You are on page 1of 18

1

Transformasi Visual Tokoh Mahabharata


dalam Sejarah Komik Indonesia
Wagiono Sunarto
Institut Kesenian Jakarta
Jln. Cikini Raya 73 Jakarta 10330

ABSTRACT

The great epic of Mahabharata was created through a long period of time in the eastern Punyab
region, India. The process of writing was initiated around 300 BC, and in 7 centuries the book was
developed by many generations of writers until the final stage which consists of about 10.000 celokas
in 18 parwas. After initial stages of development, the great epic continued to spread to other coun­
tries and regions, especially to cultures which were influenced by Hindu’s or Budha’s civilization,
including Indonesia (Java, Bali, Lombok, and other regions). In Indonesia, the story was rewriten,
reinterpreted and readapted over and over into many spreading cultures and eventually transformed
into many forms of visual and performing arts. The long proccess of construction and reconstraction
of the story and the characters was a very interesting cultural proccess which is still in progress in
our time. The phenomena could be observed in the adaption of the story in the history of Indonesian
Comic Books, particullary in the transformation of visual styles in some of modern comic book exam­
ples. This visual transformation reflects the change of cultural values and communication circum­
stances in particular time of history, which in turn change the world’s view of the creator in respons
to, and relevant with the value changes of the society.

Keywords: Visual transformation, Indonesian comic history

ABSTRAK

Epik besar Mahabharata tercipta melalui jangka waktu yang panjang di bagian timur
wilayah Punyab, India. Proses penulisannya dimulai sekitar 300 SM, dan selama 7 abad
buku tersebut dikembangkan oleh berbagai generasi penulis sampai pada tahap akhir yang
terdiri atas sekitar 10.000 celoka dalam 18 parwa. Setelah tahap awal pengembangannya,
epik besar tersebut terus menyebar ke negara-negara dan daerah-daerah lain, khususnya
ke masyarakat yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu atau Budha, termasuk Indone-
sia (Jawa, Bali, Lombok, dan daerah lainnya). Di Indonesia, cerita tersebut ditulis ulang,
ditafsirkan dan diadaptasi kembali ke berbagai budaya dan akhirnya ditransformasikan
ke dalam berbagai bentuk seni visual dan pertunjukan. Proses konstruksi dan rekonstruksi
yang panjang dari cerita dan karakter itu merupakan proses budaya yang sangat menarik
yang masih berlangsung hingga masa kini. Fenomenanya dapat diamati melalui adaptasi
dari kisah dalam sejarah Buku Komik Indonesia, khususnya pada transformasi gaya visual
dalam beberapa contoh buku komik modern. Transformasi visual ini mencerminkan per-
ubahan nilai-nilai budaya dan suasana komunikasi pada waktu tertentu dalam sejarah,
yang pada gilirannya mengubah cara pandang respon kreator, serta relevan dengan per-
ubahan nilai-nilai masyarakat.

Kata kunci: transformasi visual, sejarah komik Indonesia


Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 2

PENDAHULUAN kemuliaan dan konflik keluarga Bhara­


ta sehingga terjadi perang saudara besar
Mahabharata adalah epos agung yang Bharata Yudha (apocalypse). Kisah ini ditu-
lahir di India dan diperkirakan mulai di­ tup dengan perjalanan Pandawa ke Nirva-
tulis 300 tahun SM. Selama sekitar 7 abad na, dan kelanjutan generasi berikutnya (re­
kisah ini dikembangkan dengan penam- birth). Seluruh naskah ini diyakini ditulis
bahan cerita, syair, dongeng, dan peng- oleh Bhagawan Vyasa, yang dalam Epos
ayaan karakter sampai akhirnya menjadi Mahabharata juga dimitoskan, dan dima-
naskah yang dianggap asli tulisan Bhaga- sukkan sebagai prolog kisah ini.
wan Vyasa sepanjang 10.000 seloka dalam Epos Mahabharata sebagian bertutur
18 Parwa. Pendapat tentang waktu, tempat secara naratif dan sebagian didaktik, ser-
dan proses penciptaan Mahabharata masih ta memasukkan berbagai bentuk legen-
kontroversial, namun disepakati bahwa da, mite, yang mengangkat tema filosofis
karena kompleksitas cerita, di mana penu- maupun keagamaan. Semua peristiwa se-
lisan sejarah bercampur mitos-mitos kuno jarah yang terjadi selama beberapa abad
India, dan lamanya proses reinterpretasi itu dirangkai menjadi cerita genesis ma-
dan adaptasi selama berabad-abad, maka nusia, dewa dan setengah dewa, raja ser-
cerita ini tidak ditulis oleh satu orang. De- ta para satria keturunan wangsa Bharata
ngan kata lain, selama berabad-abad telah yang akhirnya habis akibat perang akbar
terjadi suatu konstruksi mitos besar, yang antar saudara yang disaksikan para dewa.
di dalamnya terkandung mitologi, filosofi, Beberapa ajaran dalam kisah ini men-
pedoman moral, konsep tata negara, dan jadi dialog panjang merupakan bagian
interpretasi sejarah India (Punjab bagian tersendiri yang menjadi tuntunan moral
timur). Hal yang menarik adalah bahwa dan tanggung jawab satria pada negara-
mitos besar ini kemudian secara wilayah nya, yaitu Bhagawad Gita (Leach-Fried,
juga berkembang jauh ke wilayah Asia 1960: 664). Di dalam kisah itu berbagai
lain dewasa ini, sehingga pada berbagai masalah, konflik, perang, dan politik yang
kebudayaan di Timur mitos ini diang- terjadi di alam manusia dikaitkan dengan
gap sebagai cerita se tempat. Penyebaran peristiwa-peristiwa dunia para dewa
atau perembesan tersebut terjadi bersama dan setengah dewa. Kompleksnya ajaran
dengan penyebaran Hindu dan Budha di moral dan berbagai aturan serta ajaran
banyak wilayah di Asia. Proses panjang norma kehidupan menyebabkan Kitab
penulisan Mahabharata, merupakan proses Mahabharata dianggap sebagai ensiklope-
budaya yang menarik. Dalam proses dia peradaban, kepercayaan dan mitologi
yang berabad abad, suatu struktur cerita serta mitos masa itu (Rines, 1984: 114).
yang berbentuk susastra, di-reintepretasi Kisah besar sebanyak sekitar 10.000
oleh generasi pujangga berikutnya secara seloka dan 18 parwa ini kemudian di-
terus menerus, baik melalui pengayaan adaptasi menjadi berbagai bentuk wacana
tokoh, pengayaan makna, maupun kaitan seni yang lain, dan tersebar melalui proses
wangsa Bharata dengan dunia para Dewa budaya ke berbagai budaya lain. Selama
(mitologi) serta kejadian dunia (kosmolo- proses itu, beberapa hal yang menjadi
gi, kosmografi, dan genesis). Pengayaan pokok struktur cerita dan tokoh tokoh
juga terjadi dalam perpanjangan kisah utama dipertahankan, sedangkan bagian
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 3

bagian lain disesuaikan dengan keadaan terus menerus melalui berbagai zaman
budaya setempat. melahirkan persepsi baru dan interpretasi
Di Indonesia, Kakawin Bharata Yu­ baru, yang kemudian dimaknai kembali
dha ditulis dalam bahasa Jawa kuno oleh untuk selanjutnya melahirkan persepsi
Mpu Sedah dan diselesaikan oleh Mpu baru serta interpretasi baru dan seterus-
Panuluh pada masa Kediri diperintah nya. Proses ini sejalan dengan teori Barthes
oleh Raja Jayabhaya, di awal Abad 12, dan de Saussure mengenai semiosis ber-
pada masa yang sama dengan penulisan lanjut yang pada waktunya akan melahir-
kitab Kakawin Ramayana, Kakawin Uttara kan pemaknaan baru, yang berkembang
Kanda serta Kakawin Arjuna Wiwaha. Ra- menjadi mitos baru. Proses pemaknaan
den Ngabehi Jasadipura menyadur kitab berlanjut akan menjadi ideologi (Barthes-de
Kakawin Bharata Yudha dari bahasa Jawa Saussure, 1956: 182). Melalui proses ini se-
kuno ke dalam bahasa Jawa baru, tahun jarah ditransformasikan menjadi persepsi
1775 pada masa Paku Buwana III, Karta- atau ilusi mengenai sejarahnya yang di-
sura (Wiryosuparto, 1968: 11­13). Epos anggap sebagai kebenaran. Mitos sebagai
besar Mahabharata juga dikonstruksikan konsep mengenai kebenaran, atau kha-
pada berbagai daerah serta ditransforma- zanah kepercayaan, merupakan suatu hal
sikan ke dalam berbagai bentuk kesenian yang luar biasa yang dipercaya sebagai
khas setempat, termasuk dalam berbagai penentu kehidupan (Spence, 1961: 17).
bentuk pertunjukan Wayang serta buku Kepercayaan mengenai kebenaran ini se-
Komik Wayang yang bertema Mahabharata lalu berubah sesuai dengan budaya yang
yang juga ada di beberapa negara terma- hidup pada waktu dan tempat tertentu.
suk negara asalnya, India. Seperti halnya Hal ini menjelaskan mengapa Mahabharata
pada proses perkembangan kisah Ma­ menjadi milik masyarakat di lingkung-
habharata yang selalu menyesuaikan ben- an budaya yang tersebar jauh dari ne-
tuk dan substansinya untuk tetap aktual gara asalnya. Mitos adalah pelembagaan
pada berbagai perkembangan waktu dan sistem tata nilai dan justifikasi sosial da-
tempat, komiknya pun selalu mengalami lam suatu masyarakat (Campbell, 1988:
proses reinterpretasi berulang-ulang, 39). Mahabharata mengajarkan bahwa yang
karena lingkungan budaya yang berubah baik pada waktunya akan menang, dan
sesuai zaman. Dalam perubahan interpre- jiwa satria akan unggul dalam berbagai
tasi ini, selalu terjadi penambahan (adap- konflik manusia. Kisah ini juga melem-
tasi) karena pengaruh unsur budaya baru, bagakan konsep-konsep kekuatan moral,
serta penghilangan (reduksi) unsur yang etika, dan spirit pengabdian yang dapat
lama. Proses ini tercermin dalam transfor- menandingi kekuatan fisik dan angkara
masi gaya visualnya. murka.
Tiap-tiap mitos adalah hasil dari pena-
taan ulang, subsitusi, dan permutasi logis
PEMBAHASAN unsur unsurnya sendiri (Strauss, 2005:
ix). Melalui zaman dan melalui kondisi
Mitos yang mengikuti Dinamika Zaman sosial-budaya tertentu mitos selalu me-
Proses panjang penciptaan Mahabharata ngonstruksikan makna baru yang lebih
adalah proses pemitosan, yang secara sesuai dengan nilai-nilai zamannya, dan
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 4

perubahan pemaknaan baru itu berakibat munitas yang tersebar di pulau Jawa, Bali,
pada bentuk-bentuk baru yang bisa lebih dan Lombok.
diterima masyarakatnya. Mitos bukanlah
realita objektif materialistik, melainkan Komik Indonesia
anggapan mengenai realita untuk mem- Bentuk komik yang pertama ada di In-
perkuat eksistensi spiritual dan emosional donesia adalah comic strip, yang muncul
suatu komunitas pada masa dan tempat bersambung pada harian di Jakarta awal
tertentu. Mitos bukanlah bentuk komu- tahun 30-an. Pada harian Keng-Po, tokoh
nikasi, namun sebuah sistem komunika- Put On yang jenaka dan sial mulai mun-
si, suatu tipe wicara (type of speech) yang cul tahun 1931. Put On adalah ciptaan
melahirkan konsep, ide, serta cara pemak- Kho Wang Gie, yang mengangkat tema
naan (Barthes, 1957: 151). Di sini mitos ti- kehidupan sehari-hari sekelompok war-
dak berhasil memberi pemahaman mate- ga Jakarta keturunan Tiong Hoa. Dengan
rial mengenai alam dan lingkungannya, bahasa Melayu-Betawi berlogat Cina, ko-
namun mitos memberi ilusi kepada ma- mik Put On berhasil memperluas pengge-
nusia bahwa ia memahami alam semesta marnya karena teknik gambar yang spon-
(Strauss, 2005: 16). tan dan khas serta tema yang secara aktual
mengomentari masalah sehari-hari warga
Cerita Wayang Jakarta. Komentar sosial-budaya komik
Wayang atau bayang-bayang awalnya Put On, dapat merefleksikan sejarah poli-
adalah jenis pertunjukan yang mengacu tik­ekonomi Indonesia sejak masa Kolo-
pada Wayang Kulit yang menghasilkan nial 1931 sampai masa Konfrontasi Ma-
bayangan pada kelir untuk ditonton, na- laysia atau Dwikora tahun 1964. Selama
mun sebutan ini menjadi nama generik masa itu, Put On menghibur pembacanya
untuk semua pertunjukan yang bertema dalam Koran Keng Po, Sin Po, kemudian
Mahabharata atau Ramayana. Di Indone- Warta Bhakti yang di-breidel tahun 1965.
sia, khususnya di pulau Jawa, Bali, dan Jenis comic strip bertema humor seperti Put
Lombok, kisah epos besar yang awalnya On juga terlihat di beberapa koran yang
adalah karya susastra berkembang menja- berbasis pada pembaca keturunan Tiong
di berbagai bentuk tontonan melalui ber- Hoa.
bagai jenis wacana cerita. Bentuk wacana Komik dengan tema cerita asli, lahir
pertama kisah Mahabharata yang dikenal pada waktu masa pendudukan Jepang,
adalah kakawin, atau susastra kuno. Nas- antara lain Roro Mendut, karya J.B. Mar-
kah klasik kuno tersebut diterjemahkan gono, yang terbit di harian Sinar Matahari,
R. Ng. Jasadipuro ke dalam bahasa Jawa Yogyakarta 1942. Pada waktu yang ham-
yang baru, yang lebih dipahami. Dari pir bersamaan surat kabar Mingguan
bentuk susastra, kisah ini dikembangkan Ratu Timur yang terbit di Solo juga me-
sesuai pakem, atau ‘ditambah’ dengan nerbitkan kisah Mencari Putri Hijau dalam
kreasi baru berbentuk lakon carangan. Ki- bentuk strip ciptaan Nasrun A.S. Pada
sah ini kemudian dialihwacanakan menja- awal 50-an, komik pertama yang berte-
di berbagai bentuk seni pertunjukan dan ma nasional karya Abdul Salam muncul
seni visual serta seni kriya yang mewarnai di Harian Kedaulatan Rakyat yang terbit di
kehidupan sosial-budaya pada banyak ko- Yogyakarta. Abdul Salam yang dianggap
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 5

tokoh awal komik dan karikatur bertema meluasnya komik Amerika. Segi lain yang
kebangsaan ini mengangkat tema heroik menarik, berbagai komik ini juga mem-
perlawanan rakyat terhadap Belanda da- perlihatkan upaya komikus untuk mem-
lam Kisah Pendudukan Jogya dan Pangeran bangkitkan identitas dan citra Komik In-
Diponegoro. Cerita patriotik kaum tertin- donesia.
das melawan penindas ini mungkin salah Pada waktu itu, muncul komik de-
satu benang merah menuju Komik Per- ngan tema epos kepahlawanan yang per-
juangan Nasional. tama diciptakan dalam bentuk buku ko-
Tema ‘kebaikan melawan kejahatan’ mik berseri di Indonesia yakni Sie Jin Koei
muncul sebagai buku komik lengkap ciptaan Siauw Tik Kwie (Otto Swastika)
di Indonesia, ketika penerbit Gapura yang dimuat di majalah Star Weekly sejak
dan Kengpo di Jakarta serta Perfectas di 1954. Epos heroik Sie Jin Koei dikomikkan
Malang menerbitkan terjemahan pro- berdasarkan terjemahan Oey Kim Tiang
duk King Features Syndicate seperti Tarzan ke dalam bahasa Hokkian. Cerita aslinya
karya Sir Edgar Rice Burough, Rip Kirby bernama Xue Rengui, ciptaan Zhang Guo-
karya Alex Raymond, dan Phantom karya bin tahun 649 M, mengenai prajurit desa
Wison Mc. Coy. Ketiga judul ini mewakili yang mengabdi pada jenderal Zang Shigui
3 jenis genre komik yang nantinya mem- dari Dinasti Qing. Keberanian dan ketang-
beri pengaruh pada komik Indonesia, kasannya berperang dalam berbagai
yaitu genre manusia-alam perkasa (Tarzan) medan menyebabkan prajurit Xue Rengui
yang membela lingkungan hutan dari ke- diangkat menjadi jenderal kepercayaan
serakahan peradaban baru, genre detektif Kaisar. Kisah ini kemudian meluas dalam
cerdas yang berhasil mengungkap kejahat- berbagai versi sehingga akhirnya sampai
an karena kecerdikannya, dan genre super ke Indonesia. Seperti halnya Mahabharata,
hero yang membasmi kejahatan karena Xue Rengui mengalami proses transfor-
kekuatan fisik dan ketangkasannya. masi dan reinterpretasi berulang-ulang
Genre manusia-alam melawan kesera- dalam melahirkan berbagai wacana ceri-
kahan (Tarzan), terlihat antara lain dalam ta. Sie Jin Koei kemudian menjadi awal se-
komik Wiro Anak Rimba ciptaan Kwik Ing buah genre penting perkomikan Indonesia,
Ho serta Djakawana ciptaan S.Ardisoma. yaitu Komik Silat.
Genre Science Fiction seperti Flash Gordon Pada awal tahun 50-an lahir genre pen-
muncul dalam komik Kapten Komet cipta- ting yang juga dianggap asli Indonesia,
an Kong Ong, sedangkan genre super hero yaitu Komik Wayang berbasis kisah Ma­
terlihat antara lain dalam komik Garu­ habharata dan Ramayana yang sebelumnya
da Putih karya Johnlo dan Sri Asih karya dikenal dalam berbagai bentuk pertunjuk-
R.A.Kosasih. Beragam genre lain lahir an seni tradisional, menjadi bentuk buku
sekitar tahun 50-an sampai 70-an yang komik.
mengangkat tema kedaerahan serta per-
juangan, perang kemerdekaan serta kisah Komik Wayang
remaja dan legenda lama (Mashab Medan) Melalui proses penyebaran dan akul-
menandakan masa kejayaan Komik Indo- turasi budaya, selama berabad-abad epos
nesia. Hal ini menarik karena seakan-akan besar Mahabharata mengalami transforma-
komik-komik ini menjawab tantangan si bentuk dan substansi karena proses re-
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 6

interpretasi pemaknaan dan penyesuaian tentang kebaikan dan budi luhur pada
nilai-nilai dengan kondisi sosio-kultural akhirnya akan memenangkan pertarung-
setempat. Dalam proses ini, struktur an dengan yang batil, hal itu jelas dapat
dasar dan pertokohan utama cerita se- dilakukan karena basis penggemar yang
lalu dipertahankan, namun interpretasi luas, dan fanatisme penggemar yang ting-
makna, garapan bentuk, teknik penyajian gi. Pada masa itu, suasana kecanduan
serta sistem penceritaan (story telling) se- komik Indonesia, mungkin sama dengan
lalu berkembang sesuai dengan adat dan penggemar manga di Jepang. Namun se-
sistem komunikasi setempat. Seni yang orang pengamat komik Indonesia, Marcel
tadinya secara eksklusif hanya dinik- Boneff melihat bahwa konsekuensi dari
mati dan dipahami oleh para raja, kaum perluasan populasi pemahaman kisah
bangsawan, dan para pendeta ini, kemudi- klasik Mahabharata dan Ramayana melalui
an juga berkembang menjadi seni folklorik komik, disertai dengan pendangkalan
yang populer di semua kalangan. Upaya makna. Membandingkan dengan pertun-
memopulerkan Wayang untuk menjang- jukan Wayang Kulit, Boneff menuliskan;
kau kalangan yang lebih luas, merupakan “di wilayah kelabu, dalang bermain de-
hal yang universal dan umum terjadi pada ngan hebatnya, ia selalu berujar penuh
karya karya klasik. Di Indonesia, feno­ nuansa, dengan satu kata, dia mampu
mena ini terlihat dalam lahirnya Komik mempertanyakan kembali masalah rumit.
Wayang yang segera saja menjangkau ba- Bayangan menampilkan misteri dan ke-
nyak kalangan. rumitan hidup, mengundang orang untuk
Sebelumnya, kisah Mahabharata ha- keluar dari batas penampilan”. Oleh kare-
nya dapat disaksikan melalui pertunjuk- na itulah, sebagai kekuatan peringatan
an Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang unggul dari bentuk-bentuk lain. Di sisi lain
Orang, dan berbagai bentuk pertunjukan komik yang dengan beberapa garis meng-
Wayang yang lain atau didengar melalui hentikan gerakan jiwa, tidak mungkin me-
siaran radio. Pemaknaan yang berat dan nyaingi dalang. Dengan penanya yang se-
filosofis dalam Wayang, walaupun telah lalu terlalu realis, komikus membersihkan
dibungkus dalam seni tari, musik, busana, ‘imajinasi’ (Boneff, 1998: 102). Sejak masa
dan teater tradisi yang menarik, masih ter- Majapahit sampai masa Kesultanan Islam
lalu susah untuk dipahami oleh sebagian di Jawa berlanjut sampai sekarang di Jawa
masyarakat, terutama anak-anak. Pada dan Bali pertunjukan Wayang Kulit juga
masa gaya kehidupan kota sudah meng- merupakan salah satu bentuk upaya me-
gantikan gaya hidup perdesaan di banyak mopulerkan cerita Klasik untuk diperton-
daerah, dan pada saat yang sama media tonkan bagi rakyat. Pemaknaan kisah dan
komunikasi berkembang, seni populer peristiwa-peristiwa yang berlapis-lapis
melalui media cetak mengisi kebutuhan in- dalam pertunjukan Wayang Kulit, menjadi
formasi dan hiburan. Upaya memopuler- semacam sistem pendidikan di mana pe-
kan cerita Wayang melalui komik memang nonton memahaminya setelah menonton
berhasil menyebarluaskan pemahaman berulang-ulang sejalan dengan bertam-
mengenai kisah besar Mahabharata (dan bahnya usia dan pengalaman hidupnya.
Ramayana) serta lakon turunan atau cara­ Pemahaman yang lebih utuh tidak dapat
ngan-nya. Apabila moral ceritanya adalah diperoleh hanya dengan sekali menonton.
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 7

Memasuki zaman modern, cerita Wayang Ramayana serta Arjuna Sasrabahu dan ki-
Kulit juga disiarkan oleh RRI secara rutin. sah lain (Iwan Gunawan dan Zeffry, 1998:
Sistem pendidikan watak dan moral 22). Kedua komikus ini menciptakan re-
melalui pertunjukan yang menghibur ini pertoar pemahaman dasar Mahabharata
pada dasarnya sama dengan pada komik, dan Ramayana sehingga dipakai menjadi
namun komik adalah media cetak modern, acuan oleh generasi komikus lain sampai
yang ditujukan pada pembaca urban yang sekarang.
gaya hidupnya lebih dinamis dan cepat
sehingga segala sesuatu harus dimengerti Transformasi Visualisasi Komik
dengan cepat. Cerita komik bisa dipahami Mahabharata pada ke-4 Komikus
dengan sekali baca, tanpa banyak pe- Wayang
renungan. Visualisasi tokoh Mahabharata selalu
Komik Wayang mereduksi pemaknaan mengalami perubahan gaya bentuk mau-
klasik karena berurusan dengan pembaca pun cerita, sesuai dengan kaidah yang
muda dari berbagai usia dan kondisi so- ada pada jenis tontonannya, keadaan dan
sial-ekonomi. Komik Wayang mentrans- perkembangan teknologi, serta perkem-
formasikan produk monokultur menjadi bangan kondisi sosial-budayanya. Komik
multikultur. Seperti terjadi pada berbagai Wayang telah mengukuhkan diri menjadi
jenis seni populer yang bertema epos atau salah satu genre atau mazhab yang khas
perjuangan heroik, struktur utama cerita dalam sejarah komik Indonesia, dan men-
akhirnya direduksi menjadi baik mela- jadi referensi bagi generasi komik dalam
wan jahat, protagonis melawan antago- zamannya atau pada generasi komikus
nis. Kedua polar tokoh-tokoh karakter ini sesudahnya. Sesudah lebih dari 40 tahun,
memudahkan jalan cerita dan dialog, dan ternyata gagasan untuk melahirkan kem-
hal-hal yang menghibur atau menimbul- bali atau memperbarui Komik Wayang
kan sensasi (seperti perkelahian, perang, masih terus terpelihara, namun kondisi
misteri, kematian dan humor) diberi porsi dunia hiburan dan media sudah sangat
besar. jauh berbeda dengan pada masa kejayaan
Komik Wayang Indonesia dirintis oleh komik Indonesia pada tahun 50­an sampai
R. A. Kosasih, S. Ardisoma, Oerip, Suher- 70-an. Maka di dalam kajian ini, hal yang
lan, N. A. Giok Lan, dan lain lain. Dari menarik adalah membandingkan tampil-
semua itu, yang dianggap berjasa menye- an visual hasil ciptaan 3 komikus muda,
barluaskan seni klasik Wayang ke dalam yang terbit 2001 dan 2011 sama dengan
bentuk populer adalah R. A. Kosasih para pendahulunya. Contoh yang akan
dan S. Ardisoma, keduanya berdomisili dibahas adalah komik Mahabharata cipta-
di Bandung. R. A. Kosasih menciptakan an Kosasih mewakili genre komik klasik
Mahabharata sebanyak 22 jilid, Bharatayudha Wayang. Komik Pandawa kreasi baru cipta-
sebanyak 5 jilid, Pandawa Seda sebanyak 4 an Bambang Irawan dan Harry, Komik
jilid, dan Parikesit sebanyak 4 jilid. Ardiso- Baratayuda karya studio Caravan di Jakarta
ma menciptakan Wayang Purwa yang 2011 dan Garudayana karya Is Yuniarto di
memberi penjelasan mengenai kisah awal Jakarta 2011.
para dewa dan keluarga Bharata sebanyak
22 jilid. Ia juga menciptakan kisah awal
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 8

Komik Mahabharata Ciptaan R.A. Penggambaran busana dan atribut atau


Kosasih asesoris juga disederhanakan, tidak se-
rumit penggambaran Wayang Kulit (tatah
Cerita: Jalan cerita Komik Mahabharata
dan sungging), Wayang Golek, atau Wayang
ciptaan kosasih masih cukup ketat
Orang.
mengacu pada pakem cerita klasik seperti
pada pertunjukan Wayang Tradisional, Teknik gambar: Halaman kulit digambar
Wayang Golek, Wayang Orang, atau Wayang dengan teknik outline yang diisi beberapa
Kulit. Sistem penuturan sekuen, sangat warna khusus (belum ada teknik separasi
runut dengan dialog-dialog yang di- warna yang bisa menghasilkan kesan
sederhanakan, namun tetap jelas. Setiap full­color). Halaman Isi digambar dengan
buku menceritakan dengan lengkap suatu teknik pena yang diisi warna hitam putih
penggalan kisah besar dengan lengkap. dengan tinta secara manual. Kesan volume
Pendekatan visual: Visualisasi adegan tubuh digambarkan dengan teknik arsir.
Sistem garis dan blok hitam dipakai secara
digambarkan secara realistik mendekati
sederhana untuk membentuk kesan ruang.
bentuk dan proporsi manusia normal.

Gambar 1.
Penggambaran tokoh Gatotkaca, Bima, dan Arjuna karya R.A Kosasih, 1957. Mahabharata. Bandung: Melodi.
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 9

Panel: Sistem panel masih teratur dan bahasa Sunda, Wayang Wong Priangan
konvensional. Rangkaian gambar komik yang berbahasa Sunda, Wayang Orang
ditata dalam kotak-kotak panel yang statis. berbahasa Jawa (a.l. Tritunggal di daerah
Sistem pembagian halaman yang teratur Kosambi yang sudah bermain teratur
ini tidak menjadi bagian dari dinamika sejak tahun 50-an di Bandung) serta buku
cerita. Komposisi dan pembagian panel dan referensi tertulis tentang Wayang.
tidak menjadi bagian dari efek dramatik
cerita.
Komik Pandawa Ciptaan Bambang
Visualisasi tokoh: Visualisasi tokoh
Irawan dan Harry 1
dilakukan dengan anatomi realistik. Per-
bedaan ukuran dan proporsi tubuh tidak Cerita: Kisah Pandawa ciptaan Bambang
terlalu kontras, mengacu pada realita Irawan dan Harry sangat bebas meng­
yang tergambar pada pertunjukan Wayang interpretasikan pakem klasik Mahabharata.
Orang. Dengan teknik ini, pada umum- Ceritanya dititikberatkan pada rangkaian
nya tidak dilakukan penonjolan karakter aksi dan laga. Tokoh-tokoh Pandawa yang
yang dilebih-lebihkan. Penggambaran diangkat tidak seperti dalam cerita klasik-
tokoh Pandawa dan Kurawa merupakan nya, selain Bima dan Arjuna yang masih
kombinasi antara Wayang Orang (untuk dalam pakem, tiga lainnya adalah Subadra,
tokoh baik) dan Wayang Golek (untuk to- Brajamusti, dan Krisna. Mereka tidak me-
koh jahat). Penggambaran ekspresi dan lawan para Kurawa, melainkan segerom-
karakter wajah (fisionomi) tidak terlalu bolan tokoh pengacau kota yang mengem-
dieksplorasi, dan sekadar memperlihat- bangkan berbagai senjata dahsyat. Cara
kan watak baik atau jahat. Pembedaan bertutur yang sepotong-sepotong (frag­
tokoh-tokoh terutama terlihat dari busana mented) tidak mencoba menjelaskan struk-
dan atributnya (mahkota, topong, gelung, tur cerita secara utuh. Seluruh cerita lebih
praba, dan irah­irahan), senjata serta gaya mementingkan aksi laga dan pertarungan
dan pelengkap busana lain. Ada kesamaan baik-jahat. Dialog juga terpotong-potong
penokohan dengan gaya visualisasi gam- sekedar memberi tekanan pada dinamika
bar Mahabharata pada lukisan atau komik aksinya. Senjata para tokoh yang dalam
India. kisah klasik adalah kekuatan atau kesakti-
Visualisasi lingkungan (setting): Alam an, diterjemahkan menjadi senjata api
berkekuatan besar. Komik ini penuh berisi
cerita juga diciptakan dengan pendekat-
kemarahan, kebencian, dan dendam.
an realistik, baik alam luas seperti hutan,
gunung, dan langit maupun penggam- Pendekatan visual: Komik ini mem-
baran bangunan dan istana digambar- punyai pendekatan visual gabungan super
kan mendekati ilusi yang sesungguhnya. hero dan science fiction Amerika (Marvel
Dengan pendekatan seperti itu, pembuat- dan DC). Adegan kebanyakan dibuat close
an latar belakang peristiwa terasa seperti up atau medium close up untuk mendrama-
penggambaran backdrop dalam pertunjuk- tisir kekuatan dan ketangkasan tokohnya.
an Wayang Orang atau Sandiwara. Pendekatan visualnya sangat ekspresif
Catatan: Referensi komikus R. A. Kosasih dan bebas, tidak terlalu apik dan runut.
adalah pertunjukan Wayang Golek ber- Penataan efek visualnya dipenuhi asap
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 10

dan ledakan, tidak memberi ruang pada Visualisasi lingkungan: Seperti halnya
pemahaman alur baik melalui dialog mau- pada komik aksi jenis super hero, fokus-
pun melalui pembacaan gambar. nya lebih pada tokoh dan latar belakang
Teknik gambar: Halaman isi meng- kebanyakan hanya efek visual yang mem-
beri penekanan pada ruang dan dinamika
gunakan teknik hitam putih dengan pena,
aksi. Ciri lain adalah lingkungan urban
kuas, dan tinta hitam. Penggunaan teknik
modern dengan gedung-gedung pencakar
kontur dan arsir serta efek-efek ruang dan
langit yang pada adegan tertentu terlihat
cahaya sangat terpelihara. Permainan kon-
samar. Seting utamanya adalah daerah
tras hitam putih juga tergarap baik. Teknik
urban, namun deskripsi ruang dan posisi
gambar berhasil menciptakan karakter
tokoh terhadap ruang tidak jelas, hanya
yang kuat dan suasana yang mencekam.
kesan-kesan ada efek tembok atau kesan
Teknik gambar kulit muka merupakan
interior yang tidak proporsional. Gaya
gabungan teknik outline hitam yang diisi
seperti ini tidak mencari ketepatan visual-
warna dengan proses full color, dalam po-
isasi lingkungan.
sisi para tokoh saling menumpuk sehingga
memberi kesan kekacauan dan bencana. Catatan: Komikus Bambang Irawan dan
Harry telah berada pada masa kemajuan
Panel: Sistem panel yang dipakai sangat
industri hiburan baik melalui film-film
bebas, tidak mempunyai pola dasar (basic
impor penyebaran DVD maupun melalui
design) yang teratur. Setiap halaman bisa
media on­line. Pada masa itu terjadi serbu-
mempunyai aturan sendiri, sesuai dengan
an besar-besaran spill over atau limpah-
dinamika komposisi halaman dan alur
an komik luar dari Jepang, Eropa, dan
cerita. Panel memberi ruang yang sebebas-
Amerika. Toko buku dipenuhi komik ter-
bebasnya bagi sekuen peristiwa dan aksi
jemahan dan program TV Swasta banyak
yang terjadi.
mengangkat program impor. Komikus
Visualisasi tokoh: Visualisasi tokoh Indonesia harus terus menciptakan
sudah sangat jauh dari pakem yang ada gagasan baru untuk melawan dominasi
pada berbagai bentuk Wayang tradisi. komik terjemahan yang menguasai pasar
Upaya memberi ciri pada tokoh dengan Indonesia.
memakai asesori pengenal juga sudah jauh
dari pakem serta sedikit sekali dilakukan.
Petanda untuk Bima hanya kuku Pan- Komik Garudayana Ciptaan Is Yuniarto
canaka dan kain poleng, selebihnya adalah 2011
busana fantasi yang mirip dengan busana
Cerita: Komik ini juga mempunyai konsep
super hero atau fiksi seperti star war atau
cerita yang jauh dari pakem Mahabharata
star trek. Pembedaan tokoh dilakukan de-
ngan penggambaran distorsi yang menon- klasik. Dalam setiap episode atau buku,
jol. Tokoh antagonis digambarkan seperti jalan ceritanya tidak runut seperti pada
manusia setengah robot dan jenius sinting komik ciptaan Kosasih. Sepotong cerita
yang punya berbagai senjata sinar peng- akan diselingi dengan fragmen cerita
hancur. Konsep alih rupa dari wujud ma- paralel seperti pada teknik cerita film.
nusia menjadi manusia super diwujudkan Tokoh tokohnya hampir semua sama
seperti dalam cerita super hero. dengan pakem, namun penggambaran
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 11

karakternya tidak terlalu spesifik. Cerita lam berbagai wujud. Pendekatan visual
ini berkembang seperti kisah petualang- dan kaidah bercerita serta teknik pena-
an yang berbahaya, di mana para tokoh taan sekuen-sekuennya diadaptasi dari
Pandawa atau putranya bertemu dengan gaya manga. Cara menyusun adegan juga
monster dalam berbagai bentuk yang menggunakan teknik manga yang dina-
harus dikalahkan satu persatu dengan mis dan terpotong-potong namun dengan
senjata pemungkas atau kesaktian dan ke- tetap menjaga kontinuitas cerita. Gaya
mahiran laga. Disela petualangan seru ini, manga terlihat dari variasi titik pandang
potongan cerita asli Mahabharata ditampil- yang bisa sangat kontras dari extreme close
kan. Komik ini juga memasukkan insert up (misalnya hanya ekspresi kedua mata
pengetahuan Wayang dan ikonografi per- atau bibir) sampai long­shot (tokoh dite-
wayangan yang terkait cerita. ngah alam dalam pemandangan dari jarak
jauh), atau perpindahan pandangan bu-
Pendekatan visual: Pada dasarnya ko-
rung ke sudut pandang dari tanah. Gaya
mik ini dibuat dengan gaya manga yang
ini seakan akan memperlihatkan kamera
diisi dengan tema cerita dan tokoh tokoh
yang selalu bergerak dengan perspektif
Mahabharata dan karakter monster da-
yang kontras dan dinamis.

Gambar 2.
Tokoh Arjuna dalam Garudayana karya Is Yuniarto, 2011, Garudayana. Jakarta: PT. Gramedia.
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 12

Gambar 3.
Tokoh Yudistira dalam Garudayana karya Is Yuniarto, 2011, Garudayana. Jakarta: PT. Gramedia.

Teknik gambar: Teknik gambar yang di- Jepang. Tokoh perempuan cantik ini bisa
pakai juga memakai gaya manga yang sem- berubah konyol pada momen tertentu.
purna, yaitu gaya hitam putih memakai Permainan mimik dan ekspresi wajah le-
outline dan kontur hitam yang halus diisi bih penting dari pada definisi karakter.
arsir halus dan gradasi tone yang apik. Panel: Seperti pada umumnya komik
Kerapihan gaya ini, ditata secara kompo-
manga, permainan bentuk dan posisi pa-
sisi sehingga tetap dapat memberi definisi
nelnya sangat bebas. Pada setiap halaman,
ruang yang dinamis dan kesan kecepatan
sistem panel bisa punya aturan sendiri,
aksi laga yang kuat. Pemakaian tone yang
namun kontinuitas sekuen tetap dijaga se-
terjaga kadang-kadang diselingi hitam
suai alur cerita sehingga kita tidak mera-
putih yang kontras. Gaya manga terlihat
sakan adanya perbedaan posisi maupun
kuat pada visualisasi tokoh perempuan
jenis panel. (Panel adalah bagian dari cara
yang imut, bermata lebar seperti kaca dan
bertutur dan memberi kesan ruang).
pakaian yang berkesan street­fashion ABG
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 13

Visualisasi tokoh: Visualisasi tokoh di- gambarkan dengan referensi keragaman ar-
buat berbeda dengan pakem. Aturan ten- sitektur daerah seperti Istana Pagaruyung
tang proporsi tubuh sangat bervariasi dan di Sumatera Barat atau Rumah Adat Karo
penguatan karakter ditekankan secara di Sumatera Utara. Selain suasana fisik,
ekstrim pada distorsi-distorsi anatomis. komik ini juga diberi referensi mengenai
Gaya yang dipakai tidak harus konsisten tokoh terkait dalam gaya Wayang Kulit, ser-
dari tokoh ke tokoh. Pada tokoh tertentu ta dekorasi halaman memakai unsur hias
dipakai aturan proporsi mendekati manu- tradisi. Dalam komik ini, ada upaya mena-
sia, pada tokoh lain digunakan proporsi rik untuk mengangkat sifat multi kultur
super hero sangat ekstrim (kepala kecil dan Indonesia.
otot tubuh yang besar), sedang pada to- Catatan: Komikus Is Yuniarto berkarya
koh lain dipakai proporsi kartun dengan
pada zaman ITC yang dimanfaatkan baik
kepala besar. Busana dan asesori juga di-
dalam mengakses berbagai informasi
gambarkan bebas dengan tidak terikat pa-
kreatif dan referensi artistik, maupun
kem. Unsur unsur yang ada pada pakem,
dalam mengolah aspek visual halaman-
hanya sesekali dipakai sebagai kode atau
halaman komiknya. Walaupun basis kon-
simbol pengikat dengan cerita klasik pada
sep visual komiknya adalah manga, ia
Wayang Kulit atau Wayang Orang. Pen-
tetap bisa menata kisah berat Mahabharata
ciptaan karakter lebih ditekankan pada
menjadi rangkaian aksi dan fantasi yang
interpretasi pribadi tentang setiap karak-
lancar dan menarik. Unsur Indonesia ber-
ter, dikaitkan dengan referensi dari dunia
hasil disertakan dengan cara yang pas.
film, televisi, dan game masa kini. Feno-
mena eklektikisme ini sangat menarik.
Komik Bharatayuda Ciptaan Studio
Visualisasi lingkungan: Dalam komik Caravan 2011
ini penggambaran lingkungan dilakukan
Cerita: Jalan cerita komik ini juga jauh dari
dengan dua pendekatan, pada aksi laga
pakem klasik, namun masih kuat terlihat
lingkungan hanya merupakan efek visual
bahwa referensi utamanya tetap kisah
yang mendukung gerak, arah dan fokus
Mahabharata. Komik ini mempunyai teknik
pertarungan, namun bila diperlukan da-
bercerita yang runut. Pokok cerita utama
lam adegan lain lingkungan didefinisikan
adalah cerita klasik, namun diselingi oleh
secara tiga dimensi dan utuh. Penggambar-
konflik-konflik anak muda keturunan
an setting pemandangan dilakukan de-
Pandawa maupun Kurawa, di mana gaya
ngan distorsi alam yang surealistik, seperti
gaul anak muda sekarang tercermin da-
gunung-gunung lancip padat berdekatan,
lam gaya dialognya. Cerita sampingan
pohon-pohon raksasa dan sudut serta titik
ini dibuat sangat bebas, sama sekali tidak
pandang yang ekstrim. Dengan cara seper-
terikat pakem. Bahasa secara umum juga
ti ini, lingkungan menjadi lebih nyata dan
dibuat dengan referensi bicara masa kini.
memberi sense of place yang kuat. Peng-
Penggarapan ceritanya dilakukan konsis-
gambaran lingkungan tidak menjadi seke-
ten, selesai satu bagian dalam setiap buku.
dar backdrop atau background kejadian. Hal
Sampai jilid 6, buku Bharatayudha baru
yang unik, adalah di tengah suasana manga
mengisahkan prolog dan peristiwa yang
ini, gedung monumental dan perdesaan di-
menuju terjadinya perang besar itu.
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 14

Gambar 4.
Tokoh-tokoh dalam Bharatayuda karya Studio Caravan, 2011, Bharatayuda. Jakarta: Unima.

Pendekatan visual: Penggambaran cerita suasana dongeng, realistik. Gaya yang


ini dilakukan dengan penggambaran dipakai mengingatkan pada pendekatan
realistik yang mendekati suasana do- Disney dan komik serta manga dan anime
ngeng masa lalu. Tokoh maupun dunia- klasik Jepang yang dipengaruhi Studio
nya dibuat volumetrik dan 3 dimensi Disney. Dengan teknik ini maka adegan
menggunakan teknik warna penuh sam- laga yang keras tidak menjadi sadis atau
pai ke sentuhan nuansa dan gradasi yang kejam. Penggambaran Krisna Tiwikrama,
halus. Definisi bentuk dan ruang tidak walaupun besar dan garang, tetap digam-
bergantung pada outline dan arsir tetapi barkan dengan lembut. Gaya gambar do-
dengan kekuatan warna dan gradasinya, ngeng yang lembut ini sesuai untuk buku
dari warna tebal sampai yang paling tipis, anak-anak.
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 15

Gambar 5.
Tokoh Gatotkaca karya Studio Caravan, 2011, Bharatayuda. Jakarta: Unima.

Teknik gambar: Teknik gambar warna dibuat konsisten. Panel hanya berperan se-
penuh ini didekatkan pada kesan realistik bagai bingkai untuk memberi ruang pada
yang penuh, dari halaman ke halaman. Se- aksi cerita. Pada dasarnya sistem panel-
tiap suasana diperkaya dengan permainan nya teratur, dengan pengecualian tertentu
warna dan cahaya halus, yang mendekati pada waktu dibutuhkan. Panel tidak dija-
warna alam sesungguhnya, dengan dis- dikan unsur bertutur, dan hanya dipakai
torsi kalibrasi warna untuk menciptakan untuk mengorganisasikan serta menjaga
suasana dongeng. kontinuitas rangkaian cerita dan aksi.
Panel: Sistem panel yang konvensional Visualisasi tokoh: Pendekatan visual
dan teratur, membuat pembaca memusat- pada penggambaran karakter dilakukan
kan perhatian pada gambar-gambar yang mendekati keadaan manusia normal. Pro-
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 16

porsi para tokoh tidak banyak didistorsi baik. Setiap tokoh tampak didefinisikan
atau distilasikan menjauhi proporsi nor- mendekati pakem perwayangan klasik,
mal. Pada penggambaran karakter, ada walaupun busana dan asesorisnya tidak
upaya kuat untuk mendefinisikan watak terlalu terikat. Atribut penanda tokoh
dan perangai setiap tokoh, bukan seke- disederhanakan dan di-redesign sesuai
dar baik dan jahat mendekati normal, dis- suasana buku, tidak dipaksakan pada
torsi tidak banyak. Interpretasi karakter semua tokoh.

Gambar 6. Tokoh Bima dan Pandawa dalam Baratayuda karya Studio Caravan, 2011,
Baratayuda. Jakarta: Unima.
Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 - 108 17

Catatan: Alam dongeng yang banyak an dalam berbagai perubahan visualisasi


terlihat pada buku klasik anak, menjelas- Mahabharata.
kan salah satu target pasar komik ini. Da- Komik Mahabharata Kosasih adalah
lam desain tata muka dan tata rupa serta hasil rekonstruksi kreatifnya, menjawab
kualitas cetak, terlihat bahwa komik ini keinginannya untuk melestarikan kisah
sudah memenuhi persyaratan untuk ber- besar tersebut kepada pembacanya. Se-
saing dengan komik terjemahan di negeri bagai seni populer, semua pertimbangan
sendiri. Komik ini tidak digarap oleh satu konseptual dan artistiknya sesuai zaman-
orang, melainkan suatu grup di studio nya dan target pembacanya. Referensi dan
yang bekerja sesuai sistem manajemen alam perbendaharaan R. A. Kosasih di-
produksi yang baik. Setiap buku ditangani batasi oleh alam komunikasi dan kesenian
oleh tim yang berbeda dengan pengatur- Indonesia, terutama Bandung pada masa
an tugas yang juga apik. Buku ini adalah tahun 50-an sampai 70-an.
salah satu contoh kerja kelompok yang Komik Pandawa ciptaan Bambang
tertata baik menghadapi persaingan da- Irawan dan Harry, 2001, merupakan
lam Industri Kreatif, dengan tujuan dan upaya merombak konsep klasik dan mem-
target usaha yang jelas. beri bentuk yang kaitannya dengan pakem
klasik sangat sedikit. Sistem bertutur-
nya juga sangat ekspresif meledak-ledak.
PENUTUP Mungkin proses budaya yang terjadi
adalah dekonstruksi dan merangkai kem-
Suatu mitos akan menggali material bali kepingan konsep lama serta menam-
dan memperbarui dirinya terus menerus bahkan konteks baru yang ekstrim, yaitu
sesuai dengan lingkungan budayanya. lingkungan metropolis dengan tingkat
Mahabharata, melalui masa transformasi kejahatan tinggi dan kelas berat. Kedua
yang terus menerus dari naskah asli di komik lain, yaitu Garudayana karya Is
India, menjadi berbagai produk budaya Yuniarto dan Bharatayuda karya Studio
alih-wahana pada berbagai tempat dan Caravan, merupakan upaya rekonstruksi
zaman. Dalam perjalanan ruang dan wak- dan reinterpretasi yang matang untuk
tu, kisah besar ini juga melalui rangkaian mendapatkan basis penggemar baru yang
akulturisasi dan rekonstruksi yang terus luas, dan upaya ini sudah memperlihat-
menerus sampai ke masa kini, di tempat kan hasil.
yang jauh dari tempat kelahirannya. Se- Proses rekonstruksi ini menghasilkan
perti uraian Campbell, bahwa mitos akan reinvensi dan adaptasi pada pasar masa
mengubah dirinya dengan mengambil kini. Proses pengembangan kreasi ini ter-
material yang cocok dan membuang mate- jadi berdasarkan kaidah komik, kaidah
rial yang tidak sesuai lagi dengan zaman- Mahabharata dan imajinasi serta fantasi
nya. Mitos besar punya kekuatan per- bebas komikus. R. A. Kosasih telah ber-
sisten untuk selalu menyesuaikan diri dan hasil mengangkat kembali Mahabharata
relevan dengan manusia pada zamannya. relevan dengan zamannya. Ketiga contoh
Contoh kecil kesinambungan karya R. A. komik karya generasi muda memperlihat-
Kosasih dengan 3 komikus generasi seka- kan bahwa dengan kiat dan kreativitas
rang jelas memperlihatkan kesinambung- masing-masing, upaya mengangkat kem-
Sunarto: Transformasi Visual Tokoh Mahabharata 18

bali Mahabharata untuk pembaca masa Leach, Maria and Fried Jerome.
kini masih relevan dan masih dilakukan 1960 Standard Dictionary of Folklore,
melalui berbagai pendekatan. Mithology and Legend, New York:
Funk & Wagnalls Co.

CATATAN AKHIR Rines, George Edwin and Frederick Con-


1
Komik ini adalah pemenang lomba verse
komik Departemen Pendidikan 1984 The Encyclopedia Americana.
Nasional 1998, diterbitkan oleh Balai Ensiklopedi Vol 18, 1984, Con-
Pustaka 2001. necticut: Grolier Inc.

Spence, Lewis
DAFTAR PUSTAKA 1961 The Outline of Mythology. New
York: Fawcet Publication Inc.
Sumber Tertulis
Sutjipto Wiryosuparto
Barthes, Roland 1968 Kakawin Bharata Yudha. Jakarta:
1956 Mitologi. Jakarta: Kreasi Wacana Bhratara.

Boneff, Marcel
1998 Komik Indonesia. Jakarta: Kepus- Sumber Gambar/Komik
takaan Populer Gramedia.
Bambang Irawan dan Harry
Campbell, Joseph 2001 Pandawa. Jakarta: Balai Pustaka.
1988 The Power of Myth. New York: An-
chor Book. Is Yuniarto.
2011 Garudayana. Jakarta: PT. Gramedia.
1990 Transformation of Myth through
Time. New York: Harper Perennial R. A. Kosasih
1956-57 Mahabharata. Bandung: Melodi.
Claude, Levi-Strauss
2005 “Mitos dan Makna; Membongkar Studio Caravan
Kode Kode Budaya”. Terjemahan 2011 Baratayuda. Jakarta: Unima.
Bhs Indonesia oleh L.P.Hok Myth
and Meaning: Cracking the Code of Cul­
ture, Magelang: Langit Angkasa.

Iwan Gunawan dan Zeffry


1998 “Sejarah Komik Indonesia”.
Katalog Pekan Komik dan Animasi
Nasional 1998. Jakarta: Departe-
men Pendidikan & Kebudayaan
Republik Indonesia.

You might also like