You are on page 1of 41
BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia dan merupakan modal setiap warga negara dan setiap bangsa dalam mencapai tujuannya dan mencapai kemakmuran. Seseorang tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya jika dia berada dalam kondisi tidak sehat. Sehingga kesehatan merupakan modal setiap individu untuk mencruskan kehidupannya secara layak. (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan) Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan dirumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Menurut PERMENKES No 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yangdipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefamasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan keahlian dibidang kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian i rumah sakit, Maka dilaksanakan praktek kerja program studi D3 farmasi di rumah sakit. 12 Tujuan 1 Meningkatkan pemahaman calon Abli Madya farmasi tentang peran, fungsi dan tanggung jawab seorang tenaga kefarmasian dalam praktek kefarmasian di rumah sakit. Membekali calon Abli Madya farmasi agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku (professionalism) serta wawasan dan pengalaman nyata (reality) di rumah sakit. Memberikan kesempatan kepada calon Abli Madya farmasi untuk melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan farmasi di rumah sakit. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem/solving) praktik dan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit, Mempersiapkan calon Ahli Madya farmasi agar memiliki sikap dan perilaku yang profesional untuk memasuki dunia kerja di rumah sakit. 6 Memberi kesempatan kepada calon Abii Madya farmasi untuk belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang berada di rumah sakit. 7 Memberi kesempatan kepada calon Ahli Madya farmasi untuk belajar pengalaman praktek kefarmasian di rumah sakit dalam kaitan dengan peran, tugas, dan fungsi farmasi dalam bidang farmasi rumah sakit. 1.3 Manfaat 1 Manfaat Bagi Mahasiswa a. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab seorang tenaga tekhnis kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit. b. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di rumah sakit. c. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di rumah sakit. d. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi seorang tenaga tekhnis kefarmasian yang professional. 2 Manfaat Bagi Rumah Sakit a. Menjalin kerja sama yang baik antara Rumah Sakit dengan Institusi perguruan tinggi, b. Membantu pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. 3 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi a ‘Mengikat kerja sama yang baik antar pihak perguruan tinggi dan intansi atau Rumah Sakit. ‘Menjadikan lulusan yang siap kerja dan kompeten di bidang kefarmasian. Meningkatkan mutu mahasiswa dalam bidang farmasi. BAB IT TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan keschatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI, 2014). 1. Peraturan Perundangan sebagai Dasar Rumah Sakit eraturan perudang-undangan terkait rumah sakit terdapat pada : a. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. ¢. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, Rumah sakit menjadi salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian berdasarkan bahwa fasilitas pelayanan kefarmasian adalah yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, Klinik, toko obat. d. — Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 56 tahun 2014 tentang klasifikasi Rumah Sakit dan Perizinan Rumah sakit. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 12 Tahun 2012 tetang Akreditasi Rumah Sakit. Akreditasi Rumah Sakit, selanjutnya disebut Akreditasi, adalahpengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 77 tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit. 2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Dalam menjalankan tugasnya sebagai tempat pelayanan keschatan perorangan, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut: a Penyelenggaraan pengobatan dan pemulihan Kesehatan sesuai dengan standar pelayanan RS. Pemeliharaan dan peningkatan Kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripuma tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. 3. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. —Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan keschatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Permenkes, 2014). Klasifikasi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit dibedakan berdasarkan jenis pelayanna yang diberikan dan berdasarkan pengelolaan Rumah Sakit. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah sakit dikategorikan dalam : a. Rumah Sakit Umum, yaitu memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. Rumah Sakit Khusus, yanitu memberikan pelayanan untama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya, Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan keschatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan RS. 1) Klasifikasi rumah sakit umum, terdiri atas : a) Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain, dan 13 subspesialis. b) Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain, dan 2 spesialis dasar. ) Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang medik. 4) Rumah sakit uum kelas D Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik paling sedikit 2 spesialis dasar (1). Rumah sakit umum kelas D terdiri dari: a) Rumah sokit umum kelas D b) Rumah sakit umum kelas D pratama (Permenkes, 2016) 2) Klasifikasi rumah sakit khusus, terdiri atas : a) Rumah sakit khusus kelas A Rumah sakit khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. b) Rumah sakit khusus kelas B Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. c) Rumah sakit khusus kelas C. Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal. Klasifikasi Rumah Sakit selanjutnya dibedakan berdasarkan pengelolaannya rumah sakit yang dapat dibagi menjadi : 1, Rumah Sakit Publik, yaitu rumah sakit yang dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba, Rumah sakit publik yang dikelola pemeritah dan pemerintah daerah disclengarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit privat. Profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero (Depkes RI, 2009). 2. Rumah Sakit Privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero (DepkesRI, 2009). . Rumah Sakit pendidikan menurut peraturan pemerintah republik Indonesia pasal 1 nomor 93 tahun 2015, Rumah Sakit Pendidikan adalah Rumah Sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan Kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi, pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi. Dalam rumah sakit ini, residen melakukan pelayanan atau perawatan pasien dibawah pengawasan staf medik di rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004). 4. Rumah sakit non pendidikan merupakan rumah sakit yang tidak ‘memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas (Siregar dan Amalia, 2004), 4, Struktur Organisasi Rumah Sakit Perancangan struktur organisasi rumah sakit meliputi penekenan pada proses pelayanan inti (strategic), peningkatan integrasi berbagai kegiatan (synchronized), penghapusan birokrasi yang berlebihan (small or Jean), pengurangan kompleksitas (simple) dan peningkatan kecepatan untuk memberikan pelayanan (speedy). Berikut pembagian struktur berdasarkan kelas Rumah Sakit : 1) Struktur Rumah Sakit Umum Kelas A. a b. Seorang Direktur Utama Direktur utama membawahi 4 Direktorat Masing — masing Direktorat terdiri paling banyak 3 bidang Masing — masing Bidang terdiri paling banyak 3 Seksi Masing — masing Bagian terdiri paling banyak 3 Subbagian 2) Struktur Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan a. Seorang Direktur Utama b. _ Direktur utama membawahi paling banyak 3 Direktorat c. Direktorat membawahi paling banyak 3 Bidang atau 3 Bagian d. Masing - masing bidang terdiri paling banyak 3 Seksi 3) Struktur Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan a, Seorang Direktur Utama b. _ Direktur membawahi paling banyak 2 Direktorat cc. Masing - masing Direktorat terdiri dari paling banyak 3 Bidang . — Masing - masing Bidang terdiri paling banyak 3 Seksi e. Masing - masing Bagian terdiri paling banyak 3 Subbagian 4) Struktur Rumah Sakit Umum Kelas C a. Seorang Direktur b. Direktur membawahi paling banyak 2 Bidang dan 1 Bagian 5) Struktur Rumah Sakit Umum Kelas D a. Seorang Direktur b. _ Direktur membawahi 2 Seksi dan 3 Subbagian c. Masing - masing Bidang terdiri paling banyak 3 Seksi d. — Bagian terdiri paling banyak 3 Subbagian 6) Struktur Rumah Sakit Khusus Kelas A Seorang Direktur Utama Direktur Utama membawahi paling banyak 4 Direktorat, Masing - masing Direktorat terdiri paling banyak 3 Bidang Masing - masing Bidang terdiri paling banyak 3 Seksi Masing - masing Bagian terdiri paling banyak 3 Subbagian 7) Struktur Rumah Sakit Khusus Kelas B Seorang Direktur Utama Direktur Utama membawahi paling banyak 2 Direktorat Masing - masing Direktorat terdiri dari 2 Bidang atau 2 Bagian Masing - masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 Seksi Masing - masing Bagian terdiri dari paling banyak 3 ‘Subbagian 8) Struktur Rumah Sakit Khusus Kelas C a b. Seorang Direktur Direktur membawahi 2 Seksi dan 3 Subbagian 2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian. 1 Peraturan Perundangan sebagai Dasar Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi farmasi dalam menjalankan praktik kefarmasian di rumah sakit berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No 72 tahun 2016 tentang pelayanan kefarmasian di Rumah sakit mengikuti standar pelayanan kefarmasian, Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 bahwa standar pelayanan kefarmasian menjadi tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di Rumah sakit pasal 3 ayat 1 meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat keschatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan Selain Peraturan Mentri Kesehatan No 72 tahun 2016, Jandasan hokum lain terkait instalasi farmasi rumah sakit yaitu: ) UUNo. 36 tahun 2009 tentang Keschatan b) UUNo. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit c) UUNo. 35 tahun 2009 tentang Narkotika 4) UUNo. 05 tahun 1997 tentang Psikotropika ) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tabun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan g) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1439 tahun 2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan 2. Tugas dan Fungsi Instalasi Rumah Sakit Tugas Instalasi Farmasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang ‘Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi: a) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi; b) Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien; ) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko; d) Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien; ) Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi; f) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan —serta pengembangan pelayanan kefarmasian Sedangan fungsi dari instalasi farmasi, meliputi: 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai. 2. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit. 3. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat ‘Kesehatan, dan bahan Medis habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal. 4. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan bahan Medis Habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. 2 12, Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Keschatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu, ). Melaksanakan pelayanan Obat unit dose /dosis schari. . Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan). Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi_ masalah yang terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. . Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan, 14, Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. 15. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Keschatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh scorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun. Selain Apoteker Instalasi Farmasi juga harus memiliki tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sekit. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker. Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit, Penyelenggarsan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung oleh pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien. -Pengorganisasian _harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta nubungan koordinasi di dalam maupun di luar Pelayanan Kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Contoh stuktur organisasi instalasi farmasi sebagai berikut: Kopala Tustalast Lanniasé Rumah Sakit Adhninistrasi ERS ee Pengelal Perbekala ‘armas Manajemen Mutu Gambar 2.1 Contoh Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit 4, Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Keschatan (Permenkes) No.72 tahun 2016, meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat keschatan dan bahan medis habis pakai; dan pelayanan farmasi klinik (Menteri Kesehatan RI, 2016). Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan Dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang cefektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Proses pengelolaan tersebut menurut undang-undang No.44 tahun 2009 harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu (Menteri Kesehatan RI, 2016). Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi: a. Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan dilakukan berdasarkan: formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi; Standar Sediaan farmasi, alat keschatan, dan BMHP yang telah ditetapkan; Pola penyakit; Efektifitas dan keamanan; Pengobatan berbasis bukti; Mutu ; Harga; dan Ketersediaan di pasaran (Menteri Kesehatan RI, 2016). b. Perencanaan Kebutuhan Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Tujuannya untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi. Metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Perencanaan harus 20 mempertimbangkan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan, dan rencana pengembangan (Menteri Kesehatan RI, 2016). Pengadaan Pengadaan _merupakan —kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutubkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Proses pengadaan harus menyesuaikan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan schingga harus melibatkan tenaga kefarmasian (Menteri Kesehatan RI, 2016). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan, yaitu bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa, bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS), sediaan Farmasi, alat kesehatan, & BMHP harus mempunyai Nomor Izin Edar, serta Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali vaksin, 21 reagensia, dan lain-lain. Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian, produksi sediaan farmasi dan sumbangan/dropping/hibah (Menteri Kesehatan RI, 2016). Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik (Menteri Kesehatan RI, 2016). Penyimpanan Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP (Menteri Kesehatan RI, 2016). Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi ‘manajemen, Selain itu, khusus untuk penyimpanan Sediaan farmasi, alat keschatan, dan BMHP yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan Khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi_ kegawatdaruratan, Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian (Menteri Kesehatan RI, 2016). Pendistribusian Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/ menyerahkan perbekalan farmasi dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada serta metode sentralisasi atau desentralisasi (Menteri Kesehatan RI, 2016). Sistem distribusi di unit pelayanan yang dapat dilakukan dengan sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock), sistem resep perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi. Sistem floor stock digunakan untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh 23 Instalasi Farmasi. Sistem resep perorangan didasarkan atas resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi. Sistem unit dosis berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Biasanya digunakan untuk pasien rawat inap karena tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%. Sistem Kombinasi digunakan untuk pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a+batau b +c ataua +c (Menteri Kesehatan RI, 2016). Pemusnahan dan Penarikan Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Sedangkan penarikan Alat Kesehatan dan BMHP dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan farmasi, alat keschatan, dan BMHP bila produk tidak memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan, dan/atau dicabut izin edarya (Menteri Kesehatan RI, 2016). Pengendalian Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan perbekalan farmasi diantaranya Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP. Pengendalian penggunaan perbekalan farmasi dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving), evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock) serta melakukan stock opname secara periodi dan berkala (Menteri Kesehatan RI, 2016). Administrasi Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari pencatatan dan pelaporan, administrasi keuangan, dan administrasi penghapusan terhadap Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP (Menteri Kesehatan RI, 2016) Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi Klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping (Menteri Kesehatan RI, 2016). Kegiatan Pelayanan farmasi Klinik menurut permenkes meliputi: 1) Pengkajian dan Pelayanan Resep Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa, adanya masalah terkait Obat dengan cara melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis. Persyaratan administrasi yang harus ada dalam resep meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien; nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter; tanggal Resep; Ruangan/unit asal resep. Persyaratan Farmasetik meliputi nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan Jumlah obat, stabilitas, dan aturan dan cara penggunaan. Persyaratan Klinik 26 meliputi ketepatan indikasi, dosis dan waktu Penggunaan obat; duplikasi pengobatan; alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki; kontraindikasi; interaksi obat (Menteri Kesehatan RI, 2016). 2) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat penggunaan bat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien (Menteri Kesehatan RI, 2016). 3) Rekonsiliasi Obat Rekonsiliasi Obat merupakan —_ proses, membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Tujuan untuk memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan; mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak _terdokumentasinya instruksi dokter dan tidak terbacanya instruksi dokter (Menteri Kesehatan RI, 2016) 4) Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan Kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan Jainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. Pelayanan Informasi Obat (PIO) bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga keschatan di RS dan pihak lain di luar Rumah Sakit; menyediakan informasi untuk membuat Kebijakan yang berhubungan dengan perbekalan farmasi terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi ; menunjang penggunaan Obat yang rasional (Menteri Kesehatan RI, 2016). 5) Konseling Konseling Obat adalah suatuaktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (Konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Pemberian konseling Obat bertujuan ‘untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan tisiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan 28 meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhimya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety) (Menteri Keschatan RI, 2016) 6) Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi Klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan ROTD, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional keschatan lainnya. Visite yang dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) (Menteri Kesehatan RI, 2016) 7) Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu. proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien, Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat 79 yang Tidak Dikehendaki (ROTD) (Menteri Kesehatan RI, 2016) 8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi, Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Tujuannya untuk menemukan ESO sejak dini, menentukan jumlah ESO yang baru atau sudah dikenal, mengetahui faktor penyebab ESO, meminimalkan risiko dan mencegah reaksi obat yang tidak diinginkan (Menteri Kesehatan RI, 2016). 9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) untuk memperoleh gambaran pola penggunaan obat saat ini, membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat, dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat (Menteri Kesehatan RI, 2016). 10) Dispensing Sediaan Steril Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Tujuannya untuk menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat (Menteri Kesehatan RI, 2016). 11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari ‘Apoteker kepada dokter. Tujuannya untuk mengetahui 31 Kadar Obat dalam Darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat (Menteri Kesehatan RI, 2016) 2.3, Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tyjuan Instalasi Farmasi. Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi Klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apotcker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien (Menteri Kesehatan RI, 2016). Penghitungan kebutuban Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi Klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutubkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker. 2.4, Panitia Farmasi dan Terapi 1) Tujuan dan Sasar PFT 32 Panitia/komite Farmasi dan Terapi merupakan unit kerja yang memberikan rekomendasi kepada pimpinan RS menggenai kebijakan penggunaan obat di RS.Panitia/komite Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk RS besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Tujuan dari PFT adalah : a) Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya. b) Melengkapi staf professional di bidang keschatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan Penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan. (Permenkes, 2016). 2) Fungsi PFT Berikut dibawah ini merupakan fungsi serta ruang lingkup Panitia Farmasi dan Terapi (Permenkes, 2014) : a) Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihanobat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama 33 b) PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis. ©) Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus. a Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. ¢) Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di Rumah Sakit denganmengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional. f) Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat. g) Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat. 34 3) Tugas PFT Panitia/komite Farmasi dan Terapi mempunyai tugas di Rumah Sakit (Permenkes, 2016) yaitu : a) Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat b) Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam formularium RS ©) Mengembangkan standar terapi 4) Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat ¢) Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional f) Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki g) Mengkoordinir penatalaksanaan medication error h) Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat. 4) Stuktur Organisasi PFT Panitiaykomite Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah apoteker dan sebaliknya (Permenkes, 2016). 5) Tanggung Jawab PFT Tanggungjawab PFT yaitu memberikan rekomendasi pada pimpinan Rumah Sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan 35 penggunaan obat secara rasional. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium Rumah Sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat tethadap pihak-pihak yang terkait-Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut (Permenkes, 2016).. 2.5, Central Sterile Supply Department (CSSD) Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan keschatan berupaya untuk mencegah resiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi rumah sakit. Pusat Sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, Pusat Sterilisasi sangat bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik, maupun instalasi antara lain perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan sarana rumah sakit, sanitasi dan lain-lain. 1) Tyjuan Pusat Sterilisasi a, Membantu unit lain di rumah sakit yang membutubkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi. 36 4. Menyiapkan campuran bahan-bahan kimia dalam keadaan kering yang akan dilarutkan dengan volume tertentu air suling kemudian dikemas dan disterilisai oleh CSSD. 2.6.Profil RSU Kabupaten Tangerang 1, Sejarah RSU Kabupaten Tangerang Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang adalah rumah sakit Kelas B pendidikan sebagai rujukan regional sesuai keputusan Direktur Jendral bina upaya kesehatan No HK.02.03/1/0363/2015, saat ini RSU Kabupaten Tagerang menempati Jahan seluas 4,1 hektar dengan jumlah tempat tidur sebanyak 428 dan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) sebanyak 1.360 pegawai dan sudah memperoleh akreditasi paripumna dari KARS. Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang pertamakali didirikan pada tahun 1928 dengan menempati sebuah ruangan bui atau penjara yang bekas lahannya sekarang menjadi lokasi mesjid agung Al-lttihad dan mempunyai 12 tempat tidur. Tahun 1932 lokasi RSU Kabupeten Tangerang pindah ke gedung bekas Bank di Jl. Daan Mogot No 3 dengan kapasitas 40 tempat tidur, pada tahun 1946 RSU Kabupaten Tangerang dievakuasi ke wilayah Balaraja, pada tahun 1950 setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia, RSU Kembali berlokasi di JI. Daan Mogot Tangerang yang bergabung dengan rumah sakit bekas NICA dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Umum (RSU). Kemudian tahun 1959 mulai direncanakan Pembangunan sebuah rumah sakit baru dlokasi sekarang yang berada di JL Ahmad Yani No.9 Tangerang yang bersebelahan dengan gedung Sekolah Djuru Rawat (SDK) Kementerian Kesehatan, Pada permulaan tahun 1964 Menteri Kesehatan Prof. dr. Satrio menyerahkan gedung SDK kepada pemerintah daerah Kabupaten Tangerang . Tanggal 5 mei 1964 RSU Tangerang pindah dari JI. Daan Mogot ke lokasi baru di JI. Ahmad Yani No.9 dan menggunakan gedung bekas SDK sebagai tempat perawatan dengan kapasitas 46 tempat tidur. Sedangkan gedung kantor yang baru untuk ruang tata usaha, poliklinik umum, bedah, apotik serta laboratorium. Dan pada tanggal 5 mei 1964 ditetapkan sebagai hari jadi RSU Kabupaten Tangerang dengan keputusan Direktur No 250/1381/V/1983 yang ditandai dengan digunakannya rumah sakit yang berlokasi di JI. Jendral Ahmad Yani No.9 Tangerang. Tahun anggaran 1968/1970 RSU Kabupaten Tangerang mulai dikembangkan secara bertahap dengan biaya dari APBD Tk I dan 'APBN sehingga sekarang RSU Kabupaten Tangerang mempunyai bangunan dengan juas keseluruhannya 11.289,75 m2 yang berdiri datas tanah seluas 37.000 m2. Pada tanggal 15 desember 1993 status SU Kabupaten Tangerang ditingkatkan dari kelas C menjadi B non pendidikan dengan kapasitas sebanyak 337 tempat tidur dan melayani 23 jenis keahliah/spesialis. Kemudian pada tanggal 18 maret 2013 41 berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK.02.03/1/0501/2013 RSU Kabupaten Tangerang ditingkatkan menjadi rumh sakit kelompok B pendidikan satelit FKUI (Fakultas Kedokteran Universita Indonesia). . Visi, Misi, Falsafah' dan Motto RSU Kabupaten Tangerang a. Visi RSU Kabupaten Tangerang “Rumah Sakit Modern, Unggul dan Terpercaya” b. Misi RSU Kabupaten Tangerang 1) Memberikan pelayanan Kesehatan perorangan yang professional, santun dan berdaya saing tinggi. 2) Memberikan pelayanan unggulan didukung dengan peralatan canggih untuk antisipasi_tuntutan lingkungan dan perkembangan penyakit. 3) Mengembangkan kerja sama dengan institusi pendidikan kedokteran dan Kesehatan untuk mendukung pendidikan dan penelitian dibidang kedokteran dan keschatan. c. Falsafah RSU Kabupaten Tangerang "Memberikan Pelayanan Melebihi Harapan Pelanggan" d. Motto RSU Kabupaten Tangerang "Kami Ada Untuk Anda" . Nilai-nilai Budaya Kerja RSU Kab Tangerang Nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi RSU Kabupaten Tangerang merupakan nilai-nilai yang harus dianut dan diterapkan 42 dalam sikap dan perilaku seluruh jajaran pegawai rumah sakit dalam menjalankan semua kegiatan. “| CARE” I: Integritas a. Dapat dipercaya b. Jujur c. Bertanggung jawab d, Amanah e. Disiplin f. Bermartabat C: Cakap Setiap personil baik dokter maupun paramedis dan pegawai terus menjaga kecakapan agar dapat menjalankan fungsi secara profesional. Kegiatan rumah sakit yang inovatif menunjukkan bahwa setiap jajaran pegawai harus dapat memberikan kontribusi secara optimal bagi peningkatan kinerja rumah sakit dan peka terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat/pasien. A: Akuntabel Sebagai BLUD maka RSU harus dapat mendayagunakan seluruh sumber daya untuk mencapai kinerja optimal dan dapat dipertanggung jawabkan. Keberhasilan dalam mencapai visi dan misi rumah sakit tidak lepas dari kebersamaan komitmen dari seluruh anggota organisasi. Kesepakatan yang terjalin dari seluruh 3 anggota organisasi akan menciptakan hubungan yang harmonis untuk mencapai visi dan misi yang telah dicanangkan. R: Responsif dibudayakan melebihi sikap lainnya. Kegiatan di rumah sakit harus didukung oleh pegawai yang profesionalisme dan senantiasa memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat/pasien dengan dilandasi prinsip-prinsip good governance, Dengan demikian setiap program/kegiatan rumah sakit harus direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat agar mencapai hasil yang maksimal. E: Efisien Menjamin terselenggaranya pelayanan keschatan kepada masyarakat atau pasien dengan menggunakan sumber daya rumah sakit yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.

You might also like