Professional Documents
Culture Documents
Fasilitasi perdagangan telah menjadi perhatian berbagai negara dan berperan penting
dalam efisiensi perdagangan. Manufaktur adalah salah satu produk ekspor yang
memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Namun nilai ekspor manufaktur
Indonesia ke RCEP selama periode 2012-2016 mengalami penurunan. Penelitian ini
bertujuan menganalisis sektor unggulan manufaktur Indonesia dan menganalisis
dampak fasilitasi perdagangan terhadap ekspor manufaktur unggulan Indonesia ke
RCEP. Data yang digunakan adalah data sekunder periode 2012-2016 dengan metode
analisis revealed comparative advantage (RCA), export product dynamic (EPD) dan
gravity model. Hasil analisis menunjukkan ekspor manufaktur unggulan Indonesia ke
RCEP adalah kayu, barang dari kayu dan anyaman. PDB RCEP, populasi RCEP, burden of
customs procedures (BOCP) RCEP, e-business RCEP dan dummy contiguity memiliki
pengaruh positif dan signifikan, sedangkan jarak, nilai tukar dan service sector
infrastructure (SSI) RCEP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor kayu,
barang dari kayu dan anyaman Indonesia.
30000 7
-3
20000
-13
10000
-23
0 -33
2012 2013 2014 2015 2016
transportasi dan waktu pengiriman barang. fasilitasi perdagangan berupa infrastruktur terhadap
Infrastruktur yang dikembangkan dengan baik tidak arus ekspor unggulan Indonesia di sektor
hanya mengurangi jarak antardaerah tetapi juga manufaktur.
mengintegrasikan pasar nasional dan menjadikan Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk
biaya ekonomi lebih rendah (World Economic Forum, menganalisis kinerja ekspor serta sektor unggulan
2014). Di samping itu, menurut Wilson, et al. (2003) manufaktur Indonesia ke RCEP dan dampak fasilitasi
perbaikan fasilitasi perdagangan dapat perdagangan terhadap kinerja ekspor manufaktur
meningkatkan nilai perdagangan. unggulan Indonesia ke RCEP.
Asikin, et al. (2015) dan Imadidin, et al. (2017)
telah menganalisis dampak fasilitasi perdagangan 2. KERANGKA TEORITIS
terhadap ekspor Indonesia, namun hasil keduanya 2.1 Teori Perdagangan Internasional
menunjukkan perbedaan pada variabel Perdagangan internasional adalah kegiatan tukar
infrastruktur fisik atau transportasi. Studi Imadidin, menukar barang atau jasa antara dua negara atau
et al. (2017) menunjukkan bahwa variabel lebih melalui kegiatan ekspor dan impor.
infrastruktur negara pengekspor memiliki pengaruh Perdagangan internasional juga menjadi salah satu
positif dan signifikan, sedangkan Asikin, et al. (2015) komponen dalam perhitungan Produk Domestik
menemukan hasil tidak signifikan terhadap ekspor Bruto (PDB) suatu negara dari sisi pengeluaran. Di
secara agregat namun memiliki dampak positif dan samping itu, tujuan dilakukannya perdagangan antara
signifikan terhadap sektor manufaktur. lain untuk mendapatkan keuntungan, adanya
Adanya perbedaan pengaruh dari variabel perbedaan antarnegara, dan tujuan mencapai skala
infrastruktur fisik pada penelitian sebelumnya sangat ekonomi.
penting untuk dikaji ulang, untuk mengetahui
dampaknya terhadap perdagangan antarnegara. Di
samping itu, penelitian ini mencoba mengkaji dampak
jarak antar kedua negara dapat menyebabkan biaya ekonomi menggunakan teknologi informasi
perdagangan semakin besar sehingga aliran dan komunikasi untuk meningkatkan
perdagangan menjadi rendah. efisiensi dan produktivitas, serta
Gravity model terus dikembangan untuk mengurangi biaya transaksi. ICT berisi
menerangkan arus perdagangan. Pada penelitian ini indikator ketersediaan, penggunaan,
gravity model digunakan untuk melihat dampak penyerapan, dan prioritas pemerintah
fasilitasi perdagangan terhadap ekspor manufaktur terhadap ICT.
unggulan Indonesia ke RCEP. Gravity model
Infrastruktur Lunak:
penelitian ini dibentuk berdasarkan penelitian
terdahulu yang terdiri dari variabel PDB per kapita 1. Efisiensi perbatasan dan transportasi
negara pengekspor dan pengimpor, populasi (border and transport efficiency) bertujuan
pengimpor, jarak geografis, serta menambahkan untuk mengukur tingkat efisiensi bea cukai
nilai tukar riil, dummy contiguity dan variabel dan transportasi domestik yang dilihat
fasilitasi perdagangan berupa infrastruktur berdasarkan waktu, biaya, dan jumlah
transportasi, burden of customs environment, e- dokumen yang diperlukan untuk prosedur
business, dan service sector infrastructure (Wilson et ekspor dan impor.
al., 2003; Portugal-Perez dan Wilson, 2012; 2. Lingkungan bisnis dan regulasi (business
Luthfianto, et al., 2016). and regulatory environment) mengukur
tingkat pengembangan peraturan dan
2.3 Fasilitasi Perdagangan dan Kinerja Ekspor transparansi suatu negara. Infrastruktur ini
Grainger (2007) mendefinisikan fasilitasi dibangun dari indikator pembayaran tidak
perdagangan sebagai keinginan untuk memperbaiki teratur, favoritisme, transparansi
lingkungan perdagangan dan mengurangi atau pemerintah, dan langkah-langkah untuk
menghilangkan biaya transaksi antara bisnis dan mengurangi korupsi.
pemerintah. Fasilitasi perdagangan dalam arti
Mekanisme pengaruh fasilitasi perdagangan
sempit sering dikaitkan sebagai pengurangan biaya
terhadap ekspor suatu negara diilustrasikan pada
transaksi di perbatasan selain dari pemotongan
Gambar 3. Di negara eksportir (a) fasilitasi
tariff. Hal ini pada dasarnya melibatkan
perdagangan akan menyebabkan penawaran
penyederhanaan dan standarisasi pengaturan
semakin meningkat dari Sa ke Sa’ dengan harga
kepabeaan terkait perdagangan internasional.
relatif tetap. Hal ini terjadi karena dengan adanya
Sedangkan dalam arti lebih luas, fasilitasi
fasilitasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi
perdagangan berkaitan dengan lingkungan bisnis,
pergerakan barang dari satu negara ke negara
kualitas infrastruktur, transparansi, dan peraturan
lainnya. Di sisi lain, kebijakan fasilitasi perdagangan
dalam negeri yang berdampak pada kinerja ekspor
yang baik dan tepat dapat memperbaiki arus impor
(Portugal-Perez dan Wilson, 2012).
sehingga permintaan negara importir (b) akan
Fasilitasi perdagangan juga sering diartikan
meningkat dari Db menjadi Db’. Adanya pergerakan
sebagai perbaikan infrastrukur baik fisik maupun
kurva penawaran negara eksportir dan kurva
lunak. Hal ini dikarenakan infrastruktur memiliki
permintaan negara importir ke kanan akan
peran penting dalam memfasilitasi perdagangan
menyebabkan terbentuknya keseimbangan baru di
maupun untuk pembangunan ekonomi suatu
pasar dunia yaitu perpotongan antara ES’ dan ED’
negara. Menurut Damanhuri dan Findi (2014)
dengan harga relatif sama atau bisa lebih rendah
infrastruktur adalah kebutuhan dasar yang
dari harga sebelumnya. Dengan demikian negara
diperlukan sebagai jaminan ekonomi baik sektor
eksportir akan mengekspor lebih banyak barang dan
publik maupun privat agar ekonomi dapat berfungsi
negara importir juga akan mengimpor barang yang
dengan baik. Studi Portugal-Perez dan Wilson
lebih besar. Namun, pengaruh fasilitasi perdagangan
(2012) membagi infrastruktur dalam perdagangan
terhadap perdagangan internasional tergantung
internasional sebagai berikut:
pada elastisitas kurva penawaran dan permintaan di
Infrastruktur Fisik:
masing-masing negara. Peningkatan fasilitasi
1. Infrastruktur fisik mengukur tingkat
perdagangan di negara eksportir yang memiliki
perkembangan dan kualitas pelabuhan,
kurva penawaran yang lebih elastis akan
bandara, jalan, dan infrastruktur kereta api.
meningkatkan ekspor yang lebih besar, begitupun
Infrastruktur transportasi ini sangat
negara importir dengan kurva permintaan yang
menentukan kelancaran distribusi barang
lebih elastis akan meningkatkan impor yang lebih
dan jasa, sehingga biaya perdagangan
besar.
menjadi lebih rendah.
2. Teknologi informasi dan komunikasi (ICT)
diartikan sebagai sejauh mana suatu
2 500 25
PDB (Triliun Rupiah)
2 000 20
Pertumbuhan (%)
1 500 15
1 000 10
500 5
0 0
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Tabel 3. Nilai Ekspor Manufaktur Indonesia ke RCEP dan Dunia tahun 2012-2017 (Juta USD)
Persentasi terhadap Dunia
Tahun Nilai Ekspor ke Dunia Nilai Ekspor Ke RCEP
(%)
2012 113,529.57 63,553.83 55.98
2013 111,669.41 61,206.97 54.81
2014 117,745.55 61,829.68 52.51
2015 105,903.16 54,976.52 51.91
2016 106,638.33 56,314.76 52.81
2017 120,783.16 66,647.06 55.18
Sumber: World Integrated Trade Solution 2017 (diolah)
Gambar 6 menunjukkan negara anggota RCEP Indonesia. Hal ini dikarenakan China adalah importir
yang memberikan kontribusi terbesar terhadap terbesar produk ekspor Indonesia dengan nilai
ekspor manufaktur Indonesia adalah China dengan mencapai USD 35.76 miliar pada sepanjang tahun
nilai ekspor mencapai USD 14.3 miliar, sedangkan 2016. Selain itu, China juga merupakan negara
yang terkecil Laos dengan nilai ekspor hanya sebesar dengan penduduk terbesar di dunia sehingga sangat
USD 4.2 juta di tahun 2017. Berdasarkan data BPS berpeluang menjadi pasar produk manufaktur
(2016), China merupakan pasar yang penting bagi Indonesia.
16 000
14 000
12 000
10 000
Juta USD
8 000
6 000
4 000
2 000
0
Singapura 6,32
Jepang 5,58
Korea Selatan 5,56
New Zealand 5,48
Malaysia 5,46
Australia 5,13
Thailand 4,79
China 4,59
India 4,15
Indonesia 3,99
Vietnam 3,65
Filipina 3,39
0 1 2 3 4 5 6 7
Sumber: Global Competitiveness Report 2016
Gambar 7. Rata-rata indeks infrastruktur transportasi negara anggota RCEP tahun 2012-2016
Burden of Customs Procedure antarnegara. Singapura merupakan negara dengan
Gambar 8 menunjukkan rata-rata indeks burden indeks tertinggi sebesar 6.18, yang berarti bahwa
of customs procedure (BOCP) negara RCEP tahun prosedur bea cukai di negara tersebut hampir
2012-2016. Indeks BOCP menunjukkan seberapa mendekati sangat efisien dibandingkan dengan
efisien prosedur bea cukai baik dari segi biaya, negara RCEP lainnya. Selain itu, Singapura juga
waktu maupun dokumen yang dibutuhkan dalam menempati urutan pertama sebagai negara yang
kegiatan ekspor dan impor. Indeks Ini berkisar paling ramah dalam regulasi bisnis di dunia.
antara skala 1-7, dimana 1 menunjukkan prosedur Berikutnya negara dengan indeks terendah sebesar
bea cukai yang tidak efisien sedangkan 7 3.32 adalah Filipina, sementara Indonesia berada di
menunjukkan prosedur bea cukai yang efisien. urutan keempat terbawah dengan indeks sebesar
Berdasarkan Gambar 8, rata-rata indeks BOCP 3.98.
negara RCEP memiliki range nilai cukup jauh
22 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 1 Tahun 2020
FASILITASI PERDAGANGAN DAN EKSPOR MANUFAKUR UNGGULAN INDONESIA KE RCEP
Siti Mardiah, Widyastutik
Singapura 6,18
New Zealand 5,92
Australia 5,2
Malaysia 5,1
Jepang 4,98
Korea Selatan 4,44
China 4,26
India 4,08
Indonesia 3,98
Thailand 3,82
Vietnam 3,52
Filipina 3,32
0 1 2 3 4 5 6 7
Sumber: Global Competitiveness Report 2016
Gambar 8. Rata-rata indeks burden of customs procedure negara anggota RCEP tahun 2012-2016
Service Sector Infrastruture negara yang memiliki indeks SSI tertinggi adalah
Service sector infrastructure (SSI) mengukur Jepang dengan skor 6.13. Hal ini dikarenakan Jepang
tingkat ketersediaan dan penyerapan teknologi merupakan salah satu negara dengan populasi
dalam negeri yang mendukung kegiatan ekonomi. paling bersemangat dalam menggunakan teknologi
Indeks ini berkisar antara skala 1-7, dimana 1 di dunia. Berikutnya negara dengan indeks terendah
menunjukkan tidak tersedianya SSI dan 7 sebesar 3.93 adalah Vietnam. Hal ini menunjukkan
menunjukkan ketersediaan teknologi yang sangat bahwa ketersediaan SSI di Vietnam masih kurang
baik. Berdasarkan Gambar 9, dapat kita lihat bahwa memadai dalam mendukung kegiatan ekonomi.
Jepang 6,13
Singapura 5,99
New Zealand 5,89
Australia 5,81
Korea Selatan 5,67
Malaysia 5,63
Filipina 5
Indonesia 4,99
Thailand 4,87
India 4,61
China 4,53
Vietnam 3,93
0 1 2 3 4 5 6 7
Sumber: Global Competitiveness Report 2016
Gambar 9. Rata-rata indeks service sector infrastructure negara anggota RCEP tahun 2012-2016
E-Business antarnegara. Hal ini berarti bahwa hampir semua
Gambar 10 menunjukkan rata-rata indeks e- negara anggota RCEP sudah memanfaatkan
business negara anggota RCEP tahun 2012-2016. teknologi internet dalam melakukan perdagangan.
Indeks e-business juga memiliki nilai 1-7. Jepang Di era 4.0 ini teknologi menjadi alat yang sangat
memiliki indeks yang paling tinggi dengan rata-rata penting dalam menunjang berbagai aspek
sebesar 6.02. Sedangkan negara yang memiliki rata- kehidupan. Adanya internet membuat hambatan
rata indeks terendah adalah India dengan rata-rata jarak menjadi berkurang dan para pelaku bisnis
sebesar 4.62. Secara keseluruhan range dari rata- tetap dapat menjalankan transaksi bisnisnya tanpa
rata indeks variabel ini tidak terlalu jauh harus berkunjung ke negara mitra (Suryanti, 2017).
Jepang 6,02
Singapura 5,86
Korea Selatan 5,8
Filipina 5,78
Malaysia 5,66
Australia 5,64
Vietnam 5,28
New Zealand 4,98
Thailand 4,9
Indonesia 4,88
China 4,72
India 4,62
0 1 2 3 4 5 6 7
Sumber: Global Competitiveness Report 2016
Gambar 10. Rata-rata indeks e-business negara anggota RCEP tahun 2012-2016
4.3 Identifikasi Manufaktur Unggulan Indonesia di RCEP karena memiliki nilai rata-rata RCA lebih
ke RCEP dari satu, manufaktur unggulan tersebut meliputi
Penetapan produk manufaktur unggulan industri sebagai berikut:
Indonesia pada penelitian ini dilakukan dengan 1. Industri makanan dan minuman (ISIC 15)
memilih industri unggulan berdasarkan klasifikasi dengan rata-rata nilai RCA 3.33.
ISIC revisi 3 tahun 2002 yang terdiri dari 22 2. Industri pengolahan tembakau dan tekstil (ISIC
subsektor (Lampiran 1) dengan menggunakan 16) dengan rata-rata nilai RCA 10.14.
analisis RCA dan EPD. Dari lima belas mitra dagang 3. Industri pakaian jadi (ISIC 18) dengan rata-rata
Indonesia di RCEP tidak semua diikutkan dalam nilai RCA 1.53.
analisis ini karena tidak semua negara melakukan 4. Industri kulit dan barang dari kulit (ISIC 19)
perdagangan secara kontinyu pada beberapa dengan rata-rata nilai RCA 1.23.
subsektor manufaktur Indonesia. Selanjutnya, 5. Industri kayu, barang dari kayu, dan anyaman
berdasarkan analisis RCA akan dipilih sektor (ISIC 20) dengan rata-rata nilai RCA 3.50.
manufaktur yang memiliki RCA lebih dari satu. 6. Indsutri kertas dan barang dari kertas (ISIC 21)
Kemudian dilanjutkan dengan analisis EPD dan dengan rata-rata nilai RCA 3.50.
dipilih manufaktur yang memiliki rising star 7. Industri karet dan barang-barang dari karet
terbanyak dan retreat yang paling sedikit untuk (ISIC 25) dengan rata-rata nilai RCA 1.06.
dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor 8. Industri logam dasar (ISIC 27) dengan rata-rata
Indonesia. nilai RCA 1.36.
ISIC 18
10
ISIC 19
5 ISIC 20
ISIC 21
0
2012 2013 2014 2015 2016 ISIC 25
Tahun
Secara keseluruhan, industri yang memiliki daya pasar ideal yaitu industri kayu, barang dari kayu, dan
saing paling rendah ke kawasan RCEP yaitu industri anyaman (ISIC 20), industri penerbitan, percetakan,
peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan dan reproduksi (ISIC 22), dan industri batu bara,
jam (ISIC 33) dengan nilai RCA sebesar 0.12, serta minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir
industri peralatan kantor, akuntansi, dan (ISIC 23) dengan pangsa pasar ekspor sebesar 27.27
pengolahan data (ISIC 30) dengan nilai RCA 0.16. persen.
Penetapan produk unggulan manufaktur
Analisis Export Product Dynamic (EPD) Indonesia dilakukan dengan menggabungkan
Indikator lain yang dapat memberikan delapan industri yang memiliki RCA lebih dari satu
gambaran tentang tingkat daya saing suatu produk dengan hasil analisis EPD yang memiliki rising star
adalah Export Product Dynamic (EPD). EPD terbanyak dan sedikit dalam kelompok retreat
mengukur posisi pasar dari produk manufaktur (sebagai bencmarking product). Berdasarkan
Indonesia dan melihat dinamis atau tidaknya pertimbangan tersebut maka ditetapkan produk
performa ekspor produk tersebut di pasar RCEP. unggulan yang paling prospektif yang akan dianalisis
Hasil analisis EPD 22 subsektor industri manufaktur lebih lanjut yaitu produk ISIC 20 (kayu, barang dari
Indonesia selama tahun 2012-2016 di pasar RCEP kayu, dan anyaman). Hasil analisis RCA dan EPD
terdapat tiga kelompok industri rising star sebagai terangkum pada Tabel 4.
Posisi pasar falling star untuk ekspor kayu, termasuk dalam analisis ini karena keterbatasan
barang dari kayu, dan anyaman Indonesia di negara data yaitu Brunei, Laos, Kamboja dan Myanmar.
China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, New Zealand, Menurut Wooldridge (2012) jika terdapat
Singapura, dan Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa variabel yang fxed atau konstan overtime seperti
produk kayu, barang dari kayu, dan anyaman jarak, lokasi, dan variabel dummy dalam penggunaan
Indonesia mengalami peningkatan pangsa metode data panel maka model yang cocok
ekspornya di tujuh negara tersebut meskipun digunakan adalah Random Effect Model (REM).
produknya tidak dinamis atau stagnan. Namun, Selanjutnya dapat dilakukan pengujian Breush
posisi falling star masih dinilai lebih baik Pagan-test (LM test) untuk mengetahui model
dibandingkan retreat dan lost opportunity. terbaik tetap REM atau common effect model (CEM).
Berikutnya, di Australia produk kayu, barang dari Hasil uji Breush Pagan-test menunjukkan bahwa
kayu, dan anyaman Indonesia memiliki posisi pasar model terbaik dalam penelitian ini adalah CEM. Hal
retreat. Hal ini menunjukkan pangsa ekspor produk ini dilihat berdasarkan nilai probabilitas (0.1837)
kayu, barang dari kayu, dan anyaman Indonesia lebih besar dari taraf nyata 5% (Tabel 6).
tidak mengalami pertumbuhan dan permintaan
terhadap produknya pun menurun di pasar Tabel 6. Hasil Uji Breush Pagan
Australia. Cross- Test Both
section Hypothesis
4.4 Pengaruh Fasilitasi Perdagangan dan Faktor Breush 0.273426 1.493967 1.767393
Lainnya terhadap Ekspor Manufaktur Pagan-
Unggulan Indonesia ke RCEP: Industri Kayu, (0.6010) (0.2216) (0.1837)
Test
Barang dari Kayu dan Anyaman
Penelitian ini menganalisis pengaruh fasilitasi
Setelah didapatkan model terbaik dilakukan
perdagangan terhadap ekspor manufaktur unggulan
uji asumsi klasik untuk memperoleh penduga yang
Indonesia ke RCEP. Manufaktur unggulan yang
bersifat BLUE (best, linear, and unbiased estimator).
diestimasi pada penelitian ini adalah industri kayu,
Pada uji normalitas, nilai Jarque-Bera (0.199102)
barang dari kayu dan anyaman (ISIC 20). Hal ini
dan probabilitas (0.905244) lebih besar dari taraf
berdasarkan nilai RCA yang lebih dari satu dan
nyata 5 persen sehingga model yang digunakan
memiliki posisi pasar rising star terbanyak (di India,
memiliki error term yang terdistribusi normal
Filipina, dan Thailand) dan hanya memiliki satu
(Lampiran 2). Uji asumsi klasik selanjutnya adalah
posisi pasar retreat (di Australia) selama periode
terbebasnya dari permasalahan autokorelasi yang
2012-2016.
dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (DW). Hasil
Analisis dampak fasilitasi perdagangan
estimasi model menunjukkan nilai DW berada pada
terhadap ekspor manufaktur unggulan Indonesia ke
selang DL= 1.21199< DW=1.663528<4-Dl = 2.74681
RCEP dilakukan dengan estimasi gravity model
dan 4-Du = 2.09079. Hal ini menunjukkan
dengan pendekatan panel data terhadap 55 unit
autokorelasi tidak dapat ditentukan, namun model
observasi. Observasi tersebut terdiri dari 11 cross
sudah dibuat white period sehingga model terbebas
section anggota RCEP yang kontinyu melakukan
dari autokorelasi dan standard error terkoreksi
perdagangan dengan Indonesia dengan waktu
tanpa mengubah nilai Durbin Watson.
analisis tahun 2012-2016. Adapun negara yang tidak
Tabel 7. Hasil estimasi gravity model pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor
manufaktur unggulan dengan metode common effect model
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob
LN_PDBCINDO -0.055920 0.716857 -0.078007 0.9382
LN_PDBCRCEP 2.084464* 0.093566 22.27792 0.0000
LN_DIST -0.303814* 0.051412 -5.909379 0.0000
LN_POPRCEP 1.204901* 0.021906 55.00313 0.0000
LN_NT -0.115453* 0.018207 -6.341213 0.0000
LN_TRANSRCEP -0.378727 0.424966 -0.891195 0.3777
LN_SSIRCEP -5.197165* 0.925742 -5.614051 0.0000
LN_BOCPRCEP 2.094286* 0.341797 6.127277 0.0000
LN_EBR 1.538117*** 0.876999 1.753841 0.0864
CONTIG 1.146378* 0.057863 19.81190 0.0000
C -23.46084* 5.000165 -4.692013 0.0000
Weighted Statictics
R-squared 0.989441 Sum squared resid 3.392508
Prob(F-statistic) 0.00000 Durbin-Watson stat 1.663528
Unweighted Statictics
R-squared 0.973829 Sum squared resid 4.328307
Durbin-Watson stat 1.385227
Keterangan: *,**,*** signifikan pada taraf nyata 1%, 5% dan 10%
26 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 1 Tahun 2020
FASILITASI PERDAGANGAN DAN EKSPOR MANUFAKUR UNGGULAN INDONESIA KE RCEP
Siti Mardiah, Widyastutik
ekspor kayu, barang dari kayu dan anyaman tingkat output tertentu (Oktaviani dan Novianti,
Indonesia ke RCEP. Peningkatan nilai tukar rupiah 2014). SSI yang meningkat berarti bahwa suatu
riil terhadap mata uang negara RCEP (depresiasi) negara telah memiliki teknologi baru dan
akan menurunkan ekspor kayu, barang dari kayu mengadopsinya dalam kegiatan bisnis sehingga
dan anyaman Indonesia sebesar 1.2 persen, ceteris kegiatan produksi menjadi lebih efisien dan murah.
paribus. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang Dalam hal ini, adanya peningkatan SSI atau teknologi
menyatakan bahwa ketika nilai tukar domestik pada negara RCEP akan menyebabkan kinerja
terhadap negara pengimpor mengalami depresiasi ekonomi negara tersebut menjadi lebih efisien,
maka akan meningkatkan ekspor. sehingga produksi dalam negeri dapat meningkat
Produksi manufaktur kayu, barang dari kayu dan menurunkan nilai impor yang berarti ekspor
dan anyaman sering mengalami kesulitan dalam dari Indonesia turun.
memenuhi pasokan bahan baku karena maraknya Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
pembalakan hutan secara liar maupun alih fungsi Portugal-Perez dan Wilson (2012) bahwa SSI
lahan, sehingga diperlukan bahan penolong impor memiliki dampak marjinal terhadap kinerja ekspor,
seperti dari Amerika Serikat, Eropa, dan New dimana negara maju memiliki dampak marjinal yang
Zealand (Kemenperin, 2019). Oleh karena itu, saat lebih tinggi dan sebaliknya untuk negara
terjadi kenaikan nilai tukar rupiah (depresiasi) berkembang. Selain itu, dalam penelitian ini lima
dapat meningkatkan ongkos atau biaya produksi dari sebelas negara yang dianalisis merupakan
sehingga pertumbuhan ekspor melambat. Di negara maju dan memiliki tingkat SSI yang tinggi
samping itu, melemahnya nilai tukar dapat yaitu Jepang, Singapura, Korea Selatan, Australia dan
menurunkan harga relatif ekspor kayu, barang dari New Zealand.
kayu dan anyaman menjadi lebih murah, sehingga
eksportir akan cenderung mengurangi volume Burden of Customs Procedures (BOCP)
ekspornya dalam jangka pendek. Hal ini didukung Variabel BOCP berpengaruh signifikan dan
oleh penelitian Kalaba (2012) dan Wiraputra (2015). positif terhadap ekspor kayu, barang dari kayu dan
anyaman Indonesia. Koefisien regresi menunjukkan
Infrastruktur Transportasi nilai sebesar 2.094286 yang berarti bahwa
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7, peningkatan BOCP negara RCEP akan meningkatkan
variabel infrastruktur transportasi menunjukkan ekspor kayu, barang dari kayu dan anyaman
nilai koefisien yang negatif dan tidak signifikan. Indonesia sebesar 2.09 persen. Adanya peningkatan
Hubungan yang tidak signifikan antara infrastruktur BOCP negara RCEP berarti bahwa indeks BOCP di
transportasi dan ekspor kayu, barang dari kayu dan negara tersebut juga meningkat, sehingga perizinan
anyaman Indonesia menunjukkan bahwa impor dari negara lain menjadi semakin mudah dan
peningkatan infrastruktur transportasi di negara efisien untuk produk ekspor Indonesia. Hal ini
RCEP tidak menyebabkan terjadinya peningkatan sejalan dengan penelitian Luthfianto, et al. (2016)
ekspor Indonesia. Hal ini diduga salah satunya bahwa BOCP mempunyai peran penting dalam
karena sebagian besar perdagangan Indonesia kinerja perdagangan dimana BOCP negara
dengan mitra dagangnya masih bergantung pada pengimpor berpengaruh positif terhadap ekspor
infrastruktur pelabuhan internasional milik manufaktur Indonesia.
Singapura dan Malaysia (BUMN, 2016), sehingga
meskipun negara mitra lainnya mengalami Electronic Business (E-business)
peningkatan kualitas pada infrastruktur E-business memiliki pengaruh positif dan
transportasinya belum tentu akan berpengaruh signifikan terhadap ekspor kayu, barang dari kayu
terhadap ekspor Indonesia. Hasil estimasi variabel dan anyaman Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi
ini sejalan dengan penelitian Luthfianto, et al. (2016) pada Tabel 7, peningkatan e-business sebesar 1
dan Imadidin, et al. (2017) bahwa infrastruktur fisik persen akan meningkatkan ekspor kayu, barang dari
berupa jalan, pelabuhan, dan bandara tidak kayu dan anyaman Indonesia sebesar 1.54 persen.
berpengaruh signifikan terhadap impor di kawasan Peningkatan e-business ini menandakan bahwa
RCEP. tingkat penggunaan teknologi dalam kegiatan
transaksi bisnis juga semakin meningkat termasuk
Service Sector Infrastructure (SSI) dalam kegiatan perdagangan antarnegara. Wilson, et
Variabel SSI memiliki pengaruh negatif dan al. (2003) pun menyatakan bahwa peningkatan e-
signifikan terhadap ekspor kayu, barang dari kayu business memiliki peluang yang besar dan
dan anyaman Indonesia. Nilai koefisien regresi data berpengaruh positif terhadap kegiatan perdagangan.
panel menunjukkan nilai -5.197165 yang berarti
bahwa peningkatan SSI di negara RCEP sebesar 1 Dummy Contiguity
persen akan menurunkan ekspor manufaktur Variabel dummy contiguity memiliki koefisien
unggulan Indonesia ke RCEP sebesar 5.19 persen. sebesar 1.146378 dan signifikan pada taraf nyata 5
Pada dasarnya kemajuan teknologi cenderung persen. Hal ini mengindikasikan bahwa probabilitas
mengurangi penggunaan faktor-faktor produksi nilai ekspor manufaktur kayu, barang dari kayu dan
dalam menghasilkan komoditas tertentu pada anyaman Indonesia ke negara yang memiliki
28 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 1 Tahun 2020
FASILITASI PERDAGANGAN DAN EKSPOR MANUFAKUR UNGGULAN INDONESIA KE RCEP
Siti Mardiah, Widyastutik
perbatasan dengan darat atau air dalam jarak 400 demikian pelaku usaha kayu, barang dari kayu
mil atau kurang (Malaysia) lebih tinggi sekitar dan anyaman yang memiliki pasar ekspor di
1.146378 persen, dibandingkan dengan negara- wilayah RCEP bisa memilih produk tersebut
negara yang tidak memiliki perbatasan dengan darat untuk diekspor.
atau air dalam jarak 400 mil atau kurang dengan 2. Berdasarkan hasil analisis, variabel burden of
Indonesia, ceteris paribus. Hal ini didukung oleh customs procedures negara mitra memiliki
penelitian Imadidin, et al. (2017) bahwa variabel pengaruh terbesar terhadap nilai ekspor
dummy contiguity memiliki pengaruh positif industri kayu, barang dari kayu dan anyaman.
terhadap nilai ekspor. Oleh karena itu pemerintah perlu mendorong
peningkatan kemudahaan akses dalam
5. KESIMPULAN perizinan ekspor baik dari segi waktu, biaya
Berdasarkan hasil analisis RCA dan EPD maupun dokumen yang diperlukan bagi para
terhadap industri manufaktur Indonesia periode eksportir serta mempertimbangkan negara
2012-2016, diperoleh manufaktur unggulan mitra yang mempunyai tingkat burden of
Indonesia ke kawasan RCEP yaitu industri kayu, customs procedures yang baik untuk
barang dari kayu, dan anyaman (ISIC 20). Industri mempermudah ekspor kayu, barang dari kayu
tersebut memiliki nilai RCA lebih dari satu dengan dan anyaman memasuki pasar RCEP.
posisi pasar rising star di negara Thailand, India, dan 3. Service Sector Infrastructure (SSI) negara mitra
Filipina. Kemudian falling star di China, New adalah variabel yang berdampak negatif
Zealand, Malaysia, Singapura, Vietnam dan Jepang, terbesar terhadap ekspor Indonesia. Dengan
serta retreat di Australia. demikian, pemerintah maupun pelaku ekspor
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perlu melakukan peningkatan ketersediaan dan
dengan pendekatan gravity model, didapatkan penyerapan teknologi yang mutakhir dalam
beberapa faktor yang memengaruhi nilai ekspor kegiatan produksi sehingga industri kayu,
manufaktur kayu, barang dari kayu dan anyaman barang dari kayu dan anyaman Indonesia dapat
Indonesia ke RCEP. Faktor-faktor tersebut yaitu PDB bersaing di kawasan RCEP. Hal ini mengingat
RCEP, populasi RCEP, burden of customs procedure bahwa mitra dagang Indonesia seperti Jepang,
(BCOP) RCEP, penggunaan e-business dan dummy Singapura, China, Malaysia, dan Australia
contiguity memiliki pengaruh positif dan signifikan merupakan negara-negara yang memiliki
terhadap ekspor Indonesia. Sementara itu, jarak, kualitas SSI yang tinggi sehingga apabila
nilai tukar dan service sector infrastructure (SSI) Indonesia tidak mampu bersaing dalam
RCEP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap peningkatan teknologi dapat berdampak
ekspor kayu, barang dari kayu dan anyaman terhadap penurunan ekspor.
Indonesia. 4. Dalam penelitian ini masih terdapat
Dari empat fasilitasi perdagangan yang keterbatasan dalam penggunaan data, sehingga
dianalisis, variabel yang memiliki dampak positif penelitian selanjutnya dapat menambahkan
paling besar terhadap terhadap ekspor kayu, barang variabel fasilitasi perdagangan dari Indonesia,
dari kayu dan anyaman Indonesia adalah burden of penambahan cakupan data dan periode tahun
customs procedure (BOCP) RCEP. Hal ini menunjukan penelitian jika data sudah tersedia.
semakin baik BOCP di negara RCEP akan
meningkatkan nilai ekspor Indonesia karena adanya DAFTAR PUSTAKA
kemudahan dan efisiensi dalam peizinan impor dari
masing-masing negara RCEP. Sementara itu, variabel Asikin, Z, Daryanto, A., Anggraeni, L. 2016. Pengaruh
service sector infrastructure (SSI) RCEP memiliki Infrastuktur dan Kelembagaan terhadap
dampak negatif terbesar terhadap ekspor kayu, Kinerja Ekspor Agregat dan Sektoral
barang dari kayu dan anyaman Indonesia. Semakin Indonesia. Jurnal Manajemen dan Agribisnis.
baik SSI di negara RCEP akan menurunkan Volume 13 No. 2 p 145-156.
permintaan ekspor dari Indonesia karena dengan SSI [BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Distribusi PDB
yang semakin baik berarti bahwa suatu negara telah Triwulanan Seri 2010 atas Dasar Harga
memiliki teknologi baru dan mengadopsinya dalam Berlaku (%). https://www.bps.go.id diakses
kegiatan bisnis sehingga kegiatan produksi dalam pada 21 April 2019.
negeri menjadi lebih efisien dan murah. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Distribusi PDB
Triwulanan Seri 2010 atas Dasar Harga
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Berlaku (%). https://www.bps.go.id diakses
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa pada 21 April 2019.
implikasi dan keterbatasan yang dapat diperhatikan [BUMN] Badan Usaha Milik Negara. 2016. Indonesia
adalah sebagai berikut: Harus Bangun Pelabuhan Hub
1. Produk manufaktur Indonesia yang berdaya Internasional. http://www.bumn.go.id
saing bagus di pasar RCEP adalah industri kayu, diakses pada 4 Mei 2019.
barang dari kayu dan anyaman. Dengan
Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Limao, N., Venables, A.J. 2001. Infrastructure,
Internationales. Geodesic Distances. Geographical Disadvantage, Transport Costs
http://www.cepii.fr/distance/dist_cepii.zip and Trade. The World Bank Economic Review
diakses pada 26 Maret 2019. Volume 15 No. 3 p 451–479.
Chaney, T. 2018. The Gravity Equation in Luthfianto, A., Priyarsono, D.S., Barreto, R. 2016.
International Trade: An Explanation. Journal Trade Facilitation and the Indonesian of
of Political Economy. Volume 126 No. 1 p Performance Manufacturing Export. Buletin
150-177. Ilmiah Litbang Perdagangan. Volume 10 No.
Damanhuri DS, Findi M. 2014. Masalah dan 1 p 1-20.
Kebijakan: Pembangunan Ekonomi Mankiw, N Gregory. 2007. Makroekonomi Edisi
Indonesia. Bogor: IPB Press. Keenam. (Alih bahasa, Liza Fitria,
Deloitte Global. 2016. Global Manufacturing Nurmawan Imam, penerjemah. Jakarta:
Competitiveness Index 2016. Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics
https://www2.deloitte.com diakses pada 6th.
16 April 2019. Oktaviani, R., Novianti, T. 2014. Teori Perdagangan
Felipe, J., Kumar, U. 2010. The Role of Trade Internasional: Aplikasinya di Indonesia.
Facilitation in Central Asia: A Gravity Model. Bogor: IPB Press.
ADB Working Paper 628. ADB Institute. Portugal-Perez, A., Wilson J.S. 2012. Export
Fitzsimons, E., Hogan, V., Neary, J.P. 1999. Explaining Performance and Trade Facilitation Reform
the Volume of North-South Trade in Ireland: Hard and Soft Infrastructure. Policy
A Gravity Model Approach. Economic and Research Working Paper. Volume 40 No. 7 p
Social Review. Volume 30 No. 4 p 381-401. 1295-1307.
Grainger, A. 2007. Customs and Trade Facilitation: Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi
From Concepts to Implementation. World kelima. (Alih bahasa, Haris Munandar).
Custom Journal. Volume 2 No. 2 p 17-29. Jakarta: Erlangga.
Imadidin, R., Priyarsono, D.S., Widyastutik. 2017. Sitompul, T.K. 2018. Pengaruh Fasilitasi
Fasilitasi Perdagangan, Kinerja Ekspor, dan Perdagangan terhadap Ekspor Perikanan
Ketimpangan Pendapatan di Negara-negara Indonesia [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian
RCEP. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Bogor.
Pembangunan. Volume 6 No. 2 p 32-46. Suryanti, E.D. 2017. Pengaruh Fasilitasi Perdagangan
Indonesia Eximbank Institute. 2019. Proyeksi terhadap Ekspor Indonesia ke Kawasan Aisa
Ekspor Berdasarkan Industri: Komoditas Pasifik [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian
unggulan. Jakarta: Indonesia Eximbank Bogor.
Institute. Wardani, M.A. 2018. Analisis Ekspor Manufaktur
Ismail, N.W., Mahyideen J.M. 2015. The Impact of Unggulan Indonesia ke Kawasan Regional
Infrastructure on Trade and Economic Comprehensive Economic Partnership
Growth in Selected Economies in Asia. ADB (RCEP) [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian
Working Paper 553. ADB Institute. Bogor.
Kalaba, Y. 2012. Analisis Daya Saing Kakao Indonesia Wilson, J.S., Mann, C.L., Otsuki, T. 2003. Trade
[Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Facilitation and Economoc Dvelopment: A
Kusuma, R.L., Firdaus, M. 2015. Daya Saing dan New Approach to Quantifying the Impact.
Faktor yang Memengaruhi Volume Ekspor The World Economic Review. Volume 17 No.
Sayuran Indonesia terhadap Negara Tujuan 3 p 367-389.
Utama. Jurnal Manajemen dan Agribisnis. Wiraputra, R. 2015. Dampak Fasilitasi Perdagangan
Volume 12 No 3 p 226–236. Terhadap Perkembangan Ekspor Tekstil
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2018. dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke
http://ditjenppi.kemendag.go.id diakses 16 Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan
April 2019. APEC [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2019. Bogor.
Jaga Daya Saing Sektor Manufaktur Wooldridge, J.M. 2012. Introductory Econometrics:
Indonesia. http://www.kemenperin.go.id A Modern Approach. Tersedia pada:
diakses 16 April 2019. https://economics.ut.ac.ir/documents/303
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2019. 0266/14100645/Jeffrey_M._Wooldridge_In
Bahan Baku Sulit Impor pun Jadi. troductory_Econometrics_A_Modern_Appr
http://www.kemenperin.go.id diakses 14 oach__2012.pdf diakses 21 April 2019.
Mei 2019. World Development Indicators. GDP per Capita
Kontan. 2018. Produksi kayu olahan Indonesia (Current US$).
terkendala lahan. https://www.data.worldbank.org diakses
https://industri.kontan.co.id/news/produk 11 Februari 2019.
si-kayu-olahan-indonesia-terkendala-lahan
diakses 7 Juli 2019.
30 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 1 Tahun 2020
FASILITASI PERDAGANGAN DAN EKSPOR MANUFAKUR UNGGULAN INDONESIA KE RCEP
Siti Mardiah, Widyastutik
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Subsektor Manufaktur Berdasarkan ISIC Revisi 3
Kode Kode
No Definisi No Definisi
ISIC ISIC
8
Series: Standardized Residuals
7 Sample 2012 2016
Observations 55
6
Mean 0.008362
5 Median 0.032440
Maximum 0.544350
4
Minimum -0.500967
3
Std. Dev. 0.250506
Skewness -0.177566
2 Kurtosis 2.319258
1 Jarque-Bera 1.351003
Probability 0.508901
0
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4