You are on page 1of 129

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/348819199

PENERAPAN KONSEP DEKONSTRUKSI PADA RANCANGAN ARSITEKTUR


BANGUNAN MUSEUM

Book · January 2021

CITATIONS READS

0 1,989

3 authors, including:

Ashadi Ashadi Finta Lissimia


Universitas Muhammadiyah Jakarta Universitas Muhammadiyah Jakarta
91 PUBLICATIONS 173 CITATIONS 31 PUBLICATIONS 25 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ashadi Ashadi on 28 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Student’s Final Project Based on Research

PENERAPAN KONSEP

DEKONSTRUKSI
PADA RANCANGAN ARSITEKTUR

BANGUNAN MUSEUM
Tugas Akhir Mahasiswa Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta

Galih Prakasa

Dr. Ir. Ashadi, MSi.

Finta Lissimia, ST., MT.

Arsitektur UMJ Press


The development of architecture was so dynamic, giving birth to architectural
styles from time to time. Starting from Classical Architecture Style to
Postmodern Architecture Style. Of the many existing architectural styles,
Deconstruction Architecture Style was the most controversial. However, the
existence of Deconstruction Architecture was phenomenal, considering that the
works that were built often became icons or landmarks of a place. This study
aimed to determine what were the principles of deconstruction architecture and
how they applied to public facilities in Indonesia. The method used was
descriptive qualitative, by observing the phenomenon in more detail about a
situation. The results showed that there were nine principles of deconstruction
architecture in the case study, namely as follows: instability, disorder, impure,
disharmony, fluid, metaphor, distortion, in context, contrast.

GALIH PRAKASA
Galih Prakasa, lahir 13 Maret 1981, di Banjar, Jawa Barat. Lulus sebagai Sarjana Arsitektur
(S1, S.Ars.) dari Program Studi Arsitektur Fakaultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta (FT-UMJ), pada Juli 2020. Judul Seminar Tugas Akhir: Kajian Konsep Arsitektur
Dekonstruksi pada Bangunan Fasilitas Publik. Judul Skripsi dan Rancangan Grafis Tugas
Akhir: Desain Museum Rasulullah SAW dengan Konsep Arsitektur Dekonstruksi di Jakarta.
Sekarang, Galih Prakasa bekerja sebagai Engineering Officer di sebuah perusahaan BUMN di
Jakarta.

ASHADI
Ashadi, lahir 25 Pebruari 1966, di Cepu, Jawa Tengah. Pendidikan Tinggi: S1 Arsitektur
UNDIP (1991), S2 Antropologi UI (2004), dan S3 Arsitektur UNPAR (2016). Sejak 1993
hingga sekarang, Ia aktif sebagai dosen di Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta (FT-UMJ). Jabatan Fungsional terakhirnya adalah Lektor
Kepala, dan memiliki perhatian khusus pada bidang Sejarah, Teori, Kritik, dan Antropologi
Arsitektur.

FINTA LISSIMIA
Finta Lissimia, lahir 6 September 1989, di Nganjuk, Jawa Timur. Pendidikan Tinggi: S1
Arsitektur ITB (2012) dan S2 Arsitektur ITB (2014). Sejak 2016 hingga sekarang, Ia aktif
sebagai dosen di Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta (FT-UMJ). Jabatan Fungsional terakhirnya adalah Lektor, dan memiliki perhatian
khusus pada bidang Arsitektur Perilaku.
Student’s Final Project Based on Research

PENERAPAN KONSEP

DEKONSTRUKSI
PADA RANCANGAN ARSITEKTUR

BANGUNAN MUSEUM
Tugas Akhir Mahasiswa Arsitektur
Universitas Muhammadiyah Jakarta

GALIH PRAKASA

Dr. Ir. ASHADI, M.Si.

FINTA LISSIMIA, ST., MT.

Penerbit Arsitektur UMJ Press


2021
Penerapan Konsep Dekonstruksi Pada Rancangan
Arsitektur Bangunan Museum

|arsitekturUMJpress|
|
Penulis: GALIH PRAKASA
Dr. Ir. ASHADI, M.Si.
FINTA LISSIMIA, ST., MT.

CETAKAN PERTAMA, JANUARI 2021

Hak Cipta Pada Penulis


Hak Cipta Penulis dilindungi Undang-Undang Hak Cipta 2002
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun tanpa izin
tertulis dari Penerbit.

Desain Sampul : Abu GhoFi


Tata Letak : Abu GhoFi

Perpustakaan Nasional – Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Galih Prakasa, Ashadi, Finta Lissimia
Penerapan Konsep Dekonstruksi Pada Rancangan Arsitektur Bangunan Museum
Jumlah Halaman 114

ISBN 978-602-5428-43-2

Diterbitkan Oleh Arsitektur UMJ Press


Jln. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat 10510
Tetp. 021-4256024, Fax. 021-4256023
E-mail: arwityas@yahoo.com

Gambar Sampul: Gambar Rancangan Bangunan Museum (Dokumen Laporan Tugas


Akhir Galih Prakasa)

Dicetak dan dijilid di Jakarta


Isi di luar tanggung jawab percetakan
__________________________________________________________
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 :

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda
paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau


menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
ABSTRAK

Perkembangan Arsitektur yang begitu dinamis, melahirkan aliran-aliran Arsitektur dari


masa ke masa. Mulai dari Arsitektur Klasik hingga Arsitektur Postmodern. Dari sekian
banyak aliran Arsitektur yang ada, Arsitektur Dekonstrusi menjadi aliran yang paling
kontroversial, dimana terdapat pro dan kontra. Namun keberadaan Arsitektur Dekonstruksi
menjadi fenomenal, mengingat karya-karya yang terbangun sering menjadi ikon atau
landmark suatu tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang menjadi
prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi dan bagaimana penerapannya pada bangunan
fasilitas publik yang ada di Indonesia. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif,
yaitu dengan mengamati fenomena secara lebih rinci tentang suatu keadaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi yang
ada pada kasus studi ada sembilan prinsip, yaitu sebagai berikut: adalah instability,
disorder, impure, disharmony, fluid, metaphor, distortion, in context, contrast.

Kata kunci : Arsitektur Dekonstruksi, Arsitektur Postmodern, Dekonstruksi


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, buku berjudul Penerapan Konsep Dekonstruksi Pada Rancangan


Arsitektur Bangunan Museum dapat diselesaikan. Buku ini merupakan hasil ringkasan dari
gabungan tiga dokumen laporan, yakni Laporan Penelitian Seminar Tugas Akhir, Laporan
Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir, dan Laporan Rancangan Grafis Tugas Akhir.
Ketiga dokumen laporan tersebut merupakan hasil studi saudara Galih Prakasa (NIM:
2016460060) di Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta, pada Periode Semester Genap 2019/2020. Judul Seminar Tugas Akhir: Kajian
Konsep Arsitektur Dekonstruksi pada Bangunan Fasilitas Publik. Judul Perencanaan dan
Perancangan Tugas Akhir dan Judul Rancangan Grafis Tugas Akhir: Desain Museum
Rasulullah SAW dengan Konsep Dekonstruksi di Jakarta.
Dalam proses penyelesaian ketiga laporan Tugas Akhir tersebut, saudara Galih
Prakasa dibimbing oleh dosen-dosen yang berkopeten di bidang yang menjadi fokus Tugas
Akhir. Dalam penyelesaian Laporan Seminar Tugas Akhir, saudara Galih Prakasa
dibimbing oleh Dr. Ir. Ashadi, M.Si. Dalam penyelesaian Laporan Perencanaan dan
Perancangan Tugas Akhir dan Laporan Rancangan Grafis Tugas Akhir, saudara Galih
Prakasa dibimbing oleh Dr. Ir. Ashadi, M.Si., sebagai Pembimbing Utama, dan Finta
Lissimia, ST., MT., sebagai Pembimbing Pendamping.
Dalam buku ini diperlihatkan bagaimana menerapkan konsep Arsitektur
Dekonstruksi dari hasil penelitian ke dalam rancangan arsitektur bangunan museum.
Dengan kelengkapan gambar-gambar sketsa dan rancangan arsitektur semakin menambah
kelengkapan dan kejelasan buku ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para
mahasiswa arsitektur, sebagai salah satu acuan dalam menyelesaikan studinya, terutama
dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir, di Program Studi Sarjana Arsitektur.

Jakarta, Januari 2021

Penulis

i
ii
PENGANTAR PENERBIT

Alhamdulillah, buku berjudul Penerapan Konsep Dekonstruksi Pada Rancangan


Arsitektur Bangunan Museum dapat diterbitkan. Buku ini merupakan hasil ringkasan dari
gabungan tiga dokumen laporan, yakni Laporan Penelitian Seminar Tugas Akhir, Laporan
Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir, dan Laporan Rancangan Grafis Tugas Akhir.
Ketiga dokumen laporan tersebut merupakan hasil studi saudara Galih Prakasa (NIM:
2016460060) di Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta, pada Periode Semester Genap 2019/2020.
Dalam proses penyelesaian ketiga laporan Tugas Akhir tersebut, saudara Galih
Prakasa dibimbing oleh dosen-dosen yang berkopeten di bidang yang menjadi fokus Tugas
Akhir. Dalam penyelesaian Laporan Seminar Tugas Akhir, saudara Galih Prakasa
dibimbing oleh Dr. Ir. Ashadi, M.Si. Dalam penyelesaian Laporan Perencanaan dan
Perancangan Tugas Akhir dan Laporan Rancangan Grafis Tugas Akhir, saudara Galih
Prakasa dibimbing oleh Dr. Ir. Ashadi, M.Si., sebagai Pembimbing Utama, dan Finta
Lissimia, ST., MT., sebagai Pembimbing Pendamping.
Rancangan grafis yang dihasilkan oleh mahasiswa arsitektur di Program Studi
Arsitektur FT-UMJ (Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta), salah satunya
adalah keharusan menerapkan konsep-konsep arsitektural yang adalah hasil dari kegiatan
penelitian Seminar Tugas Akhir. Hal ini merupakan sesuatu yang baru di dunia Pendidikan
Tinggi Arsitektur Indonesia, khususnya pada Jenjang Sarjana (S1).
Dalam buku ini diperlihatkan bagaimana menerapkan konsep Arsitektur
Dekonstruksi dari hasil penelitian ke dalam rancangan arsitektur bangunan museum.
Dengan kelengkapan gambar-gambar sketsa dan rancangan arsitektur semakin menambah
kelengkapan dan kejelasan buku ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para
mahasiswa arsitektur, sebagai salah satu acuan dalam menyelesaikan studinya, terutama
dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir (pada jenjang sarjana, S1).

Jakarta, Januari 2021

Penerbit

iii
iv
DAFTAR ISI

HAL.
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
PENGANTAR PENERBIT iii
DAFTAR ISI v

BAB 1
KAJIAN KONSEP ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI PADA BANGUNAN
FASILITAS PUBLIK 1
1.1. Abstrak 1
1.2. Pendahuluan 1
1.3. Metode dan Langkah-Langkah 2
1.4. Kajian Pustaka 4
1.4.1. Arsitektur Dekonstruksi 4
1.4.2. Arsitektur Dekonstruksi Derridian (Deconstruction) 5
1.4.3. Arsitektur Dekonstruksi Non-Derridian (Deconstructivism) 6
1.4.4. Prinsip-Prinsip Arsitektur Dekonstruksi 11
1,5. Hasil dan Pembahasan 19
1.5.1. Masjid Al Safar di Purwakarta, Jawa Barat 19
1.5.2. Bangunan Informasi Rest Area Km 88 di Purwakarta, Jawa Barat 25
1.5.3. Selasar Sunaryo Art Space di Bandung, Jawa Barat 28
1.5.4. Kampus D Universitas Gunadharma di Depok, Jawa Barat 34
1.6. Analisis 38
1.6.1. Instability (Ketidakstabilan) 38
1.6.2. Disorder (Ketidakteraturan) 45
1.6.3. Impure (Tidak Murni) 51
1.6.4. Disharmony (Ketidakserasian) 53
1.6.5. Fragmentation (Fragmentasi) 56
1.6.6. Conflict (Pertentangan) 58
1.6.7. Fluid (Cair) 60
1.6.8. Metaphor (Metafora) 62
1.6.9. Distortion (Distorsi) 64
1.6.10. In Context (Berkonteks) 66
1.6.11. Contrast (Kontras) 69

v
vi

1.6.12. Tabulasi 69
1.7. Kesimpulan 70
1.8. Referensi 72

BAB 2
DASAR-DASAR RANCANGAN ARSITEKTUR DAN PROGRAM RUANG
BANGUNAN MUSEUM RASULULLAH SAW DI JAKARTA 77
2.1. Pendahuluan 77
2.2. Sekilas Tentang Museum 78
2.3. Studi Preseden 79
2.4. Rencana Tapak 79
2.5. Program dan Besaran Ruang 81
2.6. Referensi 90

BAB 3
KONSEP RANCANGAN ARSITEKTUR BANGUNAN MUSEUM
RASULULLAH SAW DI JAKARTA 91
3.1. Penerapan Konsep Dekonstruksi pada Rancangan Arsitektur 91
3.2. Konsep Rancangan Arsitektur 93
3.2.1. Konsep Bentuk Dasar 94
3.2.2. Konsep Masa 94
3.2.3. Konsep Fasade 96
3.2.4. Konsep Sistem Struktur 96
3.2.5. Konsep Sirkulasi Pengunjung 97
3.2.6. Konsep Ruang Manasik Haji dan Umrah 99

BAB 4
GAMBAR RANCANGAN ARSITEKTUR BANGUNAN MUSEUM
RASULULLAH SAW DI JAKARTA 101
BAB 1
KAJIAN KONSEP ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
PADA BANGUNAN FASILITAS PUBLIK

1.1. Abstrak
Perkembangan Arsitektur yang begitu dinamis, melahirkan aliran-aliran Arsitektur dari masa ke masa.
Mulai dari Arsitektur Klasik hingga Arsitektur Postmodern. Dari sekian banyak aliran Arsitektur yang
ada, Arsitektur Dekonstrusi menjadi aliran yang paling kontroversial, dimana terdapat pro dan kontra.
Namun keberadaan Arsitektur Dekonstruksi menjadi fenomenal, mengingat karya-karya yang terbangun
sering menjadi ikon atau landmark suatu tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang
menjadi prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi dan bagaimana penerapannya pada bangunan fasilitas
publik yang ada di Indonesia. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan
mengamati fenomena secara lebih rinci tentang suatu keadaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang
menjadi prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi yang ada pada kasus studi ada sembilan prinsip, yaitu
sebagai berikut: adalah instability, disorder, impure, disharmony, fluid, metaphor, distortion, in context,
contrast.

Kata kunci : Arsitektur Dekonstruksi, Arsitektur Postmodern, Dekonstruksi

1.2. Pendahuluan
Menurut Marcus Pollio Vitruvius dalam (Warsito, 2019) menyatakan bahwa Arsitektur adalah
kekuatan/kekokohan (virmitas), keindahan/estetika (venustas) dan kegunaan/fungsi (utilitas). Dalam
mempelajari arsitektur diperlukan juga pemahaman dari disiplin-disiplin ilmu lainnya seperti ilmu filsafat,
terutama rasionalisme, empirisme, fenomenologi, strukturalisme, post strukturalisme dan
dekonstruktivisme.
Perkembangan dalam dunia arsitektur sangatlah dinamis, hal ini tercermin dari perkembangan
paham-paham terkait dengan Arsitektur, dimulai dari arsitektur neolitik yang berkembang dari rentang
tahun 10.000 SM – 3000 SM dengan mesopotamia sebagai ikon peradabannya pada waktu itu. Kemudian
ada Arsitektur Mediterania yang berkembang di kawasan Mediterania dan mencapai masa keemasannya
pada dekade awal abad ke 19 M. Setelah itu ada Arsitektur Asia yang merupakan perpaduan dari tradisi
kuno dengan teknologi dari Asia Barat dan tengah. Ada periode abad pertengahan yang dikenal sebagai
Abad Pertengahan, pada era ini karakteristik Arsitektur lebih dominan dipengaruhi oleh Agama, Militer
dan Sipil. Pada periode Kolonial yaitu sekitar abad 16-20 adalah masa-masa kebangkitan kerajaan kolonial

1
2

Eropa dari abad 16 sampai awal abad 20, periode ini terbagi menjadi Baroque, Klasikisme, Revavilisme,
Orientalisme dan Art Nouveau. Ada juga era Arsitektur Islam dimana arsitektur ini dipengaruhi oleh
kekhalifahan Moorish, Abbasiyah, Fatimiyah, Malmuk, Persia, Azerbaijani, Turkistan, Ottoman, Indo-
Islam, Sino-Islam, Indonesia-Melayu, Sahel-Islam, dan arsitektur Somalia-Islam. Pra-Columbia, era ini
merujuk kepada era sebelum kedatangan Christopher Columbus di Benua Amerika, sebagian besar tercatat
dalam bentuk piramida. Pada era Arsitektur Modern (1900-1940) terjadi penyederhanaan bentuk mulai
dari menghilangkan ornamen dan cendrung fungsional, gaya pada era Modern dikenal juga dengan istilah
Gaya Internasional. Pada era Arsitektur Kontemporer (1.950 – sekarang) bermunculan gerakan-gerakan
yang ingin merevisi paradigma pada era Modern seperti Arsitektur Post Modern (estetika yang beragam
dan inovatif), Arsitektur Dekonstruksi (fragmentasi dan kekacauan yang terkendali) dan Arsitektur Hijau
(dikenal senagai arsitektur berkelanjutan) (Koran Sindo, 2018).
Perkembangan Arsitektur di Indonesia tidak lepas dari perkembangan Arsitektur-arsitektur yang
terjadi di Eropa, Amerika dan Asia. Meskipun Indonesia memiliki perkembangan Arsitekturnya sendiri,
dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat berkembang pada era sekarang, apa yang berkembang diluar
Indonesia sangat mudah dan cepat untuk di akses sehingga pekermbangan Arsitektur di luar negeri bisa
dengan mudah diserap dan diterapkan di Indonesia.
Dari sekian gaya-gaya arsitektur yang berkembang yang perlu digaris bawahi adalah gaya
Arsitektur Dekonstruksi. Perkembangan Arsitektur Dekonstruksi di Indonesia tidak sepesat Gaya
Internasioal yang menghiasi gedung-gedung pencakar langit di Ibu Kota Jakarta khususnya. Gaya yang
sangat khas dari Arsitektur Dekonstruksi ini seringkali manjadikan bangunan yang menerapkan konsep
ini menjadi bangunan-bangunan yang ikonik. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa bangunan yang
ikonik, namun apakah bangunan tersebut sudah menerapkan konsep Arsitektur Dekonstruksi atau tidak,
perlu dibuktikan secara ilmiah.
Permasalahan yang diangkat dalam kajian atau penelitian ini adalah bagaimana penerapan konsep
dekonstruksi pada arsitektur bangunan fasilitas publik. Penelitian ini bertujuan untuk memahami prinsip-
prinsip arsitektur dekonstruksi dan menelusuri bangunan-bangunan di Indonesia khususnya bangunan
fasilitas publik yang menerapkan konsep arsitektur dekonstruksi, dan memahami bagaimana penerapan
konsep dekonstruksi pada arsitektur bangunan-bangunan fasilitas publik tersebut.

1.3. Metode dan Langkah-Langkah


Sebelum menentukan metode penelitian, perlu diketahui tentang cara kerja penelitian itu sendiri, agar
penentuan metode penelitian dapat digunakan untuk mencapai tujuannya. Penelitian ini akan
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan kasus studi yaitu penelitian dengan mengamati
fenomena secara lebih rinci tentang suatu keadaan pada kasus studi. Dalam melakukan penelitian akan
dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: tahap pengambilan data, tahap analisis data, dan tahap penarikan
kesimpulan.
3

Cara Kerja Penelitian ini adalah sebagai berikut:


a. mendeskripsikan latar belakang, yang menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan;
b. merumuskan permasalahan;
c. menetapkan tujuan dari penelitian sehingga dalam menggali dan mengkaji teori-teori tentang
objek yang akan diteliti bisa lebih terarah;
d. menggali teori-teori tentang materi penelitian sehingga kegiatan penelitian akan lebih terfokus;
e. melalui kajian teori yang telah didapat, menentukan hipotesa terhadap studi kasus yang
memang diduga menerapkan prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi;
f. menentukan metode penelitian sebagai alat baca dalam rangka untuk mendapatkan hasil dari
tujuan penelitian yang sudah ditetapkan sebelumnya.
g. mengambil data dilapangan untuk mendapatkan informasi tentang objek peneitian.
h. membuat laporan hasil dari penelitian termasuk menganalisis data yang telah diperoleh untuk
ditarik kesimpulannya.
Penelitian ini menggunakan objek kasus studi yang pemilihannya didasarkan pada dugaan
terhadap adanya prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi yang diterapkan pada objek bangunan tersebut
(fasilitas publik). Adapun prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi itu sendiri adalah: instability, disorder,
impure, disharmony, fragmentation, conflict, fluid, metaphor, distortion, in context, contrast.
Objek kasus studi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Masjid Al Safar di Purwakarta
• Bangunan Informasi Rest Area Km. 88 di Purwakarta
• Selasar Sunaryo Art Space di Bandung
• Kampus D Universitas Gunadharma di Depok

Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:


a. Persiapan alat dan bahan penelitian yaitu:
• Camera, bisa menggunakan kamera dari handphone atau camera pocket. Digunakan untuk
pengambilan gambar dari objek penelitian
b. Pengambilan data, yaitu melalui langkah-langkah:
i) Survey literatur yang berkaitan dengan fokus penelitian;
ii) Menentukan elemen-elemen dari studi kasus yang akan diambil datanya;
iii) Berdasarkan keumuman pada penelaahan prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi dalam
(Ashadi, 2019), bahwa bentuk sering kali menjadi representasi dari Arsitektur Dekonstruksi
itu sendiri, maka pengambilan data akan dilakukan terhadap elemen bentuk eksterior bangunan
dan elemen bentuk interior bangunan; dan
4

iv) Survey lapangan terhadap 4 objek bangunan kasus studi dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi elemen-elemen dan bentuk-bentuk dari bangunan 4 objek bangunan kasus studi yang
diduga menerapkan prinsip-prinsip arsitektur dekonstruksi
c. Analisis. Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah proses pengambilan data
selesai dilakukan. Pada tahap ini data yang telah diambil dan dikumpulkan akan dianalisis untuk
mendapatkan hasil pengamatan yang akurat sehingga bisa didapat sebuah kesimpulan dari
penelitian ini. Adapun tahap dalam proses analisis data adalah sebagai berikut :
i) Editing
• Mengumpulkan data-data hasil survey lapangan yang akan digunakan untuk dianalisis
• Pengelompokan dan klasifikasi data-data berdasarkan pelingkup bangunan seperti lantai,
dinding/kolom dan atap
ii) Pendeskripsian
• Menentukan prinsip-prinsip arsitektur dekonstruktivis dalam kajian teori
• Mendeskripsikan tiap elemen-elemen dan bentuk dari hasil studi kasus
iii) Klasifikasi
• Membaca kesesuaian prinsip-prinsip arsitektur dekonstruktivis dengan elemen-elemen dan
bentuk bangunan studi kasus yang sudah teridentifikasikan
iv) Tabulasi
• Pembacaan dalam bentuk tabel
• Penilaian terhadap masing-masing studi kasus
• Resume terhadap penilaian 4 studi kasus
d. Penarikan Kesimpulan. Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari kegiatan penelitian. Dari
penarikan kesimpulan ini diharapkan permasalahan yang diungkapkan diawal penelitian akan
terjawab pada bagian ini. Penarikan kesimpulan dengan cara membuat tafsiran kesesuaian prinsip-
prinsip arsitektur dekonstruksi dengan elemen-elemen dan bentuk bangunan 4 objek kasus studi.

1.4. Kajian Pustaka


1.4.1. Arsitektur Dekonstruksi
Menurut Sugiharto (1996) seperti yang dikutip oleh Ashadi, bahwa kebosanan pada gaya Arsitektur
Modern atau yang lebih dikenal dengan istilah Gaya Internasional memicu berbagai gerakan yang ingin
merubah paradigma modern. Gerakan ini bisa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. (Ashadi, 2019).
Kelompok pertama adalah mereka yang cendrung kepada pola pikir premodern. Umumnya mereka
muncul dari wilayah fisika baru dan bersemboyan “holism”. Tokoh-tokoh yang terkenal pada kelompok
ini adalah Fritjof Capra, James Lovelock, Gary Zukaf dan Ilya Prigogine. Yang kedua adalah yang terkait
dengan persoalan linguistik. Kelompok ini mempopulerkan istilah “Dekonstruksi”. Tokoh yang terkenal
5

dari kelompok ini adalah Jacques Derrida, dari pemahaman Derrida inilah muncul Arsitektur
Dekonstruktivis. Yang ketiga adalah kelompok yang merevisi moderenisme tetapi tidak menolak secara
keseluruhan. Beberapa tokoh pada kelompok ini adalah Martin Heidegger, Hans-Georg Gadamer, Paul
Recoeur, Mary Hesse, Richard Rorty, Karl-Otto Apel dan Jurgen Habermas.
Dari ketiga kelompok diatas yang akan dibahas adalah kelompok kedua, yaitu yang terkait dengan
Dekonstruksi, yang mana akan menjadi salah satu pemicu munculnya Arsitektur Dekonstruktivis.
Geoffrey Broadbent (1991) membedakan Arsitektur Dekonstruktivis menjadi Deconstructivism dan
Deconstruction. Deconstructivism atau dekonstruksi non derridean, merupakan dekonstruksi yang
dipengaruhi oleh gerakan konstruktivism Rusia yang memandang bahwa arsitektur merupakan sebuah
produk pragmatis dan formal. Sedangkan Deconstruction atau Dekonstruksi Derridian merupakan
Dekonstruksi yang dipengaruhi oleh pemikiran atau paham Derrida (Mubarrok, 2016).

1.4.2. Arsitektur Dekonstruksi Derridian (Deconstruction)


Jacques Derrida merupakan seorang keturunan Yahudi yang lahir di Aljazair pada tangggal 15 Juli 1930.
Jacques Derrida pindah ke Perancis pada tahun 1949. Ia mengajar di École Normale Supérieure di Paris.
Usianya tidak mencapai lebih dari 74 tahun karena Pada tanggal 9 Oktober 2004 ia meninggal dunia
dikarenakan kanker yang dideritanya (Ashadi, 2019).
Derrida adalah orang yang mempopulerkan istilah “Deconstruction”, kata ini berangkat dari
pemikiran kritisnya terhadap paham strukturalisme. Pada prinsipnya dekonstruksi itu sendiri adalah
bagaimana sebuah teks bisa dibaca dengan benar, sehingga dari pembacaan tersebut dimungkinkan untuk
mendapatkan sebuah makna baru, yang bisa saja berbeda dengan makna sebelumnya. (Mubarrok, 2016).
Pemikiran Derrida terhadap dekonstruksi tidak lepas dari cabang ilmu filsafat yang mempelajari
tentang kenyataan umum, dimana kenyataan umum itu sendiri dapat dilihat melalui sebuah kehadiran,dan
dapat ditelusuri melalui tanda. Sebuah tanda dapat mewakili atau menggantikan kehadiran sesuatu.
Menurut Broadbent (1991) Tidak seperti simbol, sebuah tanda lebih luas daripada simbol, karena simbol
merupakan cipta karya manusia (Mubarrok, 2016).
Menurut Derrida untuk mendapatkan sebuah makna baru diperlukan sebuah proses membongkar
(to dismantle) dan analisa yang kritis (critical analysis) sehingga tercipta suatu permainan tanda tanpa
makna akhir (Ashadi, 2019). Untuk dapat melakukan proses membongkar dan menganalisa dengan baik
maka diperlukan kemapuan untuk membongkar dan menganalisa yang baik juga, karena kemampuan
pembacaan sangat tergantung dari kemampuan membacanya. (Dharma, 2019).
Peter Eisenman dan Bernard Tschumi merupakan dua di antara beberapa arsitek dekonstruksi yang
terinspirasi oleh teorinya Jacques Derrida. Meskipun sama-sama terinspirasi oleh Jacques Derrida namun
keduanya memiliki pemahaman yang berbeda terkait penerapan teori Derrida terhadap arsitektur. Bernard
Tschumi dengan Disjunctionnya dan Peter Eisenmen dengan Displacementnya. Keduanya memiliki
kriteria masing-masing dalam menerapkan pemahaman dekonstruksi terhadap penerapan dalam
6

rancangan arsitektur. Bagi Eisenmen ketidakpastian merupakan sebuah kondisi yang tepat untuk
menggambarkan penerapan dekonstruksi dalam arsitektur dan kondisi ini memiliki karakteristik aneh,
tidak wajar, sulit untuk disampaikan ataupun tidak berwujud. Kemudian karakteristik ini dihubungkan
dengan sublime berdasarkan pandangan Immanuel Kant tentang keindahan. Immanuel Kant sendiri
menterjemahkan keindahan kedalam dua hal yaitu Beautiful dan Sublime. (Mubarrok, 2016).

1.4.3. Arsitektur Dekonstruksi Non Derridian (Deconstructivism)


Avant-garde di Rusia merupakan pergerakan seni rupa yang memiliki gagasan radikal dengan membawa
semangat kebaharuan. Wood dalam Goldman (2009) menyatakan bahwa kelahiran avant-garde bukan
hanya dikarenakan oleh perdebatan teoritik didalam seni, tetapi keadaan sosial dan politik dimana konsep
kemajuan (progress) dan kebebasan (freedom) sedang melanda masyarakat modern. Avant-garde
dikarakterkan sebagai aliran maupun gerakan seni yang mutakhir saat itu dan melepaskan nilai-nilai
estetika yang ia anggap usang (Goldman, 2009:231). Gerakan avant-garde juga pada umumnya berusaha
memprovokasi penikmat, khususnya publik, dalam komposisi karya mereka yang radikal dan keluar dari
pakem. Dalam perkembangan metode bagaimana mereka menangkap objek dimasa itu, avant-garde
sendiri terbagi menjadi aliran futurisme, suprematisme, konstruktivisme, kubisme, dadaisme, dan lain-
lain (Putri & Alkatiri, 2015).
Ada tiga fase penting dari perkembangan avant-garde berdasarkan alirannya yaitu: futurisme,
suprematisme, konstruktivisme. Pada era futurisme dapat dikategorikan sebagi suatu aliran radikal yang
berusaha “menghancurkan” tatanan tradisi berkesenian klasik atas nama inovasi di era modern. Secara
spesifik, kaum futuristik sangat berorientasi kepada teknologi terbarukan di zaman itu. Secara spesifik,
visualisasi karya-karya lukis kaum futuris cenderung menggunakan garis tegak lurus dan menolak
peniruan bentuk layaknya yang dilakukan aliran realisme. The Non-Objective Painting (Gambar 1.1)
karya Rodchenko sebagai seorang futuris menangkap berbagai peristiwa dan perubahan radikal dalam
tatanan masyarakat Rusia saat itu dengan garis vertikalnya yang saling bersinggungan, yang didalam
analisa wacana visual mengindikasikan “tegangan” atau dua hal yang “dihadapkan”.

Gambar 1. 1 Nonobjective Painting : Line


Sumber: (flickr, 2017),diakses 17 Oktober 2019
7

Suprematisme lahir bersamaan dengan futurisme pada tahun 1915, dengan kehadiran Kazimir
Malevich dan karya lukis “Persegi Hitam”. Suprematisme berusaha mempertanyakan ulang “bentuk” di
dalam karya seni lukis (rupa). Menurut Malevich dalam (Putri & Alkatiri, 2015) secara keseluruhan
suprematis sendiri bertujuan untuk meniadakan bentuk (zero of form) karena berpendapat bahwa seni itu
harus bebas tanpa terikat pada rezim visual apapun.
Karakter visual suprematisme didominasi oleh bentuk-bentuk geometris yang dianggap tidak perlu
merepresentasikan apapun. Black Square (Gambar 1.2) karya Kazimir Malevich merupakan salah satu
karya di era avant-garde yang memiliki nilai kebaharuan tersendiri secara konseptual.

Gambar 1. 2 Black Square. Kazimir Malevich (1915)


Sumber : (Dimitrij, 2019), diakses 17 Oktober 2019

Munculnya Konstruktivisme merupakan lanjutan avant-garde yang menganggap seni sebagai


penjaga terdepan masyarakat, yang pertama kali memberikan kebaharuan bagi mereka. Berbeda dengan
suprematisme yang berusaha membebaskan objek lukis dari bentuknya yang lazim, konstruktivisme justru
berfokus pada pengolahan objek lukisan. Sains menjadi acuan dasar konstruktivisme untuk mengolah
kembali berbagai karakter yang ada di dalam medium maupun objek karya seninya. Karya-karya
konstruktivis cenderung merupakan olahan saintifik terhadap isu-isu tertentu, dan membongkar ulang
kerangka material (objek) dan medium yang dipakai, ini juga yang menyebabkan instalasi konstruktivis
cenderung bersifat tiga dimensi.
The Red Room (Gambar 1.3) karya Stepanova berusaha membongkar lagi fungsi dan karakter dari
medium maupun objek lukisannya. Ia menarik garis yang sangat tidak konvensional untuk menunjukan
gambar manusia. (Putri & Alkatiri, 2015).
8

Gambar 1.3 The Red Room (1920). Varvara Stepanova


Sumber : (tate, 2009), diakses 31 Oktober 2019

Yekaterinburg merupakan kota di Rusia yang mendapat julukan ibukota konstruktivis Rusia.
Julukan ini merujuk pada bangunan-bangunan menonjol di kota tersebut yang merupakan peninggalan
dari arsitektur pada era Konstruktivisme. Bangunan-bangunan tersebut adalah sebagai berikut
(Culturetrip, 2019):
Chekist Town (Gambar 1.4) berbentuk seperti palu dan sabit, kompleks perumahan ini awalnya
dirancang untuk Komisariat Rakyat untuk Urusan Dalam Negeri (NKVD), kekuatan polisi rahasia Uni
Soviet. Di jantung Yekaterinburg, kompleks yang luas berisi asrama, bangunan tempat tinggal dan publik,
termasuk pusat budaya, fasilitas kesehatan dan pendidikan. Kehidupan kolektif dilihat sebagai pencapaian
sosialis yang penting, dan dengan demikian ideologi berusaha untuk menantang distribusi ruang hidup.
Didorong untuk memasak dan mandi di fasilitas bersama, tempat tinggal asli, yang membentuk perbatasan
luar Chekist Town, tanpa kamar mandi atau dapur pribadi.

Gambar 1.4 Chekist Town


Sumber : (Bochenin, 2013), diakses 31 Oktober 2019
9

The Printing House (Gambar 1.5), panel jendela yang menerus di sekeliling perimeter gedung dan
tangga setengah lingkaran menempel di sisi luar dari fasad bangunan tersebut. Sementara bangunan ini
dirancang karena kebutuhan (fasilitas pencetakan memerlukan cahaya terang), disisi lain fitur gaya ini
kemudian menjadi elemen khas pada desain bangunan konstruktivis.

Gambar 1.5 Printing House


Sumber : (Whalley, 2017), diakses 31 Oktober 2019

General Post Office (Gambar 1.6) menggunakan bentuk geometris blok menyerupai traktor,
simbol kolektivisasi dan penghormatan kepada tenaga kerja pertanian, House of Communications
dirancang pada tahun 1933 dan masih beroperasi sebagai kantor pos hari ini.

Gambar 1.6 General Post Office


Sumber : (Whalley, 2017), diakses 31 Oktober 2019

Dinamo Sports Centre (Gambar 1.7), kompleks olahraga yang tepat berbentuk seperti kapal.
Balkon dan jendela dirancang agar terlihat seperti sekoci dan dan jendela berbentuk V terlihat seperti
busur. Dirancang oleh arsitek konstruktivis terkemuka Venuamin Sokolov.
10

Gambar 1.7 Dinamo Sports Centre


Sumber : (Whalley, 2017), diakses 31 Oktober 2019

Old Water Tower, pada saat dibangun, menara putih (Gambar 1.8) merupakan tangki air terbesar
di dunia, namun, sejak penggunaannya diberhentikan pada tahun 1960-an, bangunan tersebut terbengkalai
tanpa dirawat selama bertahun-tahun. Dianggap sebagai salah satu pencapaian desain konstruktivis yang
hebat pada saat itu, sel silindris yang berdiri diatas panggung adalah suatu karya yang sangat inovatif pada
saat itu.

Gambar 1.8 Old Water Tower


Sumber : (Whalley, 2017), diakses 31 Oktober 2019

Salah satu arsitek yang sering dikaitkan dengan dekonstruktivisme yaitu Frank Gehry, dikarenakan
definisi formal menjadi karakter karyanya yang secara sengaja tidak mengaitkan hubungan tersebut,
bahkan menjadi media sensitif terhadap keadaan sekitarnya yang bersifat temporal, terpisah-pisah serta
menjalani perubahan secara konstan (Zubaidi, 2010). Dekonstruktivisme sendiri terinspirasi dari avant-
garde pada era Konstruktivisme.
11

Selain Frank Gehry ada juga Zaha Hadid yang mendapat julukan “Ratu Lekukan”. Menurutnya
berasitektur adalah bereksperimen tentang seni arsitektur yang bebas, dengan ide-ide yang baru sama
sekali. Karenanya ia juga disebut menganut aliran Russian Suprematism yang berkembang pada era avant-
garde.

1.4.4. Prinsip-Prinsip Arsitektur Dekonstruksi


Penelusuran terhadap karya-karya Arsitek yang dianggap sebagai arsitek-arsitek Dekonstruktivis seperti
(Frank Gehri, Daniel Libeskind, Rem Koolhaas, Peter Eisenman, Zaha Hadid, Coop Himmelblau, dan
Bernard Tschumi), dapat mengantarkan kita pada pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau ciri-ciri yang
melekat pada karya-karya mereka. Adapun beberapa prinsip yang terdapat pada Arsitektur Dekonstruksi
adalah sebagai berikut (Ashadi, 2019): instability, disorder, impure, disharmony, fragmentation, conflict,
fluid, metaphor, distortion, in context, contrast.

a. Instability (ketidakstabilan)
Bentuk-bentuk dasar geometri yang dikenal adalah: kubus, bola, silinder kerucut dan piramida. Kesemua
bentuk dasar geometri ini dapat menampilkan keadaannya dalam bentuk yang stabil ataupun tidak stabil.
Dalam arsitektur modern kesemua bentuk geometri ini dituntut untuk berada dalam keadaan stabil, namun
bertolak belakang dengan prinsip yang dianut oleh Arsitektur Dekonstruktivis semua bentuk geometri
ditampilkan dalam kondisi yang tidak stabil. Adapun keadaan-keadaan tersebut sebagai berikut: :
Stabil
• Silinder, bentuk silinder akan stabil jika diletakan pada permukaan lingkarannya.
• Kerucut, bentuk kerucut akan stabil jika berdiri diatas permukaan lingkarannya.
• Piramida, dapat berdiri stabil pada setiap permukaannya.
• Kubus, dapat berdiri stabil pada setiap permukaannya.
Tidak stabil
• Silinder , bentuk silinder tidak stabil apabila sumbunya di condongkan.
• Kerucut, bentuk kerucut jadi tidak stabil apabila sumbu vertikalnya dimiringkan atau
dibalik.
• Piramida, sumbu vertikalnya dimiringkan atau dibalik.
• Kubus, juka berdiri diatas salah satu sisi atau sudutnya.
Salah satu prinsip tidak stabil bisa dilihat pada bangunan Vitra Design Museum karya Frank Gehry.
Pada bagian entrance bangunan terdapat kanopi berbentuk segiempat (Gambar 1.9) yang bertumpu hanya
12

pada bagian salah satu ujungnya saja, kondisi tersebut bisa dikatakan kedalam kondisi yang tidak stabil
karena kanopi terkesan akan rubuh atau patah.

Gambar 1.9 Vitra Design Museum, Jerman


Sumber : (Belle, 2018), diakses 07 Desember , 2019

b. Disorder (Ketidateraturan)
Salah satu karakter yang melekat pada arsitektur Dekonstruktivis adalah disorder yaitu ketidakteraturan.
Untuk mencapai keteraturan ada beberapa kaidah yang harus terpenuhi yaitu :
• Repetisi (Repetition)
• Alternasi (Alternation)
• Gradasi (Gradation)
• Radiasi (Radiation)
• Keseimbangan (Balance)
• Proporsi (Proportion)
• Aksis (Axis)
• Simetri (Symetry)
• Hirarki (Hierarchy)
• Irama (Rhythm)
• Datum
• Transformasi (Transformation)
Sedangkan pada prinsip arsitektur dekonstruksi memiliki prinsip-prinsip yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip keteraturan.
Run Run Shaw Creative Media Center adalah gedung akademik di kampus City University of
Hong Kong yang dibangun pada tahun 2011. Bengunan ini termasuk salah satu bangunan yang
13

menggunakan konsep arsitektur dekonstruksi karya dari Daniel Libeskind, hal tersebut bisa terlihat dari
bentuk massa bangunan yang tidak simetris (Gambar 1.10). Selain pada bagian massa bangunan yang
tidak simetris, pada bangunan inipun tidak akan ditemukan bentuk pengulangan (repetisi) yang sama
persis dari betukan jendela yang ada, seperti yang sering ditemui pada bangunan-bangunan arsitektur
modern.

Gambar 1.10 Run Run Shaw Creative Media Center, Hongkong


Sumber : (Furuto, 2011), diakses 10 Desember , 2019

c. Impure (ketidakmurnian)
Bentuk murni merupakan salah satu yang menjadi karakter dari arsitektur modern. Bentuk murni adalah
bentuk-bentuk yang terukur dan dapat didefinisikan seperti bujursangkar, tabung, kubus, bola, limas dan
sebagainya. Bentuk tidak murni dapat dilihat pada salah satu karya dari Coop Himmelblau yaitu bangunan
museum Musée des Confluences, Lyon, France (Gambar 1.11). Desain bangunan menampilkan tiga
komponen utama: ‘the plinth’,‘the crystal’ dan ‘the cloud’. Bentuk dari massa bangunan tidak dapat
didefinisikan kedalam bentuk murni entah itu bujursangkar, tabung, kibus, bola, limas atau yang lainnya.
Konsep dari bentuk massa bangunan diambil dari bentuk awan dan kristal. Awan merupakan
perwujudan dari bentuk tidak murni karena tidak dapat didefinisikan kedalam geometri tertentu dan
cendrung abstrak.

Gambar 1.11 Musée des Confluences, (Lyon, France)


Sumber : (musee, 2019) , diakses 16 Desember 2019
14

d. Disharmony (Ketidakserasian)
Sebuah harmoni dapat terbangun apabila terdapat keteraturan tatanan dari sebuah desain yang
tersusun seimbang menjadi suatu kesatuan yang padu dan utuh, saling mengisi hingga mencapai suatu
kualitas yang disebut harmoni. Dalam arsitektur dekonstruktivis bertentangan dengan prinsip keserasian.
Kritikus arsitektur Paul Heyer sangat mengagumi salah satu dari karya Frank O Gehry yaitu
bangunan Vitra Design Museum yang berada di Jerman. Pada bangunan tersebut Heyer menggambarkan
masa bangunan dari Vitra Design Museum sebagai sebuah perubahan yang tidak ada henti-hentinya pada
bagian luar, hal tersebut menyebabkan tidak jelasnya hubungan antara satu tampak dengan tampak yang
lainnya (Gambar 1.12).

Gambar 1.12 Vitra Design Museum, Jerman


Sumber : (Belle, 2018), diakses 07 Desember , 2019

e. Fragmentation (Fragmentasi)
Fragmentasi artinya bentuk-bentuk yang terbelah-belah atau terpecah-pecah dari bentuk murni asalnya.
Jewish Museum Berlin merupakan bangunan museum karya dari salah satu Arsitek Dekonstruksi yaitu
Daniel Libeskind. Bagunan ini menyajikan bentuk-bentuk yang terfragmentsai pada bagian dinding
luarnya. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.13, jendela yang terbentuk pada seluruh bidang dinding
bagian luar seolah-olah seperti bentuk serpihan kaca yang terpecah-pecah dan menyebar ke seluruh bagian
dinding bangunan.
Selain pada bagian fasad, keseluruhan komposisi dari massa bangunan museum merupakan
fragmentasi dari bentuk simbol bintang daud. Apabila bentuk dari massa bangunan tersebut dipecah-pecah
menjadi beberapa bagian dan disatukan kembali maka akan terlihat pecahan tersebut membentuk satu
komposisi bentuk dari bintang Daud (Gambar 1.14).
15

Gambar 1.13 Jewish Museum Berlin, Jerman


Sumber : (Korting, 2008), diakses 07 Desember 2019

Gambar 1.14 Denah Jewish Museum Berlin, Jerman


Sumber : (cypresstrees, 2009), diakses 07 Desember 2019

Dari bentuk dan penempatan yang acak tersebut ternyata merupakan abstraksi dari pola yang
diciptakan dengan menghubungkan alamat-alamat penduduk Yahudi yaitu tempat-tempat yang diduga
dimana orang-orang Yahudi tersebut dideportasi dari Berlin dan dibunuh selama masa pemberontakan
yang terjadi di Berlin, kemudian gambar tersebut diproyeksikan ke bangunan sehingga menciptakan garis-
garis yang terkesan tidak beraturan (Dwi, 2014).

f. Conflict (Pertentangan)
Konfilk bisa diartikan juga sebuah kekakacauan sehingga dalam bentuk tersebut tidak ditemukannya suatu
keseimbangan, keharmonisan ataupun kesatuan.
16

Salah satu contoh yang sangat menonjol dari prinsip conflict ini bisa dilhat dari salah satu karya
Daniel Libeskind yang berada di Toronto Canada yaitu Royal Ontario Museum (Gambar 1.15). Bangunan
ini merupakan Proyek Perluasan dari bangunan Museum Existing. Dengan tanpa merubah dari bentuk
bangunan eksisting, Daniel Libeskind seolah-olah seperti menyisipkan bangunan baru yang cendrung
lebih modern. Dengan konsep kristal-kristal yang saling bertabrakan, kesan kacau terlihat pada gubahan
massa bangunan baru tersebut.

Gambar 1.15 Royal Ontario Museum, Toronto, Canada


Sumber : (Redman, 2014), diakses 07 Desember 2019

g. Fluid (Cair)
Cair mengindikasikan sesuatu yang bergerak dan cenderung dinamis. Bangunan dengan karakter massa
yang cair (fluid), banyak sekali ditemukan pada bangunan-bangunan karya Zaha Hadid. Salah satu yang
sangat terkenal dengan bentuknya yang sangat cair yaitu gedung Heydar Aliyev Cultural Centre, (Baku,
Azerbaijan).
Desain yang sangat cair ini berawal dari permasalahan topografi site yang berkontur. Untuk
membangun koneksi antara plaza publik, gedung dan parkir bawah tanah maka dibuat konsep lansekap
bertingkat. Bentuk fasad yang cair dan dinamis (Gambar 1.16) merupakan salah satu cara Zaha Hadid
dalam mempertahankan kontinuitas antara site dengan bangunan gedung utama.

h. Metaphor (Metafora)
Metafora dalam arsitektur diartikan sebagai sebuah kiasan atau ungkapan bentuk dengan tujuan untuk
membangkitkan imajinasi orang yang menikmati sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima.
Salah bangunan yang terkenal dengan konsep metaforanya adalah Lotus Temple (Kuil Teratai)
yang terletak di India. Dari namanya sudah terlihat bahwa bangunan ini menggunakan metafora bunga
teratai sebagai konsep dari bentuk massa bangunannya (Gambar 1.17). Lotus Temple merupakan
bangunan tempat ibadah bagi penganut Baha’i di India.
17

Gambar 1.16 Heydar Aliyev Cultural Centre, (Baku, Azerbaijan)


Sumber : (pinimg, n.d.), diakses 10 Desember 2019

Gambar 1.17 Lotus Temple, New Delhi, India


Sumber : (Arsitur, 2019), diakses 10 Desember 2019

i. Distortion (Distorsi)
Distorsi bisa diartikan sebagai sebuah penyimpangan bentuk dari komposisi bentuk murninya.
Penyimpangan tersebut bisa ke arah vertikal ataupun horizontal.
European Central Bank (Frankfurt, Germany) merupakan bangunan perkantoran dengan
ketinggian gedung 185 meter. Gedung yang terdiri dari dua massa bangunan dengan gubahan massa mirip
dua buah persegi panjang yang terdistorsi menjadikan bangunan tersebut terlihat sangat mencolok dari
bangunan-bangunan disekitarnya (Gambar 1.18). Bentuk menara persegi empat yang terdistorsi pada
bagian horizontalnya menjadikan European Central Bank sebagai salah satu Arsitektur Dekonstruktivis
yang menggunakan prinsip distorsi pada gubahan massanya.
18

Gambar 1.18 European Central Bank, Frankfurt, Germany


Sumber : (Metsch & Raftery, 2016) , diakses 16 Desember 2019

j. In Context (Berkonteks)
Dalam bidang arsitektur istilah konteks merupakan suatu bagian pecahan dari sesuatu yang lebih luas lagi.
Suatu konteks bisa berkaitan dengan budaya masyarakat, sejarah situs, lingkungan situs, ataupun kota
situs dimana suatu bangunan berada.
Limoges Concert Hall (Limoges, France) merupakan bangunan yang terletak di tengah lahan hutan
lebat di pinggiran Limoges. Bangunan ini difungsikan untuk acara konser musik, pertemuan politik dan
berbagai acara lainnya. Untuk lebih mengkontektualisasikan lagi dengan lingkungan alam sekitar, konsep
material fasad dari Limoges Concert Hall (Gambar 1.19) mengalami perubahan, yang tadinya
menggunakan baja dan beton dirubah menjadi material kayu dan polycarbonate kaku yang tembus cahaya.
Penggunaan material kayu pada desain bangunan ini sangat ditekankan karena wilayah Limoges merupan
wilayah dengan industri kayu yang aktif.

Gambar 1.19 Limoges Concert Hall, Limoges, France


Sumber : (Langdon, 2015), diakses 16 Desember 2019
19

k. Contrast (Kontras)
Prinsip kontras dalam arsitektur adalah sebuah elemen atau bentuk yang memiliki karakter yang
berbeda dari keseluruhan bentuk sehingga membuat elemen atau bentuk tersebut tampil lebih menonjol
dari elemen yang lain.
Blue Condominium (New York, USA) (Gambar 1.20) atau yang lebih dikenal dengan Blue Tower
merupakan bangunan hunian bertingkat pertama di lingkungan Lower East Side di Kota New York yang
di desain oleh Bernard Tschumi. Dengan konsep bentuk pixelated faceted, dibalut oleh sistem dinding
tirai kaca berwarna biru, bangunan ini sangat kontras terhadap lingkungan sekitarnya, yang pada
umumnya terbuat dari material batu bata.

Gambar 1.20 Blue Condominium, New York, USA


Sumber : (Lsanburn, 2013), diakses 16 Desember 2019

1.5.Hasil dan Pembahasan


Pengambilan data dilakukan pada 4 objek kasus studi, yang merupakan bangunan-bangunan fasilitas
umum, di empat tempat yang berbeda yaitu Masjid Al safar di Purwakarta, Bangunan Informasi Rest Area
Km. 88 di Purwakarta, Selasar Sunaryo Art Space di Bandung, dan Kampus D Universitas Gunadharma
di Depok.

1.5.1. Masjid Al Safar di Purwakarta, Jawa Barat


A. Lokasi dan Deskripsi Singkat
Masjid Al Safar terletak di Rest Area Km. 88 jalan tol Cipularang tepatnya di Sukajaya, Kec. Sukatani,
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. (Gambar 1.21). Penentuan Masjid Al Safar sebagai salah satu objek
penelitian, karena dugaan terhadap bentuk bangunannya yang sangat tidak umum. Hal ini sangat dekat
dengan prinsip contrast dari Arsitektur Dekonstruksi.
20

Gambar 1.21 Peta lokasi Masjid Al Safar


Sumber : Google Maps, diakses 10 Desember 2019

Masjid Al Safar menjadi salah satu karya Ridwan Kamil bersama firma arsiteknya Urbane
Indonesia. Masjid yang dapat menampung sekitar 1.200 jemaah ini disebut “mengadopsi bentuk topi adat
(Iket Sunda). Masjid Al Safar dibangun dengan konsep tidak beraturan dengan tujuan agar menyatu
dengan alam. (Geographic, 2019).
Desain Masjid Al Safar terinspirasi dari teknik lipatan origami dan hasilnya berupa lekukan dan
ruang berbentuk segitiga. Masjid ini memiliki luas 900 meter persegi (Liputan6, 2019). Berdiri di atas
lahan seluas 1.411 meter persegi. Tanah sisanya, yakni seluas 5.276 meter persegi, dijadikan sebagai
taman, kolam, tempat wudhu, dan toilet (Tirto, 2019).

B. Tata Ruang
Dimulai dari selasar penghubung antara bangunan tempat wudhu, toilet dengan bangunan utama (Gambar
1.22), terlihat elemen-elemen interior seperti dinding, plafond, lantai dan kolom menampakan
karakternya. Terdapat dua buah kolom bulat dari material pipa baja ditengah selasar dengan di cat warna
abu-abu. Dua buah kolom tersebut terlihat seolah-olah menopang selasar antara tempat wudhu dengan
bangunan utama. Pada tepi selasar sebelah timur terdapat tiga buah kolom yang berdiri di sepanjang tepian
selasar dan di bawahnya terdapat bangku taman setinggi kurang lebih 50 senti meter yang mengikuti tepian
selasar. Plafond selasar menunjukan geometri yang sama dengan fasad bangunan utama yaitu berbentuk
segitiga. Melalui permainan elevasi pada setiap tepi bidangnya bentukan bidang segitiga tersebut seolah-
21

olah seperti lipatan-lipatan kertas seperti halnya yang terdapat pada fasad bangunan utama. Material
plafond terbuat dari gypsump board yang dicat warna putih dan dikombinasikan dengan warna abu-abu
muda.

Gambar 1.22 Plafond selasar penghubung


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada dinding bangunan utama (Gambar 1.23) yang menempel pada bidang selasar terdapat pintu
utama untuk masuk ke bangunan masjid. Bentuk dari pintu utama tersebut sama dengan pintu pada side
entrance namun dengan bentuk trapesium yang berbeda dari sisi konfigurasi ukurannya. Pada sisi sebelah
kanan pintu terdapat jendela kaca dengan bentuk trapesium dan pada tepinya terdapat list berwarna putih
dari material alumunium composite panel.
Memasuki masjid (Gambar 1.24) terlihat ruangan utama yang digunakan sebagai tempat sholat
tidak memiliki kolom pada bagian tengahnya. Ruang sholat hampir berbentuk segitiga dengan bagian dari
pintu masuk yang lebih lebar dan terus mengecil hingga ruangan imam sholat. Lantai ruang sholat
memakai material batu alam (granit/marmer) berwarna coklat muda yang dikombinasikan dengan garis
pemisah antar shaf yang berwarna coklat tua. Separuh bagian dari ruang sholat hingga ke tempat imam
ditutupi oleh karpet berwarna merah.

Gambar 1.23 Jendela kaca


Sumber : (Penulis, 2019)
22

Gambar 1.24 Ruang sholat


Sumber : (Penulis, 2019)

Plafond masjid dibuat menyatu dengan dinding melalui bidang dinding yang diteruskan hingga ke
plafond. Sambungan antara dinding dengan plafond dibuat melengkung sehingga terkesan dinding
tersebut menerus keatas dan bersambung dengan bidang dinding yang ada disebrangnya (Gambar 1.25).
Pada tepi dinding terdapat tiga buah bidang dengan jarak tertentu yang menyerupai sabuk dan bidang
tersebut menerus dari satu bidang dinding lalu ke atas plafond dan berakhir pada bidang dinding di
sebrangnya. Material dinding dan plafond menggunakan gypsum board dengan di finish cat warna putih.
Pada bagian dinding arah horisontal dibuat cekungan/beda elevasi sehingga terkesan ada dinding yang
berlapis-lapis. Penerapan lampu dinding pada garis lipatan diantara dua bidang sebagai pencahayaan di
malam hari.

Gambar 1.25 Plafond masjid


Sumber : (chanelmuslim, 2017) ,diakses 06 November 2019

C. Masa Bangunan
Ada tiga masa bangunan yang terdapat di site Masjid Al Safar yaitu Bangunan utama, toilet & tempat
wudhu, dan menara masjid, namun secara keseluruhan didominasi oleh masa tunggal, yakni bangunan
masjid itu sendiri.
23

Bentukan masa bangunan terlihat seperti dibagi dua namun tidak simetris. Pada bagian sebelah
kanan terlihat lebih tinggi dan sedikit lebih pendek pada sisi horisontalnya. Bentukan massa seperti
trapesium tidak teratur. Kesan lipatan terlihat pada masing-masing bidangnya baik itu pada bidang yang
sebelah kiri ataupun pada bidang sebelah kanan. Pada bagian tengah terdapat bagian yang meruncing baik
itu dari arah horisontal maupun dari arah vertikal menuju ke tanah sehingga membentuk geometri seperti
paruh burung. Pada bagian geometri paruh burung dikombinasikan antara material kaca dengan
alumunium composite panel yang disusun bergantian secara vertikal. Pada bagian ini cahaya dari luar bisa
masuk ke bagian dalam dari bangunan utama. Pada bagian perimeter bawah bangunan terdapat kursi beton
yang mengelilingi bangunan utama. (Gambar 1.26).
Selain bangunan utama ada juga bangunan lain yang memiliki massa terpisah yaitu bangunan toilet
dan tempat wudhu. Bangunan ini memiliki massa empat persegi panjang dan dihubungkan oleh sebuah
selasar. Pada bagian barat fasad bangunan didominasi oleh finishing cat berwarna putih. Pada sisi utara,
timur dan selatan fasad bangunan menggunakan material composite panel dengan masing-masing panel
berbentuk segitiga sama sisi. Pada fasad sisi selatan bagian atas condong ke arah luar, dan pada fasad sisi
timur bentukan fasad dibuat seperti gerigi dengan bagian atas condong ke arah luar (Gambar 1.27).

Gambar 1.26 Masa Tunggal Bangunan Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

Gambar 1.27 Eksterior Toilet


Sumber : (Penulis, 2019)
24

D. Fasad dan Tampak Bangunan


Pada tampak timur bangunan utama (Gambar 1.28) bisa dilihat pertemuan antara bidang sisi utara
dengan bidang sisi selatan membentuk suatu gubahan massa yang memberikan kesan bangunan
meruncing ke atas dengan bagian bawah seperti terkesan dicoak. Pada bagian coakan tersebut dibuat
menjadi dinding kaca. Material fasad terbuat dari alumunium composite panel berwarna abu-abu muda
yang disusun secara horisontal seperti pasangan bata. Pada bidang sisi utara dan sisi selatan didominasi
oleh bukaan-bukaan berupa jendela kaca, jendela grill, dan jendela kosong yang disusun secara tidak
beraturan dengan jumlah yang lebih banyak. Pada sisi ini bangunan dibuat menjadi dua lantai.
Pada tampak selatan bangunan utama (Gambar 1.29) bisa dilihat bentukan dari fasad bangunan
yang terkesan ada garis-garis lipatan. Lipatan-lipatan tersebut membentuk geometri segitiga pada masing-
masing bidang. Garis geometri atap cendrung miring, dengan posisi sebelah kanan yang lebih tinggi.
Material fasad terbuat dari alumunium composite panel berwarna abu-abu muda yang disusun secara
horisontal seperti pasangan bata. Terdapat beberapa buah jendela kaca, jendela dengan grill, dan jendela
lubang disusun secara tidak beraturan. Pada bagian bawah terdapat bangku beton stinggi kurang lebih 50
senti meter yang mengelilingi bangunan utama.

Gambar 1.28 Tampak Timur Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)
25

Gambar 1.29 Tampak Selatan Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada tampak utara bangunan utama (Gambar 1.30) kembali diperkuat oleh kesan lipatan pada
bidang fasad bangunan. Material fasad terbuat dari alumunium composite panel berwarna abu-abu muda
yang disusun secara horisontal seperti pasangan bata. Pada bagian bawah terdapat akses side entrance
dengan bentukan trapesium yang diberi list setebal kurang lebih 60 senti meter. Material list side entrance
terbuat dari alumunium composite panel berwarna biru tua. Pada bagian kaca pintu entrance dihiasi oleh
kaligrafi islam. Terdapat beberapa bukaan seperti yang terdapat pada bidang fasad sisi timur dan selatan
namun dengan jumlah yang lebih sedikit.

Gambar 1.30 Tampak Utara Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

1.5.2. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88 di Purwakarta, Jawa Barat


A. Lokasi dan Deskripsi Singkat
Terletak di Rest Area Km. 88 jalan tol Cipularang tepatnya di seberang lokasi Masjid Al Safar. Penentuan
Gedung Informasi Rest Area Km. 88 sebagai salah satu objek penelitian, karena dugaan terhadap bentuk
bangunannya yang memiliki kemiringan yang cukup ekstrim. Hal ini sangat dekat dengan prinsip
instability dari Arsitektur Dekonstruksi.
26

B. Tata Ruang
Pada bagian entrance terdapat elemen interior dengan material yang berbeda yaitu homoginous tile pada
bagian yang berbentuk bulat dan paving block pada bagian luarnya yang berbentuk persegi empat (Gambar
1.31).

Gambar 1.31 Lantai Entrance


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada bagian plafond dalam ruangan terbuat dari material gypsumboard. Bentuk plafond mengikuti
kemiringan dari atap, untuk gubahan bentuknya sediri datar, tidak terdapat lekukan ataupun drop ceiling
(Gambar 1.32).

Gambar 1.32 Jendela kaca


Sumber : (Penulis, 2019)

C. Masa Bangunan
Ada dua masa yang terdapat di site Gedung Informasi Rest Area Km. 88 yaitu Bangunan utama dan
Entrance Gedung, namun keduanya seolah menjadi satu masa bangunan.
Bentukan masa bangunan merupakan bentuk dasar dari geometri persegi panjang yang
dimiringkan ke salah satu sisinya yaitu pada sisi Barat. Dengan kemirigan kurang lebih 30 derajat,
27

bangunan ini jadi terkesan ekstrim. Apabila dilihat dari sisi utara bangunan ini seolah-olah pada sisi bagian
Barat seperti akan tenggelam ditelan bumi.
Pada bagian massa Entrance terdapat dua komponen geometri yang melekat pada gubahan
massanya yaitu lingkaran dan kubus dengan empat tiang bulat sebagai penopangnya. Seirama dengan
massa bangunan utama, posisi dari massa Entrance ikut miring mengikuti kemiringan dari bangunan
utamanya.
Secara keseluruhan pelingkup dari bangunan merupakan dinding kaca dengan rangka alumunium
berwarna putih. Pada bagian kaca dilapisi oleh kaca film dengan tingkat transparansi cukup rendah, hal
ini kemungkinan untuk menghindari paparan sinar matahari secara langsung. Pada bagian atap merupakan
atap datar yang terbuat dari Alumunium Composite Panel berwarna kuning. Kemiringan atap mengikuti
kemiringan dari bangunan. Geometri dari atap membentuk list plank dengan ketebalan kurang lebih
setengah meter. (Gambar 1.33).

Gambar 1.33 Masa Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)

D. Fasad dan Tampak Bangunan


Pada bagian pintu masuk terdapat lorong pendek dengan geometri persegi empat tegak lurus terhadap
lantai, tidak mengikuti kemiringan dari bangunan utamanya. (Gambar 1.34).

Gambar 1.34 Tampak Timur Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)
28

1.5.3. Selasar Sunaryo Art Space di Bandung, Jawa Barat


A. Lokasi dan Deskripsi Singkat
Terletak di Jl. Bukit Pakar Timur No.100, Ciburial, Kec. Cimenyan, Bandung, Jawa Barat. (Gambar 1.35).
Penentuan Selasar Sunaryo Art Space sebagai salah satu objek penelitian, karena dugaan terhadap cara
penyelesaian finishing bangunannya yang menggunakan material-material alam. Hal ini sangat dekat
dengan prinsip in context dari Arsitektur Dekonstruksi.

Gambar 1.35 Peta lokasi Selasar Sunaryo Art Space


Sumber : Google Maps, diakses 10 Desember 2019

Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) merupakan sebuah ruang dan organisasi nirlaba yang
digunakan untuk mengembangkan kesenian dan budaya visual di Indonesia. Bangunan ini didirikan oleh
Sunaryo pada tahun 1998. Yang menjadi sasaran utama dari pendirian SSAS ini adalah penyelenggaraan
program seni rupa konteporer melalui pameran, diskusi, residensi dan lokakarya. Selain seni rupa SSAS
juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan disiplin seni lain seperti Arsitektur,
seni pertunjukan,sastra, dan lain sebagainya (Sunaryo, 2019).
SSAS didesain oleh Baskoro Tedjo, beliau adalah arsitek lulusan ITB. SSAS didesain sesuai
dengan karakter si pemilik dan kondisi alam sekitar. Dengan kondisi tapak yang berkontur bangunan dari
SSAS pun dibuat dengan ketinggian lantai yang berbeda-beda.
29

B. Tata Ruang
Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) menempati bangunan 2 lantai, di mana lantai pertama adalah
merupakan tempat memamerkan hasil kerja seni kontemporer indonesia serta seni visual dari negara Asia
Pasific. Sementara lantai dua, bagian indoor dan outdoornya merupakan tempat eksebishi untuk
memamerkan karya seni seniman Sunaryo yang meliputi gambar/lukisan, Sculpture, print dan installation.
Dimulai dari galeri atas (Gambar 1.36) interior yang tersaji terdiri dari lantai yang terbuat dari
kayu plywood, dinding dari pasangan bata yang di finish plester aci dengan cat warna putih, dan atap
ekspose dari rangka baja. Tidak banyak sekat yang terdapat di dalam ruangan, dari ruangan yang
berbentuk persegipanjang hanya terdapat dua buah bidang persegiempat yang membagi ruangan menjadi
tiga bagian. Bidang-bidang berwarna putih tersebut dipakai sebagai etalase karya seni dari pelukis-pelukis
yang sedang malakukan pameran seni.

Gambar 1.36 Interior Galeri Atas


Sumber : (Penulis, 2019)

Masuk ke ruang Galeri Tengah (Gambar 1.37) terdapat tiga elemen interior yang membentuk
ruangan tersebut secara utuh yaitu dinding, lantai dan plafond. Pada bagian latai terbuat dari material
parquet dengan finishing glossy berwarna natural kayu. Seperti halnya yang terdapat pada interior Galeri
Atas, pada Galeri Tengah pun hanya terdapat beberapa bidang persegiempat sebagai partisi yang membagi
ruang Galeri menjadi beberapa bagian ruangan. pada bagian dinding merupakan bidang solid tanpa adanya
bukaan dan digunakan sebagai etalase dari hasil karya seni rupa. Pada bagian plafond mengikuti bentuk
kemirigan atap. Pada bagian ujung pertemuan antara dinding dengan plafond terdapat drop ceiling yang
digunakan untuk memasang lampu sorot yang diarahkan ke dinding yang merupakan etalase dari hasil
karya seni rupa.
Ruang belakang dari Galeri tengah (Gambar 1.38) menjadi massa yang terpisah dari ruang depan,
dan dihubungkan oleh selasar. Bentuk dinding dan plafond menerus sehingga terlihat seperti sebuah
kesatuan dan didukung warna finishingya yang sama yaitu di cat dengan warna putih. Namun bagian
terlihat sangat kontras apabila dibandingkan dengan elemen dinding dan plafond.
30

Gambar 1.37 Interior Galeri Tengah


Sumber : (Data pribadi, 2019)

Gambar 1.38 Ruang belakang Galeri Tengah


Sumber : (Data pribadi, 2019)

C. Masa Bangunan
Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) berupa kompleks yang terdiri atas bangunan utama yaitu galeri
pameran, beberapa bale dan pendopo, dan sebuah amphitheater, dan juga bangunan penunjang seperti
mushalla, rumah bambu, dan gerai cinderamata. (Gambar 1.39).
Bangunan utama terdiri atas Ruang A dan Ruang B. Ruang A (sekitar 177 m2), digunakan untuk
rumah dan menunjukkan karya-karya Sunaryo dipilih oleh Dewan Kurator berdasarkan timeline dan
periode penciptaan. Ruangan juga digunakan untuk pameran berskala besar mempromosikan seniman
Indonesia dan luar negeri.
Ruang B (sekitar 210 m2), digunakan untuk menyajikan pameran seniman muda dar Indonesia
maupun luar negeri. Ruang ini juga digunakan untuk menyajikan koleksi permanen dari art space dan
karya-karya seniman dari Indonesia dan luar negeri.
Amphitheater yang berada di bagian tengah menjadi open space yang menyatukan semua masa
bangunan. Ia biasa digunakan untuk pertunjukan atau seminar out door. Amphitheater berbentuk lingkaran
penuh, dengan satu perempatnya digunakan sebagai panggung dan tiga perempatnya merupakan tempat
audience . Penempatan lokasi amphitheater berdasarkan keadaan kontur tanah pada tapak. Untuk bagian
31

panggung bagian bawah yang berbentuk lingkaran terbuat dari material keramik tanah liat. Sedangkan
dinding back stage terbuat dari dinding bata merah yang diekspos. (Gambar 1.40).

Gambar 1.39 Kompleks Selasar Sunaryo Ar Space (SSAS)


Sumber : (Iskandar, 2013)

Gambar 1.40 Amphitheater


Sumber : (Penulis, 2019)
32

D. Fasad dan Tampak Bangunan


eksterior bangunan diawali dengan tampak depan, yaitu bagian Main Entrance. Pada bagian tampak Main
Entrance sangat kental dengan permainan bidang geometri segi empat yang saling menyilang (Gambar
1.41). Dimulai dari bidang dinding yang paling tinggi tidak hanya berhenti pada teras bangunan, namun
diteruskan searah dengan lantai selasar menuju keluar. Bidang tersebut dipotong oleh bidang yang lebih
pendek lagi yang muncul dari halaman sebelah kanan yang merupakan pagar batas halaman disamping,
bidang pagar ini tidak hanya berhenti pada bidang dinding yang lebih tinggi saja, namun menerus hingga
beberapa meter melewati dinding tersebut. Pepotongan dua bidang ini menghasilkan bukaan yang
memungkinkaan cahaya bisa masuk ke area lantai selasar.

Gambar 1.41 Tampak Selatan SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada Tampak Timur bangunan SSAS (Gambar 1.42) hanya terlihat sebuah bidang datar besar
berbentuk persegiempat panjang. Material dinding terbuat dari pasangan bata finish cat warna abu-abu.
Pada bagian atas terdapat dinding kaca setinggi limapuluh senti meter yang terpasang sepanjang dinding
pada Tampak Timur. Pada bagian sisi sebelah kiri terdapat dinding kaca setinggi tiga meter yang terdapat
pintu akses menuju main entrance.

Gambar 1.42 Tampak Timur SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)
33

Pada tampak utara yang merupakan bagian belakang bangunan SSAS (Gambar 1.43) memiliki
bentuk yang hampir sama dengan bentuk bagian depan. Terdapat sebuah bidang yang berdiri sendiri
dengan bentuk hasil dari repetisi Tampak Utara, bidang ini berdampingan dengan Tampak Utara dan
membentuk koridor yang menjadi jalur akses dari galeri atas ke galeri bawah. Material bidang dinding
terbuat dari pasangan bata dengan di finish cat warna abu-abu. Bidang berbentuk bujur sangkar yang
terpancung pada sisi ujungnya.

Gambar 1.43 Tampak Utara SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada tampak barat bangunan SSAS (Gambar 1.44) didominasi oleh bidang-bidang persegiempat
dengan material dinding di finish cat warna abu-abu. Pada tampak Barat terlihat bangunan seperti
memiliki dua buah massa bangunan yang terhubung oleh sebuah koridor tertutup pada lantai atas. Pada
bagian tepi bagunan terdapat selasar menuju caffe dan tangga menuju lantai bawahnya. Pada bidang
dinding di sepanjang bawah lantai selasar meggunakan material batu belah sebagai dinding penahan
tanahnya.

Gambar 1.44 Tampak Barat SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)
34

1.5.4. Kampus D Universitas Gunadharma di Depok, Jawa Barat


A. Lokasi dan Deskripsi Singkat
Gedung D Kampus Universitas Gunadharma terletak di Jl. Margonda Raya No.100, Pondok Cina,
Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat (Gambar 1.45). Penentuan Kampus D Gunadarma sebagai salah
satu objek penelitian, karena dugaan terhadap bentuk salah satu massa bangunannya yang bertumpu pada
bidang vertikal massa bangunan yang lain, sehingga terlihat melayang. Hal ini sangat dekat dengan prinsip
instability dari Arsitektur Dekonstruksi.

Gambar 1.45 Peta lokasi Gedung D Kampus Universitas Gunadharma, Jl. Margonda Raya
Sumber : Google Maps, diakses 10 Desember 2019

Universitas Gunadharma adalah salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia. Universitas
Gunadharma memiliki 7 fakultas yang penyelenggaraan perkuliahannya dilaksanakan di 14 kampus yang
berbeda lokasi. Dari 14 Kampus tersebut, yang akan menjadi objek kasus studi adalah bangunan baru pada
Kampus D yang terletak di Jalan Margonda Raya Nomor 100, Kelurahan Pondok Cina, Kota Depok.

B. Tata Ruang
Entrance Site dari bangunan baru Kampus D ini terletak di sebelah Timur dan bersebelahan dengan Jalan
Margonda Raya (Gambar 1.46). Terdapat dua buah Entrance Site dimana satu sisi digunakan sebagai akses
masuk kendaraan ke dalam kawasan Kampus D dan satu sisi lagi digunakan sebagai akses kendaraan
keluar dari kawasan Kampus D.
35

Masuk
Keluar

Gambar 1.46 Site Plan Gedung Baru Kampus D Universitas Gunadharma (sebelah kiri adalah kampus baru dan
yang di sebelah kanan adalah kampus lama)
Sumber : (Penulis, 2019)

Kampus D Universitas Gunadharma terdiri atas beberapa fasilitas, yakni Gedung Perkuliahan
(Gedung 1 – 8), Gedung Serbaguna, Gedung Kemahasiswaan, Area Parkir, dan bangunan-bangunan
penunjang lainnya, seperti masjid dan klinik. Bangunan yang unik yang menjadi objek penelitian adalah
Gedung Serbaguna (No. 17 pada Legenda) yang menyatu dengan Gedung 8 (No. 19 pada Legenda) di
sebelah barat dan berhimpit dengan Gedung 7 (No. 15 pada Legenda) di sebelah utara. Di kompleks
kampus baru, Kampus D Universitas Gunadharma terdapat tiga bangunan yang menonjol, yakni Gedung
Serba Guna, Gedung 7 dan Gedung 8.

C. Masa Bangunan
Masuk ke dalam tapak kampus baru Kampus D Universitas Gunadharma Depok akan terlihat tiga buah
masa bangunan dominan dengan karakter yang berbeda. Pada bagian sebelah Timur terdapat masa
bangunan dengan karakter bangunan melebar, yakni Gedung Serbaguna (Gambar 1.47). Berbentuk
persegi empat solid yang melebar, dan terlihat melayang. Bangunan inilah yang bentuknya unik dan
diduga menerapkan salah satu prinsip Arsitektur Dekonstruksi: Instability. Di belakangnya terdapat
sebuah masa bangunan yang menempel namun dengan karakter material yang berbeda. Berbentuk persegi
empat memanjang dengan ketinggian 6 lantai, material bangunan tersebut didominasi oleh: dinding GRC,
Ornamen GRC dan finishing dinding terakota (Gedung 7). Pada bangunan bagian tengah (di sebelah barat
dan menyatu dengan Gedung Serba Guna) merupakan bangunan yang paling tinggi diantara ketiga masa
36

bangunan menonjol yang ada. Bangunan tersebut diperkirakan memiliki ketinggian diatas sepuluh lantai.
(Gedung 8) (Gambar 1.48). Bentuk bangunan tersebut memanjang dari arah Barat menuju ke Timur.
Gubahan masa bangunan tersebut seperti dua buah persegi panjang yang pipih (bagian yang pendek
berbentuk trapesium di extrude) yang disatukan pada salah satu bidang memanjangnya. Pada bagian massa
yang paling panjang, pada salah satu ujungnya terdistorsi ke arah selatan sehingga bagian tersebut lebih
lebar pada bagian bawahnya, seolah-olah membentuk sebuah geometri segitiga.

Gambar 1.47 Bangunan Gedung Serbaguna Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2019)

Gambar 1.48 Bangunan Gedung 8 Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2020)

D. Fasad dan Tampak Bangunan


Bangunan Gedung Serbaguna Kampus D Universitas Gunadharma, pada sisi samping dan bagian atasnya
terlihat solid dibungkus oleh material Alumunium Composite Panel (ACP). Bangunan ini seperti
melayang, terangkat dari permukaan tanah setinggi 6 m, dan berdiri di atas 8 kolom besar. Di sisi utara
terdapat 6 kolom berukuran 1,5 x 1,5 m2 berjumlah 4 buah dan 1,5 x 3 m2 berjumlah 2 buah. Di sisi
selatan terdapat 2 kolom berbentuk “V”. (Gambar 1.49).
37

Gambar 1.49 Bangunan Gedung Serba Guna Kampus D Universitas Gunadharma; terangkat di atas tanah setinggi
6 m dan didukung oleh 8 kolom besar, dua di antaranya berbentuk “V”
Sumber : (Penulis, 2020)

Tampak bangunan Gedung Serba Guna hanya bisa diamati dari arah Timur dan Selatan karena di
sebelah dan menempel di Utara adalah Gedung 7 dan di Barat adalah Gedung 8. Tampak Timur
didominasi oleh selubung bangunan ACP, dan tampak Selatan pada bagian atas berupa dinding kaca
transparan. (Gambar 1.50 dan Gambar 1.51).

Gambar 1.50 Tampak Selatan Bangunan Gedung Serba Guna Kampus D Universitas Gunadharma
Sumber : (Penulis, 2020)

Gambar 1.51 Tampak Timur Bangunan Gedung Serba Guna Kampus D Universitas Gunadharma
Sumber : (Penulis, 2020)
38

1.6. Analisis
Analisis dilakukan untuk membaca kesesuaian prinsip-prinsip arsitektur dekonstruksi dengan elemen-
elemen dan bentuk bangunan studi kasus yang sudah teridentifikasikan. Adapun prinsip-prinsip arsitektur
dekonstruksi yang akan dijadikan sebagai alat baca yaitu : instability, disorder, impure, disharmony,
fragmentation, conflict, fluid, metaphor, distortion, in context, contrast.

1.6.1. Instability (Ketidakstabilan)


Keadaan tidak stabil pada bentuk-bentuk dasar geometri (piramid, kubus, silinder, dan lain-lain) bisa
didapatkan dengan memposisikan bentuk-bentuk tersebut dalam kondisi tidak stabil sesuai dengan
karakternya. Adapun bentuk-bentuk geometri yang dikategorikan dalam keadaan stabil dan tidak stabil
bisa dilihat pada Gambar 1.52.

Stabil

Tidak Stabil

Gambar 1.52 Bentuk Geometri dalam keadaan stabil (atas) dan tidak stabil (bawah)
Sumber : (Penulis, 2019)

A. Masjid Al Safar
Untuk dapat mengidentifikasikan bentuk dari massa Masjid Al Safar maka perlu diidentifikasikan dahulu
bentuknya. Bila dilihat dari gubahan masa yang dimiliki oleh Masjid Al Safar, bisa dilihat pada Gambar
1.53, terdapat tiga buah masa dengan bentuk menyerupai segitiga, persegi panjang dan trapesium dengan
lima sisi.
Dari masing-masing bentuk terlihat diletakan pada bidang datarnya (Gambar 1.54). Pada bangunan
minaret yang berbentuk segitiga diletakan pada bidang segitiganya. Pada area wudhu atau area toilet, yang
merupakan bentuk persegi panjang terlihat diletakan pada bidang persegipanjangnya. Pada massa
bangunan utama, terlihat seperti poligon yang tidak beraturan dan diletakan pada bidang poligon tidak
beraturannya. Kondisi perletakan dari ketiga massa bangunan tersebut tergolong kedalam geometri
dengan keadaan stabil diatas perletakannya.
39

Gambar 1.53 Tampak Masjid Al Safar


Sumber : (Siswadi, 2019),diakses 28 Januari 2020

Geometri perletakan
Geometri perletakan

Gambar 1.54 Perspektif bangunan Masjid Al Safar


Sumber : (Siswadi, 2019), diakses 28 Januari 2020
40

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88 terdiri dari dua buah massa bangunan, yaitu massa dengan
bentuk geometri kotak dan massa dengan bentuk geometri huruf “i” yang diekstrud menjadi objek tiga
dimensi (Gambar 1.55). Pada mssa bangunan kotak, ditopang dengan empat buah kolom bulat namun
posisi kolom tersebut dalam keadaan dimiringkan, apabila dibuat ilustrasi dengan menegakan posisi
kolom-kolomnya maka akan terlihat bahwa yang ditegakan akan terlihat lebih stabil bila dibandingkan
dengan yang dalam keadaan miring (Gambar 1.56). Dengan demikian bisa dikatakan masa bangunan
entrance dalam keadaan tidak stabil.

Geometri kotak
Geometri huruf “i”

Gambar 1.55 Ilustrasi Bangunan Informasi


Sumber : (Penulis, 2019)

Ilustrasi
bangunan
asli
Ilustrasi
bangunan
ditegakan

Gambar 1.56 Ilustrasi Bangunan Informasi (Entrance)


Sumber : (Penulis, 2019)
41

Untuk masa bangunan yang berbentuk huruf “i” dibuat sebuah ilustrasi dengan membuat bangunan
tersebut menjadi berkarakter vertikal. Meskipun bangunan yang asli terlihat miring namun bangunan
tersebut masih terlihat stabil, karena bangunan tersebut karakternya melebar, sedangkan yang berkarakter
vertikal terlihat tidak stabil, karena cendrung roboh dan patah (Gambar 1.57). Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa meskipun bangunan utama terlihat miring, tapi bisa dikatakan tetap dalam keadaan stabil.

Ilustrasi bangunan yang


dipanjangkan ke arah vertikal

Ilustrasi bangunan asli

Tidak Stabil

Gambar 1.57 Ilustrasi Bangunan Informasi (Bangunan utama)


Sumber : (Penulis, 2019)

C. Selasar Sunaryo Art Space


Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) memiliki tiga massa bangunan, yaitu bangunan galeri atas, bangunan
galeri tengah dan Café Kopi Selasar (Gambar 1.58). Bangunan galeri atas merupakan geometri empat
persegipanjang dengan atap setengah lingkaran. Bangunan galeri tengah memiliki bentuk geometri empat
persegi panjang yang pada bagian tengahnya digeser sehingga membentuk tiga buah massa dalam satu
massa bangunan. Bangunan Café Kopi Selasar memiliki bentuk murni empat persegipanjang.
Galeri atas merupakan masa bangunan dengan geometri empat persegi panjang yang diletakan
tegak lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang segiempatnya (Gambar 1.59). Kondisi
tersebut menjadikan bangunan galeri atas dalam keadaan yang stabil.
Galeri tengah merupakan masa bangunan dengan geometri empat persegipanjang yang pada
bagian tengahnya digeser sehingga terlihat seperti ada tiga massa bangunan (Gambar 1.60). Masa
bangunan tersebut diletakan tegak lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang
segiempatnya. Kondisi tersebut juga menjadikan galeri tengah dalam keadaan yang stabil.
42

Bentuk dari Café Kopi Selasar merupakan geometri empat persegi panjang yang diletakan tegak
lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang segiempatnya (Gambar 1.61). Kondisi tersebut
menjadikan bangunan Café Kopi Selasar dalam keadaan yang stabil.

Galeri Tengah
Café Kopi Selasar
Galeri Atas

Gambar 1.58 Ilustrasi Bangunan Selasar Sunaryo Art Space


Sumber : (Penulis, 2019)

Perletakannya

Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan

Gambar 1.59 Ilustrasi Bangunan Galeri Atas


Sumber : (Penulis, 2019)
43

Perletakannya

Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan

Gambar 1.60 Ilustrasi Bangunan Galeri Tengah


Sumber : (Penulis, 2019)

Perletakannya

Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan

Gambar 1.61 Ilustrasi Bangunan Café Kopi Selasar


Sumber : (Penulis, 2019)

D. Kampus D Gunadarma
Kampus D Gunadarma terdiri dari tiga buah massa bangunan yang saling berderetan, serta memiliki
karakter yang berbeda-beda (Gambar 1.62), yaitu masa bangunan sisi barat yang memiliki dua buah masa
bangunan yang menempel, dan masa bangunan sisi utara yang terdiri atas satu buah masa bangunan.
44

Masa Bangunan Sisi


Barat (Gedung 8)

Masa Bangunan
Gedung Serba Guna Masa
Bangunan Sisi
Utara
(Gedung 7)

Gambar 1.62 Ilustrasi Kampus D Gunadharma (Kampus Baru)


Sumber : Sumber : (Penulis, 2019)

Bangunan di sebelah Barat memiliki dua buah massa bangunan yang sama-sama terdistorsi pada
salah satu sudutnya, kedua massa bangunan tersebut memiliki geometri berbentuk empat persegipanjang
yang diletakan tegak lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang segiempatnya (Gambar
1.63). Kondisi tersebut menjadikan masa bangunan bagian barat dalam keadaan yang stabil.

Tegak lurus
terhadap bidang
perletakan
Perletakannya

Gambar 1.63 Ilustrasi Masa Bangunan Bagian Barat


Sumber : Sumber : (Penulis, 2019)

Bangunan sisi utara memiliki satu masa bangunan yang memiliki geometri berbentuk empat
persegipanjang, diletakan tegak lurus pada area perletakannya, dan diletakan pada bidang segiempatnya,
kondisi tersebut membuat massa tersebut dalam keadaan stabil.
Masa bangunan Gedung Serba Guna tidak diletakan pada salah satu bidang masa tersebut, kondisi
tersebut menjadikannya dalam keadaan tidak stabil karena terkesan akan patah dan rubuh (Gambar 1.64).
45

Tegak lurus
Perletakannya tidak terhadap bidang
tegak lurus terhadap perletakan
bidang perletakannya

Gambar 1.64 Ilustrasi Masa Bangunan Gedung Serba Guna dan Masa Bangunan di sisi Utara
Sumber : Sumber : (Penulis, 2019)

1.6.2 Disorder (Ketidakberaturan)


Disorder bisa diartikan dengan ketidak teraturan, dan untuk mencapai keteraturan harus memenuhi kaidah
: pengulangan, keseimbangan, proporsi, simetri, hirarki, irama, datum, gradasi dan alternasi. Untuk dapat
melihat apakah suatu bangunan memiliki keteraturan atau tidak, maka bisa ditinjau melalui kaidah
keteraturan tersebut.

A. Masjid Al Safar
Untuk melihat apakah pada masjid Al Safar terdapat pengulangan atau tidak, seimbang atau tidak, simetri
atau tidak, bisa dilihat dari gubahan bentuk Masjid Al Safar. Dari tampak bangunan dibuat sebuah as
imajiner pada tiap-tiap foto tampak, as imajiner tersebut diposisikan pada tengah-tengah bangunan
(Gambar 1.65). Dari as imajiner tersebut bisa dilihat bahwa bagian bangunan sebelah kanan tidak sama
dengan bagian bangunan sebelah kiri, kondisi tersebut bisa dikatakan bahwa bangunan tersebut tidak
simetri. Pada bagian fasadnya terdapat bukaan-bukaan pencahayaan yang memiliki ukuran yang sama.
Hal tersebut menandakan bahwa bangunan tersebut pada bangunan tersebut terjadi pengulangan pada
bentuk bukaan cahaya. Meskipun tidak simetris masih terdapat keseimbangan antara sisi kiri dan kanan,
contohnya ketika sisi sebelah kiri memiliki ketinggian yang lebih rendah namun memiliki ukuran yang
lebih panjang. Penempatan bukaan cahaya yang tidak beraturan memberikan kesan tidak adanya irama
pada penentuan letak bukaan tersebut. Dari beberapa kondisi tersebut bisa disimpulkan bahwa ketidak
teraturan pada bangunan Masjid Al Safar diperoleh melalui bentuk yang tidak simetris dan penempatan
bukaan yang tidak berirama.
46

A B

A B

Gambar 1.65 Tampak Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Gedung informasi memiliki bentuk yang merupakan hasil proyeksi dari huruf “i” . Dari tampak depan
ditarik garis imajiner pada posisi tengah bangunan (Gambar 1.66). Setelah ditarik garis as pada tengah-
tengah bangunan, bidang sebelah kanan dan bidang sebelah kiri memiliki bentuk yang sama, dan bisa
dikategorikan sebagai bangunan yang simetri.

A A

Gambar 1.66Tampak Depan Bangunan Informasi Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada bagian fasad terdapat beberapa pengulangan pada bentuk fasadnya, seperti pada bentuk grill
yang terdapat pada fasad entrance, yang mengalami pengulangan sebanyak empat kali (Gambar 1.67).
Sedangkan fasad dinding kaca pada bangunan utama mengalami pengulangan pada bentukan kotaknya.
47

Kondisi tersebut bisa diartikan bahwa bangunan Gedung Informasi Km. 88 memakai kaidah-kaidah
keteraturan.

Gambar 1.67 Fasad Gedung Informasi Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)

C. Selasar Sunaryo Art Space


Selasar Sunaryo Art Space memiliki tiga massa bangunan, yaitu bangunan galeri atas, bangunan galeri
tengah dan Café Kopi Selasar (Gambar 1.68). Bangunan galeri atas merupakan geometri empat
persegipanjang dengan atap setengah lingkaran. Bangunan galeri tengah memiliki bentuk geometri empat
persegi panjang yang pada bagian tengahnya digeser sehingga membentuk tiga buah massa dalam satu
massa bangunan. Bangunan Café Kopi Selasar memiliki bentuk murni empat persegipanjang.

Galeri Tengah
Café Kopi Selasar
Galeri Atas

Gambar 1.68 Ilustrasi Masa Bangunan Selasar Sunaryo Art Space


Sumber : (Penulis, 2019)
48

Pada bangunan Galeri Atas dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah bangunan
(Gambar 1.69). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan dan bidang
sebelah kiri memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang simetri.

A A

Gambar 1.69 Ilustrasi Bangunan Galeri Atas


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada bangunan Galeri Tengah dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.70). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri tidak memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
tidak simetri.

A B

Gambar 1.70 Ilustrasi Bangunan Galeri Tengah


Sumber : (Penulis, 2019)
49

Pada bangunan Café Kopi Selasar dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.71). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
simetri.

A A

Gambar 1.71 Ilustrasi Bangunan Café Kopi Selasar


Sumber : (Penulis, 2019)

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Kampus D Universitas Gunadharma terdiri dari tiga buah massa bangunan yang saling berderetan, serta
memiliki karakter yang berbeda-beda (Gambar 1.72), yaitu masaa bangunan sisi barat yang terdiri dari
satu massa bangunan, massa bangunan bagian tengah yang memiliki dua buah massa bangunan, dan massa
bangunan sisi timur yang memiliki dua buah massa bangunan.

Masa Bangunan
Sisi Barat

Massa
Bangunan Sisi
Massa Bangunan
Utara
Gedung Serba Guna

Gambar 1.72 Ilustrasi Bangunan Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2019)
50

Pada masa bangunan bagian tengah dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.73). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri memiliki bentuk yang tidak sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
tidak simetri.

A B

Gambar 1.73 Ilustrasi Massa Bangunan Bagian Tengah


Sumber : (Penulis, 2019)

Pada massa bangunan sisi Timur dibuat garis as imajiner yang diposisikan pada tengah-tengah
bangunan (Gambar 1.74). Setelah ditarik garis as pada tengah-tengah bangunan, bidang sebelah kanan
dan bidang sebelah kiri memiliki bentuk yang sama, dan bisa dikategorikan sebagai bangunan yang
simetri.

A A

Gambar 1.74 Ilustrasi Massa Bangunan Sisi Timur


Sumber : (Penulis, 2019)
51

1.6.3. Impure (Tidak Murni)


Bentuk murni adalah bentu-bentuk yang dapat didefinisikan seperti : bujursangkar, tabung, kubus, bola,
limas, dan sebagainya. Sedangkan bentuk tidak murni adalah bentuk yang tidak dapat didefinisikan
kedalam bentuk-bentuk murni.

A. Masjid Al Safar
Untuk menguji apakah Bentuk dari gubahan massa Masjid Al Safar termasuk kedalam bentuk murni atau
tidak, akan dicoba disatukan dengan bentuk kubus dan silinder. Seperti terlihat pada Gambar 1.75, kedua
buah bentuk murni tersebut tidak dapat mewakili dari bentuk massa bangunan masjid. Sehingga bisa
dikatakan bahwa gubahan massa dari Masjid Al Safar memiliki bentuk yang tidak murni.

Kubus Silinder

Gambar 1.75 Superimpose massa bangunan Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Untuk menguji bentuk dasar dari Gubahan massa Gedung Informasi Rest Area Km. 88, maka akan
dilakukan superimpose terhadap gubahan massa tersebut dengan menggunakan bentuk murni geometri
persegi panjang. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.76, hasil super impose dari bentuk geometri murni
persegi panjang dengan gubahan massa bangunan, menghasilkan bentuk yang serupa.

C. Selasar Sunaryo Art Space (SSAS)


Untuk menguji bentuk dasar dari Gubahan massa bangunan SSAS, maka akan dilakukan superimpose
terhadap gubahan massa tersebut dengan menggunakan bentuk murni geometri persegi panjang. Seperti
yang terlihat pada Gambar 1.77, hasil super impose dari bentuk geometri murni persegi panjang dengan
gubahan massa bangunan, menghasilkan bentuk yang serupa.
52

Silinder

Persegipanjang

Gambar 1.76 Superimpose masa bangunan Bangunan Informasi KM. 88


Sumber : (Penulis, 2019)

Persegipanjang

Gambar 1.77 Superimpose masa bangunan SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Untuk menguji bentuk dasar dari Gubahan massa bangunan Kampus D Universitas Gunadharma, maka
akan dilakukan superimpose terhadap gubahan massa tersebut dengan menggunakan bentuk murni
geometri persegi panjang. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.78, hasil super impose dari bentuk geometri
murni persegi panjang dengan gubahan massa bangunan, menghasilkan bentuk yang serupa.
53

Persegipanjang

Gambar 1.78 Superimpose massa bangunan Kampus D Gunadarma


Sumber : (Penulis, 2019)

1.6.4. Disharmony (Ketidakserasian)


Ketidakserasian dapat terjadi apabila tidak terdapat keteraturan yang dapat membangun suatu kesatuan
yang utuh.

A. Masjid Al Safar
Jika dilihat dari gubahan massa yang terdapat pada bangunan utama Masjid Al Safar, tekukan-tekukan
pada fasad secara keseluruhan seolah-olah terbentuk dari sekumpulan geometri segitiga. Begitu juga pada
massa bangunan menara dan toilet, sama-sama memiliki geometri segitiga (Gambar 1.79) sebagai elemen
pembentuk massa bangunannya. Hal ini menunjukan harmonisasi antar elemen massa bangunan.

Elemen
segitiga

Gambar 1.79 Fasad Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)
54

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Jika dilihat dari gubahan massa yang terdapat pada bangunan Gedung informasi, terdapat dua buah
gubahan massa yang berbeda yaitu bentuk silinder dan persegi panjang. Dua bentuk yang berbeda tersebut
disatukan oleh material finishing yang selaras (Gambar 1.80), baik dari sisi material ataupun pemilihan
warnanya, sehingga memiliki kualitas harmonisasi yang cukup baik.

Material finishing
yang sama

Gambar 1.80 Fasad Bangunan Informasi Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)

C. Selasar Sunaryo Art Space


Jika dilihat dari gubahan massa yang terdapat pada bangunan SSAS, terdapat tiga buah massa yang
memiliki geometri dasar yang sama yaitu persegipanjang, namun terdapat perbedaan pada penyelesaiaan
atapnya (Gambar 1.81). Dari sisi penyelesaian material terdapat perbedaan antara bangunan pameran atas,
bangunan pameran tengah dan bangunan resto. Pada bangunan pameran atas dipilih cat berwarna putih
sebagai finishing dinding dan atap baja melengkung sebagai penyelesaian atapnya. Bangunan pameran
tengah menggunakan cat berwarna abu-abu sebagai penyelesaian dindingnya dan atap miring pada bagian
penyelesaian atapnya. Untuk bangunan resto merupakan ruangan terbuka dengan penyelesaian atap datar
rangka baja. Meskipun ketiga massa bangunan tersebut memiliki dasar geometri yang sama, namun
memiliki pemilihan penyelesaiaan finishing yang berbeda-beda, sehingga kurang tercapai harmonisasi
diantara ketiga bangunan tersebut.

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Jika dilihat dari gubahan massa yang terdapat pada bangunan Kampus D Gunadarma, terdapat tiga buah
massa yang memiliki geometri dasar yang sama yaitu persegipanjang, namun terdapat perbedaan pada
penyelesaiaan finishingnya (Gambar 1.82).
55

Resto Pameran tengah

Pameran atas Pameran tengah

Gambar 1.81 Penyelesaian Finishing SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)

Gambar 1.82 Penyelesaian Finishing Kampus D Gunadarma


Sumber : (Data pribadi, 2019)

Pada bangunan A menggunakan finishing dinding kaca sistem Curtain Wall. Pada bangunan B
menggunakan alumunium composite panel sebagai penyelesaian finishingnya. Pada bangunan C
didominasi dengan dinding terakota dan jendela kaca. Dilihat dari penyelesaian finishing pada masing-
masing massa bangunan, tidak ditemukan adanya harmonisasi antar bangunan tersebut.
56

1.6.5. Fragmentation (Fragmentasi)


Arti Fragmentation adalah bentuk yang terpecah-pecah dari bentuk murninya.

A. Masjid Al Safar
Pada bangunan Masjid Al Safar baik dari penampakan interior ataupun eksterior bangunan tidak terdapat
adanya bentukan-bentukan yang terpecah-pecah (terfragmentasi) seperti bisa dilihat pada Gambar 1.83.

Gambar 1.83 Analisis Fragmentasi Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88 tidak ditemukan adanya bentukan-bentukan yang
terpecah-pecah (terfragmentasi) seperti terlihat pada Gambar 1.84.

Gambar 1.84 Analisis Fragmentasi Gedung Informasi Rest Area Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)
57

C. Selasar Sunaryo Art Space (SSAS)


Pada bangunan SSAS dari ketiga massa bangunannya tidak memperlihatkan adanya suatu bentukan yang
terpecah-pecah baik itu dari sisi interior ataupun sisi eksteriornya (Gambar 1.85).

Gambar 1.85 Analisis Fragmentasi SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Pada bangunan Kampus D Universitas Gunadharma dari ketiga massa bangunannya tidak memperlihatkan
adanya suatu bentukan yang terpecah-pecah (Gambar 1.86).

Gambar 1.86 Analisis fragmentasi Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2019)
58

1.6.6. Conflict (Pertentangan)


Konflik bisa diartikan juga sebagai sebuah kekacauan, dimana tidak ditemukan suatu keseimbangan
atau kesatuan.

A. Masjid Al Safar
Dalam komposisi bentuk Masjid Al Safar tidak ditemukan adanya indikasi kekacauan dalam konsep
gubahan massanya. Hirarki dari bangunan pun terprogram dengan baik, dimana alur pengunjung ketika
akan melakukan ibadah terarahkan dengan baik (Gambar 1.87). Dimana ketika datang, langsung bisa
menemukan tempat wudhu dan terdapat koridor dari ruang wudhu yang mengarahkan ke ruang sholat.

Gambar 1.87 Analisis Conflict Masjid Al Safar


Sumber : (bbcindonesia, 2019),diakses 13 Januari 2020

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Dalam komposisi bentuk Gedung Informasi Rest Area Km. 88 tidak ditemukan adanya indikasi
kekacauan. Bangunan yang hanya terdiri dari satu ruangan saja ini, cendrung tertata dengan hubungan
antara masa yang berbentuk silinder dengan massa yang berbentuk persegipanjang (Gambar 1.88).

Gambar 1.88 Analisis Conflict Gedung Informasi Rest Area Km. 88


Sumber : (Data pribadi, 2019)
59

C. Selasar Sunaryo Art Space (SSAS)


Dalam komposisi bentuk bangunan SSAS tidak ditemukan adanya indikasi kekacauan dalam konsep
gubahan massanya. Hirarki dari bangunan pun terprogram dengan baik, dimana alur pengunjung ketika
akan melakukan kunjungan pun terarahkan dengan baik (Gambar 1.89). Dimana ketika datang, langsung
diarahkan menuju galeri-galeri yang tersedia hingga berujung ke resto sebagai destinasi terakhir.

Gambar 1.89 Analisis Conflict SSAS


Sumber : (Faril, 2011),diakses 13 Januari 2020

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Dalam komposisi bentuk bangunan Kampus D Universitas Gunadharma tidak ditemukan adanya indikasi
kekacauan dalam konsep gubahan massanya. Bangunan yang terdiri dari tiga buah massa bangunan ini,
memiliki bentuk masa yang tidak saling bertabrakan satu sama lain, melainkan berdiri sendiri-sendiri
(Gambar 1.90).
60

a Gedung 7 (c)

b c

Gedung Serba Guna (b)

Gedung 8 (a)

Gambar 1.90 Analisis Conflict Gedung Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2019)

1.6.7. Fluid (Cair)


Cair mengindikasikan sesuatu yang mengalir dan cenderung dinamis.

A. Masjid Al Safar
Melihat ke dalam interior Masjid Al Safar, maka akan didapati desain plafond yang terkesan menyatu
dengan dinding. Dari segi warna dan bentuk kedua elemen tersebut memiliki karakter yang sama, hal
tersebut diperkuat oleh aksen kolom yang menerus dari bawah hingga keatas dan menyatu dengan kolom
yang berada diseberangnya (Gambar 1.91). Dengan desain yang cendrung mengalir dan dinamis tersebut,
maka bisa dikatakan bahwa desain interior dari Masjid Al Safar memiliki karakter desain yang Fluid
(Cair).

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88 terdapat banyak garis-garis tegas yang membentuk
massa bangunan secara keseluruhan (Gambar 1.92). Aliran garis pada bidang cendrung terhenti-henti,
dalam hal ini bisa diartikan bahwa garis pembentuk bidang tidak cair.

C. Selasar Sunaryo Art Space (SSAS)


Gubahan massa yang terdapat pada bangunan SSAS merupakan bentukan geometri kaku yang didominasi
oleh permainan sudut-sudut siku pada pertemuan tiap bidangnya (Gambar 1.93). Keadaan demikian bisa
diartikan bahwa bentukan geometri yang terdapat pada massa bangunan SSAS tidak fluid/cair.
61

Kolom menerus

Gambar 1.91 Analisa Fluid Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

Garis tegas

Gambar 1.92 Analisis Fluid Gedung Informasi Rest Area Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)

Garis tegas

Gambar 1.93 Analisis Fluid bangunan SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)
62

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Gubahan massa yang terdapat pada bangunan Kampus D Gunadarma merupakan bentukan geometri kaku
yang didominasi oleh permainan sudut-sudut siku pada pertemuan tiap bidangnya (Gambar 1.94).
Keadaan demikian bisa diartikan bahwa bentukan geometri yang terdapat pada massa bangunan Kampus
D Gunadarma tidak fluid/cair.

Garis tegas

Gambar 1.94 Analisis Fluid bangunan Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2019)

1.6.8. Metaphor (Metafora)


Metafora yaitu mengambil bentuk yang telah ada, bisa benda mati atau benda hidup sebagai dasar
bentuk gubahan massanya.

A. Masjid Al Safar
Dalam (Geographic, 2019) disebutkan bahwa konsep dari bentuk massa Masjid Al Safar diambil dari
bentuk topi adat orang sunda (Gambar 1.95). Bentuk topi adat sunda pada bagian depan cendrung memiliki
elevasi yang tinggi dan terdapat pertemuan antara bidang atas dan bawah pada satu titik bagian belakang
yang berada di bawah. Begitu juga dengan bentuk Masjid Al Safar pada atap bagian belakang memiliki
elevasi yang lebih tinggi dibanding dengan bagian depan. Pada bagian depan yaitu tempat imam cendrung
membentuk segitiga dengan pertemuan titik berada di bawah.
63

Gambar 1.95 Masjid Al safar


Sumber : (Penulis, 2019)

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Apabila bangunan Gedung Rest Area dilihat dari atas maka akan terlihat seperti huruf “i”. Bagian titik
atas pada huruf “i” dijadikan proyeksi sebagai kanopi entrance sedangkan bagian garisnya diproyeksikan
menjadi bangunan utamannya (Gambar 1.96). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa bentuk bangunan
Gedung Informasi Rest Area Km. 88 merupakan metafora dari huruf “i”.

Gambar 1.96 Bangunan Informasi Rest Area Km. 88 tampak atas


Sumber : (Penulis, 2019)

C. Selasar Sunaryo Art Space (SSAS)


Konsep dari Selasar Sunaryo Art Space didasarkan pada keinginan pemilik terhadap tiga hal, yaitu :
bangunan harus di desain sesuai dengan fungsinya, keseluruhan desain harus mewakili elemen-elemen
dari Arsitektur Jawa Barat dan yang terakhir adalah harus secara implisit merepresentasikan karakter dan
64

identitas dari karya seni Sunaryo (Archify, 2020). Secara garis besar konsep dari Arsitektur Selasar
Sunaryo Art Space adalah Arsitektur Jawa Barat.

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Apabila dilihat dari gubahan massa bangunan Kampus D Gunadarma, tampak tidak merepresentasikan
bentuk tertentu. Dari ketiga massa bangunannya menggunakan bentuk geometri persegipanjang dengan
ukuran yang berbeda-beda (Gambar 1.97).

Gambar 1.97 Masa Bangunan Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2019)

1.6.9. Distortion (Distorsi)


Distorsi bisa diartikan sebagai sebuah penyimpangan bentuk dari komposisi bentuk murninya. Dengan
adanya penyimpangan tersebut, bentuk menjadi tidak sempurna. Distorsi atau penyimpangan bisa terjadi
pada arah horizontal ataupun pada arah vertikal.

A. Masjid Al Safar
Pada gubahan massa bangunan Masjid Al Safar terdapat dua buah massa yang terdistorsi dari bentuk
asalnya, yaitu bangunan utama dan bangunan toilet. Untuk bangunan utama mengalami distorsi ke segela
arah secara horizontal (Gambar 1.98), sedangkan untuk bangunan toilet hanya terdistorsi horizontal ke
arah Timur saja.

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Bentuk yang terdapat pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88 merupakan bentuk murni
silinder dan persegipanjang. Pada bentuk tersebut tidak mengalami penyimpangan bentuk sehingga bentuk
masih terlihat sempurna (Gambar 1.99).
65

Arah distorsi

Gambar 1.98 Analisis Distorsi bangunan Masjid Al Safar


Sumber : (Penulis, 2019)

Bentuk Murni

Gambar 1.99 Analisis Distorsi bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88
Sumber : (Penulis, 2019)

C. Selasar Sunaryo Art Space (SSAS)


Dari ketiga massa yang terdapat pada bangunan Selasar Sunaryo Art Space dibentuk melalui permainan
geometri-geometri murni, yaitu persegipanjang dan segitiga. Yang terlihat adalah bidang-bidang
persegipanjang yang saling overlap seperti yang terlihat pada bagian entrance bangunan tengah (Gambar
1.100).

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Salah satu dari ketiga massa bangunan terlihat terdistorsi pada bagian bawahnya. Salah satu sudut dari
massa bangunan yang berbentuk persegipanjang ditarik keluar dengan jarak tertentu, sehingga bentuk dari
massa bangunan tersebut menjadi tidak sempurna lagi (Gambar 1.101).
66

Bidang-bidang Geometri

Gambar 1.100 Analisis Distorsi bangunan SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)

Bagian yang terdistorsi

Arah distorsi

Gambar 1.101 Analisis Distorsi bangunan KAmpus D Gunadarma


Sumber : (Penulis, 2019)

1.6.10. In Context (Berkonteks)


Sebuah karya Arsitektur bisa dikatakan kontekstual apabila terkoneksi dengan lingkungan sekitar tapak,
baik itu dari sisi fisik ataupun non fisik.

A. Masjid Al Safar
Penggunaan konsep topi ikat sunda (Geographic, 2019) pada gubahan massa Masjid Al Safar menjadi
salah satu cara Ridwan Kamil sebagai Arsitek dalam mengakomodir kebudayaan dimana tempat masjid
tersebut dibangun. Dengan demikian desain Masjid Al safar bisa dikatakan sangat kontekstual dengan
kebudayaan setempat (kontekstual dari sisi non fisik).
67

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88 yang terletak di Rest Area Km. 88 jalan Tol Cipularang
didesain mengikuti bentuk huruf “i” yang diproyeksikan menjadi bidang tiga dimensi. Bidang dindingnya
diselubungi oleh dinding kaca dan tanpa ada kanopi (Gambar 1.102). Dengan menjadikan keseluruhan
dinding menjadi dinding kaca, hal tersebut memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari secara
langsung, sehingga akan meningkatkan temperatur suhu yang ada diruang dalam. Dengan kondisi iklim
tropis dimana cahaya matahari berlimpah, pemilihan dinding kaca sebagai selubung bangunan menjadi
tidak kontekstual dengan iklim setempat.

Dinding Kaca

Gambar 1.102 Bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88


Sumber : (Penulis, 2019)

B. Selasar Sunaryo Art Space (SSAS)


SSAS dibangun dilokasi perbukitan dimana karakter lahan nya berkontur. Dengan kondisi alam sekitarnya
yang masih hijau Bangunan SSAS didesain selaras dengan lingkungan sekitarnya, hal itu bisa terlihat dari
material yang digunakan berasal dari material alam yang diproduksi secara konvensional (Gambar 1.103).

Batu belah

Gambar 1.103 Pagar Tapak SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)
68

Selain material, pemilihan lokasi pembuatan dan desain dari Amphitheater juga sangat
memperhatikan kondisi alam, sehingga pembuatan amphitheater tidak perlu melakukan penggalian yang
cukup dalam, cukup dengan mengikuti kontur dari lahan eksisting (Gambar 1.104). Dengan dua hal
tersebut desain dari bangunan SSAS bisa dikatakan sangat kontekstual dengan kondisi site dan alam
sekitarnya.

Terdapat perbedaan level


yang cukup signifikan

Gambar 1.104 Amphitheater SSAS


Sumber : (Penulis, 2019)

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Dari ketiga massa bangunan yang dimiliki oleh bangunan Kampus D Gunadarma memiliki karakter yang
berbeda-beda (Gambar 1.105). Bangunan A dan B dengan karakter arsitektur modern yang menampilkan
material fabrikasi yaitu kaca, rangka alumunium dan alumunium composite panel. Sedangkan bangunan
C dan D memiliki karakter arsitektur tropis dimana terdapat bagian-bagian yang menjorok kedalam,
sehingga tercipta kanopi yang merupakan respon terhadap iklim setempat.

Gambar 1.105 Analisis In Context Kampus D Universitas Gunadharma


Sumber : (Penulis, 2019)
69

1.6.11. Contrast (Kontras)


Prinsip kontras adalah elemen atau bentuk yang memiliki karakter berbeda dari keseluruhan bentuk.

A. Masjid Al Safar
Gubahan massa dari Masjid Al Safar yang terinspirasi oleh ikat sunda dan teknik origami, dapat
memberikan nuansa yang berbeda bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan sekitarnya. Hal tersebut
menjadi cukup kontras bagi bangunan Masjid terhadap lingkungan sekitar.

B. Bangunan Informasi Rest Area Km. 88


Bentuk gubahan masa yang terlihat miring dan pemilihan warna kuning pada list bagian atas sebagai
aksen, mampu menghadirkan citra yang kuat yang dapat menjadikan bangunan Gedung Informasi Rest
Area Km. 88 cukup menarik perhatian.

C. Selasar Sunaryo Art Space


Dengan mengusung konsep Arsitektur Jawa Barat , bangunan Selasar Sunaryo Art Space tidak cukup kuat
untuk memberikan kesan yang berbeda dari yang lain. Bangunan di desain cendrung untuk menyatu
dengan alam, terlihat dari material-material yang digunakan merupakan material alam.

D. Kampus D Universitas Gunadharma


Dari ketiga massa bangunan yang terdapat pada Kampus D Universitas Gunadharma terdapat satu
bangunan yang sedikit berbeda dan menarik perhatian, yaitu bangunan tengah yang salah satu sudut
bangunannya terdistorsi. Dari bagian yang terdistorsi tersebut menjadikan bangunan tersebut tampak
berbeda, sangat kontras dengan bangunan yang lainnya.

1.6.12 Tabulasi
Analisis dilakukan untuk membaca kesesuaian prinsip-prinsip arsitektur dekonstruktivis dengan elemen-
elemen dan bentuk bangunan studi kasus yang sudah teridentifikasikan. Berikut adalah hasil dari
rangkuman analisis yang dilakukan terhadap empat studi kasus (Tabel 1.1).
70

Table 1.1 Tabulasi Kesesuaian dengan Prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi

Gedung
Prinsip Selasar
Masjid Informasi Kampus
No Arsitektur Sunaryo Keumuman Karakter
Al Safar Rest Area Gunadharma
Dekonstruksi Art Space
Km.88

Tumpuan yang tidak


1. Instability V V
seharusnya

2 Disorder V V V Tidak simetris

3 Impure V

Penyelesaian finishing yang


4 Disharmony V V
berbeda-beda

5 Fragmentation

6 Conflict

7 Fluid V

8 Metaphor V V Menyerupai bentuk

9 Distortion V V Distorsi ke arah horizontal

10 In Context V V V Iklim dan Budaya

11 Contrast V V V Bentuk dan material fasad

Scorring 7 3 3 6

Dari hasil tabulasi diatas didapatkan bahwa bangunan Masjid Al Safar dan Kampus D Universitas
Gunadharma memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan Gedung Informasi Rest Area Km.
88 dan Selasar Sunaryo Art Space.

1.7. Kesimpulan
Dari keempat objek bangunan kasus studi: Masjid Al Safar, Bangunan Informasi Rest Area Km. 88,
Selasar Sunaryo Art Space, dan Kampus D Universitas Gunadharma, didapatkan bahwa prinsip-prinsip
Arsitektur Dekonstruksi yang diterapkan pada bangunan tersebut adalah sebagai berikut :
71

1. Instability, prinsip instability diterapkan pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88
dengan memiringkan bangunannya pada level kemiringan yang cukup tinggi. Pada bangunan
Kampus D Gunadarma, prinsip instability diterapkan dengan cara membuat bangunan seolah-
olah melayang tanpa tumpuan.
2. Disorder, prinsip disorder diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan membuat
gubahan massanya menjadi tidak simetris. Pada bangunan Selasar Sunaryo Art Space, prinsip
disorder diterapkan dengan cara membuat gubahan antar massa tidak simetris. Sedangkan pada
salah satu bangunan di Kampus D Gunadarma diterapkan dengan cara salah satu bidangnya
dibuat tidak simetris.
3. Impure, prinsip impure diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara mendistorsi
dari bentuk murni geometri bangunan ke segala arah.
4. Disharmony, prinsip disharmony diterapkan pada bangunan Selasar Sunaryo Art Space
dengan cara membuat penyelesaian finishing dari tiap-tiap massa bangunan menjadi berbeda-
beda. Pada bangunan bangunan Kampus D Gunadarma, prinsip disharmony juga menerapkan
hal yang sama yaitu dengan membuat penyelesaian finishing dari tiap-tiap massa bangunan
menjadi berbeda-beda.
5. Fluid, prinsip fluid diterapkan pada interior bangunan Masjid Al Safar dengan cara membuat
dinding dalam dan plafon dibuat menerus tanpa terputus.
6. Metaphor, prinsip metaphor diterapkan pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88
dengan cara mengambil bentuk huruf “i” untuk diproyeksikan menjadi bentuk tiga dimensi
yang dijadikan sebagai dasar gubahan massa. Pada bangunan bangunan Masjid Al Safar,
prinsip metaphor diterapkan dengan mengambil bentuk ikat sunda sebagai bentuk dasar pada
gubahan massanya.
7. Distortion, prinsip distortion diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara
mendistorsi ke arah horizontal, dengan tujuan agar dapat menyerupai bentuk ikat sunda. Pada
bangunan bangunan Kampus D Gunadarma, prinsip distortion diterapkan dengan cara menarik
salah satu sudut bangunan ke arah luar.
8. In context, prinsip in context diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara
menghubungkan perwujudan bangunan dengan budaya lokal, yaitu melalui ikat sunda yang
menjadi konsep bentuk Masjid. Pada bangunan Kampus D Gunadarma, prinsip in context
diterapkan dengan cara membuat bangunan tanggap terhadap iklim setempat. Sedangkan pada
bangunan Selasar Sunaryo Art Space diterapkan dengan cara pemilihan material lokal sebagai
material finishingnya.
9. Contrast. prinsip contrast diterapkan pada bangunan Masjid Al Safar dengan cara membuat
bentuk bangunannya seperti ikat sunda. Pada bangunan Gedung Informasi Rest Area Km. 88 ,
prinsip contrast diterapkan dengan cara pemilihan warna yang mencolok pada material
72

fasadnya. Sedangkan pada salah satu bangunan di Kampus D Gunadarma yaitu dengan cara
mendistorsi salah satu sudut bangunannya.

Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa dari sekian prinsip-prinsip
Arsitektur Dekonstruktivis yang diterapkan pada bangunan studi kasus, lebih banyak dipengaruhi oleh
elemen bentuk massa bangunan.

1.8 Referensi

Archify
"Selasar Sunaryo Art Space", Archify.com: https://www.archify.com/id/project/selasar-sunaryo-
art-space, akses Januari 13, 2020

Arsitur.
"5 Karya Arsitektur Metafora yang Terkenal", arsitur.com: https://www.arsitur.com/2019/01/5-
karya-arsitektur-metafora.html, 2019

Ashadi.
2019 Arsitek Arsitektur Dekonstruktivis, Jakarta: Arsitektur UMJ Press.

bbcindonesia.
"Masjid Al Safar di Bandung: Tuduhan simbol Illuminati dan kontroversi dalam rancang bangun",
bbc.com: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48577560, akses Juni 10, 2019.

Belle, E.
2018 "Frank Gehry Vitra Design Museum", divisare.com: https://divisare.com/projects/382789-frank-
gehry-diego-laurino-vitra-design-museum-vitra-campus

Bochenin
2013 "Gorodok Chekistov", http://wikimapia.org/275214/Gorodok-Chekistov#/photo/3650435

chanelmuslim
2017 "Masjid Al Safar, Masjid Modern di Rest Area 88 Cipularang", chanelmuslim.com:
https://chanelmuslim.com/wisata/masjid-al-safar-masjid-modern-di-rest-area-88-cipularang

Culturetrip
2019 "Yekaterinburg’s Soviet History in 8 Constructivist Buildings", theculturetrip.com:
https://theculturetrip.com/europe/russia/articles/yekaterinburgs-soviet-history-in-8-
constructivist-buildings/

Cypresstrees
2009 "The Jewish Museum Berlin: Daniel Liebeskind", cypresstrees.blogspot.com:
http://cypresstrees.blogspot.com/2009/04/jewish-museum-berlin-daniel-liebeskind.html.
73

Dharma, A.
2019 "Paradigma Konseptual Arsitektur Dekonstruksi", Staffsite.gunadarma.ac.id:
http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/index.php?stateid=files&xcat_id=0.1

Dimitrij, K.
2019 "Black Square", www.wikiart.org: https://www.wikiart.org/en/kazimir-malevich/black-square-
1915

Dwi, M.
2014 "Bangunan Fantastik Karya Arsitek Ternama di Dunia", Kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/mariadwi/54f9616fa33311fc078b4d5c/bangunan-fantastik-karya-
arsitek-ternama-di-dunia

Faril.
2011 "Selasar Sunaryo Art Space",
fariable.blogspot.com: http://fariable.blogspot.com/2011/07/selasar-sunaryo-art-space.html

Flickr
2017 "Aleksandr Rodchenko, Non-Objective Painting 1919", www.flickr.com:
https://www.flickr.com/photos/clairity/32138173800

Furuto, A.
2011 "Cityscape Architectural Awards in Emerging Markets 2011", www.archdaily.com:
https://www.archdaily.com/173830/cityscape-architectural-awards-in-emerging-markets-2011

Geographic, N.
2019 "Makna Arsitektur Masjid Al Safar Karya Ridwan Kamil yang Dapat Penghargaan Dunia",
nationalgeographic.grid.id: https://nationalgeographic.grid.id/read/131752326/makna-
arsitektur-masjid-al-safar-karya-ridwan-kamil-yang-dapat-penghargaan-dunia?page=all

Gunadharma, D.
2015 "YUK NGINTIP DESAIN DARI ‘NEW CAMPUS D’ UNIVERSITAS GUNADARMA",
https://dipawardhana.wordpress.com/: https://dipawardhana.wordpress.com/2015/01/21/yuk-
ngintip-desain-dari-new-campus-d-universitas-gunadarma-by-dipawardhana-paling-lengkap-2/

Hermanto, M.
2013 "Studi Gaya Desain Interior Museum Karya Daniel Libeskind", Jurnal Intra Vol. 1, No. 2, 1-10.

Iskandar, Isma; Athina, Nisha Astrin; Deviliani, Ratu Arfina


2013 “Fleksibilitas Sistem Elemen Interior pada Selasar Sunaryo Art Space”, Jurnal Rekajiva, No. 2,
Vol. 01, Januari 2013: 1-11.

Koran Sindo, J.
2018 "Perkembangan Arsitektur Dunia, dari Arsitektur Islam hingga Era Awal Modern", okezone.com:
https://economy.okezone.com/read/2018/10/09/470/1961500/perkembangan-arsitektur-dunia-
dari-arsitektur-islam-hingga-era-awal-modern?page=2
74

Korting, A.
2008 "Berlin | Jüdisches Museum",
flickr.com: https://www.flickr.com/photos/alexkorting/2749482200/in/photostream/

Langdon, D.
2015 "AD Classics: Limoges Concert Hall / Bernard Tschumi Architects", archdaily.com:
https://www.archdaily.com/627020/ad-classics-limoges-concert-hall-bernard-tschumi-architects

Lihawa, H. R.
2010 "Arsitektur Dekonstruksi Kajian Teori, Metode dan Aplikasi", Jurnal Tenik , Vol 8, No 2, ISSN :
1693-6191.

Liputan6.
2019 "Intip Desain Masjid Al Safar, Masjid Unik Karya Ridwan Kamil di Rest Area KM 88",
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3981412/intip-desain-masjid-al-safar-masjid-unik-
karya-ridwan-kamil-di-rest-area-km-88

Lsanburn
2013 "File:Blue Condominium Tower Neighborhood.jpg",
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Blue_Condominium_Tower_Neighborhood.jpg

Metsch, R., & Raftery, P.


2016 "European Central Bank / Coop Himmelb(l)au",
archdaily.com: https://www.archdaily.com/799210/european-central-bank-coop-himmelb-l-au

Mubarrok, N. Z.
2016 "Displacement, Kriteria Dekonstruksi Peter Eisenman", Jurnal Arsitektur Komposisi, Volume 11,
Nomor 3, April 2016.

Musee.
2019 "Programme Musee Confluence Lyon",
http://www.museedupaysduder.com/programme-musee-confluence-lyon/

Pinimg (n.d.).
"pinimg", https://i.pinimg.com/originals/f8/6d/e7/f86de71a8f1b0ee6f623675b84571f38.jpg

Putri, P., & Alkatiri, Z.


2015 "Perkembangan dan Dinamika Seni Lukis Avant-garde di Rusia Tahun 1890-1932", FIB UI.

Redman, P.
2014 "As the ROM celebrates its centenary, 100 things to know about the museum, from mummy cats
to penis worms", nationalpost.com: https://nationalpost.com/news/toronto/as-the-rom-celebrates-
its-centenary-100-things-to-know-about-the-museum-from-mummy-cats-to-penis-worms
75

Siswadi, A.
2019 "Tafsir segitiga iblis di masjid rancangan tim Ridwan Kamil", beritagar.id:
https://beritagar.id/artikel/berita/tafsir-segitiga-iblis-di-masjid-rancangan-tim-ridwan-kamil

Sunaryo, Y. S.
2019 "Tentang Selasar Sunaryo Art Space",
selasarsunaryo.com: http://www.selasarsunaryo.com/tentang-kami/

Tate
2009 "Rodchenko and Popova: Defining Constructivism: explore the exhibition, room 7 5 x 5 = 25
Paintings", tate.org.uk: https://www.tate.org.uk/whats-on/tate-modern/exhibition/rodchenko-
popova/rodchenko-and-popova-defining-constructivism-6

Tirto
2019 "Sejarah Masjid Al Safar Karya Ridwan Kamil & Tudingan Illuminati", tirto.id:
https://tirto.id/sejarah-masjid-al-safar-karya-ridwan-kamil-tudingan-illuminati-d9ps

Warsito, A.
2019 "19 Pengertian Arsitektur Menurut Para Ahli", Ilmuseni.com: https://ilmuseni.com/seni-
rupa/arsitektur/pengertian-arsitektur-menurut-para-ahli

Whalley, Z.
2017 "Yekaterinburg’s Soviet History in 8 Constructivist Buildings", theculturetrip.com:
https://theculturetrip.com/europe/russia/articles/yekaterinburgs-soviet-history-in-8-
constructivist-buildings/

Zubaidi, F.
2010 "Telaah konsep Frank O Gehry Dalam Rancangan Arsitektur", Jurnal Ruang Volume 2 Nomor 2.
76
BAB 2
DASAR-DASAR RANCANGAN ARSITEKTUR
DAN PROGRAM RUANG
BANGUNAN MUSEUM RASULULLAH SAW DI JAKARTA

2.1. Pendahuluan
Berangkat dari sebuah peribahasa yang sudah sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia pada
umumnya yaitu “tak kenal maka tak sayang”, menjadikan perilaku anak-anak, remaja, ataupun orang
dewasa akan cendrung mengikuti orang yang sudah sangat dikenalnya, atau dengan istilah lain idolanya.
Menjadi positif apabila perilaku dari seorang idola menunjukan perbuatan-perbuatan yang positif, namun
bagaimana apabila sang idola tersebut justru melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif?.
Berangkat dari pentingnya seorang idola bagi perkembangan karakter seseorang, penulis mengutip
dari salah satu ayat Al Quran Surat Ali Imran ayat 31:

ُ‫ُويَ ْغ ِف ْرُلَك ْمُذنوبَك ْم‬ ‫َُّللاَُفَاتهبِعونِيُي ْحبِبْكم ه‬


َ ‫َُّللا‬ ‫قُ ْلُإِ ْنُك ْنت ْمُت ِحبُّونَ ه‬

“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah,
maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa
kalian“. (QS. Ali Imran: 31).

Dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa untuk dapat dicintai oleh Allah Subhana Wa Ta’ala maka
harus mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah Salallahu alaihi wasalam. Disini bisa diartikan bahwa
Islam mewajibkan untuk menjadikan Rasulullah Salallahu alaihi wasalam sebagai idola bagi umat islam.
Untuk dapat mengikuti perbuatan, perkataan atau yang diperintahkan oleh Rasulullah Salallahu alaihi
wasalam, diperlukan pengenalan lebih dalam terhadap sosok yang diidolakan tersebut. Ada banyak sekali
cara yang bisa dilakukan dalam rangka mengenal lebih dekat, yaitu lewat buku bacaan, ceramah agama,
dan film. Namun cara-cara yag disebutkan tadi hanya dapat membawa pengalaman secara dua dimensi.
Untuk dapat memberikan pengalaman yang lebih akrab lagi maka perlu dihadirkan suasana dalam bentuk
tiga dimensi. Museum merupakan salah sarana yang tepat dalam menghadirkan pengalaman secara tiga
dimensi sehingga kehadiran sosok seorang idola bisa dirasakan lebih dekat lagi.
Museum merupakan bangunan publik dengan karakter yang unik, dimana setiap museum memiliki
kisah atau cerita yang berbeda-beda. Museum adalah tempat dimana koleksi-koleksi dan sejarah-sejarah
penting disimpan secara apik, untuk kemudian disampaikan kepada generasi-generasi selanjutnya. Yang

77
78

terpenting dari sebuah museum adalah bagaimana kita bisa merasakan suasana dari sejarah atau benda
koleksi tersebut hadir dihadapan kita. Dekonstruksi merupakan salah satu konsep Arsitektur yang sangat
kuat dalam menghadirkan makna-makna atau kisah yang ingin disampaikan melalui Arsitektur.
Ada banyak sekali bangunan Museum yang dibangun dengan konsep Arsitektur Dekonstruksi,
baik itu di dalam negeri ataupun diluar negeri. Dari dalam negeri ada Museum Tsunami Aceh karya
Ridwan Kamil, di Museum tersebut pengunjung diajak untuk mengingat dan merasakan bagaimana
tragedi tsunami yang telah menghancurkan Aceh (Astuti, 2019). Dari luar negeri ada Museum Yahudi
Berlin karya Daniel Libeskind, museum tersebut bercerita bagaimana peristiwa holocaust terjadi pada era
Nazi di Jerman (Ashadi, 2019). Kedua museum tersebut dibangun dengan konsep Arsitektur
Dekonstruksi.
Dalam rangka mengenal sosok idola atau panutan diperlukan media atau sarana untuk beriteraksi,
rencana pengadaan Museum Rasulullah di Indonesia, akhir-akhir ini menjadi isu hangat, dan menjadi
perbincangan publik. Rancangan Bangunan Museum Rasulullah dengan Konsep Arsitektur Dekonstruksi
di Jakarta ini adalah salah satu usaha dan sumbangan pemikiran dari kalangan mahasiswa arsitektur.
Konsep dekonstruksi digunakan dalam rancangan ini dengan alasan kuat, bahwa dengan konsep ini
bangunan Museum tersebut diharapkan dapat memberikan nuansa yang kuat dalam menghadirkan sejarah
perjalanan Rasullullah Salallahu alaihi wasalam dalam mengemban tugasnya untuk menyampaikan
Risalah-Nya.
Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana rancangan bangunan museum dengan penerapan
konsep Arsitektur Dekonstruksi.

2.2. Sekilas Tentang Museum


Secara sederhana museum dapat diartikan sebagai tempat penyimpanan berbagai bentuk “harta karun”
manusia yang tak ternilai harganya, baik itu berupa benda nyata atau tidak seperti : benda peninggalan
sejarah, kenangan, kebudayaan, mimpi, dan harapan (Wulandari, 2014). Kata museum berasal dari kata
Yunani kuno museian yang berarti kuil/rumah persembahan untuk Dewi Muze. Sedangkan menurut
ICOM (International Council Of Museum) dalam musyawarah ke II di Copenhagen 14 Juli 1974
merumuskan : a museumis non profit making, permanent institution in service of society and of its
development, and open the public, which aquires, conserves, communicates, and exhibit for purposes of
study, education and enjoyment, material evidence of human and environment (Susanto, 2014).
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap,
melayani masyarakat, terbuka untuk umum, tidak mencari keuntungan, untuk tujuan pendidikan, rekreasi,
dan studi. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan beberapa hal yang terkait dengan museum, yaitu:
kalsifikasi museum, tugas dan fungsi museum, kegiatan museum, prinsip tata pameran dan metode
penyajian koleksi.
Menurut ICOM, museum dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori yaitu (Manis, 2018):
79

a. Art Museum (Museum Seni)


b. Archeologi and History Museum (Museum Sejarah dan Arkeologi)
c. Ethnographical Museum (Museum Nasional)
d. Natural History Museum (Museum Ilmu Alam)
e. Science and Technology Museum (Museum IPTEK)
f. Specialized Museum (Museum Khusus)
Menurut penyelenggaraannya museum dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Museum Pemerintah, yaitu museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah baik
pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
b. Museum Swasta, yaitu museum yang didirikan dan diselenggarakan oleh perseorangan.
Museum berdasarkan tingkatan koleksinya dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Museum Nasional, yaitu museum yang memiliki benda koleksi dalam taraf nasional atau dari
berbagai daerah di Indonesia.
b. Museum Regional, yaitu museum yang benda koleksinya terbatas dalam lingkup daerah regional.
c. Museum Lokal, yaitu museum yang benda koleksinya hanya terbatas pada hasil budaya daerah
tersebut

2.3. Studi Preseden


Studi preseden dilakukan dengan cara survei langsung ke lapangan dan melalui literatur serta browsing
internet, untuk mengetahui kegiatan museum pada umumnya, sarana-prasarana, dan program ruangnya.
Dikarenakan bangunan Museum Rasulullah belum ada, maka dipilih bangunan yang sejenis yaitu:
• Museum Topkapi Palace Turki.
Museum Topkapi Palace Turki merupakan museum sejarah islam yang memiliki koleksi paling
lengkap dari peninggalan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam.
• Museum Nasional.
Museum Nasional dipilih sebagai salah satu preseden, karena keumuman sebuah museum. Yang
mana kebutuhan program ruang secara umum bisa dijadikan referensi.
• Museum Royal Ontario Kanada.
Museum Royal Ontario merupakan salah satu museum yang menerapkan konsep Arsitektur
Dekonstruksi.

2.4. Rencana Tapak


Tapak berada di Jalan Taman Mini II , Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
80

Data Tapak
Lokasi : Jl. Taman Mini II, Kecamatan Cipayung
Luas Tapak : ± 30.000 m2 (3 Ha)
Koefisen Dasar Bangunan (KDB) : 30 %
Garis Sempadan Bangunan (GSB) : ½ Ruang Milik Jalan (4 meter)
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) : 1,2
Maksimum ketinggian Lantai : 4 Lantai
Koefisien Dasar Hijau (KDH) : 45 %
Batas Tapak
• Utara : Jl. Mundu
• Selatan : Jl. Taman Mini II
• Timur : Pemukiman Warga
• Barat : Jl. Taman Mini II
Peruntukan Lahan
Adapun dari sisi tata guna lahan seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, lahan yang menjadi lokasi
tersebut termasuk kedalam Zona Perkantoran, Perdagangan, dan Jasa KDB Rendah (warna ungu).

Gambar 2.1 Zona Peruntukan Lahan


Sumber : jakartasatu.jakarta.go.id, diakses 29 Maret 2020
81

Tapak terpilih memiliki bentuk segitiga dengan posisi bentuk yang melancip berada di posisi selatan,
dan yang melebar berada di posisi utara (Gambar 2.2). Secara keseluruhan elevasi lahan cendrung datar,
hanya pada beberapa sisi lancip saja yang memiliki kemiringan.

Gambar 2.2 Data Topografi Tapak


Sumber : (Hasil Observasi, 2020)

2.5. Program dan Besaran Ruang


Berdasarkan analisis fungsi, pelaku dan aktivitas maka dapat diidentifikasikan secara umum ruang-ruang
yang dibutuhkan untuk Museum Rasulullah di Jakarta. Sedangkan besaran ruang didasarkan pada hasil
analisis besaran ruang. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan luas rencana di tiap-tiap
ruangan yang telah didapatkan pada bahasan analisis kebutuhan ruang sebelumnya, agar dapat memenuhi
aspek kenyamanan, keamanan dan kelancaran dalam beraktivitas. Untuk perhitungan besar pengunjung
diasumsikan berkisar 3.000 pengunjung perhari.
Adapun dasar perhitungan sebagai acuan dalam menghitung besaran ruang bersumber dari :
a. Neufert Architect’s Data (NAD)
b. New Matric Handbok (NMH)
c. Time Saver Standart (TSS)
d. Studi Preseden (SP)
e. Perhitungan menurut asumsi (ASM)
f. Standar sirkulasi untuk masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut (Time Saver Standart of
Building Type, 2nd Edition):
• 10% : Standar ruang gerak minimum
• 20% : Kebutuhan keleluasaan sirkulasi
• 30% : Sirkulasi untuk kenyamanan fisik
82

• 40% : Sirkulasi untuk kenyamanan psikologis


• 50% : Persyaratan spesifikasi kegiatan
• 60% - 100% : Keterlibatan terhadap banyak kegiatan

Berikut adalah Program dan Besaran Ruang Museum Rasulullah di Jakarta. Lihat Tabel 2.1-2.8 di
bawah ini.

1. Ruang Kegiatan Utama


Tabel 2.1 Kelompok Ruang Kegiatan Utama

Kap. Standar Sirku Jumlah Luas Total Sum Keterangan


Jenis Ruang
(Orang) lasi Ruang ber

20%
Lobi 600 75,9 m²/org 20% 1 10.000 m² NAD
Pengunjung

Loket 8 2 m²/org 20% 1 19 m² ASM

Ruang
Penitipan 100 1 m²/org 20% 1 120 m² ASM 30 Loker/ m²
Barang

Ruang
Pelayanan 4 2 m²/org 20% 1 9 m² ASM
Pengunjung

Ruang Luas Area


Galeri Tetap 50 20 m²/unit 20% 7 8.400 m² ASM Pengamat =
20 m²/unit

Ruang Luas Area


Galeri 50 20 m²/unit 20% 1 1.200 m² ASM Pengamat =
Temporer 20 m²/unit

R. Teater 50 3,4 m²/org 40% 1 84 m² NAD

1 toilet/50
Toilet Pria 4 2,5 m²/org 20% 1 12 m² NAD
orang
83

Toilet 1 toilet/50
5 2,5 m²/org 20% 1 15 m² NAD
Wanita orang

R. Laktasi 4 2 m²/org 20% 1 10 m² NAD

Jumlah 10.517 m²

2. Ruang Auditorium
Tabel 2.2 Ruang Auditorium

Kap. Standar Sirku Jumlah Luas Total Sum Keterangan


Jenis Ruang
(Orang) lasi Ruang ber

Auditorium 1000 0,6 m²/org 40% 1 840 m² NAD

Pre Function 25% dari


250 0,6 m²/org 20% 1 180 m² NAD
Lobby Auditorium

Stage m²/org 20% 1 80 m² ASM

Backstage 5% dari
50 0,6 m²/org 20% 1 36 m² NAD
Equipment Auditorium

Information
2 3,2 m²/org 20% 1 8 m² NMH
center

Ruang VIP 1% dari


10 3 m²/org 20% 1 36 m² NMH
Auditorium

Toilet VIP 6 3,4 m²/org 20% 1 24 m² NAD

Dressing &
Make up 8 3,6 m²/org 20% 2 69 m² NAD
Room

Ruang
2 14 m²/org 20% 1 34 m² TSS
Proyektor
84

Ruang
3 6 m²/unit 20% 3 65 m² TSS
Kamera TV

Ruang Tata
4 3 m²/unit 20% 1 14 m² TSS
Lampu

Ruang Tata
4 3 m²/unit 20% 1 14 m² TSS
Suara

Ruang
4 6 m²/org 20% 1 29 m² TSS
Penerjemah

1 toilet/50
Toilet Pria 8 2,5 m²/org 20% 1 24 m² NAD
orang

Toilet 1 toilet/50
12 2,5 m²/org 20% 1 36 m² NAD
Wanita orang

Jumlah 1.489 m²

3. Ruang Pengelola
Tabel 2.3 Ruang Pengelola

Kap. Standar Sirku Jumlah Luas Total Sum Keterangan


Jenis Ruang
(Orang) lasi Ruang ber

R. Kepala
1 9 m²/org 20% 1 11 m² SP
Museum

Ruang
1 6 m²/org 20% 1 7 m² SP
sekretaris

Ruang
1 7,5 m²/org 20% 7 63 m² ASM
Sekretariat

R. Divisi 1 7,5 m²/org 20% 6 54 m² ASM


85

R. Rapat 20 2 m²/org 20% 1 48 m² NAD

R. Arsip 1 1,4 m²/org 20% 2 3 m² SP

R. Tamu 5 3,4 m²/org 20% 1 20 m² NAD

Ruang
20 3,4 m²/org 20% 2 163 m² SP
Karyawan

R. Teknisi 1 7,5 m²/org 20% 7 63 m² SP

Toilet Pria 4 2,5 m²/org 20% 1 12 m² NAD

Toilet
3 2,5 m²/org 20% 1 9 m² NAD
Wanita

Jumlah 454 m²

4. Ruang Perpustakaan
Tabel 2.4 Ruang Perpustakaan

Kap. Standar Sirku Jumlah Luas Total Sum Keterangan


Jenis Ruang
(Orang) lasi Ruang ber

5%
Lobi 150 0,9 m²/org 20% 1 162 m² SP
Pengunjung

Ruang
2 2 m²/org 20% 1 5 m² SP
Informasi

Ruang
Petugas 2 &
Pelayanan 4 2 m²/org 20% 1 10 m² ASM
Peminjam 2
Pinjam Buku

R. Diskusi 15 2 m²/org 20% 1 36 m² ASM

R. Koleksi 10.000 0,03 m²/bku 20% 1 360 m² NAD 10.000 buku


86

10%
R. Baca 300 2,5 m²/org 20% 1 900 m² SP
Pengunjung

Gudang 1 24 m² SP

Jumlah 1.496 m²

5. Ruang Fasilitas Manasik Haji dan Umrah


Tabel 2.5 Ruang Fasilitas Manasik Haji & Umrah

Kap. Standar Sirku Jumlah Luas Total Sum Keterangan


Jenis Ruang
(Orang) lasi Ruang ber

Masjid 500 1 m²/org 20% 1 600 m² ASM

Tempat
10 1 20% 1 12 m² ASM
Wudhu

Toilet Pria 18 2,5 m²/org 20% 1 54 m² NAD

Toilet
12 2,5 m²/org 20% 1 36 m² NAD
Wanita

R. Manasik 300 2 m²/org 20% 1 720 m² ASM

R. Ganti
300 0,1 m²/org 20% 1 36 m² ASM
Pakaian

Ruang
Pengarahan 300 2 m²/org 20% 1 720 m² ASM
Manasik

Jumlah 2.178 m²
87

6. Ruang Service
Tabel 2.6 Ruang Service

Kap. Standar Sirku Jumlah Luas Total Sum Keterangan


Jenis Ruang
(Orang) lasi Ruang ber

Loker
30 0,1 m²/org 20% 8 29 m² ASM
Karyawan

Pantry 20 1,5 m²/org 20% 2 72 m² NAD

Gudang m²/org 20% 1 24 m² SP

Mushola 50 1 m²/org 20% 1 60 m² ASM

Tempat
10 1 m²/org 20% 1 12 m² ASM
Wudhu

1 toilet/50
Toilet Pria 2 2,5 m²/org 20% 1 6 m² NAD
orang

Toilet 1 toilet/50
2 2,5 m²/org 20% 1 6 m² NAD
Wanita orang

Ruang
4 7,5 m²/org 20% 1 36 m² SP
Keamanan

Pos jaga 2 4 m²/org 20% 2 19 m² NAD

Ruang
1 50 m²/unit 20% 1 60 m² SP
Genset

Ruang
1 30 m²/unit 20% 1 36 m² SP
Pompa

R. Panel
1 30 m²/unit 20% 4 144 m² SP
Listrik

R. AHU 1 30 m²/unit 20% 8 288 m² SP

Water Tank 1 30 m²/unit 20% 2 72 m² SP


88

IPAL 1 20 m²/unit 20% 1 24 m² SP

R. PABX 1 24 m²/unit 20% 1 29 m² SP

R. CCTV 1 20 m²/unit 20% 1 29 m² SP

R. Trafo 1 20 m²/unit 20% 1 24 m² SP

Ruang MDP 1 20 m²/unit 20% 1 24 m² SP

R. Chiller 1 40 m²/unit 20% 1 48 m² SP

Cooling 20%
1 20 m²/unit 1 24 m² SP
Tower

Tangga
2 18 m²/org 20% 2 86 m² SP
Darurat

Jumlah 1.152 m²

7. Parkir
Asumsi jumlah pengunjung yang membawa kendaraan :
Mobil = 25% dari total pengunjung
Motor = 50% dari total pengunjung
Bus = 10% dari total pengunjung
Lain-lain = 15% dari total pengunjung

• Asumsi pembawa mobil = 25/100 x 3000 = 750 orang


Diasumsikan 1 mobil untuk 4 orang, maka
Jumlah mobil = 750/4 = 187,5 mobil ~ 190 mobil

• Asumsi pembawa mobil = 50/100 x 3000 = 1500 orang


Diasumsikan 1 motor untuk 2 orang, maka
Jumlah mobil = 1500/2 = 750 motor
89

• Asumsi penumpang bus = 10/100 x 3000 = 300 orang


Diasumsikan 1 bus untuk 48 orang, maka
Jumlah mobil = 300/48 = 6,25 bus ~ 7 bus

Tabel 2.7 Parkir

Kap. Standar Sirku Jumlah Luas Total Sum Keterangan


Jenis Ruang
(Orang) lasi Ruang ber

Parkir
Pengunjung

Bus 7 45,5 m²/bus 100% 1 637 m² NAD

Mobil 190 12,5 m²/mbl 100% 1 4.750 m² NAD

Motor 750 2 m²/mtr 100% 1 3.000 m² NAD

Parkir
Pengelola

Mobil 15 12,5 m²/mbl 100% 1 360 m² NAD

Motor 55 2 m²/mtr 100% 1 43 m² NAD

Parkir
Service

Truk Barang 4 45 m²/mbl 100% 1 360 m² NAD

Ruang
Tunggu 20 1,8 m²/org 20% 1 43 m² NAD
Sopir

Jumlah 9.385 m²
90

8. Rekapitulasi
Tabel 2.8 Rekapitulasi Program dan Besaran Ruang

No. Jenis Kelompok Ruang Luas


1. Ruang Kegiatan Utama 10.517 m²
2. Ruang Auditorium 1.489 m²
3. Ruang Pengelola 454 m²
4. Ruang Perpustakaan 1.496 m²
5. Ruang Fasilitas Manasik Haji dan Umrah 2.178 m²
6. Ruang Service 1.152 m²
7. Parkir 9.385 m²
Total 26.671 m²

2.6. Referensi
Ashadi
2019) Arsitek Arsitektur Dekonstruktivis, Jakarta: Arsitektur UMJ Press.

Astuti, D.
2019 “Good News From Indonesia”, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/12/27/museum-
tsunami-aceh.

Manis
2018 “Pengertian Museum, Fungsi dan Klasifikasi Macam Jenis Museum Menurut Para Ahli Lengkap”,
https://www.pelajaran.co.id/2018/31/pengertian-museum-fungsi-dan-klasifikasi-macam-jenis-
museum-menurut-para-ahli-lengkap.html.

Susanto, H.
2014 “Museum Berbasis Android Pada Museum Ranggawarsita Semarang Dengan Kompetensi
Prototype”, Jurnal Teknik Informatika, Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Wulandari, A. A.
2014 “Dasar-dasar Perencanaan Interior Museum”, Humaniora No.1 , 5, 246-257.

Zelazko, A.
2020 “Topkapi Palace Museum”,
https://www.britannica.com/topic/Topkapi-Palace-Museum#ref338339
BAB 3
KONSEP RANCANGAN ARSITEKTUR
BANGUNAN MUSEUM RASULULLAH SAW DI JAKARTA

3.1. Penerapan Konsep Dekonstruksi Pada Rancangan Arsitektur


Rancangan bangunan Museum Rasulullah di Jakarta ini menerapkan konsep Arsitektur Dekonstruksi. Ada
dua gambaran mengenai Arsitektur Dekonstruksi yaitu: pertama, berdasarkan intisari pemikiran tokoh-
tokoh Arsitektur Dekonstruksi dan kedua, rangkuman karakter-karakter bangunan Arsitektur
Dekonstruksi yang tertuang dalam prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi.
a. Pemikiran tokoh-tokoh Arsitektur Dekonstruksi:
• Bahwa sebuah bangunan itu harus memiliki emosi (Daniel Libeskind).
• Arsitektur adalah media cerita yang profesional (Daniel Libeskind).
• Kebebasan dalam berkreativitas dan berekspresi (Frank Gehry)
• Bebas dari paradigma moderenisme dan ide tipologi (Zaha Hadid)
b. Prinsip-prinsip Arsitektur Dekonstruksi: Instability, Disorder, Impure, Disharmony, Fragmentation,
Conflict, Fluid, Metaphor, Distortion, In Context, Contrast.
Sejalan dengan pemikiran Daniel Libeskind bahwa Arsitektur adalah media cerita yang
profesional, bahwa fungsi dari Bangunan Museum Rasulullah adalah sebagai bangunan yang memiliki
karakter story telling yang kuat. Dalam upaya untuk menjadikan bangunan tersebut menjadi sebuah
bangunan yang mampu bercerita maka konsep dari bentuk masa bangunan, denah dan interior bangunan
itu sendiri harus terelasi dengan sosok Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam yang mendakwahkan Islam
semasa hidupnya.
Berikut adalah beberapa hal yang terkait dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam ataupun
Islam yang bisa dijadikan alternatif untuk menjadi filosofi bangunan Museum:
a. Bulan sabit
Dalam Islam bulan merupakan sesuatu yang sangat penting. Peredaran bulan dijadikan dasar
perhitungan hari dalam kalender islam. Dengan bulan, islam menentukan kapan dimulainya puasa dan
kapan sudah memasuki hari raya. Bulan sabit banyak sekali dijadikan simbol ketika ingin memberikan
kesan islam terhadap sesuatu hal.
b. Ka’bah
Ka’bah merupakan bangunan yang sangat sakral bagi umat islam. Dikisahkan dalam Al Quran surat
Al Fil yang menceritakan pasukan gajah yang dibinasakan oleh Allah Subhana wa Ta’ala ketika

91
92

berniat untuk menghancurkan Ka’bah. Seperti halnya bulan sabit, ka’bah sering juga dijadikan sebagai
simbol untuk merepresentasikan islam.
c. Batu
Meskipun tidak seidentik bulan sabit dan ka’bah, namun batu memiliki nilai kontekstual terhadap
perjalanan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam semasa hidupnya. Dimana batu merupakan karakter
daratan Makkah dan Madinah, dimana tidaklah mudah untuk hidup diwilayah tersebut. Batu juga
sering dijadikan perumpamaan dalam Al Quran ketika menjelaskan kondisi hati orang-orang kafir
yang keras bagaikan batu, bahkan lebih keras lagi. Dalam salah satu hadits Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam pun disebutkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam diangkat
menjadi Rasul, pernah suatu ketika ada batu yang memberi salam kepada beliau.
d. Ornamen Islam
Adanya larangan dalam hadits untuk tidak menggambar mahluk hidup, membuat ornamen berupa
kaligrafi, hiasan geometri dan arabesk menjadi pilihan perupa muslim dalam menghias rumah dan
masjid. Ornamen islam menjadi sangat identik dengan islam, karena ornamen tersebut banyak sekali
ditemui di bangunan-bangunan masjid.
Dari keempat alternatif diatas masing-masing bentuk memiliki karakter yang berbeda-beda. Bulan
Sabit, Ka’bah, dan ornamen Islam merupakan bentuk geometri murni dari kubus,segitiga dan lingkaran,
sedangkan batu tidak dapat didefinisikan ke dalam salah satu bentuk murni. Dari ketiga bentuk tersebut,
batu memiliki karakter dari salah satu prinsip Arsitektur Dekonstruksi yaitu bentuk yang tidak murni
(impure).
Dari beberapa pertimbangan diatas, batu (Gambar 3.1) menjadi pilihan bentuk masa Bangunan
Museum Rasulullah. Batu bisa dijadikan sebagai gambaran masyarakat jahiliyah yang menjadi target
dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam.

Gambar 3.1 Imej Batu


Sumber : Google.com, diakses 07 April 2020
93

Untuk bentuk bulan sabit digunakan sebagai bentuk dasar dari komposisi denah masa bangunan.
Pemilihan bulan sabit didasarkan pada karakter bulan sabit yang mewakili waktu. Sesuai dengan konsep
bangunan Museum Rasulullah yang mempersembahkan perjalanan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam
dari waktu ke waktu.
Arsitektur sebagai media cerita diterapkan pada penyusunan ruang dan alur sirkulasi berdasarkan
pada urutan periode perjalanan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Walam. Arsitektur harus memiliki emosi
diterapkan pada pemilihan batu sebagai dasar filosofi bentuk massa bangunan. Prinsip impure diterapkan
pada pemilihan batu yang memiliki karakter bentuk tidak murni. Prinsip Metaphor diterapkan pada
pemilihan batu dan bulan sabit sebagai bentuk dasar gubahan massa dan komposisi denah. Prinsip contrast
diterapkan dengan membuat gubahan massa yang seperti batu menjadi sesuatu yang terlihat mencolok
dibanding dengan lingkungan sekitarnya. Prinsip in context diterapkan dengan pemilihan bentuk dasar
batu, bulan sabit, dan ornamen islam yang memiliki keterkaitan dengan islam dan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Salam.
Untuk memperkuat kesan Islam pada bangunan Museum Rasululah di Jakarta, maka pada area-
area tertentu akan dihadirkan ornamen-ornamen Islam, seperti hiasan bermotif sandblast pada area-area
yang menggunakan material kaca.
Pemilihan material fasad yang tepat, dapat dijadikan sebagai gambaran keindahan Islam. Dimana
hal tersebut selaras dengan tujuan diutusnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, yaitu untuk merubah
ahlak manusia menjadi lebih baik. Ada beberapa pilihan material fasad yang bisa dijadikan alternatif yaitu:
anodized alumunium cladding, Glass fiber reinforced plastics (GFRP), glass fiber reinforced concrete
(GFRC), dan Alumunium Composite Panel.

3.2. Konsep Rancangan Arsitektur


Berikut adalah beberapa konsep rancangan arsitektur bangunan Museum Rasulullah di Jakarta. Gambar
3.2-3.9.
94

3.2.1. Konsep Bentuk Dasar

Gambar 3.2 Konsep Bentuk Dasar

3.2.2. Konsep Masa


95

Gambar 3.3 Konsep Gubahan Masa


96

3.2.3. Konsep Fasade


“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-
batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang
terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh,
karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”.( Q.S. Al
Baqarah :74).

Gambar 3.4 Konsep Bentuk Fasade terinspirasi dari sebuah Mata Air

3.2.4. Konsep Sistem Struktur

Gambar 3.5 Konsep Struktur


97

Gambar 3.6 Rencana Struktur Bangunan

3.2.5. Konsep Sirkulasi Pengunjung

Gambar 3.7 Konsep Sirkulasi Pengunjung Lt 1 dan 2


98

Sirkulasi dalam bangunan menggunakan Pola Curvelinear; pengunjung tidak fokus terhadap tujuan
akhir dan bisa mengikuti sajian pameran secara mengalir.

Galeri Galeri temporer, Service


Komersil Perpustakan,
Pengelola Auditorium

Gambar 3.8 Konsep Sirkulasi Pengunjung Lt 3 dan 4


99

3.2.6. Konsep Ruang Manasik Haji dan Umrah


Salah satu yang menjadi ciri khas dari arsitektur Islam adalah ornament-ornamen yang berupa susunan
geometri-geometri yang membentuk pola tertentu dengan metode repetisi. Mengambil konsep dasar dari
salah satu ibadah yang dilakukan pada kegiatan manasik itu sendiri yaitu tawaf 7 kali mengelilingi kabah,
yang mana terdapat unsur repetisi. Maka penggunaan geometri Islam menjadi kontekstual dengan konsep
manasik itu sendiri. (Gambar 3.9).

GEOMETRI
ISLAM

Gambar 3.9 Konsep Ruang Manasik


100
BAB 4
GAMBAR RANCANGAN ARSITEKTUR
BANGUNAN MUSEUM RASULULLAH SAW DI JAKARTA

Berikut adalah Gambar Rancangan Arsitektur Bangunan Museum Rasulullah di Jakarta, yang meliputi
gambar-gambar: Blockplan, Siteplan, Denah, Tampak, Potongan, Detail, Perspektif 3D, dan Maket.
Gambar 4.1-4.17.

Gambar 4.1. Blockplan

101
102

Gambar 4.2. Siteplan


103

Gambar 4.3. Denah Basement


104

Gambar 4.4. Denah Lantai 1


105

Gambar 4.5. Denah Lantai 2


106

Gambar 4.6. Denah Lantai 3


107

Gambar 4.7. Denah Lantai 4


108

Gambar 4.8. Potongan B (atas) dan Potongan A (bawah


109

Gambar 4.9. Rencana Struktur Bangunan dan Detail


110

Gambar 4.10. Tampak Barat

Gambar 4.11. Tampak Selatan


111

Gambar 4.12. Tampak Timur

Gambar 4.13. Tampak Utara


112

Gambar 4.14. Sketsa Perspektif

Gambar 4.15. Visualisasi 3D Interior Galeri


113

Gambar 4.16. Beberapa Visualisasi 3D Eksterior


114

Gambar 4.17. Model - Maket

View publication stats

You might also like