You are on page 1of 8

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9

STATUS POPULASI BADAK SUMATERA DI DATARAN TINGGI KAPPI,


KAWASAN EKOSISTEM LEUSER, PROVINSI ACEH

Rudi H. Putra
Leuser Conservation Forum (FKL), Banda Aceh
Email: rhinoleuser@gmail.com

ABSTRACT

Kappi Plateau is one of the places in the Leuser Ecosystem where Sumatran rhinos are still found,
but the quality of the population and its habitat is unknown. The purpose of this study is to
determine the size of the existing population of Sumatran rhinoceros in Kappi, habitat quality and
factors that affect the population in the study site. The research was conducted in the highlands
Kappi Plateau in Gayo Lues district of Aceh province from August 2012 through August 2013. The
methods used in data collection were direct observation and interviews. Study site was divided into
72 grid size of 4 km x 4 km. Data collected include findings of Sumatran rhinos, physical and
biological conditions and human disturbance. This study has recorded 22 findings in 14 grid
Sumatran rhino, with naive occupancy 0.194 and an estimated population of 8-14 individuals. One
hundred fifty diet plant species was discovered in Kappi, with a distribution throughout the
location, abundant water resources, and also there are six mineral resources supported by the
dominant height of less than 1500 meters above sea level, the dominant slope is less than 40%. The
evident shows threat of poaching and human disturbance suppressing the population. In the period
1964 - 1993 as many as 50 individual rhinos in Kappi were hunted by the surrounding community.

Keywords: Population, Sumateran rhinoceros, Leuser Ecosystem

PENDAHULUAN
adak sumatera merupakan salah satu Leuser (KEL). Di ketiga tempat ini
spesies dari 5 spesies badak di dunia perlindungan terhadap badak dilakukan dengan
yang masih tersisa di dunia dengan membentuknya Rhino Protection Unit di
ancaman kepunahan terbesar. Populasinya TNBBS dan TNWK serta Wildlife Protection
mengalami penurunan yang signifikan dalam Team di Kawasan Ekosistem Leuser guna
beberapa dekade belakangan ini (Rabinowitz mencegah perburuan Badak sumatera di habitat-
1995). Pada tahun 1993 Populasi Badak habitat penting dan gangguan terhadap habitat
sumatera di dunia diperkirakan 356 – 495 lainnya (Isnan dan Ramono 2013; Putra et al.
individu (Foorse & Strien 1997), namun pada 2011). Upaya ini cukup berhasil
tahun 2011 populasi yang tersisa diperkirakan mempertahankan populasi dari perburuan
hanya 216 – 284 individu di Indonesia dan walaupun peningkatan populasi secara
Malaysia (Zafir et al 2011). Jumlah ini diyakini signifikan masih belum tampak nyata. Faktor-
jauh berkurang setelah beberapa populasi di faktor lain fragmentasi habitat akibat
Malaysia berkurang drastis hingga menyisakan pembangunan jalan dan hilangnya hutan
sedikit individu di Sabah. mempengaruhi populasi satwa liar (Kinnaird et
Setelah kepunahan yang mengancam al. 2003; Linkie et al. 2006).
populasi Badak sumatera di Malaysia, upaya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas
konservasi Badak sumatera di dunia hanya 2,6 juta hektar, Badak sumatera berada di empat
menyisakan harapan di Indonesia yaitu di wilayah bagian barat Leuser, dataran tinggi
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Kappi, Samarkilang dan Beutong (Putra et al
Nasional Way Kambas dan Kawasan Ekosistem 2011). Dari keempat wilayah ini dataran tinggi

249
250 Rudi H. Putra

Kappi merupakan habitat terbaik dimana bagian Mengetahui ukuran populasi Badak
dari tanah vulkanik yang kaya unsur hara, sumatera di Kappi sangat diperlukan untuk
topografi yang relatif landai, pakan yang mengambil tindakan konservasi yang
melimpah dan tersebarnya uning (saltlick) yang dibutuhkan guna menyelamatkan populasi di
penting bagi badak (Strien 1985; Strien 1997). wilayah tersebut. Populasi yang kecil dengan
Hingga saat ini belum diketahui ukuran populasi tidak ditemukan indikasi berkembang biak
Badak sumatera di Kapi, tetapi diperkirakan menandakan populasi di wilayah tersebut akan
hanya populasi kecil. mengalami kepunahan. Hal yang sama juga
Di areal sekitar Kapi temuan badak terjadi bila populasi besar tetapi tanpa
dilaporkan pertama kali oleh Hoogerwerf dan perlindungan yang memadai. Pengambilan
Steenis dalam laporannya tahun 1936 dimana keputusan sangat tergantung kepada hasil kajian
satwa tersebut ditembak sekitar Kongke (Strien yang konfrehensif.
1974). Laporan lain keberadaan dilaporkan oleh
Milton (1963) yang menemukan tanda-tanda WILAYAH STUDI
badak di sekitar Kapi serta tingginya perburuan Studi ini dilaksanakan sejak bulan Agustus
di lokasi tersebut. Schenkel dan Schenkel 2012 sampai Agustus 2012 di Dataran Tinggi
(1969) juga melaporkan jejak-jejak badak di Kappi dalam Kawasan Ekosistem Leuser di
sekitar Sungai Marpunge yang telah Provinsi Aceh (1,500 km2). Wilayah ini berada
diidentifikasi oleh para pemburu. Hingga tahun di Kabupaten Gayo Lues yang berbatasan
1980-an masyarakat masih menemukan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Provinsi
beberapa Badak sumatera yang melintasi jalan Sumatera Utara. Topografi wilayah penelitian
yang menghubungkan Kutacane – Blangkejeren bervariasi dari sangat datar (0%) hingga tebing-
yang saat itu masih berupa jalan setapak dan tebing curam yang tidak mungkin bisa dilewati.
dan berhutan (Rahman, Press com). Perilaku Ketinggian tempat wilayah studi bervariasi dari
Badak sumatera yang menjauhi wilayah dengan 400 mdpl hingga 3011 mdpl dengan puncak
kegiatan manusia (Arief 2005) diduga sebagai Gunung Bendahara sebagai yang tertinggi.
penyebab wilayah ini tidak pernah digunakan
lagi oleh badak.

Gambar 1. Wilayah studi

METODE PENELITIAN yang telah diperkenalkan dalam survey mamalia


Studi populasi Badak sumatera di Kappi (Karanth and Nichols 2010; Wibisono et al.
dilakukan dengan pendekatan path occupancy 2011; Sunarto et al. 2012). Wilayah penelitian
Status Populasi Badak Sumatera Di Dataran Tinggi Kappi, KEL... 251

dibagi dalam 72 gridsel berukuran 4 x 4 Km akan menggambarkan ukuran maksimum


yang diasumsikan sebagai unit terkecil dari populasi, melainkan dapat diperkirakan data
home range badak, yaitu betina dan anak yang minimum satwa yang ada di Kappi.
memiliki jelajah 1000 – 1500 hektar (Strien Selain kajian populasi, dilakukan juga
1985). Pemilihan grid ini berdasarkan pengumpulan data fisik dan biologi habitat
pertimbangan lokasi yang memunginkan karena kualitas habitat akan sangat menentukan
ditemukan tanda-tanda badak dimana lokasi sebaran satwa disuatu wilayah (Alikodra 2010).
yang memiliki kelerengan curam tidak di Data habitat yang diamati meliputi jenis pakan
survey. Masing-masing gridsel ini dibagi potensial, tutupan hutan, sebaran sumber
menjadi 4 subgrid berukuran 2 x 2 km. Peneliti mineral (saltlick), ketinggian tempat, kelerengan
menjelajahi subgrid sejauh 2000 meter dengan dan sumber air.
membaginya ke dalam 4 segmen berukuran Pengumpulan data gangguan bagi Badak
panjang 500 meter. Setiap temuan badak (jejak, sumatera meliputi aktivitas manusia seperti
kubangan, kaisan, pakan) dan aktivitas manusia perburuan satwa liar baik badak maupun bukan
dicatat secara rinci dalam lembaran data di badak, perangkap, peladangan, perambahan,
setiap segmennya. Temuan badak dicatat pencari gaharu, rotan, damar, ikan (Hasil Hutan
sepanjang 307 km yang trail yang dijejahi di Non Kayu), serta jalur lintasan yang biasa
seluruh grid, dimana setiap temuan badak dalam digunakan oleh masyarakat untuk mencapai
subgrid di nilai 1 dan tidak ada badak bernilai 0. daerah lain. Selain itu juga dilakukan
Untuk temuan jejak dilakukan pengukuran wawancara terbuka para pemburu yang pernah
secara terperinci untuk dapat membedakan satu berburu badak di Kappi. Pengambilan sampel
individu dengan individu lainnya. wawancara dalam penelitian ini dilakukan
Data yang diperoleh dengan pendekatan secara snowball sampling yang biasa digunakan
Patch Accupancy dianalisa melalui analisa dalam penelitian yang populasinya jarang dan
regresi untuk mengetahui sejumlah faktor yang sulit diketahui (Singh et al. 2007).
mempengaruhi keberadaan badak di Kappi.
Analisa-analisa ini akan menggunakan software HASIL DAN PEMBAHASAN
PRESENCE versi 6.1. Parameter untuk Penelitian ini telah menjelajahi 72 grid
mendeteksi kehadiran badak akan diperkirakan berukuran 4 x 4 Km (1600 hektar) atau sekitar
menggunakan Maximum Likelihood-based 115.200 hektar. Tidak seluruh subgrid dijelajahi
Technique yang dikembangkan oleh Mackenzie karena beberapa bagian tidak dapat dicapai
et al. (2006). Kovariat akan dibagi menjadi dua akibat sangat terjal dan diduga tidak terdapat
komponen yaitu 1) efek manusia untuk tanda badak di tempat tersebut. Selama
mengevaluasi efek pengaruh manusia terhadap penelitian ini telah dijejahi jarak 307 Km di
kemungkinan kehadiran badak , dan 2) dalam diseluruh grid survey. Ditemukan 22
kemungkinan pengaruh habitat dan lingkungan tanda-tanda badak di 14 dari 72 grid yang
terhadap kehadiran badak . Pemeringkatan akan dijelajahi. Seluruh temuan berupa tanda-tanda
mengikuti model angka Akaike Information sekunder dengan tipe dapat dilihat pada Tabel 1
Criterion (AIC) dimana model dengan angka berikut.
AIC paling kecil dan parameter paling sedikit
merupakan model yang paling tepat untuk Tabel 1. Jumlah temuan Badak sumatera di
menggambarkan data. Analisa ini akan dapat Kappi
Jenis Temuan Jumlah % Temuan
menggambarkan distribusi badak di Kappi Jejak 14 63.64
berupa pengaruh kovariat terhadap kehadiran Gesekan cula 2 9.09
badak dan perubahan temporal pada habitat Pakan 1 4.55
Kaisan 1 4.55
badak (Wibisono dan Pusparini 2008). Data Kubangan 4 18.18
yang dihasilkan dari patch accupancy tidak 22 100
252 Rudi H. Putra

Berdasarkan ketinggian dan kelerengan maupun tanda-tanda badak tidak teramati (palse
lokasi temuan badak sumatera di Kappi absence).
diperoleh hasil bahwa temuan terbesar diperoleh Ditinjau home range terjauh badak
para ketinggian anatara 1250 – kurang dari 1750 sumatera yang pernah diketahui yaitu 60 Km2
mdpl dan kelerengan kurang dari 15% hingga (Strien 1985), maka dapat diperkirakan bahwa
kurang dari 40%. populasi yang berada di Kappi minimum
Sebaran tanda-tanda badak di 14 grid dari berjumlah 8 individu Badak sumatera.
72 grid mendapatkan angka naive occupancy Sedangkan homerange terkecil badak sumatera
sebesar 0,194 atau hanya 19,4% wilayah yang diketahui seluas 1500 hektar yaitu betina
penelitian dihuni oleh badak. Selebihnya dan anak, dengan asumsi ini dapat diperkirakan
merupakan wilayah yang tidak ditemukan populasi maksimal di Kappi berjumlah 14
tanda-tanda badak (Absence) baik karena tidak individu.
terdapat badak dilokasi tersebut (true absence)
Gambar 2. Ketinggian lokasi temuan Gambar 3. Kelerengan lokasi temuan
Badak sumatera di Kappi Badak sumatera di Kappi
12 7
10 6
8 5
6 4
3
4
2
2
1
0 0
> 1250 m > 1500 m > 1750 m > 2000 m < 15% < 25% < 40% > 40%

Tinggi tempat Kelerengan

Dari 14 jejak badak sumatera yang maupun oleh satwa atau manusia yang melewati
berhasil diukur dalam penelitian ini, ditemukan tempat tersebut.
sedikitnya 10 ukuran yang berbeda satu dengan Berdasarkan perbandingan dengan
lainnya. Pengukuran dilakukan mengikuti penelitian di tempat lain ukuran jejak yang
metode yang dikembangkan Strien (1985), ditemukan di Kappi dapat diperkirakan seluruh
dimana untuk setiap jejak yang ditemui diukur jejak berusia dewasa dan tidak ditemukan jejak
lebar masing-masing kuku depan, samping kiri anak bersama induk. Ukuran kuku depan 6 cm
dan kanan serta jarak antar kedua sisi kuku. dan lebar kuku 16,5 cm masih memungkin
Hasil pengukuran ini tidak dapat dipastikan badak tersebut baru dewasa namun telah
jejak berasal dari 10 individu yang berbeda terpisah dari induknya (Strien 1985).
karena tekstur tanah yang berbeda dapat Diperkirakan dalam 2 tahun terakhir tidak ada
menyebabkan tapak individu yang sama akan anak yang lahir di lokasi penelitian sehingga
berbeda ukurannya. Namun perbedaan memmberikan gambaran bahwa populasi di
pengukuran kuku depan yang besar yaitu antara Kappi dapat mengalami kepunahan bila tidak
6 cm hingga 7,5 cm dan yang berkisar 16,5 – ada tindakan yang diambil oleh pemerintah.
19 cm dapat diperkirakan jejak-jejak tersebut Dengan analisa Kernel di GIS diketahui
berasal dari minimum 3 individu yang berbeda. bahwa konsentrasi tertinggi badak di kappi
Beberapa individu dapat saja memiliki ukuran berada di tiga bagian kecil sebagaimana
yang sama. Temuan yang relatif lama ditunjukkan gambar 3 berikut ini. Lokasi ini
menyebabkan sangat sulit mendapatkan ukuran relatif berdekatan dengan penduduk dan jalan
jejak yang sempurna karena jejak-jejak yang raya dan akses masuk ke Kappi, walaupun
ada sudah mengalami kerusakan baik oleh alam masih berjarak lebih dari 5 km dari
perkampungan.
Status Populasi Badak Sumatera Di Dataran Tinggi Kappi, KEL... 253

Gambar 4. Konsentrasi Badak sumatera di Kappi

Berdasarkan analisa pengaruh habitat tumbuhan bawah/semai, tingkatan pancang,


terhadap Badak sumatera di Kappi diperoleh tiang dan pohon. Pakan tersebar di seluruh
hasil bahwa efek aktivitas manusia memberikan lokasi secara merata di seluruh bagian Kappi
nilai AIC terkecil yaitu 106,5. Hal ini terutama yang memiliki ketinggian kurang dari
mengindikasikan bahwa kegiatan manusia di 1500 mdpl.
Kappi paling mempengaruhi terhadap badak di Di Kappi tutupan hutan masih sangat baik,
Kappi, dimana badak akan menghindari lokasi- perambahan hanya ditemukan di sebagian lokasi
lokasi yang tinggi aktivitas manusia. Kondisi yang berbatasan dengan pemukiman penduduk.
yang sama terjadi di Way Kambas dan Bukit Tidak ditemukan gangguan illegal logging dan
Barisan Selatan (Arief 2005; Pusparini dan perambahan di lokasi yang jauh dari
Wibisono 2013). Oleh sebab itu diperlukan pemukiman. Di beberapa bagian Kappi
upaya mencegah masuknya masyarakat di ditemukan beberapa tempat terbuka bekas tanah
lokasi-lokasi yang penting bagi badak ini. lonsor dan dan pohon tumbang akibat tingginya
Kajian tentang habitat badak di Kappi curah hujan dan sistem lahan yang labil. Pada
menunjukkan Kappi sebenarnya tempat yang tahun 2006 akibat tingginya curah hujan
ideal bagi badak sumatera di Leuser. Dengan menyebabkan tanah yang labil membawa
luas wilayah penelitian yang layak bagi badak longsor dan menyebabkan banjir bandang di
berkisar 115.200 hektar serta ditambah dengan DAS Tamiang. Hingga saat ini kerusakan secara
tutupan hutan yang masih baik di sekitarnya alami ini masih ditemukan. Berdasarkan citra
hingga ke Aceh Tamiang dan Aceh Timur yang satelit LANDSAT 7, bekas-bekas ini tersebar
seluruhnya mencapai 250.000 - 300.000 hektar, dibagian timur dan utara dan barat Kappi.
diperkirakan Kappi mampu menampung 28 -57 Tanah longsor dan pohon tumbang
individu Badak sumatera dengan asumsi memberi efek yang baik bagi produktivitas
homerange badak berkisar antara 2000 – 4000 tumbuhan pakan badak dimana tingkatan
hektar tiap individu (Strien 1985). semai/tumbuhan bawah dan pancang dapat
Berdasarkan kajian potensi pakan bagi tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang
Badak sumatera di Kappi terdapat sedikitnya terbuka. Kedua tingkatan vegetasi ini
150 jenis pakan badak di lokasi ini baik
254 Rudi H. Putra

merupakan pakan badak paling utama sebagai Perburuan merupakan kegiatan yang
satwa browser. paling banyak di kappi, dimana terdapat 66
Dari 115.200 hektar lokasi survey ini, 70% perangkap satwa seperti harimau, gajah, rusa,
hektar diantaranya berupa lahan yang dengan kambing hutan, kijang, burung dan landak.
ketinggian antara 400 mdpl hingga 1500 mdpl Tidak ditemukan perangkap yang khusus
dan kelerengan 59.200 hektar lahan berupa digunakan untuk badak, namun perangkap gajah
dataran yang landai dengan kelerengan kurang akan dapat membunuh badak sumatera karena
dari 25%. Diperkirakan hanya 30% lokasi ukuran tubuh yang sama. Namun begitu jenis
memiliki kelerengan > 40% yang dihindari oleh perangkap untuk satwa apapun termasuk
badak. Sedangkan bila ditinjau dari sumber air, mamalia kecil akan efektif melukai badak yang
di lokasi penelitian ditemukan sungai, danau, bisa menyebabkan infeksi yang bisa berlanjut
mata air dan bekas kubangan sebagai sumber air menjadi cacat atau lebih tragis kematian.
bagi satwa liar. Air bukan merupakan faktor Perburuan badak secara sengaja sepertinya
pembatas bagi satwa liar di Kappi. sudah tidak dilakukan lagi oleh para pemburu
Kebutuhan satwa liar akan mineral di karena menganggap badak sudah tidak
Kappi selain dipenuhi oleh sumber makanan ditemukan lagi di Kappi. Namun para pemburu
juga tersedia dari sumber-sumber mineral yang senior yang saat ini sudah tidak aktif menyakini
keluar dari permukaan tanah. Badak bahwa badak masih terdapat di Kappi namun
mengunjungi sumber mineral atau disebut uning dengan jumlah individu yang sedikit.
oleh masyarakat lokal secara reguler beberapa Penelitian ini berhasil mewawancarai
kali setiap tahunnya. Setiap uning biasanya enam orang pemburu senior atau disebut
dikunjungi oleh 6 – 7 individu badak dengan pawang oleh masyarakat setempat. Mereka
satu uning utama setiap badaknya (Strien 1985). merupakan pemburu-pemburu senior yang
Di lokasi penelitian terdapat 6 sumber mineral masih hidup dan pernah melakukan perburuan
yang tersebar dibagian tengah wilayah badak di Kappi dalam kurun waktu tahun 1964
penelitian. Namun tidak ditemukan tanda-tanda – 1993. Selama periode ini mereka melakukan
badak dissekitar uning karena ini akibat 48 upaya perburuan dengan rata-rata memasang
tingginya aktivitas manusia di sekitar uning 7 perangkap disetiap misinya atau terdapat 336
terutama untuk berburu terutama burung burung perangkap yang dibuat oleh keenam pemburu
dan mamalia. ini. Dalam periode tersebut mereka
Ancaman terhadap badak sumatera di mendapatkan hasil 30 individu badak di Kappi
Kappi sangat tinggi dari kegiatan manusia. dan meyakini 20 individu badak lainnya diburu
Selama penelitian ini dilaksanakan selama 130 oleh orang lain yang tidak termasuk ke dalam
hari survey terdapat 140 temuan manusia baik daftar keenam orang ini. Artinya dalam periode
langsung, maupun bekas-bekas kegiatan. tahun 1964 – 1993 terdapat paling sedikit 50
Jumlah temuan ini dapat dilihat pada Tabel 2 individu badak diburu oleh para pawang di
berikut ini. Kappi. Jumlah yang sebenarnya diburu
diperkirakan mencapai 150 individu karena
Tabel 2. Temuan aktivitas manusia di Kappi sebagian besar pawang senior lainnya telah
Persentase meninggal dunia atau berada di tempat-tempat
No Jenis Temuan Jumlah
(%)
1 Bertemu langsung 10 7,14 lain. Sebagai contoh para pemburu di Aceh
2 Kem 33 23,57 Tenggara sebagian berasal dari Aceh Selatan
3 Rintisan 29 20,71 yang jaraknya mencapai 200 Km dari lokasi
4 Perburuan satwa 66 47,14
5 Illegal logging 1 0,71 perburuan. Mereka menetap disana dan ke
6 Perambahan 1 0,71 lokasi perburuan pada saat-saat tertentu saja.
Jumlah 140 100 Wilayah pemburu tradisonal lain yang masih
ada saat ini adalah di Lokop di Kabupaten Aceh
Status Populasi Badak Sumatera Di Dataran Tinggi Kappi, KEL... 255

Timur, yang berada di sisi timur Kappi, Aunan menekan populasi di Kappi hinga mencapai titik
yang berada di Selatan Kappi serta Pinding, kritis hingga saat ini.
Gumpang yang berada berbatasan langsung
dengan Kappi. Contoh lain gangguan terhadap KESIMPULAN
badak yang disebabkan oleh perburuan terjadi di Dari hasil penelitian ini, dapat
barat Lawe Alas, dimana di lokasi tersebut disimpulkan bahwa kajian populasi Badak
terjadi perburu dari tahun 1985 – 1992 yang sumatera di Kappi diperkirakan populasi badak
menyebabkan sedikitnya 20 badak di Kappi berjumlah 8 – 14 individu yaang
terperangkap. seluruhnya individu dewasa tanpa anak dan
Di Kappi sampai saat ini banyak hanya menghuni 19,4% dari 115.200 hektar luas
ditemukan masyarakat yang mencari lokasi penelitian. Dari segi kajian habitat, Kappi
penghasilan dari hasil hutan yang berasal dari merupakan tempat yang ideal bagi habitat
beberapa kabupaten disekitar Kappi seperti Badak sumatera karena ketersediaan sumber
Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Tenggara daya pakan yang melimpah, mineral, air serta
selain dari Gayo Lues. Selama penelitian ini didukung oleh kondisi fisik lokasi kappi yang
dilaksanakan, setidaknya 2 penduduk tewas dan sebagian landai dan ketinggian kurang dari 1500
1 lainnya cedera parah beraktivitas di dalam mdpl. Aktivitas manusia merupakan faktor yang
kawasan hutan, baik terjatuh ke dalam jurang paling mempengaruhi kehadiran badak di
maupun konflik dengan satwa, serta 1 kasus Kappi. Lokasi dengan intensitas kegiatan
lainnya hilang sehingga diperlukan tim rescue. manusia akan mengurangi kehadiran badak di
Ramainya aktivitas manusia ini merupakan lokasi tersebut.
ancaman serius bagi badak sehingga telah

DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan populations. In: Tilson RL, Nyhus PJ,
Satwaliar dalam Rangka Mempertahankan editors., Tigers of the world: the science,
Keanekaragaman Hayati Indonesia. IPB politics, and conservation of Panthera
Press. tigris. Elsevier : 241–261.
Arief H. 2005. Analisis Habitat Badak sumatera Kinnaird MF, Sanderson EW, O’Brien TG,
(Dicerorhinus sumatrensis Fischer 1814) Wibisono HT, Woolmer G. 2003.
Studi Kasus : TN. Way Kambas. Sekolah Deforestation trends in a tropical
Pascasarjana IPB. landscape and implications for endangered
Foose TJ, Strien NJV. 1997. Asian Rhino : large mammals. Conservation Biology
Status Survey and Conservation Action 17(1):245–257.
Plan. IUCN. Linkie M, Chapron G, Martyr DJ, Holden J,
Isnan MW. 2006. Laporan Penyelamatan Badak Leader-William N. 2006. Assessing the
sumatera Taman Nasional Kerinci Seblat Viability of Tiger Subpopulation in
Di Bengkulu. Direktorat Jenderal Fragmented Landscape. Journal of Apllied
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ecology 43:576-586
(PHKA) Departemen Kehutanan – Milton O. 1963. The Orang-utan and
Yayasan Mitra Rhino (YMR) – Yayasan Rhinoceros in North Sumatra. Orix
Suaka Rhino Sumatera (YSRS) – Pusparini W, Wibisono HT. 2013. Landsacpe-
International Rhino Foundation (IRF) – level Assessment og the Distribution of
Program Konservasi Badak Indonesia the Sumatran Rhinoceros in Bukit Barisan
(PKBI). Selatan National Park, Sumatra.
Karanth KU, Nichols JD. 2010. Non-invasive Pachyderm No. 53. January – June 2013.
survey methods for assessing tiger
256 Rudi H. Putra

Robinowitz A. 1995. Helping Species Go Sunarto S, Kelly MJ, Parakkasi K, Klenzendorf


Extinct : The Sumatran Rhino in Borneo. S, Septayuda E, Kurniawan H. 2012.
Conservation Biology. 482 – 488. Volume Tigers Need Cover: Multi-Scale
9, 3 June 1995. Occupancy Study of the Big Cat in
Putra RH, Griffiths MO, Selian F. 2012. Sumatran Forest and Plantation
Konservasi Badak Sumatera Landscapes. Plos one January 2012
(Dicerorhinus sumatrensis Fischer 1814 ) Volume 7 Issue 1 e30859
Di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Talukdar BK. 2011. Asian Rhino Specialist
Wilayah Aceh. Badan Pengelola Kawasan Group Report. Pachyderm No. 49 January
Ekosistem Leuser. – June 2011.
Schcnkel R, Schenkel L. 1969. Report on a Wibisono HT, Pusparini W. 2008. A survey
survev trip to Riau areas and the Mt Protocol Sumatran Rhino Monitoring :
Leuser Reserve to check the situation of Patch Occupancy Approach. WSC. Bogor
the Sumatran rhino and the Orang Utan. (Tidak dipublikasikan).
WWF. Wibisono HT et al. 2011. Population Status of a
Strien NJV. 1974. Dicerorhinus sumatrensis Cryptic Top Predator: An Island- Wide
(Fischer) The Sumatran or Two Horned Assessment of Tigers in Sumatran
Asiatic Rhinoceros : a Study of Literatur. Rainforests. Plos One. November 2011
Wegeningen. Volume 6. Issue 11 e25931
Strien NJV. 1985. The Sumatran Rhinoceros Zafir AWA, Payne J, Mohamed A, Law CF,
Dicerorhinus sumatrensis (Fischer, 1814) Sharma DSK, Amirtharaj RA, Williams
in the Gunung Leuser National Park, C, Nathan S, Ramono WS, Clements GR.
Sumatra, Indonesia. Privately Published, 2011. Now or Never : What Will it take to
Doorn. save the Sumatran Rhinoceros
Strien NJV. 1997. Sumatran Rhino Dicerorhinus sumatrensis from
Conservation Plan. Leuser Management Extinction?. Oryx 45 (2) 225 – 23
Unit.
Singh P, Pandey A, Aggarwal A. 2007. House-
to-house survey vs. snowball technique for
capturing maternal deaths in India: A
search for a cost-effective method. Indian
J Med Res 125, April 2007, pp 550-556

You might also like