Professional Documents
Culture Documents
153
Abstrak: Perkembangan Daya Saing Ekspor RI-China selama Periode 1985-2010: Suatu
Pelajaran bagi Indonesia. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi perkembangan dan perubahan
struktur keunggulan komparatif ekspor (daya saing ekspor) Indonesia dan China selama periode 1985-
2010. Hasil analisis empiris keunggulan komparatif ekspor menggambarkan bahwa selama kurun periode
1985-2010 tren perkembangan struktur daya saing ekspor Indonesia kini lebih terdiversifikasi dan
menjadi negara yang sebelumnya pengekspor berbasis Sumber Daya Alam, kini menjadi negara dimana
sektor manufaktur turut berperan mendorong ekspor Indonesia dengan daya saing yang cukup tinggi.
Namun disisi lain, China telah mengalami pembangunan industri yang sangat pesat dibandingkan
Indonesia. Dimana pada tahun 1985, top-ten produk ekspor China tahun 1985 mayoritas berasal dari
sektor primer, kini pada tahun 2010, China telah berhasil ekspor produk industri berbasis teknologi
seperti mesin pemroses data dan peralatan telekomunikasi dengan daya saing yang sangat tinggi. Selain
itu, China juga telah berhasil mendorong ekspor produk tekstil, mebel, alas kaki dan mainan anak
dengan daya saing tinggi. China kini menjadi salah satu negara yang memiliki industri berbasis teknologi
dengan daya saing sangat tinggi serta memiliki produk manufaktur yang berdaya saing tinggi.
Kata Kunci: keunggulan komparatif, daya saing ekspor, normalized revealed comparative advantage
(NRCA), trade balance index (TBI), product mapping
berada dibawah Jepang yang menduduki peringkat meningkat dari US$8.3 milyar (2006) menjadi
teratas (lihat tabel 2). Baik ekspor maupun impor US$22.9 milyar (2011), sedangkan nilai impor
terus mengalami peningkatan dengan pesat namun Indonesia dari China meningkat dari US$6.6 milyar
dengan neraca perdagangan defisit di pihak Indonesia (2006) menjadi US$26.2 milyar (2011).
sejak tahun 2008. Nilai ekspor Indonesia ke China
Tabel 1.
Neraca Perdagangan Indonesia-ChinaPeriode 2006-2011
(Nilai: Milyar Us$)
Perubahan
URAIAN 2006 2007 2008 2009 2010 2011 (%)
2011/2010
Total Perdagangan 14.98 18.23 26.88 25.5 36.11 49.15 36.09
Migas 4.01 3.61 4.14 3.09 2.34 2.10 -10.51
Non migas 10.96 14.62 22.73 22.41 33.76 47.05 39.34
Ekspor 8.34 9.67 11.63 11.49 15.69 22.94 46.19
Migas 2.87 3.01 3.84 2.57 1.61 1.34 -16.52
Non migas 5.46 6.66 7.78 8.92 14.08 21.59 53.37
Impor 6.63 8.55 15.24 14 20.42 26.21 28.34
Migas 1.13 0.60 0.29 0.51 0.73 0.75 2.66
Non migas 5.50 7.95 14.94 13.49 19.68 25.45 29.30
Neraca Perdagangan 1.70 1.11 -3.61 -2.50 -4.73 -3.28 -30.87
Migas 1.74 2.41 3.55 2.06 0.87 0.58 -32.65
Non migas -0.40 -1.30 - 7.16 -4.56 -5.6 -3.86 -31.14
Tabel 2.
Mitra Dagang RI Periode 2007-2011
(Dalam Milyar USD)
(24.1 persen), karet olahan (16.5 persen), produk regional secara nyata telah meningkatkan intensitas
kimia (15.5 persen), kertas (14.6 persen), dan minyak perdagangan regional alias terciptanya trade
sawit (14 persen). creation yakni peningkatan volume perdagangan
Sedangkan untuk impor Indonesia dari China sebagai akibat dari pengalihan perdagangan dari
yang tertinggi adalah barang modal sebesar US$9.8 sumber biaya tinggi ke sumber biaya rendah akibat
milyar (48 persen), diikuti bahan baku penolong (29 adanya perjanjian perdagangan bebas. Namun
persen), barang konsumsi (17 persen), dan bahan demikian dibalik kesuksesan dalam meningkatkan
mentah (6 persen). Barang modal utama yang hubungan perdagangan RI-China tersebut, sekarang
diimpor Indonesia diantaranya adalah perangkat yang menjadi pertanyaan strategis adalah:
telekomunikasi, perangkat kapal, perangkat bagaimana implikasi dari peningkatan drastis
kendaraan bermotor, dan mesin elektronik; untuk hubungan perdagangan RI-China ini terhadap tingkat
bahan baku penolong yang paling banyak diimpor kesejahteraan masyarakat dan apakah daya saing
adalah suku cadang mesin kendaraan, produk kimia ekspor Indonesia mampu bersaing dengan produk-
turunan hidrokarbon, bahan baku industri dan produk China. Guna menelaah daya saing ekspor
aksesoris; sedangkan barang konsumsi paling Indonesia dengan China, tulisan ini akan
banyak adalah makanan olahan, produk tekstil dan mengevaluasi perkembangan dan perubahan struktur
produk susu. Dilihat dari pertumbuhannya, sejak keunggulan komparatif ekspor Indonesia dan China
pertengahan tahun 2000an impor RI dalam bentuk selama periode 1985-2010 dan berdasar kan
bahan baku mengalami peningkatan yang pesat perbandingan empiris tersebut, penulis menawarkan
diikuti oleh bahan baku penolong dan barang saran-saran kebijakan terkait bagaimana sebaiknya
konsumsi namun sedikit berfluktuatif pada tahun daya saing ekspor Indonesia dapat lebih ditingkatkan.
2008-2009. Sedang kan impor dari China dalam
bentuk barang modal selama periode 2000an KAJIAN PUSTAKA
menunjukkan tren yang cenderung meningkat namun
dengan angka pertumbuhan yang rendah. Secara umum, negara melakukan perdagangan
Pesatnya peningkatan hubungan perdagangan untuk meningkatkan kesejahteraan, memperluas
RI-China setidaknya tidak terlepas dari dua faktor pilihan bagi konsumen, me maksimalkan net social
pendorong utama yakni: proses liberalisasi ekonomi returns melalui alokasi efisiensi sumber daya yang
Indonesia akibat krisis ekonomi dan keuangan 1997- langka ke daerah ekonomi yang lebih produktif serta
1998 lalu dan political will kedua negara dalam meningkatkan keduanya yaitu produksi nasional/
menjalin kerjasama ekonomi baik dalam konteks produk domestik bruto dan output dunia (Sodersten
bilateral melalui kesepakatan kemitraan strategis dan Reed, 1994). Keuntungan perdagangan dapat
pada tahun 2005 maupun regional dalam bentuk dilihat dari studi-studi sebelumnya oleh para
kesepakatan ACFTA yang pada Januari 2010 lalu ekonom-ekonom klasik seperti Smith (1776) dan
telah efektif berjalan secara penuh (full Ricardo (1815-17), dimana hasil dari studi tersebut
implementation). Oleh karena itu, maka tidak menyimpulkan bahwa keuntungan dari perdagangan
mengherankan jika realisasi target kedua negara dapat ditingkatkan jika didasarkan pada teori utama
untuk meningkatkan hubungan perdagangan RI- yaitu comparative cost advantage (keunggulan biaya
China sebesar US$50 milyar pada tahun 2014 yang komparatif) antar negara. Studi empiris berikutnya
sebagaimana diamanatkan oleh Presiden Susilo adalah MacDougall (1952) dan Stern (1962) yang
Bambang Yudhoyono, dengan optimis dapat dicapai juga menyimpul kan bahwa secara umum
lebih cepat. perdagangan internasional berdasarkan keunggulan
Kerjasama regional (termasuk ACFTA) yang biaya komparatif dapat memberikan keuntungan
kian erat telah mengubah struktur perdagangan luar bagi negara-negara yang terlibat.
negeri Indonesia. Porsi ekspor dan impor Indonesia Namun demikian terdapat perbedaan antara teori
dengan negara-negara Asia naik pesat, terutama perdagangan yang dikemukakan oleh Adam Smith
ASEAN, China, dan Korea Selatan. Sebaliknya, dalam bukunya The Wealth of Nation yang
porsi ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat menekankan teori keunggulan absolut dengan David
menunjukkan penurunan. Artinya, kerjasama Ricardo dengan teori keunggulan komparatif. Teori
156 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013
keunggulan absolut menyatakan bahwa perdagangan ada sekalipun negara tersebut mengalami kerugian
bebas sebagai suatu kebijakan yang paling baik secara mutlak (Salvatore, 1996). Disini negara yang
untuk negara-negara di dunia. Lebih lanjut, Adam kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditi
Smith berpendapat bahwa suatu negara akan tersebut akan melakukan spesialisasi produksi pada
menghasilkan dan mengekspor barang dimana komoditi dengan kerugian absolut terkecil. Dengan
negara tersebut mempunyai keunggulan absolut atas demikian negara tersebut yang masih mempunyai
negara lain. Sebaliknya, negara tersebut akan keunggulan relatif akan memproduksi komoditi yang
mengimpor barang bilamana negara tersebut bersangkutan dibandingkan mitra dagangnya.
mempunyai kerugian absolut dalam memproduksi Sebaliknya negara tersebut akan mengimpor
barang-barangnya. Keuntungan mutlak diartikan komoditi dengan kerugian absolut yang lebih besar.
sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan Sehingga menurut Ricardo, perdagangan antar
banyaknya jam per hari kerja yang dibutuhkan untuk negara masih dapat terlaksana, jika masih ada
membuat barang-barang. Asumsi yang digunakan perbedaan dalam perbandingan harga relatif antara
Adam Smith dalam analisanya (Salvatore, 1996) negara sebelum dilakukan perdagangan.
adalah: 1) Berlakunya teori nilai tenaga kerja (labor Prinsip keunggulan komparatif menurut Todaro
theory of value) bagi penentuan nilai suatu barang; (2009:96) menegaskan bahwa suatu negara yang
2) Hanya tenaga kerja yang merupakan faktor berada dalam kondisi persaingan, akan berspesialisasi
produksi yang bersifat homogen. Hal ini berarti dalam memproduksi dan mengekspor jenis-jenis
bahwa tenaga kerja mempunyai kualitas yang sama barang yang biaya relatifnya (relative cost) paling
untuk setiap bidang produksi; dan 3) Terdapat rendah. Teori dan konsep keunggulan komparatif ini
immobilitas faktor produksi antar negara. kemudian selain David Ricardo juga dikemukakan
Asumsi yang digunakan Adam Smith tersebut, oleh tokoh-tokoh ekonom lainnya seperti Hecksher
maka suatu negara akan terdorong untuk melakukan dan Ohlin, Krugman hingga Redding. Namun tentu,
spesialisasi terhadap faktor produksi tertentu, konsep keunggulan komparatif berubah dari waktu
sehingga akan menghasilkan pertambahan produksi ke waktu. Salah satu contoh, Redding (2004)
dunia yang akan dipakai bersama-sama melalui menemukan bahwa keunggulan kompar atif
perdagangan internasional antar negara. Dengan ditentukan secara endogenous oleh perubahan dan
demikian kebutuhan suatu negara tidak diperoleh inovasi teknologi di masa lampau. Dinamika
dari pengorbanan negara-negara lain, tetapi semua keunggulan komparatif juga bisa disebabkan oleh
negara dapat memperolehnya secara serentak peran perdagangan input; friksi dalam aliran
(Salvatore, 1996). Demikianlah sehingga perdagangan dan investasi internasional akibat faktor
perdagangan internasional akan memberi manfaat geografi, kelembagaan, transportasi, dan biaya
bagi perekonomian suatu negara atau wilayah. Teori informasi; transmisi pengetahuan lintas batas;
keunggulan komparatif yang diusulkan oleh David perbedaan teknologi lintas negara; dan kompetisi
Ricardo merupakan perbaikan atas teori keunggulan monopolistik dalam diferensiasi produk dengan return
absolut yang belum dapat menjawab permasalahan to scale yang meningkat.
yaitu, jika terdapat negara yang tidak memiliki Contoh lainnya pengembangan teori keunggulan
keunggulan absolut dapat melakukan perdagangan. komparatif, menurut Nafzinger (1997:493)
Sehingga, menurut Ricardo, keunggulan dari menyatakan bahwa semua negara di dunia akan
masing-masing negara yang melakukan perdagangan mendapatkan kesejahteraan terbesarnya jika setiap
dalam konsep tersebut bersifat relatif, tidak absolut negara mengekspor produk yang biaya komparatifnya
seperti dikemukakan oleh Adam Smith sehingga lebih rendah di negara tersebut daripada di negara
negara yang tidak mempunyai keunggulan absolut lain, serta mengimpor barang yang biaya
dapat melakukan perdagangan. komparatifnya lebih rendah di negara lain daripada
Menurut prinsip teori keunggulan komparatif, di negara tersebut. Dengan demikian perdagangan
perdagangan masih dapat terjadi selama masing- internasional dan spesialisasi ditentukan oleh biaya
masing negara mempunyai keunggulan komparatif komparatif, bukannya biaya absolut. Bagi negara-
dalam menghasilkan suatu macam komoditi. Ricardo negara tertinggal (LDCs) keunggulan komparatif
berpendapat bahwa manfaat dari perdagangan masih industrinya menurut Nafzinger (1997:510) biasanya
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 157
memiliki spesialisasi dalam ekspor (sebagai net- struktur industri di suatu negara, dan lebih lanjut
exporter) atau dalam impor (sebagai net-importer) perpindahan dari satu negara ke negara lainnya. Life
untuk kelompok produk tertentu (SITC). cycle industri dapat ditelusuri dengan mengikuti alur
Sebagaimana dijelaskan oleh Sukirno (2004) bahwa waktu dari sebuah indikator daya saing. Pada
adanya perdagangan dapat memperoleh keuntungan umumnya akan menghasilkan kurva dalam bentuk
melalui spesialisasi, dimana negara yang tidak inverted V-shaped curve, yang dimana menunjukkan
efisien memproduksi suatu barang maka negara pada awalnya daya saing meningkat dan seiring
tersebut disarankan untuk mengimpor barang dari dengan waktu menurun. Adanya akumulasi modal
luar negeri yang memproduksi barang tersebut (termasuk masuknya Penanaman Modal Asing) dan
dengan lebih efisien. Hal ini dimaksudkan untuk adanya forward and backward linkages dengan
mengefisienkan penggunaan faktor-faktor produksi industri-industri lainnya telah memberikan dampak
dalam negeri dan negara pengimpor dapat menikmati terjadinya perubahan keunggulan komparatif di suatu
lebih banyak barang dibandingkan dengan negara dan biasanya perubahan yang bersifat
memproduksikannya di dalam negeri; TBI secara upgrading struktur industri. Sebagaimana dapat
sederhana dirumuskan sebagai berikut: dilihat pada gambar 2, perubahan struktur industri
yang terjadi di negara-negara Asia pada umumnya
TBIij = (Xij – Min) / (Xij + Mij) ...................(4) adalah perpindahan dari industri tekstil menuju
industri produk kimia, dan lebih lanjut ke industri
TBIij melambangkan indeks neraca perdagangan besi dan baja, industri otomotif, dan industri
negara i untuk kelompok produk (SITC) j; Nilai elektronik. Bagian b, menggambarkan industri yang
indeks tersebut bervariasi mulai dari -1 hingga +1. sama di berbeda negara seiring dengan berjalannya
Secara ekstrim, TBI sama dengan -1 jika sebuah waktu. Sebagai contoh, adanya perpindahan
negara hanya mengimpor saja, dan sebaliknya, TBI produksi tekstil dari Jepang ke negara-negara Asia
sama dengan +1 jika sebuah negara hanya NIEs dan kemudian ke ASEAN dan China.
mengekspor saja (Widodo, 2008b; 2010). Nilai Metafora flying geese sangat populer untuk
antara -1 dan +1 mengindikasikan bahwa negara menggambarkan pembangunan ekonomi khususnya
tersebut mengekspor dan mengimpor komoditas negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara.
secara simultan. Sebuah negara termasuk net- Penelitian Kwan (2002) menemukan bahwa ekspansi
importer atas produk tertentu jika nilai TBI negatif, ekonomi yang dinamis dari Jepang ke negara-negara
dan sebagai net-exporter jika nilai TBI positif industri baru Asia (Newly Industrializing
(Widodo, 2008b; 2010). Economies/NIE, seperti Singapura, Taiwan dan
Sedangkan terkait perangkat product mapping Korea Selatan) dan terus berlanjut (spillover) ke
dengan memanfaatkan konsep the flying geese. Pada ASEAN dan China yang dikenal sebagai pola flying
awalnya model FG dimanfaatkan untuk menjelaskan geese adalah nyata. Studi lain Widodo (2008b) tentang
life cycle of industries dalam studi ekonomi perubahan dinamis keunggulan komparatif Jepang
pembangunan (Akamatsu, 1962) dengan fokus pada dan China membuktikan adanya pola “flying geese”
suatu industri di suatu negara. Namun demikian FG (FG). Industri padat-tenaga kerja tidak terampil dan
dimanfaatkan untuk mengkaji dinamika perubahan
industri padat-SDM secara jelas menunjukkan pola wits.worldbank.org) dan The United Nations
FG di Asia Timur. China memiliki keunggulan Commodity Trade (COMTRADE) (http://
komparatif sangat tinggi dalam industri jenis ini. unstats.un.org/unsd/comtrade/).
Industri pada tahap pertama FG adalah industri padat-
tenaga kerja tidak terampil, yang diikuti oleh industri HASIL DAN PEMBAHASAN
padat-SDM pada tahap kedua, dan industri padat-
teknologi pada tahap ketiga. Pada tahap pertama FG, Analisis Daya Saing Produk Ekspor Indonesia
penelitian Widodo (2008b) secara empiris dan China dengan Perangkat Product Mapping
menemukan bahwa ada indikasi transfer (Normalized Revealed Comparative Advantage
industrialisasi antara Jepang sebagai lead-goose (NRCA) vs Trade Balance Index (TBI) Periode
kepada Korea, lalu kepada negara ASEAN serta 1985-2010
China sebagai follower-geese. Saat ini China, juga
Thailand dan Indonesia memiliki keunggulan Product Mapping Ekspor Indonesia
komparatif dalam industri padat-tanaga kerja tidak Pada tahun 1985, kelompok produk ekspor
terampil. Dalam tahap kedua FG (industri padat- Indonesia yang masuk dalam kategori 10 besar
SDM), China telah mengejar Jepang. Hingga saat adalah petroleum atau minyak bumi (333) yang
ini, Jepang tetap memiliki keunggulan komparatif merupakan produk ekspor daya saing tertinggi,
dalam industri padat-teknologi. China masih harus diikuti gas alami dan buatan (341), produk veener,
bersaing secara intensif dengan Korea Selatan dan kayu lapis dan kayu olahan lainnya (634), karet alam
Singapura dalam industri padat-teknologi (Widodo, (232), sisa produk minyak bumi dan bahan terkait
2008b). (335), minyak nabati lain-lain (424), timah (687),
Dalam mengevaluasi perbandingan daya saing bijih besi (287), crustaceans dan molusca (036),
ekpor Indonesia dan China, penulis memanfaatkan aluminium (684). Pada tahun 1985, sangat terlihat
SITC 3 Digit Revisi 2 dengan tujuan menganalisis bahwa ekspor Indonesia mengandalkan produk
lebih detil persaingan produk ekspor kedua negara. primer terutama bahan alam mentah. Sembilan dari
Data untuk keperluan estimasi daya saing yakni top-ten produk ekspor Indonesia tahun 1985 berasal
indeks Normalized Revealed Comparative dari sektor primer yaitu sektor pertanian (4 buah),
Advantage (NRCA), serta indikator pendukung serta pertambangan dan penggalian (5 buah). Hanya
lainnya yaitu: Trade Balance Index dan satu produk yang berasal dari sektor sekunder yakni
Competitiveness adalah data sekunder time series gas alami dan buatan (341) yang termasuk dalam
yang periode 1985-2010 yang diperoleh dari World sektor listrik, gas dan air bersih. Hal ini dapat dipahami
Integrated Trade Solutions (WIT S) (http://
Gambar 4
Product Mapping dan Sepuluh Besar Produk Ekspor Indonesia, 1985
162 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013
karena struktur perekonomian Indonesia merupakan manufaktur yang menjadi keunggulan komparatif dan
negara agraris. masih dipenuhi kebutuhannya dalam bentuk impor
Industri-industri di Indonesia yang memiliki yaitu seperti industri tekstil (651), peralatan
keunggulan komparatif dan spesialisasi ekspor paling telekomunikasi (764) dan produk farmasi (541).
besar adalah minyak bumi dan gas alami dan buatan. Hal ini disebabkan oleh adanya perlambatan
Hal ini disebabkan Indonesia masih memiliki kekayaan pertumbuhan ekonomi dunia dan menurunnya
akan minyak bumi dan gas yang sangat besar dan khususnya permintaaan produk tekstil. Pada tahun
dapat diolah dengan baik. Produk-produk ini sangat 1985 terjadi perlambatan ekonomi dunia terutama
laku di pasaran internasional sebagai bahan utama pertumbuhan ekonomi Amerika dan Eropa. Hal ini
pembuat bahan bakar dan barang-barang kebutuhan dapat menyebabkan menurunnya permintaan tekstil
sehari-hari. Jika Indonesia dapat memanfaat kan sehingga pertumbuhan tekstilpun kena imbasnya.
SDA ini dengan baik, maka kondisinya akan sangat Indonesia tercatat mengalami penurunan pertumbuhan
menguntungkan karena di samping memenuhi tekstil sebesar 2 persen dibandingkan tahun lalu.
kebutuhan domestik, kebutuhan pasaran internasional Namun begitu, perlambatan pertumbuhan ini pada
dapat juga dipenuhi. Namun pada tahun 1985, dapat akhirnya diperbaiki dengan perubahan-perubahan
terlihat juga bahwa di sektor sekunder selain produk struktural dalam bidang pertekstilan dan penerapan
gas dan manufaktur, belum tampak pr oduk strategi substitusi impor.
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 163
Perkembangan ekonomi selama lima tahun komparatif dan mulai mengekspornya ke luar negeri.
membuat posisi keunggulan komparasi ekonomi Hal ini menandakan bahwa produk Indonesia mulai
Indonesia cukup berubah. Posisi pertama dan kedua diminati dan menjadi andalan.
masih diduduki oleh minyak bumi (333) dan gas Produk primer seperti sisa produk minyak
alami dan buatan (341) namun dengan penurunan bumi (335) dan mengalami penurunan drastis, dan
daya saing yang signfikan. Hal yang menarik adalah menjadi tidak memiliki keunggulan komparatif dan
meningkatnya daya saing produk veener, kayu lapis dipenuhi melalui impor namun sebaliknya dengan
dan kayu olahan lainnya (634) yang cukup tinggi. produk-produk olahan minyak bumi (334). Produk
Kini pada tahun 1990, dari top ten products terdapat primer lainnya yang terdepak dari top-ten dan
6 produk yang berasal dari sektor primer, sedangkan mengalami penurunan daya saing adalah timah (687),
4 produk lainnya merupakan produk dari sektor bijih besi (287), dan aluminium (684). Kemungkinan
sekunder. Yang menarik adalah 3 dari 4 produk hal ini disebabkan oleh dalam 5 (lima) tahun,
sektor sekunder adalah produk tekstil dan alas kaki. Indonesia berhasil mengembangkan pertambangan dan
Artinya kini produk-produk Indonesia yang berdaya penyulingan minyak bumi dengan menemukan
saing tinggi tidak hanya mengandalkan sektor primer tempat-tempat pertambangan minyak yang potensial,
namun terdapat shift ke sektor sekunder (manufaktur). sedangkan pengolahan sisa minyak bumi mengalami
Secara khusus, sektor sekunder yang banyak diwakili stagnasi. Industri ini patut dipertahankan dan dipelihara
dari industri tekstil Indonesia telah mengalami sehingga Indonesia menemui titik perdagangan yang
perkembangan pesat dengan peningkatan keunggulan menguntungkan dengan pihak luar negeri seperti China.
164 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013
Pada tahun 1995, tiga posisi teratas masih meningkatnya daya saing alas kaki, namun disisi lain
diduduki oleh minyak bumi (333), gas alami dan produk tekstil menurun daya saingnya dan terdepak
buatan (341), dan produk veener, kayu lapis dan kayu dari sepuluh besar, hanya satu produk tekstil saja
olahan lainnya (634) namun dengan tren penurunan yang bertahan yakni Fabrics, woven, of man-made
daya saing dan ketiganya memiliki nilai daya saing fibres (653). Menurunnya produk tekstil lebih
yang relatif hampir sama. Dari sepuluh besar produk diakibatkan adanya persaingan yang ketat di kancah
yang berdaya saing tinggi, 7 produk berasal dari internasional khususnya dengan negara-negara pesaing
sektor primer yakni pertanian dan pertambangan. tradisional produk tekstil seperti China dan India.
Sedangkan di sektor sekunder kini hanya terdapat 3
produk yang masuk 10 besar, yaitu 2 diantaranya
merupakan produk tekstil dan alas kaki, sedangkan
yang lainnya adalah olahan produk primer yaitu: gas
alami dan buatan. Yang menarik pada tahun ini adalah
Gambar 7
Product Mapping dan Sepuluh Besar Produk Ekspor Indonesia, 2000
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 165
Pada tahun 2000, untuk pertama kalinya produk produk tersebut merupakan salah satu sumber energi
minyak bumi (333) yang selama 15 tahun terakhir selain minyak bumi dan gas. Pada tahun 2000 ini,
menjadi produk andalan Indonesia dengan daya saing produk minyak bumi (334) dan sisa-sisa minyak bumi
tertinggi, kini posisi tersebut diganti oleh gas alami (335) kerap menjadi tidak memiliki keunggulan
dan buatan (341) yang dimana daya saingnya kembali komparatif dan harus dipenuhi dengan impor.
meningkat. Gas alami dan buatan kini menjadi produk Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya krisis
ekspor andalan Indonesia sekaligus merupakan salah ener gi sehingga produksi minyak bumi dan
satu energi alternatif Indonesia ditengah merosotnya kelangkaan makin besar. Sedangkan pada sektor
produksi minyak bumi di Indonesia. Daya saing sekunder, terdapat 5 wakil produk dan 2 diantaranya
produk minyak bumi memang menunjukkan tren merupakan produk tekstil. Tiga produk lain nya
penurunan selama 15 tahun terakhir, pada tahun 1985 adalah gas alami dan buatan (341), alas kaki (851)
NRCA minyak bumi (333) berada di angka 46.321 dan produk olahan kertas (641).
sedangkan pada tahun 2000 NRCA hanya sebesar Pada tahun 2005, produk gas alam dan buatan
3.8754. Selain itu, di posisi ketiga masih diduduki oleh (341) untuk keduanya secara berturut-turut kembali
produk veener, kayu lapis dan kayu olahan lainnya menjadi produk andalan utama Indonesia. Produk
(634) namun dengan daya saing yang semakin industri terbaik berikutnya dan berorientasi ekspor
menurun. adalah minyak nabati (424), bijih besi dan logam dasar
Yang menarik pada tahun ini adalah terdepaknya (287), batubara, lignit dan gambut (322), karet alam
produk karet alam (232) yang biasa menghuni posisi (232) dan minyak bumi (333). Sebagaimana tahun-
ke-4 selama 15 tahun terakhir dan masuknya produk tahun sebelumnya, minyak bumi selalui menunjukkan
andalan RI baru yakni produk kertas olahan (641). tren daya saing yang menurun dan kini merosot ke
Turunnya harga produk karet alam dimana harga posisi 5. Salah satu faktor utama turunnya ekspor
rata-rata TSR20 pada tahun 1995 adalah sebesar minyak bumi diakibatkan terus menurunnya produksi
US$153.02 per kg menjadi US$45.37 per kg pada minyak bumi di dalam negeri. Begitu juga dengan
tahun 2001 diakibatkan terdapatnya penurunan produk veener, kayu lapis dan kayu olahan lainnya
perekonomian dunia sehingga mempengaruhi (634) yang kembali mengalami penurunan daya saing
permintaan dunia akan produk karet alam. Faktor sehingga kini berkutat pada posisi ke 6. Sedangkan
tersebut berdampak terhadap ekspor produk karet karet alam (232) yang 5 tahun sebelumnya sempat
alam Indonesia. Selain itu, terdepaknya produk karet tidak masuk pada daftar 10 produk berdaya saing
alam dari top ten products diperkirakan karena tinggi, kini kembali masuk dan berada pada urutan
adanya persaingan yang sangat ketat dengan negara- ke-5. Produk lainnya masuk dalam daftar 10 besar
negara penghasil karet alam lainnya serta karet adalah produk tekstil (651), kertas olahan (641), dan
sintetik. mebel (821). Masuknya produk mebel menjadi salah
Untuk industri kertas Indonesia, pada tahun- satu top ten produk yang berdaya saing tinggi
tahun sebelumnya memang belum tampak memiliki menunjuk kan adanya kemajuan pembangunan di
keunggulan komparatif, namun Indonesia masih sektor manufaktur (sekunder).
mengekspor produk olahan kertas ini ke luar negeri. Pada tahun 2005, Industri yang menunjukkan
Kini pada tahun 2000, produk kertas olahan (641) adanya kenaikan yang signifikan akan keunggulan
telah menjadi salah satu produk Indonesia yang komparatifnya adalah batubara, lignit dan gambut
berdaya saing tinggi serta berorientasi ekspor ke luar (322), minyak nabati (424). tekstil (651) dan kertas
negeri. Oleh karena itu, mengingat Indonesia (641) yang tetap menjadi keunggulan komparatif
merupakan negara yang memiliki hutan yang luas di Indonesia dengan penambahan pengolahan Sumber
dunia, maka industri ini berpotensi untuk memiliki Daya Alam (SDA) Indonesia secara besar-besaran
keunggulan komparatif di masa mendatang. yaitu hutan dan kayu. Dari sepuluh besar produk
Dari top-ten products, sektor primer mewakili berdaya saing tertinggi, 6 diantaranya merupakan
5 dari 10 produk yang berasal dari pertanian dan produk yang berasal dari sektor primer, sedangkan 4
pertambangan. Salah satu produk baru yang masuk lainnya berasal dari sektor sekunder dimana salah
top ten products adalah batubara (322). Peran satunya adalah masuknya produk mebel menjadi
produk batubara menjadi semakin penting mengingat salah produk baru andalan Indonesia.
166 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013
Pada tahun 2010 produk batubara, liginit, yang luas di Indonesia diminati oleh khalayak dunia
gambut (322) menempati peringkat pertama industri sehingga menjadi bahan baku dan unggulan di sektor
unggulan di Indonesia mengalahkan gas alami perkebunan. Sektor-sektor unggulan dan berorientasi
manufaktur (341) yang kini berada pada posisi ke- ekspor di Indonesia lainnya yang termasuk 10
3. Peningkatan yang cukup besar, disebabkan oleh (sepuluh) besar adalah gas alam dan buatan (341),
meningkatnya jumlah atau tempat tambang batu bara bijih besi dan logam dasar (287), karet alami, getah
yang potensial. Meningkat nya kebutuhan energi di (232), kertas (641), tekstil (651), timah (687),
dunia, menyebabkan Indonesia memiliki keuntungan tembaga (682) serta produk sisa minyak bumi (335).
dengan berorientasi ekspor. Begitu pula dengan Produk sisa minyak bumi (335) tahun 2010 membaik
produk minyak nabati (424) yang meningkat pesat dibanding tahun sebelumnya menjadi sektor
menjadi sektor unggulan. Perkebunan kelapa sawit unggulan dan berorientasi ekspor.
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 167
Gambar 9
Product Mapping dan Sepuluh Besar Produk Ekspor Indonesia, 2010
Product Mapping Ekspor China sektor pertanian dan sektor tekstil. Sepuluh
Pada tahun 1985, kelompok produk ekspor produk unggulan China tersebut memiliki
China yang masuk dalam kategori 10 besar keunggulan komparatif. Minyak mentah dan minyak
adalah minyak mentah (333), kain kapas tenun tanah menjadi salah satu andalan bagi China dalam
(652), pengolahan produk minyak tanah (334), melakukan ekspor maupun dijual di dalam negeri.
tepung jagung (044), kapas (263), minyak biji- Karakteristik China yang memiliki industri tekstil,
bijian (222), kain tenunan (653), barang-barang kain yang kuat dipengaruhi oleh sejarah pedagang
tekstil (654), teh (074) dan sutra (263). Delapan China yang kerap memproduksi dan menjual kain
dari top-ten produk ekspor China tahun 1985 tenun dan sutra.
berasal dari sektor primer yaitu: sektor pertambangan,
168 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013
Gambar 10
Product Mapping dan Sepuluh Besar Produk Ekspor China, 1985
Industri yang memiliki keunggulan komparatif mengimpor produk China lebih dari 50% dan berlanjut
di China ini merupakan industri yang padat karya dengan beberapa perjanjian kerjasama perdagangan.
dan membutuhkan banyak tenaga kerja. Hal ini Barang-barang yang diekspor China memiliki kualitas
didukung oleh pertumbuhan serta kepadatan yang baik dan murah, sehingga membuat pengusaha
penduduk China yang semakin meningkat. Terlihat dalam negeri negara tempat tujuan ekspor menjadi
di data-data yang disampaikan berikut, TBI produk- terhambat. Jika dibandingkan Indonesia, China memiliki
produk unggulan China rata-rata lebih dari 1 dan keunggulan komparatif yang lebih besar terutama
positif. Hal ini mengindikasikan bahwa China pada sepuluh produk unggulan yang telah disebutkan
memiliki kapasitas yang kuat dalam melakukan sebelumnya. Oleh karena itu, Indonesia harusnya
perdagangan. Kuantitas produksi China sangat besar lebih hati-hati dalam melakukan perdagangan dengan
dan dimanfaatkan untuk melakukan ekspor di hampir China agar tidak mengarah pada kerugian.
seluruh negara termasuk Indonesia. Indonesia
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 169
garmen memiliki biaya produksi yang lebih kecil efisien membuat siklus perekonomian China
daripada pengusaha sejenis lainnya. Efisiensi biaya terutama dengan produksi tekstil mengarah kepada
produksi pada perusahaan China turut memberikan konsep increasing economics of scale dimana
keunggulan komparatif produk-produk tekstil tersebut. semakin tinggi produksi barang maka semakin murah
Kuantitas produksi yang besar, biaya produksi yang dan untung.
Tahun 1995 adalah tahun dimana produk dari barang-barang travel tas (831), aksesoris pakaian
industri tekstil, pakaian dan fashion mendominasi (848), kain rajut (846) dan produksi lain-lain (899).
top-ten produk ekspor China (enam produk berasal Produk yang meningkat pesat keunggulan
dari jenis industri tersebut). Sepuluh barang produksi komparatifnya adalah tas travel (831), aksesoris
ekspor China yang memiliki keunggulan komparatif pakaian (848), kain rajut (846) dan produk lain-lain
adalah industri alas kaki (851), garmen pakaian (899). Gencarnya peredaran barang-barang kain
wanita (843), perlengkapan dan mainan bayi (894), buatan China membuat negara Amerika Serikat
barang garmen pakaian pria (842), barang-barang waspada dengan kekhawatiran China melakukan
garmen lainnya (845), kain kapas tenun (652), dumping dan monopoli pasar tekstil. Akhirnya,
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 171
Amerika Serikat memberlakukan kuota untuk menjadi oversurplus. Restriksi yang dilakukan
barang-barang pakaian asal China dan diberikan la- Amerika Serikat perihal barang-barang China ini
bel datang dari asal negara China. Restriksi impor tidak memberikan dampak yang signifikan pada
negara-negara atas barang-barang China ini ekonomi China karena tidak berlangsung lama.
membuktikan bahwa kuatnya kapabilitas barang- Negara-negara lain tetap mengimpor barang-barang
barang China dalam mengekspor. Hal ini China karena kualitas dan harganya yang murah.
mempengaruhi kekuatan neraca perdagangan China
Dalam lima tahun berikutnya, produk ekspor China terutama saat terjadi perdagangan. Spesialisasi
unggulan China tidak banyak berubah. Garmen, alas produk tertentu seperti tekstil di China ini akan
kaki, dan mainan, perlengkapan bayi dan aksesoris menciptakan kebutuhan dalam jangka panjang bagi
pakaian tetap menjadi produk unggulan untuk pembeli atau pengimpor barang-barang China.
diekspor. Industri kerajinan yang padat karya kerap Pergeseran produk yang memiliki keunggulan
menjadi karakteristik produk China yang berbeda komparatif yang cukup baik adalah pada produk
dengan negara lain. Spesialisasi produk garmen ini telekomunikasi (764) dan mesin-mesin pemproses
akan memberikan keuntungan tersendiri bagi negara data (752). China berusaha untuk memperluas
172 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013
keunggulan produknya khususnya yang menguasai keunggulan komparatif ini terlihat pada peningkatan
hajat hidup orang banyak yaitu telekomunikasi (764). yang cukup signifikan pada NRCA dari tahun 1995
Hal ini terlihat dari peningkatan NRCA yang sangat ke 2005, yaitu -3.83 menjadi 6.06. Peningkatan
pesat yaitu 0.916 menjadi 6.206. Peningkatan NRCA keunggulan komparatif atas produk mesin ini
telekomunikasi yang demikian pesat mengindikasikan diimbangi dengan industri yang berorientasi ekspor.
peningkatan performa dan pertumbuhan. Kenyataan Kuatnya pertumbuhan industri China ini membuat
yang cukup menarik adalah peningkatan performa perekonomian China menjadi lebih besar, apalagi
dan pertumbuhan industri mesin memproses data dari China melebarkan pasar produknya ke tempat-
tahun 1995 yang bukan merupakan keunggulan tempat yang luas masyarakatnya yang konsumtif,
komparatif, menjadi keunggulan komparatif lima seperti Indonesia dan negara Asia lainnya.
tahun kemudian (tahun 2000). Peningkatan
Gambar 14
Product Mapping dan Sepuluh Besar Produk Ekspor China, 2005
Pada tahun 2005 terdapat empat jenis produk peralatannya (871) dan alat-alat rumah tangga (775).
baru yang masuk dalam sepuluh besar produk ekspor Adapun produk yang keluar dari top-ten China 2005
China. Ketiganya adalah gramofon (763), mesin adalah barang-barang garmen pakaian pria (842), tas
pemr oses data (752), instrumen optik dan travel (831), aksesoris pakaian (848) dan kain rajutan
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 173
(846). Produk-produk ekspor China yang masih (871) serta mesin pemroses data (752). Perluasan
bertahan sampai tahun 2005 adalah garmen dan industri elektronik ini membuktikan teori
tekstil. Spesialisasi China juga didukung oleh transformasi struktural yang membuat perekonomian
peningkatan keunggulan komparatif China yang yang memiliki spesialisasi sektor primer China
telah diperluas pada sektor industri elektronik dan mengalami proses transformasi ke arah sektor
mesin, yaitu gramofon, mesin pendikte dan perekam industri elektronik sebagai sektor sekunder.
suara lainnya (763), instrumen optik dan peralatannya
Gambar 15
Product Mapping dan Sepuluh Besar Produk Ekspor China, 2010
Keluar-masuk produk dalam peringkat Kesepuluh produk unggulan China ini berasal
sepuluh besar produk ekspor China tahun 2010 dari sektor sekunder. Komposisi top-ten China 2010
kembali meningkat. Sebanyak 2 (dua) buah produk seluruhnya berasal dari sektor sekunder (10 buah)
baru masuk ke dalam daftar top-ten yaitu mebel- dan memiliki keunggulan komparatif yang cukup
mebel (821) dan perahu dan kapal (793). Dua barang besar untuk diekspor kecuali alat-alat optik. Nilai
ini menggantikan gramofon, mesin pendikte dan NRCA rata-rata ke sepuluh barang unggulan China
perekam suara lainnya (763) dan barang-barang rumah tahun 2010 ini melebihi nilai 29, sebuah nilai yang
tangga (775). sangat besar. Alat-alat optik yang masih menjadi
174 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013
keunggulan komparatif dipenuhi kebutuhannya Sedangkan pada tahun 2010, kini China telah berhasil
sebagian besar dengan impor. Adanya kebijakan ekspor produk industri berbasis teknologi seperti
pembatasan kuota barang-barang produksi tekstil/ mesin pemroses data dan peralatan telekomunikasi
garmen China membuat China merubah strategi dengan daya saing yang sangat tinggi. Selain itu, China
ekonominya. Dengan efisiensi produksi, tenaga kerja juga telah berhasil mendorong ekspor produk tekstil,
yang banyak dan murah membuat China dengan mebel, alas kaki dan mainan anak dengan daya saing
mudah melebarkan spesialisasi produknya ke arah tinggi. Ke sepuluh top ten products kini tidak ada
industri padat karya lainnya yang mirip. satupun dari sektor primer. Hal ini menunjukkan
Industri mebel dan perahu juga merupakan bahwa China telah mengalami pembangunan yang
industri yang padat karya dan merupakan salah satu pesat dan kini menjadi salah satu negara yang
barang kebutuhan sehari-hari dan digunakan untuk memiliki industri berbasis teknologi dengan daya saing
sarana transportasi. Kapal-kapal yang diproduksi sangat tinggi serta memiliki produk manufaktur yang
menjadi alat strategis untuk masyarakat negara-negara berdaya saing tinggi.
yang berbatasan dengan laut sehingga sangat
dibutuhkan. China merupakan negara yang cukup Saran
cerdik karena dapat melirik industri strategis yang Setidaknya terdapat dua faktor utama terkait
jarang dilirik oleh para pengusaha negara-negara rendahnya daya saing ekspor Indonesia yaitu: ekonomi
lain. Pengusaha-pengusaha China memproduksi biaya tinggi dan kurangnya pasokan dan tingginya
barang dengan bahan baku impor dari negara-negara harga bahan baku. Dalam menangani dua hambatan
yang berbeda-beda sesuai dengan spesialisasinya. tersebut, maka beberapa upaya yang dapat dilakukan
Sehingga pada akhirnya secara teori dapat adalah sebagai berikut: mencari solusi dalam
menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi dan menangani ekonomi biaya tinggi; perbaikan
diminati oleh khalayak internasional. infrastruktur, akses pembiayaan (dana); upaya untuk
meningkat kan kemampuan Sumber Daya Manusia
SIMPULAN DAN SARAN (SDM) (jumlah dan kualitas) termasuk wirausaha
Simpulan (entrepreneurial skills) serta meningkatkan daya saing
Selama periode 1985-2010, dapat terlihat bahwa rantai pasokan komoditas (supply chain) dari hulu
tren perkembangan struktur daya saing ekspor hingga hilir.
Indonesia kini lebih terdiversifikasi yang dimana
pada tahun 1985 mayoritas ekspor merupakan REFFERENSI
produk primer, namun pada tahun 2010 terdapat
produk manufaktur yang turut menjadi top ten Akamatsu K., (1962), A Historical Pattern of
products yang berdaya saing tinggi. Artinya, Economic Growth in Developing Countries.
Indonesia di satu sisi telah terjadi shift dari negara Journal of Developing Economies, 1(1), hal.
yang sebelumnya pengekspor berbasis Sumber Daya 3–25, Maret-Agustus. Dapat diakses pada situs:
Alam (SDA), kini menjadi negara berkembang http://www.ide.go.jp/English/Publish/Periodicals/
De/pdf/62_01_02.pdf
dimana sektor manufaktur turut berperan mendorong
Balassa, B., (1965), Trade Liberalization and
ekspor Indonesia dengan daya saing yang cukup tinggi
Revealed Comparative Advantage, The Manchester
seperti produk tekstil dan alas kaki sektor manufaktur School, 33, hal. 99-123.
yang bersifat padat karya dengan semi-skilled labor. Berg, H. Van Den., (2005), Economic Growth and
Namun disisi lain, dilihat dari perkembangan Development, New York, Mc.Graw Hill Irwin.
struktur daya saing ekspor China selama periode Lafay, G., (1992), The Measurement of Revealed
1985-2010, China telah mengalami pembangunan Comparative Advantages, dalam Dagenais, M.
industri yang sangat pesat. Pada tahun 1985, delapan G. & Muet, P.A. (eds.) International Trade
dari top-ten produk ekspor China tahun 1985 berasal Modelling, Chapman & Hall, London.
dari sektor primer yaitu: sektor pertambangan dan Kwan, C.H., (2002), The Rise of China and Asia’s
sektor pertanian, sedangkan di sektor manufaktur Flying-Geese Pattern of Economic Development:
sangat didominasi oleh industri tekstil yang bersifat An EmpiricalAnalysis Based on US Import Statistics,
padat karya dan membutuhkan banyak tenaga kerja. RIETI Discussion Paper Series, 02-E-009, Juli.
Sulthon Sjahril Sabaruddin, Perkembangan daya saing ... 175
MacDougall, J., 1952. British and American Exports: Sodersten, B., & Reed, G., 1994. International
A Study Suggested by the Theory of Comparative Economics, Macmillan Press, London.
Costs, Part II, The Economic Journal, 62, hal. Stern, D., 1962. British and American Productivity
487-521. and Comparative Costs in International Trade,
Maule, A., 1996. Some Implications of AFTA for Oxford Economic Papers, 14, hal. 275-296.
Thailand: A Revealed Comparative Advantage Dalam Sigwele, H.K., 2007. The Effects of
Approach, ASEAN Economic Bulletin, Vol. 13 International Trade Liberalization on Food
(Juli), No. 1, hal. 14-38. Security and Competitiveness in the Agricultural
Nafzinger, E. W., 1997. The Economics of Developing Sector of Botswana, University of Pretoria,
Countries, Prentice Hall, New Jersey. Disertasi Doktoral, Februari.
Okita, S., 1985, Special Presentation: Prospect of Sukirno, S., 2004. Makroekonomi Teori Pengantar,
Pacific Economies, The Fourth Pacific Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. Dalam buku
Economic Cooperation Conference, Korea Kajian Peran Statistik Perdagangan sebagai
Development Institute, Seoul, 29 April 29 - 1 Input Perumusan Kebijakan, Badan Pusat
Mei, hal.18-29. Statistik, Jakarta, 29 April 2009.
Ricardo, D., 1817. On the Principles of Political Tambunan, T., 2000. Perdagangan Internasional dan
Economy and Taxation, John Murray, London, Neraca Pembayaran: Teori dan Penemuan
dalam Widodo, T. 2010. Comparative Empiris, LP3ES, Jakarta.
Advantage: Theory, Empirical Measures and Todaro, M.P., & Stephen, C.S., 2009. Pembangunan
Case Studies, Review on Economic and Business Ekonomi, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Studies. Dapat diakses pada situs: http:// Widodo, T., 2010. Comparative Advantage: Theory,
www.rebs.ro/articles/pdfs/21.pdf Empirical Measures and Case Studies, Review
Salvatore, D., 1996. lnternational Economics, Fifth on Economic and Business Studies. Dapat
Edition, Prentice Hall, New Jersey. diakses pada situs: http://www.rebs.ro/articles/
Sanidas, E., & Shin, Y., 2010. Comparison of pdfs/21.pdf
Revealed Comparative Advantage Indices with Widodo, T., 2008a. The Structure Protection in
Application to Trade Tendencies of East Asian Indonesian Manufacturing Sector, ASEAN
Countries, Department of Economics, Seoul Economic Bulletin. Vol. 25, No. 2, hal. 161-178.
National University. Dapat diakses pada Widodo, T., 2008b. Dynamic Changes in
situs:http://www.akes.or.kr/eng/papers(2010)/ Comparative Advantage: Japan “Flying Geese”
24.full.pdf Modal and Its Implication for China. Journal
Smith, A., 1776. The Wealth of Nations, dalam of Chinese Economic and Foreign Trade
Widodo, T. 2010. Comparative Advantage: Theory, Studies. Vol. 1. No. 3, pp. 200-213.
Empirical Measures and Case Studies, Review on Yu, R., Cai, J. & Leung, P., 2009, The Normalized
Economic and Business Studies. Dapat diakses Revealed Comparative Advantage Index, Annals
pada situs: http://www.rebs.ro/articles/pdfs/ of Regional Science, 43, hal. 267-282.
21.pdf