You are on page 1of 7

Surabaya-Kitakyushu "Sister City" Collaboration as an Effort to

Create a Sustainable City of Surabaya


(Kerja Sama “Sister City” Surabaya-Kitakyushu: Sebagai Upaya
Mewujudkan Kota Surabaya Yang Berkelanjutan)
Dwi Alfillah Surya Pamungkas1
1
Department of International Relations, Class of G, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia

Abstract

Surabaya is the second largest city after Jakarta with a population of 3.15 million in 2019
(Liputan6.com). In this case the problems in the city of Surabaya are also increasing along with
the increase in population and socio-economic activities. With this increase, the generation of
waste or solid waste produced by the city will also increase because the population will go hand
in hand with the amount of waste or waste produced, both individuals and industrial activities.
Solid waste in the form of Surabaya household waste reaches 1100 tons per day. If it is not
handled properly it will result in other aspects, especially environmental and social related to
soil and water pollution, as well as public health and the image of the city itself. One of the
efforts of the Surabaya City government to create a sustainable city is the collaborative effort of
the local government with foreign city governments called "Sister City" Surabaya-Kitakhyusu.
Both work together in terms of Waste Management. This review will discuss how the city
management applied by Kitakyushu and Surabaya is related to cooperation and realizing a
Sustainable City in environmental aspects by handling waste.

Keywords: Surabaya, Kitakyushu, Sister City, Paradiplomacy

Pendahuluan
Berawal dari penandatanganan antara kota Surabaya, Indonesia dengan Kitakyushu
dalam Joint Declaration of The Kitakyushu Conference on Environmental Cooperation among
Cities in The Asian Region, kerja sama di antara dua kota tersebut berlanjut ke jenjang yang lebih

1
kompleks. Kerja sama tersebut berbentuk sister city yang bertajuk Green Sister City of
Surabaya-Kitakyushu. Kerja sama di antara dua kota beda negara tersebut ditandatangani oleh
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini dan Walikota Kitakyushu Kenji Kitahashi di Surabaya pada
tahun 2012 (Pandia 2012).
Menurut para ahli, pengertian diplomasi beralih menjadi luas seiring
perkembangannya, sebagaimana aktor non-negara juga dianggap menjadi bagian dari aktor
dalam hubungan internasional. Perihal itu sejalan dengan adanya konsep “Paradiplomacy”
yang merupakan fenomena baru dalam hubungan internasional yang muncul pada tahun 1980-an
yang berawal dari gabungan parallel diplomacy menjadi paradiplomac (Mukti 2013). Menurut
para tokoh Payonis Soldatosdan Ivo Duchacek mendefinisikan paradiplomasi sebagai
suatu perilaku dan kewenangan untuk melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain
yang dilakukan oleh“Sub State actor” yaitu aktor di bawah naungan negara seperti pemerintah
daerah atau kota, dalam rangka untuk memenuhi kepentingan nasional secara spesifik (Tavaers
2016).
Konsep sister city sendiri merupakan bagian dari konsep paradiplomasi. Sister City
merupakan bentuk kerja sama antar kota dari dua negara yang memiliki beberapa tujuan seperti
meningkatan perekonomian, mempromosikan kebudayaan masing-masing negara dan menjalin
kerjasama di bidang lain secara resmi. Kerjasama sister city dapat terjadi karena adanya
kesamaan dari dua kota yang mencangkup segi demografis, kepentingan dan masalah-masalah
yang dihadapi, sehingga kerjasama ini dapat menjadi wadah saling memenuhi kepentingan dan
membangun ikatan kuat antar kota dan negara. Selain itu, terdapat juga kerjasama sister province
yang cakupannya lebih luas, yaitu antar provinsi dari 2 negara (Sinaga 2010).
Paradiplomasi sebagai sebuah konsep pada dasarnya bukanlah hal baru. Akan tetapi jika
ditinjau dari perspektif realita pelaksanaannya sebagai sebuah kebijakan politik di
Indonesia, maka paradiplomasi dapat dilihat sebagai sebuah alternatif mutakhir.
Paradiplomasi sendiri dalam pelaksanaannya memiliki berbagai macam bentuk, seperti
perjanjian kerja sama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama penerusan
pinjaman/hibah, kerja sama penyertaan modal dan berbagai macam kerja sama lainnya
(Mukti 2013). Paradiplomasi adalah kata yang tepat untuk mendefinisikan kegiatan yang
dilakukan oleh aktor subnasional untuk berkontribusi dalam dunia internasional. Paradiplomasi
adalah partisipasi aktor subnasional dalam berbagai kegiatan internasional dengan kekuatan
asing memberikan power untuk mempromosikan kepentingannya sendiri (Kuznetsov 2014).

2
Salah satu bentuk paradiplomasi ialah sister city. Menurut SCI (Sister City
Internasional) Sister City adalah hubungan kerjasama jangka panjang antara dua kota dalam dua
negara yang berbeda melalui budaya, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Hal ini bisa
diwujudkan ketika dua walikota menandatangani (MoU) untuk membangun hubungan
kerjasama yang dilatar belakangi oleh keinginan bekerja sama engan cara saling mengenal
dan saling membantu. Kerjasama tersebut tidak membedakan latar belakang ekonomi dan
sistem sosial dari masing masing kedua belah pihak, serta melibatkan masyarakat lokal
(Sistercity n.d.).
Kerja sama tersebut di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Pasal 363, yang menjelaskan mengenai pembagian kerjasama luar negeri
daerah dengan daerah/lembaga lain (lokal dan internasional), dengan mempertimbangkan aspek
saling menguntungkan, demi meningkatkan kesejahteraan rakyat di berbagai bidang(Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Pasal 363). Kemudian, Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah, menjelaskan peraturan-peraturan
mengenai kerjasama daerah yang meliputi KSDD (Kerjasama Daerah Dengan Daerah Lain),
KSDK (Kerjasama Daerah Dengan Pihak Ketiga), KSDPL (Kerjasama Daerah Dengan Daerah
di Luar Negeri), dan KSDLL (Kerjasama Daerah Dengan Lembaga di Luar Negeri) (Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah). Selain itu, dalam Permendagri
Nomor 25 Tahun 2020 menjelaskan secara rinci mengenai tata cara Kerjasama Daerah dengan
Pemerintah Daerah di Luar Negeri dan Kerjasama Daerah dengan Lembaga di Luar Negeri
(Permendagri Nomor 25 Tahun 2020).

Analisis
Surabaya dan Berbagai Macam Masalah
Surabaya merupakan kota kedua terbesar setelah Jakarta dengan penduduk mencapai 4
juta penduduk tahun 2019 (Kementrian Dalam Negeri 2019). Dalam hal ini permasalahan di
Kota Surabaya juga bertambah seiring dengan meningkatnya populasi serta kegiatan sosial
ekonominya. Dengan adanya peningkatan ini maka timbulan hasil buangan atau Limbah padat
yang dihasilkan kota juga akan meningkat karena jumlah penduduk akan beriringan dengan
jumlah buangan atau limbah yang dihasilkan baik itu perorangan maupun kegiatan industri.

3
Limbah padat berupa sampah rumah tangga Surabaya per hari mencapai 1100 ton/hari). Jika
tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat pada aspek lain terutama lingkungan dan sosial
yang berkaitan dengan polusi tanah, air, serta kesehatan masyarakat dan citra kota itu sendiri.
Surabaya juga merupakan kawas 31 an industri terbesar di negara ini telah berkembang di
Surabaya karena kehadiran pasar kedua setelah skala besar berada di Ibukota Jakarta dan adanya
infrastruktur logistik, antara lain Pelabuhan Internasional Tanjung Perak, Bandara Internasional
Juanda, dan jaringan kereta api. Hal itu membuat Kota Surabaya memiliki berbagai masalah
salah satuny Lingkungan. Keadaan lingkungan di Kota Surabaya memiliki beberapa a di bidang
per yang meliputi masalah sampah, masalah ketersediaan sumber air bersih, masa limbah serta
masalah pecemaran udara atau polusi.
Kota Surabaya memiliki berbagai permasalahan dari tahun-tahun sebelumnya, dari
tahun 2012 sampai dengan tahun 2017, yaitu berbagai macam persoalan lingkungan
seperti yang terjadi pada sejumlah lahan hijau atau lahan pertanian yang akan menjadi
pemukiman atau tempat usaha perindustrian dan pembangunan infastuktur yang tidak
sesuai dengan kapasitas seharusnya. Selain itu, masih menjadi persoalan tersendiri yaitu masih
banyak para pelaku usaha atau industri pabrik masih membuang limbah hasil produksi ke
sungai hal itu nantinya akan berdampak pada ekosistem air akan menjadi buruk dan
berbahaya. Jika dibiarkan hal ini akan menghambat Surabaya untuk mewujudkan Surabaya
Green City yang berusaha untuk mengagas kota terbaik dalam meminimalisir permasalahn
lingkungan (tempo n.d.).
Sebagai perkotaan metropolitan, Surabaya menghadapi permasalahan yang kompleks
terhadap lingkungan. Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya baik yang menetap
ataupun tidak menetap memberikan imbas besar terhadap lingkungan di Surabaya. Setiap
individu yang hidup disebuah daerah selalu memberikan limbah dalam berbagai bentuk baik
yang dapat diregenerasi oleh alam maupun tidak. Semakin banyaknya jumlah penduduk, industri,
pusat perbelanjaan untuk mencukupi hidup, lingkungan menjadi salah satu faktor yang paling
banyak terkena imbas. Contohnya, volume sampah yang akan semakin meningkat seiring dengan
jumlah penduduk, begitu juga dengan polusi baik udara, lingkungan maupun suara yang
dihasilkan akibat pertumbuhan penduduk. hal tersebut berimbas pada kualitas hidup manusia
yang semakin rendah. Maka, peran pemerintah memegang andil penting untuk menyeimbangkan
laju pertumbuhan penduduk dengan keseimbangan lingkungan. Surabaya menjadi salah satu kota

4
metropolitan di Indonesia,dimana sudah sewajarnya Surabaya menjadi kota terdepan dalam
beradaptasi dengan globalisasi di dunia baik dalam segi teknologi, informasi dan birokrasi.

Kerja Sama Sister City Antara Surabaya dan Kitakyushu


Sebagai Langkah dalam mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Kota Surabaya
berinisiatif untuk bekerja sama sister city dengan Kota Kitakyushu, Jepang. Salah satu alasan
pemilihan Kota Kitakyushu adalah karena pada 1960, Kota Kitakyushu memiliki problem yang
kurang lebih sama dengan Surabaya dan berhasil diatasi. Kota Kitakyushu pernah mengalami
permasalahan lingkungan dan berhasil diatasi oleh pemerintah Kota Kitakyushu dan merupakan
kota di Jepang yang pertama kali mendapatkan penghargaan menjadi kota United Nations
Environmetal Programs (UNEP) Global 500 Award. Pemerintah kota Surabaya menyadari
bahwa akan sulit menyelesaikan masalah sampah karena keterbatasan kemampuan dan
teknologi. Oleh karena itu Surabaya membutuhkan partner yang sudah berpengalaman untuk
membantu menyelesaikan masalah tersebut, yaitu kota Kitakyushu yang sudah berpengalaman
menguraikan permasalahan di kota tersebut.
Pada dasarnya kerjasama oleh Surabaya dengan Kitakyusu dimulai sejak lama yaitu pada
tahun 1997, kerjasama ini dimulai pada saat Kitakyusu mengadakan “Joint Declaration of The
Kitakyusu Conference on Enviromental Cooreration among Cities in the Asian Region” yaitu
konferensi mengenai lingkungan yang diadakan oleh Pemerintah Kota Kitakyusu dengan
mengajak negara-negara di Asia Tenggara pada tahun 1997.
Dalam setiap kerjasama, masing-masing aktor memiliki kepentingannya sendiri. Jika
kepentingan Surabaya adalah untuk mempelajari cara Kitakyushu dalam mengolah sampah,
kepentingan Kitakyushu dalam kerjasama sister city ini adalah menjadi pusat Asia untuk
masyarakat rendah karbon. Dengan terlibat dalam kerjasama city to city, Kitakyushu akan
mengembangkan interaksi yang berfokus pada hubungan antar kota, hal tersebut akan
membantu Jepang mendapatkan rasa hormat dari masyarakat internasional untuk
berkontribusi pada penciptaan kota hijau di Asia (City of Kitakyushu 2016).
Pada tahun 2012 bulan November, terbentuklah sebuah kerjasama paradiplomasi oleh
Pemerintah Kota Surabaya dengan Pemerintah Kota Kitakyushu bertajuk Green Sister City yang
ditandai dengan penandatangan MoU Sister City of Surabaya Kitakyushuin Surabaya Green
Sister City oleh kedua Walikota. MoU tersebut berisikan tentang Surabaya Green City dengan

5
tiga aspek utama yaitu mewujudkan masyarakat hijau (Green Society), mengembangkan daur
ulang dan capacity building yang berfokus pada lingkungan. Selama tahun 2012 hingga tahun
2019, Pemerintah Kota Surabaya dan Kitakyushu telah melakukan hubungan kerjasama
dengan membuat program-program untuk mewujudkan Surabaya menjadi Kota Hijau. Program-
program tersebut diantaranya: Konsep Kota Rendah Karbon danProgram Daur Ulang; Water
Management; Penggalian Potensi Kota; Pengolahan Air Minum; Pengelolaan Sumber
Energi; Penanggulangan Demam Berdarah; Pelestarian Hutan dan Pengembangan Ekowisata.
(Kerja Sama Surabaya n.d.)
Pada tahun 2016, MoU sister city antara Surabaya dan Kitakyushu diperpanjang untuk
menjalankan sejumlah progam Green City dalam mewujudkan Surabaya Green City untuk
mengatasi persoalan lingkungan dan kebutuhan kota Surabaya. Guna mewujudkan
Surabaya Green City tersebut maka kemudian disusunlah program kerja melalui kerangka sister
city sebagaimana berikut: 2012 Konsep Kota Rendah Karbon dan progam daur ulang, 2013
Water Management, 2014 Penggalian Potensi Kota, 2015Pengolahan Air Minum, 2016
Pengelolaan Sumber Energi, 2017 Penanggulangan Demam Berdarah, 2018 Pelestarian Hutan
dan Pengembangan Ecowisata.

Kesimpulan
Aktivitas paradiplomasi telah banyak dilakukan untuk meningkatkan kerjasama, salah
satunya melalui sister city untuk mempererat hubungan bilateral, seperti yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kota Kitakyushu. Kerjasama yang dilakukan
kedua kota berfokus pada bidang lingkungan yang bertajuk “Green Sister City Surabaya-
Kitakyushu”. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Surabayadan Kitakyushu telah menyusun
program-program, diantaranya: Konsep Kota Rendah Karbon dan Program Daur Ulang; Water
Management; Penggalian Potensi Kota; Pengolahan Air Minum; Pengelolaan Sumber Energi;
Penanggulangan Demam Berdarah; Pelestarian Hutan dan Pengembangan Ekowisata.

6
Referensi
City of Kitakyushu. 2016. “Creating Green Cities In Asia Through Intercty Cooperation.”
Retrieved
(https://www.env.go.jp/earth/cop/cop22/common/pdf/event/08/01_presentation4.pdf.).
Kementrian Dalam Negeri. 2019. Data Pokok Kemendagri.
Kerja Sama Surabaya. n.d. “Kerjasama Surabaya-Kitakyushu, Bagian Administrasi Kerjasama
Kota Surabaya.” Retrieved (www.kerjasama.surabaya.go.id.).
Kuznetsov. 2014. Theory and Practice of Paradiplomacy, Theory and Practice of
Paradiplomacy.
Mukti, Takdir Ali. 2013. Paradiplomasi Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda Di Indonesia.
Yogyakarta: The Phinisi Press.
Pandia. 2012. “Kerja Sama Surabaya-Kitakyushu Lebih Komprehensif.” Kompas.Com.
Retrieved December 25, 2022
(https://regional.kompas.com/read/2012/11/12/19522614/Kerja.Sama.Surabaya-
Kitakyushu.Lebih.Komprehensif?page=all ).
Sinaga. 2010. Otonomi Daerah Dan Kebijakan Publik : Implementasi Kerjasama Internasion.
Bandung: Lepsindo.
Sistercity. n.d. “What Is a Sister City.” Sistercity.Org. Retrieved (https://sistercities.org/about-
us/what-is-a-sister-city-3/).
Tavaers, Rodirgo. 2016. Paradiplomacy Cities and States Global Players. Oxford: Oxford
University Press.
tempo. n.d. “Menteri LHK Tanggapi Dua Masalah Pemkot Surabaya.” Temp.Co. Retrieved
December 26, 2022 (https://nasional.tempo.co/read/1067447/menteri-lhk-tanggapi-dua-
masalah-pemkot-surabaya).

You might also like