You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/281491511

Pengaruh Infiltrasi terhadap Perubahan Parameter Tanah Jenuh Sebagian


dalam Analisis Stabilitas Lereng

Thesis · February 2014

CITATIONS READS

0 3,951

1 author:

Heriansyah Putra
Bogor Agricultural University
75 PUBLICATIONS 530 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Heriansyah Putra on 23 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pengaruh Infiltrasi terhadap Parameter Tanah Jenuh Sebagian
dalam Analisis Stabilitas Lereng
Heriansyah Putra
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
heriansyah.putra@mail.ugm.ac.id

Ahmad Rifa’i
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
ahmad.rifai@tsipil.ugm.ac.id

Joko Sujono
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
jsujono@yahoo.com

ABSTRACT

Infiltration causes the soil condition changes, from unsaturated to saturated, so that matric suction increase
until zero and become positive pore water pressure. Pore water pressure decreases normal stress and soil shear
strength, so that safety factor of the slope is reduced. The aim of this research is analysis effect of infiltration to
unsaturated soil parameters change as matric suction, degree of saturated, shear strength parameters and safety
factor of the slope. The laboratory test of matric suction uses filter paper method. This results are fitting soil water
characteristic curve parameters with SoilVision program. Hydraulic conductivity function analysis uses Brooks and
Corey’s equation (1964). Rainfall intensity analysis uses WindRose program and is obtained dominant rainfall
duration. This results are used for rainfall models in infiltration analysis with modified Green Ampt infiltration
method. Pore water pressure change analysis uses SEEP/W program and is used as parameters in shear strength
parameters change analysis in slope stability analysis uses SLOPE/W program. Infiltration analysis indicates that
the highest cumulative infiltration is caused by rainfall model III, namely average rainfall with longtime duration,
meanwhile, average rainfall and high intensity rainfall in same duration (rainfall model I and rainfall model II)
cause cumulative infiltration that relative similar. The pore water pressure change are significantly in initial rain
season. The critic condition of the slope reaches if intensity rainfall 40 mm/day occurs during 15 days in October.

Keywords: unsaturated soil, infiltration, pore water pressure, slope stability

I. PENDAHULUAN Permasalahan utama aplikasi konsep tanah


jenuh sebagian dalam analisis yaitu dalam penentuan
Infiltrasi menyebabkan perubahan kondisi tanah parameter tanahnya. Menurut Fredlund et al (1997),
dari kondisi jenuh sebagian (unsaturated) menjadi terdapat beberapa pendekatan untuk menentukan
jenuh (saturated), akibatnya tekanan air pori negatif parameter tanah jenuh sebagianseperti menggunakan
(suction) berkurang hingga mencapai nol pada saat tes laboratorium dan knowledge-based system.
tanah jenuh sempurna dan berubah menjadi tekanan
air pori positif pada tanah yang berada di bawah posisi II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN
muka air tanah. Dengan naiknya tekanan air pori, TEORI
maka tegangan normal tanah akan berkurang dan
mengakibatkan turunnya kuat geser tanah, sehingga A. Matric Suction
stabilitas tanah berkurang (Hardiyatmo, 2006). Matricsuction merupakan selisih antara tekanan
Metode analisis stabilitas lereng secara umum udara pori (ua) dengan tekanan air pori (u w).
sering mengabaikan pengaruh tingkat kejenuhan tanah Pengujian matric suction dilakukan dengan dengan
berupa suction. Dalam analisis stabilitas lereng tanah metode filter paper berdasarkan ASTM D 5298–03.
dianggap dalam kondisi jenuh atau kering, hasil Pada dasarnya metode filter paper berdasarkan pada
analisis faktor aman lereng pun sering tidak akurat asumsi bahwa sebuah filter paper akan mendatangkan
karena mengabaikan pengaruh suction. keseimbangan dengan tanah yang mempunyai matric
suction tertentu. Keseimbangan dapat dicapai oleh

1
liquid atau perubahan kelembaban antara tanah dan volumetric water content ( w), kadar air gravimetric
filter paper. Ketika terjadi kontak langsung antara (w), atau derajat kejenuhan (S). SWCC juga sering
filter paper dengan sampel tanah, diasumsikan bahwa diartikan sebagai retention curve atau volumetric
aliran air dari tanah ke paper terjadi hingga water content curve yang menggambarkan
keseimbangan tercapai. kemampuan tanah untuk menyimpan dan melepaskan
Menurut Ho dan Fredlund (1982) dalam air.
Ambramson (1995) peningkatan kuat geser tanah SWCC memberikan gambaran tentang
akibat tekanan air pori negatif dapat dijelaskan distribusi ukuran butir tanah dan informasi penting
dengan persamaan berikut: mengenai hidrolik, sama seperti karakteristik mekanik
= +( ) tan (1) dan perilaku tanah jenuh sebagian (Leroueil dan
dengan: Hight, 2003). Banyak sifat tanah yang bisa diperoleh
dari SWCC, seperti kuat geser tanah, koefesien
c : kohesi tanah (kN/m2), permeabilitas dan derajat kejenuhan.
c’ : kohesi efektif (kN/m2 ),
(ua-uw) : matric suction (kN/m2),
b
: Sudut gesek internal relatif
terhadap matric suction (o).
Fredlund dan Rahardjo (1993) mengusulkan
persamaan kuat geser tanah pada kondisi jenuh
sebagian seperti berikut.
c' ( ua ) (u a u w ) tan
(2)
dengan:
( ) : tekanan normal pada bidang runtuh
(kN/m2),
= : parameter derajat kejenuhan. Gambar 2.1 :Volumetric water content functions
(Fredlund. Et al.,1996)
Sementara itu, Rifa’i (2011) mengusulkan suatu
hubungan non-linier antara kohesi dan matric sution, C. WindRose
seperti persamaan berikut:
Analisis curah hujan dilakukan dengan
c c' rc ((u a u w ) (u a uw )b ) pa (3) menggunakan program WindRose. Program ini
merupakan program yang biasanya digunakan dalam
3 (3 sin ' ) (4) perencanaan dan perancangan bandar udara yaitu
rc rk
6 cos ' untuk menentukan arah landasan pacu yang
dengan : memungkinkan di lokasi rencana pembangunan
rc : perubahan parameter kohesi, tersebut. Penentuan arah landasan pacu ini didasarkan
c’ : kohesi tanah jenuh (kN/m2), pada data arah dan kecepatan angin. Dari data tersebut
s : matric suction (kN/m2), dapat diperoleh pendekatan terbaik untuk mengetahui
se : air-entry value (kN/m2), karakteristik dan pola arah angin di lokasi rencana
pa : tekanan atmosfer (kN/m2), (Triatmodjo,1996). Dalam penelitian ini program
rk : perubahan parameter, WindRose digunakan untuk menentukan durasi
’ : sudut gesek internal tanah jenuh (0). hujan dominan yang terjadi di lokasi penelitian
berdasarkan data hujan jam-jaman selama 15
B. Soil Water Characteristic Curve(SWCC) tahun.
SWCC merupakan hubungan antara matric
suction dengan gravimetric water content, volumetric D. Green Ampt Infiltration Method
water content atau derajat kejenuhan seperti pada Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari
Gambar 2.1. SWCC merupakan salah satu parameter permukaan ke dalam tanah (Chow, et al., 1988).
utama yang digunakan untuk pemodelan aliran air Adapun kapasitas infiltrasi merupakan kapasitas
tanah (Xiaoli, et al., 2011). SWCC merupakan kurva maksimum rata- rata air yang bisa masuk ke dalam
yang menggambarkan hubungan jumlah air dalam tanah. Infiltrasi mencakup tiga proses berurutan yang
tanah yang mempengaruhi perubahan suction tanah tidak dapat dipisahkan, yaitu proses masuknya air di
(L’Heureux, 2005). Jumlah air biasa diartikan sebagai permukaan tanah, diikuti proses aliran air dalam

2
tanah, dan perubahan tampungan dalam tanah (Harto, sedangkan ,infiltrasi kumulatif berdasarkan waktu
2000). ponding dapat dihitung berdasarkan persamaan
berikut.
Green dan Ampt mengembangkan pendekatan Untuk :t tp, maka F = i x t (8)
teori fisik yang dapat diselesaikan dengan persamaan Untuk : t>tp, makaF dihitung dengan persamaan:
analitis exact (exact analytical solution) untuk
menentukan kapasitas infiltrasi. Dalam pendekatan FCos
F k sat (t t p ) F p Ln (9)
metode Green-Ampt dikemukakan istilah front Cos Fp Cos
pembasahan, yaitu suatu batas yang jelas antara tanah
yang mempunyai kelembaban tertentu di bawah tanah
E. Pengaruh Infiltrasi terhadap Stabilitas Lereng
dengan tanah jenuh di atasnya. Front pembasahan ini
terdapat pada kedalaman L yang dicapai pada waktu t Menurut Hasrullah (2009), infiltrasi air hujan
(Chow, et al., 1988), seperti pada Gambar 2.2. menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air,
derajat kejenuhan tanah dan angka pori, semakin lama
hujan maka peningkatan yang terjadi semakin besar.
i Ponded water s ho =H
z = 0 h1= 0
Sedangkan tekanan air pori negatif dan kohesi akan
mengalami penurunan akibat adanya infiltrasi.
Keruntuhan lereng sering disebabkan oleh
Wetted zone L proses meningkatnya regangan geser atau
menurunnya tegangan geser tanah. Peningkatan kadar
air akibat hujan akan menurunkan suction tanah dan
Wetting front = f z = L h2= f +L menaikkan berat tanah (Abramson, et al.,1995).
Infiltrasi hujan menyebabkan air meresap ke
dalam lereng sehingga mengakibatkan peningkatan
berat isi tanah (peningkatan beban massa tanah),
i
berkurang atau hilangnya tegangan suction pada zona
n tidak jenuh air, peningkatan tekanan air pori di dalam
tanah, erosi internal dan perubahan kandungan
Gambar 2.2: Metode infiltrasi Green Ampt (Chow, et
mineral penyusun massa tanah pada lereng
al., 1998)
(Karnawati, 2006).
Model infiltrasi Green–Ampt dikembangkan
untuk memodelkan infiltrasi pada permukaan tanah III. METODE PENELITIAN
horizontal. Sementara itu untuk permukaan tanah A. Lokasi Penelitian
dengan kemiringan tertentu memerlukan modifikasi.
Penelitian ini dilakukan pada lereng di KM 15.9
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menghitung
sekitar Saluran Induk Kalibawang, Desa Banjararum,
infiltrasi pada permukaan tanah miring yang diajukan
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo,
oleh Chen dan Young (2006).
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti pada
Gambar 3.1.
f (t ) k sat cos (5)
Ft
Ft cos (6)
Ft ksat t ln 1
cos
Besarnya infiltrasi sangat dipengaruhi oleh
waktu ponding. Waktu ponding (tp) merupakan waktu
yang dibutuhkan oleh tanah untuk mencapai kondisi
jenuh (S=100%). Infiltrasi yang terjadi selama waktu
ponding akan sama besarnya dengan curah hujan yang
Desa
terjadi. Waktu ponding dapat dihitung dengan
persamaan berikut: Banjararum

k sat
tp (7)
i(i k sat Cos )
Gambar 3.1: Lokasi Penelitian

3
B. Prosedur Penelitian menggunakan program SEEP/W dan dijadikan
Pengujian matric suction di laboratorium sebagai parameter dalam analisis perubahan
dilakukan dengan metode filter paper. Hasil uji parameter kuat geser tanah dalam analisis
ini merupakan parameter fitting soil water stabilitas lereng menggunakan program
characteristic curve (SWCC) menggunakan SLOPE/W.
program SoilVision. Analisis hydraulic IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
conductivity function menggunakan persamaan
Brooks and Corey (1964). Analisis curah hujan A. Kondisi Lereng
menggunakan program WindRose dan diperoleh Dari hasil penyelidikan lapangan dan
durasi hujan dominan.Hasil ini dipakai untuk pengujian laboratorium maka diketahui terdapat
pemodelan hujan dalam analisis kapasitas beberapa jenis lapisan tanah pada lokasi penelitian
infiltrasi dengan Green Ampt infiltration method. seperti pada Gambar 4.1 berikut.
Analisis perubahan tekanan air pori dilakukan

Gambar 4.1: Profil lapisan tanah pada lereng Kalibawang

B. Fitting SWCC Metode Fredlund and Xing merupakan metode


Data hasil pengujian matric suction dengan fitting yang dipilih, karena nilai koefesien determinasi
metode filter paper kemudian digunakan sebagai data yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode van
fitting SWCC menggunakanprogram SoilVision Genuchen yaitu dengan R2= 0.89 pada lanau
Database sehingga diperoleh kurva Soil – Water kelempungan, R2= 0.86 pada batu lempung dan R2=
Characteristic Curve (SWCC) seperti pada Gambar 0.99 pada lempung. Selain itu nilai air entry value (se)
4.2 berikut. yang dihasilkan dua model tersebut juga relatif sama.
Hasil fitting metode Fredund and Xing ini juga
100 digunakan dalam estimasi hydraulic conductivity
Derajat Kejenuhan, S (%)

function dan perubahan matric suction untuk setiap


80 bulannya.
60
C. Analisis Curah Hujan
Analisis sebaran hujan dilakukan dengan
40 menggunakan program WindRose. Dari hasil analsis
20
diperoleh durasi hujan harian dominan pada setiap
bulannya dalam bentuk grafik “Mawar Angin” atau
0 WindRose. Dengan menggunakan data hujan jam-
0,01 1 100 10000 1000000 jaman sebagai data masukan, maka diperoleh sebaran
hujan seperti pada Gambar 4.3. Gambar tersebut
Matric Suction, Ua - Uw (kPa)
Lanau Kelempungan Batu Lempung Lempung
menunjukkan sebaran hujan dominan hasil grafik
WindRose. Sebaran hujan ditunjukkan oleh arsiran
Gambar 4.2: Soil – Water Characteristic Curve (SWCC)
warna sesuai dengan intensitasnya, sementara durasi
hujan dominan ditunjukkan oleh resultant vector yang
berupa garis putus-putus dalam grafik.

4
Gambar 4.3: Sebaran hujan hasil analisis WindRose pada bulan Februari

D. Pemodelan Hujan 2. Model hujan II


Model hujan rancangan diperoleh dari durasi Model hujan II berupa hujan maksimum rata-rata
hujan dominan hasil analisis program WindRose yang dengan durasi hujan dominan yang dihasilkan dari
dikombinasikan dengan curah hujan maksimum yang grafik mawar angin untuk setiap bulannya.
terjadi di lokasi penelitian. Model hujan rancangan 3. Model hujan III
akan digunakan dalam analisis infiltrasi, sehingga Model hujan III berupa curah hujan maksimum
diperoleh hubungan model hujan dengan infiltrasi berdurasi panjang. Model hujan III memiliki nilai
yang terjadi. hujan kumulatif yang sama dengan hujan I, hal ini
1. Model hujan I dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
Model hujan I berupa hujan maksimum dengan intensitas dan durasi hujan terhadap kapasitas
durasi dominan yang dihasilkan dari grafik infiltrasi.
WindRose untuk setiap bulannya. Adapun pemodelan hujan rancangan secara
lengkap seperti pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1: Pemodelan hujan rancangan
Model hujan rancangan
Bulan I II III
i t i t i t
Januari 7.01 2.53 6.51 2.53 2.34 7.60
Februari 4.00 2.58 6.36 2.58 1.33 7.73
Maret 4.46 2.58 5.00 2.58 1.49 7.73
April 3.53 2.27 4.53 2.27 1.18 6.80
Mei 2.74 2.04 3.49 2.04 0.91 6.13
Juni 3.60 2.49 2.39 2.49 1.20 7.47
Juli 1.91 2.76 0.87 2.76 0.64 8.27
Agustus 0.50 2.04 0.20 2.04 0.17 6.13
September 2.86 2.53 0.96 2.53 0.95 7.60
Oktober 5.26 2.44 4.00 2.44 1.75 7.33
November 7.32 2.80 6.57 2.80 2.44 8.40
Desember 4.80 2.71 6.39 2.71 1.60 8.13

5
E. Analisis Infiltrasi Tekanan Air Pori (kPa)
-200 -150 -100 -50 0 50
Banyaknya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah
138
selama hujan berlangsung dinyatakan dalam infiltrasi
136
kumulatif (F). Besarnya infiltrasi kumulatif
134
tergantung pada kondisi tanah, curah hujan dan durasi
hujan. Dari hasil analisis diketahui bahwa infiltrasi 132
130

Elevasi (m)
kumulatif yang disebabkan oleh pengaruh model
hujan III lebih besar daripada infiltrasi kumulatif yang 128
disebabkan oleh pengaruh hujan model I dan model 126
hujan II, sementara itu infiltrasi kumulatif yang 124
disebabkan oleh hujan model I dan II relatif sama. 122
Dari kondisi tersebut diketahui bahwa pada kondisi 120
tanah yang sama, maka curah hujan rata-rata berdurasi 118
lama lebih berpengaruh secara signifikan terhadap 116
kapasitas infiltrasi suatu tanah. Initial Agustus September
Oktober November Desember
F. Perubahan Tekanan Air Pori Januari Februari

Berdasarkan simulasi numeris menggunakan


Gambar 4.5: Perubahan tekanan air pori model hujan III
program SEEP/W maka diperoleh perubahan tekanan
air pori setiap bulannya. Perubahan tekanan air pori Perubahan tekanan air pori yang relatif linier
yang terjadi kemudian diplotkan pada grafik terjadi pada kondisi steady state (tanpa hujan). Pada
perubahan tekanan air pori versus kedalaman untuk bulan Agustus tekanan air pori mengalami perubahan
setiap bulannya seperti pada Gambar 4.4 dan Gambar sampai pada elevasi 127 m. Kondisi ini terjadi karena
4.5. adanya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah.
Gambar tersebut merupakan grafik perubahan Sementara itu, tekanan air pori pada kedalaman 121 m
tekanan air pori bulanan pada proses wetting (dari – 126 m terlihat masih bernilai negatif, karena
musim kemarau ke musim penghujan) untuk ketiga infiltrasi belum mencapai kedalaman tersebut,
model hujan rancangan. Secara umum terdapat sehingga tanah masih dalam kondisi jenuh sebagian.
kecendrungan perubahan tekanan air pori yang sama Perubahan tekanan air pori mulai konstan pada
dari ketiga model hujan di atas. Dari Gambar 4.5 bulan September, karena kondisi tanah sudah
terlihat bahwa nilai tekanan air pori yang terjadi relatif mengalami proses penjenuhan. Sehingga infiltrasi air
lebih besar dibandingkan Gambar 4.4. Hal ini karena ke dalam tanah akan berkurang. Ketika tanah sudah
infiltrasi yang terjadi pada model hujan III ini relatif mulai jenuh, hujan yang terjadi akan cenderung
lebih besar dari pada infiltrasi model hujan I dan menjadi aliran permukaan karena tanah sudah tidak
model hujan II. mampu lagi menyerap air.
Tekanan Air Pori (kPa)
G. Pengaruh Infiltrasi terhadap Faktor Aman
-200 -150 -100 -50 0 50
138 Infiltrasi air ke dalam tanah akan menyebabkan
136 menurunnya stabilitas lereng dan perubahan tekanan
134 air pori tanah. Pada kondisi kering, tanah memiliki
132 daya hisap (suction) atau tekanan air pori negatif.
130 Tekanan air pori negatif akan berubah apabila terjadi
Elevasi (m)

128 pembasahan tanah. Tekanan air pori yang awalnya


126 bernilai negatif akan meningkat hingga bernilai nol
124 pada kondisi tanah yang berada tepat setinggi muka
122 air tanah (MAT) dan akan bernilai positif untuk tanah
120 yang berada di bawah MAT. Perubahan tekanan air
118 pori ini juga mengakibatkan perubahan terhadap
116 parameter kuat geser tanah seperti kohesi dan kuat
Initial Agustus September
Oktober November Desember gesek internal tanah.
Januari Februari Perubahan parameter kuat geser tanah yang
Gambar 4.4: Perubahan tekanan air pori model hujan I dan terjadi akibat adanya infiltrasi seperti pada Gambar
model hujan II 4.6 sampai Gambar 4.8.

6
40 3,0

2,5
30
2,0
Kohesi, kPa

b, ( o)
20 1,5

1,0
10
0,5
0
0,0

Model I Model II Model III Rifa'i Model I Model II Model III

Gambar 4.6: Perubahan parameter kuat geser tanah pada lanau kelempungan

60 4,0
3,5
50
3,0
40
Kohesi, kPa

2,5
b, (o)

30 2,0
1,5
20
1,0
10 0,5
0,0
0

Model I Model II Model III Rifa'i Model II Model II Model III


Gambar 4.7: Perubahan parameter kuat geser tanah pada batu lempung

60 3,5
50 3,4
3,3
40
3,2
Kohesi, kPa

b, (o)

30 3,1

20 3,0
2,9
10
2,8
0 2,7

Model I Model II Model III Rifa'I Model I Model II Model III


Gambar 4.8. Perubahan parameter kuat geser tanah pada lempung

7
Gambar tersebut menunjukkan perubahan 2,00
parameter kuat geser tanah akibat adanya infiltrasi.
Secara umum kohesi mengalami penurunan seiring

Faktor Aman, SF
dengan waktu. Semakin kering tanah maka kohesi 1,50
tanah akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin
jenuh tanah maka kohesi akan semakin rendah.
Perubahan kohesi dianalisis menggunakan 1,00
metode Ho and Fredlund (1982) dan metode Rifa’i
(2011). Secara umum perubahan kohesi yang terjadi 0,50
memiliki kecendrungan yang sama. Perbedaan nilai
kohesi hanya terjadi pada awal musim hujan saja,
hasil perhitungan metode Rifa’i (2011) menghasilkan 0,00
nilai kohesi yang lebih besar dari pada hasil
perhitungan metode Ho and Fredlund (1982).
Perubahan juga terjadi pada sudut gesek
internal tanah relatif terhadap matric suction ( b). Metode Rifa'i Ho and Fredlund
Perubahan b berbanding terbalik dengan perubahan Gambar 4.9: Perbandingan Faktor aman Metode Ho
kohesi. b mengalami peningkatan seiring dengan and Fredlund (1982) dengan metode
meningkatnya derajat kejenuhan tanah. Rifa’i (2011)
Secara umum terlihat perilaku perubahan yang
sama dari parameter kuat geser tanah, perubahan Gambar di atas menunjukkan perubahan SF
secara signifikan terjadi dari kondisi initial (tanpa lereng yang terjadi dengan menggunakan parameter
hujan) sampai kondisi pada bulan Agustus, dan untuk kuat geser tanah dari dua persamaan, yaitu persamaan
selanjutnya perubahan yang terjadi relatif konstan. Ho and Fredlund (1982) dan persamaan Rifa’i (2011).
Hal ini terjadi karena pada kondisi initial sampai Secara umum SF hasil analisis dengan parameter hasil
dengan bulan Agustus terjadi perubahan tekanan air persamaan Rifa’i (2011) menghasilkan faktor aman
pori yang signifikan sehingga merubah kondisi tanah lereng yang lebih besar dari pada persamaan Ho and
dari kondisi jenuh sebagian menuju kondisi jenuh. Fredlund (1982) pada awal terjadinya hujan. Setelah
Untuk pemodelan stabilitas lereng dengan itu nilai SF lereng yang terjadi cenderung sama dan
SLOPE/W menggunakan parameter kuat geser tanah konstan. Perubahan faktor aman ini memiliki
yang berasal dari hubungan parameter kuat geser kecendrungan yang sama dengan perubahan nilai
tanah dengan perubahan tekanan air pori yang terjadi kohesi tanah.
pada setiap bulannya, sementara itu distribusi tekanan Perubahan faktor aman kemudian dihubungkan
air pori diperoleh dari hasil pemodelan SEEP/W dengan nilai infiltrasi kumulatif yang terjadi,
dengan berbagai variasi model hujan. sehingga dapat diketahui pengaruh infiltrasi terhadap
Dari hasil simulasi, diperoleh perubahan faktor faktor aman, seperti pada Gambar 4.10 sampai dengan
aman lereng setiap bulannya seperti pada Tabel 4.2 Gambar 4.12.
dan Gambar 4. 9 berikut SF F (cm)
1,20 1,4
Tabel 4.2: Nilai faktor aman (SF) lereng Hasil
Simulasi dengan SLOPE/W 1,15 1,2
Model Hujan 1
Bulan 1,10
Metode Ho and Fredlund 0,8
Rifa’i I II III 1,05
0,6
Initial 1.742 1.165 1.165 1.165 1,00
0,4
Agustus 1.716 1.139 1.139 1.137
0,95 0,2
September 1.084 1.025 1.025 1.019
Oktober 1.001 1.012 1.012 1.01 0,90 0
November 0.999 1.008 1.008 1.007
Desember 0.996 1.004 1.004 1.004
Januari 0.994 1.002 1.002 1.002
Februari 0.992 1.000 1.000 0.999 Gambar 4.10: Pengaruh Infiltrasi terhadap faktor
aman Hujan model I

8
SF F (cm) kondisi basah dari pada tanah yang memiliki derajat
1,200 1 kejenuhan yang tinggi.
0,9 Dari hasil simulasi numeris dengan
1,150 menggunakan SEEP/W dan SLOPE/W dapat
0,8
diestimasi waktu hujan kritis untuk setiap kondisi
1,100 0,7 tanah dengan pola hujan pada setiap bulannya seperti
0,6 pada gambar 5.13 berikut.
1,050 0,5
0,4 80
1,000 0,3 70
0,950 0,2 60
0,1

Durasi (hari)
50
0,900 0
40
30
20
Gambar 4.11: Pengaruh Infiltrasi terhadap faktor
aman Hujan model II 10

SF F (cm) 0
1,200 3

1,150 2,5
Durasi Hujan Matric suction (kPa)
1,100 2
Gambar 4.13: Estimasi waktu hujan kritis
1,050 1,5
Dari gambar di atas, terlihat bahwa pada bulan
1,000 1 Agustus dan September kondisi kritis akan tercapai
apabila terjadi hujan secara terus menerus selama 75
0,950 0,5 dan 45 hari. Dengan demikian dapat diartikan bahwa
pada dua bulan tersebut, kondisi kritis lereng tidak
0,900 0
akan pernah tercapai karena jangka waktu tersebut
lebih dari satu bulan. Sementara itu, pada bulan
Oktober, kondisi kritis lereng bisa tercapai apabila
intensitas hujan 40 mm/hari yang terjadi selama 15
Gambar 4.12: Pengaruh Infiltrasi terhadap faktor hari berturut-turut. Hal ini sebabkan oleh nilai matric
aman Hujan model III suction pada akhir bulan September mendekati nilai
air entry value atau kondisi jenuh, sehingga dengan
hujan 15 hari dapat menyebabkan stabilitas lereng
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa mencapai kondisi kritis. Untuk bulan November
secara umum nilai SF lereng mengalami sampai dengan Februari, dengan kondisi tanah yang
penurunan secara signifikan pada kondisi initial sudah mengalami penjenuhan, maka kondisi lereng
(awal Agustus) sampai September. Hal ini terjadi sudah mencapai kritis tanpa adanya hujan yang
karena nilai infiltrasi yang terjadi pada bulan terjadi.
September relatif besar sehingga perubahan
tekanan air pori dan parameter kuat geser tanah V. KESIMPULAN
juga signifikan menurun. Hujan rata-rata berdurasi lama merupakan hujan
Pada periode bulan Oktober sampai Februari, yang paling berpengaruh terhadap besarnya infiltrasi
faktor aman lereng cenderung konstan, hal ini terjadi yang terjadi, sedangkan hujan rata-rata dan hujan
karena kondisi tanah sudah mulai jenuh. Dengan deras pada durasi yang sama menghasilkan infiltrasi
demikian perubahan tekanan air pori dan parameter kumulatif yang relatif sama. Semakin tinggi infiltrasi
kuat geser tanah akibat adanya infiltrasi cenderung yang terjadi, maka perubahan tekanan air pori akan
kecil dan stabil. Jadi dapat diartikan bahwa infiltrasi semakin besar.
akan lebih berpegaruh signifikan pada kondisi tanah Perubahan tekanan air pori mempengaruhi
yang kering (derajat kejenuhan rendah) menuju parameter kuat geser tanah, semakin tinggi tekanan air

9
pori, maka kohesi akan semakin rendah dan sudut Fu, Xiaoli., Shao, Mingan., Lu, Dianqing., Wang,
gesek internal relatif terhadap matric suction akan Huimin,2011, Soil water characteristic curve
semakin tinggi. Pengaruh infiltrasi akan signifikan measurement without bulk density changes
terhadap perubahan keamanan lereng pada saat and its applications in the estimation of soil
kondisi lereng masih kering (derajat kejenuhan kecil) hydraulic properties, Geoderma176-178:1-8.
menuju jenuh (awal Agustus-September), yaitu dari
Hardiyatmo, H.C., 2006, Penaggulangan Tanah
1.165 menjadi 1.025 sementara itu pada kondisi
Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University
lereng yang mendekati kondisi jenuh (Oktober-
Press, Yogyakarta.
Februari) pengaruh infiltrasi yang terjadi tidak
signifikan, yaitu 1.012 menjadi 1.000. Harto, Sri Br., 2000, Hidrologi – Teori, Masalah dan
Hujan yang terjadi pada pada bulan Agustus- Penyelesaian, Nafiri, Yogyakarta.
September tidak akan menyebabkan kondisi Hasrullah, 2009, Studi Pengaruh Infiltrasi Air Hujan
lereng kritis. Kondisi tersebut baru akan tercapai Terhadap Kestabilan Lereng, Jurnal Ilmu-
apabila terjadi hujan dengan intensitas 40 Ilmu Teknik – Sistem, vol 5 No. 2:1-13.
mm/hari yang terjadi pada bulan Oktober selama Karnawati, 2006, Pengaruh Kondisi Vegetasi dan
15 hari berturut-turut. Geologi Terhadap Gerakan Tanah dengan
Pemicu Hujan, Media Teknik No. 3:12-22.
VI. UCAPAN TERIMA KASIH
Krahn, J., 2004, Seepage Modeling with SEEP/W An
Penulis mengucapkan terimakasih kepada DIKTI atas
Engineering Methodology, Calgary, Alberta,
dukungan finansial dari Beasiswa Unggulan (BU) Canada.
DIKTI 2012.
Leroueil, S.,Hight,D., 2003, Characteritation and
DAFTAR PUSTAKA Engineering Properties of Natural Soil,
Proceeding of the International Workshop,
Abramson, Lee W et al., 1995, Slope Stability and Singapura :170-192.
Stabilization Methods, John Willey & Sons, L’Heureux, JS., 2005, Unsaturated Soils and Rainfall
Inc, Newyork. Induced Landslides, Master of Theses,
ASTM, 2003, “Annual Books of ASTM Standard”, University of Oslo, Norwey.
ASTM, Easton, MD, USA. Rifa’i, 2011, Effect of Matric Suction Changes on
Chen, L. dan Young, M.H., 2006, Green-Ampt Unsaturated Soil Parameter in Slope Stability
Infiltration Model for sloping Surface, Water Analiysis Due to Rainfall. Seminar Nasional-
Resources Research, vol 42, W07420, 1-BMTTSSI-Konteks 5:G15-G23
doi:101029/2005WR004468. Triatmodjo, Bambang, 1996, Pelabuhan, Beta Offset,
Chow, Ven Te, et al., 1988, Applied Hydrology, Yogyakarta.
McGraw-Hill International Editions Civil
Engineering Series, Singapura.
Fredlund, D.G. dan Rahardjo, H., 1993, Soil
Mechanicsfor Unsaturated Soils, John Willey
& Sons, INC, Canada.
Fredlund, D. G., Xing, A., Fredlund, M.D. and
Barbour, S.L., 1996, The Relationship of the
Unsaturated Soil Shear Strength Function to
the Soil-Water Characteristic Curve,
Canadian Geotechnical Journal, 33(3): 440-
448.
Fredlund, M.D., Fredlund, D.G. dan Wilson,
G.W.,1997, Estimation of unsaturated Soil
Properties Using a Knowledge-Based System,
University of Saskatchewan, Saskatoon,
Sask., Canada.

10

View publication stats

You might also like