karena komunikasi
dilakukan melalui mesin, itu tidak berarti bahwa tidak bisa memasukkan faktor
manusia melalui alogaritma pelayanan maupun sentuhan manusiawi. Kuncinya adalah
memastikan bahwa sentuhan teknologi dalam komunikasi antar manusia tetap
berimbang antara komunikasi tatap muka dengan penggunaan perangkat digital.

Perkembangan teknologi yang pesat di era digital 4.0 membawa perubahan


signifikan di berbagai bidang kehidupan manusia, yang pada akhirnya berpengaruh
pada perubahan lingkunghan kerja. Interaksi antara pemimpin dan tim yang semula
berupa pendekatan interaksi sosial tinggi beranjak berubah menjadi pendekatan
interaksi sosial rendah. Ditinjau dari aspek bentuk interaksi, karakteristik,
dan dimensi pelayanan, berikut adalah perubahan yang terjadi dalam hubungan
pelanggan di era 4.0:

ASPEK
PENDEKATAN INTERAKSI SOSIAL TINGGI
PENDEKATAN INTERAKSI SOSIAL RENDAH
INTERAKSI
Tatap muka, meeting, event, gathering
Media sosial, chat, group chat, komunitas, virtual relation, learning platform,
webinar, apps, EDC, QRIS
KARAKTERISTIK
Keramahan, kesopanan, kehangatan suasana, pengalaman interaksi
Kecepatan, aksesbilitas, kemudahan, solusi masalah
DIMENSI PELAYANAN
Pendengaran, pengamatan, perasaan
Pendengaran, pengamatan, perasaan, membaca, penguasaan teknologi komunikasi,
pembelajaran baru

Saat menjalankan transformasi digital, seringkali muncul beberapa sikap resisten


dari pihak-pihak yang terlibat. Resistensi sendiri merupakan respon yang
manusiawi untuk dapat mempertahankan diri dari situasi yang tidak diketahui.
Sikap-sikap ini antara lain:
a. Sumber daya manusia lambat/tidak mau berubah
Anggota tim sebagai bagian dari sumber daya manusia tidak peka ketika terjadi
perubahan. Seringkali, bukan karena tidak menunjukkan perhatian, melainkan fokus
hanya kepada diri sendiri. Kalaupun terasa adanya perubahan, sikap sumber daya
manusia yang terlibat cenderung santai saja. Perubahan dianggap sebagai sesuatu
yang biasa saja dan tidak perlu direspon dengan cepat. Kelambatan perubahan dan
ketidakmampuan berempati dalam situasi perubahan ini muncul karena adanya
hambatan terhadap kemajuan, terutama terkait dengan teknologi, strategi dan
orang, termasuk:
a. Teknologi dan data: sistem yang usang dan tidak fleksibel, infrastruktur TI
yang rusak, kesulitan dalam integrasi sistem dan menggabungkan data.
b. Jangka pendek: fokus pada target dan prioritas jangka pendek, menghambat
kemampuan untuk maju dengan proyek atau perubahan jangka panjang yang lebih
besar.
c. Talenta: tantangan untuk menarik dan mempertahankan talenta digital terbaik.
d. Pendekatan lama: perilaku, proses, dan pengambilan keputusan yang sudah
mengakar yang secara inheren lambat dan selalu butuh konfirmasi berkali-kali
dengan birokrasi yang panjang.
e. Silo organisasi: rem hambatan politik internal, divisi yang bersaing agenda,
pengambilan keputusan secara diam-diam.
f. Prioritas: tantangan seputar memahami cara terbaik untuk mengalokasikan
sumber daya yang terbatas, seringkali karena kurangnya pengetahuan atau tidak
memikirkan dampak keuntungan.
b. Tidak responsif terhadap perubahan perilaku pelanggan
Perubahan tuntutan perilaku pelanggan saat ini sangat dinamis dan dapat
berubah-ubah sejalan dengan kondisi yang ada. Sayangnya, kita sering tidak bisa
bersikap responsif karena terikat dengan budaya yang kuat yang menghalangi
perubahan, mempertahankan stabilitas kedudukan oknum tertentu dan melestarikan
struktur kekuasaan berdasarkan pola yang ada. Semakin besar hubungan jejaring
yang sudah terbangun dalam organisasi yang terikat dengan budaya, maka semakin
'lengket' faktor manusia di dalamnya untuk mempertahankan cara berpikirnya
terhadap situasi saat ini dan menggunakan produk pengetahuan yang sudah tertanam
dalam teknologi dari organisasi. Semakin “lengket” cara berpikir sumber daya
manusianya, maka akan berdampak pada semakin tidak responsifnya SDM terhadap
perubahan. Perubahan pada pelanggan, persaingan dan perusahaan ditanggapi dengan
tidak responsif. Masalah cenderung diabaikan sehingga tidak ada penyelesaian
yang dilakukan. Pada akhirnya, pelanggan yang paling dirugikan karena manajemen
tidak melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu.

c. Banyak menggunakan asumsi & terlalu banyak informasi


Pengambilan keputusan dan penyusunan strategi di tingkat manajemen seringkali
masih banyak menggunakan asumsi. Hal ini menjadi ironis karena seolah-olah
pemimpin tidak memiliki informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan. Ketika
memasuki era digital, jumlah informasi yang masuk ke dalam perusahaan menjadi
begitu banyak, sehingga tidak jarang perusahaan menjadi kesulitan untuk memilih
dan memilah informasi yang diperlukan. Banyaknya informasi justru melahirkan
masalah yang sama ketika informasi sama sekali tidak tersedia. Pemimpin
seringkali tidak memiliki cukup waktu untuk mengolah informasi menjadi data yang
relevan untuk dipergunakan. Pada akhirnya, penggunaan asumsi sebagai dasar
pengambilan keputusan dianggap sebagai cara yang paling cepat untuk bertindak
tanpa disertai data-data yang seharusnya dianalisis terlebih dahulu.

d. Terjebak dalam pemikiran rutin yang sama


Pada saat perubahan teknologi terjadi secara eksponesial, perubahan SDM terjadi
secara sekuensial, sehingga akan terjadi gap antara kesiapan SDM dalam
menghadapi perubahan teknologi. Sayangnya, hal ini kadang malah disikapi dengan
penggunaan solusi yang sudah tidak relevan dengan zaman. Manajemen seringkali
hanya menggunakan wawasan yang sudah dimilikinya saja karena belum mempelajari
hal-hal baru yang berkembang saat ini. Solusi yang diambil cenderung hanya
menggunakan pengalaman masa lalu yang sudah pernah berhasil. Padahal, tidak ada
jaminan bahwa situasi saat ini dapat dipecahkan hanya dengan pengalaman masa
lalu.

e. Tidak membangun kolaborasi untuk beradaptasi dengan perubahan


Pada level posisinya, pemimpin sering hanya terfokus pada dirinya sendiri ketika
perubahan terjadi. Hal ini bisa terjadi karena ketika pemimpin dituntut untuk
mempelajari hal-hal baru yang berdampak pada perubahan, pemimpin dapat sangat
terfokus pada kompetensi diri sendiri. Mindsetnya masih pada tahap kontributor
individu. Masalah yang kemudian terjadi adalah pemimpin tidak membangun kerja
sama dengan anggota timnya, sehingga upaya yang dilakukan tidak menciptakan
kolaborasi agar tim dapat cepat beradaptasi dengan kondisi perubahan. Pada
akhirnya, pemimpin kehilangan momentum untuk membawa timnya cepat beradaptasi
dengan perubahan.
Jika 5 tanda resistensi ini muncul, maka akan ada 2 tanda kegagalan transformasi
digital, yaitu gagal beradapatasi dengan tuntutan perubahan digital dan lambat
merespon perubahan. Dampak yang dapat terjadi adalah penurunan kinerja,
kehilangan pendapatan, keluhan pelanggan, proses kerja tidak efektif dan
demotivasi tim.

GAMES: SINETRON KEPEMIMPINAN


Tuliskan persiapan peran untuk mengatasi resistensi digital di sini:

Unit kerja ____________________________________________


Situasi kerja & masalah yang muncul:

Solusi yang diambil:

Peran yang dimunculkan:


Nama Peran
Karakter & Jalan Cerita

Kesimpulan Diskusi dari Games Sinetron Kepemimpinan


Sebagai pemimpin, saya mengatasi dengan cara:
Managing People
Managing Customer
Managing
Information
Managing Solution
Managing Result

E. 5M Kepemimpinan
Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin tranformasi digital, pemimpin harus
memahami cara adapatasi tuntutan perubahan dan menguasai elemen Agility. Kedua
hal ini digunakan untuk dapat menjadi pemimpin tim dengan peranan sebagai
berikut:
a. Managing People
Organisasi terdiri dari kumpulan orang dan jiwanya ada pada faktor manusia.
Seorang pemimpin harus dapat membangun kepercayaan, mendapat kepercayaan, dan
membimbing orang lain untuk dapat terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan
situasi perubahan.
b. Managing Customer
Pelanggan adalah fokus utama perusahaan untuk dapat dipahami kebutuhannya.
Berdasarkan kebutuhannya, pemimpin harus dapat berempati terhadap perubahan
kebutuhan pelanggan, mempelajari hal-hal baru dengan cepat, dan melakukan
tindakan perbaikan agar produk layanan yang diberikan bisa memuaskan pelanggan.
c. Managing Information
Pada era digital, pemimpin dituntut untuk bisa beradaptasi dengan pola hidup
digital. Kemampuan adaptasi pada kehidupan digital juga diikuti dengan kemampuan
dalam pengelolaan informasi. Informasi perlu dikelola sehingga dapat diseleksi
dan dikonfirmasi untuk memastikan ia dapat dijadikan data yang relevan dalam
proses pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan eksekusi tindakan.
d. Managing Solution
Kemampuan menganalis permasalahan dan mengambil keputusan untuk menghasilkan
solusi yang dibutuhkan organisasi sangat dibutuhkan oleh seorang pemimpin.
Pemecahan masalah dapat dilakukan menggunakan perangkat-perangkat yang dapat
membantu memahami akar masalah sebenarnya. Pengambilan keputusan tentang solusi
mana yang akan dijalankan juga dapat dipertanggunjawabkan dengan turut
mempertimbangkan faktor risiko dan tindakan antisipatif.
e. Managing Result
Pemimpin akan diuji dalam proses eksekusi dan realisasi perencanaan yang sudah
dilakukan. Proses eksekusi tidak bisa dipisahkan dari upaya membangun
kolaborasi, membantu anggota tim untuk dapat beradaptasi dengan perubahan, dan
mengatur pekerjaan agar dapat terselesaikan sesuai dengan sasaran kinerja yang
ditetapkan.

Catatan:
KOMUNIKASI KEPEMIMPINAN

A. Pengertian Komunikasi
Secara sederhana, komunikasi adalah tindakan mentransfer informasi dari satu
tempat, orang atau kelompok, ke tempat lain. Tindakan ini dapat dilakukan
melalui vokal (menggunakan suara), tertulis (menggunakan media cetak atau
digital), secara visual (menggunakan logo, peta, bagan, atau grafik) atau
non-verbal (menggunakan bahasa tubuh, gerak tubuh, atau nada suara), atau sering
kali merupakan kombinasi dari beberapa di antaranya. Dengan kata lain, kemampuan
komunikasi adalah tentang kemampuan menyampaikan informasi dari satu orang ke
orang atau pihak lain. Kemampuan untuk mengomunikasikan informasi secara akurat,
jelas, dan sesuai tujuan, merupakan keterampilan penting yang dibutuhkan oleh
seorang pemimpin organisasi.

Salah satu prinsip yang perlu dipahami dalam komunikasi adalah bahwa komunikasi
merupakan proses dua arah, yang melibatkan pengiriman dan penerimaan informasi,
di mana keduanya merupakan proses yang sama pentingnya. Komunikasi dikatakan
efektif jika tercapai mutual understanding, atau saling pengertian antara pihak
yang mengirim informasi dengan pihak yang menerima.

Komunikasi merupakan proses aktif, di mana pengirim mengomunikasikan pesannya


dengan jelas untuk memulai, kemudian mengecek apakah penerima memahami pesannya.
Pengirim pesan awal ini kemudian juga perlu mendengarkan jawaban penerima, dan
jika perlu, melakukan klarifikasi lebih lanjut. Sementara di pihak lain,
penerima menangkap dan mendengarkan informasi dengan seksama, kemudian
merenungkan kembali isi pesan untuk mengecek apakah pihaknya telah memahami
dengan benar, atau mengajukan pertanyaan kepada pengirim untuk memastikan bahwa
kedua pihak memiliki pemahaman yang sama tentang pesan atau situasi tersebut.
Komunikasi setidaknya memiliki empat komponen penting yang perlu diketahui,
yaitu:
1. Sender (pengirim): merupakan pihak yang menjadi sumber komunikasi, adalah
individu, kelompok, atau organisasi yang memulai komunikasi. Pengirim merupakan
pihak yang pada awalnya bertanggung jawab atas keberhasilan pesan, dengan
menerjemahkan ide atau konsep ke dalam bentuk pesan yang akan dikomunikasikan
dan memilih saluran yang digunakan untuk mengomunikasikannya.
2. Receiver (penerima): merupakan pihak yang menerima pesan yang dikirimkan,
adalah individu atau individu-individu kepada siapa pesan itu ditujukan. Setelah
diterima, pesan diproses oleh penerima untuk ditafsirkan, diinterpretasi, dan
diterjemahkan hingga pesan tersebut menjadi bermakna bagi penerima. Semua
interpretasi oleh penerima dipengaruhi oleh pengalaman, sikap, pengetahuan,
keterampilan, persepsi, dan budaya mereka.
3. Message (pesan): merupakan informasi yang dikirimkan kepada pihak lain.
Bentuk pesan bisa beragam sesuai dengan media atau saluran yang digunakan,
tujuan komunikasi, karakteristik penerima, maupun jenis komunikasi yang
dilakukan. Pesan bisa berupa ucapan lisan, pernyataan tertulis, gambar, suara,
grafik, warna, gerak tubuh, ekspresi, dan banyak macam lainnya.
4. Feedback (umpan balik): merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses
komunikasi. Umpan balik adalah komponen kunci dalam proses komunikasi karena
memungkinkan pengirim untuk mengevaluasi efektivitas pesan dan memberikan
kesempatan bagi pengirim untuk mengambil tindakan korektif untuk mengklarifikasi
pesan yang disalahpahami. Tanpa umpan balik, pengirim tidak dapat memastikan
bahwa penerima telah menafsirkan pesan dengan benar.
Komunikasi yang berhasil dan efektif dalam suatu organisasi bermula dari
pelaksanaan proses komunikasi tersebut.

ROLE PLAY: SEPATU LAPANGAN


Tuliskan tentang sepatu lapangan apa yang cocok untuk bekerja di ‘lapangan’ dan
peralatan apa lagi yang dibutuhkan.

Setelah didiskusikan dengan kelompok, tuliskan hasil diskusi tentang sepatu


lapangan dan kesimpulan yang didapat dari Role play Sepatu Lapangan:
B. Empati
Empati didefinisikan sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada
distress emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan
emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan
mengambil perspektif orang lain. Dengan kata lain, empati adalah kemampuan untuk
memahami apa yang dirasakan orang lain, melihat dari sudut pandang orang
tersebut, dan juga membayangkan diri sendiri berada pada posisi orang tersebut.
Empati memainkan peran penting dalam membangun dan menjaga hubungan antara
sesama manusia.

Dalam kaitannya dengan komunikasi, empati dibutuhkan untuk bisa merasakan


situasi dan perasaan yang dihadapi oleh audiens kita, sehingga kemudian dapat
mengomunikasikan pesan dengan efektif. Manusia akan lebih merasakan
pengalamannya lewat rasa. Mengetahui emosi audiens akan membantu kita untuk
menentukan bentuk pesan dan cara penyampaian yang tepat. Empati dapat dilakukan
dengan cara menebak perasaan orang lain dan kemudian menyebutkan perasaan
tersebut. Berikut contoh ungkapannya:
1. “Saya paham kamu sedang bingung karena mitra kerja mendadak resign, sementara
proyek kerja harus selesai dalam sebulan ini.”
2. “Saya mengerti Anda sedih karena harus menyelesaikan masalah rumah tangga
sedangkan pekerjaan kita dikejar tenggat waktu.”

Dalam era digital sekarang, di mana interaksi dalam organisasi bergerak ke arah
low touch atau pendekatan interaksi sosial rendah, upaya membangun empati
terhadap orang lain, baik anggota tim, rekan kerja lain, hingga pelanggan pun
perlu menyesuaikan diri. Ketika komunikasi termediasi media digital lebih
mendominasi seperti saat ini, kita perlu belajar menggunakan empati digital
untuk dapat memahami pihak yang dituju. Menurut pakar komunikasi Dr. Yonty
Friesem, empati digital adalah sebuah kemampuan kognitif dan emosional untuk
menjadi reflektif dan bertanggung jawab secara sosial saat menggunakan media
digital. Empati digital dalam konteks komunikasi di sini adalah kemampuan kita
untuk dapat memahami perasaaan dan situasi yang disampaikan melalui media
digital.

Hal ini tentunya menimbulkan tantangan tersendiri dalam praktiknya. Beberapa


tantangan yang dihadapi dalam membangun empati digital ini antara lain:
1. Bergantung pada data digital dan cara berpikir visual
2. Perlu didukung kemampuan analisis data dan informasi digital
3. Memahami pengalaman yang ingin diciptakan melalui media digital
4. Interaksi tidak langsung dan mekanistik
5. Perlu tetap memasukkan ‘unsur manusia’ ke dalam layanan digital

C. Tingkat Komunikasi Kepemimpinan


Keterampilan komunikasi yang kuat adalah persyaratan yang tidak dapat
dinegosiasikan untuk menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya, tidak
semua orang berkomunikasi pada tingkat keterampilan yang sama. Sebagian orang
memiliki keterampilan alami dalam berkomunikasi, sebagian lainnya tidak, atau
belum. Seperti keterampilan lainnya, pengembangan kemampuan komunikasi adalah
proses, dan membutuhkan waktu. Keterampilan komunikasi kepemimpinan setidaknya
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Professional Level Communication (Komunikasi Tingkat Profesional)
Di tingkatan ini, pengirim pesan atau komunikator memahami pesan mereka dengan
baik. Poin utama dalam tingkatan ini adalah kejelasan dalam komunikasi. Pesan
dipersiapkan dengan baik, kesalahan kecil dalam pesan dan gangguan komunikasi
dihindarkan, dan audiens dimudahkan untuk menerima pesan yang dikirimkan. Pada
tingkatan ini, audiens akan mendengarkan pesan yang disampaikan.

2. Leadership Level Communication (Komunikasi Tingkat Pemimpin)


Di tingkatan ini, pengirim pesan atau komunikator memahami pesan dan mengenal
audiens mereka dengan baik. Selain kejelasan pesan, komunikator juga dapat
membuat audiens merasa terhubung dengan pesan yang disampaikan, sehingga membuat
audiens tertarik dengan komunikasi yang dilakukan, dan menghubungkannya dengan
kebutuhan dan minat mereka. Pada tingkatan ini, audiens akan menjadi peduli pada
pesan yang disampaikan.

3. Executive Level Communication (Komunikasi Tingkat Eksekutif)


Di tingkatan ini, pengirim pesan atau komunikator mengetahui pesan dan audiens
mereka dengan baik, dan juga mengenal diri sendiri dengan baik. Mereka tahu apa
yang dipedulikan audiens, cerita dan detail apa yang akan beresonansi dengan
mereka, dan kekuatan dan kelemahan mereka sendiri sebagai komunikator. Mereka
yakin dengan pengetahuan mereka tentang pesan tersebut, mereka telah
menyesuaikan pesan itu dengan audiens mereka, dan menyampaikan pesan itu dengan
cara yang menginspirasi audiens untuk melakukan tindakan pada pesan tersebut.

D. Keterampilan Komunikasi
Terdapat tiga keterampilan komunikasi yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin
dalam menjalankan tugasnya, yaitu:
1. Verbal Communication (Komunikasi Verbal)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘verbal’ diartikan sebagai ‘secara
lisan (bukan tertulis)’. Namun dalam konteks komunikasi, komunikasi verbal tidak
terbatas pada komunikasi yang dilakukan secara lisan saja. Komunikasi verbal
adalah komunikasi yang dilakukan menggunakan kata-kata untuk berbagi informasi
dengan orang lain. Kata-kata ini dapat diucapkan secara lisan ataupun
dituliskan. Komunikasi ini membutuhkan pembicara (atau penulis) untuk
menyampaikan pesan, dan pendengar (atau pembaca) untuk memahami pesan tersebut.

Komunikasi verbal yang efektif tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari dua
keterampilan komunikasi lainnya. Keterampilan dasar yang dibutuhkan dalam
komunikasi verbal adalah:
a. Effective Speaking: kata-kata yang dipilih, bagaimana mengatakannya, dan
bagaimana memperkuatnya dengan komunikasi non-verbal lain.
b. Listening: mendengarkan, melihat, menonton, membaca, kemudian
menginterpretasikan dan mencoba memahami pesan yang disampaikan orang lain.

Pada era digital, komunikasi verbal dapat dipahami sebagai komunikasi yang
dilakukan menggunakan kata-kata, yang dapat disampaikan secara lisan maupun
tertulis, dalam interaksi high touch maupun low touch. Kesuksesan komunikasi ini
ditentukan dari cara pesan dikirimkan, memastikan pesan diterima dan memahami
pesan dengan persepsi yang sama.

2. Non-verbal Communication (Komunikasi Nonverbal)


Komunikasi seringkali lebih dari sekadar makna eksplisit kata-kata, dan
informasi atau pesan yang disampaikan melalui kata-kata tersebut. Komunikasi
juga mencakup pesan implisit, baik disengaja atau tidak, yang diekspresikan
melalui perilaku non-verbal. Ada banyak cara halus tanpa kata-kata untuk
berkomunikasi (bahkan mungkin tidak sengaja) dengan orang lain. Misalnya, nada
suara dapat memberikan petunjuk tentang suasana hati atau keadaan emosional,
sementara isyarat tangan atau gerak tubuh dapat memperkuat pesan lisan.

Komunikasi nonverbal merupakan suatu bentuk transfer informasi melalui ekspresi


wajah, nada dan nada suara, gerak tubuh yang ditampilkan melalui bahasa tubuh
dan jarak fisik antara komunikator (proxemics). Sinyal non-verbal ini dapat
memberikan petunjuk dan informasi tambahan dan makna di atas komunikasi lisan
(verbal). Bahkan diperkirakan bahwa lebih dari 80% komunikasi adalah nonverbal.
Dari jabat tangan hingga gaya rambut, detail nonverbal mengungkapkan siapa diri
kita dan memengaruhi cara kita berhubungan dengan orang lain. Komunikasi
nonverbal adalah tentang bagaimana hal-hal selain kata-kata dimaknai dalam suatu
proses komunikasi. Beberapa kegunaan dari komunikasi nonverbal adalah untuk
membantu:
a. Memperkuat atau memodifikasi apa yang dikatakan dengan kata-kata.
b. Menyampaikan informasi tentang keadaan emosional.
c. Mendefinisikan atau memperkuat hubungan antara orang-orang.
d. Memberikan umpan balik kepada orang lain.
e. Mengatur arus komunikasi.

Secara garis besar, terdapat 9 jenis komunikasi nonverbal, yaitu:


a. Facial Expressions (raut wajah): raut wajah seseorang seringkali menjadi hal
pertama yang kita lihat, bahkan sebelum kita mendengar apa yang mereka katakan.
Ketika komunikasi dan perilaku nonverbal dapat bervariasi tergantung budaya,
ekspresi wajah untuk kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, dan ketakutan cenderung
serupa di seluruh dunia.

b. Gestures (gerakan badan): gerakan dan isyarat yang disengaja adalah cara
penting untuk mengomunikasikan pesan tanpa kata-kata. Melambai, menunjuk,
mengacungkan jempol, mengangguk, menggeleng, merupakan contoh gerakan tubuh yang
umum digunakan, namun pemaknaannya tetap kembali pada budaya masing-masing
tempat.
c. Paralinguistics (cara berbicara): mengacu pada komunikasi vokal yang terpisah
dari bahasa yang sebenarnya, mencakup faktor-faktor seperti nada suara,
kenyaringan, infleksi, dan nada. Paralinguistik merupakan Jenis komunikasi yang
berkaitan dengan cara bagaimana seseorang mengucapkan atau menyampaikan pesan.
Kata-kata yang sama yang diucapkan dengan nada kuat dan nada ragu-ragu dapat
menyebabkan interpretasi yang berbeda.
d. Body Language and Posture (bahasa tubuh dan postur): dapat menunjukkan
perasaan dan sikap, seperti bagaimana seseorang berdiri atau duduk, menyilangkan
tangan atau kaki, dan semacamnya.
e. Proxemics (jarak): sering disebut sebagai kebutuhan orang-orang akan "ruang
pribadi" yang menentukan tingkat keintiman. Jumlah jarak yang dibutuhkan dan
jumlah ruang yang kita anggap milik kita dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah norma sosial, ekspektasi budaya, faktor situasional,
karakteristik kepribadian, dan tingkat keakraban. Dalam komunikasi yang
termediasi media digital, jarak virtual dapat diatur melalui fitur-fitur yang
disediakan platform media.

f. Eye Contact (tatapan mata): mata seseorang dapat menunjukkan berbagai emosi,
termasuk permusuhan, minat, dan ketertarikan. Kontak mata yang normal dan stabil
sering dianggap sebagai tanda bahwa seseorang mengatakan yang sebenarnya dan
dapat dipercaya. Mata yang berubah-ubah dan ketidakmampuan untuk mempertahankan
kontak mata, di sisi lain, sering dilihat sebagai indikator bahwa seseorang
berbohong atau menipu.
g. Haptics (sentuhan): sentuhan dapat digunakan untuk mengomunikasikan kasih
sayang, keakraban, simpati, dan emosi lainnya, juga mengomunikasikan status dan
kekuasaan.
h. Appearance (penampilan): pilihan pakaian, gaya rambut, warna-warna yang
digunakan dan faktor penampilan lainnya dapat menunjukkan suasana hati
yang berbeda, mengubah reaksi fisiologis, penilaian, dan interpretasi.
Bagaimanapun, kesan pertama dalam interaksi merupakan hal penting, itulah
sebabnya para ahli menyarankan agar pencari kerja berpakaian dengan tepat dalam
wawancara kerja. Faktor budaya berpengaruh penting pada bagaimana penilaian
terhadap penampilan.

DISKUSI: PERSONAL APPEARANCE


Kesan Video 1
(indrawannugroho.com)
Kesan Video 2
(yodhia-antariksa.id)
Kesimpulan:
Apakah menjaga penampilan masih dibutuhkan dalam komunikasi digital?

i. Artifacts (simbol): orang sering menghabiskan banyak waktu untuk


mengembangkan citra tertentu dan mengelilingi diri mereka dengan objek yang
dirancang untuk menyampaikan informasi tentang hal-hal yang penting bagi mereka.
Di media sosial, misalnya, orang dapat memilih avatar untuk mewakili identitas
mereka dan menyampaikan informasi tentang siapa mereka dan hal-hal yang disukai.

3. Listening Skills (Kemampuan Mendengarkan)


Hal pertama yang perlu dilakukan untuk dapat membangun komunikasi yang efektif,
baik verbal maupun nonverbal adalah mendengarkan. Mendengarkan adalah kunci
untuk komunikasi yang efektif. Tanpa kemampuan untuk mendengarkan secara
efektif, pesan mudah disalahpahami. Akibatnya, komunikasi terputus dan pengirim
pesan dapat dengan mudah menjadi frustrasi atau jengkel.

Keterampilan mendengarkan yang baik dapat menghasilkan produktivitas yang lebih


besar dengan lebih sedikit kesalahan, kepuasan pelanggan yang lebih baik, dan
peningkatan sharing informasi yang pada gilirannya dapat menghasilkan pekerjaan
yang lebih kreatif dan inovatif.

Mendengarkan (listening) tidak sama dengan mendengar (hearing). Mendengar


mengacu pada suara yang masuk ke telinga, merupakan proses fisik yang terjadi
secara otomatis selama tidak memiliki masalah pendengaran. Sementara,
mendengarkan membutuhkan fokus dan usaha yang terkonsentrasi, baik mental dan
juga fisik jika diperlukan. Mendengarkan bukanlah proses pasif. Faktanya,
pendengar dapat, dan harus, setidaknya terlibat dalam proses seperti pembicara.
Ungkapan 'mendengarkan secara aktif' digunakan untuk menggambarkan proses
keterlibatan penuh ini.

Mendengarkan berarti memberikan perhatian tidak hanya pada cerita, tetapi juga
pada bagaimana cerita itu diceritakan, penggunaan bahasa dan suara, dan
bagaimana orang lain menggunakan tubuhnya ketika bercerita. Kemampuan untuk
mendengarkan secara efektif tergantung pada sejauh mana pendengar menerima dan
memahami pesan.
DISKUSI: PEMAHAMAN KOMUNIKASI
Isilah tabel di bawah dengan pengetahuan dan mengenai keterampilan komunikasi,
dan perbedaannya sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran.

PEMAHAMAN SEBELUM
JENIS KETERAMPILAN KOMUNIKASI
PEMAHAMAN SESUDAH

Verbal

Nonverbal

Listening Skill

E. Membangun Komunikasi
Berikut adalah 3 cara yang dapat digunakan dalam membangun komunikasi dengan
orang lain:

1. Rapport
Rapport adalah hubungan yang harmonis antara orang-orang yang saling percaya.
Upaya membangun hubungan ini adalah tentang bagaimana orang-orang bisa saling
terhubung, mengidentifikasi perasaan bersama, dan menjalin komunikasi dua arah.
Hubungan baik berkembang dari percakapan yang bermakna dan kesediaan untuk
merangkul sudut pandang yang berbeda. Rapport menjadi penting dalam komunikasi
karena memungkinkan kita untuk terhubung dan membangun hubungan dengan orang
lain, yang kemudian dapat meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi dan
membantu menciptakan lingkungan sosial maupun lingkungan kerja yang lebih
nyaman. Hubungan baik memfasilitasi pengembangan kecerdasan emosional dan
keterampilan interpersonal.

Dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk mampu meluangkan perhatian dan waktu
untuk membangun rapport di awal proses komunikasi, sebelum berlanjut ke proses
pertukaran informasi yang lebih serius. Membangun hubungan membutuhkan sejumlah
keterampilan sosial yang diperlukan untuk berkomunikasi secara efektif dengan
orang lain. Teknik membangun rapport antara lain:
a. Mengingat nama orang: hal ini menunjukkan bentuk perhatian dan minat pada
orang lain. Mengingat nama orang dapat membangun kepercayaan serta membuka jalan
bagi dialog yang terbuka dan komunikasi yang baik.
b. Menemukan kesamaan: berhubungan dengan orang lain melalui upaya
mengidentifikasi pengalaman, sifat, atau pendapat bersama adalah cara yang cukup
baik untuk menemukan kesamaan. Empati dari rasa memiliki kesamaan ini adalah
alat penting untuk secara nyata terhubung dengan individu lain, karena dapat
menunjukkan pemahaman tentang perasaan dan pengalaman mereka.
c. Mendengarkan secara aktif: ini berarti kita memberikan perhatian penuh kepada
seseorang yang sedang berkomunikasi dengan kita. Ini adalah keterampilan
komunikasi yang penting karena mendorong keterbukaan dan kejujuran. Jika
seseorang merasa didengarkan, kemungkinan besar mereka akan mendengarkan kita
sebagai balasannya, yang kemudian dapat mempermudah dalam pembangunan hubungan
yang baik.
d. Mengajukan pertanyaan: Saat kita mengajukan pertanyaan lanjutan selama
percakapan, itu berarti kita mendengarkan dengan seksama, menunjukkan minat pada
sudut pandang pembicara, dan ingin tahu lebih banyak. Mengajukan pertanyaan
dapat menghilangkan obrolan yang tidak nyaman dan membantu kita terlibat dalam
percakapan yang lebih bermakna.
e. Memperhatikan bahasa tubuh: komunikasi nonverbal sangat penting untuk
membangun hubungan baik. Perhatikan isyarat dan perilaku nonverbal kita (baik
postur tubuh, kontak mata, hingga ekspresi wajah). Ketika seseorang berbicara
kepada kita, hadapi mereka, buat kontak mata yang nyaman, dan cerminkan ekspresi
mereka saat mereka berbicara. Ini menunjukkan bahwa kita peka terhadap perasaan
mereka. Berhati-hatilah dengan bahasa tubuh yang menandakan ketidaktertarikan,
seperti terus menerus melihat telepon atau jam, yang dapat merusak hubungan
pribadi dan hubungan kerja.
f. Menunda atau menyimpan penilaian: hubungan yang baik berkembang ketika
seseorang memahami bahwa mereka dapat berbagi perasaan dan ide-ide mereka tanpa
takut dihakimi. Ketika teman, keluarga, atau rekan kerja sedang berbicara, tahan
kritik kita dan hanya bagikan saran atau informasi jika mereka memintanya. Jika
kita merasa perlu menawarkan kritik, tekankan kepositifan dan fasilitasi
keterbukaan.

2. Pacing-Leading
Banyak hasil observasi yang menemukan bahwa orang-orang yang saling menyukai dan
memiliki kontak yang mendalam satu sama lain beradaptasi satu sama lain dalam
perilaku ekspresif mereka. Dalam teknik Pacing-Leading, prinsip ini juga dapat
dibalik menjadi: dengan menyesuaikan perilaku ekspresif dengan yang lain,
persesuaian (rapprochement) dapat dibuat. Pacing-Leading dilihat sebagai gaya
linguistik digunakan setiap hari dalam percakapan normal, sehingga kadang sulit
untuk mengenalinya.

Cara ini digunakan dalam banyak situasi. Misalnya, dalam copywriting di bidang
pemasaran, teknik ini digunakan untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar, dan
membuat mereka merasa seolah-olah kita berbicara langsung kepada mereka dengan
menggunakan apa yang kita ketahui benar tentang target pasar, mengikatnya pada
emosi, dan mengarahkan mereka ke kesimpulan yang logis.

a. Pacing, berarti beradaptasi dengan keseluruhan ekspresi visual dan


pendengaran orang lain. Misalnya, menyesuaikan kecepatan bicara, ritme, nada
bicara, cara berdiri, hingga penampilan orang lain. Dalam langkah ini, kita
perlu menyesuaikan “kecepatan” kita dengan orang yang ingin dipengaruhi dalam
berbagai aspek. Kita juga dapat meniru aspek lain seperti cara mereka bertindak
ataupun keadaan emosinya.

b. Leading, setelah kita mengatur “kecepatan langkah” kita dengan seseorang,


atau setelah beberapa saat beradaptasi dengan lawan bicara, kita dapat
melanjutkan untuk mulai ‘memimpin’nya dan dengan kemudian mengubah arah
komunikasi dan mengarahkan mereka ke keputusan atau perilaku apa pun yang kita
ingin mereka ambil. Memimpin di sini berarti memimpin seseorang untuk mencapai
tujuan atau hasil tertentu dalam pengertian prinsip menang-menang.

Teknik Pacing-Leading ini dapat berhasil karena, dengan terlebih dahulu


menyelaraskan diri dengan orang lain, kita membuat mereka menyukai dan
memercayai kita. Kesamaan yang ada dapat meningkatkan tingkat rasa suka, yang
kemudian menuju persuasi. Proses ini berlangsung tanpa disadari, dan itulah yang
membuat cara ini efektif.
3. Matching-Mirroring
Matching-Mirroring dapat diartikan sebagai keterampilan mengasumsikan gaya
perilaku orang lain untuk menciptakan hubungan baik. Cara ini bukan berarti
meniru perilaku orang lain, yang mungkin malah akan dianggap sebagai ejekan oleh
orang yang bersangkutan. Matching-Mirroring adalah kemampuan untuk membuat
pengamatan tentang gaya komunikasi seseorang dan menerapkan aspek-aspeknya pada
komunikasi kita sendiri. Melakukan hal ini membantu orang lain untuk merasa
dipahami juga membantu membangun kepercayaan, yang menjadi sangat penting dalam
upaya mengembangkan hubungan baik.

Strategi ini dapat diterapkan pada berbagai komponen komunikasi ketika digunakan
untuk membangun hubungan dengan seseorang: bahasa tubuh, tingkat energi, dan
nada suara.
a. Body Language (bahasa tubuh).
Bahasa tubuh membentuk sebagian besar komunikasi kita, baik disadari maupun
tidak. Strategi Matching-Mirroring yang dilakukan untuk mengadopsi aspek-aspek
tertentu dari bahasa tubuh seseorang akan membuat mereka lebih tenang dan lebih
nyaman dalam berinteraksi dengan kita. Misalnya, ketika berbicara dengan orang
yang baru saja ditemui, yang memiliki sikap sangat pendiam dan tenang,
pendekatan dengan gerakan yang aktif dan terus-menerus menepuk punggung mereka
atau menggunakan sarana komunikasi fisik lainnya kemungkinan besar akan membuat
mereka merasa tidak nyaman dan kewalahan. Menyesuaikan gaya bahasa tubuh kita
dengan mereka yang lebih pendiam akan membuat mereka merasa aman berada di
sekitar kita dan membuat mereka lebih nyaman membuka diri untuk dapat
mengembangkan hubungan.

b. Social Energy Level (tingkat energi).


Menyesuaikan diri dengan tingkat energi sosial seseorang adalah cara yang sangat
mudah untuk mengubah gaya komunikasi kita secara halus agar lebih efektif
menjalin ikatan dengan mereka. Ini adalah adalah bagian penting untuk
berhubungan dengan mereka dan membuat mereka merasa cukup nyaman untuk bertahan
cukup lama dan melanjutkan membangun hubungan baik. Jika kita bertemu dengan
orang yang tenang dan pendiam, menurunkan energi kita (atau setidaknya
menurunkan jumlah energi yang kita ekspresikan) akan membantu kita untuk
berkomunikasi lebih baik dengan mereka. Menggunakan kecepatan dan volume yang
sama saat berbicara dengan orang lain akan membantu percakapan bertahan lebih
lama dan lebih menyenangkan.

c. Tone of Voice (nada suara).


Dalam beberapa hal, mencocokkan nada suara seseorang bisa menjadi cara yang
sangat mudah untuk meningkatkan hubungan baik. Jika berkomunikasi dengan
seseorang yang berbicara sangat cepat, maka berbicara sangat lambat dapat
menyebabkan mereka kehilangan minat. Jika seseorang berbicara dengan kecepatan
yang lebih stabil, maka berbicara dengan sangat cepat dapat membuat mereka
kewalahan. Meniru nada suara dan tingkah laku seseorang dapat membantu mereka
merasa bahwa kita "salah satu dari mereka" dan akan sangat membantu dalam
membangun hubungan baik. Namun, ingatlah bahwa penting untuk melakukannya secara
halus agar tidak membuat orang lain merasa diolok-olok. Ejekan yang dirasakan
akan merusak peluang apa pun yang kita miliki untuk menjalin ikatan dengan
seseorang.

F. Respon dalam Komunikasi


Dalam berkomunikasi, ada beberapa sikap yang dapat digunakan untuk merespon,
yaitu secara agresif, pasif, pasif agresif, dan asertif.
1. Agresif
Perilaku agresif gagal mempertimbangkan pandangan atau perasaan individu lain.
Mereka yang berperilaku agresif jarang menunjukkan pujian atau penghargaan
terhadap orang lain dan respons agresif cenderung merendahkan orang lain.
Respons agresif mendorong orang lain untuk merespons dengan cara yang tidak
tegas, baik secara agresif maupun pasif. Ada berbagai macam perilaku agresif,
termasuk terburu-buru pada seseorang yang tidak perlu, lebih banyak memberi tahu
daripada bertanya, mengabaikan seseorang, atau tidak mempertimbangkan perasaan
orang lain.

Bagi orang lain yang diajak berkomunikasi, respons agresif dari kita bisa
menjadi pengalaman yang menakutkan atau menyedihkan yang dapat membuat penerima
bertanya-tanya apa yang menyebabkan perilaku seperti itu atau apa yang telah dia
lakukan sehingga pantas menerima agresi. Dengan menjadi agresif terhadap orang
lain, hak dan harga diri mereka dirusak oleh respons kita.

2. Pasif
Merespons secara pasif atau tidak tegas cenderung berarti menuruti keinginan
orang lain dan dapat merusak hak dan kepercayaan diri individu. Banyak orang
mengadopsi respons pasif karena memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai oleh
orang lain. Orang-orang ini tidak menganggap diri mereka setara, karena mereka
lebih mementingkan hak, keinginan, dan perasaan orang lain. Menjadi pasif
menghasilkan kegagalan untuk mengomunikasikan pikiran atau perasaan dan
mengakibatkan orang lain melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin mereka
lakukan dengan harapan dapat menyenangkan orang lain. Ini juga berarti bahwa
mereka mengizinkan orang lain untuk mengambil tanggung jawab, untuk memimpin dan
membuat keputusan untuk mereka.

Jika kita dikenal sebagai orang yang tidak bisa berkata tidak, kita akan
dibebani dengan tugas oleh rekan kerja dan atasan, padahal beban kerja yang ada
sebenarnya sudah cukup berat dan tugas sudah menumpuk banyak hingga kita
kekurangan waktu istirahat. Ketika merespons secara pasif, kita menampilkan diri
sendiri dalam sudut pandang yang kurang positif atau merendahkan diri kita
dengan cara tertentu. Jika terus-menerus meremehkan diri sendiri dengan cara
ini, kita akan cenderung merasa lebih rendah dari orang lain. Sementara penyebab
mendasar dari perilaku pasif seringkali adalah rasa percaya diri dan harga diri
yang buruk, dengan sendirinya hal itu dapat semakin mengurangi perasaan harga
diri, dan kemudian menciptakan lingkaran setan.

3. Pasif Agresif
Seseorang yang pasif seringkali membiarkan orang lain mengambil kendali,
sementara seseorang yang agresif lebih konfrontatif atau langsung memaksa. Jadi,
seseorang yang pasif-agresif mengerahkan kendali mereka atas situasi dengan cara
yang tidak langsung atau mudah dikenali. American Psychological Association
mendefinisikan pasif-agresif sebagai "perilaku yang tampaknya tidak berbahaya,
tidak disengaja, atau netral tetapi secara tidak langsung menampilkan motif
agresif yang tidak disadari.".

Orang-orang yang merespons dengan pasif-agresif sesungguhnya merespons secara


agresif dengan tidak langsung. Misalnya, perilaku pasif-agresif yang muncul
dalam bentuk penolakan terhadap permintaan orang lain, tidak dengan penolakan
tegas, namun dengan cara menunda-nunda, mengungkapkan kekesalan, atau bertindak
keras kepala. Silent treatment (mendiamkan), merespons dengan kalimat ambigu,
memberikan pujian yang sinis dan tidak tulus, memuat-buat alasan, atau
menanggapi permintaan dengan sarkas atau cercaan halus juga merupaka
bentuk-bentuk respons pasif-agresif.

Seseorang yang pasif-agresif mungkin berulang kali mengklaim bahwa mereka tidak
marah atau bahwa mereka baik-baik saja, bahkan ketika mereka tampak marah dan
jelas-jelas tidak baik-baik saja. Dalam menyangkal apa yang mereka rasakan dan
menolak untuk terbuka secara emosional, mereka menutup komunikasi lebih lanjut
dan menolak untuk membahas masalah tersebut. Sikap pasif-agresif di tempat kerja
bisa jadi berbentuk perilaku menyindir rekan kerja, tidak menyelesaikan
pekerjaannya tepat waktu, atau menahan informasi penting seolah-olah menghukum
tim dengan tidak memberi mereka data yang dibutuhkan untuk bergerak maju.

Respon pasif-agresif jelas dapat berdampak negatif pada hubungan. Karena


orang-orang yang bersikap pasif-agresif tidak mengungkapkan perasaan mereka
secara terbuka, orang-orang yang berinteraksi dengan mereka mungkin tidak
mengerti mengapa mereka mendapatkan perlakuan diam atau mengapa permintaan
mereka diabaikan. Kondisi ini kemudian menciptakan kebingungan tentang apa yang
sedang terjadi. Pikiran dan perasaan yang tidak diungkapkan dengan jelas dapat
menyebabkan individu memanipulasi orang lain untuk memenuhi hasrat dan keinginan
mereka. Manipulasi dapat dilihat sebagai bentuk agresi terselubung, bahkan
kadang humor juga dapat digunakan secara agresif.

4. Asertif
Assertiveness atau ketegasan berarti membela hak-hak pribadi, mengekspresikan
pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung, jujur, dan sesuai. Bersikap
asertif berarti mampu membela hak diri sendiri atau orang lain dengan cara yang
tenang dan positif, tanpa bersikap agresif, atau secara pasif menerima 'salah'.
Individu yang asertif akan mampu menyampaikan maksud mereka tanpa membuat orang
lain kesal, atau menjadi kesal sendiri. Penting untuk diingat juga bahwa dengan
bersikap asertif, maka kita harus selalu menghargai pikiran, perasaan dan
keyakinan orang lain. Mereka yang berperilaku asertif selalu menghargai pikiran,
perasaan dan keyakinan orang lain maupun dirinya sendiri. Sikap ini mendorong
orang lain untuk terbuka dan jujur tentang pandangan, keinginan, dan perasaan
mereka, sehingga kedua belah pihak bertindak dengan tepat.

Sikap asertif terkait dengan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, keinginan,


keinginan dan keinginan secara tepat dan merupakan keterampilan pribadi dan
interpersonal yang penting. Dalam semua interaksi dengan orang lain, baik di
rumah atau di tempat kerja, dengan pemberi kerja, pelanggan, atau kolega,
bersikap asertif dapat membantu kita mengekspresikan diri dengan cara yang
jelas, terbuka, dan masuk akal, tanpa merusak hak kita sendiri atau orang lain.
Merespon secara asertif memungkinkan individu untuk bertindak demi kepentingan
terbaik mereka sendiri, untuk membela diri mereka sendiri tanpa kecemasan yang
tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan jujur dengan nyaman dan untuk
mengekspresikan hak-hak pribadi tanpa menyangkal hak orang lain.

Kita perlu menyadari berbagai cara berkomunikasi dan respons berbeda yang
mungkin ditimbulkan oleh setiap pendekatan dalam komunikasi yang dilakukan.
Penggunaan perilaku pasif, agresif, atau pasif-agresif dalam hubungan
interpersonal dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan bagi mereka yang
berkomunikasi dengan kita dan sangat mungkin nantinya menghambat langkah positif
ke depan.

Kita mungkin menyadari bahwa kita merespons secara berbeda ketika berkomunikasi
dalam situasi yang berbeda. Namun penting untuk diingat bahwa setiap interaksi
selalu merupakan proses dua arah dan oleh karena itu reaksi kita mungkin
berbeda, tergantung pada hubungan kita dengan orang lain dalam komunikasi.

Keempat respon di atas dapat digambarkan dalam bagan berikut:

LATIHAN: APA JENIS RESPON YANG DIBERIKAN?


Isilah tabel berikut dengan identifikasi jenis respon yang diberikan Anton:
NO.
RESPON
JENIS RESPON
1
“It's no big deal”. Anton tidak mengatakan apa-apa. Sebaliknya dia bekerja lebih
cepat untuk tugas rutinnya agar dia dapat mengerjakan training manual sendirian.

2
“Hey, gimana sih….kok jadi saya yang mengerjakan semua tugas ini? Saya tadinya
berharap banyak dari kamu, Mayang. Kalau kamu tidak mau bekerjasama dengan
saya... Oke, fine … akan saya akan bicarakan ini dengan Pak Bambang.”

3
“Ketika saya menyanggupi untuk mengerjakan tugas ini, kita setuju untuk
mengerjakannya bersama-sama, tapi rasanya kok saya ya yang mengerjakan semuanya?
Saya mengerti kalau kamu juga banyak tugas lainnya, tapi saya juga butuh
bantuan. Bagaimana kita berbagi tugas ini supaya kita bisa mendapat porsi yang
sesuai untuk diri kita masing-masing?”

4
Anton mendiamkan Mayang berbulan-bulan, menghindari kontak mata dan menganggap
Mayang tidak ada. Mayang tidak diikutsertakan dalam rapat koordinasi. Ketika
Mayang datang untuk bertanya, Anton balik bertanya, “Kira-kira kamu tahu salahmu
apa?”
G. Komunikasi Asertif
Dari beberapa respons komunikasi yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat
bahwa respons asertif merupakan pilihan yang baik dalam membangun hubungan baik
dengan orang lain. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjadi asertif di
antaranya adalah:
1. Fokus pada tujuan dan mengarahkan energi positif untuk mencapainya.
2. Berdiri tegak, berbicara jelas, tegas, dan melakukan kontak mata dengan lawan
bicara.
3. Meminta penjelasan kembali ketika tidak mengerti suatu hal.
4. Memberikan pujian dan kritik sesuai porsinya.
5. Mendengarkan.
6. Selalu positif.

Komunikasi yang dilakukan secara asertif terdiri dari dua bagian penting, yaitu:
1. Menyampaikan, yang dilakukan dengan:
a. Jujur: jujur dalam mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan, selaras
antara kata dan bahasa tubuh, satu suara dengan orang-orang lainnya, serta
menggunakan cara penyampaian yang tulus dan spesifik.
b. Langsung: langsung pada tujuan, fokus, dan tidak bertele-tele, berbicara
dengan data dan fakta, bukan asumsi atau opini.
c. Menghargai orang lain: pandai memilih kata yang tepat dan tidak melukai
perasaan orang lain, tidak menghakimi dan menggunakan “kalimat saya”.
2. Mendengarkan dengan hati, yaitu mendengarkan apa yang dikatakan atau
dirasakan oleh lawan bicara tanpa prasangka, sehingga dapat memahami perasaan
serta menangkap fakta yang diungkap baik tersurat ataupun tersirat.

LATIHAN: TEKNIK ASERTIF


Dari beberapa kalimat di bawah, tentukan mana saja yang asertif atau tidak.
NO.
KALIMAT
ASERTIF/TIDAK
1
“Saya kecewa bahwa Anda terlambat masuk kerja satu kali setiap minggu selama 2
bulan ini, sehingga Anda sudah 8 kali terlambat masuk kerja. Bisa diterangkan
pada saya apa yang sedang terjadi?

2
“Wah tadi Anda bicara banyak sekali di rapat. Biasanya karyawan pindahan
sebaiknya menahan diri dulu.”

3
” Saya kecewa dengan kinerja Anda selama sebulan ini, saya ingin tahu mengapa
Anda belum juga mencapai target kinerja yang telah kita sepakati di awal. Boleh
dijelaskan kepada saya mengapa hal ini terjadi?”

4
“Maaf, saya mau bertanya. Boleh saya tahu kenapa Anda terlambat?"

5
” Saya harus berterus terang bahwa manajemen terus memantau kinerja Anda selama
dua bulan ini, saya pikir kita perlu meluangkan waktu bersama-sama untuk
mendiskusikan masalah ini lebih jauh dan menemukan pemecahannya.”
6
” Saya sepakat bahwa Anda telah memenuhi target kinerja yang telah kita
sepakati. Namun ada masukan bahwa hubungan Anda dengan beberapa rekan kerja Anda
kurang harmonis, kita harus berdiskusi tentang hal ini.”

Catatan:

KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN

Seorang pemimpin harus menguasai sejumlah keterampilan kepemimpinan untuk bisa


memimpin dan membawa timnya menyelesaikan pekerjaan dengan efektif dan efisien,
terus bertumbuh dan berkembang, serta bertransformasi lebih baik sesuai dengan
perubahan-perubahan dan perkembangan zaman yang terjadi. Untuk mewujudkan hal
tersebut, beberapa keterampilan yang perlu dimiliki seorang pemimpin di
antaranya adalah directing & controling skill (keterampilan pengarahan dan
pengawasan), delegating skill (keterampilan pendelegasian), dan Coaching skill
(keterampilan Coaching).

A. Directing & Controlling (Pengarahan & Pengawasan)


Mengapa pengarahan dan pengawasan itu penting?
Hal-hal apa saja yang sering membuat pengarahan dan pengawasan itu gagal?

1. Directing
Directing atau pengarahan mengacu pada proses atau teknik menginstruksikan,
membimbing, menginspirasi, menasihati, mengawasi dan memimpin orang menuju
pencapaian tujuan organisasi. Ini adalah proses manajerial berkelanjutan yang
berlangsung sepanjang hidup organisasi. Keterampilan pengarahan ini berkaitan
langsung dengan faktor sumber daya manusia, karena juga memberikan arahan kepada
tim mengenai penggunaan sumber daya lainnya. Proses yang berkesinambungan ini
diperlukan untuk proses pencapaian tujuan.

Ciri-ciri utama pengarahan adalah:


a. Initiates action (memulai tindakan). Fungsi pengarahan dilakukan oleh
pemimpin, bersama-sama dengan perencanaan, penempatan staf, pengorganisasian dan
pengendalian untuk melaksanakan tugas mereka dalam organisasi. Ketika fungsi
lain menyiapkan ‘panggung’ untuk tindakan, fungsi pengarahan lah yang memulai
tindakan itu.
b. Pervasive function (fungsi yang dapat menjalar ke banyak hal). Pengarahan
terjadi di setiap tingkat organisasi. Di mana pun ada hubungan atasan-bawahan,
makan fungsi pengarahan akan selalu ada, karena setiap pemimpin memberikan
bimbingan dan inspirasi kepada bawahannya.
c. Continuous activity (aktivitas yang berkelanjutan). Pengarahan adalah
aktivitas yang terus berlanjut sepanjang kehidupan organisasi, terlepas dari
adanya perubahan pimpinan dan bawahan.
d. Descending order of hierarchy (urutan hirarki yang menurun). Pengarahan
mengalir dari manajemen tingkat atas ke tingkat bawah. Setiap pemimpin
menjalankan fungsi ini pada bawahan langsungnya.
e. Human factor (faktor manusia). Pengarahan adalah sebuah fungsi penting yang
berguna untuk penyelesaian pekerjaan oleh karyawan dan meningkatkan pertumbuhan
organisasi. Para anggota tim yang berbeda bisa jadi akan berperilaku berbeda
dalam situasi yang berbeda, sehingga penting bagi pemimpin untuk dapat
mengarahkan bawahannya dengan tepat.

Prinsip-prinsip pengarahan adalah sebagai berikut:


a. Kontribusi individu yang maksimal. Salah satu prinsip utama pengarahan adalah
kontribusi individu. Pemimpin harus mengadopsi kebijakan pengarahan yang
memotivasi anggota tim untuk menyumbangkan potensi maksimal mereka dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi.
b. Keselarasan tujuan. Terkadang ada konflik antara tujuan organisasi dan tujuan
individu. Di sini, pengarahan memiliki peran penting dalam membangun keselarasan
dan koordinasi antara tujuan kedua belah pihak.
c. Kesatuan perintah. Prinsip ini menyatakan bahwa seorang bawahan harus
menerima instruksi hanya dari satu atasan dalam satu waktu. Jika ia menerima
instruksi dari lebih dari satu atasan secara bersamaan, maka akan timbul
kebingungan, konflik, dan kekacauan dalam organisasi, dan juga kesulitan dalam
memprioritaskan pekerjaannya.
d. Teknik pengarahan yang tepat. Prinsip ini menyatakan bahwa teknik pengarahan
yang tepat harus digunakan untuk menyupervisi, memimpin, berkomunikasi dan
memotivasi karyawan berdasarkan kebutuhan, kemampuan, sikap dan hal-hal
situasional lainnya.
e. Komunikasi manajerial. Instruksi harus disampaikan dengan jelas kepada
karyawan dan harus dipastikan bahwa mereka telah memahami makna yang sama
seperti yang dimaksudkan pemimpin.
f. Pemanfaatan organisasi informal. Dalam setiap organisasi formal, terdapat
kelompok atau organisasi informal. Pemimpin harus dapat mengidentifikasi
kelompok-kelompok tersebut dan menggunakannya untuk mengomunikasikan informasi.
Dibutuhkan arus informasi yang bebas antara pemimpin dan bawahan, karena
pertukaran informasi yang efektif sangat penting bagi pertumbuhan organisasi.
g. Kepemimpinan. Pemimpin harus memiliki kualitas kepemimpinan yang baik untuk
bisa memengaruhi bawahan dan membuat mereka bekerja sesuai keinginan mereka.
h. Menindaklanjuti. Pemimpin diharuskan untuk memantau sejauh mana kebijakan,
prosedur, dan instruksi diikuti oleh bawahan. Jika ada masalah dalam
implementasi, maka modifikasi yang sesuai dapat dilakukan.

2. Controlling
Controlling atau pengawasan merupakan proses membandingkan kinerja aktual dengan
yang diharapkan, dan mengambil tindakan korektif bila diperlukan, atau dengan
kata lain, memastikan bahwa kegiatan dalam suatu organisasi dilakukan sesuai
dengan rencana. Fungsi pengawasan juga memastikan bahwa sumber daya organisasi
digunakan secara efektif & efisien untuk pencapaian tujuan yang telah
ditentukan.

Pengawasan bukanlah fungsi terakhir dari manajemen, melainkan fungsi yang


membawa kembali siklus manajemen ke fungsi perencanaan. Dengan demikian,
pengawasan bertindak sebagai alat yang membantu menemukan bagaimana kinerja
aktual menyimpang dari standar, sekaligus menemukan penyebab penyimpangan, yang
kemudian dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mengambil tindakan
korektif berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan. Jadi, pengawasan tidak
hanya melengkapi proses manajemen tetapi juga memperbaiki perencanaan pada
siklus berikutnya.

Pentingnya pengawasan dalam organisasi:


a. Mencapai tujuan organisasi.
Pengawasan adalah suatu penyelesaian dari langkah-langkah yang ke depannya akan
membuat kemajuan menuju tujuan organisasi, menyoroti penyimpangan, dan
menunjukkan tindakan korektif. Karenanya, fungsi ini membantu dalam mengarahkan
tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Menilai ketepatan dari standar-standar yang digunakan.


Sistem pengawasan yang baik memungkinkan pemimpin untuk memverifikasi apakah
standar yang ditetapkan sudah akurat dan objektif. Sistem pengawasan yang
efisien juga membantu dalam menjaga kehati-hatian dan mengecek kemajuan yang
berlangsung dalam perubahan-perubahan yang dilakukan. Fungsi pengawasan akan
mempermudah pelaksanaan review atas standar-standar yang ada dan melakukan
revisi sesuai dengan kebutuhan perubahan.

c. Memanfaatkan sumber daya secara efisien.


Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kegiatan dilakukan sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan standar dan norma yang telah ditentukan, yang
berguna untuk memastikan bahwa sumber daya digunakan dengan cara yang paling
efektif dan efisien.

d. Meningkatkan motivasi karyawan.


Pengawasan membantu mengakomodasi sistem kontrol yang baik, yang dapat
memastikan bahwa setiap karyawan mengetahui dengan baik apa yang mereka harapkan
dan apa standar kinerja yang menjadi dasar penilaian mereka. Hal ini dapat
membantu dalam memotivasi dan meningkatkan potensi mereka sehingga menghasilkan
kinerja yang lebih baik.

e. Memastikan ketertiban & kedisiplinan.


Fungsi pengawasan memungkinkan pemimpin untuk memeriksa aktivitas karyawan,
melacak dan menemukan karyawan yang tidak jujur ??dengan menggunakan pemantauan
berbasis komputer sebagai bagian dari sistem kontrol mereka. Di sini, pengawasan
menciptakan suasana yang tertib dan disiplin dalam organisasi.

f. Memfasilitasi koordinasi dalam tindakan.


Pengawasan memastikan bahwa setiap bagian dan karyawan diatur oleh standar dan
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, yang telah diketahui benar dan
terkoordinasi satu sama lain. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa semua
tujuan organisasi tercapai secara menyeluruh.

DISKUSI: KESALAHAN INSTRUKSI


Kesalahan pengarahan yang pernah terjadi di unit kerja:
Apa yang Pemimpin Maksud
Apa yang Bawahan Terima

Mengapa hal ini terjadi? Apa Masalahnya?


Apa Solusinya?

Bagaimana cara pengawasannya?

3. Kendala Pengarahan
Empat kendala yang sering dihadapi pada saat pengarahan adalah:
a. Kendala lingkungan: merupakan kendala berasal dari kondisi, situasi,
fasilitas, atau lingkungan sekitar yang menghambat proses pengarahan yang
dilakukan. Misalnya: kondisi bising, tidak kondusif, tidak ada media komunikasi,
dan sebagainya.
b. Kendala sikap: merupakan kendala yang muncul dari dalam diri seseorang,
berupa sikap yang diambil dalam menerima pengarahan, yang dapat mempersulit atau
bahkan menggagalkan proses pengarahan. Misalnya, sikap negatif, menolak,
resistensi, dan lain sebagainya.
c. Asumsi yang salah: merupakan kendala yang timbul dari ketidakefektifan
komunikasi yang dilakukan, mengakibatkan tidak tercapainya mutual understanding
dalam proses pengarahan, yang nantinya bisa berujung pada kesalahan tindakan.
Misalnya, tidak memahami pesan yang disampaikan, salah mengerti makna pesan,
salah menyimpulkan arahan, dan lain-lain.
d. Perbedaan sosial budaya: merupakan kendala yang muncul akibat adanya
perbedaan faktor sosial dan budaya yang tidak dicoba disesuaikan dalam proses
pengarahan. Permasalahan dalam pengarahan bisa muncul karena kesalahan
penggunaan bahasa ketika mengarahkan, perbedaan bahasa yang digunakan oleh
pemimpin dan anggota tim, (misal: bahasa daerah atau bahasa negara lain),
intonasi yang tidak tepat, penggunaan simbol-simbol yang kurang sesuai, dan
sebagainya.

4. Praktik 43 (4 Directing 3 Controlling)


Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan, praktik 43 (4 Directing & 3 Controlling)
dapat dijadikan pilihan. Praktik ini merupakan salah satu teknik pengarahan dan
pengawasan. Praktik 43 mudah untuk digunakan karena tersusun secara sistematis
dan memudahkan untuk dijalankan secara berkesinambungan.

Praktik ini dilakukan dengan cara:


a. 4 Directing, terdiri dari 4 langkah pengarahan, yaitu:
(1) Menetapkan hasil, yang dapat diketahui dengan pertanyaan: Apa yang harus
dicapai? Mengapa?
(2) Menetapkan indikator, yang dapat diketahui dengan pertanyaan: Apa ukuran
bahwa sudah dicapai dengan baik?
(3) Menetapkan cara, yang dapat diketahui dengan pertanyaan: Bagaimana cara
meraihnya? Alat-alat apa yang diperlukan?
(4) Menetapkan deadline, yang dapat diketahui dengan pertanyaan: Kapan batas
waktunya?
b. 3 Controlling, terdiri dari 3 langkah pengawasan, yaitu:
(1) Memeriksa apakah hasil yang diterima sudah sesuai dengan usaha yang
dilakukan.
(2) Mengevaluasi apakah semua indikator telah terpenuhi.
(3) Melakukan tindak lanjut dengan mengecek apakah pekerjaan sudah selesai,
apakah ada perbaikan yang dibutuhkan, dan apa apresiasi yang tepat untuk
pekerjaan tersebut.

ROLE PLAY: SKILL PRACTICE 43


Berikan sebuah instruksi kepada bawahan Anda agar mereka dapat melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan apa yang Anda inginkan. Kemudian, lakukan kontrol
terhadap hasll yang sudah dilakukan

Berikut ini adalah lembar untuk mempermudah menetapkan sasaran dengan Praktik
43.

PENGARAHAN
HASIL: Apa yang harus dicapai oleh tim?

INDIKATOR: Bagaimana Anda akan mengukur kemajuan tim?

CARA: Bagaimana cara meraihnya? Alat-alat apa saja yang diperlukan

DEADLINE: Kapan hal tersebut harus diselesaikan?

PENGAWASAN
PERIKSA: Sesuaikah usaha dengan hasil yang dicapai oleh tim?
EVALUASI: Apakah tim dapat mencapai semua indikator keberhasilan?

TINDAK LANJUT: Apa semua tugas tim sudah selesai? Apakah tim perlu melakukan
perbaikan? Apa apresiasi yang bisa diberikan kepada tim?

B. Delegating (Pendelegasian)
Seorang pemimpin biasanya bertanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan dalam
unit kerjanya, dengan mengkoordinasikan sumber daya dan anggota tim. Salah satu
cara untuk memastikan pekerjaan tersebut memenuhi harapan pemangku kepentingan
adalah dengan mendelegasikan tugas kepada anggota tim. Keterampilan
pendelegasian menggambarkan kemampuan seorang pemimpin untuk menetapkan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya kepada anggota tim. Keterampilan ini melibatkan
pengalihan tanggung jawab tugas kepada individu yang dipimpin dan mengarahkan
mereka pada langkah-langkah penyelesaian. Bentuk-bentuk pendelegasian yang biasa
dilakukan adalah:
1. Pendelegasian dengan memberikan arahan: anggota tim bertanggung jawab atas
tugas tersebut, sementara pemimpin membuat keputusan akhir sebagai pimpinan
mereka.
2. Pendelegasian riset untuk pengambilan keputusan: pemimpin dapat memutuskan
atau menyelesaikan tugas menggunakan temuan riset yang terdapat dalam laporan.
3. Pendelegasian dengan hak intervensi: memungkinkan anggota tim untuk
menyelesaikan tugas dan mempertahankan hak untuk membuat perubahan atau
membalikkan hasil.
4. Pendelegasian dengan hak persetujuan: melibatkan pemberian tugas kepada
anggota tim dan hak untuk menyetujuinya, memastikan pemimpin mempertahankan
kendali atas hasil tugas.
5. Pendelegasian dengan hasil pelaporan: pemberian tanggung jawab kepada anggota
tim dan meminta mereka melaporkan hasil mereka setelah selesai, memberdayakan
anggota tim dan menunjukkan kepercayaan sambil menjaga komunikasi.
6. Pendelegasian tanggung jawab penuh: pengalihan sepenuhnya tanggung jawab
tugas dan pengambilan keputusan kepada anggota tim, menunjukkan kepercayaan
penuh pada kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas secara akurat.

Beberapa keterampilan yang dibutuhkan pemimpin dalam melakukan pendelegasian


adalah keterampilan komunikasi, pelatihan, manajemen waktu, dan memberikan umpan
balik yang membangun. Memahami cara mendelegasikan tugas dapat memberikan
pemimpin keuntungan-keuntungan tersendiri, antara lain:
1. Menciptakan kesempatan belajar. Mendelegasikan tugas kepada anggota tim dapat
membantu mereka mempelajari keterampilan baru dan memperoleh pengalaman,
terutama jika aktivitas tersebut di luar tugas rutin mereka. Menghadapi
tantangan dapat membangun kapasitas ketahanan dalam anggota tim.
2. Mengurangi beban kerja. Menetapkan tugas yang menjadi tanggung jawab dapat
membantu mengelola pekerjaan dengan lebih baik dan mencapai keseimbangan
kehidupan kerja yang lebih sehat. Pendelegasian bisa menjadi sangat penting jika
tim bekerja dengan tenggat waktu yang ketat.
3. Meningkatkan tanggung jawab. Dengan mendelegasikan tugas kepada rekan satu
tim, pemimpin dapat membantu mereka mengembangkan rasa tanggung jawab, yang
dapat mengarah pada peningkatan moral tim. Rasa tanggung jawab ini dapat
meningkatkan kepercayaan diri dan rasa memiliki dalam dari mereka.
4. Memberdayakan anggota tim. Anggota tim sering merasakan pencapaian ketika
mereka berhasil menyelesaikan tugas dengan baik dan benar. Perasaan ini dapat
menginspirasi mereka untuk tampil lebih baik dan dapat mendorong produktivitas
yang lebih tinggi.

STUDI KASUS DELEGATING


Anda adalah seorang Supervisor di salah satu unit pembangkit untuk wilayah Jawa
Barat dan Banten. Pada hari ini, Anda ditunjuk oleh direksi sebagai salah satu
tim untuk melakukan presentasi dengan PLN Pusat untuk kebijakan baru energi
terbarukan. Presentasi ini akan menghabiskan waktu sekitar 7 hari kerja. Pada
saat yang sama, Anda sedang dalam proses penyelesaian proyek real time
monitoring dengan karya inovasi yang sudah ditunggu. Proyek ini harus dapat
diserahterimakan karena berhubungan dengan Dinas KLHK untuk sertifikasi Green
Company. Untuk bisa memastikan tugas ini, Anda berencana akan menunjuk Bowo
sebagai pejabat sementara selama 7 hari. Bowo berusia 26 tahun, memiliki
kompetensi yang baik sebagai insinyur elektro, sikapnya sangat taktis, cepat
memberikan solusi, dan dapat bekerja sama dengan semua anggota proyek.
Problemnya adalah Bowo belum pernah melakukan serah terima dan usianya relatif
lebih muda dibanding rekan lainnya. Bowo terbukti memiliki prestasi menonjol dan
bermotivasi tinggi. Selama ini, Bowo menjadi wakil Anda untuk memonitor
penyelesaian proyek.

Tugas Anda adalah:


Berikan delegasi tugas kepada Bowo untuk menjalankan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Memastikan untuk dapat menjalankan serah terima
2. Menjadi pemimpn sementara untuk proyek sampai Anda pulang dari presentasi
dengan PLN Pusat.

Hasil Studi Kasus:


Syarat utama dalam pendelegasian adalah memastikan bahwa pihak yang
didelegasikan telah memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam menjalakan pendelegasian adalah:
1. Menetapkan pekerjaan yang didelegasikan
a. Review semua pekerjaan
b. Identifikasi peran dan tugas pimpinan maupun bawahan
c. Pisahkan:
(1) Tanggung jawab pribadi
(2) Tanggung jawab bersama
(3) Tanggung jawab bawahan

d. Delegasikan tanggung jawab bawahan & tanggung jawab bersama


2. Memilih dan mengembangkan orang yang tepat
a. Kenali bawahan secara mendalam
b. Identifikasi kelebihan dan kelemahan bawahan
c. Pilihlah bawahan yang memiliki tanda-tanda perilaku bermotivasi tinggi
d. Lakukan pengembangan yang dapat dilakukan sesuai dengan alokasi waktu
3. Memberikan arahan secara komunikatif
a. Jelaskan tugas yang akan delegasikan
b. Berikan penjelasan detail berdasarkan proses yang harus dilakukan
c. Lakukan tanya jawab dan pastikan pemahaman yang benar mengenai tugas yang
harus dikerjakan
d. Pergunakan komunikasi dua arah: dengarkan, dengarkan, dengarkan
e. Berikan kesempatan untuk diskusi
f. Pastikan proses pengembangan dijalankan
4. Mengecek kemajuan
a. Berikan kebebasan kepada anggota tim untuk menjalankan pekerjaan
b. Tunda untuk terjun ke lapangan
c. Monitor pekerjaan secara periodik, berikan umpan balik kepada tim
d. Gunakan sistem untuk monitoring pekerjaan secara harian (exp: WA Group,
Telegram, Slack, Sharedoc, lotus notes, dll)
e. Berikan motivasi untuk terus menjalankan pekerjaan
5. Memahami kendala dan memberikan pengertian
a. Segera identifikasi masalah dan minta tim mengambil tindakan solusi
b. Komunikasikan harapan Anda, lakukan sesering mungkin
c. Analisis pola kesalahan, bersabar dan dorong pemecahan masalah
d. Berikan kesempatan agar semua anggota tim belajar dari kesalahan
e. Pastikan kesalahan tidak terjadi lagi, lakukan Coaching & counseling
6. Memberikan apresiasi ketika berhasil
a. Evaluasi dan ukurlah pencapaian kinerja anggota tim
b. Rayakan keberhasilan proses
c. Berikan apresiasi sederhana (exp: terima kasih, dst)
d. Kenali anggota tim yang menonjol, berikan penghargaan khusus
e. Bagikan apresiasi kepada seluruh tim, tanpa terkecuali
f. Bagilah penghargaan secara adil kepada tim

LATIHAN: ATASI HAMBATAN DELEGASI


Tugas-tugas apa saja yang biasanya Anda lakukan dalam pekerjaan sehari-hari?
1. ___________________________________________
2. ___________________________________________
3. ___________________________________________
4. ___________________________________________
5. ___________________________________________
6. ___________________________________________
7. ___________________________________________
8. ___________________________________________
9. ___________________________________________
10. ___________________________________________

Dari daftar tersebut, manakah pekerjaan Anda yang dapat didelegasikan? Tuliskan
nomornya saja.

Mengapa selama ini tugas tersebut tidak Anda delegasikan?

Kriteria pekerjaan-pekerjaan yang dapat didelegasikan adalah:


1. Tugas-tugas rutin.
2. Tugas-tugas yang tidak memerlukan keterampilan khusus.
3. Tugas-tugas yang sangat menyita waktu.
4. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan secara teratur.
5. Tugas-tugas yang dapat direncanakan dengan baik sebelumnya.
6. Tugas-tugas yang menjadi minat orang lain.

Apa yang dapat Anda lakukan untuk bisa mendelegasikan tugas tersebut ?

Catatan:
C. Coaching
Coaching adalah proses komunikasi tatap muka untuk mengatasi masalah
keterampilan dalam menjalankan pekerjaaan. Coaching merupakan proses mendorong
anggota tim untuk bertindak secara benar, tepat, akurat, sesuai standar
keterampilan profesional. Dalam menerapkan langkah bimbingan pembinaan kepada
anggota tim, seorang pemimpin perlu melakukan metode Coaching yang tepat.
Coaching di tempat kerja adalah ketika satu orang, biasanya seorang pemimpin,
membantu seorang karyawan tumbuh dan mengembangkan keterampilan mereka. Seorang
coach di tempat kerja dapat membimbing karyawan untuk membangun keterampilan,
meningkatkan kinerja, dan memenuhi tujuan mereka.

Seorang coach akan mengambil pendekatan proaktif untuk pertumbuhan karyawan,


memberikan kepercayaan kepada mereka yang membutuhkannya dan membantu untuk
menentukan dan menyelesaikan area masalah. Seorang pemimpin perlu membangun
masing-masing anggota tim atas kekuatan mereka, khususnya kompetensi
keterampilan mereka, dengan cukup waktu, fasilitas, dan kesempatan. Tujuan utama
dari Coaching di tempat kerja adalah untuk mendorong komunikasi dua arah antara
karyawan dan coach mereka, untuk kemudian mengidentifikasi area untuk perbaikan,
memperkuat kekuatan, dan lebih mengembangkan kinerja mereka. Hal ini biasanya
dilakukan dengan berfokus pada tujuan, keterampilan, dan sasaran kinerja
tertentu. Coaching di tempat kerja adalah tentang memberdayakan karyawan untuk
menjadi versi terbaik yang mereka bisa.

Proses Coaching dapat digambarkan sebagai berikut:

Berikut beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan Coaching di dalam
tim:
1. Coaching adalah cara yang efektif bagi untuk menyiapkan anggota tim untuk
sukses. Ini karena tujuan utamanya adalah memberi mereka ‘alat’ yang mereka
butuhkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
2. Program Coaching yang tepat dapat memotivasi anggota tim untuk meningkatkan
dan bangga dengan pekerjaan mereka, yang mengarah pada kepuasan kerja yang lebih
tinggi dan peningkatan produktivitas.
3. Pemimpin juga dapat menggunakan Coaching untuk memvalidasi, mendukung, dan
memberdayakan anggota tim, meningkatkan tingkat keterlibatan dan komitmen
karyawan.
4. Studi telah menunjukkan bahwa eksekutif yang menerima Coaching di tempat
kerja dianggap bekerja 55% lebih efektif oleh rekan-rekan mereka. Coaching juga
memiliki efek positif pada efektivitas dan produktivitas tim.
5. Sesi Coaching satu lawan satu dapat membantu menumbuhkan budaya pembelajaran
dan pengembangan yang memiliki efek positif pada seluruh organisasi.
6. Coaching mendorong komunikasi, refleksi, dan koreksi diri. Ini membantu
karyawan menjadi lebih mandiri sehingga mereka dapat mengambil alih pekerjaan
mereka. Ini juga membantu pemimpin mengembangkan anggota tim yang lebih percaya
diri, karena orang-orang percaya bahwa mereka memiliki keterampilan yang tepat
untuk bekerja.
7. Ketika anggota tim lebih menyadari kekuatan dan kelemahan mereka, mereka
lebih siap untuk menghadapi tantangan dan memajukan pengembangan mereka.

Coaching dapat dilakukan:


1. Dalam bentuk percakapan verbal antara coach dengan coachee
2. 1 on 1 atau Group/Team
3. Pertemuan offline atau online
4. Coaching program terdiri beberapa sesi, 1 Sesi percakapan 45 - 60 Menit

Prinsip pelaksanaan Coaching adalah:


1. Bertanya dan Eksplorasi
2. Berbasis pada hal-hal di masa sekarang dan masa depan, tidak berbasis pada
masa lalu
3. Tidak menyuruh, memberitahu, memberi saran terhadap tindakan yang harus
dilakukan/cara melakukannya

Tujuan Coaching antara lain adalah:


1. Meningkatkan motivasi dan energi
2. Meningkatkan kualitas leadership
3. Agar jelas, tetap fokus dan mengetahui tujuan
4. Meningkatkan sumber daya dan daya juang
5. Menyadari dan mawas diri atas tujuan
6. Meningkatkan kinerja karyawan

Selain Coaching, terdapat beberapa metode pembinaan karyawan lainnya. Berikut


perbedaaan antara satu sama lain:
1. Coaching: Bimbingan untuk orang normal bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
menggunakan potensi diri. Coaching berkaitan dengan "bagaimana": bagaimana
menetapkan dan mencapai tujuan, bagaimana mengubah pendekatan atau sikap,
bagaimana mempersiapkan peran masa depan. Metode ini berorientasi pada tindakan
dan berfokus pada masa depan.
2. Counseling: Identifikasi masalah, empati dan usaha penyembuhan untuk masalah
gangguan mental bertujuan untuk menyesuaikan diri.
3. Mentoring: Pendampingan dengan cara berbagi pengetahuan dan pengalaman
bertujuan untuk mendapatkan skill, dan mengarah pada pemanduan dalam
pengembangan karir karyawan.
4. Training: Proses belajar dan pengembangan yang bertujuan untuk mendapatkan
peningkatkan kompetensi dan perubahan perilaku. Training merupakan suatu
‘event’, yang akan membantu karyawan menerapkan keterampilan tersebut pada
pekerjaan mereka dan mendorong mereka untuk mempelajari keterampilan lain yang
saling melengkapi.

Sebuah organisasi organisasi non profit profesi coach terbesar di dunia,


International Coaching Federation (ICF), mengeluarkan standar Coaching-nya
berupa Code of Conduct dan Core Competency Coaching. Berikut penjelasan lebih
lengkapnya:
ICF Core Competencies:
A. Foundation
1. Demonstrates Ethical Practice
Definition: Understands and consistently applies Coaching ethics and standards
of Coaching
a. Demonstrates personal integrity and honesty in interactions with clients,
sponsors and relevant stakeholders
b. Is sensitive to clients’ identity, environment, experiences, values and
beliefs
c. Uses language appropriate and respectful to clients, sponsors and relevant
stakeholders
d. Abides by the ICF Code of Ethics and upholds the Core Values
e. Maintains confidentiality with client information per stakeholder agreements
and pertinent laws
f. Maintains the distinctions between Coaching, consulting, psychotherapy and
other support professions
g. Refers clients to other support professionals, as appropriate
2. Embodies a Coaching Mindset
Definition: Develops and maintains a mindset that is open, curious, flexible and
client-centered
a. Acknowledges that clients are responsible for their own choices
b. Engages in ongoing learning and development as a coach
c. Develops an ongoing reflective practice to enhance one’s Coaching
d. Remains aware of and open to the influence of context and culture on self and
others
e. Uses awareness of self and one’s intuition to benefit clients
f. Develops and maintains the ability to regulate one’s emotions
g. Mentally and emotionally prepares for sessions
h. Seeks help from outside sources when necessary
B. Co-Creating the Relationship
3. Establishes and Maintains Agreements
Definition: Partners with the client and relevant stakeholders to create clear
agreements about the Coaching relationship, process, plans and goals.
Establishes agreements for the overall Coaching engagement as well as those for
each Coaching session.
a. Explains what Coaching is and is not and describes the process to the client
and relevant stakeholders
b. Reaches agreement about what is and is not appropriate in the relationship,
what is and is not being offered, and the responsibilities of the client and
relevant stakeholders
c. Reaches agreement about the guidelines and specific parameters of the
Coaching relationship such as logistics, fees, scheduling, duration,
termination, confidentiality and inclusion of others
d. Partners with the client and relevant stakeholders to establish an overall
Coaching plan and goals
e. Partners with the client to determine client-coach compatibility
f. Partners with the client to identify or reconfirm what they want to
accomplish in the session
g. Partners with the client to define what the client believes they need to
address or resolve to achieve what they want to accomplish in the session
h. Partners with the client to define or reconfirm measures of success for what
the client wants to accomplish in the Coaching engagement or individual session
i. Partners with the client to manage the time and focus of the session
j. Continues Coaching in the direction of the client’s desired outcome unless
the client indicates otherwise
k. Partners with the client to end the Coaching relationship in a way that
honors the experience
4. Cultivates Trust and Safety
Definition: Partners with the client to create a safe, supportive environment
that allows the client to share freely. Maintains a relationship of mutual
respect and trust.
a. Seeks to understand the client within their context which may include their
identity, environment, experiences, values and beliefs
b. Demonstrates respect for the client’s identity, perceptions, style and
language and adapts one’s Coaching to the client
c. Acknowledges and respects the client’s unique talents, insights and work in
the Coaching process
d. Shows support, empathy and concern for the client
e. Acknowledges and supports the client’s expression of feelings, perceptions,
concerns, beliefs and suggestions
f. Demonstrates openness and transparency as a way to display vulnerability and
build trust with the client
5. Maintains Presence
Definition: Is fully conscious and present with the client, employing a style
that is open, flexible, grounded and confident
a. Remains focused, observant, empathetic and responsive to the client
b. Demonstrates curiosity during the Coaching process
c. Manages one’s emotions to stay present with the client
d. Demonstrates confidence in working with strong client emotions during the
Coaching process
e. Is comfortable working in a space of not knowing
f. Creates or allows space for silence, pause or reflection
C. Communicating Effectively
6. Listens Actively
Definition: Focuses on what the client is and is not saying to fully understand
what is being communicated in the context of the client systems and to support
client self-expression
a. Considers the client’s context, identity, environment, experiences, values
and beliefs to enhance understanding of what the client is communicating
b. Reflects or summarizes what the client communicated to ensure clarity and
understanding
c. Recognizes and inquires when there is more to what the client is
communicating
d. Notices, acknowledges and explores the client’s emotions, energy shifts,
non-verbal cues or other behaviors
e. Integrates the client’s words, tone of voice and body language to determine
the full meaning of what is being communicated
f. Notices trends in the client’s behaviors and emotions across sessions to
discern themes and patterns
7. Evokes Awareness
Definition: Facilitates client insight and learning by using tools and
techniques such as powerful questioning, silence, metaphor or analogy
a. Considers client experience when deciding what might be most useful
b. Challenges the client as a way to evoke awareness or insight
c. Asks questions about the client, such as their way of thinking, values,
needs, wants and beliefs
d. Asks questions that help the client explore beyond current thinking
e. Invites the client to share more about their experience in the moment
f. Notices what is working to enhance client progress
g. Adjusts the Coaching approach in response to the client’s needs
h. Helps the client identify factors that influence current and future patterns
of behavior, thinking or emotion
i. Invites the client to generate ideas about how they can move forward and what
they are willing or able to do
j. Supports the client in reframing perspectives
k. Shares observations, insights and feelings, without attachment, that have the
potential to create new learning for the client
D. Cultivating Learning and Growth
8. Facilitates Client Growth
Definition: Partners with the client to transform learning and insight into
action. Promotes client autonomy in the Coaching process.
a. Works with the client to integrate new awareness, insight or learning into
their worldview and behaviors
b. Partners with the client to design goals, actions and accountability measures
that integrate and expand new learning
c. Acknowledges and supports client autonomy in the design of goals, actions and
methods of accountability
d. Supports the client in identifying potential results or learning from
identified action steps
e. Invites the client to consider how to move forward, including resources,
support and potential barriers
f. Partners with the client to summarize learning and insight within or between
sessions
g. Celebrates the client’s progress and successes
h. Partners with the client to close the session

Tahapan dalam melakukan Coaching dapat dilakukan dengan model GROW. Model GROW
adalah kerangka kerja Coaching yang digunakan dalam percakapan, rapat, dan
kepemimpinan sehari-hari untuk membuka potensi dan kemungkinan. GROW
dikembangkan pada 1980-an oleh coach bisnis Graham Alexander, Alan Fine, dan Sir
John Whitmore. Sejak itu, GROW menjadi model Coaching paling populer di dunia
untuk pemecahan masalah, penetapan tujuan dan peningkatan kinerja. Model ini
merupakan kerangka kerja yang sederhana namun kuat untuk menyusun sesi Coaching.
Cara berpikir yang baik tentang model GROW adalah dengan memikirkan bagaimana
kita akan merencanakan sebuah perjalanan. Pertama, memutuskan ke mana kita akan
pergi (tujuan), dan menetapkan di mana kita berada saat ini (realita saat ini).
Kemudian, kita menjelajahi berbagai rute (opsi) untuk sampai ke tujuan yang
telah diputuskan. Pada langkah terakhir, membangun kemauan, kita memastikan
komitmen untuk melakukan perjalanan, dan siap menghadapi rintangan yang mungkin
akan ditemui di sepanjang perjalanan.

Berikut penjelasan dari masing-masing tahapan:


1. GOAL
Mulai rencana dengan menetapkan titik akhir (tujuan yang dikehendaki), bukan
dari titik mulai (kondisi saat ini). Langkah ini memudahkan kita mendapatkan
gambaran lebih jelas mengenai proses yang perlu ditempuh. Dalam tahap ini,
tujuan ditetapkan menjadi lebih spesifik:
a. Tujuan Jangka Panjang: berupa tujuan personal atau profesional yang ingin
dicapai.
b. Tujuan Jangka Pendek: berupa tujuan yang dikelompokkan menjadi tujuan per
sesi pencapaian.

Jadi, tahap Goal adalah:


a. Fase untuk memulai hubungan Coaching.
b. Persiapan, persiapan dan persiapan.
c. Membangun hubungan dan kepercayaan (Rapport & Trust) antara coach dengan
klien.
d. Memilih topik pembicaraan.
e. Membantu klien menetapkan tujuan Coaching.

Build Rapport & Trust


Percakapan yang Dilakukan
* Membangun hubungan dengan klien.
* Membangun rasa aman kepada klien.
* Mempersiapkan diri kita dan klien untuk memulai sesi Coaching.
* Salam
* Ice breaking
* Dalam sesi ini kita akan melakukan sesi Coaching. Percakapan kita dijamin
kerahasiaannya dan tidak dipublikasikan dalam bentuk apapun. Proses Coaching
adalah …… alat yang digunakan …… Agar sesi kita efektif, kita fokus pada proses
yang dilakukan dengan cara: …. (matikan hp, toilet, dll)

Topik
Percakapan yang Dilakukan
* Meminta klien untuk membicarakan topik yang akan dibicarakan selama proses
Coaching.
* Pembicaraan awal mengenai topik.
* Memberikan kesempatan klien untuk eksplorasi masalah yang dirasakan.
* Mengamati perilaku klien di awal sesi.
* Anda ingin di-Coaching apa hari ini?
* Apa topik yang akan kita diskusikan?
* Area apa yang ingin kita kerjakan?
* Anda telah menceritakan banyak hal. Mana yang akan dibicarakan lebih dahulu?
* Tadi Anda menceritakan ……, dari sini mana yang akan dibicarakan?
* Mengapa hal ini penting bagi Anda? (refleksikan kembali, parafrase, akui
sebagaimana mestinya)

Setting Goal
Percakapan yang Dilakukan
* Menetapkan sasaran yang ingin dicapai.
* Memetakan topik yang akan dijadikan sasaran.
* Membantu klien untuk memahami sasaran dalam sesi Coaching.
* Menetapkan rencana sesi atas persetujuan klien.
* Berdasarkan topik yang dibicarakan, apa yang ingin Anda capai dalam percakapan
kita?
* Sasaran apa yang ingina Anda capai?
* Mengapa sasaran ini penting bagi Anda?
* Apa yang terjadi jika sasaran tidak tercapai?
* Bagaimana Anda tahu bahwa sasaran Anda sudah tercapai?

2. REALITY
Pada tahap ini, kita perlu menyadari kondisi dan posisi saat ini. Tujuannya
adalah untuk melihat jarak yang sesungguhnya antara keadaan saat ini dengan
tujuan yang ingin dicapai. Hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah:
a. Kesadaran mengenai seberapa jauh atau seberapa dekat realita saat ini dengan
tujuan.
b. Membangun self-awareness terhadap tantangan dan hambatan yang ada.
c. Tahap ini biasanya merupakan tahap yang paling memakan waktu, karena banyak
orang sulit untuk menerima fakta atau menghadapi kenyataannya saat ini.
d. Seorang pemimpim perlu membantu anggota timnya untuk dapat melihat situasinya
sendiri, mengakui hambatannya, dan mendeskripsikan masalah yang dihadapi.

Jadi, tahap Reality adalah:


a. Fase untuk mencari permasalahan
b. Mengenali situasi klien
c. Menggali data & informasi
d. Elaborasi informasi agar klien dapat memahami masalah yang dihadapi
e. Menggunakan sudut pandang klien untuk menetapkan masalah
f. Membangun insight

Listening & Finding Problem


Percakapan yang Dilakukan
* Mencari tahu masalah yang dirasakan oleh klien.
* Mengeksplorasi kenyataan yang dilihat oleh klien.
* Memahami hal-hal yang dirasakan klien.
* Mendengarkan secara aktif.
* Merespons masalah yang dirasakan klien.
* Mengidentifikasikan masalah yang dilakukan oleh klien.
* Memilah yang bukan masalah untuk tidak dibahas oleh klien.
* Ceritakan kondisi Anda sekarang.
* Tadi Anda bercerita mengenai …, lalu apa yang Anda lakukan?
* Bagaimana perasaaan Anda ketika hal itu terjadi?
* Apa yang menghambat Anda untuk mencapainya?
* Dari skala 1 – 10, di mana posisi Anda saat ini?
* Sumber daya apa yang Anda miliki untuk mencapai sasaran? Apa hambatannya?
* Apa hambatan yang Anda rasakan saat ini?
* Saya mendengar..., apa artinya untuk Anda?

Dalam sesi Coaching, kemampuan mendengarkan (listening skill) kita sangat


diperlukan. Kita diharuskan mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan oleh
klien, yaitu dengan cara:
a. Mendengarkan setiap apa yang disampaikan oleh klien secara detail.
b. Memahami apa yang disampaikan oleh klien secara utuh.
c. Berempati terhadap posisi klien terhadap situasi yang dihadapinya.
d. Memaknakan apa yang disampaikan oleh klien, bahwa apa yang disampaikan klien
dalam bentuk pernyataan, pilihan kata atau ungkapan emosinya memiliki makna
tertentu.
e. Merespons setiap penyataan klien, dengan menunjukkan sikap fokus terhadap
klien.

3. OPTION
Pada tahap ini, anggota tim didorong untuk menghasilkan pilihan, membuat ide,
memberikan alternatif-alternatif solusi atau langkah-langkah yang bisa dilakukan
untuk mengurai masalah yang ada. Pada tahap ini, pemimpin yang melaksanakan
Coaching hanya melakukan brainstorming untuk membantu menggali dan menemukan
potensi dan pilihan solusi yang dapat dilakukan oleh anggota tim yang
di-Coaching, namun dengan memberi jarak agar anggota tim itu sendirilah yang
memunculkan gagasan dan pilihannya.
Jadi tahap Option adalah:
a. Fase untuk membuat alternatif solusi
b. Meminta klien untuk mencari berbagai alternatif solusi
c. Mengatasi hambatan dalam mencari solusi
d. Membuka kesempatan kepada klien untuk melihat celah solusi
e. Mendampingi klien untuk melihat ide-ide baru

Brainstorming
Percakapan yang Dilakukan
* Curah pendapat ide-ide yang dapat dilakukan klien.
* Mengarahkan klien untuk mengambil inisiatif dalam mencari ide.
* Membantu klien untuk dapat mencari ide-ide.
* Membantu klien untuk mengatasi hambatan mencari ide.
* Bagaimana cara Anda mengatasi masalah yang Anda rasakan?
* Sumber daya apa yang Anda butuhkan? Di mana Anda mencarinya? Siapa yang dapat
membantu Anda untuk mendapatkan sumber daya tersebut?
* Apa yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi masalah Anda? Ada cara lainkah?

Handling Trap
Percakapan yang Dilakukan
* Membantu klien untuk memahami konsekuensi pilihan.
* Membuat klien bertanggung jawab atas pilihannya.
* Membantu klien mengatasi hambatan emosinya untuk menjalankan pilihan.
* Mari kita lihat situasi ini. Dari sekian banyak pilihan yang ada, mana yang
akan Anda lakukan? Apa yang ingin Anda capai? Mana yang cocok?
* Bolehkah kita berbagi sudut pandang? Ini pendapat pribadi saya. Jadi, ……. Apa
konsekuensinya? Jika dilihat dari konsekuensinya seperti ini, apa ini masih bisa
dilakukan?
* Mari kita lihat pilihan-pilihan ini dari sudut pandang lain. Apakah pilihan
ini akan merugikan orang lain? Kalau merugikan, apa yang bisa dilakukan secara
berbeda?

Follow Up & Mid Check Point


Percakapan yang Dilakukan
* Mengecek kemajuan dari klien.
* Memastikan klien sudah memahami proses yang dijalani.
* Membantu klien untuk menentukan arah pembicaraan.
* Kita sudah menjalani separuh sesi, apa pemahaman yang sudah Anda dapatkan?
* Sejauh ini, apa yang sudah kita dapat?
* Apa yang menurut Anda yang terbaik yang perlu kita lanjutkan?

Self Awareness & Summarize


Percakapan yang Dilakukan
* Membantu klien mencapai kesadaran diri.
* Mengarahkan klien untuk menjelaskan pemahaman yang didapatkan.
* Meningkatkan kesadaran klien untuk memahami situasi dan pilihannya.
* Pelajaran apa yang Anda dapatkan?
* Apa yang ingin Anda share dalam kesempatan ini?
* Bagaimana cara Anda menggunakan pembelajaran baru ini?

4. WAY OUT
Tahap ini disebut juga sebagai tahap Willingness to Act, di mana pemimpin akan
membimbing anggota timnya dalam membuat komitmen untuk melakukan alternatif
solusi yang telah dipilihnya secara nyata dalam bentuk langkah-langkah yang
konkrit hingga mencapai tujuannya.

Sebagai sesi penutup, tahap ini adalah tahap yang paling menentukan karena
berkaitan dengan seberapa kuat dorongan yang dapat dibangun untuk merealisasikan
tindakan dan langkah nyata berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.

Sebelum mengakhiri tahapan Coaching, anggota tim yang di-Coaching harus


mengucapkan kalimat komitmen untuk kemudian disepakati agar dapat ditunjau
kembali pada pertemuan berikutnya.

Jadi tahap Way Out adalah:


a. Fase untuk membangun komitmen tindak lanjut
b. Membantu klien untuk menetapkan tindakan
c. Call for action (mendorong klien untuk menetapkan agenda tindakan)
d. Menutup sesi Coaching
e. Apresiasi, afirmasi dan action plan

Action Plan
Percakapan yang Dilakukan
* Membantu peserta untuk menyimpulkan solusi.
* Membantu peserta untuk merencanakan action plan.
* Mengikat komitmen untuk menjalankan action plan.
* Apa yang dapat Anda simpulkan?
* Apa langkah selanjutnya? Apa langkah pertama Anda? Kapan? Apa strategi Anda?
* Bagaimana rencana tersebut terkait dengan pencapaian sasaran kita?
* Bisakah diringkas dari rencana tindakan kita?

Closure
Percakapan yang Dilakukan
* Berikan apresiasi dari klien
* Ucapan terima kasih
* Konfirmasi dan afirmasi
* Saya sangat menghargai …...
* Saya mengucapkan terima kasih karena (berikan apresiasi atas perilaku)
* Terima kasih atas pertemuannya
* Kita akan bertemu lagi pada tanggal …… waktu ….
* Saya yakin Anda akan menjalankan ……

ROLE PLAY: COACHING


Anda memiliki anggota tim bernama Danisa. Danisa adalah orang yang tidak bisa
menolak ketika diminta tolong oleh rekan kerjanya. Hal ini sering membuatnya
kelelahan dan mulai tidak fokus dalam pekerjaannya. Anda merasa perlu untuk
memberikan Coaching dengan segera.
1. Bacalah laporan asesmen Danisa untuk mengetahui kompetensinya.
2. Buatlah Development Plan untuk Danisa pada form yang tersedia.
3. Lakukan Role Play Coaching.
4. Waktu persiapan: 10 menit, Waktu Role Play: 10 Menit.

LAPORAN ASESMEN DANISA

Kompetensi
Persyaratan
Aktual
Achievement Orientation
ACH
3
3
Building Trust
BTR
3
3
Continuous Learning
CLE
3
3
Custumer Focus Orientation
CFO
3
2
Collaboration
COL
3
2
Analysis
ANA
3
3
Managing Work
MWO
3
2

Kekuatan
* Sering menetapkan sasaran yang tinggi bagi dirinya. Bersedia untuk menerima
tantangan pekerjaan.
* Berusaha untuk membangun kepercayaan dengan pendekatan personal
* Mampu menganalisis permasalahan di unit kerja dan menunjukkan kemampuan
pemecahan masalah secara sistematis.
* Tertarik pada hal-hal baru didukung dengan cepat memperbaharui perkembangan
teknis.
Area Pengembangan
* Sering merasa tidak percaya diri. Dalam proses interaksi seperti diskusi
kelompok, ia tampak menarik diri dan lebih banyak menjadi pengamat.
* Kurang mengenal pelanggan karena selama ini fokus pada tugas-tugas yang
bersifat teknis.
* Perlu mengatur prioritas waktu dan kegiatan karena banyak menggunakan arahan
dari atasan. Ia sulit untuk mengatur tugas-tugas yang datang secara bersamaan.

FORM INDIVIDUAL DEVELOPMENT PLAN


No.
Kategori
Kompetensi
Rating
Area Pengembangan
Assignment
Self Learning
Keterangan
Status/
Aksi
Keterangan
Status/
Aksi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1

Keterangan pengisian form individual development plan berdasarkan nomor kolom:


(1) Nomor baris yang berisi uraian masing-masing kompetensi
(2) Berisi kategori kompetensi, yaitu:
* Kompetensi Utama, adalah kompetensi yang dipersyaratkan untuk seluruh orang di
dalam organisasi, apapun fungsi atau level jabatannya. Kompetensi utama terdiri
dari: Continuous Learning, Building trust, Customer Experience Excellence, dan
Adaptability.
* Kompetensi Peran, adalah kompetensi yang dipersyaratkan agar seseorang dapat
berhasil dalam suatu posisi, peran, dan level jabatan yang spesifik. Kompetensi
peran terdiri dari:
o Kompetensi Primer, yaitu kompetensi yang dipersyaratkan sudah harus dimiliki
oleh individu untuk menampilkan kinerja yang efektif pada fungsi, stream bisnis,
dan level jabatan tertentu. Kompetensi primer perlu dimiliki seseorang sebelum
menduduki suatu posisi. Terdiri dari: Collaboration, Continuous Improvement,
Coaching, Managing Work, Information Management.
o Kompetensi Sekunder, yaitu kompetensi yang dipersyaratkan untuk individu
menjalankan peran dan kinerja yang efektif, namun masih dapat dikembangkan
selama individu tersebut berada pada fungsi, jabatan dan level tertentu.
Biasanya kompetensi ini akan menjadi fokus pengembangan selama individu
menduduki suatu posisi. Terdiri dari: Analysis & Judgement, Decision Making,
Gaining Commitment, Digital Orientation.
(3) Berisi skala rating kompetensi, sebagai berikut:
* Rating 5: Sangat baik
* Rating 4: Baik
* Rating 3: Cukup
* Rating 2: Kurang
* Rating 1: Sangat kurang
(4) Berisi insial komepetensi yang akan dikembangkan.
(5) Berisi uraian area pengembangan pada kompetensi yang dimaksud.
(6) Berisi penjelasan penugasan pengembangan yang mendukung area pengembangan
pada kompetensi yang dimaksud.
(7) Berisi status penugasan pengembangan, apakah sudah dilakukan, sedang
dilakukan, atau belum dilakukan.
(8) Berisi tanggung jawab karyawan untuk berinisiatif belajar mandiri dalam
pengembangan kompetensi.
(9) Berisi status tanggung jawab belajar mandiri, apakah sudah dilakukan, sedang
dilakukan, atau belum dilakukan.

Catatan Role Play:


KESIMPULAN

RENCANA TINDAKAN
rkshop Report – INSTITUTE FOR LEADERSHIP & LIFE MANAGEMENT Page 1 of 17

You might also like