Professional Documents
Culture Documents
net/publication/348819199
CITATIONS READS
0 1,989
3 authors, including:
All content following this page was uploaded by Ashadi Ashadi on 28 January 2021.
PENERAPAN KONSEP
DEKONSTRUKSI
PADA RANCANGAN ARSITEKTUR
BANGUNAN MUSEUM
Tugas Akhir Mahasiswa Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta
Galih Prakasa
GALIH PRAKASA
Galih Prakasa, lahir 13 Maret 1981, di Banjar, Jawa Barat. Lulus sebagai Sarjana Arsitektur
(S1, S.Ars.) dari Program Studi Arsitektur Fakaultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta (FT-UMJ), pada Juli 2020. Judul Seminar Tugas Akhir: Kajian Konsep Arsitektur
Dekonstruksi pada Bangunan Fasilitas Publik. Judul Skripsi dan Rancangan Grafis Tugas
Akhir: Desain Museum Rasulullah SAW dengan Konsep Arsitektur Dekonstruksi di Jakarta.
Sekarang, Galih Prakasa bekerja sebagai Engineering Officer di sebuah perusahaan BUMN di
Jakarta.
ASHADI
Ashadi, lahir 25 Pebruari 1966, di Cepu, Jawa Tengah. Pendidikan Tinggi: S1 Arsitektur
UNDIP (1991), S2 Antropologi UI (2004), dan S3 Arsitektur UNPAR (2016). Sejak 1993
hingga sekarang, Ia aktif sebagai dosen di Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta (FT-UMJ). Jabatan Fungsional terakhirnya adalah Lektor
Kepala, dan memiliki perhatian khusus pada bidang Sejarah, Teori, Kritik, dan Antropologi
Arsitektur.
FINTA LISSIMIA
Finta Lissimia, lahir 6 September 1989, di Nganjuk, Jawa Timur. Pendidikan Tinggi: S1
Arsitektur ITB (2012) dan S2 Arsitektur ITB (2014). Sejak 2016 hingga sekarang, Ia aktif
sebagai dosen di Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta (FT-UMJ). Jabatan Fungsional terakhirnya adalah Lektor, dan memiliki perhatian
khusus pada bidang Arsitektur Perilaku.
Student’s Final Project Based on Research
PENERAPAN KONSEP
DEKONSTRUKSI
PADA RANCANGAN ARSITEKTUR
BANGUNAN MUSEUM
Tugas Akhir Mahasiswa Arsitektur
Universitas Muhammadiyah Jakarta
GALIH PRAKASA
|arsitekturUMJpress|
|
Penulis: GALIH PRAKASA
Dr. Ir. ASHADI, M.Si.
FINTA LISSIMIA, ST., MT.
ISBN 978-602-5428-43-2
Penulis
i
ii
PENGANTAR PENERBIT
Penerbit
iii
iv
DAFTAR ISI
HAL.
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
PENGANTAR PENERBIT iii
DAFTAR ISI v
BAB 1
KAJIAN KONSEP ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI PADA BANGUNAN
FASILITAS PUBLIK 1
1.1. Abstrak 1
1.2. Pendahuluan 1
1.3. Metode dan Langkah-Langkah 2
1.4. Kajian Pustaka 4
1.4.1. Arsitektur Dekonstruksi 4
1.4.2. Arsitektur Dekonstruksi Derridian (Deconstruction) 5
1.4.3. Arsitektur Dekonstruksi Non-Derridian (Deconstructivism) 6
1.4.4. Prinsip-Prinsip Arsitektur Dekonstruksi 11
1,5. Hasil dan Pembahasan 19
1.5.1. Masjid Al Safar di Purwakarta, Jawa Barat 19
1.5.2. Bangunan Informasi Rest Area Km 88 di Purwakarta, Jawa Barat 25
1.5.3. Selasar Sunaryo Art Space di Bandung, Jawa Barat 28
1.5.4. Kampus D Universitas Gunadharma di Depok, Jawa Barat 34
1.6. Analisis 38
1.6.1. Instability (Ketidakstabilan) 38
1.6.2. Disorder (Ketidakteraturan) 45
1.6.3. Impure (Tidak Murni) 51
1.6.4. Disharmony (Ketidakserasian) 53
1.6.5. Fragmentation (Fragmentasi) 56
1.6.6. Conflict (Pertentangan) 58
1.6.7. Fluid (Cair) 60
1.6.8. Metaphor (Metafora) 62
1.6.9. Distortion (Distorsi) 64
1.6.10. In Context (Berkonteks) 66
1.6.11. Contrast (Kontras) 69
v
vi
1.6.12. Tabulasi 69
1.7. Kesimpulan 70
1.8. Referensi 72
BAB 2
DASAR-DASAR RANCANGAN ARSITEKTUR DAN PROGRAM RUANG
BANGUNAN MUSEUM RASULULLAH SAW DI JAKARTA 77
2.1. Pendahuluan 77
2.2. Sekilas Tentang Museum 78
2.3. Studi Preseden 79
2.4. Rencana Tapak 79
2.5. Program dan Besaran Ruang 81
2.6. Referensi 90
BAB 3
KONSEP RANCANGAN ARSITEKTUR BANGUNAN MUSEUM
RASULULLAH SAW DI JAKARTA 91
3.1. Penerapan Konsep Dekonstruksi pada Rancangan Arsitektur 91
3.2. Konsep Rancangan Arsitektur 93
3.2.1. Konsep Bentuk Dasar 94
3.2.2. Konsep Masa 94
3.2.3. Konsep Fasade 96
3.2.4. Konsep Sistem Struktur 96
3.2.5. Konsep Sirkulasi Pengunjung 97
3.2.6. Konsep Ruang Manasik Haji dan Umrah 99
BAB 4
GAMBAR RANCANGAN ARSITEKTUR BANGUNAN MUSEUM
RASULULLAH SAW DI JAKARTA 101
BAB 1
KAJIAN KONSEP ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
PADA BANGUNAN FASILITAS PUBLIK
1.1. Abstrak
Perkembangan Arsitektur yang begitu dinamis, melahirkan aliran-aliran Arsitektur dari masa ke masa.
Mulai dari Arsitektur Klasik hingga Arsitektur Postmodern. Dari sekian banyak aliran Arsitektur yang
ada, Arsitektur Dekonstrusi menjadi aliran yang paling kontroversial, dimana terdapat pro dan kontra.
Namun keberadaan Arsitektur Dekonstruksi menjadi fenomenal, mengingat karya-karya yang terbangun
sering menjadi ikon atau landmark suatu tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang
menjadi prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi dan bagaimana penerapannya pada bangunan fasilitas
publik yang ada di Indonesia. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan
mengamati fenomena secara lebih rinci tentang suatu keadaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang
menjadi prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi yang ada pada kasus studi ada sembilan prinsip, yaitu
sebagai berikut: adalah instability, disorder, impure, disharmony, fluid, metaphor, distortion, in context,
contrast.
1.2. Pendahuluan
Menurut Marcus Pollio Vitruvius dalam (Warsito, 2019) menyatakan bahwa Arsitektur adalah
kekuatan/kekokohan (virmitas), keindahan/estetika (venustas) dan kegunaan/fungsi (utilitas). Dalam
mempelajari arsitektur diperlukan juga pemahaman dari disiplin-disiplin ilmu lainnya seperti ilmu filsafat,
terutama rasionalisme, empirisme, fenomenologi, strukturalisme, post strukturalisme dan
dekonstruktivisme.
Perkembangan dalam dunia arsitektur sangatlah dinamis, hal ini tercermin dari perkembangan
paham-paham terkait dengan Arsitektur, dimulai dari arsitektur neolitik yang berkembang dari rentang
tahun 10.000 SM – 3000 SM dengan mesopotamia sebagai ikon peradabannya pada waktu itu. Kemudian
ada Arsitektur Mediterania yang berkembang di kawasan Mediterania dan mencapai masa keemasannya
pada dekade awal abad ke 19 M. Setelah itu ada Arsitektur Asia yang merupakan perpaduan dari tradisi
kuno dengan teknologi dari Asia Barat dan tengah. Ada periode abad pertengahan yang dikenal sebagai
Abad Pertengahan, pada era ini karakteristik Arsitektur lebih dominan dipengaruhi oleh Agama, Militer
dan Sipil. Pada periode Kolonial yaitu sekitar abad 16-20 adalah masa-masa kebangkitan kerajaan kolonial
1
2
Eropa dari abad 16 sampai awal abad 20, periode ini terbagi menjadi Baroque, Klasikisme, Revavilisme,
Orientalisme dan Art Nouveau. Ada juga era Arsitektur Islam dimana arsitektur ini dipengaruhi oleh
kekhalifahan Moorish, Abbasiyah, Fatimiyah, Malmuk, Persia, Azerbaijani, Turkistan, Ottoman, Indo-
Islam, Sino-Islam, Indonesia-Melayu, Sahel-Islam, dan arsitektur Somalia-Islam. Pra-Columbia, era ini
merujuk kepada era sebelum kedatangan Christopher Columbus di Benua Amerika, sebagian besar tercatat
dalam bentuk piramida. Pada era Arsitektur Modern (1900-1940) terjadi penyederhanaan bentuk mulai
dari menghilangkan ornamen dan cendrung fungsional, gaya pada era Modern dikenal juga dengan istilah
Gaya Internasional. Pada era Arsitektur Kontemporer (1.950 – sekarang) bermunculan gerakan-gerakan
yang ingin merevisi paradigma pada era Modern seperti Arsitektur Post Modern (estetika yang beragam
dan inovatif), Arsitektur Dekonstruksi (fragmentasi dan kekacauan yang terkendali) dan Arsitektur Hijau
(dikenal senagai arsitektur berkelanjutan) (Koran Sindo, 2018).
Perkembangan Arsitektur di Indonesia tidak lepas dari perkembangan Arsitektur-arsitektur yang
terjadi di Eropa, Amerika dan Asia. Meskipun Indonesia memiliki perkembangan Arsitekturnya sendiri,
dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat berkembang pada era sekarang, apa yang berkembang diluar
Indonesia sangat mudah dan cepat untuk di akses sehingga pekermbangan Arsitektur di luar negeri bisa
dengan mudah diserap dan diterapkan di Indonesia.
Dari sekian gaya-gaya arsitektur yang berkembang yang perlu digaris bawahi adalah gaya
Arsitektur Dekonstruksi. Perkembangan Arsitektur Dekonstruksi di Indonesia tidak sepesat Gaya
Internasioal yang menghiasi gedung-gedung pencakar langit di Ibu Kota Jakarta khususnya. Gaya yang
sangat khas dari Arsitektur Dekonstruksi ini seringkali manjadikan bangunan yang menerapkan konsep
ini menjadi bangunan-bangunan yang ikonik. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa bangunan yang
ikonik, namun apakah bangunan tersebut sudah menerapkan konsep Arsitektur Dekonstruksi atau tidak,
perlu dibuktikan secara ilmiah.
Permasalahan yang diangkat dalam kajian atau penelitian ini adalah bagaimana penerapan konsep
dekonstruksi pada arsitektur bangunan fasilitas publik. Penelitian ini bertujuan untuk memahami prinsip-
prinsip arsitektur dekonstruksi dan menelusuri bangunan-bangunan di Indonesia khususnya bangunan
fasilitas publik yang menerapkan konsep arsitektur dekonstruksi, dan memahami bagaimana penerapan
konsep dekonstruksi pada arsitektur bangunan-bangunan fasilitas publik tersebut.
iv) Survey lapangan terhadap 4 objek bangunan kasus studi dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi elemen-elemen dan bentuk-bentuk dari bangunan 4 objek bangunan kasus studi yang
diduga menerapkan prinsip-prinsip arsitektur dekonstruksi
c. Analisis. Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah proses pengambilan data
selesai dilakukan. Pada tahap ini data yang telah diambil dan dikumpulkan akan dianalisis untuk
mendapatkan hasil pengamatan yang akurat sehingga bisa didapat sebuah kesimpulan dari
penelitian ini. Adapun tahap dalam proses analisis data adalah sebagai berikut :
i) Editing
• Mengumpulkan data-data hasil survey lapangan yang akan digunakan untuk dianalisis
• Pengelompokan dan klasifikasi data-data berdasarkan pelingkup bangunan seperti lantai,
dinding/kolom dan atap
ii) Pendeskripsian
• Menentukan prinsip-prinsip arsitektur dekonstruktivis dalam kajian teori
• Mendeskripsikan tiap elemen-elemen dan bentuk dari hasil studi kasus
iii) Klasifikasi
• Membaca kesesuaian prinsip-prinsip arsitektur dekonstruktivis dengan elemen-elemen dan
bentuk bangunan studi kasus yang sudah teridentifikasikan
iv) Tabulasi
• Pembacaan dalam bentuk tabel
• Penilaian terhadap masing-masing studi kasus
• Resume terhadap penilaian 4 studi kasus
d. Penarikan Kesimpulan. Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari kegiatan penelitian. Dari
penarikan kesimpulan ini diharapkan permasalahan yang diungkapkan diawal penelitian akan
terjawab pada bagian ini. Penarikan kesimpulan dengan cara membuat tafsiran kesesuaian prinsip-
prinsip arsitektur dekonstruksi dengan elemen-elemen dan bentuk bangunan 4 objek kasus studi.
dari kelompok ini adalah Jacques Derrida, dari pemahaman Derrida inilah muncul Arsitektur
Dekonstruktivis. Yang ketiga adalah kelompok yang merevisi moderenisme tetapi tidak menolak secara
keseluruhan. Beberapa tokoh pada kelompok ini adalah Martin Heidegger, Hans-Georg Gadamer, Paul
Recoeur, Mary Hesse, Richard Rorty, Karl-Otto Apel dan Jurgen Habermas.
Dari ketiga kelompok diatas yang akan dibahas adalah kelompok kedua, yaitu yang terkait dengan
Dekonstruksi, yang mana akan menjadi salah satu pemicu munculnya Arsitektur Dekonstruktivis.
Geoffrey Broadbent (1991) membedakan Arsitektur Dekonstruktivis menjadi Deconstructivism dan
Deconstruction. Deconstructivism atau dekonstruksi non derridean, merupakan dekonstruksi yang
dipengaruhi oleh gerakan konstruktivism Rusia yang memandang bahwa arsitektur merupakan sebuah
produk pragmatis dan formal. Sedangkan Deconstruction atau Dekonstruksi Derridian merupakan
Dekonstruksi yang dipengaruhi oleh pemikiran atau paham Derrida (Mubarrok, 2016).
rancangan arsitektur. Bagi Eisenmen ketidakpastian merupakan sebuah kondisi yang tepat untuk
menggambarkan penerapan dekonstruksi dalam arsitektur dan kondisi ini memiliki karakteristik aneh,
tidak wajar, sulit untuk disampaikan ataupun tidak berwujud. Kemudian karakteristik ini dihubungkan
dengan sublime berdasarkan pandangan Immanuel Kant tentang keindahan. Immanuel Kant sendiri
menterjemahkan keindahan kedalam dua hal yaitu Beautiful dan Sublime. (Mubarrok, 2016).
Suprematisme lahir bersamaan dengan futurisme pada tahun 1915, dengan kehadiran Kazimir
Malevich dan karya lukis “Persegi Hitam”. Suprematisme berusaha mempertanyakan ulang “bentuk” di
dalam karya seni lukis (rupa). Menurut Malevich dalam (Putri & Alkatiri, 2015) secara keseluruhan
suprematis sendiri bertujuan untuk meniadakan bentuk (zero of form) karena berpendapat bahwa seni itu
harus bebas tanpa terikat pada rezim visual apapun.
Karakter visual suprematisme didominasi oleh bentuk-bentuk geometris yang dianggap tidak perlu
merepresentasikan apapun. Black Square (Gambar 1.2) karya Kazimir Malevich merupakan salah satu
karya di era avant-garde yang memiliki nilai kebaharuan tersendiri secara konseptual.
Yekaterinburg merupakan kota di Rusia yang mendapat julukan ibukota konstruktivis Rusia.
Julukan ini merujuk pada bangunan-bangunan menonjol di kota tersebut yang merupakan peninggalan
dari arsitektur pada era Konstruktivisme. Bangunan-bangunan tersebut adalah sebagai berikut
(Culturetrip, 2019):
Chekist Town (Gambar 1.4) berbentuk seperti palu dan sabit, kompleks perumahan ini awalnya
dirancang untuk Komisariat Rakyat untuk Urusan Dalam Negeri (NKVD), kekuatan polisi rahasia Uni
Soviet. Di jantung Yekaterinburg, kompleks yang luas berisi asrama, bangunan tempat tinggal dan publik,
termasuk pusat budaya, fasilitas kesehatan dan pendidikan. Kehidupan kolektif dilihat sebagai pencapaian
sosialis yang penting, dan dengan demikian ideologi berusaha untuk menantang distribusi ruang hidup.
Didorong untuk memasak dan mandi di fasilitas bersama, tempat tinggal asli, yang membentuk perbatasan
luar Chekist Town, tanpa kamar mandi atau dapur pribadi.
The Printing House (Gambar 1.5), panel jendela yang menerus di sekeliling perimeter gedung dan
tangga setengah lingkaran menempel di sisi luar dari fasad bangunan tersebut. Sementara bangunan ini
dirancang karena kebutuhan (fasilitas pencetakan memerlukan cahaya terang), disisi lain fitur gaya ini
kemudian menjadi elemen khas pada desain bangunan konstruktivis.
General Post Office (Gambar 1.6) menggunakan bentuk geometris blok menyerupai traktor,
simbol kolektivisasi dan penghormatan kepada tenaga kerja pertanian, House of Communications
dirancang pada tahun 1933 dan masih beroperasi sebagai kantor pos hari ini.
Dinamo Sports Centre (Gambar 1.7), kompleks olahraga yang tepat berbentuk seperti kapal.
Balkon dan jendela dirancang agar terlihat seperti sekoci dan dan jendela berbentuk V terlihat seperti
busur. Dirancang oleh arsitek konstruktivis terkemuka Venuamin Sokolov.
10
Old Water Tower, pada saat dibangun, menara putih (Gambar 1.8) merupakan tangki air terbesar
di dunia, namun, sejak penggunaannya diberhentikan pada tahun 1960-an, bangunan tersebut terbengkalai
tanpa dirawat selama bertahun-tahun. Dianggap sebagai salah satu pencapaian desain konstruktivis yang
hebat pada saat itu, sel silindris yang berdiri diatas panggung adalah suatu karya yang sangat inovatif pada
saat itu.
Salah satu arsitek yang sering dikaitkan dengan dekonstruktivisme yaitu Frank Gehry, dikarenakan
definisi formal menjadi karakter karyanya yang secara sengaja tidak mengaitkan hubungan tersebut,
bahkan menjadi media sensitif terhadap keadaan sekitarnya yang bersifat temporal, terpisah-pisah serta
menjalani perubahan secara konstan (Zubaidi, 2010). Dekonstruktivisme sendiri terinspirasi dari avant-
garde pada era Konstruktivisme.
11
Selain Frank Gehry ada juga Zaha Hadid yang mendapat julukan “Ratu Lekukan”. Menurutnya
berasitektur adalah bereksperimen tentang seni arsitektur yang bebas, dengan ide-ide yang baru sama
sekali. Karenanya ia juga disebut menganut aliran Russian Suprematism yang berkembang pada era avant-
garde.
a. Instability (ketidakstabilan)
Bentuk-bentuk dasar geometri yang dikenal adalah: kubus, bola, silinder kerucut dan piramida. Kesemua
bentuk dasar geometri ini dapat menampilkan keadaannya dalam bentuk yang stabil ataupun tidak stabil.
Dalam arsitektur modern kesemua bentuk geometri ini dituntut untuk berada dalam keadaan stabil, namun
bertolak belakang dengan prinsip yang dianut oleh Arsitektur Dekonstruktivis semua bentuk geometri
ditampilkan dalam kondisi yang tidak stabil. Adapun keadaan-keadaan tersebut sebagai berikut: :
Stabil
• Silinder, bentuk silinder akan stabil jika diletakan pada permukaan lingkarannya.
• Kerucut, bentuk kerucut akan stabil jika berdiri diatas permukaan lingkarannya.
• Piramida, dapat berdiri stabil pada setiap permukaannya.
• Kubus, dapat berdiri stabil pada setiap permukaannya.
Tidak stabil
• Silinder , bentuk silinder tidak stabil apabila sumbunya di condongkan.
• Kerucut, bentuk kerucut jadi tidak stabil apabila sumbu vertikalnya dimiringkan atau
dibalik.
• Piramida, sumbu vertikalnya dimiringkan atau dibalik.
• Kubus, juka berdiri diatas salah satu sisi atau sudutnya.
Salah satu prinsip tidak stabil bisa dilihat pada bangunan Vitra Design Museum karya Frank Gehry.
Pada bagian entrance bangunan terdapat kanopi berbentuk segiempat (Gambar 1.9) yang bertumpu hanya
12
pada bagian salah satu ujungnya saja, kondisi tersebut bisa dikatakan kedalam kondisi yang tidak stabil
karena kanopi terkesan akan rubuh atau patah.
b. Disorder (Ketidateraturan)
Salah satu karakter yang melekat pada arsitektur Dekonstruktivis adalah disorder yaitu ketidakteraturan.
Untuk mencapai keteraturan ada beberapa kaidah yang harus terpenuhi yaitu :
• Repetisi (Repetition)
• Alternasi (Alternation)
• Gradasi (Gradation)
• Radiasi (Radiation)
• Keseimbangan (Balance)
• Proporsi (Proportion)
• Aksis (Axis)
• Simetri (Symetry)
• Hirarki (Hierarchy)
• Irama (Rhythm)
• Datum
• Transformasi (Transformation)
Sedangkan pada prinsip arsitektur dekonstruksi memiliki prinsip-prinsip yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip keteraturan.
Run Run Shaw Creative Media Center adalah gedung akademik di kampus City University of
Hong Kong yang dibangun pada tahun 2011. Bengunan ini termasuk salah satu bangunan yang
13
menggunakan konsep arsitektur dekonstruksi karya dari Daniel Libeskind, hal tersebut bisa terlihat dari
bentuk massa bangunan yang tidak simetris (Gambar 1.10). Selain pada bagian massa bangunan yang
tidak simetris, pada bangunan inipun tidak akan ditemukan bentuk pengulangan (repetisi) yang sama
persis dari betukan jendela yang ada, seperti yang sering ditemui pada bangunan-bangunan arsitektur
modern.
c. Impure (ketidakmurnian)
Bentuk murni merupakan salah satu yang menjadi karakter dari arsitektur modern. Bentuk murni adalah
bentuk-bentuk yang terukur dan dapat didefinisikan seperti bujursangkar, tabung, kubus, bola, limas dan
sebagainya. Bentuk tidak murni dapat dilihat pada salah satu karya dari Coop Himmelblau yaitu bangunan
museum Musée des Confluences, Lyon, France (Gambar 1.11). Desain bangunan menampilkan tiga
komponen utama: ‘the plinth’,‘the crystal’ dan ‘the cloud’. Bentuk dari massa bangunan tidak dapat
didefinisikan kedalam bentuk murni entah itu bujursangkar, tabung, kibus, bola, limas atau yang lainnya.
Konsep dari bentuk massa bangunan diambil dari bentuk awan dan kristal. Awan merupakan
perwujudan dari bentuk tidak murni karena tidak dapat didefinisikan kedalam geometri tertentu dan
cendrung abstrak.
d. Disharmony (Ketidakserasian)
Sebuah harmoni dapat terbangun apabila terdapat keteraturan tatanan dari sebuah desain yang
tersusun seimbang menjadi suatu kesatuan yang padu dan utuh, saling mengisi hingga mencapai suatu
kualitas yang disebut harmoni. Dalam arsitektur dekonstruktivis bertentangan dengan prinsip keserasian.
Kritikus arsitektur Paul Heyer sangat mengagumi salah satu dari karya Frank O Gehry yaitu
bangunan Vitra Design Museum yang berada di Jerman. Pada bangunan tersebut Heyer menggambarkan
masa bangunan dari Vitra Design Museum sebagai sebuah perubahan yang tidak ada henti-hentinya pada
bagian luar, hal tersebut menyebabkan tidak jelasnya hubungan antara satu tampak dengan tampak yang
lainnya (Gambar 1.12).
e. Fragmentation (Fragmentasi)
Fragmentasi artinya bentuk-bentuk yang terbelah-belah atau terpecah-pecah dari bentuk murni asalnya.
Jewish Museum Berlin merupakan bangunan museum karya dari salah satu Arsitek Dekonstruksi yaitu
Daniel Libeskind. Bagunan ini menyajikan bentuk-bentuk yang terfragmentsai pada bagian dinding
luarnya. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.13, jendela yang terbentuk pada seluruh bidang dinding
bagian luar seolah-olah seperti bentuk serpihan kaca yang terpecah-pecah dan menyebar ke seluruh bagian
dinding bangunan.
Selain pada bagian fasad, keseluruhan komposisi dari massa bangunan museum merupakan
fragmentasi dari bentuk simbol bintang daud. Apabila bentuk dari massa bangunan tersebut dipecah-pecah
menjadi beberapa bagian dan disatukan kembali maka akan terlihat pecahan tersebut membentuk satu
komposisi bentuk dari bintang Daud (Gambar 1.14).
15
Dari bentuk dan penempatan yang acak tersebut ternyata merupakan abstraksi dari pola yang
diciptakan dengan menghubungkan alamat-alamat penduduk Yahudi yaitu tempat-tempat yang diduga
dimana orang-orang Yahudi tersebut dideportasi dari Berlin dan dibunuh selama masa pemberontakan
yang terjadi di Berlin, kemudian gambar tersebut diproyeksikan ke bangunan sehingga menciptakan garis-
garis yang terkesan tidak beraturan (Dwi, 2014).
f. Conflict (Pertentangan)
Konfilk bisa diartikan juga sebuah kekakacauan sehingga dalam bentuk tersebut tidak ditemukannya suatu
keseimbangan, keharmonisan ataupun kesatuan.
16
Salah satu contoh yang sangat menonjol dari prinsip conflict ini bisa dilhat dari salah satu karya
Daniel Libeskind yang berada di Toronto Canada yaitu Royal Ontario Museum (Gambar 1.15). Bangunan
ini merupakan Proyek Perluasan dari bangunan Museum Existing. Dengan tanpa merubah dari bentuk
bangunan eksisting, Daniel Libeskind seolah-olah seperti menyisipkan bangunan baru yang cendrung
lebih modern. Dengan konsep kristal-kristal yang saling bertabrakan, kesan kacau terlihat pada gubahan
massa bangunan baru tersebut.
g. Fluid (Cair)
Cair mengindikasikan sesuatu yang bergerak dan cenderung dinamis. Bangunan dengan karakter massa
yang cair (fluid), banyak sekali ditemukan pada bangunan-bangunan karya Zaha Hadid. Salah satu yang
sangat terkenal dengan bentuknya yang sangat cair yaitu gedung Heydar Aliyev Cultural Centre, (Baku,
Azerbaijan).
Desain yang sangat cair ini berawal dari permasalahan topografi site yang berkontur. Untuk
membangun koneksi antara plaza publik, gedung dan parkir bawah tanah maka dibuat konsep lansekap
bertingkat. Bentuk fasad yang cair dan dinamis (Gambar 1.16) merupakan salah satu cara Zaha Hadid
dalam mempertahankan kontinuitas antara site dengan bangunan gedung utama.
h. Metaphor (Metafora)
Metafora dalam arsitektur diartikan sebagai sebuah kiasan atau ungkapan bentuk dengan tujuan untuk
membangkitkan imajinasi orang yang menikmati sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima.
Salah bangunan yang terkenal dengan konsep metaforanya adalah Lotus Temple (Kuil Teratai)
yang terletak di India. Dari namanya sudah terlihat bahwa bangunan ini menggunakan metafora bunga
teratai sebagai konsep dari bentuk massa bangunannya (Gambar 1.17). Lotus Temple merupakan
bangunan tempat ibadah bagi penganut Baha’i di India.
17
i. Distortion (Distorsi)
Distorsi bisa diartikan sebagai sebuah penyimpangan bentuk dari komposisi bentuk murninya.
Penyimpangan tersebut bisa ke arah vertikal ataupun horizontal.
European Central Bank (Frankfurt, Germany) merupakan bangunan perkantoran dengan
ketinggian gedung 185 meter. Gedung yang terdiri dari dua massa bangunan dengan gubahan massa mirip
dua buah persegi panjang yang terdistorsi menjadikan bangunan tersebut terlihat sangat mencolok dari
bangunan-bangunan disekitarnya (Gambar 1.18). Bentuk menara persegi empat yang terdistorsi pada
bagian horizontalnya menjadikan European Central Bank sebagai salah satu Arsitektur Dekonstruktivis
yang menggunakan prinsip distorsi pada gubahan massanya.
18
j. In Context (Berkonteks)
Dalam bidang arsitektur istilah konteks merupakan suatu bagian pecahan dari sesuatu yang lebih luas lagi.
Suatu konteks bisa berkaitan dengan budaya masyarakat, sejarah situs, lingkungan situs, ataupun kota
situs dimana suatu bangunan berada.
Limoges Concert Hall (Limoges, France) merupakan bangunan yang terletak di tengah lahan hutan
lebat di pinggiran Limoges. Bangunan ini difungsikan untuk acara konser musik, pertemuan politik dan
berbagai acara lainnya. Untuk lebih mengkontektualisasikan lagi dengan lingkungan alam sekitar, konsep
material fasad dari Limoges Concert Hall (Gambar 1.19) mengalami perubahan, yang tadinya
menggunakan baja dan beton dirubah menjadi material kayu dan polycarbonate kaku yang tembus cahaya.
Penggunaan material kayu pada desain bangunan ini sangat ditekankan karena wilayah Limoges merupan
wilayah dengan industri kayu yang aktif.
k. Contrast (Kontras)
Prinsip kontras dalam arsitektur adalah sebuah elemen atau bentuk yang memiliki karakter yang
berbeda dari keseluruhan bentuk sehingga membuat elemen atau bentuk tersebut tampil lebih menonjol
dari elemen yang lain.
Blue Condominium (New York, USA) (Gambar 1.20) atau yang lebih dikenal dengan Blue Tower
merupakan bangunan hunian bertingkat pertama di lingkungan Lower East Side di Kota New York yang
di desain oleh Bernard Tschumi. Dengan konsep bentuk pixelated faceted, dibalut oleh sistem dinding
tirai kaca berwarna biru, bangunan ini sangat kontras terhadap lingkungan sekitarnya, yang pada
umumnya terbuat dari material batu bata.
Masjid Al Safar menjadi salah satu karya Ridwan Kamil bersama firma arsiteknya Urbane
Indonesia. Masjid yang dapat menampung sekitar 1.200 jemaah ini disebut “mengadopsi bentuk topi adat
(Iket Sunda). Masjid Al Safar dibangun dengan konsep tidak beraturan dengan tujuan agar menyatu
dengan alam. (Geographic, 2019).
Desain Masjid Al Safar terinspirasi dari teknik lipatan origami dan hasilnya berupa lekukan dan
ruang berbentuk segitiga. Masjid ini memiliki luas 900 meter persegi (Liputan6, 2019). Berdiri di atas
lahan seluas 1.411 meter persegi. Tanah sisanya, yakni seluas 5.276 meter persegi, dijadikan sebagai
taman, kolam, tempat wudhu, dan toilet (Tirto, 2019).
B. Tata Ruang
Dimulai dari selasar penghubung antara bangunan tempat wudhu, toilet dengan bangunan utama (Gambar
1.22), terlihat elemen-elemen interior seperti dinding, plafond, lantai dan kolom menampakan
karakternya. Terdapat dua buah kolom bulat dari material pipa baja ditengah selasar dengan di cat warna
abu-abu. Dua buah kolom tersebut terlihat seolah-olah menopang selasar antara tempat wudhu dengan
bangunan utama. Pada tepi selasar sebelah timur terdapat tiga buah kolom yang berdiri di sepanjang tepian
selasar dan di bawahnya terdapat bangku taman setinggi kurang lebih 50 senti meter yang mengikuti tepian
selasar. Plafond selasar menunjukan geometri yang sama dengan fasad bangunan utama yaitu berbentuk
segitiga. Melalui permainan elevasi pada setiap tepi bidangnya bentukan bidang segitiga tersebut seolah-
21
olah seperti lipatan-lipatan kertas seperti halnya yang terdapat pada fasad bangunan utama. Material
plafond terbuat dari gypsump board yang dicat warna putih dan dikombinasikan dengan warna abu-abu
muda.
Pada dinding bangunan utama (Gambar 1.23) yang menempel pada bidang selasar terdapat pintu
utama untuk masuk ke bangunan masjid. Bentuk dari pintu utama tersebut sama dengan pintu pada side
entrance namun dengan bentuk trapesium yang berbeda dari sisi konfigurasi ukurannya. Pada sisi sebelah
kanan pintu terdapat jendela kaca dengan bentuk trapesium dan pada tepinya terdapat list berwarna putih
dari material alumunium composite panel.
Memasuki masjid (Gambar 1.24) terlihat ruangan utama yang digunakan sebagai tempat sholat
tidak memiliki kolom pada bagian tengahnya. Ruang sholat hampir berbentuk segitiga dengan bagian dari
pintu masuk yang lebih lebar dan terus mengecil hingga ruangan imam sholat. Lantai ruang sholat
memakai material batu alam (granit/marmer) berwarna coklat muda yang dikombinasikan dengan garis
pemisah antar shaf yang berwarna coklat tua. Separuh bagian dari ruang sholat hingga ke tempat imam
ditutupi oleh karpet berwarna merah.
Plafond masjid dibuat menyatu dengan dinding melalui bidang dinding yang diteruskan hingga ke
plafond. Sambungan antara dinding dengan plafond dibuat melengkung sehingga terkesan dinding
tersebut menerus keatas dan bersambung dengan bidang dinding yang ada disebrangnya (Gambar 1.25).
Pada tepi dinding terdapat tiga buah bidang dengan jarak tertentu yang menyerupai sabuk dan bidang
tersebut menerus dari satu bidang dinding lalu ke atas plafond dan berakhir pada bidang dinding di
sebrangnya. Material dinding dan plafond menggunakan gypsum board dengan di finish cat warna putih.
Pada bagian dinding arah horisontal dibuat cekungan/beda elevasi sehingga terkesan ada dinding yang
berlapis-lapis. Penerapan lampu dinding pada garis lipatan diantara dua bidang sebagai pencahayaan di
malam hari.
C. Masa Bangunan
Ada tiga masa bangunan yang terdapat di site Masjid Al Safar yaitu Bangunan utama, toilet & tempat
wudhu, dan menara masjid, namun secara keseluruhan didominasi oleh masa tunggal, yakni bangunan
masjid itu sendiri.
23
Bentukan masa bangunan terlihat seperti dibagi dua namun tidak simetris. Pada bagian sebelah
kanan terlihat lebih tinggi dan sedikit lebih pendek pada sisi horisontalnya. Bentukan massa seperti
trapesium tidak teratur. Kesan lipatan terlihat pada masing-masing bidangnya baik itu pada bidang yang
sebelah kiri ataupun pada bidang sebelah kanan. Pada bagian tengah terdapat bagian yang meruncing baik
itu dari arah horisontal maupun dari arah vertikal menuju ke tanah sehingga membentuk geometri seperti
paruh burung. Pada bagian geometri paruh burung dikombinasikan antara material kaca dengan
alumunium composite panel yang disusun bergantian secara vertikal. Pada bagian ini cahaya dari luar bisa
masuk ke bagian dalam dari bangunan utama. Pada bagian perimeter bawah bangunan terdapat kursi beton
yang mengelilingi bangunan utama. (Gambar 1.26).
Selain bangunan utama ada juga bangunan lain yang memiliki massa terpisah yaitu bangunan toilet
dan tempat wudhu. Bangunan ini memiliki massa empat persegi panjang dan dihubungkan oleh sebuah
selasar. Pada bagian barat fasad bangunan didominasi oleh finishing cat berwarna putih. Pada sisi utara,
timur dan selatan fasad bangunan menggunakan material composite panel dengan masing-masing panel
berbentuk segitiga sama sisi. Pada fasad sisi selatan bagian atas condong ke arah luar, dan pada fasad sisi
timur bentukan fasad dibuat seperti gerigi dengan bagian atas condong ke arah luar (Gambar 1.27).
Pada tampak utara bangunan utama (Gambar 1.30) kembali diperkuat oleh kesan lipatan pada
bidang fasad bangunan. Material fasad terbuat dari alumunium composite panel berwarna abu-abu muda
yang disusun secara horisontal seperti pasangan bata. Pada bagian bawah terdapat akses side entrance
dengan bentukan trapesium yang diberi list setebal kurang lebih 60 senti meter. Material list side entrance
terbuat dari alumunium composite panel berwarna biru tua. Pada bagian kaca pintu entrance dihiasi oleh
kaligrafi islam. Terdapat beberapa bukaan seperti yang terdapat pada bidang fasad sisi timur dan selatan
namun dengan jumlah yang lebih sedikit.
B. Tata Ruang
Pada bagian entrance terdapat elemen interior dengan material yang berbeda yaitu homoginous tile pada
bagian yang berbentuk bulat dan paving block pada bagian luarnya yang berbentuk persegi empat (Gambar
1.31).
Pada bagian plafond dalam ruangan terbuat dari material gypsumboard. Bentuk plafond mengikuti
kemiringan dari atap, untuk gubahan bentuknya sediri datar, tidak terdapat lekukan ataupun drop ceiling
(Gambar 1.32).
C. Masa Bangunan
Ada dua masa yang terdapat di site Gedung Informasi Rest Area Km. 88 yaitu Bangunan utama dan
Entrance Gedung, namun keduanya seolah menjadi satu masa bangunan.
Bentukan masa bangunan merupakan bentuk dasar dari geometri persegi panjang yang
dimiringkan ke salah satu sisinya yaitu pada sisi Barat. Dengan kemirigan kurang lebih 30 derajat,
27
bangunan ini jadi terkesan ekstrim. Apabila dilihat dari sisi utara bangunan ini seolah-olah pada sisi bagian
Barat seperti akan tenggelam ditelan bumi.
Pada bagian massa Entrance terdapat dua komponen geometri yang melekat pada gubahan
massanya yaitu lingkaran dan kubus dengan empat tiang bulat sebagai penopangnya. Seirama dengan
massa bangunan utama, posisi dari massa Entrance ikut miring mengikuti kemiringan dari bangunan
utamanya.
Secara keseluruhan pelingkup dari bangunan merupakan dinding kaca dengan rangka alumunium
berwarna putih. Pada bagian kaca dilapisi oleh kaca film dengan tingkat transparansi cukup rendah, hal
ini kemungkinan untuk menghindari paparan sinar matahari secara langsung. Pada bagian atap merupakan
atap datar yang terbuat dari Alumunium Composite Panel berwarna kuning. Kemiringan atap mengikuti
kemiringan dari bangunan. Geometri dari atap membentuk list plank dengan ketebalan kurang lebih
setengah meter. (Gambar 1.33).
Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) merupakan sebuah ruang dan organisasi nirlaba yang
digunakan untuk mengembangkan kesenian dan budaya visual di Indonesia. Bangunan ini didirikan oleh
Sunaryo pada tahun 1998. Yang menjadi sasaran utama dari pendirian SSAS ini adalah penyelenggaraan
program seni rupa konteporer melalui pameran, diskusi, residensi dan lokakarya. Selain seni rupa SSAS
juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan disiplin seni lain seperti Arsitektur,
seni pertunjukan,sastra, dan lain sebagainya (Sunaryo, 2019).
SSAS didesain oleh Baskoro Tedjo, beliau adalah arsitek lulusan ITB. SSAS didesain sesuai
dengan karakter si pemilik dan kondisi alam sekitar. Dengan kondisi tapak yang berkontur bangunan dari
SSAS pun dibuat dengan ketinggian lantai yang berbeda-beda.
29
B. Tata Ruang
Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) menempati bangunan 2 lantai, di mana lantai pertama adalah
merupakan tempat memamerkan hasil kerja seni kontemporer indonesia serta seni visual dari negara Asia
Pasific. Sementara lantai dua, bagian indoor dan outdoornya merupakan tempat eksebishi untuk
memamerkan karya seni seniman Sunaryo yang meliputi gambar/lukisan, Sculpture, print dan installation.
Dimulai dari galeri atas (Gambar 1.36) interior yang tersaji terdiri dari lantai yang terbuat dari
kayu plywood, dinding dari pasangan bata yang di finish plester aci dengan cat warna putih, dan atap
ekspose dari rangka baja. Tidak banyak sekat yang terdapat di dalam ruangan, dari ruangan yang
berbentuk persegipanjang hanya terdapat dua buah bidang persegiempat yang membagi ruangan menjadi
tiga bagian. Bidang-bidang berwarna putih tersebut dipakai sebagai etalase karya seni dari pelukis-pelukis
yang sedang malakukan pameran seni.
Masuk ke ruang Galeri Tengah (Gambar 1.37) terdapat tiga elemen interior yang membentuk
ruangan tersebut secara utuh yaitu dinding, lantai dan plafond. Pada bagian latai terbuat dari material
parquet dengan finishing glossy berwarna natural kayu. Seperti halnya yang terdapat pada interior Galeri
Atas, pada Galeri Tengah pun hanya terdapat beberapa bidang persegiempat sebagai partisi yang membagi
ruang Galeri menjadi beberapa bagian ruangan. pada bagian dinding merupakan bidang solid tanpa adanya
bukaan dan digunakan sebagai etalase dari hasil karya seni rupa. Pada bagian plafond mengikuti bentuk
kemirigan atap. Pada bagian ujung pertemuan antara dinding dengan plafond terdapat drop ceiling yang
digunakan untuk memasang lampu sorot yang diarahkan ke dinding yang merupakan etalase dari hasil
karya seni rupa.
Ruang belakang dari Galeri tengah (Gambar 1.38) menjadi massa yang terpisah dari ruang depan,
dan dihubungkan oleh selasar. Bentuk dinding dan plafond menerus sehingga terlihat seperti sebuah
kesatuan dan didukung warna finishingya yang sama yaitu di cat dengan warna putih. Namun bagian
terlihat sangat kontras apabila dibandingkan dengan elemen dinding dan plafond.
30
C. Masa Bangunan
Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) berupa kompleks yang terdiri atas bangunan utama yaitu galeri
pameran, beberapa bale dan pendopo, dan sebuah amphitheater, dan juga bangunan penunjang seperti
mushalla, rumah bambu, dan gerai cinderamata. (Gambar 1.39).
Bangunan utama terdiri atas Ruang A dan Ruang B. Ruang A (sekitar 177 m2), digunakan untuk
rumah dan menunjukkan karya-karya Sunaryo dipilih oleh Dewan Kurator berdasarkan timeline dan
periode penciptaan. Ruangan juga digunakan untuk pameran berskala besar mempromosikan seniman
Indonesia dan luar negeri.
Ruang B (sekitar 210 m2), digunakan untuk menyajikan pameran seniman muda dar Indonesia
maupun luar negeri. Ruang ini juga digunakan untuk menyajikan koleksi permanen dari art space dan
karya-karya seniman dari Indonesia dan luar negeri.
Amphitheater yang berada di bagian tengah menjadi open space yang menyatukan semua masa
bangunan. Ia biasa digunakan untuk pertunjukan atau seminar out door. Amphitheater berbentuk lingkaran
penuh, dengan satu perempatnya digunakan sebagai panggung dan tiga perempatnya merupakan tempat
audience . Penempatan lokasi amphitheater berdasarkan keadaan kontur tanah pada tapak. Untuk bagian
31
panggung bagian bawah yang berbentuk lingkaran terbuat dari material keramik tanah liat. Sedangkan
dinding back stage terbuat dari dinding bata merah yang diekspos. (Gambar 1.40).
Pada Tampak Timur bangunan SSAS (Gambar 1.42) hanya terlihat sebuah bidang datar besar
berbentuk persegiempat panjang. Material dinding terbuat dari pasangan bata finish cat warna abu-abu.
Pada bagian atas terdapat dinding kaca setinggi limapuluh senti meter yang terpasang sepanjang dinding
pada Tampak Timur. Pada bagian sisi sebelah kiri terdapat dinding kaca setinggi tiga meter yang terdapat
pintu akses menuju main entrance.
Pada tampak utara yang merupakan bagian belakang bangunan SSAS (Gambar 1.43) memiliki
bentuk yang hampir sama dengan bentuk bagian depan. Terdapat sebuah bidang yang berdiri sendiri
dengan bentuk hasil dari repetisi Tampak Utara, bidang ini berdampingan dengan Tampak Utara dan
membentuk koridor yang menjadi jalur akses dari galeri atas ke galeri bawah. Material bidang dinding
terbuat dari pasangan bata dengan di finish cat warna abu-abu. Bidang berbentuk bujur sangkar yang
terpancung pada sisi ujungnya.
Pada tampak barat bangunan SSAS (Gambar 1.44) didominasi oleh bidang-bidang persegiempat
dengan material dinding di finish cat warna abu-abu. Pada tampak Barat terlihat bangunan seperti
memiliki dua buah massa bangunan yang terhubung oleh sebuah koridor tertutup pada lantai atas. Pada
bagian tepi bagunan terdapat selasar menuju caffe dan tangga menuju lantai bawahnya. Pada bidang
dinding di sepanjang bawah lantai selasar meggunakan material batu belah sebagai dinding penahan
tanahnya.
Gambar 1.45 Peta lokasi Gedung D Kampus Universitas Gunadharma, Jl. Margonda Raya
Sumber : Google Maps, diakses 10 Desember 2019
Universitas Gunadharma adalah salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia. Universitas
Gunadharma memiliki 7 fakultas yang penyelenggaraan perkuliahannya dilaksanakan di 14 kampus yang
berbeda lokasi. Dari 14 Kampus tersebut, yang akan menjadi objek kasus studi adalah bangunan baru pada
Kampus D yang terletak di Jalan Margonda Raya Nomor 100, Kelurahan Pondok Cina, Kota Depok.
B. Tata Ruang
Entrance Site dari bangunan baru Kampus D ini terletak di sebelah Timur dan bersebelahan dengan Jalan
Margonda Raya (Gambar 1.46). Terdapat dua buah Entrance Site dimana satu sisi digunakan sebagai akses
masuk kendaraan ke dalam kawasan Kampus D dan satu sisi lagi digunakan sebagai akses kendaraan
keluar dari kawasan Kampus D.
35
Masuk
Keluar
Gambar 1.46 Site Plan Gedung Baru Kampus D Universitas Gunadharma (sebelah kiri adalah kampus baru dan
yang di sebelah kanan adalah kampus lama)
Sumber : (Penulis, 2019)
Kampus D Universitas Gunadharma terdiri atas beberapa fasilitas, yakni Gedung Perkuliahan
(Gedung 1 – 8), Gedung Serbaguna, Gedung Kemahasiswaan, Area Parkir, dan bangunan-bangunan
penunjang lainnya, seperti masjid dan klinik. Bangunan yang unik yang menjadi objek penelitian adalah
Gedung Serbaguna (No. 17 pada Legenda) yang menyatu dengan Gedung 8 (No. 19 pada Legenda) di
sebelah barat dan berhimpit dengan Gedung 7 (No. 15 pada Legenda) di sebelah utara. Di kompleks
kampus baru, Kampus D Universitas Gunadharma terdapat tiga bangunan yang menonjol, yakni Gedung
Serba Guna, Gedung 7 dan Gedung 8.
C. Masa Bangunan
Masuk ke dalam tapak kampus baru Kampus D Universitas Gunadharma Depok akan terlihat tiga buah
masa bangunan dominan dengan karakter yang berbeda. Pada bagian sebelah Timur terdapat masa
bangunan dengan karakter bangunan melebar, yakni Gedung Serbaguna (Gambar 1.47). Berbentuk
persegi empat solid yang melebar, dan terlihat melayang. Bangunan inilah yang bentuknya unik dan
diduga menerapkan salah satu prinsip Arsitektur Dekonstruksi: Instability. Di belakangnya terdapat
sebuah masa bangunan yang menempel namun dengan karakter material yang berbeda. Berbentuk persegi
empat memanjang dengan ketinggian 6 lantai, material bangunan tersebut didominasi oleh: dinding GRC,
Ornamen GRC dan finishing dinding terakota (Gedung 7). Pada bangunan bagian tengah (di sebelah barat
dan menyatu dengan Gedung Serba Guna) merupakan bangunan yang paling tinggi diantara ketiga masa
36
bangunan menonjol yang ada. Bangunan tersebut diperkirakan memiliki ketinggian diatas sepuluh lantai.
(Gedung 8) (Gambar 1.48). Bentuk bangunan tersebut memanjang dari arah Barat menuju ke Timur.
Gubahan masa bangunan tersebut seperti dua buah persegi panjang yang pipih (bagian yang pendek
berbentuk trapesium di extrude) yang disatukan pada salah satu bidang memanjangnya. Pada bagian massa
yang paling panjang, pada salah satu ujungnya terdistorsi ke arah selatan sehingga bagian tersebut lebih
lebar pada bagian bawahnya, seolah-olah membentuk sebuah geometri segitiga.
Gambar 1.49 Bangunan Gedung Serba Guna Kampus D Universitas Gunadharma; terangkat di atas tanah setinggi
6 m dan didukung oleh 8 kolom besar, dua di antaranya berbentuk “V”
Sumber : (Penulis, 2020)
Tampak bangunan Gedung Serba Guna hanya bisa diamati dari arah Timur dan Selatan karena di
sebelah dan menempel di Utara adalah Gedung 7 dan di Barat adalah Gedung 8. Tampak Timur
didominasi oleh selubung bangunan ACP, dan tampak Selatan pada bagian atas berupa dinding kaca
transparan. (Gambar 1.50 dan Gambar 1.51).
Gambar 1.50 Tampak Selatan Bangunan Gedung Serba Guna Kampus D Universitas Gunadharma
Sumber : (Penulis, 2020)
Gambar 1.51 Tampak Timur Bangunan Gedung Serba Guna Kampus D Universitas Gunadharma
Sumber : (Penulis, 2020)
38
1.6. Analisis
Analisis dilakukan untuk membaca kesesuaian prinsip-prinsip arsitektur dekonstruksi dengan elemen-
elemen dan bentuk bangunan studi kasus yang sudah teridentifikasikan. Adapun prinsip-prinsip arsitektur
dekonstruksi yang akan dijadikan sebagai alat baca yaitu : instability, disorder, impure, disharmony,
fragmentation, conflict, fluid, metaphor, distortion, in context, contrast.
Stabil
Tidak Stabil
Gambar 1.52 Bentuk Geometri dalam keadaan stabil (atas) dan tidak stabil (bawah)
Sumber : (Penulis, 2019)
A. Masjid Al Safar
Untuk dapat mengidentifikasikan bentuk dari massa Masjid Al Safar maka perlu diidentifikasikan dahulu
bentuknya. Bila dilihat dari gubahan masa yang dimiliki oleh Masjid Al Safar, bisa dilihat pada Gambar
1.53, terdapat tiga buah masa dengan bentuk menyerupai segitiga, persegi panjang dan trapesium dengan
lima sisi.
Dari masing-masing bentuk terlihat diletakan pada bidang datarnya (Gambar 1.54). Pada bangunan
minaret yang berbentuk segitiga diletakan pada bidang segitiganya. Pada area wudhu atau area toilet, yang
merupakan bentuk persegi panjang terlihat diletakan pada bidang persegipanjangnya. Pada massa
bangunan utama, terlihat seperti poligon yang tidak beraturan dan diletakan pada bidang poligon tidak
beraturannya. Kondisi perletakan dari ketiga massa bangunan tersebut tergolong kedalam geometri
dengan keadaan stabil diatas perletakannya.
39
Geometri perletakan
Geometri perletakan
Geometri kotak
Geometri huruf “i”
Ilustrasi
bangunan
asli
Ilustrasi
bangunan
ditegakan
Untuk masa bangunan yang berbentuk huruf “i” dibuat sebuah ilustrasi dengan membuat bangunan
tersebut menjadi berkarakter vertikal. Meskipun bangunan yang asli terlihat miring namun bangunan
tersebut masih terlihat stabil, karena bangunan tersebut karakternya melebar, sedangkan yang berkarakter
vertikal terlihat tidak stabil, karena cendrung roboh dan patah (Gambar 1.57). Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa meskipun bangunan utama terlihat miring, tapi bisa dikatakan tetap dalam keadaan stabil.
Tidak Stabil
Bentuk dari Café Kopi Selasar merupakan geometri empat persegi panjang yang diletakan tegak
lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang segiempatnya (Gambar 1.61). Kondisi tersebut
menjadikan bangunan Café Kopi Selasar dalam keadaan yang stabil.
Galeri Tengah
Café Kopi Selasar
Galeri Atas
Perletakannya
Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan
Perletakannya
Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan
Perletakannya
Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan
D. Kampus D Gunadarma
Kampus D Gunadarma terdiri dari tiga buah massa bangunan yang saling berderetan, serta memiliki
karakter yang berbeda-beda (Gambar 1.62), yaitu masa bangunan sisi barat yang memiliki dua buah masa
bangunan yang menempel, dan masa bangunan sisi utara yang terdiri atas satu buah masa bangunan.
44
Masa Bangunan
Gedung Serba Guna Masa
Bangunan Sisi
Utara
(Gedung 7)
Bangunan di sebelah Barat memiliki dua buah massa bangunan yang sama-sama terdistorsi pada
salah satu sudutnya, kedua massa bangunan tersebut memiliki geometri berbentuk empat persegipanjang
yang diletakan tegak lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang segiempatnya (Gambar
1.63). Kondisi tersebut menjadikan masa bangunan bagian barat dalam keadaan yang stabil.
Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan
Perletakannya
Bangunan sisi utara memiliki satu masa bangunan yang memiliki geometri berbentuk empat
persegipanjang, diletakan tegak lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang segiempatnya,
kondisi tersebut membuat massa tersebut dalam keadaan stabil.
Masa bangunan Gedung Serba Guna tidak diletakan pada salah satu bidang masa tersebut, kondisi
tersebut menjadikannya dalam keadaan tidak stabil karena terkesan akan patah dan rubuh (Gambar 1.64).
45
Tegak lurus
Perletakannya tidak terhadap bidang
tegak lurus terhadap perletakan
bidang perletakannya
Gambar 1.64 Ilustrasi Masa Bangunan Gedung Serba Guna dan Masa Bangunan di sisi Utara
Sumber : Sumber : (Penulis, 2019)
A. Masjid Al Safar
Untuk melihat apakah pada masjid Al Safar terdapat pengulangan atau tidak, seimbang atau tidak, simetri
atau tidak, bisa dilihat dari gubahan bentuk Masjid Al Safar. Dari tampak bangunan dibuat sebuah as
imajiner pada tiap-tiap foto tampak, as imajiner tersebut diposisikan pada tengah-tengah bangunan
(Gambar 1.65). Dari as imajiner tersebut bisa dilihat bahwa bagian bangunan sebelah kanan tidak sama
dengan bagian bangunan sebelah kiri, kondisi tersebut bisa dikatakan bahwa bangunan tersebut tidak
simetri. Pada bagian fasadnya terdapat bukaan-bukaan pencahayaan yang memiliki ukuran yang sama.
Hal tersebut menandakan bahwa bangunan tersebut pada bangunan tersebut terjadi pengulangan pada
bentuk bukaan cahaya. Meskipun tidak simetris masih terdapat keseimbangan antara sisi kiri dan kanan,
contohnya ketika sisi sebelah kiri memiliki ketinggian yang lebih rendah namun memiliki ukuran yang
lebih panjang. Penempatan bukaan cahaya yang tidak beraturan memberikan kesan tidak adanya irama
pada penentuan letak bukaan tersebut. Dari beberapa kondisi tersebut bisa disimpulkan bahwa ketidak
teraturan pada bangunan Masjid Al Safar diperoleh melalui bentuk yang tidak simetris dan penempatan
bukaan yang tidak berirama.
46
A B
A B
A A
Pada bagian fasad terdapat beberapa pengulangan pada bentuk fasadnya, seperti pada bentuk grill
yang terdapat pada fasad entrance, yang mengalami pengulangan sebanyak empat kali (Gambar 1.67).
Sedangkan fasad dinding kaca pada bangunan utama mengalami pengulangan pada bentukan kotaknya.
47
Kondisi tersebut bisa diartikan bahwa bangunan Gedung Informasi Km. 88 memakai kaidah-kaidah
keteraturan.
Galeri Tengah
Café Kopi Selasar
Galeri Atas
Pada bangunan Galeri Atas dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah bangunan
(Gambar 1.69). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan dan bidang
sebelah kiri memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang simetri.
A A
Pada bangunan Galeri Tengah dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.70). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri tidak memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
tidak simetri.
A B
Pada bangunan Café Kopi Selasar dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.71). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
simetri.
A A
Masa Bangunan
Sisi Barat
Massa
Bangunan Sisi
Massa Bangunan
Utara
Gedung Serba Guna
Pada masa bangunan bagian tengah dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.73). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri memiliki bentuk yang tidak sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
tidak simetri.
A B
Pada massa bangunan sisi Timur dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.74). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
simetri.
A A
A. Masjid Al Safar
Untuk menguji apakah Bentuk dari gubahan massa Masjid Al Safar termasuk kedalam bentuk murni atau
tidak, akan dicoba disatukan dengan bentuk kubus dan silinder. Seperti terlihat pada Gambar 1.75, kedua
buah bentuk murni tersebut tidak dapat mewakili dari bentuk massa bangunan masjid. Sehingga bisa
dikatakan bahwa gubahan massa dari Masjid Al Safar memiliki bentuk yang tidak murni.
Kubus Silinder
Silinder
Persegipanjang
Persegipanjang
Persegipanjang
A. Masjid Al Safar
Jika dilihat dari gubahan massa yang terdapat pada bangunan utama Masjid Al Safar, tekukan-tekukan
pada fasad secara keseluruhan seolah-olah terbentuk dari sekumpulan geometri segitiga. Begitu juga pada
massa bangunan menara dan toilet, sama-sama memiliki geometri segitiga (Gambar 1.79) sebagai elemen
pembentuk massa bangunannya. Hal ini menunjukan harmonisasi antar elemen massa bangunan.
Elemen
segitiga
Material finishing
yang sama
Pada bangunan A menggunakan finishing dinding kaca sistem Curtain Wall. Pada bangunan B
menggunakan alumunium composite panel sebagai penyelesaian finishingnya. Pada bangunan C
didominasi dengan dinding terakota dan jendela kaca. Dilihat dari penyelesaian finishing pada masing-
masing massa bangunan, tidak ditemukan adanya harmonisasi antar bangunan tersebut.
56
A. Masjid Al Safar
Pada bangunan Masjid Al Safar baik dari penampakan interior ataupun eksterior bangunan tidak terdapat
adanya bentukan-bentukan yang terpecah-pecah (terfragmentasi) seperti bisa dilihat pada Gambar 1.83.
A. Masjid Al Safar
Dalam komposisi bentuk Masjid Al Safar tidak ditemukan adanya indikasi kekacauan dalam konsep
gubahan massanya. Hirarki dari bangunan pun terprogram dengan baik, dimana alur pengunjung ketika
akan melakukan ibadah terarahkan dengan baik (Gambar 1.87). Dimana ketika datang, langsung bisa
menemukan tempat wudhu dan terdapat koridor dari ruang wudhu yang mengarahkan ke ruang sholat.
a Gedung 7 (c)
b c
Gedung 8 (a)
A. Masjid Al Safar
Melihat ke dalam interior Masjid Al Safar, maka akan didapati desain plafond yang terkesan menyatu
dengan dinding. Dari segi warna dan bentuk kedua elemen tersebut memiliki karakter yang sama, hal
tersebut diperkuat oleh aksen kolom yang menerus dari bawah hingga keatas dan menyatu dengan kolom
yang berada diseberangnya (Gambar 1.91). Dengan desain yang cendrung mengalir dan dinamis tersebut,
maka bisa dikatakan bahwa desain interior dari Masjid Al Safar memiliki karakter desain yang Fluid
(Cair).
Kolom menerus
Garis tegas
Garis tegas
Garis tegas
A. Masjid Al Safar
Dalam (Geographic, 2019) disebutkan bahwa konsep dari bentuk massa Masjid Al Safar diambil dari
bentuk topi adat orang sunda (Gambar 1.95). Bentuk topi adat sunda pada bagian depan cendrung memiliki
elevasi yang tinggi dan terdapat pertemuan antara bidang atas dan bawah pada satu titik bagian belakang
yang berada di bawah. Begitu juga dengan bentuk Masjid Al Safar pada atap bagian belakang memiliki
elevasi yang lebih tinggi dibanding dengan bagian depan. Pada bagian depan yaitu tempat imam cendrung
membentuk segitiga dengan pertemuan titik berada di bawah.
63
identitas dari karya seni Sunaryo (Archify, 2020). Secara garis besar konsep dari Arsitektur Selasar
Sunaryo Art Space adalah Arsitektur Jawa Barat.
A. Masjid Al Safar
Pada gubahan massa bangunan Masjid Al Safar terdapat dua buah massa yang terdistorsi dari bentuk
asalnya, yaitu bangunan utama dan bangunan toilet. Untuk bangunan utama mengalami distorsi ke segela
arah secara horizontal (Gambar 1.98), sedangkan untuk bangunan toilet hanya terdistorsi horizontal ke
arah Timur saja.
Arah distorsi
Bentuk Murni
Gambar 1.99 Analisis Distorsi bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88
Sumber : (Penulis, 2019)
Bidang-bidang Geometri
Arah distorsi
A. Masjid Al Safar
Penggunaan konsep topi ikat sunda (Geographic, 2019) pada gubahan massa Masjid Al Safar menjadi
salah satu cara Ridwan Kamil sebagai Arsitek dalam mengakomodir kebudayaan dimana tempat masjid
tersebut dibangun. Dengan demikian desain Masjid Al safar bisa dikatakan sangat kontekstual dengan
kebudayaan setempat (kontekstual dari sisi non fisik).
67
Dinding Kaca
Batu belah
Selain material, pemilihan lokasi pembuatan dan desain dari Amphitheater juga sangat
memperhatikan kondisi alam, sehingga pembuatan amphitheater tidak perlu melakukan penggalian yang
cukup dalam, cukup dengan mengikuti kontur dari lahan eksisting (Gambar 1.104). Dengan dua hal
tersebut desain dari bangunan SSAS bisa dikatakan sangat kontekstual dengan kondisi site dan alam
sekitarnya.
A. Masjid Al Safar
Gubahan massa dari Masjid Al Safar yang terinspirasi oleh ikat sunda dan teknik origami, dapat
memberikan nuansa yang berbeda bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan sekitarnya. Hal tersebut
menjadi cukup kontras bagi bangunan Masjid terhadap lingkungan sekitar.
1.6.12 Tabulasi
Analisis dilakukan untuk membaca kesesuaian prinsip-prinsip arsitektur dekonstruktivis dengan elemen-
elemen dan bentuk bangunan studi kasus yang sudah teridentifikasikan. Berikut adalah hasil dari
rangkuman analisis yang dilakukan terhadap empat studi kasus (Tabel 1.1).
70
Gedung
Prinsip Selasar
Masjid Informasi Kampus
No Arsitektur Sunaryo Keumuman Karakter
Al Safar Rest Area Gunadharma
Dekonstruksi Art Space
Km.88
3 Impure V
5 Fragmentation
6 Conflict
7 Fluid V
Scorring 7 3 3 6
Dari hasil tabulasi diatas didapatkan bahwa bangunan Masjid Al Safar dan Kampus D Universitas
Gunadharma memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan Gedung Informasi Rest Area Km.
88 dan Selasar Sunaryo Art Space.
1.7. Kesimpulan
Dari keempat objek bangunan kasus studi: Masjid Al Safar, Bangunan Informasi Rest Area Km. 88,
Selasar Sunaryo Art Space, dan Kampus D Universitas Gunadharma, didapatkan bahwa prinsip-prinsip
Arsitektur Dekonstruksi yang diterapkan pada bangunan tersebut adalah sebagai berikut :
71
1. Instability, prinsip instability diterapkan pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88
dengan memiringkan bangunannya pada level kemiringan yang cukup tinggi. Pada bangunan
Kampus D Gunadarma, prinsip instability diterapkan dengan cara membuat bangunan seolah-
olah melayang tanpa tumpuan.
2. Disorder, prinsip disorder diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan membuat
gubahan massanya menjadi tidak simetris. Pada bangunan Selasar Sunaryo Art Space, prinsip
disorder diterapkan dengan cara membuat gubahan antar massa tidak simetris. Sedangkan pada
salah satu bangunan di Kampus D Gunadarma diterapkan dengan cara salah satu bidangnya
dibuat tidak simetris.
3. Impure, prinsip impure diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara mendistorsi
dari bentuk murni geometri bangunan ke segala arah.
4. Disharmony, prinsip disharmony diterapkan pada bangunan Selasar Sunaryo Art Space
dengan cara membuat penyelesaian finishing dari tiap-tiap massa bangunan menjadi berbeda-
beda. Pada bangunan bangunan Kampus D Gunadarma, prinsip disharmony juga menerapkan
hal yang sama yaitu dengan membuat penyelesaian finishing dari tiap-tiap massa bangunan
menjadi berbeda-beda.
5. Fluid, prinsip fluid diterapkan pada interior bangunan Masjid Al Safar dengan cara membuat
dinding dalam dan plafon dibuat menerus tanpa terputus.
6. Metaphor, prinsip metaphor diterapkan pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88
dengan cara mengambil bentuk huruf “i” untuk diproyeksikan menjadi bentuk tiga dimensi
yang dijadikan sebagai dasar gubahan massa. Pada bangunan bangunan Masjid Al Safar,
prinsip metaphor diterapkan dengan mengambil bentuk ikat sunda sebagai bentuk dasar pada
gubahan massanya.
7. Distortion, prinsip distortion diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara
mendistorsi ke arah horizontal, dengan tujuan agar dapat menyerupai bentuk ikat sunda. Pada
bangunan bangunan Kampus D Gunadarma, prinsip distortion diterapkan dengan cara menarik
salah satu sudut bangunan ke arah luar.
8. In context, prinsip in context diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara
menghubungkan perwujudan bangunan dengan budaya lokal, yaitu melalui ikat sunda yang
menjadi konsep bentuk Masjid. Pada bangunan Kampus D Gunadarma, prinsip in context
diterapkan dengan cara membuat bangunan tanggap terhadap iklim setempat. Sedangkan pada
bangunan Selasar Sunaryo Art Space diterapkan dengan cara pemilihan material lokal sebagai
material finishingnya.
9. Contrast. prinsip contrast diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara membuat
bentuk bangunannya seperti ikat sunda. Pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88 ,
prinsip contrast diterapkan dengan cara pemilihan warna yang mencolok pada material
72
fasadnya. Sedangkan pada salah satu bangunan di Kampus D Gunadarma yaitu dengan cara
mendistorsi salah satu sudut bangunannya.
Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa dari sekian prinsip-prinsip
Arsitektur Dekonstruktivis yang diterapkan pada bangunan studi kasus, lebih banyak dipengaruhi oleh
elemen bentuk massa bangunan.
1.8 Referensi
Archify
"Selasar Sunaryo Art Space", Archify.com: https://www.archify.com/id/project/selasar-sunaryo-
art-space, akses Januari 13, 2020
Arsitur.
"5 Karya Arsitektur Metafora yang Terkenal", arsitur.com: https://www.arsitur.com/2019/01/5-
karya-arsitektur-metafora.html, 2019
Ashadi.
2019 Arsitek Arsitektur Dekonstruktivis, Jakarta: Arsitektur UMJ Press.
bbcindonesia.
"Masjid Al Safar di Bandung: Tuduhan simbol Illuminati dan kontroversi dalam rancang bangun",
bbc.com: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48577560, akses Juni 10, 2019.
Belle, E.
2018 "Frank Gehry Vitra Design Museum", divisare.com: https://divisare.com/projects/382789-frank-
gehry-diego-laurino-vitra-design-museum-vitra-campus
Bochenin
2013 "Gorodok Chekistov", http://wikimapia.org/275214/Gorodok-Chekistov#/photo/3650435
chanelmuslim
2017 "Masjid Al Safar, Masjid Modern di Rest Area 88 Cipularang", chanelmuslim.com:
https://chanelmuslim.com/wisata/masjid-al-safar-masjid-modern-di-rest-area-88-cipularang
Culturetrip
2019 "Yekaterinburg’s Soviet History in 8 Constructivist Buildings", theculturetrip.com:
https://theculturetrip.com/europe/russia/articles/yekaterinburgs-soviet-history-in-8-
constructivist-buildings/
Cypresstrees
2009 "The Jewish Museum Berlin: Daniel Liebeskind", cypresstrees.blogspot.com:
http://cypresstrees.blogspot.com/2009/04/jewish-museum-berlin-daniel-liebeskind.html.
73
Dharma, A.
2019 "Paradigma Konseptual Arsitektur Dekonstruksi", Staffsite.gunadarma.ac.id:
http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/index.php?stateid=files&xcat_id=0.1
Dimitrij, K.
2019 "Black Square", www.wikiart.org: https://www.wikiart.org/en/kazimir-malevich/black-square-
1915
Dwi, M.
2014 "Bangunan Fantastik Karya Arsitek Ternama di Dunia", Kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/mariadwi/54f9616fa33311fc078b4d5c/bangunan-fantastik-karya-
arsitek-ternama-di-dunia
Faril.
2011 "Selasar Sunaryo Art Space",
fariable.blogspot.com: http://fariable.blogspot.com/2011/07/selasar-sunaryo-art-space.html
Flickr
2017 "Aleksandr Rodchenko, Non-Objective Painting 1919", www.flickr.com:
https://www.flickr.com/photos/clairity/32138173800
Furuto, A.
2011 "Cityscape Architectural Awards in Emerging Markets 2011", www.archdaily.com:
https://www.archdaily.com/173830/cityscape-architectural-awards-in-emerging-markets-2011
Geographic, N.
2019 "Makna Arsitektur Masjid Al Safar Karya Ridwan Kamil yang Dapat Penghargaan Dunia",
nationalgeographic.grid.id: https://nationalgeographic.grid.id/read/131752326/makna-
arsitektur-masjid-al-safar-karya-ridwan-kamil-yang-dapat-penghargaan-dunia?page=all
Gunadharma, D.
2015 "YUK NGINTIP DESAIN DARI ‘NEW CAMPUS D’ UNIVERSITAS GUNADARMA",
https://dipawardhana.wordpress.com/: https://dipawardhana.wordpress.com/2015/01/21/yuk-
ngintip-desain-dari-new-campus-d-universitas-gunadarma-by-dipawardhana-paling-lengkap-2/
Hermanto, M.
2013 "Studi Gaya Desain Interior Museum Karya Daniel Libeskind", Jurnal Intra Vol. 1, No. 2, 1-10.
Koran Sindo, J.
2018 "Perkembangan Arsitektur Dunia, dari Arsitektur Islam hingga Era Awal Modern", okezone.com:
https://economy.okezone.com/read/2018/10/09/470/1961500/perkembangan-arsitektur-dunia-
dari-arsitektur-islam-hingga-era-awal-modern?page=2
74
Korting, A.
2008 "Berlin | Jüdisches Museum",
flickr.com: https://www.flickr.com/photos/alexkorting/2749482200/in/photostream/
Langdon, D.
2015 "AD Classics: Limoges Concert Hall / Bernard Tschumi Architects", archdaily.com:
https://www.archdaily.com/627020/ad-classics-limoges-concert-hall-bernard-tschumi-architects
Lihawa, H. R.
2010 "Arsitektur Dekonstruksi Kajian Teori, Metode dan Aplikasi", Jurnal Tenik , Vol 8, No 2, ISSN :
1693-6191.
Liputan6.
2019 "Intip Desain Masjid Al Safar, Masjid Unik Karya Ridwan Kamil di Rest Area KM 88",
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3981412/intip-desain-masjid-al-safar-masjid-unik-
karya-ridwan-kamil-di-rest-area-km-88
Lsanburn
2013 "File:Blue Condominium Tower Neighborhood.jpg",
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Blue_Condominium_Tower_Neighborhood.jpg
Mubarrok, N. Z.
2016 "Displacement, Kriteria Dekonstruksi Peter Eisenman", Jurnal Arsitektur Komposisi, Volume 11,
Nomor 3, April 2016.
Musee.
2019 "Programme Musee Confluence Lyon",
http://www.museedupaysduder.com/programme-musee-confluence-lyon/
Pinimg (n.d.).
"pinimg", https://i.pinimg.com/originals/f8/6d/e7/f86de71a8f1b0ee6f623675b84571f38.jpg
Redman, P.
2014 "As the ROM celebrates its centenary, 100 things to know about the museum, from mummy cats
to penis worms", nationalpost.com: https://nationalpost.com/news/toronto/as-the-rom-celebrates-
its-centenary-100-things-to-know-about-the-museum-from-mummy-cats-to-penis-worms
75
Siswadi, A.
2019 "Tafsir segitiga iblis di masjid rancangan tim Ridwan Kamil", beritagar.id:
https://beritagar.id/artikel/berita/tafsir-segitiga-iblis-di-masjid-rancangan-tim-ridwan-kamil
Sunaryo, Y. S.
2019 "Tentang Selasar Sunaryo Art Space",
selasarsunaryo.com: http://www.selasarsunaryo.com/tentang-kami/
Tate
2009 "Rodchenko and Popova: Defining Constructivism: explore the exhibition, room 7 5 x 5 = 25
Paintings", tate.org.uk: https://www.tate.org.uk/whats-on/tate-modern/exhibition/rodchenko-
popova/rodchenko-and-popova-defining-constructivism-6
Tirto
2019 "Sejarah Masjid Al Safar Karya Ridwan Kamil & Tudingan Illuminati", tirto.id:
https://tirto.id/sejarah-masjid-al-safar-karya-ridwan-kamil-tudingan-illuminati-d9ps
Warsito, A.
2019 "19 Pengertian Arsitektur Menurut Para Ahli", Ilmuseni.com: https://ilmuseni.com/seni-
rupa/arsitektur/pengertian-arsitektur-menurut-para-ahli
Whalley, Z.
2017 "Yekaterinburg’s Soviet History in 8 Constructivist Buildings", theculturetrip.com:
https://theculturetrip.com/europe/russia/articles/yekaterinburgs-soviet-history-in-8-
constructivist-buildings/
Zubaidi, F.
2010 "Telaah konsep Frank O Gehry Dalam Rancangan Arsitektur", Jurnal Ruang Volume 2 Nomor 2.
76
BAB 2
DASAR-DASAR RANCANGAN ARSITEKTUR
DAN PROGRAM RUANG
BANGUNAN MUSEUM RASULULLAH SAW DI JAKARTA
2.1. Pendahuluan
Berangkat dari sebuah peribahasa yang sudah sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia pada
umumnya yaitu “tak kenal maka tak sayang”, menjadikan perilaku anak-anak, remaja, ataupun orang
dewasa akan cendrung mengikuti orang yang sudah sangat dikenalnya, atau dengan istilah lain idolanya.
Menjadi positif apabila perilaku dari seorang idola menunjukan perbuatan-perbuatan yang positif, namun
bagaimana apabila sang idola tersebut justru melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif?.
Berangkat dari pentingnya seorang idola bagi perkembangan karakter seseorang, penulis mengutip
dari salah satu ayat Al Quran Surat Ali Imran ayat 31:
“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah,
maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa
kalian“. (QS. Ali Imran: 31).
Dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa untuk dapat dicintai oleh Allah Subhana Wa Ta’ala maka
harus mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah Salallahu alaihi wasalam. Disini bisa diartikan bahwa
Islam mewajibkan untuk menjadikan Rasulullah Salallahu alaihi wasalam sebagai idola bagi umat islam.
Untuk dapat mengikuti perbuatan, perkataan atau yang diperintahkan oleh Rasulullah Salallahu alaihi
wasalam, diperlukan pengenalan lebih dalam terhadap sosok yang diidolakan tersebut. Ada banyak sekali
cara yang bisa dilakukan dalam rangka mengenal lebih dekat, yaitu lewat buku bacaan, ceramah agama,
dan film. Namun cara-cara yag disebutkan tadi hanya dapat membawa pengalaman secara dua dimensi.
Untuk dapat memberikan pengalaman yang lebih akrab lagi maka perlu dihadirkan suasana dalam bentuk
tiga dimensi. Museum merupakan salah sarana yang tepat dalam menghadirkan pengalaman secara tiga
dimensi sehingga kehadiran sosok seorang idola bisa dirasakan lebih dekat lagi.
Museum merupakan bangunan publik dengan karakter yang unik, dimana setiap museum memiliki
kisah atau cerita yang berbeda-beda. Museum adalah tempat dimana koleksi-koleksi dan sejarah-sejarah
penting disimpan secara apik, untuk kemudian disampaikan kepada generasi-generasi selanjutnya. Yang
77
78
terpenting dari sebuah museum adalah bagaimana kita bisa merasakan suasana dari sejarah atau benda
koleksi tersebut hadir dihadapan kita. Dekonstruksi merupakan salah satu konsep Arsitektur yang sangat
kuat dalam menghadirkan makna-makna atau kisah yang ingin disampaikan melalui Arsitektur.
Ada banyak sekali bangunan Museum yang dibangun dengan konsep Arsitektur Dekonstruksi,
baik itu di dalam negeri ataupun diluar negeri. Dari dalam negeri ada Museum Tsunami Aceh karya
Ridwan Kamil, di Museum tersebut pengunjung diajak untuk mengingat dan merasakan bagaimana
tragedi tsunami yang telah menghancurkan Aceh (Astuti, 2019). Dari luar negeri ada Museum Yahudi
Berlin karya Daniel Libeskind, museum tersebut bercerita bagaimana peristiwa holocaust terjadi pada era
Nazi di Jerman (Ashadi, 2019). Kedua museum tersebut dibangun dengan konsep Arsitektur
Dekonstruksi.
Dalam rangka mengenal sosok idola atau panutan diperlukan media atau sarana untuk beriteraksi,
rencana pengadaan Museum Rasulullah di Indonesia, akhir-akhir ini menjadi isu hangat, dan menjadi
perbincangan publik. Rancangan Bangunan Museum Rasulullah dengan Konsep Arsitektur Dekonstruksi
di Jakarta ini adalah salah satu usaha dan sumbangan pemikiran dari kalangan mahasiswa arsitektur.
Konsep dekonstruksi digunakan dalam rancangan ini dengan alasan kuat, bahwa dengan konsep ini
bangunan Museum tersebut diharapkan dapat memberikan nuansa yang kuat dalam menghadirkan sejarah
perjalanan Rasullullah Salallahu alaihi wasalam dalam mengemban tugasnya untuk menyampaikan
Risalah-Nya.
Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana rancangan bangunan museum dengan penerapan
konsep Arsitektur Dekonstruksi.
Data Tapak
Lokasi : Jl. Taman Mini II, Kecamatan Cipayung
Luas Tapak : ± 30.000 m2 (3 Ha)
Koefisen Dasar Bangunan (KDB) : 30 %
Garis Sempadan Bangunan (GSB) : ½ Ruang Milik Jalan (4 meter)
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) : 1,2
Maksimum ketinggian Lantai : 4 Lantai
Koefisien Dasar Hijau (KDH) : 45 %
Batas Tapak
• Utara : Jl. Mundu
• Selatan : Jl. Taman Mini II
• Timur : Pemukiman Warga
• Barat : Jl. Taman Mini II
Peruntukan Lahan
Adapun dari sisi tata guna lahan seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, lahan yang menjadi lokasi
tersebut termasuk kedalam Zona Perkantoran, Perdagangan, dan Jasa KDB Rendah (warna ungu).
Tapak terpilih memiliki bentuk segitiga dengan posisi bentuk yang melancip berada di posisi selatan,
dan yang melebar berada di posisi utara (Gambar 2.2). Secara keseluruhan elevasi lahan cendrung datar,
hanya pada beberapa sisi lancip saja yang memiliki kemiringan.
Berikut adalah Program dan Besaran Ruang Museum Rasulullah di Jakarta. Lihat Tabel 2.1-2.8 di
bawah ini.
20%
Lobi 600 75,9 m²/org 20% 1 10.000 m² NAD
Pengunjung
Ruang
Penitipan 100 1 m²/org 20% 1 120 m² ASM 30 Loker/ m²
Barang
Ruang
Pelayanan 4 2 m²/org 20% 1 9 m² ASM
Pengunjung
1 toilet/50
Toilet Pria 4 2,5 m²/org 20% 1 12 m² NAD
orang
83
Toilet 1 toilet/50
5 2,5 m²/org 20% 1 15 m² NAD
Wanita orang
Jumlah 10.517 m²
2. Ruang Auditorium
Tabel 2.2 Ruang Auditorium
Backstage 5% dari
50 0,6 m²/org 20% 1 36 m² NAD
Equipment Auditorium
Information
2 3,2 m²/org 20% 1 8 m² NMH
center
Dressing &
Make up 8 3,6 m²/org 20% 2 69 m² NAD
Room
Ruang
2 14 m²/org 20% 1 34 m² TSS
Proyektor
84
Ruang
3 6 m²/unit 20% 3 65 m² TSS
Kamera TV
Ruang Tata
4 3 m²/unit 20% 1 14 m² TSS
Lampu
Ruang Tata
4 3 m²/unit 20% 1 14 m² TSS
Suara
Ruang
4 6 m²/org 20% 1 29 m² TSS
Penerjemah
1 toilet/50
Toilet Pria 8 2,5 m²/org 20% 1 24 m² NAD
orang
Toilet 1 toilet/50
12 2,5 m²/org 20% 1 36 m² NAD
Wanita orang
Jumlah 1.489 m²
3. Ruang Pengelola
Tabel 2.3 Ruang Pengelola
R. Kepala
1 9 m²/org 20% 1 11 m² SP
Museum
Ruang
1 6 m²/org 20% 1 7 m² SP
sekretaris
Ruang
1 7,5 m²/org 20% 7 63 m² ASM
Sekretariat
Ruang
20 3,4 m²/org 20% 2 163 m² SP
Karyawan
Toilet
3 2,5 m²/org 20% 1 9 m² NAD
Wanita
Jumlah 454 m²
4. Ruang Perpustakaan
Tabel 2.4 Ruang Perpustakaan
5%
Lobi 150 0,9 m²/org 20% 1 162 m² SP
Pengunjung
Ruang
2 2 m²/org 20% 1 5 m² SP
Informasi
Ruang
Petugas 2 &
Pelayanan 4 2 m²/org 20% 1 10 m² ASM
Peminjam 2
Pinjam Buku
10%
R. Baca 300 2,5 m²/org 20% 1 900 m² SP
Pengunjung
Gudang 1 24 m² SP
Jumlah 1.496 m²
Tempat
10 1 20% 1 12 m² ASM
Wudhu
Toilet
12 2,5 m²/org 20% 1 36 m² NAD
Wanita
R. Ganti
300 0,1 m²/org 20% 1 36 m² ASM
Pakaian
Ruang
Pengarahan 300 2 m²/org 20% 1 720 m² ASM
Manasik
Jumlah 2.178 m²
87
6. Ruang Service
Tabel 2.6 Ruang Service
Loker
30 0,1 m²/org 20% 8 29 m² ASM
Karyawan
Tempat
10 1 m²/org 20% 1 12 m² ASM
Wudhu
1 toilet/50
Toilet Pria 2 2,5 m²/org 20% 1 6 m² NAD
orang
Toilet 1 toilet/50
2 2,5 m²/org 20% 1 6 m² NAD
Wanita orang
Ruang
4 7,5 m²/org 20% 1 36 m² SP
Keamanan
Ruang
1 50 m²/unit 20% 1 60 m² SP
Genset
Ruang
1 30 m²/unit 20% 1 36 m² SP
Pompa
R. Panel
1 30 m²/unit 20% 4 144 m² SP
Listrik
Cooling 20%
1 20 m²/unit 1 24 m² SP
Tower
Tangga
2 18 m²/org 20% 2 86 m² SP
Darurat
Jumlah 1.152 m²
7. Parkir
Asumsi jumlah pengunjung yang membawa kendaraan :
Mobil = 25% dari total pengunjung
Motor = 50% dari total pengunjung
Bus = 10% dari total pengunjung
Lain-lain = 15% dari total pengunjung
Parkir
Pengunjung
Parkir
Pengelola
Parkir
Service
Ruang
Tunggu 20 1,8 m²/org 20% 1 43 m² NAD
Sopir
Jumlah 9.385 m²
90
8. Rekapitulasi
Tabel 2.8 Rekapitulasi Program dan Besaran Ruang
2.6. Referensi
Ashadi
2019) Arsitek Arsitektur Dekonstruktivis, Jakarta: Arsitektur UMJ Press.
Astuti, D.
2019 “Good News From Indonesia”, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/12/27/museum-
tsunami-aceh.
Manis
2018 “Pengertian Museum, Fungsi dan Klasifikasi Macam Jenis Museum Menurut Para Ahli Lengkap”,
https://www.pelajaran.co.id/2018/31/pengertian-museum-fungsi-dan-klasifikasi-macam-jenis-
museum-menurut-para-ahli-lengkap.html.
Susanto, H.
2014 “Museum Berbasis Android Pada Museum Ranggawarsita Semarang Dengan Kompetensi
Prototype”, Jurnal Teknik Informatika, Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Wulandari, A. A.
2014 “Dasar-dasar Perencanaan Interior Museum”, Humaniora No.1 , 5, 246-257.
Zelazko, A.
2020 “Topkapi Palace Museum”,
https://www.britannica.com/topic/Topkapi-Palace-Museum#ref338339
BAB 3
KONSEP RANCANGAN ARSITEKTUR
BANGUNAN MUSEUM RASULULLAH SAW DI JAKARTA
91
92
berniat untuk menghancurkan Ka’bah. Seperti halnya bulan sabit, ka’bah sering juga dijadikan sebagai
simbol untuk merepresentasikan islam.
c. Batu
Meskipun tidak seidentik bulan sabit dan ka’bah, namun batu memiliki nilai kontekstual terhadap
perjalanan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam semasa hidupnya. Dimana batu merupakan karakter
daratan Makkah dan Madinah, dimana tidaklah mudah untuk hidup diwilayah tersebut. Batu juga
sering dijadikan perumpamaan dalam Al Quran ketika menjelaskan kondisi hati orang-orang kafir
yang keras bagaikan batu, bahkan lebih keras lagi. Dalam salah satu hadits Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam pun disebutkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam diangkat
menjadi Rasul, pernah suatu ketika ada batu yang memberi salam kepada beliau.
d. Ornamen Islam
Adanya larangan dalam hadits untuk tidak menggambar mahluk hidup, membuat ornamen berupa
kaligrafi, hiasan geometri dan arabesk menjadi pilihan perupa muslim dalam menghias rumah dan
masjid. Ornamen islam menjadi sangat identik dengan islam, karena ornamen tersebut banyak sekali
ditemui di bangunan-bangunan masjid.
Dari keempat alternatif diatas masing-masing bentuk memiliki karakter yang berbeda-beda. Bulan
Sabit, Ka’bah, dan ornamen Islam merupakan bentuk geometri murni dari kubus,segitiga dan lingkaran,
sedangkan batu tidak dapat didefinisikan ke dalam salah satu bentuk murni. Dari ketiga bentuk tersebut,
batu memiliki karakter dari salah satu prinsip Arsitektur Dekonstruksi yaitu bentuk yang tidak murni
(impure).
Dari beberapa pertimbangan diatas, batu (Gambar 3.1) menjadi pilihan bentuk masa Bangunan
Museum Rasulullah. Batu bisa dijadikan sebagai gambaran masyarakat jahiliyah yang menjadi target
dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam.
Untuk bentuk bulan sabit digunakan sebagai bentuk dasar dari komposisi denah masa bangunan.
Pemilihan bulan sabit didasarkan pada karakter bulan sabit yang mewakili waktu. Sesuai dengan konsep
bangunan Museum Rasulullah yang mempersembahkan perjalanan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam
dari waktu ke waktu.
Arsitektur sebagai media cerita diterapkan pada penyusunan ruang dan alur sirkulasi berdasarkan
pada urutan periode perjalanan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Walam. Arsitektur harus memiliki emosi
diterapkan pada pemilihan batu sebagai dasar filosofi bentuk massa bangunan. Prinsip impure diterapkan
pada pemilihan batu yang memiliki karakter bentuk tidak murni. Prinsip Metaphor diterapkan pada
pemilihan batu dan bulan sabit sebagai bentuk dasar gubahan massa dan komposisi denah. Prinsip contrast
diterapkan dengan membuat gubahan massa yang seperti batu menjadi sesuatu yang terlihat mencolok
dibanding dengan lingkungan sekitarnya. Prinsip in context diterapkan dengan pemilihan bentuk dasar
batu, bulan sabit, dan ornamen islam yang memiliki keterkaitan dengan islam dan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Salam.
Untuk memperkuat kesan Islam pada bangunan Museum Rasululah di Jakarta, maka pada area-
area tertentu akan dihadirkan ornamen-ornamen Islam, seperti hiasan bermotif sandblast pada area-area
yang menggunakan material kaca.
Pemilihan material fasad yang tepat, dapat dijadikan sebagai gambaran keindahan Islam. Dimana
hal tersebut selaras dengan tujuan diutusnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, yaitu untuk merubah
ahlak manusia menjadi lebih baik. Ada beberapa pilihan material fasad yang bisa dijadikan alternatif yaitu:
anodized alumunium cladding, Glass fiber reinforced plastics (GFRP), glass fiber reinforced concrete
(GFRC), dan Alumunium Composite Panel.
Gambar 3.4 Konsep Bentuk Fasade terinspirasi dari sebuah Mata Air
Sirkulasi dalam bangunan menggunakan Pola Curvelinear; pengunjung tidak fokus terhadap tujuan
akhir dan bisa mengikuti sajian pameran secara mengalir.
GEOMETRI
ISLAM
Berikut adalah Gambar Rancangan Arsitektur Bangunan Museum Rasulullah di Jakarta, yang meliputi
gambar-gambar: Blockplan, Siteplan, Denah, Tampak, Potongan, Detail, Perspektif 3D, dan Maket.
Gambar 4.1-4.17.
101
102